Upload
dian-astriafi-saputri
View
85
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MATERI KULIAH
Citation preview
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL SNOWBALL THROWING TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK TERMOKIMIA
Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi PenelitianDosen pengampu : Dr. Das Salirawati, M.Pd.
Disusun oleh :
Matkli Dimas Astrianto Saputro 08670055
PRODI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia
yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan
secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang
dimilikinya, termasuk Indonesia.
Mutu pendidikan di Indonesia cenderung tertinggal apabila dibandingkan
dengan negara-negara lain di dunia, khususnya negara-negara ASEAN. Faktor-faktor
penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia yakni meliputi faktor eksternal
maupun faktor internal. Faktor eksternal meliputi lingkungan belajar, sarana dan
prasarana pendukung, guru dan metode mengajar. Sedang faktor internal meliputi
tingkat kecerdasan dan kemampuan awal siswa, motivasi dan minat siswa terhadap
suatu pelajaran.
Kemajuan dalam bidang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
beberapa hal wujud keberhasilan dalam pendidikan. Kemajuan tersebut tidak lain
sebagai bukti nyata dari keberhasilan kaum terpelajar yang selalu haus akan ilmu
pengetahuan dan selalu belajar. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika
berada di sekolah maupun berada di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
(Bahri,2007)
Mengingat belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau
pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancar. Suasana
belajar yang diciptakan guru harus melibatkan siswa secara aktif. Misalnya,
mengamati, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Belajar
aktif tidak dapat terjadi tanpa adanya partisipasi siswa. Terdapat berbagai cara untuk
membuat proses pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan bisa mengasah
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses pembelajaran aktif dalam
memperoleh informasi, keterampilan, dan sikap akan terjadi melalui suatu proses
pencarian dari diri siswa.
Kimia merupakan salah satu di antara mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah dengan persentase jam pelajaran yang lebih dibandingkan dengan mata
pelajaran lain. Ironinya, kimia termasuk pelajaran yang tidak disukai. Banyak siswa
yang takut akan pelajaran kimia, karena menurut mereka kimia itu suatu pelajaran
yang sulit dipahami dan membosankan. Permasalahan lain yang sering terjadi adalah
gaya mengajar guru. Guru kimia saat ini cenderung kurang bervariasi dalam
mengajar, hanya mengandalkan ceramah di depan kelas dan umpan balik serta
korelasi dari guru juga jarang diterapkan. Hal tersebut juga terjadi di SMA
Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang berlokasi di Kecamatan Wirobrajan, Kotamadya
Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Suhermanto selaku guru kimia
kelas XI di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, mengajar secara monoton dengan
metode ceramah di depan kelas, dan jarang memberikan umpan balik dalam
pembelajaran, sehingga siswa merasa pembelajaran kurang efektif. Padahal guru
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan prestasi belajar siswa,
karena guru bertanggung jawab mengatur, mengelola dan mengorganisir kelas.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan model pembelajaran yang
tepat. Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu pemilihan model
pembelajaran yang tepat sangat penting, karena tidak semua model pembelajaran
dapat digunakan secara efektif pada tiap pokok bahasan. Agar model pembelajaran
terpilih dengan tepat, seorang guru harus mengetahui bermacam-macam model
pembelajaran. Cooperative learning tipe Snowball Throwing merupakan salah satu
upaya dalam mengaktifkan siswa dengan cara merangsang diskusi kelas. Model
Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan
dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu
kelompok.
Berdasarkan uraian tentang permasalahan di atas, maka peneliti ingin
mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan
cooperative learning tipe Snowball Throwing dalam pembelajaran kimia khususnya
pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada beberapa masalah
yang dapat diidentifikasi, yaitu:
1. Pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan metode ceramah.
2. Proses pembelajaran cenderung melibatkan satu pihak saja yang aktif,
yaitu guru.
3. Masih rendahnya hasil belajar siswa untuk mata pelajaran kimia.
4. Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dan kendala dalam
belajar kimia.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan agar permasalahan lebih fokus,
maka diberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Penerapan cooperative learning tipe Snowball Throwing untuk meningkatkan
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kimia.
