76
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 DALAM PERSPEKTIF MASHLAHAT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : ILYAS FADILAH NIM:1110043200024 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015M

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

  • Upload
    lyhanh

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013

DALAM PERSPEKTIF MASHLAHAT

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk memenuhi persyaratan

Memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

ILYAS FADILAH

NIM:1110043200024

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015M

Page 2: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RINoMoR : 34/PUU-xv2013 DALAM PERSFEKTTF MASLAHAT

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan HukumUntuk memenuhi persyaratan

Memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.SV)

Oleh:

ILYAS FADILAIINM:1110043200024

Dibawah Bimbingan:

JWDrs.Abu Tamrin, SH.,MH.NIP. I 9650908 1 99503 1 001

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUMPROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1436 H / 201sM

afrani SHI.,MCCL

. { sn.i.:t. l

Page 3: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

7',

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKIRIPSI

skiripsi berjudul *PUTUSAIII MAIIKAMAH KONSTITUST RI Nor 34/pW-xI/2013 DALAIVT PERSPEKTTF MASHLAHA'T, telah diujikan dalam sidangmmaqasah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Juli 2015. Skiripsi ini telah di terima sebagaisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana $yariah (s.sy) pada program StudiPebandingan Mazhab dan Hukum.

Jakartg"? Juli 2015 M

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

PANTTIA UJIAN MTINAQASAH

l. Ketua : Dr. Khamami Zada. MANIP. 1 9750 t0220s3 121001

2. Sekretaris Hi. Siti Hanna S.Ag. Lc.. MANIP. 1 974 021 62008A1 20 I 3

Drs.Abu Tarnrin. SH..MH.NIP. 19650908199503 1001

: Andi Svafrani SHI..MCCL

Pembimbing I :3t \.a...r........,/

Pembimbing II

5. Penguji I Muhamd Ainul Sf'aEnsp" SH..MH.

6. Penguji II Kamanrsdiana SAg.. M.H'Nip.19720224t998431

3.

4.

Dr.Asep Sa[pudinNIP. 19691216t996031 00 I

Page 4: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan kebutuhan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukanlah hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2 Juli 2015 M

Ilyas Fadilah

Page 5: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

iv

ABSTRAK

ILYAS FADILAH. NIM 1110043200024. PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI RI NOMOR: 34/PUU-XI/2013 DALAM PERSPEKTIF

MASHLAHAT.

Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, konsentrasi

Perbandingan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakrta, 1436H/2015M.

Skripsi ini merupakan upaya untuk menjelaskan mengenai Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-XI Tahun 2013 yang menghapuskan Pasal

368 ayat (3) KUHAP yang berisikan tentang pembatasan permintaan Peninjauan

Kembali yakni hanya boleh satu kali. Putusan ini menimbulkan pro-kontra

dikalangan ahli hukum karena dianggap bertentangan dengan kepastian hukum

tapi putusan ini juga dianggap sesuai dengan tujuan hukum untuk mencari

keadilan. Pro-kontra Putusan Mahkamah Konstitusi ini sendiri tidak ada yang

meninjaunya dengan hukum Islam menggunakan aspek mashlahat apakah Putusan

ini dianggap sesuai dengan aspek mashlahat dalam hukum Islam atau tidak.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian

terhadap efektivitas pelaksanaan suatu peraturan, sesuaikah dengan hukum Islam

dengan menggunakan aspek mashlahat. Dengan pendekatan kualitatif yaitu

bersumber pada data skunder dan primer dengan pengumpulan data melalui study

pustaka (library research). Sedangkan analisis data dilakukan analisis kualitatif.

Yaitu upaya yang dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data,

memilihnya menjadi satuan yang sistematis dan sempurna, menemukan apa yang

penting dan apa yang dapat dipelajari, memutuskan apa yang dapat dibaca dan

mudah difahami sertamenginformasikannya kepada pembaca.

Tujuan dari penelitian ini agar pembaca dapat mengetahui dan memahami

bagaiamana pandangan hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi ini

sesuai atau tidak penerapannya didalam masyarakat.

Kata kunci: Putusan Mahkamah Konstitusi, Mashlahat.

Pembimbing: Drs Abu Tamrin SH.,M.Hum. & Andi Syafrani SHI,.MCCL.

Daftar Pustaka: Tahun 1964 sampai Tahun 2011

Page 6: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

v

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Tidak ada kata yang pantas diucapkan untuk mengawali kata pengantar ini

kecuali Alhamdulillah. Puji dan syukur selalu terucapm pada Allah SWT Tanpa

seizinNya Penulis tidak dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tak lupa pula

Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi akhir, Muhammad SAW

yang telah diutus kebumi sebagai lentera bagi hati manusia.

Skripsi yang berjudul "PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No:

34/PUU-XI TAHUN 2011 DALAM PERSFEKTIP MASHLAHAT". Selama

proses penelitian Penulis banyak berhutang budi kepada pihak-pihak yang telah

membantu penulis antara lain Yth:

1. Dr. Asep Saefudin Jahar,MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khamami,MA dan SIti Hanna,S,Ag,Lc,MA, Ketua dan Sekretaris

Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum. Fahmi Muhammad Ahmadi

S.Ag. M.Si Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin,SH.,M.Hum., dan Andi Syafrani,SHI.,MCCL., Dosen

Pembimbing Skripsi. Dr,M. Muhammad Taufiki, M.Ag. Dosen Pembimbing

Akademik serta seluruh dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

membimbing dan mendidik Penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Segenap Dosen dan Staff Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 7: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

vi

5. Secara Khusus Penulis persembahkan kepada kedua orang tua Penulis yang

tercinta, Ayahanda Toto Irmansyah dan Ibunda Iin Warkinah sebagai

ungkapan terima kasih yang tiada terhingga yang telah membesarkan dan

mendidik Penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang. Serta memberikan

semangat kepada Penulis dan juga memberikan doa, Sehingga Penulis dapat

menyelasaikan skripsi ini dengan lancar.

6. Kepada sahabat Penulis Perbandingan Hukum angkatan 2010 Tedi Sudarna,

Aidzbillah, Bambang Tri Nugroho, Laka Rhamadhan Mubarak, Ramdhani,

Ahmad Sandi, Wiwin Winata, Ridwan Anas, Anjo Momaitri, Ahmad Dhani

Hidayat, Yususf Hilmi, Fatin Nugroho, Saipul Anwar. Semua yang menjadi

guru, teman diskusi, seperjuangan dalam penulisan skripsi, semoga

persahabatan ini selalu dalama RidhoNya dan apa yang dicita-citakan akan

tercapai. Amiin

Penulis berdoa semoga sumbangsih yang telah mereka berikan menjadi

catatan pahala di sisi Allah SWT. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi inimasih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran membangun demi perbaikan dan

kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap semoga

skripsi ini bermanfaat adanya. Amiin.

Jakarta, 22 Mei 2015

Penulis

Page 8: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7

D. Metode Penelitian .............................................................................. 8

E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ................................................ 11

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12

BAB II Kerangka Teori Tentang Kepastian Hukum , Teori Keadilan

dan Teori Mashlahat.

A. Teori Kepastian Hukum................................................................... 14

B. Teori Keadilan. ................................................................................ 15

C. Teori Mashlahat. .............................................................................. 17

BAB III TINJAUAN TENTANG PENINJAUAN KEMBALI

A. Pengertian Peninjauan Kembali Dalam Perundang-Undangan. ...... 27

B. Sejarah Peninjauan Kembali. ........................................................... 29

C. Peninjaun Kembali Dalam Hukum Islam. ....................................... 39

Page 9: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

viii

BAB IV PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO: 34/PUU-XI/2013

DALAM PANDANGAN MASHALAHAT.

A. Obyek & Subjek Permohonan. ........................................................ 44

B. Kerugian Konstitusional Pemohon........................................... ....... 46

C. Pertimbangan Hukum Hakim..................................................... ..... 49

D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

Mashlahat terhadap Putusan Mahkamah Konstitusin Nomor:

34/PUU-XI 2013. ............................................................................ 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 62

B. Saran ................................................................................................ 64

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum memiliki sejarah yang panjang, yang sama dengan peradaban

umat manusia. Pelaksanaan hukum itu sendiri menjadi salah satu cara

penyelesaian ragam masalah yang timbul dalam hubungan inter-subjektif

sesama anggota masyarakat. Penyelesaian masalah dengan instrumen hukum

ternyata kemudian menjadi tidak sederhana. Mengapa harus dihukum? karena

menghukum berarti harus benar dan adil, demi kebenaran dan keadilan itu

juga, maka hukum acara harus pula berfungsi untuk membebaskan, seseorang

yang terbukti tidak bersalah. Hukum disitu mengandung esensi soal besar dan

mendalam tentang kebenaran dan keadilan yang berkepastian.1

Konteks ini melalui lembaga peradilan hukum, menjadi alat utama

negara dalam menjalankan roda pemerintahan dan untuk mencapai tujuannya

bagi keadilan. Dalam peradilan sendiri ada upaya hukum biasa dan luar biasa

yang bisa diajukan bagi mereka yang berperkara dan merasa belum puas

dengan putusan yang sudah dijatuhkan. Di tahap banding sampai ke

Peninjauan Kembali (PK) Awalnya PK sebagai tahap akhir dalam upaya

hukum di Indonesia hanya dibatasi sekali untuk memberikan kepastian hukum

dan tidak berlarut-larut dalam satu kasus tapi setelah adanya putusan

Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 34/PUU-XI/2013 yang menghapuskan Pasal

1Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum. Penerbit Ghalia

Indonesia,2012 h pendahuluan xxvii.

Page 11: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

2

268 Ayat (3) KUHAP yang berisi "Permintaan peninjauan kembali atas suatu

putusan hanya dapat diajukan satu kali saja"..

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 34/PUU-XI/2013, yang

dibacakan pada tanggal 6 Maret 2014 Menimbulkan kontroversi di kalangan

ahli hukum. Kontroversi tersebut dikarenakan adanya perbedaan pandangan

mengenai PK yang diperbolehkan lebih dari satu kali. Bagi mereka yang

mendukung putusan Mahkamah Konstitusi RI itu alasannya antara lain :

1. Pembatasan Peninjauan Kembali mengabaikan Keadilan.

2. Peninjauan Kembali yang hanya sekali adalah bentuk kemalasan negara.

3. Peninjauan Kembali adalah sarana memperoleh keadilan bukan kepastian

hukum.

Ada sebagian juga yang menolak terhadap putusan mengenai Peninjauan

Kembali boleh lebih dari satu kali ini alasannya antara lain :

1. Pembatasan Peninjauan Kembali merupakan bentuk penghormatan

terhadap hak asasi manusia.

2. Peninjauan Kembali hanya sekali adalah bentuk kepastian hukum.

3. Peninjauan kembali yang diajukan berkali kali akan menimbulkan

kekacauan hukum.

4. Peninjauan Kembali yang diajukan berkali-kali tidak sejalan dengan asas

peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.2

Tanggal 31 Desember 2014 Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali

mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor: 7 Tahun

2http://www.hukumpedia.com/negara/pergesaran-peninjauan-kembali-dari-kepastian-

hukum-menuju-keadilan-hukum-hk5399a5185509e.html Di Akses 25 Maret 2015.

Page 12: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

3

2014. SEMA ini berisi tentang pembatasan Peninjauan Kembali menjadi satu

kali yang didasarkan pada Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 Ayat (1) Undang-

Undang No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung yang mengatur

Peninjauan Kembali hanya sekali karena kedua ketentuan itu tidak dibatalkan

oleh Mahkamah Konstitusi. SEMA ini pun langsung mendapat respon dari

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Mahkamah Agung

untuk mencabut SEMA Nomr: 7 Tahun 2014 karena dianggap bertentangan

dengan konstitusi.3

Banyaknya pro-kontra di kalangan ahli hukum bahkan sampai

Mahkamah Agung dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi mengenai

perubahan Peninjauan Kembali ini, walaupun ada permintaan pencabutan

SEMA ini dari ICJR bukan berarti SEMA ini tidak mempunyai dasar hukum

yang kuat.

Adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus Pasal 268 ayat

(3) KUHAP yang membatasi permintaan PK hanya diajukan satu kali. Bagi

para terpidana sendiri bisa memberikan peluang untuk membuktikan akan

ketidak bersalahannya sebelum dilaksanakannya eksekusi tapi juga sebaliknya

bisa menimbulkan kekacauan hukum. Bagi terpidana yang memiliki keuangan

yang memadai bisa terus-terusan mengajukan Peninjauan Kembali sehingga

berlarut-larut dalam satu kasus untuk mengundur undur eksekusi putusan

walaupun pada prinsipnya upaya hukum luar biasa PK ini tidak

3http;//nasional.kompas.com/read/2015/01/05/06551981/MA.Didesak.Cabut.Surat.Edaran

.soal.Pembatasan.Peninjauan.Kembali.Di akses 25 maret 2015.

Page 13: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

4

memperlambat proses eksekusi karena pada kenyataannya dengan adanya

pembatasan PK yang satu kali pun ada saja kasus yang eksekusinya terus di

undur tapi dengan Peninjauan Kembali boleh lebih dari satu kali memberikan

nafas lega bagi mereka para pencari keadilan.

