Upload
jipin-altiro
View
99
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai Negara kesatuan yang menganut sistem
desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan
kesempatan kepada daerah menyelengararakan otonomi daerah. Dalam UUD
1945 pasal 18 menyatakan bahwa pembagian atas daerah besar dan kecil
dengan bentuk dan susunan pemerintahannya menetapkan undang-undang
dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system
pemeritahan Negara dan hak asal usul yang bersifat istimewa.
Dalam wilayah Indonesia terdapat lebih kuarang 250 zhefber-tuuren de lanschappen dan volksggemenschappen Seperti desa di jawa, Madura, nagari, di minangkabau, dusun dan marga di Palembang, Bengkulu dan sebagainya, Daerah-daerah tersebut mempunyai sususnan asli. Oleh karenanya, dapat dianggap daerah yang bersipfat istimewa. Sifat yang istimewa ini bisa merupakan hak-hak dan asal usul yang melekat pada daerahnya.
Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan yang asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Secara
historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara-bangsa ini terbentuk.
Struktur social sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah
menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa
merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat, budaya, dan
hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Hal ini antara lain ditunjukan dengan
1
2
tingkat keragaman tinggi yang membuat desa mungkin merupakan wujud
bangsa yang paling kongkret.
Pemerintahan desa merupakan subsistem dari system penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk menatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya. Dalam undang-undang no 22 tahun
1999 menegaskan bahwa desa tidak lagi merupakan wilayah administratif,
bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi
menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam
wilayah kabupaten sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas
kepentingan sendiri sesuai kondisi social budaya yang hidup dilingkungan
masyarakatnya.
Pembangunan desa itu sendiri merupakan suatu proses yang
berlangsung di desa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional yang mencakup segala aspek kehidupan dan
penghidupan masyarakat. Pembangunan desa terus dipacu untuk menuju
modernitas yang diharapkan dengan maksud mengimbangi serta
mensejajarkan laju pembangunan di perkotaan. Namun pembangunan
tersebut akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerja sama yang harmonis
antara kepala desa dalam pemerintahan desa dengan warga masyarakat di
desanya.
Dalam pandangan politik bahwasanya desa sebagai masyarakat
demokrasi, dimana masyarakat yang mendasarkan diri pada kedaulatan
rakyat. Demokrasi itulah yang dianggap sebagai demokrasi asli yang bisa
3
dijadikan orientasi dalam pengembangan demokrasi modern ditingkat
nasional, dengan ciri-ciri musyawarah, rembug desa dan pemilihan kepala
desa oleh rakyat desa, dari calon-calon yang mereka ajukan sendiri.
Pemilihan kepala desa merupakan praktek demokrasi di daerah
pedesaan yang menyangkut aspek legitimasi kekuasaan dan aspek penentuan
kekuasaan sehingga akan mengundang kompetisi dari golongan minoritas
untuk merebut jabatan kepala desa Untuk mendapatkan jabatan kepala desa
tersebut di butuhkan partisipasi aktif dari masyarakat yang pada hakekatnya
merupakan suatu kewajiban pada masyarakat itu sendiri dalam pemilihan
kepala desa.
Aspek penting dalam sebuah pemilihan adalah hak suara. Pada
dasarnya, hak suara dalam pilkades mempunyai peran yang signifikan dalam
menentukan tingkat proses demokrasi di suatu desa. Secara teoritis, hak suara
dalam sebuah pemilihan dapat memberi rakyat kekuasaan, karena titik paling
nyata dimana warga Negara secara langsung mempengaruhi perilaku politik
pemerintah adalah pada saat pemilihan.
Dengan demikian, hak suara masyarakat luas dalam sebuah system
pemilihan mempunyai potensi yang lebih besar untuk membuat pemilihan
menjadi lebih demokratis dan merefleksikan kepentingan rakyat. Pilkades
sebagai ajang konsolidasi politik di aras desa diharapkan memberikan
pendidikan politik yang dapat mencerdaskan. Pada saat pencoblosan
masyarakat secara terbuka dihadapkan dengan bakal calon atau calon
pemimipinnya agar masyarakat tersebut bisa melihat dan mengetahui siapa
4
orang yang akan memimpin di desa tersebut. Berbeda dengan pilbup, pilgub,
dan pilpres. Pilkades tentu tidak identik dengan memilih kucing dalam
karung, karena calon pemimpin yang akan dipilih adalah warga yang secara
sosiologis mempunyai kedekatan tersendiri.