2. Penerapan cooperative learning tipe Snowball Throwing untuk meningkatkan
prestasi belajar kognitif siswa dalam proses pembelajaran kimia.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang diungkap di atas maka dapat dikemukakan
rumusan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah penerapan cooperative learning tipe Snowball Throwing dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kimia?
2. Apakah penerapan cooperative learning tipe dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dalam proses pembelajaran kimia?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk:
1. Mengetahui apakah penerapan cooperative learning tipe Snowball Throwing dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kimia.
2. Mengetahui apakah penerapan cooperative learning tipe Snowball Throwing dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi guru
Diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif strategi pembelajaran dalam
proses belajar mengajar.
2. Bagi siswa
Diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses
pembelajaran.
3. Bagi peneliti
Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan pengalaman
jika nantinya terjun langsung dalam dunia pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Belajar dan Mengajar
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap
usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada
pendidikan. Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan
kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan
yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju
karena belajar.1
Menurut Hilgrad dan Bower yang dikutip oleh Baharuddin dan Esa Nur
Wahyuni dalam bukunya, belajar memiliki pengertian memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan
mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki
arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Belajar yang paling baik adalah melalui pengalaman. Dengan pengalaman
tersebut pelajar menggunakan seluruh pancainderanya.2
Selanjutnya dalam buku karya Sardiman A.M. Ada yang mendefinisikan
belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha
mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa perubahan pada individu-
individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya
menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang.3
1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 94-95.
2 Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 13.
3 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 23.
Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa
perubahan tertentu yang dimasukkan kedalam ciri-ciri belajar.
a. Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi
adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa
pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya
bertambah. Jadi, perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena
mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk kategori
perubahan dalam pengertian belajar, karena individu yang bersangkutan
tidak menyadari akan perubahan itu.
b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu
berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu
bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi
dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya
untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis
dan sebagainya tudak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam
pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
menetap dan permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi
setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses
belajar meliputi perubahan keseluruhan tungkah laku. Jika seseorang
belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah
laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya. 4
Dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru
perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar
adalah sebagai berikut.
a. Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar,
bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif.
b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuan .
c. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat
penguasaan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses
belajar.
d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan
siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.
e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi
tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya. 5
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk
berlangsungnya proses belajar mengajar. Kalau belajar dikatakan kegiatan
siswa maka mengajar sebagai kegiatan guru. Dalam pengertian yang luas,
4 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar edisi 2, (jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 15-16.5 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996), hal. 16.
mengajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan siswa,
sehingga terjadi proses belajar. Dengan kata lain, mengajar sebagai upaya
menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar
bagi para siswa.
Dari definisi di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan tentang
mengajar:
a. Mengajar berarti membimbing aktivitas siswa
Tugas guru adalah mengatur lingkungan serta membimbing
aktivitas anak. Artinya, janganlah hanya guru yang aktif. Oleh karena itu
guru tidak boleh memonopoli aktivitas kelas. Dalam mengajar, guru
senantiasa harus bertanya kepada dirinya, aktivitas apakah yang dapat
diberikan kepada siswa, apakah yang dapat dikerjakan oleh siswa.
b. Mengajar berarti membimbing pengalaman siswa
Pengalaman adalah interaksi dengan lingkungan. Dalam interaksi
itulah siswa belajar. Berkat pengalaman itulah siswa memperoleh
pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan
lain-lain.
c. Mengajar berarti membantu siswa berkembang dan menyesuaikan diri
kepada lingkungan
Siswa belajar agar bakatnya berkembang. Pelajaran sekolah
berguna agar siswa dapat menggunakanya dalam kehidupan sehari-hari
dan agar ia lebih sanggup mengatasi masalah-masalah dalam
kehidupannya. Pelajaran sekolah harus berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari. 6
Tidak hanya dalam belajar, mengajarpun juga memiliki prinsip. Prinsip
yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut.
a. Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa
6 Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 5-7.
Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan
yang akan diajarkan. Oleh kerena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum
proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui oleh guru.
b. Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis
Bahan pelajaran yang bersifat praktis berhubungan dengan situasi
kehidupan. Hal ini dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi
belajar.
c. Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa
Ada perbedaan individual dalam kesanggupan belajar. Setiap
individu mempunyai kemampuan potensial seperti bakat dan inteligensi
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
d. Kesiapan dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam
mengajar
Kesiapan adalah kapasitas (kemampuan potensial) baik bersifat fisik
maupun mental untuk melakukan sesuatu.
e. Tujuan pengajaran harus diketahui siswa
Tujuan pengajaran merupakan rumusan tentang perubahan perilaku
apa yang diperoleh setelah proses belajar mengajar. Apabila tujuan
pengajaran diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk belajar. Agar
tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan secara khusus.
f. Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar
Para ahli psikologi merumuskan prinsip, bahwa belajar itu harus
bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah
mempersiapkan bahan yang bersifat gradual. Yaitu: dari sederhana
kepada yang kompleks (rumit), dari konkret kepada yang abstrak, dari
umum kepada yang khusus, dari yang sudah diketahui (fakta) kepada
yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak), dengan
menggunakan prinsip induksi kepada deduksi atau sebaliknya, sering
menggunakan penguatan. 7
7 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: bumi Aksara, 2007), hal. 7-8.
2. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap,
pikiran, dan aktivitas dalam pembelajaran guna menunjang keberhasilan
proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat
aktif dalam belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan
menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang berinteraksi membahas materi
pembelajaran.
Belajar merupakan aktivitas. Tanpa aktivitas, belajar tidak mungkin
berlangsung dengan baik. Melakukan aktivitas adalah bentuk pernyataan
diri siswa. Pada hakikatnya, siswa belajar sambil melakukan aktivitas. Oleh
karena itu, siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata
yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan sendiri.
Siswa akan memperoleh harga diri dan kegembiraan kalau diberi
kesempatan menyalurkan kemampuan dan melihat hasil kerjanya.8
Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa
belajar. Dalam pembelajaran, siswalah yang menjadi subyek, dialah yang
menjadi pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam
kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pengajaran yang
menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar. Hal ini tidak berarti
siswa dibebani banyak tugas. Aktivitas atau tugas-tugas yang dikerjakan
siswa hendaknya menarik minat siswa, dibutuhkan dalam perkembangan,
serta bermanfaat bagi masa depannya.9
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian,
sekolah merupakan arena untuk mengembangan aktivitas. Banyak jenis
aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak
cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di
sekolah-sekolah tradisional. Aktivitas siswa diantaranya dapat digolongkan
sebagai berikut:
8 Sutrisno, Revolusi Pendidikan di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005), hal. 67.9 R. Ibrahim, Nana Syaodih S. , Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
hal. 27.
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya antara lain:
membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi,
interupsi.
c. Listening activities, sebagai contoh: mendengarkan uraian,
perrcakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan,
angket, menyalin.
e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain:
melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi,
bermain, berkebun, beternak.
g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
h. Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. 10
3. Hasil Belajar
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai
tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam buku
karya Nana Sudjana, Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar,
yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c)
sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar,
yaitu (a) invormasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif,
(d) sikap dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksionil, 10 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
hal. 100.
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotorik.11
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat
rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah
afekif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan,
jawaban, reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada
enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan
dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, dan gerakan ekpresif dan interpretatif. Ketiga ranah
tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar.12
Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri
sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam
kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam
kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Hasil belajar di
dalam kelas diharapkan dapat diterapkan dalam situasi di luar kelas atau
sekolah. Dengan kata lain, siswa dikatakan berhasil belajar jika mampu
mentransferkan hasil belajarnya terhadap situasi, kondisi, permasalahan-
permasalahan dan kejadian-kejadian sesungguhnya di dalam masyarakat dan
lingkungannya.
Menurut A. Tabrani Rusyan dkk ada tiga teori tentang transfer hasil
belajar, antara lain:
a. Teori disiplin formal
Teori ini menyatakan bahwa ingatan, sikap, pertimbangan, dan
imajinasi dapat diperkuat melalui latihan-latihan akademis. Melalui
pelajaran seperti geometri dan bahasa latin sangat penting dalam melatih
11 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 22.