Disini harusnya para pembuat Perundang-undangan di Indonesia ini juga

menerapkan prinsip-prinsip umum hukum Islam salah satu diantaranya yang

paling dominan adalah mashlahat,4 apakah dengan keputusannya itu dapat

memberikan kebaikan atau malahan sebaliknya memberikan keresahan di

antara masyarakat itu sendiri karena dianggap tidak sesuai dengan norma yang

ada didalam masyarakat. Disinilah kekurangan hukum positif yang kurang

menerapkan konsep mashlahat seperti yang diajarkan dalam prinsip hukum

Islam yang lebih mengedepankan kemashlahatan bagi orang banyak, bukan

hanya mengedepankan bertentangan atau tidaknya dengan Undang-undang

yang lebih kuat.

Suatu Kemashlahatan dalam Islam harus sejalan dengan tujuan syara',

sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia, karena kemashlahatan

manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak -kehendak syara' tetapi

sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu.5

Model pendekatan yang lebih menekankan dimensi mashlahat, tidak

berarti bahwa segi legal formal tekstualharus diabaikan. Ketentuan legal

4 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2005) Kata "maslahat"

merupakan kata bahasa Indonesia yang diserap dari kata bahasa Arab, yakni maslahah. Secara

leksikal-etimologis, kata "maslahat" sebagai kata benda-diartikan dengan; (i) sesuatu yang

mendatangkan kebaikan (keselamatan, dan sebagainya); (ii) faedah; dan (iii) guna.Sedangkankata

"kemaslahatan"-juga sebagai kata benda mengandung arti; kegunaan, kebaikan, manfaat,

kepentingan.

5Ma'rf Amin.Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam. (Jakarta Paramuda Adversting 2008) h

152

Page 14: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

5

formal tekstual yang valid harus tetap menjadi acuan. Namun pada saat yang

sama, haruslah benar-benar dipahami bahwa patokan legal formal dan tekstual

hanyalah merupakan salah satu cara yang nota bene terikat dengan ruang dan

waktu, agar cita mashlahat itu dapat terwujud dalam kehidupan.6

Aplikasi mashlahat ini tidak berarti harus mengabaikan aturan hukum

yang lebih kuat. Mashlahat yang tanpa memperhitungkan ketentuan yang ada

di nash Al-Quran maupun dalam sabda Rasulullulah SAW bisa hanya nafsu

belaka walaupun seiring berjalannya waktu ada banayk masalah baru yang

belum pernah ada sebelumnya tapi bukan berarti kita bisa seenaknya

menetukan mana mashlahat yang lebih baik tanpa memperhatikan hukum

yang lebih kuat.

Relasi mashlahat dan pembuatan aturan hukum tentu bisa dikaji lebih

jauh lagi, untuk kemudian dikontekstualisasikan dalam spektrum tata hukum

nasional. Artinya dapat dilakukan pengkajian mendalam mengenai aplikasi

dari relasi tersebut dalam konteks hukum nasional pada masa reformasi ini.

Sebagai metode, mashlahat harus diposisikan sebagai pisau analisis atau kaca

mata untuk membaca tata hukum nasional.7

Pengkajian mashlahat menjadi sangat urgen jika dikaitkan dengan upaya

menemukan relevansi mashlahat tersebut dengan perundang-undangan

nasional diatas. Di samping itu, agar hukum indonesia senantiasa mampu

6Muthafa Ahmad al-Zarqa, al-istilah wa al-Masalihal-Mursalah fi al-Syari'ah al

Islamiayahtwa Usul Fiqhiha, h 87-89. Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya

Dengan Perundang-Udangan Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara

RI) h 7.

7Yudian Wahyudi, Ushul Fikih versus Hermenutika: Mambaca Islam dari Kanada dan

Amerika, (Yogyakarta; Pesantren Newesea Pers, 2006), h. 48

Page 15: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

6

menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan maka membuka diri dan

menerima unsur-unsur luar yang relevan merupakan suatu keharusan,

termasuk perihal penyerapan hukum Islam melalui doktrin mashlahat.8

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas maka

dari itu Penulis akan menuliskan skripsi tentang "Putusan Mahkamah

Konstitusi RI No: 34/PUU-XI/ 2013 Dalam Persfektip Mastlahat".

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya

lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan. Disini Penulis

hanya akan membahas mengenai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:

34/PUU-XI/ 2013 dalam perspektif Mastlahat.

2. Perumusan Masalah

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 tentang

penghapusan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang berisikan tentang

pembatasan permintaan pengajuan PK yang hanya diperbolehkan satu kali

dan bagaimana hukum Islam sendiri menanggapinya dengan menggunakan

pandangan maslahat.

Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut :

8Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-Udangan Khusus di

Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI) h 6.

Page 16: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

7

a. Apa dasar pertimbangan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi

dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI No: 34/PUU-XI/2013.

b. Bagaimana tinjauan Mashlahat terhadap putusan Mahkamah Konstitusi

No: 34/PUU-XI/2013.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan yang

ingin diperoleh dari hasil penelitian. Dalam merumuskan tujuan penelitian,

Penulis berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah

Konstitusi RI No: 34/PUU-XI 2013.

b. Untuk mengetahui tinjauan mashlahat dalam hukum Islam terhadap

Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI

NO: 34/PUU-XI Tahun 2013.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini diharapkan dapat mampu menyumbangkan wacana ilmu

pengetahuan yang diperlukan serta menambah khazanah kepustakaan

untuk kepentingan akademik.

b. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi

peneliti dan penegak hukum.

Page 17: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

8

c. Memberikan informasi pada masyarakat umum tentang Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU XI 2014 dan korelasinya

dengan perspektif Mastlahat dalam hukum Islam.

D. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kajian ilmu hukum normatif

yaitu pendekatan yang didasarkan pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam

hukum syariat, dengan memuat deskripsi masalah yang diteliti berdasarkan

tinjauan pustaka yang dilakukan secara cermat dan mendalam.

2. Pendekatan Masalah

Penulis menggunakan beberapa pendekatan yang akan dilakukan

yaitu pendekatan perundang-undangan (statue-approach), Pendekatan

historis (historical approach) dan pendekatan kasus (case-approach)9.

Dalam masalah ini prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian

(seorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya.10

Pendekatan Perundang-undangan (statue-approach) adalah

pendekatan dengan penelaahan lebih lanjut untuk menjawab rumusan

9Peter Mahmud Marzuki, Penelitain Hukum, (Surabaya: Kencana, 2010, cetakan keenam)

h 96-126.

10

Hadari Nawawi, Metode PenelitianBidang Sosial, Cet. 12, (Yogyakarta: GajahMada

Universitas Press 2007), h 67.

Page 18: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

9

masalah. Antara lain dalam hal kompetensi Mahkamah Konstitusi

mengacu pada Undang-undang Dasar 1945 N RI Tahun 1945, dasar

hukum di dalam putusan dan pertimbangan hukum lainnya,

Pendekatan sejarah digunakan untuk mengungkap filosofis,

bagaimana penyelesaian acara peradilansebelum dan setelah adanya

Putusan MK tersebut. Semua pendekatan tersebut akan dikomparasikan

dengan persfektip Maslahat menurut hukum Islam.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan (library

research) atau studi dokumen. Pada penelitian kualitatif, bahan pustaka

merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan dalam data

sekunder. Namun, dalam penelitian hukum, data sekunder ini mencakup

bahan hukum primer (Konstitusi, Peraturan Perundang-undangan, dll).

Teknik pengumpulan data ini berwujud dokumentasi naskah, baik itu

kitab-kitab, buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan bahasan-

bahasan yang berkaitan dengan rumusan masalah. Berikut adalah sumber-

sumber data yang akan dikumpulkan dan menjadi rujukan dalam penelitian

ini:

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang dikumpulkan oleh Penulis

langsung dari sumber utamanya, data primer yang dimaksud ini antara

lain sebagai berikut :

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 19: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

10

2) Undang-Undang Nomor: 24 Tahun 2003.

3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:34/PUU-XI/ 2013.

4) Undang-Undang Nomor:8 Tahun 2011 tentang Mahkamah

Konstitusi.

5) Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

6) KUHAP/undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

terdiridari buku-buku, jurnal, ataupun materi materi hukum lainnya

yang berkaitan dengan tema yang akan Penulis bahas.

c. Bahan non-hukum

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus

Hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesaia, kitab-kitab

Islam maupun materi-materi lainnya.

4. Tehnik Pengolahan dan Analisa bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi

kepustakaan, UUD 1945 N RI Tahun 1945, Perundang-undangan, dan

bahan materi lainnya penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa,

sehingga disajikan dalam penulisan yang sistematis guna menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan

hukum ataupun materi lainnya akan dianalisa secara mendalam sesuai

dengan pendekatan yang digunakan.

Page 20: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

11

5. Metode Penulisan

Metode Penulisan menggunakan metode kualitatif yakni metode yang

lebih menekankan pada analisis secara mendalam terhadap suatu masalah

dan cara pandang para ahli hukum yang berbeda pendapat terhadap

putusan Mahkamaha Kontitusi RI ini.

E. Kajian Terdahulu

Judul skripsi ini sejauah yang Penulis ketahui, apa yang Penulis tulis ini

belum pernah ada yang menulisnya, setidaknya di lingkungan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta. Adapun buku yang

menjadi panduan penulisan Karangan Asmawi, Teori Maslahat dan

Relevansinya dengan Undang-Undang Khusus di Indonesia, diterbitkan

oleh Badan Litbang dan Diklat Kementrian RI. Judul Skripsi yang mempunyai

kesamaan ialah tulisan Ihsan Badruni Nasution yang berjudul "Problematika

Upaya Hukum Peninjauan Kembali Perkara Perceraian di Pengadilan

Agama (analisis Putusan Peninjauan Kembali Nomor 54/PK/AG/2008).

Saudara Ihsan Badrudin lebih meneliti kehukum perdata Islam yakni tentang

hukum keluarga yang memang di Indonesia ini hukum keluarga untuk orang

muslim didasarkan pada hukum Islam dengan adanya lembaga Peradilan

Agama. Ini sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan yang lebih

berfokus kepada putusan MK mengenai penghapusan salah satu pasal 268 ayat

(3) KUHAP.

Penulis mempunyai titik khusus terhadap Putusan MK No 34/PUU-

XI/2013 dan prinsip hukum Islam yaitu maslahat. Permasalahan ini belum

Page 21: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

12

pernah dikupas oleh peneliti yang dilakukan sebelumnya dikarenakan

permasalahan ini masih baru. Atas pertimbangan di atas Penulis merasa perlu

untuk memaparkan persoalan ini dalam skripsi ini dengan pengkajian

komparatif.

Dalam karya ini, Penulis mencoba mamaparkan sehingga hal ini sangat

menarik karena terdapat kontribusi penelitian yang akan menjawab

permasalahan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima BAB.

Masing-masing terdiri dari atas beberapa sub bab guna lebih memperjelas

ruang lingkup dan cakupan masalah yang diteliti.

Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok

pembahasannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Merupakan bab yang memuat: Latar belakang

masalah, dilanjutkan dengan batasan dan rumusan masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Tinjauan (Review)

Studi Terdahulu dan Sistematika Penelitian.

BAB II Tinjauan tentang Peninjauan Kembali. Merupakan bab yang

membahas mengenai Peninjauan Kembali dalam Perundang-

Undangan di Indonesia, Sejarah Peninjauan Kembali. Peninjauan

Kembali dalam hukum Islam.

BAB III Profil Mahkamah Konstitusi RI dan Tinjauan Tentang Mashlahat.

Merupakan bab yang membahas tentang Latar Belakang

Page 22: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

13

Mahkamah Konstitusi RI. Kekuasaan Mahkamah Konstitusi RI.

Definisi Mashlahat oleh ilmuan Islam. Kategorisasi Mashlahat.

BAB IV Putusan Mahkamah Konstitusi NO: 34/PUU-XI/2013 Dalam

Pandangan Mashlahat.

Merupakan bab yang membahas tentang Obyek dan Subjek

Permohonan. Kerugian Konstitusional Pemohon. Pertimbangan

Hukum Hakim. Analisa Putusan. Pandangan Hukum Islam dengan

menggunakan Aspek Mashlahat terhadap Putusan Mahkamah

Konstitusi NO: 34/PUU-XI/2013.

BAB V Penutup Berisi Kesimpulan dan saran-saran penulis.

Page 23: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

14

BAB II

KERANGKA TEORI TENTANG KEPASTIAN HUKUM, TEORI

MASHLAHAT DAN TEORI KEADILAN

A. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum tertuang dalam UUD 1945 pasal 28D ayat (1) yang

berbunyi “setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”

Menurut Sudikno Mertokusumo (2007 : 160), kepastian hukum adalah

jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat

memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun

kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik

dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat

menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan

tidak menyamaratakan.

Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan

bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan.

Dalam memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah

bahwa nilai itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang

positif dan peranan negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif

(Fernando M. Manullang, 2007 : 95).

Nusrhasan Ismail (2006: 39-41) berpendapat bahwa penciptaan

kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan memerlukan

persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum itu

sendiri.

Page 24: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

15

Keharusan akan adanya peraturan dalam masyarakat merupakan syarat

pokok untuk adanya kepastian hukum sehingga peraturan merupakan kategori

tersendiri yang tidak bersumber kepada ideal maupun kenyataan. Menjadi

sasarannya bukanlah untuk menemui tuntutan ide-ide sahari-hari mealinkan

tuntutanagar peraturan ada. (satjipto Rahardjo, 1986: 19-20).1

Pemaparan materi diatas dapat diambil pengertian bahwa yang

terpenting dari kepastian itu adalah adanya peraturan itu sendiri. Peraturan itu

sendiri apakah sudah sesuai atau tidaknya dengan keadilan maupun manfaat

itu berada diluar dari tuntutan kepastian hukum itu sendiri.