Dalam proses pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi
masyarakat yang jauh lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Seperti
kita ketahui bahwasanya di desa masyarakat cenderung rukun, rasa gotong
royong yang tinggi dan saling tolong menolong antara satu dengan yang
lainnya.
Sejalan dengan pembenahan dalam berbagai aspek era reformasi dan
globalisasi, masyarakat dituntut untuk mengikuti dan berubah. Sementara,
masyarakat dalam menghadapi tuntutan itu masih belum sepenuhnya bisa
berubah (konservatif). Tetapi masyarakat desa dengan citra mekaniknya yang
telah mengantarkan pada sebuah keharmonisan dalam bermasyarakat itu
hanya menjadi sebuah impian. Pada prakteknya, konflik semakin marak
dengan ditunggangi oleh berbagai kepentingan individu dan kelompok. Hal
ini tidak lain disebabkan oleh kepentingan kekuasaan, praktek money politic,
tingkat imitasi media tinggi, banyaknya partai politik masuk di lingkungan
desa dan budaya etnosentrisme atau kedaerahan.
Budaya masyarakat Indonesia yang plural sangat rentan terhadap
masalah etnosentrisme. Dalam masyarakat Indonesia, ikatan-ikatan
primordial seperti suku, agama, ras dan golongan sangat kuat. Ikatan yang
kuat ini sering mengantar orang pada sikap eksklusif. Masalah etnosentrisme
5
atau semangat kedaerahan mencuat dalam era desentralisasi dan otonomi
daerah. Etnosentrisme tumbuh subur dalam Pilkada, rekrutmen PNS,
legislative, pemekaran daerah dan kepala desa.
Di desa Sibak Kecamatan Ipuh Kabupaten Muko-Muko, Gejala
etnosentrisme dalam pemilihan kepala desa sangat nampak. kepala desa,
ditempati oleh orang-orang yang berasal dari daerah atau suku yang sama
dengan pemimpin daerah. Hal ini tentu akan membawa konflik yang
berkepanjangan dalam daerah tersebut dan akan menghambat pembangunan
daerah. Kriteria pengangkatan kepala desa di desa Ipuh adalah ikatan etnik
kesukuan dan bukan atas dasar kompetensi. Semua ini tentu menjadi masalah
yang perlu mendapat perhatian bangsa ini dalam era desentralisasi dan
otonomi daerah.
Djohermansyah Djohan memandang bahwa masalah etnosentrisme
dalam otonomi daerah adalah hal yang lumrah, sepanjang masih memenuhi
asas kepatutan, proporsionalitas, tidak diskriminatif dan tidak melanggar
peraturan perundang-undangan. Karena bukankah pemerintahan lokal
digerakkan berdasarkan realitas masyarakat setempat (act locally). Hanya
saja yang perlu dikontrol adalah jangan sampai ia kebablasan, diskriminatif,
chaos/anarki, atau melanggar batas-batas kepentingan nasional.
Salah satu faktor yang mendasar yang menjadi penyebab munculnya
etnosentrisme di Bangsa ini adalah budaya politik masyarakat yang
cenderung tradisional dan tidak rasionalis. Budaya politik masyarakat kita
masih tergolong budaya politik subjektif Ikatan emosional dan juga ikatan-
6
ikatan primordial masih cenderung menguasai masyarakat kita. Masyarakat
kita terlibat dalam dunia politik dalam kerangka kepentingan mereka yang
masih mementingkan suku, etnis, agama dan lain-lain. Aspek kognitif dan
partisipatif masih jauh dari masyarakat kita.