12 Ibid., hal. 22-23.
daya berpikir seseorang. Demikian pula halnya dengan daya berpikir
kritis, ingatan, pengamatan, dan sebagainya dapat dikembangkan melalui
latihan-latihan akademis tadi.
b. Teori unsur-unsur yang identik
Transfer terjadi apabila di antara dua situasi atau dua kegiatan terdapat
unsur-unsur yang bersamaan (identik). Latihan dalam satu situasi
mempengaruhi perbuatan tingkah laku dalam situasi yang lainnya. Teori
ini banyak digunakan dalam kursus latihan jabatan dimana kepada peserta
didik diberikan respon-respon yang diharapkan dapat diterpakan dalam
situasi kehidupan yang sebenarnya. Para ahli psikologi banyak
menekankan persepsi para peserta didik terhadap unsur-unsur yang identik
ini.
c. Teori generalisasi
Teori ini merupakan revisi teori unsur-unsur yang identik. Teori
generalisasi menekankan kompleksitas apa yang dipelajari. Internalisasi
pengertian-pengertian, keterampilan, sikap-sikap, dan apresiasi dapat
mempengaruhi kelakuan seseorang. Teori ini menekankan pembentukan
pengertian (concept formation) yang dihubungkan dengan pengalaman-
pengalaman lain. Transfer terjadi apabila peserta didik menguasai
pengertian-pengertian umum atau kesimpulan-kesimpulan umum, lebih
daripada unsur-unsur yang identik. 13
4. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu
diperhatikan guru dalam proses pembelajaran. Menurut J.R. David yang
dikutip oleh W. Gulo dalam bukunya, strategi pembelajaran meliputi
13 A. Tabrani Rusyan, dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hlm.25.
rencana, metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan pengajaran tertentu.14
Untuk melaksanakan suatu strategi tertentu diperlukan seperangkat
metode pembelajaran. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi
pembelajaran digunakan beberapa metode. Strategi berbeda dengan
metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai
sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi.15
Pembelajaran berasal dari kata belajar dan mendapat imbuhan pe-
an sehingga menjadi pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya sistematik
dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan ini terjadi
interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik yang
melakukan kegiatan belajar dengan guru.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan
proses pembelajaran, di antaranya:
a. Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun
bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa
diaplikasikan. Demikian juga dengan guru, keberhasilan implementasi
suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru
dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Setiap
guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya dan
bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru dalam proses
pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru,
apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tidak mungkin dapat
digantikan oleh perangkat lain, seperti televisi, radio, komputer dan
14 W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), hal. 2-3.15 ? Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008),
hal. 125.
lain sebagainya. Sebab siswa adalah organisme yang sedang
berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
b. Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Perkembangan siswa adalah perkembangan seluruh
aspek kepribadiannya, tetapi tempo dan irama perkembangan masing-
masing siswa pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran
dapat dipengaruhi oleh perkembangan siswa yang tidak sama itu, di
samping karakteristik lain yang melekat pada diri siswa. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa
meliputi aspek latar belakang siswa serta faktor sifat yang dimiliki
siswa. Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat
kelahiran siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang
bagaimana siswa berasal, dan lain-lain. Sedangkan dilihat dari sifat yang
dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap.
c. Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung
terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran,
alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya.
Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung
dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misal jalan menuju
sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya.
Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan
prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi
proses pembelajaran.
d. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan
faktor iklim sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas yang di
dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas yang terlalu besar
akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Faktor iklim
sosial-psikologis maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara
orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Misalnya iklim sosial
antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru dan
lain sebagainya.16
5. Strategi Cooperative Learning
Cooperative learning atau pembelajaran kelompok adalah
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Cooperative learning berbeda dengan strategi pembelajaran
yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang
lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang
ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk
penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri
khas dalam cooperative learning.17
Cooperative learning memiliki empat prinsip dasar, seperti
dijelaskan dibawah ini:
a. Prinsip ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu
penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan
setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap
anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan
ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian,
semua anggota dalam kelompok akan merasa saling tergantung.
b. Tanggung jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama.
Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap
16 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 52-56.