B. Teori Keadilan

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak

dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Keadilan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat (perbuatan, perlakuan, dan lain

sebagainya) yang adil: sama berat, tidak memihak, berpegang pada kebenaran,

tidak sewenang-wenang. Keadilan itu menurut Plato dikualifikasikan kedalam

3 hal:

1. Suatu karakteristik atau “sifat” yang terberi secara alami dalam diri tiap

individu manusia.

2. Dalam keadaan ini, Keadilan emungkinkan orang mengerjakan

pengkoordinasian (menata) serta memberi batasan (mengendalikan) pada

tingkat “emosi” mereka dalam usaha menyesuaikan diri dengan

lingkungan tempat ia bergaul dengan demikian,

1 Chairul Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta, Sinar Grafika. 2008) h 16

Page 25: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

16

3. Keadilan merupakan hal yang memungkinak masyarakat manusia

menjalankan kodrat kemanusiaannya dalam cara-cara yang utuh dan

semestinya.2

Plato, seperti kutipan diatas mengemban fungsi “menyelaraskan” dan

“menyeimbangkan”, hal itu kurang lebih berbunyi: Keadilan merupakan

“besar-besaran” atau “asset-aset yang akan membuat kondisi kemasyarakatan

menjadi selaras dan seimbang. Keadilan yang dimaksud adalah besaran nyang

bersumber dari jiwa tiap-tiap masyarakt itu sendiri, yang pada dirinya tidak

dapat dipahami atau diekspletasikan /dijabarkan melalui argumentasi-

argumentasi.

Untuk dapat memahami lebih jauh tentang bekerjanya keadilan

didalam jiwa tiap-tiap individu manusia, Plato menelaah sifat manusia dalam

konteks yang sangat luas, yakni dalam kaitannya dalam sebuah “Negara

Kota”, bahwa:

1. Dalam Suatu Masyarakat yang adil, tiap warga Negara harus dapat

memainkan perannya (fungsi kemasyarakatan) yang paling sesuai dengan

dirinya demikian juga halnya dalam asset-aset ekonomi perorangan.

2. Keadilan hanya akan menjadi pemenang jika akal (nalar) juga menang,

selera serta nafsu binatang semestinya diletakan (dikendalikan) sedemikian

rupa pada tempat yang sesuai.

3. Tatanan masyarakat yang berkeadilan hanya akan tercapai sepanjang akal

manusia beserta keseluruhan prinsip-prinsipnya rasional lainnya dapat

memandu penyelenggaraan kehidupan dari elemen-elemen (masyarakat).3

2 Herman Bakri, SH., MH. Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan,

(Bandung: Refika Aditama 2007) h177.

3 Herman Bakri, SH., MH. Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan,

(Bandung: Refika Aditama 2007) h178.

Page 26: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

17

Aristoteles, Hukum dibentuk berlandaskan kepada keadilan, dan ia

diarahkan sebagai pedoman bagi perilaku individu-individu dalam

keseluruhan hal yang bersinggungan dengan konteks kehidupan masyarakat.

Proses pembentukan itu dengan demikian, bertitik berat pada atau melingkupi

keseluruhan tema yang berhubungan dengan masyarakat.

Keadilan dikualifikasikan kedalam lima model yaitu :

1. Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap

orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya

masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara

masyarakat dengan perorangan.

2. Keadilan Komunitatif: Perlakuan kepada seseorang tanpa melihat jasa-

jasanya. Keadilan komunitatif berhubungan dengan sanksi tanpa

mempedulikan jasa yang telah diperbuatnya.4

C. Teori Mashlahat

Secara etimologis, arti al-mashlahah dapat berarti kebaikan,

kebermanfaatan, kepantasan, kelayakan, keselarasan, kepatutan. Kata al-

mashlahah ada kalanya dilawankan dengan kata al-mafasadah dan adakalanya

dilawankan dengan kata al-madarrah, yang mengandung arti: kerusakan5.

Secara termilogis Mashlahat telah diberi muatan makna oleh ulama usul

al-fiqh. Al-Gazali (w. 505 H), misalnya, mengatakan bahwa makna genuine

4 Herman Bakri, SH., MH. Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan (Bandung:

Refika Aditama 2007) h 182.

5 Isma'il ibn Hammad al-Jauhari,al-shihah Taj al-lugah wa Sihah al-Arabiyah. (Beirut:

Dar al-Ilm li Malayin, 1367H/1956 M).Juz ke 1.h 383-384. Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat

dan Relevansinya Dengan Perundang-Udangan Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat

Kementrian Negara RI) h 10.

Page 27: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

18

dari mashlahat adalah menarik/mewujudkan kemanfaatan atau menghindari

kemudaratan (jalb al-manfa'ah atau daf al-madarrah).

Al-Gazali berpendapat, yang dimaksud mashlahat, dalam arti

terminologis syar'i, adalah memelihara dan mewujudkan tujuan hukum Islam

(syariah) yang berupa memeliihara agama, jiwa, akal budi, keturunan, dan

harta kekayaan. Ditegaskan oleh al-Gazali bahwa setiap sesuatu yang dapat

menjamin dan melindungi eksistensi salah satu dari kelima hal tersebut dapat

dikualifikasikan sebagai mashlahat: sebaliknya setiap sesuatu yang dapat

mengganggu dan merusak salah satu dari kelima hal tersebut dinilai sebagai

al-mafsadah. Maka, mencegah dan menghilangkan sesuatu yang dapat

mengganggu dan merusak salah satu dari kelima hal tersebut maka

dikualifikasikan sebagai mashlahat6.

Izz al-Din Ibn 'Abd al-Salam mengemukakan pandangannya, mashlahat

itu identik dengan al-khair (kebaikan)7. Sementara Najm al-Din al-Tufi

(w.716H) berpendapat bahwa makna mashlahat dapat ditinjau dari segi 'urfi

dan syar'i. Menurut al-Tufi, dalam arti 'urfi, mashlahat adalah sebab yang

membawa kepada kebaikan dan kemanfaatan, seperti perniagaan sebab yang

membawa kepada keuntungan, sedang dalam arti syar'i, mashlahat adalah

sebab yang membawa kepada tujuan al-syari, baik yang menyangkur ibadah

6 Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, al-mustafa min 'ilm al-usul,tahqiq wa ta'liq

Muhammad Sulaiman al-Asyqar, (Beirut: Mu'assar al-Risalah, 1417H/1997 M), Juz ke 1, h 5.

Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-Udangan Khusus di

Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI) h 36.

7'Izz al-Din ibn'Abd al-Salam, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam, (Kairo: Maktabat

al-Kuliyyat al-Azhariyah, 1994), Juz ke 1, h 5 Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan

Relevansinya Dengan Perundang-Udangan Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat

Kementrian Negara RI) h 36.

.

Page 28: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

19

maupun muamalah.8 Tegasnya, mashlahat masuk dalam akupan maqasid al-

syariah.9.

Al-Khawarizmi memberikan definisi yang hampir sama dengan definisi

Al-Ghazali di atas, yaitu "memelihara tujuan syara' (dalam menetapkan

hukum), dengan cara menghindarkan kerusakan pada manusia". Definisi ini

memiliki kesamaan dengan definisi Al-Ghazali dari segi arti dan tujuannya

karena menolak kerusakan itu mengandung arti menarik kemanfaatan, dan

menolak kemaslahatan berarti menarik kerusakan10

.

Al-Syatibi mengartikan Mashlahat itu dari dua pandangan, yaitu dari

segi terjadinya maslahat dalam kenyataan dan dari segi tergantungnya tuntutan

syara' kepada maslhahat.

1. Dari segi terjadinya mashlahat dalam kenyataan berarti:

Sesuatu yang kembali kepada tegaknya kehidupan manusia, sempurna

hidupnya, tercapai apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan aklinya

secara mutlak.

2. Dari segi tergantungnya tuntutan syara' kepada mashlahat yaitu:

Kemashlahatan yang merupakan tujuan dari penetapan hukum syara'.

Untuk menghasilkannya Allah menuntut manusia untuk berbuat.11

8Bajm al-Din al-Tufi, Syarh al-Arba'in al-Nawawiyah, hlm.19, lampiran dalam Mustafa

Zaid, al-Maslaha, al-Maslhah fi al-Tasyri' al-Islamiy wq Najm al-Din al-Tufi, dar al-Fikr al-

Arabiy. 1384H/1964 M), h 211. Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan

Perundang-Udangan Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI) h

56.

9 Hamadi al-Ubaidi, Ibn Rusyd wa 'Ulum al-Syariah al-Islamiyah, (Beirut: Dar al-Fikr al-

Arabiy, 1991), h 97. Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-

Udangan Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI) h 57 .

10

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2. Cetakan ke 5 Diterbitkan Kencana. 2008. H 346.

11

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2. Cetakan ke 5 Diterbitkan Kencana. 2008. h 346-

347.

Page 29: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

20

Al-Tufi menurut yang dinukil oleh Yusuf Hamid al-Alim dalam

bukunya al-Maqashid al-Ammah li al-Syaro' ati al-Islamiyyah mendefinisikan

mastlahat adalah "Ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara'

dalam bentuk ibadat atau adat". Definisi al-Thufi ini bersesuaian dengann

definisi al-Ghazali yang memandang mashlahat dalam artian syara' sebagai

sesuatu yang dapat membawa kepada tujuan syara'.12

Dari beberapa definisi tentang mashlahat diatas dengan rumusan yang

berbeda tersebut dapat disimpulakn bahwa mashlahat itu adalah sesuatu yang

dipandang baik oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan dan

menghindarkan keburukan (kerusakan) bagi manusia, sejalan dengan tujuan

syara' dalam menetapkan hukum.

Sebelum mengkategorisasikan Mashlahat patut diketahui terlebih

dahulu mengenai kriteria maslahat yang dikemukakan oleh al-Buti apakah

sudah valid secara syar'i. Menurut pandangan al-Buti kriteria mashlhat itu

mencakup lima ha, yaitu :

1. Sesuatu yang akan dinilai itu masih dalam koridor nass syara'.

2. Sesuatu tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran.

3. Ia tidak bertentangan dengan Sunah.

4. Ia tidak bertentangan dengan al-Qiyas.

5. Mastlahat ini tidak mengorbankan Mastlahat lain yang lebih penting.13

12 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2. Cetakan ke 5 Diterbitkan Kencana. 2008. h 347.

13

Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buti, Dawabit al-Marsalah fi al-Syari'ah al-Islamiyah,

(Beirut: Mu'assasat al-Risalah, 1421 H/2000 M), h 110, 118, 144, 190, dan 217.

Page 30: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

21

Al-Ghazali menjelaskan kategori mashlahat. Pertama mendapat

ketegasan justifikasi teks suci Syariah terhadap penerimaannya (al maslahah-

al-mu'tabarah), merupakan al-hujjah al-syar'iyah dan buahnya berupa al-

qiyas yang mengandung makna memetik hukum dari kandungan makna-logis

suatu al-nass i dan al-ijma. Kedua mashlahat yang mendapatkan justifikasi

Syariah terhadap penolakannya (al-maslhah al-mulgah), al-Gazali

mencontohkan kasus fatwa seorang ulama kepada sang raja yang menyetubuhi

isterisnya pada siang hari di bulan Ramadhan, yakni kewajiban berpuasa dua

bulan berturut-turut sebagai kaffarah yang harus ditunaikan sang raja, dengan

dasar pertimbangan (al-dalil) bahwa kalau ditetapkan bagi sang raja itu

memerdekakan budak sebagai kaffarah, tentu sangatlah ringan bagi dirinya

sehingga tidak mendidikya untuk berjuang melawan hawa nafsu syahwat,

tidak membawa efek jera baginya.

Dalam penilaian al-Gazali, hal demikian merupakan suatu pendapat

yang tidak benar, suatu tindakan penyimpangan terhadap nass al-Quran, yang

pada gilirannya membawa kepada dekonstruksi teks suci Syariah dengan

alasan adanya perubahan situasi dan kondisi. Ketiga iyalah mashlahat yang

tidak mendapatkan ketegasan justifikasi teks suci Syariah, baik terhadap

penerimaannya maupun penolakannya. Hal ini menjadi medan perselisihan

para ulama.14

14 Abu Hamid Muhammad al-Gazali, al-Mustafa min 'Ilm al-Usul, ,tahqiq wa ta'liq

Muhammad Sulaiman al-Asyqar, (Beirut: Mu'assar al-Risalah, 1417H/1997 M), Juz ke-1, hlm

415-416. Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-Udangan

Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI) h 61 .