Berdasarkan uraian di atas, masalah etnosentrisme dalam beraneka
bentuk menunjukkan kepada kita bahwa masalah etnosentrisme begitu
kompleks. Sehubungan dengan masalah etnosentris peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Budaya Etnosentrisme Dalam Pemilihan
Kepala Desa di Desa Sibak Kecamatan Ipuh Kabupaten Muko-Muko.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah dalam pemilihan kepala desa di desa Sibak Kecamatan Ipuh
Kabupaten Muko-Muko masih menganut budaya etnosentrisme?
2. Bagaimana mengatasi masalah budaya etnosentrisme dalam pemilihan
kepala desa di Desa Sibak Kecamatan Ipuh Kabupaten Muko-Muko?
C. Tujuan Penelitian
Berdasakan rumusan maslah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah dalam pemilihan kepala desa di Desa Sibak
Kecamatan Ipuh Kabupatan Muko-Muko masih menganut budaya
etnosentrisme.
7
2. Untuk mengetahui bagamana mengatasi masalah budaya etnosentrisme
dalam pemilihan kepala desa di Desa Sibak Kecamatan Ipuh Kabupaten
Muko-Muko
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
bagi penulis dalam bidang studi kewarganegaraan khususnya.
b. Dapat digunakan sebagai bahan acuan literatur bagi peneliti lanjutan
untuk meneliti tentang budaya etnosentris dalam pemilihan kepala
desa.
2. Manfaat praktis
a. Bagi pemerintahan stempat
Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pemerintah setempat tentang budaya etnosentris dalam pemilihan
kepala desa.
b. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
masyarakat tentang budaya etnosentris dalam pemilihan kepala desa.
c. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan penulis dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan tetang budaya etnosentris dalam pemilihan
kepala desa.
8
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Budaya
Budaya adalah suatu ketidaksesuaian diantara unsur-unsur
kebudayaan yang saling berbeda sehingga mengakibatkan suatu keadaan yang
fungsinya tidak serasi didalam kehidupan masyarakat. Akibat perubahan
unsur-unsur kebudayaan ini pada akhirnya berubah pula tatanan sosial atau
kehidupan sosial.
Berdasarkan asal katanya, kata kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta yaitu”buddhayah” atau “buddy” yang berarti akal. Dalam bahasa
inggris kebudayaan disebut culture, kata tersebut diambil dari bahasa latin
yaitu colere, yang berarti mengelola tanah atau bertani. Dari kata tersebut ,
pengertiannya berkembang menjadi segala daya dan kegiatan manusia untuk
mengolah dan mengubah alam (Koentjaraningrat)
Saat ini para ahli sepakat mengartikan kebudayaan yaitu sebagai
sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pegarah bagi manusia dalam
bersikap dan berperilaku baik secara individu maupun kelompok.
Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-
jenisnya:
1. Hidup-kebatinan manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan tertib
damainya hidup masyarakat dengan adat-istiadatnya,pemerintahan negeri,
agama atau ilmu kebatinan
8
9
2. Angan-angan manusia, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keluhuran
bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
3. Kepandaian manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan macam-macam
kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran,
hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat
indah (Dewantara; 1994)
B. Pengertian Etnosentris
Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan
untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri.
Berdasarkan definisi ini etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana
umumnya dipahami. Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan
sesuatu yang positif.
Anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan
sesuatu yang semata-mata buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang
fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari
kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar
bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik
dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama lain. Etnosentrisme
memiliki dua tipe yang satu sama lain saling berlawanan.
Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Seseorang yang memiliki
etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan
persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan
10
pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain
berdasarkan latar belakang budayanya. etnosentrisme infleksibel.
Tipe kedua etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk
keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu
berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku
orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.
Etnosentrisme terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan
identitasnya, menolak bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan
Samovar mendefinisikan etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama
perbedaan budaya dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan
memandang orang lain secara tidak sadar dengan menggunakan kelompok
kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri sebagai kriteria untuk penilaian. Makin
besar kesamaan kita dengan mereka, makin dekat mereka dengan kita; makin
besar ketidaksamaan, makin jauh mereka dari kita. Kita cenderung melihat
kelompok kita, negeri kita, budaya kita sendiri, sebagai yang paling baik,
sebagai yang paling bermoral.”
Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk
mengukur baik-buruknya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya
dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam ungkapan : “orang-orang terpilih”,
“progresif”, “ras yang unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat
mengenali sifat etnosentris pada orang lain dan lambat mengenalinya pada
diri sendiri.
11
Sebagian besar, meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu
masyarakat bersifat etnosentrisme. Semua kelompok merangsang
pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota kelompok sama
etnosentris. Sebagian dari kita adalah sangat etnosentris untuk mengimbangi
kekurangan-kekurangan kita sendiri. Kadang-kadang dipercaya bahwa ilmu
sosial telah membentuk kaitan erat antara pola kepribadian dan etnosentrisme.
Kecenderungan etnosentrisme berkaitan erat dengan kemampuan
belajar dan berprestasi. Dalam buku The Authoritarian Personality, Adorno
(1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang
terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama yang fanatik. Dalam
pendekatan ini, etnosentrisme didefinisikan terutama sebagai kesetiaan yang
kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai
prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain. Yang artinya orang yang
etnosentris susah berasimilasi dengan bangsa lain, bahkan dalam proses
belajar-mengajar.
Etnosentrisme akan terus marak apabila pemiliknya tidak mampu
melihat human encounter sebagai peluang untuk saling belajar dan
meningkatkan kecerdasan, yang selanjutnya bermuara pada prestasi.
Sebaliknya, kelompok etnis yang mampu menggunakan perjumpaan mereka
dengan kelompok-kelompok lain dengan sebaik-baiknya, di mana pun tempat
terjadinya, justru akan makin meninggalkan etnosentrisme. Kelompok
semacam itu mampu berprestasi dan menatap masa depan dengan cerah.
12
C. Kepala Desa
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
disebutkan bahwa Desa atau disebut dengan nama lain selanjutnya disebut
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasan-batasan
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh Desa dan
kepada Desa dapat diberikan penugasan atapun pendelegasian dari
pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan
pemerintah tertentu.
Sedang terhadap Desa diluar Desa gineologis yaitu Desa yang bersifat
administratif seperti Desa yang dibentuk karena pemekaran Desa atau kerena
transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk
ataupun heterogen, maka otonomi Desa yang merupakan hak, wewenang, dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat berdasarka hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya
yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang mengikuti perkembangan Desa itu sendiri.
13
Dengan demikian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-
usul Desa, urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Kabupaten / Kota
yang diserahkan pengaturannya kepada Desa, tugas pembantuan dari
pemerintah dan Pemerintah Daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh
peraturan perundang-undangan yang diserahkan kepada Desa.
Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan
masyarakat Desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas pendapatan
asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten / Kota,
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten / Kota bantuan dari pemerintah dan Pemerintah Daerah serta hibah
dan sumbangan dari pihak ketiga.
Sumber pendapatan yang berasal dari bagi hasil pajak daerah dan
retribusi daerah kepada desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) diluar
upah pungut, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima oleh Kabupaten / Kota diberikan kepada Desa paling sedikit
10% (sepuluh per seratus), sedangkan bantuan Pemerintah Provinsi kepada
Desa diberikan sesuai dengan kemampuan dan perkembangan keuangan
provinsi bersangkutan. Bantuan tersebut lebih diarahkan untuk percepatan
atau akselerasi pembangunan Desa. Sumber pendapatan lain yang dapat
diusahakan oleh Desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan
14
pasar Desa, pengelolaan kawasan wisata skala Desa, pengelolaan galian
dengan tidak menggunakan alat berat dan sumber lainnya.