17 Ibid., hal. 244.
anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung
jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang
terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
c. Interaksi tatap muka
Cooperative learning memberi ruang dan kesempatan yang
luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling
memberikan informasi dan saling membelajarkan.
d. Partisipasi dan komunikasi
Cooperative learning melatih siswa untuk dapat mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting
sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.18
6. Metode Snowball Throwing
Sejalan dengan perkembangan teknologi di bidang pendidikan,
juga banyak dikembangkan berbagai model pembelajaran. Salah satunya
adalah pembelajaran menggunakan model snowball throwing yaitu suatu
cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa dibentuk dalam beberapa
kelompok yang heterogen kemudian masing-masing kelompok dipilih
ketua kelompoknya untuk mendapat tugas dari guru lalu masing-masing
siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan)
kemudian dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab
pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Model Pembelajaran snowball throwing melatih siswa untuk lebih
tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut
kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak
menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi
menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola
kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat
bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.19
7. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)18 Ibid., hal. 246-247.
19 Robert E. Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2009),
Penelitian adalah suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan
menurut metode ilmiah yang sistematis untuk menemukan informasi
ilmiah atau teknologi baru, membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran
hipotesis sehingga dapat dirumuskan teori atau proses gejala sosial.
Penelitian juga bisa diartikan sebagai kegiatan mencermati suatu objek
melalui metodologi ilmiah dengan mengumpulkan data-data dan dianalisis
untuk menyelesaikan suatu masalah.20 Penelitian tindakan (action
research) adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau
kelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada
masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam
penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara
peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan merupakan
salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata
dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan.21
Penelitian tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian
tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik
pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan
sebagai suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus
sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain
(kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan
tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk
memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di
kelasnya melalui suatu tindakan (treatment) tertentu dalam suatu siklus.22
Jadi, dalam penelitian tindakan kelas ada tiga unsur atau konsep, yaitu
sebagai berikut.
a. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi
20 Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas, (jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 42.21 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006), hal. 90.22 Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas, (jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 45.
yang bermanfat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik
minat dan penting bagi peneliti.
b. Tindakan adalah suatu kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan
tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus
kegiatan.
c. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
menerima pelajaran dari seorang guru.23
Secara ringkas, penelitian tindakan kelas adalah bagaimana
sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek mereka dan
belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencoba suatu
gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat
pengaruh nyata dari upaya itu.24 Ciri-ciri penelitian tindakan kelas adalah
sebagai berikut.
a. Dalam penelitian tindakan kelas ada komitmen pada peningkatan
pendidikan.
b. Dalam penelitian tindakan kelas, ada maksud jelas untuk melakukan
intervensi ke dalam dan peningkatan pemahaman dan praktik
seseorang serta untuk menerima tanggung jawab dirinya sendiri.
c. Pada penelitian tindakan kelas melekat tindakan yang berpengetahuan,
berkomitmen, dan bermaksud.
d. Dalam penelitian tindakan kelas dilakukan pemantauan sistematik
untuk menghasilkan data atau informasi yang valid.
e. Penelitian tindakan kelas melibatkan deskripsi autentik tentang
pendidikan.
f. Perlunya validasi.25
Ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam penelitian tindakan
kelas, tetapi yang paling dikenal dan biasa digunakan adalah model yang
23 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 90.
24 Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: P.T Remaja RosdaKarya, 2008), hal.13.
25 Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 57.
dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Taggart. Adapun model yang
dimaksud menggambarkan adanya empat langkah (dan pengulangannya),
yang ditunjukkan dalam bagan berikut ini.
Gambar 1. Bagan Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kemmis dan Taggart. 26
Keempat langkah tersebut merupakan satu siklus atau putaran. Artinya, setelah
langkah ke-4, lalu kembali ke-1 dan seterusya.
B. Telaah Hasil Penelitian yang Relevan
Setelah melakukan telaah dari beberapa karya tulis, terdapat beberapa
buah karya tulis penelitian yang relevan, yaitu:
Penelitian menggunakan strategi cooperative learning telah dilakukan
oleh Siwi Widyastuti, mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Negeri
Yogyakarta. Penelitian tersebut menggunakan desain penelitian tindakan kelas.