Page 31: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

22

Pada sisi lain al-Gazali juga mengkategorisasikan mashlahat

berdasarkan segi kekuatan substansialnya (quwwatiha fi dzatiha), di mana

mashlahat itu dibedakan menjadi tiga, yaitu: Mashlahat level al-darurat,

merupakan mashlahat tertinggi dan terkuat memiliki lima prinsif dasar

diantaranya. Satu (1) memelihara agama (hifz al -din). Kedua (2) memelihara

jiwa (hifz al-mal). Ketiga (3) memlihara akal pikiran (hifz al-aql). Empat (4)

Memelihara keturunan (hifz al-nasl). Lima (5) Memelihara harta kekayaan

(hifz al-mal).15

Pandangan al-Gazali ini disempurnakan lagi oleh Syihab al-Din

al-Qarafi (w. 684 H) dengan menambahkan satu tujuan prinsif dasar lagi yakni

memelihara kehormatan diri (hifz al-'ird). Meskipun diakui sendiri oleh al-

Qarafi bahwa hal ini menjadi lahan perdebatan para ulama.16

Sedangkan

Mashlahat level al-hajat merupakan Mashlahat tingkatan kedua. Adapun yang

ketiga adalah mashlahat level al-Tahsinat/al-tazniyat merupakan mashlahat

yang tidak berada pada level darurat maupuan hajat. Mashlahat al-hajat dan

al-tahsinat/al-tazniyat tidak boleh diajdikan dasar/landasan yang mandiri bagi

penerapan hukum manakala tidak didukung oleh justifikasi asl, karena jika

tidak demikian berarti menetapkan hukum dengan al-ra'yu: jadi sama dengan

Ihtisan. Apabila didukung oleh asl maka namanya al-qiyas. Adapun mashlahat

15 Abu Hamid Muhammad al-Gazali, al-Mustafa min 'Ilm al-Usul, ,tahqiq wa ta'liq

Muhammad Sulaiman al-Asyqar, (Beirut: Mu'assar al-Risalah, 1417H/1997 M), Juz ke-1, hlm

417. Dikutip dari Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-Udangan

Khusus di Indonesia.(Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI) 61.

16

Syihab al-Din al-Qarafi.Syah Tangih al-Fusul Fi Ikhtisar al-Mahsul fi al-Usul, (Mesir:

al-Matba'ah al-Khairiyah, 1307 H) sebagaiman dikutip dalam 'Abd al-Aziz ibn Abd al-Rahman ibn

Ali bin Rabi'ah, Ilm Maqasid al-Syari, (Riyad: Maktabah al-Malik Fahd al Wataniyah, 1423

H/2002). h. 63.

Page 32: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

23

yang berada pada level al-darurat bisa dicapai oleh ijtihad sang mujtahid

meskipun tidak didukung oleh justifikasi al-asl yang spesifik.

Izz al-Din ibn al-Salam (w.660 H). Mashlahat dibedakan menjadi tiga

macam.yaitu (1) Mashlahat yang terkandung dalam urusan yang bersifat

boleh/halal (masalih al-mustabahat). (2) Maslahat yang terkandung dalam

urusan yang bersifat sunnah (masalih al-mandubat). (3) Mashlahat yang

terkandung dalam urusan yag bersifat wajib (masalih al-wajibat). Sedangkan

mafsadah dapat dibedakan menjadi dua yaitu. Mafsadah yang terkandung

dalam urusan yang bersifat haram (mafasid al-makruhat) dan mafsadah yang

terkandung dalam urusan yang bersifat haram (mafasid al-muharramat).17

Lebih dari itu, al-Izz ibn 'Abd al-Salam memandang mashlahat itu dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) mashlahat dalam arti denotatif

(haqiqi), yakni kesenangan dan kenikmatan. (2) mashlahat dalam arti konotatif

(majazi), yakni media yang mengantarkan kepada kesenangan, kebaikan dan

kenikmatan. Bisa saja terjadi media yang mengantarkan itu adalah al-

mafsadah, sehingga al-mafsadah ini diperintahkan atau dibolehkan, bukan

karena lantaran statusnya sebagai mafsadah, tetapi sebagai sesuatu yang

mengantarkan kepada mashlahat, seperti mengamputasi organ tubuh si pasien

demi menyelamatkan hidupnya.18

17Izz al-Din ibn 'Abd al-Salam, Qawa'id al-Ahkam fi Masalih al-Anam, (Beirut: Dar al-

Jail, 1400 H/1980 M), Juz ke 1, h 9.

18

Izz al-Din ibn 'Abd al-Salam, Qawa'id al-Ahkam fi Masalih al-Anam, (Beirut: Dar al-

Jail, 1400 H/1980 M), Juz ke 1, h 9.

Page 33: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

24

Najm al-Din al-Tufi mashlahat dapat dibedakan menjadi dua macam

yaitu mastlahat dalam arti iurfi' dan mastlahat dalam arti syar'i. Menurut al

Tufi yang dimaksud pertama adalah hal penyebab yang membawa kepada

kebaikan dan kemanfaatan, seperti perniagaan yang merupakan penyebab

membawa keuntungan. Kedua penyebab yang membawa kepada tujuan syar'i,

baik yang menyangkut ibadah maupun muamalah. Di sisi lain, al-Tufi

membedakan mashlahat itu menjadi dua macam: (1) Mastlahat yang

dikehendaki al-Syariuntuk hak-Nya, seperti aneka ibadah mahdah, dan (2)

mastlahat yang dikehendaki syar'í untuk kebaikan makhlukNya dan

keteraturan hidup mereka, seperti aneka bentuk muamalah.19

Abu Ishaq al-Syatibi mengkategoriskan mashlahat menjadi 3 (tiga)

macam, yaitu:

1. Al-Daruriyah ialah sesuautu yang tidak boleh tidak ada demi tegaknya

kebaikan dan kesejahtraan, baik menyangkut urusan duniawi maupun

ukhrawi, dimana manakala dia lenyap , tidak ada, maka tidak terwujudnya

kehidupan dunia yang tertib dan sejahtera bahkan, yang terwujud adalah

kehidupan duniawi yang chaos dan kehidupan ukhrawi yang celaka dan

menderita. Bagi al-Syatibi, al-Daruriyah ini mencakup upaya-upaya

memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara

kekayaan, dan memelihara akal budi.20

19Najm-al-Din al-Tufi, Syarh al-Aba'in al-Nawawiyah, hlm. 19, sebagaiman dimuat

sebagai lampiran dalam Mustafa Zaid, al-Maslahah fi al-Tasyri' al-Islamy wa Najm al-Din al-Tufi.

(t.tp: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1384H/1964 M), h. 211

20

Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah (Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, t.th.), Jilid 1, Juz KE 2, h. 7-13.

Page 34: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

25

2. Al-Hajiyyah dalam pandangan al-Syatibi ialah sesuatu yang dibutuhkan

dari sisi kemampuannya mendatangkan kelapangan dan menghilangkan

kesempitan yang biasanya membawa kepada kesukaran dan kesusah

payahan yang di iringi dengan luputnya tujuan/sasaran. Apabila al-hajiyah

tidak diperhatikan maka akan muncul kesukaran atau kesusah payahan,

tetapi tidak sampai menimbulkan kerusakan yang biasanya terjadi pada

kasus al-maslahah al-daruriyah. Kategori al-hajiyah sesungguhnya

mengarah kepada penyempurnaan al-daruriyah. Dimana dengan tegaknya

al-hajiyah, akan lenyapnya al-masyaqah terciptanya keseimbangan dan

kewajaran sehingga tidak menimbulkan ekstrimitas.21

3. Al-tahsiniyah menurut pendapat al-Syatibi ialah sesuatu yang berkenaan

dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari

kebiasaan-kebiasaan yang buruk, berdasarkan pertimbangan akal sehat.

Hal ini sering disebut dengan makharaim al-akhlaq. Keberadaan al-

tahsiniyah bagi al-Syatibi bermuara kepada kebaikan-kebaikan yang

melengkapi prinsif al-maslahah al-daruriyah dan al-maslahah al-hajiyah.

Ini karena ketiadaan al-tahsiniyah tidak merusak urusan al-hajiyah dan al-

daruriyah. Ia hanya berkisar kepada upaya mewujudkan keindahan,

kenyamanan dan kesopanandalam hubungan sang hamba dengan tuhan

dan sesama makhlukNya. Lebih lanjut al-Syatibi menandaskan bahwa

relasi trio mashlahat itu merupakan relasi yang suplematif, dimana al-

hajiyah melengkapi al-daruriyah dan al-tahsinyah melengkapi al-hajiyah.

21 Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah (Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, t.th.), Jilid 1, Juz KE 2 h 14.

Page 35: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

26

Baik al-daruriyah al-hajiyah maupun al-tahsinyah masing-masing

memiliki pelengkap atau penyempurna (takmili).22

22 Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah (Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, t.th.), Jilid 1, Juz KE 2 h 9-10

Page 36: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

27

BAB III

TINJAUAN TENTANG PENINJAUAN KEMBALI DI INDONESIA

A. Pengertian Peninjauan Kembali

Dilihat secara gramatikal, peninjauan adalah proses atau cara meninjau

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meninjau bisa berarti melihat sesuatu

dari ketinggian, mempelajari dengan cermat dan memeriksa untuk

memahami1.Dengan demikian, peninjauan kembali secara gramatikal berarti

melihat dan memahami kembali dengan teliti suatu keadaan.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981, Peninjauan Kembali merupakan salah

satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. Upaya

hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu

persidangan pada Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan Tinggi,

dan kasasi pada Mahkamah Agung. Dalam upaya hukum biasa, kasasi

Mahkamah Agung merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh untuk

mendapatkan keadilan bagi para pihak yang terlibat dalam suatu perkara.

Putusan kasasi Mahkamah Agung bersifat akhir, mengikat dan berkekuatan

hukum tetap. PK dapat diajukan terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung

apabila pada putusan sebelumnya diketahui terdapat kesalahan atau kekhilafan

hakim dalam memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah

diungkapkan dalam persidangan.

1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta Balai Pustaka, 2002). Edisi Ketiga, h.1198.

Page 37: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

28

Peninjauan Kembali/Herziening adalah Peninjauan Kembali terhadap

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sebagai

tahap akhir dari proses peradilan di Indonesia. Peninjauan Kembali ini dapat

dimintakan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap disemua tingkat pengadilan, seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan

Tinggidan Mahkamah Agung.Akan tetapi atas putusan bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum tidak dapat mengajukan Peninjauan Kembali (Pasal

263 (1) KUHAP). Adapun yang berhak untuk mengajukan permintaan

peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, adalah terpidana atau Ahlli

warisnya (Pasal 263 (1) KUHAP.2

Praktek Peninjauan Kembali bisa diajukan oleh Jaksa bukan hanya oleh

Terpidana dan Ahli Warisnya saja. Seperti dalam kasus terpidana Muchtar

Pakpahan yang termuat dalam putusan Peninjauan Kembali Nomor; 55

PK/PID Tahun 1996.Alasan Jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali

adalah dalam kapasitasnya sebagai penuntut umum yang mewakili negara dan

kepentingan umum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Permintaan

Peninjauan Kembali ini bukan untuk kepentingan pribadi Jaksa tetapi demi

kepentingan umum/negara.3

Pada awalnya Lembaga Peninjauan Kembali ini tidak dikenal dalam

sistem HIR. Pengaturan tentang Peninjauan Kembali ini dalam KUHAP

2 Darwan Print, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Edisi Revisi 2002, penerbit

djambatan h 184.

3http;//www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/pdf_thesis/unud-293-1501580217-

bab%20iii.pdf dilihat pada tanggal 28 Maret 2015.

Page 38: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

29

merupakan sejarah baru dalam lapangan hukum, khususnya hukum acara

pidana. Diaturnya Peninjauan Kembali ini merupakan suatu kesempatan bagi

terpidana yang merasa bahwa bahwa pidana yang dijatuhkan adalah keliru

untuk mengajukan permohonan agar perkaranya dapat ditinjau kembali.

Kesempatan tersebut sebelumnya ditutup karena tidak ada saran formal, akan

tetapi sekarang sudah terbuka jalan bagi terpidana untuk meminta peninjauan

kembali setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-

undang.4

B. Sejarah Peninjauan Kembali

Peninjauan Kembali dalam perundang-undangan nasional mulai dipakai

pada Undang-undang No 19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan

kehakiman. Dalam pasal 15 undang-undang tersebut disebutkan bahwa

Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal

atau keadaa-keadaan, yang ditentukan dengan undang-undang.Pada

perkembangannya, keberadaan lembaga PK dalam sistem peradilan di

Indonesia mengalami tahap pasang-surut dalam arti kadang aktif kadang

tidak.Sekitar tahun 1970-an lembaga PK mengalami kevakuman (tidak aktif)

dalam praktik peradilan di bawah Mahkamah Agung. Lembaga PK kembali

aktif dalam sistem peradilan Indonesia pada tahun 1980-an setelah terkuak

kasus peradilan sesat "Sengkon-Karta" yang menghebohkan dunia hukum

pidana Indonesia saat itu.

4 Ansori Sabuan, Syaifrudin Pettanesse, Ruben Achmad. Hukum Acara Pidana, edisi ke 1

1990, Penerbit Angkasa Bandung h 219

Page 39: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

30

Peninjauan Kembali di Indonesia diterapkan kembali setelah adanya

Undang-Undang No. 8 tahun 1982 (KUHAP).Hukum Acara Pidana

sebelumnya yakni Reglement Indonesia yang diperbarui (RIJB/HIR) tidak

mengenal Peninjauan Kembali tetapi Wetboek van Strafvondering (Hukum

Acara Pidana Belanda) ada mengatur harziening yang dapat diajukan dalam

hal terdapat putusan pengadilan yang saling bertentangan atau terdapat dua

atau lebih novum.5

Di Indonesia pada akhir tahun 1980 tepat pada saat perumusan

KUHAP. Terjadi kasus Sengkon dan Karta yang dipidana sedang menjalani

pidananya, kemudian pelaku tindak pidana sebenarnya terungkap secara nyata

sehingga mengalami kesulitan untuk membatalkan hukuman sengkon dan

karta.