Dalam pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan Desa
pada khususnya merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilannya adalah peranan Kepala Desa dalam menjalankan roda
Pemerintah. Hal ini erat kaitannya dengan pola kepemimpinan yang
dijalankan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Pemerintahan Desa bab IV paragraf 2 pasal 14 menyatakan bahwa Kepala
Desa mempunyai peranan sebagai penyelenggara dan penanggung jawab
utama di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam
rangka penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah, urusan pemerintahan
umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban. Untuk menjalankan
tugas tersebut, maka Kepala Desa mempunyai fungsi yaitu:
a. Menggerakkan potensi masyarakat.
b. Melaksanakan tugas dari pemerintah atasannya.
c. Melaksanakan koordinasi terhadap jalannya Pemerintahan Desa.
d. Melaksanakan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya baik di bidang
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Kepala Desa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan
kegairahan masyarakat untuk berpatisipasi dalam pembangunan. Kemampuan
untuk mempengaruhi masyarakat merupakan suatu faktor yang sangat
menentukan pembangunan yang ada di daerah kekuasaannya, demikian juga
15
kedudukannya sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab terhadap
terselenggaranya pemerintahan dalam pembangunan kemasyarakatan. Dalam
hal ini melibatkan para pembantu-pembantunya dengan aktif sesuai dengan
tugas masing-masing serta bagaimana memotivasi masyarakat agar mereka
mau untuk berperan aktif secara terpadu bekerja sama antara Kepala Desa
beserta mendayagunakan organisasi-organisasi kemasyarakatan sebagai
fungsinya untuk mencapai hasil pembangunan yang telah diprogramkan.
Sebagai prinsip pembangunan Desa adalah dari, untuk, dan oleh
rakyat, oleh karena itu hasilnyapun harus dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Selain itu pembangunan Desa tidak dimaksudkan hanya untuk dinikmati oleh
segelintir masyarakat dan juga bagaimana peranan Kepala Desa
menggerakkan, memotivasi seluruh masyarakat untuk melibatkan diri secara
aktif dalam proses pembangunan. Hal ini bisa terwujud apabila seluruh
lapisan masyarakat diikutsertakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan mengevaluasi kembali hasil pembangunan yang telah
dicapai di dalam wilayahnya.
D. Desa
Sebagaimana diketahui bahwa Bangsa Indonesia mempunyai sifat
keanekaragaman, sehingga terdapat bermacam-macam sebutan untuk
pengertian yang sama di masing-masing wilayah di tanah air kita, termasuk di
dalamnya terdapat ditemukan bermacam-macam peristilahan untuk
pengertian Desa.
16
Pengertian tentang Desa menurut Peraturan Pemerintah No. 72 tahun
2005 tentang Pemerintahan Desa bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat 5, Desa
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kata “Desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang
berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang
merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta
memiliki batas yang jelas (Soetardjo, 2004:15, Yuliati, 2003:24).
Menurut B.N Marbun (2006:15) mengemukakan bahwa: “Desa ialah
sebagai suatu Daerah yang ada sejak beberapa keturunan dan mempunyai
ikatan kekeluargaan atau ikatan sosial yang yang tinggi/menetap disuatu
Daerah dengan adat istiadat yang dijadikan sebagai landasan hukum dan
mempunyai seorang pemimpin formil yaitu Kepala Desa”.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi daerah bahwa : “yang dimaksud dengan Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adapt-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistim
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 32 Tahun
2004)”.
17
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penenelitian ini dilakukan di Desa Sibak Kecamatan Ipuh Kabupaten
Muko-Muko Propinsi Benkulu.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat
kata kunci yang perlu di perhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan
keguanaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.
Metode kualitatif menurut Taylor dalam Moleong 2010:4) mendefinisikan
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian sebagai penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya pendekatan ini diarahkan
pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Menurut (Jane dalam Moleong, 2010:6) metode kualitatif adalah
upaya untuk menyajikan pandangan mereka yang diteliti secara rinci,
dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit.
Berdasarkan kajian tentang definisi-definisi diatas bahwa penelitian
kualitatif penelitian yang bermaksud untuk memahami tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan metode alamiah.
17
18
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan
diantaranya menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila behadapan
dengan kenyataan, metode ini menyajikan secara langsunghakekat hubungan
antara peneliti dan responden, dan metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi.
C. Informan Penelitian
Menurut (Moleong, 2010:132) pengertian informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Jadi informan harus memiliki banyak pengalaman tentang latar
penelitian.