26 Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bangdung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 66.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran cooperative
learning dapat menaikkan motivasi belajar matematika siswa kelas 1 Putri
SLTP Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta.27
Penelitian mengenai strategi cooperative learning juga telah dilakukan
oleh Abdul Basith, mahasiswa Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun
2005 tersebut diperoleh hasil model pembelajaran cooperative learning mampu
meningkatkan keterampilan proses serta keberhasilan produk siswa.28
Penelitian lain menenai model pembelajaran cooperative learning juga
telah dilakukan oleh Purwanti, mahasiswa Fakultas Tarbiyah Universitas Islam
Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwasannya strategi cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan
bertanya dan partisipasi siswa.29
C. Kerangka Berpikir
Kegiatan belajar mengajar kimia di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta
yang dilakukan di kelas XI selama ini masih bersifat konvensional. Suhermanto
selaku guru kimia kelas XI masih biasa menggunakan metode ceramah sehingga
terlihat banyaknya siswa yang pasif karena pembelajaran cenderung berpusat
pada guru. Selain itu, hasil belajar yang diperoleh siswa masih belum maksimal.
Kegiatan pembelajaran kimia membutuhkan strategi dan metode pembelajaran
yang tepat. Metode dan strategi ini digunakan oleh guru untuk mengaktifkan
siswa. Strategi pembelajaran tersebut harus menyenangkan, efektif, efisien, dan
27 Siwi Widyastuti, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Metode STAD (Student Teams Achievement Divisions ) Dalam Pembelajaran Matematika Di Kelas I Putri SLTP Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta, ( Skripsi ), (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2005 )
28 Abdul Basith, Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dalam Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Usaha dan Energi, ( Skipsi ), ( Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005 )
29 Purwanti, Upaya Meningkatkan Kemampuan Bertanya dan Partisipasi Siswa Melalui Strategi STAD Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia Kelas VIII MTs Laboratorium UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (skripsi), (yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007)
bermakna, sehingga mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi,
kreativitas, kemandirian, kerjasama, dan solidaritas siswa
Sebagai alternatif pembelajaran yang dapat memperbaiki kondisi
tersebut, maka diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat melibatkan
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran
yang dapat melibatkan aktivitas siswa adalah strategi cooperative learning tipe
snowball throwing. Pada strategi cooperative learning tipe snowball throwing
diharapkan siswa lebih aktif dan tidak jenuh. Masing-masing siswa mempunyai
tanggung jawab yang menuntut mereka untuk terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Metode snowball throwing ini memungkinkan siswa untuk
terlibat aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya
di mana guru memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam
proses pembelajaran.
Model pembelajaran tipe snowball throwing dalam penelitian ini adalah
sama dengan penelitian-penelitian tersebut di atas, tetapi dengan materi dan
objek yang berbeda. Materi dalam penelitian ini adalah Termokimia dan sebagai
objeknya adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas di mana setiap
siklus terdiri dari tahap-tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 3
Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Kapten Piere Tendean No. 23,
Wirobrajan, Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran
2011/2012 yaitu bulan Februari sampai Juni 2012. Penentuan waktu
penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI IPA 1
yang terdiri dari 31 siswa dengan komposisi perempuan 17 siswa dan laki-laki
14 siswa.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama.30 Penelitian tindakan kelas memiliki peranan yang sangat penting dan
strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan
dengan baik dan benar. 31 Oleh karena itu, dalam PTK dikenal adanya siklus
pelaksanaan berupa pola perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi
(perencanaan ulang).
30 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 3.
31 Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 41.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi tiga siklus, yaitu:
1. Siklus I
a. Perencanaan (planning)
1) Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui
kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa melalui
cooperative learning tipe snowball throwing.
2) Membuat rencana pembelajaran (RPP).
3) Menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan dalam
tindakan.
4) Membuat instrumen pengamatan untuk mengamati proses
pembelajaran yang terdiri dari:
a) Soal pre-test dan post-test pada siklus 1
b) Lembar observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran
5) Menentukan observer
b. Pelaksanaan (Acting)
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Sedangkan observer
mengamati aktivitas siswa dalam persiapan pembelajaran, kegiatan
diskusi kelompok, kegiatan presentasi, dan aktivitas siswa dalam
mengajukan dan menjawab pertanyaan. Tahap-tahapnya adalah sebagai
berikut.