Selain kasus Sengkon dan Karta, mass media pada tahun 1988 ramai

membicarakan/ memberitakan kasus Lingah Pacah-Sumir yang sedang

menjalani hukuman di Pontianak (Kalimantan Barat) karena para terdakwa

merasa tidak melakukan tindak pidana yang dikenakan pada para terdakwa

yakni turut serta melakukan pembunuhan berencana. Permohonan Peninjauan

Kembali para Terpidana dengan putusan Mahkamah Agung Nomor: 11PK/Pid

Tahun 1993, ditolak.

Pada akhir 1996, dengan putusan Mahkamah Agung Nomor: 55PK/Pid

Tahun 1996, atas nama terpidana Dr. Muchtar Pak pahan. Para pakar silih

berganti mengutarakan pendapat yang umumnya tidak menyutujui putusan

5Leden Marpaung, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali PerkaraPidana

(Jakarta Sinar Grafika 2011). h 73.

Page 40: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

31

Mahkamah Agung tersebut karena Peninjauan Kembali diajukan atas

permohonanJaksa/Penuntut Umum yang putusan pada tingkat kasasi,

dibebaskanMahkamah Agung.6

Jika diformulasikan pada KUHAP, putusan Makamah Agung Nomor:

55PK/Pid Tahun 1996, memang tidak sesuai dengan yang diatur didalam

KUHAP karena permintaan Peninjuan Kembali oleh Jaksa/Penuntut Umum

ataupun pihak korban belum dijangkau oleh KUHAP. Berdasarkan KUHAP,

Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan terpidana atau ahli warisnya dan

bukan putusan bebas artinya putusan pengadilan yang diajukan Peninjauan

Kembali tersebut harus memuat pemidanaan.

Mengenai kata pemidanaan sendiri menimbulkan beberapa perbedaan

pendapat yang harus dipedomani adalah putusan pengadilan yang

terakhir.Sedang hal ini telah diatur didalam pasal 266 ayat (3) KUHAP yang

bunyinya sebagai berikut. "Pidana yang dijatuhkan dalam peninjauan kembali

tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula."

Arti "putusan semula" tidak dijelaskan pada penjelasan resmi pasal 266

KUHAP. Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor: N55/Pid Tahun 1996

adalah putusan-putusan yang telah ada sebelum Peninjauan Kembali tersebut

karena Mahkamah Agung menjatuhkan pidana penjara yang sama dengan

putusan Pengadilan Tinggi (4 tahun penjara) sedang Pengadilan Negeri

menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun.

6 Dr. Leden Marpaung, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara

Pidana(Jakarta Sinar Grafika 2011) h 74

Page 41: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

32

Persepsi Peninjauan Kembali bedasarkan putusan Mahkamah Agung

Nomor: 55PK/Pid Tahun 1996 berbeda dengan persepsi Peninjauan Kembali

yang diatur dalam KUHAP. Peninjauan Kembali tersebut merupakan jenis

Peninjauan Kembali baru yang diajukan penuntut umumatas putusan bebas.

Dipandang dari sisi keadilan dan kepentingan umum yang dipertahankan oleh

Jaksa/Penuntut Umum, hal tersebut dapat diterima.

Pada tanggal 6 Maret 2014 Mahkamah Konstitusi membacakan putusan

Nomor: 34/PUU-XI Tahun 2013. MK dalam Putusan Nomor 34/PUU-XI/2013

membatalkan Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

yang mengatur PK hanya dapat diajukan sekali. Saat itu, MK mengabulkan

permohonan mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang juga terpidana 18 tahun

penjara atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran

Nasrudin Zulkarnaen.

Mahkamah Konstitusi yang telah mengabulkan uji materiil Undang-

Undang Nomor: 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD N RI Tahun 1945) dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:

34/PUU-XI Tahun 2013. Putusan ini menyatakan Pasal 268 ayat (3) KUHAP

yang berisikan “permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya

dapat dilakukan satu kali saja”bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan

yang diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi pada

Page 42: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

33

tanggal 22 Juli 2013 dikeluarkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi

pada tanggal 6 Maret 2014.7

Putusan Mahkamah Konstitusi itu dinilai memberikan keadilan dan

penghargaan hak asasi manusia (HAM), mengingat permohonan uji materi

KUHAP diajukan oleh Antasari Azhar, yang telah divonis selama 18 tahun

penjara akibat didakwa membunuh direktur PT. Rajawali Putra Banjaran,

sebagaimana diputuskan di tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan Nomor: 1532/Pid.B Tahun 2009 tanggal 11 Februari 2010 dan telah

mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan putusan

Mahkamah AgungNomor: 1429 K/Pid Tahun 2010 tanggal 1 September 2010

yang kemudian diajukan Peninjauan Kembali (PK) dan telah diputus oleh

Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor: 117PK/Pid Tahun 2011 tanggal 13

Februari 2012. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berlaku untuk seluruh

rakyat Indonesia dan harus ditaati.

Putusan ini melahirkan pro-kontra di masyarakat, khususnya para ahli

hukum karena Peninjau Kembali yang boleh diajukan tidak hanya satu kali,

ditafsirkan dengan Peninjauan Kembali boleh diajukan berkali-kali sehingga

menimbulkan perdebatan antara pencarian keadilan dan tercapainya kepastian

hukum. Fenomena ini terjadi karena Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:

34/PUU-XI Tahun 2013 dikhawatir kan akan berimplikasi pada terganggunya

keseimbangan antara proses keadilan dengan kepastian hukum sebagai tujuan

hukum.

7http://www.hukumpedia.com/negara/pergesaran-peninjauan-kembali-dari-kepastian-

hukum-menuju-keadilan-hukum-hk5399a5185509e.html

Page 43: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

34

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan

ada persepsi publik yang salah tentang keputusan MK soal pengajuan

peninjauan kembali (PK). Menurut Jimly, persepsi yang salah membuat

banyak orang berpandangan bahwa keputusan MK menimbulkan

ketidakpastian bagi penegak hukum untuk melaksnakan eksekusi hukuman

bagi terpidana.

"Tidak ada putusan MK yang menyebut PK bisa diajukan berkali-kali.

Ini hanya persepsi kita saja," ujar Jimly, dalam sebuah diskusi Perspektif

Indonesia, bersama Populi Center dan Smart FM di kawasan Menteng, Jakarta

Pusat, Sabtu (10/1/2015).

Menurut Jimly, putusan MK hanya memberi ruang pada seorang

terpidana, apabila memiliki novum atau fakta baru yang belum pernah

dikeluarkan di pengadilan, atau menemukan perspektif baru. Maka, keputusan

MK seharusnya dinilai sebagai salah satu aspek keadilan dalam proses hukum

yang sedang berjalan.8

Perbedaan pendapat ini bukan hanya terjadi dikalangan ahli hukum tapi

sampai ke Mahkamah Agung. Adanya Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor: 7 Tahun 2014 Tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali

Dalam Perkara Pidana yang berisi :

Berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 34/PUU-XI

Tahun 2013 tanggal 6 Maret 2014 butir 1.2 dinyatakn bahwa pasal 268 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

8http://nasional.kompas.com/read/2015/01/10/10095771/Jimly.Tidak.Ada.Putusan.MK.ya

ng.Sebut.PK.Bisa.Berkalikali?utm_campaign=related&utm_medium=bp-

kompas&utm_source=news& Diakses pada tgl 14 Mei 2014

Page 44: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

35

(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

Untuk terwujudnya kepastian hukum permohonan peninjauan kembali,

Mahkamah Agung perlu memberikan petunjuk sebagai beriku;

1. Bahwa, pengaturan upaya hukum peninjauan kembali, selain diatur dalam

ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Lembaran Negara epublik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) yang

normanya telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

oleh Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut diatas, juga

diatur dalam beberapa Undang-Undang, yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076)

Pasal 24 ayat (2), berbunyi:

"Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan

peninjauan kembali"

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2009 Pasal 66 ayat (1), berbunyi:

"Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1(satu) kali"

2. Bahwa dengan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Page 45: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

36

Acara Pidana oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-XI

Tahun 2013tanggal 6 Maret 2014, tdak serta merta menghapus norma

hukum yang mengatur permohonan peninjauan kembali yang diatur dalam

Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 200 dan perubahan

kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tersebut.

3. Berdasarkan hal tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa

permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1

(satu) kali.

4. Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan lebih dari satu kali

terbatas pada alasan yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor: 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali yaitu

apabila ada suatu objek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan

Peninjauan Kembali yang bertentangan satu dengan yang lain baik dalam

perkara perdata maupu perkara Pidana.

5. Permohonan Peninjauan Kembali yang tidak sesuai dengan ketentuan

tersebut di atas agar dengan penetapan Ketua Pengadilan tiangkat pertama

permohonan tersebut tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak

perlu dikirm ke Mahkamah Agung sebagaimana telah diatur dalam Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor: 10 Tahun 2009.

Surat Edaran Mahkamah Agung ini pun langsung mendapatkan respon

dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Mahkamah Agung

Page 46: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

37

untuk mencabut SEMA Nomer: 7 Tahun 2014 karena dianggap bertentangan

dengan konstitusi.9Walaupun dianggap bertentang dengan konstitusi bukan

berarti SEMA ini tidak mempunyai dasar hukum yang kuat.

Adanya SEMA ini kembali menimbulkan kontroversi dikalangan

masyarakt biasa maupun para ahli hukum diantaranya. Peneliti Bidang Pidana

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting

berpendapat MK tidak memiliki alasan hukum yang kuat untuk menerbitkan

surat tersebut.

"Dasar berlakunya Surat Edaran MA, yakni Pasal 24 ayat 2 UU Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 UU Nomor

3 Tahun 2009 tentang MA, menurut saya tidak tepat," ujar Miko ketika

dihubungi CNN Indonesia, di Jakarta. Menurutnya, kedua pasal tersebut

mengatur permohonan PK untuk perkara umum seperti perkara agama dan

perdata.

Pengajuan PK untuk perkara pidana dan militer diatur dalam pasal 268

ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Sudah

diputus MK inkonstitusional (bertentangan dengan UUD 1945),"ujarnya.

Dalam putusan Nomor 34/PUU-XI/2013, MK membatalkan pasal 268 ayat 3

KUHAP yang membatasi pengajuan PK sebanyak satu kali. Dengan tidak

berlakunya pasal tersebut, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK

atas PK.

9http;//nasional.kompas.com/read/2015/01/05/06551981/MA.Didesak.Cabut.Surat.Edaran

.soal.Pembatasan.Peninjauan.Kembali.Di akses 25 maret 2015.

Page 47: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

38

"Surat Edaran MA seharusnya tidak membuat norma baru yang bersifat

substantif. Itu hanya administratif dan sifatnya internal," ujar lulusan Fakultas

Hukum Universitas Indonesia tersebut. Menurutnya, surat edaran tersebut

perlu dikaji ulang karena berpotensi menimbulkan kekacauan hukum.

Terlebih, surat tersebut dinilai lebih memberikan kerugian alih-alih manfaat.

"Pengadilan di tingkat bawah akan ragu mengajukan PK atau tidak.

Jaksa juga ragu. Yang paling menjadi korban sebenarnya hakim. Kalau ada

permohonan PK, kalau tidak meneruskan ke MA maka dia melanggar UU

KUHAP dan putusan MK sehingga dia bisa tergancar kode etik," katanya.

Senada dengan Miko, Direktur Institute for Criminal Justice Reform

(ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menuturkan surat edaran tersebut

bertentangan dengan konstitusi. "Mahkamah Agung harus segera mencabut

Surat Edaran MA Nomor 7 Tahun 2014 karena keberlakukan surat

bertentangan dengan konstitusi. Apabila MA tidak mencabut, maka ICJR

akan mengambil langkah-langkah, sesuai prosedur hukum yang berlaku,

untuk membatalkan keberlakuan surat tersebut," ujarnya melalui pernyataan

yang diterima CNN Indonesia, Senin (5/1).10

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan

lain mengenai adanya SEMA ini, masalah pengajuan peninjauan kembali

(PK), antara Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA),

sebaiknya tidak di besar-besarkan.

"Sebetulnya tidak perlu diperpanjang. Perbedaan itu biasa. Tidak perlu

bikin pusing masyarakat soal kepastian keadilan," ujar Jimly, saat ditemui

10http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150106103309-12-22621/ma-didesak-tarik-

surat-edaran-soal-peninjauan-kembali/, Diakses 14 Mei 2015

Page 48: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

39

seusai menjadi pembicara dalam diskusi Perspektif Indonesia, bersama Populi

Center dan Smart FM di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/1/2015).

Jimly menjelaskan, putusan MK soal PK yang diperbolehkan lebih dari

satu kali, sudah diputuskan sejak lama dan tidak pernah menimbulkan

masalah. Sementara, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), mengenai PK,

bertujuan untuk memperketat aturan, agar PK tidak disalahgunakan para

terpidana untuk menghindar dari pelaksanaan eksekusi.

"Fungsinya SEMA harus dibaca seperti itu. Tetapi, KUHAP yang

pengajuan PK dibatasi, itu sudah ditiadakan oleh MK. Jadi, khusus kasus

pidana, kalau ada novum baru, bisa dijadikan alasan pengajuan PK, biar pun

sudah pernah satukali ajukan PK," kata Jimly.11

C. Peninjauan Kembali Dalam Hukum Islam.

Permohonan Peninjauan Kembali yang boleh lebih dari satu kali

merupakan upaya hukum luar biasa karena sebenarnya lembaga ini

bertentangan dengan asas kepastian hukum. Prinsip asas kepastian hukum

menunjukan bahwa putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum

tetap tidak bisa dirubah lagi12

. Jangankan merubah putusan hakim hasil dari

Peninjaun Kembali sendiri masih bisa diubah kembali dengan adanya putusan

Mahkamah Konstitusi nomor: 34/PUU-XI Tahun 2013. Pada tanggal 6 Maret

dibacakan hasil putusan yang menghapuskan pasal 268 ayat 3.