Secara umum yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
masyarakat yang tinggal di Desa Sibak Kabupaten Ipuh. Pemilihan informan
ini ditentukan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan
tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
Jumlah informan pada saat penelitian tidak ditentukan. Jumlah
tersebut akan terus berkembang dari informan satu dengan informan lain
sampai tercukupinya informasi yang ingin didapatkan dari informan tersebut.
Selain itu juga terdapat beberapa informan pendukung dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini informan pendukungnya adalah pemeritahan setempat
yang melihat tingkah laku dari informan
19
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan merupakan langka yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatan data tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memnuhi standar data
yang ditetapkan, (Sugiyono,2011:224)
Pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber
sekunder, sumber primer merupakan sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpulan data. Maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan
penggabungannya, (Sugiyono,2011:225)
2. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi (pengamatan),
interview (wawancara) dan dokumentasi yang kesemuanya saling
mendukung dan melengkapi, antara satu dengan yang lainnya:
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan memperhatikan suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra atau suatu proses yang
kompleks, yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.
20
Dua diantara terpenting adalah pengamatan dan ingatan, (Arikunto
2010:156)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik observasi terus terang atau
tersamar, dalam hal ini, peneliti peneliti mengumpulkan data
menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang
melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal
sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat
peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini
untuk menghidari kalau suatu data yang dicari menrupakan data yang
masih dirahasiakan, kemungkinan kalau dilakukan dengan cara terus
terang tidak akan diijinkan untuk melakukan obsevasi. Dalam
penelitian ini observasi dilakukan untuk bagamana budaya etnosentris
dalam pemilihan kepala desa di Desa Sibak
b. Wawancara
Waawancara adalah percakapan dengan maksut tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara yang
memberikan pertannyaan dan jawaban. (Moleong 2010:186).
Ada beberapa macam wawancara yaitu wawancara terstruktur,
semiterstruksur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuan untuk menemukan permasalahan yang
harus di teliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal
21
dari responden yang lebih mendalam. Dengan wawancara peneliti
akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tetang partisipan
dalam menginterprestasikan situasi dan phenomena yang terjadi,
dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.
Dalam penelitian ini peneliti memakai alat pengumpulan data
dengan wawancara tidak tersertuktur yaitu wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
Dalam wawancara tidak terstruktur peneliti belum mengetahui
secara pasti data yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan
analisis dari setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti
dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah
pada suatu tujuan.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya cacatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, praturan,
kebijakan, dokumen berbentuk gamabar misalnya foto, gambar hidup,
sketsa dan lain-lain, dan dokumen yang berbentuk karya misalnya
22
karya seni berupa film, patung, gambar dan lain-lain (Sugiyono,
2011:240)
Berdasarkan pengertian diatas, maka dokumentasi dalam
penelitian ini digunakan untuk mencari data dan untuk memperkuat
informasi tentang bagamana budaya etnosentris dalam pemilihan
kepala desa di desa sibak Kecamatan Ipuh Kabupaten Muko-Muko
E. Teknik Menjamin Keabsahan Data
Untuk menetapkan suatu keabsahan data diperlukan teknik
pemeriksaan. Maka peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Patton
(dalam Moleong 2010:330) triangulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Teknik triangulasi ini diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada.
Dengan menggunakan triangulasi, sebenarnya peneliti telah
mengumpulkan sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data. Tujuan dari triangulasi ini bukan untuk kebenaran tentang
beberapa fenomena, tetapi lebih pada pendekatan pemahaman peneliti
terhadap apa yang telah ditemukan.
23
F. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan (dalam Moleong, 2011:248) analisis data kualitatif
merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Analisis data merupakan proses pengorganisasian data mengurutkan
data kedalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan. Sehingga
nanti dapat diperoleh informasi yang mendalam tentang objek-objek yang
diteliti.
Metode analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif
kualitatif. Analisa ini berisikan pendeskripsian dengan rinci dan akurat
terhadap sesuatu yang akan diteliti oleh peneliti di lapangan. Pengelolahan
analisis data dimulai dari menulis hasil pengamatan atau observasi, hasil
wawancara dan dokumentasi lalu diklasifikasikannya dan memilah-milah
sampai pada menyajikannya.