TAHAP GURU SISWA WAKTU
Pendahuluan o Guru membuka kelas
dengan salam
o Guru
mengkondisikan
kelas
o Guru memberikan
pre-tes atau skor
dasar
o Siswa
menjawab salam
o Siswa
mengikuti
perintah guru
o Siswa
mengerjakan pre-
10 menit
test
Kegiatan Inti:
a. Eksplorasi
oGuru menyampaikan
tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai
oGuru menggali
pengetahuan siswa
dengan pertanyaan
terbuka
oMemotivasi siswa
oGuru menjelaskan
materi termokimia
oSiswa
mendengarkan
penjelasan guru
oSiswa menjawab
pertanyaan guru
oSiswa termotivasi
oSiswa berperan
aktif dalam
pembelajaran
15 menit
b. Elaborasi o Guru
memerintahkan siswa
untuk membuat
sebuah pertanyaan
dalam selembar
kertas
o Guru
memerintahkan salah
satu siswa untuk
melemparkan kertas
berisi pertanyaan ke
arah temannya
o Guru
memerintahkan siswa
yang menjawab untuk
membungkus kertas
pertanyaan dengan
oSiswa membuat
pertanyaan dalam
selembar kertas
oSiswa yang
mendapatkan
lemparan kertas,
menjawab
pertanyaan di
dalamnya.
oSiswa membungkus
pertanyaan dengan
kertas berisi
pertanyaan dari
siswa yang
menjawab, lalu
40 menit
c. Konfirmasi
pertanyaan yang
dibuatnya
o Guru
membahas seluruh
pertanyaan
o Guru
memberi kesempatan
siswa bertanya materi
yang belum dipahami
dilemparkan
kembali hingga
pertanyaan habis
oSiswa bersama guru
membahas
pertanyaan
oSiswa bertanya
materi yang belum
dipahami
Kegiatan Penutup o Guru memberi
kuis(Post-test)
o Guru mengoreksi
hasil kuis sehingga
diketahui skor
kemajuan individu.
o Guru memberi
penghargaan
o Siswa
menyelesaikan
kuis secara
individu
o Siswa mengoreksi
hasil kuis
o Siswa yang dapat
menjawab kuis
dengan skor paling
besar mendapat
penghargaan
25 menit
c.Pengamatan (Observation)
Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti dan observer dengan melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran melalui
cooperative learning tipe snowball throwing selama pembelajaran
berlangsung.
d. Refleksi (Reflecting)
Siklus I dianalisis untuk melakukan perbaikan yang dapat diterapkan
pada siklus berikutnya. Guru bersama observer mendiskusikan hal-hal yang
kurang untuk dicari solusinya demi perbaikan pada pembelajaran siklus
berikutnya..
2. Siklus II
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan tindakan pada siklus II sama dengan yang
dilaksanakan pada siklus I. Untuk instrumen sama dengan yang
digunakan pada siklus I tetapi soal pre-test dan post-test disesuaikan
dengan materi pelajaran.
b. Pelaksanaan (Action)
Langkah-langkah pada siklus II sama dengan langkah-langkah pada
siklus I dan ditambah dengan perbaikan hasil dari refleksi siklus I.
c. Pengamatan (Observation)
Tim peneliti melakukan pengamatan yang sama dengan yang
dilakukan pada siklus I.
a. Refleksi (Reflection)
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus II.
Siklus II dibandingkan dengan siklus I apakah terjadi peningkatan atau
penurunan terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa dan menyusun
rencana untuk siklus III, jika pada siklus II belum diperoleh format
tindakan yang tepat.
3. Siklus III
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan tindakan pada siklus III sama dengan yang dilaksanakan
pada siklus I dan II. Untuk instrumen sama dengan yang digunakan pada
siklus I dan II tetapi soal pre-test dan post-test disesuaikan dengan materi
pelajaran.
b. Pelaksanaan (Observation)
Langkah-langkah pada siklus III sama dengan langkah-langkah pada
siklus I dan II ditambah dengan perbaikan hasil dari refleksi siklus II.
c. Pengamatan (Observation)
Tim peneliti melakukan pengamatan yang sama dengan yang
dilakukan pada siklus I dan II.
d. Refleksi (Reflection)
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus III
kemudian dibandingkan dengan siklus sebelumnya dan menganalisis
untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan cooperative learning tipe
snowball throwing dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran kimia.
E. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yakni siswa,
guru, peneliti (observer), serta teman sejawat.
1. Siswa
Untuk mendapatkan data tentang aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
proses belajar mengajar.
2. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi cooperative learning tipe
snowball throwing dalam proses pembelajaran
3. Peneliti (observer)
Peneliti sebagai sumber data untuk melihat implementasi PTK yang
dilakukan oleh guru, baik dari siswa maupun dari guru.
4. Teman Sejawat
Teman sejawat dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat
implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi siswa maupun guru.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi,
wawancara dan diskusi.
1. Tes
Dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa.
2. Observasi
Dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran melalui cooperative learning tipe snowball throwing.
3. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan
implementasi cooperative learning tipe snowball throwing.
4. Diskusi
Diskusi antara guru dan teman sejawat untuk refleksi hasil siklus PTK.
G. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Tes: menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur hasil belajar
siswa.
2. Observasi: menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Lembar observasi diadaptasi
dari penelitian yang relevan.
3. Wawancara: menggunakan panduan wawancara untuk mengetahui
pendapat atau sikap siswa tentang cooperative learning tipe snowball
throwing.
4. Diskusi: menggunakan hasil lembar pengamatan.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas siswa
Data mengenai aktivitas siswa yang telah diperoleh dari lembar
observasi dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan teknik
persentase.
Persentase aktivitas siswa didapatkan melalui rumus.32
Keterangan:
f = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of cases ( jumlah frekuensi atau banyaknya individu )
P = Angka persentase
2. Hasil belajar siswa
Data yang telah diperoleh dari hasil pre-test dan post-test dianalisis
dengan teknik effect size, yaitu dengan membandingkan rerata pre-test
dengan post-test pada siklus I, II dan juga siklus III dibandingkan antara
rerata pre-test dengan post-test, dan kemudian untuk mengetahui adanya
peningkatan diadakan perbandingan antara rerata post-test siklus I, II dan
III.
32 Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta : Rajawali Press, 2005 ), hlm.40
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Basith.2005.Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Dalam Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Usaha dan
Energi.Yogyakarta:Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Anas Sudjiono.2005.Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : Rajawali Press
A. Tabrani Rusyan, dkk.1994.Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Baharuddin, Esa Nur Wahyuni.2008.Teori Belajar dan Pembelajaran.Jogjakarta:Ar-
Ruzz Media
CiptaSardiman.1996.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada
Hamzah B. Uno.2007.Perencanaan Pembelajaran.Jakarta:Bumi Aksara
Kunandar.2008.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Muhibbin Syah.2007.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya
Nana Sudjana.2008.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya
Nasution.1995.Didaktik Asas-asas Mengajar.Jakarta:Bumi Aksara
Purwanti.2007.Upaya Meningkatkan Kemampuan Bertanya dan Partisipasi Siswa
Melalui Strategi STAD Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia
Kelas VIII MTs Laboratorium UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.Yogyakarta:
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Robert E. Slavin.2009.Cooperative Learning.Bandung: Nusa Media
Rochiati Wiriaatmadja.2008.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung:P.T Remaja
RosdaKarya
R. Ibrahim, Nana Syaodih S.1996.Perencanaan Pengajaran.Jakarta:Rineka Cipta
Sardiman.1996.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada
Siwi Widyastuti.2005.Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Metode STAD
(Student Teams Achievement Divisions ) Dalam Pembelajaran Matematika
Di Kelas I Putri SLTP Islam Terpadu Abu Bakar
Yogyakarta.Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta
Suharsini Arikunto.2006.Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research).Jakarta:PT. Bumi Aksara
Suharsini Arikunto.2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:PT.
Rineka Cipta
Sutrisno.2005.Revolusi Pendidikan di Indonesia.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media
Syaiful Bahri Djamarah.2008.Psikologi Belajar edisi 2.Jakarta:Rineka
Wina Sanjaya.2008.Strategi Pembelajaran.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
W. Gulo.2008.Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: PT. Grasindo