11

http://nasional.kompas.com/read/2015/01/10/17110911/Jimly.Jangan.Persoalkan.Putusa

n.MK.dan.MA.Soal.Pengajuan.PK . DI akses 14 Mei 2015.

12

Herry P. Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-hari, (Jakarta:

Sinar Harapan, 2002), h. 110

Page 49: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

40

Pemaparan pengertian Peninjauan Kembali sebelumnya dapat diambil

pengertian bahwa Peninjauan Kembali adalah Upaya Hukum Luar Biasa dan

tahap akhir dalam proses pengadilan di Indonesia. Akan tetapi putusan

Peninjauan Kembali masih bisa dirubah setelah adanya Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor: 34/PUU-XI Tahun 2013 tentu itu juga harus bisa

memenuhi persyaratan-persyaratan untuk melakukan Peninjauan Kembali

terhadap Peninjauan Kembali.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghilangkan batasan peninjauan

kembali. Dapat dimengerti bahwa Tidak adanya batasan dan dapat

mengajukan Peninjauan Kembali secara berulang ulang, Pada kenyataannya

dari pengalaman dan pengamatan yang ada jarang permohonan Peninjauan

Kembali yang berhasil paling-paling satu diantara tiga ratus.13

Maka dari itu,

walaupun Peninjauan Kembali diperbolehkan lebih dari satu kali itupun tidak

berarti menghilangkan asas Kepastian Hukum itu sendiri karena sulitnya

pengajuan Peninjauan Kembali yang dikabulkan untuk diproses di

Mahkamaha Agung.

Hukum Acara Islam tidak mengenal upaya hukum luar biasa seperti

Peninjauan Kembali yang Penulis ketahui hanya berbatas pada banding.

Banding dalam Islam dan Peninjauan Kembali ini memiliki kesamaan yakni

tidak adanya batasan waktu untuk mengajukan Upaya Hukum tersebut.

Dasarnya Hukum Islam juga memiliki prinsip yang sama dengan

Peninjauan Kembali yakni untuk terus mencari keadilan dan berbuat adil

13 M, Yahya Harahap, Kedudukan Dan Kewenangan Acara Peradilan Agama. Edisi

Kedua . Jakarta Sinar Grafika, 2009 h 366.

Page 50: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

41

kepada siapapun bahkan kepada orang yang kita benci sekalipun seperti

tertulis di dalam QS Al-Maidah ayat 8 :

داء بالقسط ولا يجرمىكم شىآن قىم يا أيها الذيه آمىىا كىوىا قىاميه لله شه

عل ألا تعدلىا اعدلىا هى أقرب للتقىي واتقىا الله إن الله خبير بما تعملىن

Artinya:

”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan

janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu

untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada

takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan"

Salah satu surat Umar r,a yang berkaitan dengan upaya hukum

dikirimkan ke Abu Musa al-Ash'ari r.a. "Janganlah engkau dihalangi oleh

suatu putusan yang telah engkau putuskan pada hari ini, kemudian engkau

tinjau kembali putusan itu lalu engkau ditunjuki pada kebenaran untuk

kembali kepada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal kadim yang tidak

dapat dibatalkan oleh sesuatu . Kembali kepada yang hak , lebih baik dari

pada terus bergelimang dalam kebatilan".14

Islam tidak mengenal Upaya Hukum luar biasa seperti Peninjauan

Kembali tapi bukan berarti Islam berhenti mencari keadilan dalam setiap

perkara yang sudah diputus. Dalam proses peradilan Pidana di dalam hukum

Islam itu berbeda dengan Proses Peradian Pidana dalam hukum Positifyang

segala sesuatunya harus diproses karena adanya peraturan pidana materil yang

dilanggar. Dalam Islam tidak hanya memperhitungkan Peraturan Pidana

14 Abdul Manan Peradilan Islam. Penerbit Prenada media Group 2007 h 102.

Page 51: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

42

materil saja tetapi juga pengampunan dari korban yang bisa merubah semua

sanksi bagi si tersangka menjadi diyat jika perbuatan tersangka diberikan maaf

oleh si korban maka proses peradilan itu dihentikan.

Bagi Penulis disinilah letak perbedaan besar antara hukum Pidana Islam

dan Positif yakni adanya pengampunan dalam hukum Islam walaupun itu

diganti dengan diyat yang tidak murah. Di sini pula yang menunjukan bahwa

hukum islam memiliki kepastian dalam proses peradilannya tidak hanya

berlarut-larut dalam satu kasussehingga bagi mereka yang memiliki

kekurangan dari segi ekonomi pun masih sanggup untuk mengajukan upaya

hukum yang hanya berbatas pada banding. Dalam hukum positif banyaknya

proses upaya hukum ini akan membuat kesulitan bagi mereka yang memiliki

kekurangna dari segi ekonomi. Proses peradilannya yang memang berbeda

dengan hukum Islam sehingga harus adanya proses-proses upaya hukum demi

mencari keadilan.

Berbeda peninjauan kembali yang boleh lebih dari satu kali ini

ditakutkan bisa dijadikan celah permainan bagi para mafia hukum untuk terus

mengundur-mengundur pelaksanaan eksekusi. Walaupun salah satu azas dari

Peninjauan Kembali adalah Permintaan Peninjauan kembali tidak

menangguhkan pelaksanaan putusan.

Pada kenyataannya jangankan peninjauan kembali boleh lebih dari satu

kali yang dibatasi satu kali saja banyak pelaksaan putusan yang terus diundur.

Memang dibandingkan kepastian hukum keadilan lebih diutamakan.

Islam menjawab kebutuhan kepastian hukum dan keadilan bukan hanya

bagi si tersangka tapi juga bagi si korban. Kepastian Hukum karena hanya

Page 52: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

43

berbatas pada banding dan adil karena kasus pidana sama seperti perdata

bukan hanya putusan hakim yang dijadikan tolak ukur tetapi juga keridhaan

dari si korban.

Page 53: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

44

BAB IV

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 34/PUU-

XI/2013 DALAM PANDANGAN MASHLAHAT.

A. Subjek Permohonan & Obyek Permohonan

1. Subjek Hukum Permohonan

Subyek yang menjadi permohonan dalam putusan ini adalah

Antasari Azhar sebagai pemohon 1, Ida Laksmini sebagai pemohon II dan

Ajeng Oktarifka Antasariputri sebagai pemohon III.

Pemohon I adalah terpidana pada perkara pidana di Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan Nomor: 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.sel yang telah

diputus pada tanggal 11 Februari 2010 dan sudah memiliki kekuatan

hukum tetap dengan Putusan Mahkamah Agung NO: 1429K/Pid/2010

tanggal 21 September 2010.

Terhadap putusan ini pemohon I mengajukan upaya hukum luar

biasa berupa peninjauan kembali dan diputus oleh Mahkamah Agung

Nomor: 117PK/Pid/2011 tanggal 13 Februari 2012, yang memutuskan

menolak permohonan PK tersebut. Berdasarkan Pasaal 268 ayat (3) UU

8/1981 yang berisi "Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan

hanya dapat diajukan satu kali saja", Pemohon I tidak lagi memiliki upaya

hukum lain untuk membersihkan nama baiknya jika suatu saat nanti

memiliki bukti baru.

Page 54: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

45

Pemohon II adalah isteri dari Pemohon I yang merasakan kerugian

dan penderitaan yang dialami oleh Pemohon I.

Pemohon III adalah anak kandung dari Pemohon I yang merasakan

hal yang sama dengan Pemohon II.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

Nomor: 24 Tahun 2003 yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor: 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakaan " Pemohon

adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yaitu: a

Perorangan warga negara Indonesia; b kesatuan masyarakat hukum adat

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-Undang; c badan Hukum Publik

atau Privat; d lembaga negara", yang menganggap hak dan/atau

kewenangan konstitusionalnya dirugikan, yaitu hak/kewenangan yang

diberikan oleh Undang-undang Dasar Tahun 1995. Para pemohon merasa

telah dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 268

ayat (3) Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

2. Obyek Permohonan

Obyek Permohonan adalah konstitusionalitas sebuah Undang-

Undang yang meliputi pengujian secara formil, yaitu pengujian mengenai

apakah pembentukan dan bentuk Undang-Undang sesuai atau tidak dengan

Page 55: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

46

ketentuan Undang-undang Dasar 1945, dan pengujian secara materil, yaitu

pengujian menganai apakah materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau

bagian Undang-Undang bertentangnan dengan Undang-Undang1.

Pasal yang dimohonkan untuk diuji hanya Pasal 268 ayat (3) tentang

hukum Acara Pidana yang berisi "Permintaan peninjauan kembali atas

suatu putusan hanya dapat diajukan satu kali saja". Pemohon meminta

agar Pasal 268 ayat (3) dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang

Dasar RI dan juga dengan dihapuskannya pasa tersebut memberi

kesempatan bagi Pemohon untuk mengajukan kembali Peninjauan

Kembali jika ditemukan novum baru terutama dibidang ilmu dan

tekhnologi yang pada saat perkara diperiksa belum dimanfaatkan atau

belum ditemukan.

B. Kerugian Konstitusional Pemohon

1. Dasar Konstitusi

a. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945 berbunyi "Negara

Indonesia adalah Negara Hukum". Prinsip negara hukum adalah

semua berdasar hukum, hukum untuk mencapai keadilan, sehingga

semua proses hukum adalah terciptanya keadilan di masyarakat.

Apabila dihadapkan pada pilihan antara kepastian hukum dan keadilan

maka dengan sendirinya keadilan haruslah diutamakan. Layaknya

Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali tidak hanya dibatasi satu

1 Fadjar, Abdul Mukhtie. Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Cetakan pertama

(Jakarta; Konstitusi Press, Yoyakarta: Citra Media 2006). H 121

Page 56: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

47

kali saja karena untuk mencegah jika suatu saat nanti ditemukan

novum baru yang menyatakan isi terpidana tidak bersalah.

b. Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 berbunyi:

"Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan [eradilan guna menegakkan hukum dan keadilan".

Berlandaskan pada pasal ini Negara Indonesia sebagai negara hukum,

maka kekuasaan lembaga kehakiman haruslah bebas dari tekanan

pihak manapun. Tujuan dari merdekanya kekuasaan kehakiman ini

adalah ditegakkannya hukum dan keadilan.

c. Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi:

"Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan manusia".

Pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

pesat menjadi hak bagi warga negara dalam rangka demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia

termasuk didalamnya untuk mendapatkan keadilan. Seiring dengan

perkembangan teknologi yang terus maju slayaknya upaya hukum luar

biasa Peninjauan Kembali selayaknya tidak dibatasi hanya satu kali

saja dalam rangka mencari keadilan yang hakiki.

d. Pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi:

"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan

Page 57: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

48

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan

hukum". Pada Pasal ini jelas menyatakan kepastian hukum yang adil

sehingga kepastian hukum tanpa keadilan hanya akan mencederai

perlindungan, pemberian jaminan dan pengakuan perlakuan yang sama

sihadapan hukum. Padahal selayaknya keadilan itu harus lebih

diutamakan dibandingkan dengan kepastian hukum karena didalam

keadilan sendiri suadah pasti mengandung kepastian hukum.

2. Kerugian Pemohon

Bahwa dengan adanya pembatasan Peninjauan Kembali yang

hanya dibolehkan satu kali telah menghilangkan rasa keadilan bagi

Pemohon. Adanya pembatasan pada pasal yang diajukan untuk diuji

mengabaikan prinsif negara hukum untuk memperjuangkan keadilan.

Dalam doktrin hukum pidana letak keadilan lebih tinggi

dibandingkan dengan kepastian hukum. Akibat dari adanya pembatasan

Peninjauan Kembali ini jika ditemukan teknologi yang dapat

membuktikan ketidak bersalahan si Pemohon I tetap tidak dapat diajukan

Peninjauan Kembali.

Undang-undang Dasar 1945 yang tertulis diatas bahwa keadilan

adaklah pilar utama pengakkan hukum di Indonesa sehingga para pencari

keadilan diberikan hak untuk mencari keadilan yang seadil-adilnya. Dalam

undang-undang yang dimohonkan untuk diuji malahan sebaliknya yakni

membatasi para pencari keadilan untuk mebatasi para pencari keadilan.

Page 58: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

49

C. Pertimbangan Hukum Hakim

1. Kewenangan Mahkamah Konstitusi RI

Kewenangan Mahkamah Konstitusi RI diatur dalam Pasal 10 ayat

(1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 2011 disebutkan di

bawah ini. Pasal 10 menyatakan:

1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannnya bersifat final untuk:

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara

Repunlik Indonesia Tahun 1945.

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar Negara

Repunlik Indonesia Tahun 1945.

c. Memutus pembubaran partai politik. dan

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR

bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat dan lainnnya, atau perbuatan tercela,

dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau Wakil

Presiden sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara

Republik Tahun 1945.

Page 59: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

50

2. Legal Standing

Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undangg-Undang Mahkamah

Konstitusi bahwa perorangan warga negara Indonesia dapat mengajukan

permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-undang Dasar

Tahun 1945 yang menganggap hak dan kewajiban atau kewenangan

konstitusionalnya yang diberikan oleh Undang-undang Dasar telah

dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang.

Pemohon Antasari Azhar, SH., M.H. adalah terpidana pada

perkara pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:

1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.sel yang telah diputus pada tanggal 11 Februari

2010 dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap dengan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010.

Terhadap putusan ini pemohon I mengajukan upaya hukum luar

biasa berupa peninjauan kembali dan diputus oleh Mahkamah Agung

Nomor: 117PK/Pid/2011 tanggal 13 Februari 2012, yang memutuskan

menolak permohonan PK tersebut. Berdasarkan Pasaal 268 ayat (3) UU

8/1981 yang berisi "Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan

hanya dapat diajukan satu kali saja", Pemohon I tidak lagi memiliki upaya

hukum lain untuk membersihkan nama baiknya jika suatu saat nanti

memiliki bukti baru. Padahal jika di telaah lebih lanjut dalam Pasal 28D

ayat (1) jelas bahwa keadilan harusnya lebih diutamakan dibandingkan

dengan kepastian hukum. Dasar inilah yang membuat pemohon merasa

hak konstitusionalnya yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun

Page 60: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

51

1945 untuk mendapatkan keadilan telah dibatasi dengna Undang-Undang

yang akan diujikan.

Pemohon Ida Laksmiwaty S.H. dan Ajeng Oktarifka

Antasariputri adalah isteri dan anak dari Pemohon Antasari Azhar,

S.H., M.H., yang secara potensial pasti merasakan kerugian yang diderita

oleh Pemohon I karena adanya pembatasan Peninjauan Kembali Pasal 268

ayat (3) yang membatasi Peninjauan Kembali.

3. Pokok Permohonan

Pemohon mendalilkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP bertentangan

dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28C ayat (1) UUD 1945

dengan alasan sebagai berikut:

Mencari kebenaran untuk menuju keadilan setiap warga negara

berhak untuk mendapatkan teknologi seperti tes DNA, tes kebohongan dan

termasuk dalam bidang telekomunikasi.

Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD

1945 titik berat normanya adalah terwujudnya kepastian hukum yang adil,

bukan kepastian ukum yang mengesampingkan keadilan. ANtara kepastian

hukum dan keadilan jika bertentangan haruslah keadilan yang

dimenangkan, sebab hukum adalah alat untuk menegakan keadilan

substansial di dalam masyarakat.

Adanya pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan yang

maksimal didalam penegakan hukum pidana, sehingga masih

memungkinnya nanti ada teknologi baru dimasa yang akan datang yang

Page 61: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

52

menunjukan kebenaran. Pembatasan Peninjauan Kembali ini menutup

adanya kemungkinan ditemukan teknologi baru karena pemohon sudah

mengajukan permintaan Peninjauan Kembali.

4. Konklusi

Berdasarkan penilaian atas fakta tersebut, Mahkamah Konstitusi

Berkesimpulan:

a. Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan para Pemohon.

b. Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk

mengjukan permohonan a quo.

c. Pokok permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum.

5. Isi Putusan

Berdasarkan ketentuan Pasal 56, pada dasarnya isi putusan hakim

konstitusi dapat berupa 3 macam, yaitu permohonan tidak diterima,

permohonan ditolak serta permohonan dikabulkan. Sedangkan Putusan

gugur atau verstek tidak dikenal dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi

Pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34 PUU-XI Tahun

2013 Manyatakan :

a. Mengabulkan permohonan para Pemohon

1) Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1981 Nomor: 76, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor: 3209) bertentangan dengan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 62: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

53

2) Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor: 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

b. Memerintahkan Pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

3. Norma yang muncul dari putusan.

a. Bahwa permintaan pengajuan Peninjauan Kembali bisa dilakukan lebih

dari satu kali.

b. Tidak adanya batasan bagi mereka para pencari keadilan untuk

mendapatkan keadilan yang hakiki di negara ini khususnya dalam

kasus Pidana.

D. Analisis Putusan Hukum Islam dengan Menggunakan Aspek Mashlahat

terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi RI No: 34/PUU-XI Tahun 2013.

Pengajuan Permohonan penghapusan Pasal 268 ayat (3) KUHAP ini

sebelumnya pernah terjadi pada tahun 2010 tapi bukan haya pasal 268 ayat (3)

tetapi juga pasal-pasal terkait dengan Peninjauan Kembali yang diatur dalam

UU Mahkamah Agung dan UU Kekuasaan Kehakiman. Peninjauan Kembali

yang diuji bukan hanya PK dalam kasus pidana tapi dalam kasus perdata juga.

Pada pengajuan tahun 2010 bukan hanya untuk alasan jika ditemukan keadaan

baru (novum), untuk semua alasan pengajuan Upaya Hukum Peninjauan

Kembali (Kekhilafan Hakim, Pertentangan Putusan, dan Novum) Mahkamah

Konstitusi menolak permohonan dalam perkara No: 16/PUU-VIII-2010.

Page 63: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

54

Bahwa perkara akan menjadi berlarut larut tanpa ada kepastian kapan

berakhirnya, jika penghapusan Pasal 268 ayat (3) diterapkan pada semua

alasan Peninjauan Kembali. Namun, jika dibatasi pada alasan tertentu saja

tentu berbeda, perkara tidak akan berlarut-larut tanpa ada kepastian

permohonan yang diajukan pada tahun 2013 oleh Antasari Azhar yang menitik

beratkan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi karena pada

pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jaksa Penuntut

mendalilkan bahwa pemohon 1 melakukann teror melalui sms sedangkan

Pemohon 1 tidak merasa melakukan teror tersebut. Menurut keterangan para

ahli sms tersebut bukan berasal dari handphone si pemohon melainkan dari

website untuk itulah pemohon 1 mengajukan penghapusan Pasal 268 ayat (3)

untuk tidak dibatasi pengajuan Peninjauan Kembali jika suatu saat nanti sudah

ditemukan alat atau aplikasi yang membuktikan asal sms tersebut bukan

berasal dari si pemohon. Permohonan pada tahun 2013 ini hanya untuk alasan

jika ditemukan keadaan baru (Novum), maka kepastian hukum dapat tercapai

tanpa mengesampingingkan kepastian keadilan, baik bagi korban maupun bagi

terpidana.

Putusan Mahkamah Konstitusi RI NO: 34/PUU-XI/2013 yang

mengabulkan permohonan Antasari Azhar, Isteri dan anaknya untuk

menghapuskan pasal 268 ayat (3) KUHAP yang berbunyi "Permintaan

Peninjuan Kembali atas suatu Putusan hanya dapat dilakukan satu kali".

Pasal ini dianggap telah merugikan hak konstitusional mereka untuk

mendapatkan keadilan melalui upaya hukum luar biasa karena Antasari Azhar

Page 64: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

55

sebagai terpidana pada perkara pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,

Telah mengajukan Peninjauan Kembali yang hasilnya ditolak oleh Mahkamah

Agung. Secara otomatis tertutup baginya untuk membuktikan ketidak

bersalahannya walaupun medapatkan novum baru yang kuat karena adanya

Pasal 268 ayat (3) yang membatasi pengajuan Peninjauan Kembali.

Pasal 268 ayat (3) KUHAP dianggap bertentangan dengan UUD 1945

yakni Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat

(1) UUD 1945 yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum yang

memiliki prinsip negara hukum adalah semua berdasar hukum, hukum untuk

mencapai keadilan, sehingga semua proses hukum terciptanya keadilan. Untuk

mendapatkan keadilan adalah hak setiap warga negara yang sedang

memperjuangkan keadilan dan siapapun tidak boleh menghalangi warga

negara atau para pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan.

Berdasarkan alasan para pemohon dan dasar hukum yang lebih kuat di

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 34/PUU-XI Tahun 2014 dirasa

tepat karena sudah sesuai dengan UUD Tahun 1945 sebagai tolak ukur

perundang-undangan di Indonesia ini dan adagium hukum yang sesuai dengan

putusan Mahkamah Konstitusi ini yang berbunyi "sekalipun esok langit

runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan".

Menurut pendapat Ichtijanto SA, hukum agama merupakakn unsur

mutlak hukum nasional. Tertib hukum masyarakat Indonesia membutuhkan

adanya peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran-ajaran

agama. Sumber tertib hukum negara RI ialah pandangan hidup, kesadaran dan

Page 65: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

56

cita hukum dan cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak bangsa

Indonesia yang Religius.2

Objektifitas hukum Islam dapat ditemukan basis-teoritisnya pada teori

maslahat. Ahmad Munif Suratmaputra menyimpulkan bahwa dalam

menghadapi masalah baru yang timbul ditengah kehidupan masyarakat,

aplikasi teori maslahat merupakan metode Ijtihad yang paling tepat dan ini

telah dipraktikan dalam sekian banyak ijtihad para Sahabat Nabi, ulama al-

Tabi'in dan para imam mazhabd. Agenda pembahruan hukum Islam harus

mereposisi aplikasi maslahat sebagai formula utama.3Munawir Sjadli

menyimulkan bahwa maslahat dan keadilan merupakan tujuan syari'at Islam,

dan keadilan merupakan dasar maslahat.4

Pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34 PUU-XI Tahun 2013

Manyatakan :

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon

a. Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1981 Nomor: 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor: 3209) bertentnagan dengan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2 Ichtijanto SA, Hukum Islam dan Hukum Nasional, (Jakarta: Ind-Hill co Indonesia,

1990), h 50.

3 Ahmad Munif Suratmaputra, Filasafat Hukum Islam al-Ghazali : Maslahat Mursalah &

Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h 185.

4 Munawir Sjadli, "Reaktualisasi Ajaran Islam", Dalam Iqbal Abdurrau Saimima, (ed.),

Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakrata: Putaka Panjimas, 1988) h. 50

Page 66: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

57

b. Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor:

3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

2. Memerintahkan Pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

Penulis memandang putusan Mahkamah Konstitusi ini dengan

menggunakan maslahat imam Syatibi yang mengkategorikan maslahat

menjadi tiga yaitu;

Al-Syatibi mengartikan Maslahat itu dari dua pandangan, yaitu dari segi

terjadinya maslahat dalam kenyataan dan dari segi tergantungnya tuntutan

syara' kepada maslhahat.

1. Dari segi terjadinya maslahat dalam kenyataan berarti:

Sesuatu yang kembali kepada tegaknya kehidupan manusia, sempurna

hidupnya, tercapai apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan aklinya

secara mutlak.

2. Dari segi tergantungnya tuntutan syara' kepada maslahat yaitu:

Kemaslahatan yang merupakan tujuan dai penetapan hukum syara'. Untuk

menghasilkannya Allah menuntut manusia untuk berbuat.5

Al-Syatibi mengkategorisasikan maslahat dalam tiga bentuk yaitu:

1. Al-Daruriyah ialah sesuautu yang tidak boleh tidak ada demi tegaknya

kebaikan dan kesejahtraan, baik menyangkut urusan duniawi maupun

5 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2. Cetakan ke 5 Diterbitkan Kencana. 2008. h 346-

347.

Page 67: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

58

ukhrawi, dimana manakala dia lenyap , tidak ada, maka tidak

terwujudnya kehidupan dunia yang tertib dan sejahtera bahkan, yang

terwujud adalah kehidupan duniawi yang chaos dan kehidupan ukhrawi

yang celaka dan menderita. Bagi al-Syatibi, al-Daruriyah ini mencakup

upaya-upaya memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara

keturunan, memelihara kekayaan, dan memelihara akal budi.6

2. Al-Hajiyyah dalam pandangan al-Syatibi ialah sesuatu yang dibutuhkan

dari sisi kemampuannya mendatangkan kelapangan dan menghilangkan

kesempitan yang biasanya membawa kepada kesukaran dan kesusah

payahan yang di iringi dengan luputnya tujuan/sasaran. Apabila al-

hajiyah tidak diperhatikan maka akan muncul kesukaran atau kesusah

payahan, tetapi tidak sampai menimbulkan kerusakan yang biasanya

terjadi pada kasus al-maslahah al-daruriyah. Kategori al-hajiyah

sesungguhnya mengarah kepada penyempurnaan al-daruriyah. Dimana

dengan tegaknya al-hajiyah, akan lenyapnya al-masyaqah terciptanya

keseimbangan dan kewajaran sehingga tidak menimbulkan ekstrimitas.7

3. Al-tahsiniyah menurut pendapat al-Syatibi ialah sesuatu yang berkenaan

dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari

kebiasaan-kebiasaan yang buruk, berdasarkan pertimbangan akal sehat.

Hal ini sering disebut dengan makharaim al-akhlaq. Keberadaan al-

tahsiniyah bagi al-Syatibi bermuara kepada kebaikan-kebaikan yang

6 Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah (Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, t.th.), Jilid 1, Juz KE 2, h. 7-13.

7 Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah (Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, t.th.), Jilid 1, Juz KE 2 h 14.

Page 68: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

59

melengkapi prinsif al-maslahah al-daruriyah dan al-maslahah al-hajiyah.

Ini karena ketiadaan al-tahsiniyah tidak merusak urusan al-hajiyah dan

al-daruriyah. Ia hanya berkisar kepada upaya mewujudkan keindahan,

kenyamanan dan kesopanan dalam hubungan sang hamba dengan tuhan

dan sesama makhlukNya. Lebih lanjut al-Syatibi menandaskan bahwa

relasi trio maslahat itu merupakan relasi yang suplematif, dimana al-

hajiyah melengkapi al-daruriyah dan al-tahsinyah melengkapi al-

hajiyah. Baik al-daruriyah al-hajiyah maupun al-tahsinyah masing-

masing memiliki pelengkap atau penyempurna (takmili).8

Pemaparan tentang maslahat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

putusan Mahkamah Konstitusi ini masuk dalam kategori maslahat Al-

Daruriyah Bagi al-Syatibi,ini mencakup upaya-upaya memelihara agama,

memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara kekayaan, dan

memelihara akal budi.

Putusan Mahkamah Konstitusi ini mencakup upaya-upaya memelihara

agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara kekayaan, dan

memelihara akal budi. Bisa saja Peninjauan Kembali itu pun tidak sesuai

dengan kebenaran yang ada dan menghilangkan dasar-dasar yang ada pada

maslahat al-daruriyah.

1. Memelihara agama seseorang karena bisa saja dengan adanya sanksi

pengadilan yang berat dan tertutupnya upaya hukum atas perbuatan yang

tidak dia lakukan membuat keimanannya berkurang dan menyalahkan

8 Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah (Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, t.th.), Jilid 1, Juz KE 2 h 9-10

Page 69: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

60

Tuhan karena tidak kuat menghadapi masalah yang menimpanya. Berbeda

dengan adanya putusan ini se tidaknya bisa memberikan harapan karena

adanya upaya hukum yang tidak dibatasi. Pada kasus sengkon karta salah

satu dari keduanya sengkon mengalami depresi yang berat sampai tidak

waras atau gila.

2. Memelihara jiwa jika berupa hukuman mati dan masih terbukanya upaya

hukum untuk mencegah eksekusi tersebut jika Narapidana ini tidak

melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya, menghindarkan dari

bunuh diri bagi mereka yang mendapatkan sangsi penjara yang berat

karena masih adanya harapan Peninjauan Kembali jika untuk

membuktikan ketidak bersalahannya.

3. Memelihara keturunan bagi mereka yang dikenai sanksi hukuman mati

ataupun penjara yang cukup lama sehingga ketika dia keluar dari penjara

tidak memungkinkan lagi untuk memilik keturunan bagi merekayang

dikenai sangsi atas perbuatan yang tidak mereka lakukan.

4. Memelihara harta benda karena setidaknya dengan adanya Peninjauan

Kembali yang tidak dibatasi ini memungkinkan korban untuk

membuktikan ketidak bersalahannya itu dan meminta ganti kerugian

secara materi ke pengandilan walaupun kadang tidak sesuai dengan semua

biaya yang sudah dikeluarkan untuk memenuhi proses pengadilan.

5. Memelihara akal budi karena dengan adanya Peninjauan Kembali yang

tidak dibatasi ini setidaknya memberikan harapan bagi mereka karena

tidak sedikit para narapidan yang depresi dengan tidak adanya lagi harapan

untuk membuktikan ketidak bersalahannya.

Page 70: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

61

Penyelesaian kasus yang tidak jelas yakni berupa putusan yang sanksi

hukumannaya tidak tepat terjadi beberapa kali. Bahkan terlihat melalui proses

praperadilan maupun dipengadilan dan dari bukti-bukti yang ada kurang kuat

seperti kasus, Sengkon dan Karta, Ashrori, Budi Harjono menunjukan

perlunya upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali agar bisa lebih

dari satu kali. Masih memungkinkannya adanya novum-novum baru dan patut

kita sadari bahwa hakim juga hanya seorang manusia yang tidak luput dari

kealpaan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dalam

pelaksanaan sidang Peninjauan Kembali. Untuk terus memberikan harapan

bagi mereka yang mendapatkan perlakuan tidak adil karena mendaoatkan

sanksi atas perbuatan yang tidak mereka lakukan.

Pemaparan sebelumnya menunjukan bahwa putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor: 34 PUU-IX Tahun 2013 yang putusannya dibacakan pada

tanggal 6 Maret 2014 sejalan dengan tujuan hukum Islam yakni maslahat dan

keadilan, dan keadilan merupakan dasar maslahat Untuk memlihara Agama,

Jiwa, keturunan, harta kekayaan dan akal budi.

Page 71: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

62

BAB V

P E N U T U P

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi

pokok bahasan dalam skripsi ini, tentunya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau

referensi yang ada adapun kesimpulan dan saran penulis yaitu :

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapatlah disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No:

34/PUU-XI Tahun 2013.

Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor: 8 Tahun 2011 berwenang untuk mengadili

permohonan para Pemohon.

Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undangg-Undang Mahkamah

Konstitusi bahwa perorangan warga negara Indonesia dapat mengajukan

permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 yang menganggap hak dan kewajiban atau kewenangan

konstitusionalnya yang diberikan oleh Undang-Undang dasar telah

dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang.

Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD

1945 titik berat normanya adalah terwujudnya kepastian hukum yang

Page 72: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

63

adil, bukan kepastian ukum yang mengesampingkan keadilan. Antara

kepastian hukum dan keadilan jika bertentangan haruslah keadilan yang

dimenangkan, sebab hukum adalah alat untuk menegakan keadilan

substansial di dalam masyarakat.

2. Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34 PUU-IX 2013 yang

dibacakan pada tanggal 6 Maret 2014 ini sejalan dengan tujuan hukum

Islam yakni maslahat dan keadilan, dan keadilan merupakan dasar

maslahat. Untuk memelihara agama Jiwa, keturunan, harta kekayaan dan

akal budi.

Putusan Mahkamah Konstitusin RI ini mencakup upaya-upaya

memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara kekayaan, dan

memelihara akal budi. Bisa saja Peninjauan Kembali itu pun tidak sesuai

dengan kebenaran yang ada dan menghilangkan dasar-dasar yang ada

pada maslahat al-daruriyah membahayakan agama bagi mereka yang

lemah imannya sehingga terus-terusan menyalahkan Tuhan.

Membahayakan jiwa jika berupa hukuman mati. Menghilangkan

keturunan bagi mereka yang dikenai sanksi hukuman mati maupun sanksi

penjara bagi mereka yang belum mempunyai keturunan. Menguras harta

benda karena untuk terus mengajukan upaya hukum sampai tahap akhir

itu tidak murah ketika dia mendapatka putusan bebaspun belum tentu

ganti kerugian yang diberikan pengadilan bisa mengganti semua biaya

yang sudah dikeluarkan. Membahayakan akal budi karen tidak jarang

mereka yang dikenai sanksi penjara kehilangan akal saking beratnya

Page 73: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

64

tekanan yang ada didalam lapas maupun dari luar seperti keluarga, karir

dan lainnya.

B. Saran

Adapun saran yang dapan Penulis sampaikan melalui penelitian ini adalah :

1. Dalam pembuatan Undang-Undang di Indonesia ini hendaknya tidak

hanya mendasarkan pada Undang-Undang yang sudah ada saja tapi juga

mempertimbangkan pada kemaslahtan bagi masyarakat pada umumnya.

Jika putusan hukum yang baru hanya mendasarkan peraturan pada

perundang-undagan yang sudah ada saja maka akan ada juga Undang-

Undang lain nya yang bertentangan dengan putusan tersebut seperti kasus

Surat Edaran Mahkamah Agung yang bertentangan dengan Putusan

Mahkamah Konstitusi walaupun akhirnya SEMA ini ditarik kembali

bukan berarti tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

2. Agar dengan adanya Peninjauan Kembali yang diperbolehkan lebih dari

satu kali ini pun tidak membuat menjadi celah badi para mafia hukum

untuk bermain didalamnya. Yakni untuk terus berlarut-larut dalam satu

kasus sehingga terus-terusan mengundur waktu eksekusi walaupun

memang pada dasarnya Peninjauan Kembali tidak menghentikan

ekseskusi tapi pada kenyataannya jangankan peninjauan kembali yang

dibatasi satu kali yang masih terbatas satu kali saja masih ada kasus yang

terus menunda-nunda eksekusinya.

Page 74: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

65

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Al-Karim

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, al-mustafa min 'ilm al-usul,tahqiq wa ta'liq

Muhammad Sulaiman al-Asyqar,Juz ke 1Beirut: Mu'assar al-Risalah,

1417H/1997 M,

Abu Ishaq Ibrahim al-Syatibi, al-Munawafaqat fiUsul al-Syari'ah, Jilid 1, Juz Ke

2,Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.

Ahmad Munif Suratmaputra, Filasafat Hukum Islam al-Ghazali : Maslahat

Mursalah & Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2002

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2. Cetakan ke 5 Diterbitkan Kencana. 2008.

Ansori Sabuan, Syaifrudin Pettanesse, Ruben Achmad. Hukum Acara Pidana,

edisi ke 1, Bandung : Angkasa, 1990.

Asmawi,Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-Udangan Khusus

di Indonesia.Badan Litbang dan Diklat Kementrian Negara RI

Bajm al-Din al-Tufi, Syarh al-Arba'in al-Nawawiyah, lampiran dalam Mustafa

Zaid, al-Maslaha, al-Maslhah fi al-Tasyri' al-Islamiy wq Najm al-Din al-

Tufi, dar al-Fikr al-Arabiy. 1384H/1964 M.

Chairul Arrasjid Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta, Sinar Grafika. 2008)

Darwan Print, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Edisi Revisi, Jakarta:

penerbit Djambatan, 2002.

Leden Marpaung, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali

PerkaraPidana. Jakarta: Sinar Grafika 2011.

Fadjar, Abdul Mukhtie. Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Cetakan

pertama Jakarta; Konstitusi Press, Yoyakarta: Citra Media 2006.

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 12, Yogyakarta: Gajah

Mada Universitas Press 2007.

Hamadi al-Ubaidi, Ibn Rusyd wa 'Ulum al-Syariah al-Islamiyah, Beirut: Dar al-

Fikr al-Arabiy, 1991.

Page 75: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

66

Herman Bakri, SH., MH. Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan

(Bandung: Refika Aditama 2007)

Herry P. Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-hari,

Jakarta: Sinar Harapan, 2002

Ichtijanto SA, Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta: Ind-Hill co Indonesia,

1990.

Isma'il ibn Hammad al-Jauhari,al-shihah Taj al-lugah wa Sihah al-Arabiyah. Juz

ke 1.Beirut: Dar al-Ilm li Malayin, 1367H/1956 M.

Izz al-Din ibn'Abd al-Salam, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam, , Juz ke

1Kairo: Maktabat al-Kuliyyat al-Azhariyah, 1994.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya,

2001.

M, Yahya Harahap, Kedudukan Dan Kewenangan Acara Peradilan Agama. Edisi

Kedua . Jakarta Sinar Grafika, 2009.

Ma'rf Amin.Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta Paramuda Adversting

2008.

Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buti, Dawabit al-Marsalah fi al-Syari'ah al-

Islamiyah, Beirut: Mu'assasat al-Risalah, 1421 H/2000 M.

Munawir Sjadli, "Reaktualisasi Ajaran Islam", Dalam Iqbal Abdurrau Saimima,

(ed.), Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakrata: Putaka Panjimas,

1988

Muthafa Ahmad al-Zarqa, al-istilah wa al-Masalih al-Mursalah fi al-Syari'ah al

Islamiayahtwa Usul Fiqhiha,.

Najm-al-Din al-Tufi, Syarh al-Aba'in al-Nawawiyah, hlm. 19, sebagaiman dimuat

sebagai lampiran dalam Mustafa Zaid, al-Maslahah fi al-Tasyri' al-

Islamy wa Najm al-Din al-Tufi. t.tp: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1384H/1964

M

Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum. Penerbit

Ghalia Indonesia,2012

Peter Mahmud Marzuki, Penelitain Hukum, Surabaya: Kencana, 2010, cetakan

keenam..

Syihab al-Din al-Qarafi. Syah Tangih al-Fusul Fi Ikhtisar al-Mahsul fi al-Usul,

(Mesir: al-Matba'ah al-Khairiyah, 1307 H) sebagaiman dikutip dalam

Page 76: PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NO: 34/PUU-XI/2013 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30449/1/ILYAS... · D. Analisa Putusan Hukum Islam dengan menggunakan Aspek

67

'Abd al-Aziz ibn Abd al-Rahman ibn Ali bin Rabi'ah, Ilm Maqasid al-

Syari, Riyad: Maktabah al-Malik Fahd al Wataniyah, 1423 H/2002.

Yudian Wahyudi, Ushul Fikih versus Hermenutika: Mambaca Islam dari Kanada

dan Amerika, Yogyakarta: Pesantren Newesea Pers, 2006.

Website

http://www.hukumpedia.com/negara/pergesaran-peninjauan-kembali-dari-

kepastian-hukum-menuju-keadilan-hukum-hk5399a5185509e.html Di

Akses 25 Maret 2015.

http://www.hukumpedia.com/negara/pergesaran-peninjauan-kembali-dari-

kepastian-hukum-menuju-keadilan-hukum-hk5399a5185509e.htmlDi

akses 25 maret 2015

http;//nasional.kompas.com/read/2015/01/05/06551981/MA.Didesak.Cabut.Surat.

Edaran.soal.Pembatasan.Peninjauan.Kembali.Di akses 25 maret 2015.

http;//nasional.kompas.com/read/2015/01/05/06551981/MA.Didesak.Cabut.Surat.

Edaran.soal.Pembatasan.Peninjauan.Kembali.Di akses 25 maret 2015.

http;//www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/pdf_thesis/unud-293-1501580217-

bab%20iii.pdf dilihat pada tanggal 28 Maret 2015

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1970

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi.