Upload
medhagitta
View
47
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Incident puncak terdapat rentang usia 6 – 12 bulan. Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun.
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan
yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang
dapat terjadi secara akut dan kronis. Meningitis lebih banyak terjadi pada
laki-laki dari pada perempuan. Incident puncak terdapat rentang usia 6 –
12 bulan. Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir
sampai dengan 4 tahun.
Enchepalitis Adalah suatu peradangan pada otak, yang biasanya
disebabkan oleh virus dan dikenal sebagai ensefalitis virus. Penyakit ini
terjadi pada 0.5 dari 100.000 penduduk, umumnya pada anak-anak usia 2
bulan sampai 2 tahun, orang tua, dan individu yang mengalami
gangguan sistem imun.
Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau disebut juga
varisella –zoster virus (VZV). Varicella terkenal dengan nama
chickenpox atau cacar air adalah penyakit primer VZV, yang pada
umumnya menyerang anak. Varicella sebagai penyakit virus pada anak
sangat menular, lebih menular daripada parotitis, tetapi kurang menular
bila dibandingkan dengan campak.
Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan penelitian,
agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan antara musim
panas ke musim hujan atau sebaliknya.
I.2 RUMUSAN MASALAH
I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan pasien
dengan meningoenchepalitis dan varicela?
I.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan pasien
dengan meningoenchepalitis dan varicela.
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit Anak khususnya pasien
dengan meningoenchepalitis dan varicela.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit Anak.
2
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : An. Ridho Anandian
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 7 tahun 3 bulan
Nama ayah : Suradi
Nama Ibu : Yuni
Pekerjaan Ayah : Buruh
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Kendal Lor Jatipuro Karanganyar
Tgl Masuk : 18 September 2011
Tgl pemeriksaan : 20 September 2011
No. CM : 01086503
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 10 jam SMRS pasien kejang. Kejang seluruh
tubuh, mata mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku. Lama kejang ± 30
menit. Lalu pasien di bawa ke puskesmas dan dipasang infus.
Mendapat suntik diazepam, tapi kejang tidak berhenti. Lalu dirujuk ke
RSUD Wonogiri. Setelah mendapat suntik diazepam di RSUD
Wonogiri, baru kejang berhenti. Saat kejang pasien tidak panas dan
tidak sadar. Setelah kejang berhenti pasien tetap tidak sadar. Selama di
RSUD Wonogiri, pasien kejang 3x masing-masing ± 2 menit. Berhenti
dengan suntikan diazepam. Saat datang di IGD RSDM pasien sudah
tidak kejang.
3
Kurang lebih 4 hari SMRS pasien panas sumer-sumer, hilang
timbul, lalu muncul bintik-bintik di wajah, badan, tangan dan kaki
berisi cairan bening kekuningan.
BAB terakhir 1 hari SMRS, warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak, darah (-), nanah (-), lendir (-). BAK terakhir 2 jam
SMRS, jumlah banyak, warna kuning jernih.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat sesak napas : disangkal
- Riwayat atopi : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
- Riwayat alergi makanan/susu : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
- Riwayat sakit serupa di keluarga : disangkal
- Riwayat sakit cacar : (+)
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat sakit paru : disangkal
- Riwayat alergi di keluarga : disangkal
E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Faringitis : disangkal
Bronkitis : disangkal
Pneumonia : disangkal
Morbili : disangkal
Pertusis : disangkal
Meningitis : disangkal
Malaria :disangkal
Polio :disangkal
Demam typoid : disangkal
Diare : disangkal
Kejang Demam :disangkal
Gegar otak : disangkal
4
F. Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 0 bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Pertusis 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Tetanus 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 3 bulan -
CAMPAK 9 bulan - - -
Kesan: Imunisasi belum lengkap menurut pedoman imunisasi IDAI 2010.
G. Keadaan Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Sekitar rumah : baik
H. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : TM I : 3x
TM II : 3x
TM III : 3x
Keluhan selama kehamilan : Tidak menderita sakit selama hamil
Ibu tidak pernah keguguran
Obat yang diminum selama kehamilan : vitamin dan obat tambah
darah.
I. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di Puskesmas dengan berat badan lahir 3200 gram dan
panjang 49 cm, lahir dengan normal, langsung menangis, menangis
kuat, usia kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan.
5
J. Riwayat Post Natal
Kontrol ke Puskesmas setelah kelahiran, saat imunisasi, atau anak
sakit. Keadaan anak sehat.
K. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu penderita mengikuti program Keluarga Berencana sistem suntik 3
bulan sekali. Sikap dan kepercayaan baik.
L. Pohon Keluarga
I
II
III
An. R, 7 th 3 bln
Pasien adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kakak pertama penderita sekarang
berusia 13 tahun. Tidak ada anak yang meninggal. Riwayat keguguran tidak
ada, anak lahir meninggal tidak ada. Ayah dan Ibu menikah satu kali.
M. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Mulai senyum : 1 bulan
Mulai miring : 2 bulan
Mulai tengkurap : 4 bulan
Mulai duduk : 6 bulan
Gigi keluar : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.
6
N. Riwayat Makan Minum Anak
a. ASI diberikan sejak usia 0 bulan hingga umur 9 bulan, frekuensi
pemberian tiap kali anak menangis, lamanya menyusui ± 10 – 15
menit, bergantian payudara kanan dan kiri. saat menyusui tidak
terengah-engah, tidak sering tersedak. Sesudah menyusui anak
tertidur.
b. Susu buatan: diberikan merk Dancow dan SGM diberikan sejak
umur 1 tahun, frekuensi pemberian 8x/ hari, takaran 2-3 sendok
takar per gelas.
o Buah / Sayuran : diberikan mulai umur 4 bulan, frekuensi 2x
seminggu.
o Bubur susu : diberikan mulai umur 4 bulan, frekuensi 3x sehari.
o Nasi tim : diberikan mulai usia 8 bulan, frekuensi 3x sehari.
o Nasi : diberikan mulai usia 10 bulan, frekuensi 2x sehari
Kesan : Kualitas dan kuantitas nutrisi cukup
III. PEMERIKSAAN FISIK I
Pemeriksaan Fisik Pada Saat Masuk Rumah Sakit
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak lemah
Derajat kesadaran : lemah, somnolen
Status gizi : gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Nadi : 102x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 34x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal
Suhu : 37,2°C (per axiler)
C. Kulit : kulit sawo matang, kelembaban cukup, turgor
kembali cepat, sianosis (-), eritem (+), ruam (+), vesikel (+).
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
E. Wajah : wajah seperti orang tua (-)
7
F. Mata : conjungtiva bleeeding (-/-), conjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), cowong (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil (isokor
2mm/2mm), air mata (+/+)
G. Hidung : napas cuping hidung (-/-), bau (-), sekret (-/-), darah (-/-)
H. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-)
I. Telinga : sekret tidak ada, tragus pain tidak ada
J. Tenggorok : uvula ditengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), detritus (-)
K. Leher : normocolli, limfonodi tidak membesar, kaku kuduk (+),
JVP tidak meningkat.
L. Limphonodi: tidak membesar
M. Thoraks : bentuk normochest, iga gambang (-), retraksi (-)
subcostal, suprasternal, ekspirasi memanjang (-)
N. Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I – II intensitas normal, reguler, bising (-).
O. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-), RBH
(-/-), wheezing (-/-)
P. Abdomen
Inspeksi : dinding perut // dinding dada, venektasi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
8
Q. Urogenitalia
Dalam batas normal, nyeri saat BAK (-)
R. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - - sianosis - -
- - - - - -
Capillary refill time < 2”
Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat
Clubbing fingers (-)
Baggy pants (-)
S. Neurologi
Koordinasi : sde
Sensorium : sde
Refleks fisiologis :
- Biceps : +2 / +2
- Triceps : +2 / +2
- Patella : +2 / +2
- Achilles : +2 / +2
Refleks patologis
Babinsky : + / +
Chaddock : + / +
Oppenheim : + / +
Rosolimo : + / +
Gordon : + / +
Meningeal sign :
- Kernig sign : -
- Kaku kuduk : +
- Brudzinsky I : -
- Brudzinsky II : -
- Kontra lateral : -
Shafer : -
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG I
Pemeriksaan 18/09/11 Satuan Rujukan
Hemoglobin 10.8 g/dL 11.1-14.1
Hematokrit 31 % 35-43
AL 8.4 Ribu/ul 5.0-19.5
AT 209 Ribu/ul 150-450
AE 4.09 Juta/ul 3.60-5.20
GDS 99 mg/dL
SGOT 15 u/l 0-35
SGPT 33 u/l 0-45
Gol darah ABO O
Albumin 4.00 g/dl 3.20-5.40
Kreatinin 3.4 mg/dl 0.3-0.70
Ureum 19 mg/dl < 48
Natrium 139 Mmol/L 132-145
Kalium 3.4 Mmol/L 3,1-5,1
Klorida 105 Mmol/L 96-106
V. RESUME I
Kurang lebih 10 jam SMRS pasien kejang. Kejang seluruh tubuh,
mata mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku. Lama kejang ± 30 menit.
Lalu pasien di bawa ke puskesmas dan dipasang infus. Mendapat suntikan
diazepam, tapi kejang tidak berhenti. Lalu dirujuk ke RSUD Wonogiri.
Setelah mendapat suntikan diazepam di RSUD Wonogiri, baru kejang
berhenti. Saat kejang pasien tidak panas dan tidak sadar. Setelah kejang
berhenti pasien tetap tidak sadar. Selama di RSUD Wonogiri, pasien
kejang 3x @ ± 2 menit. Berhenti dengan suntikan diazepam. Saat datang
di IGD RSDM pasien sudah tidak kejang. ± 4 hari SMRS pasien panas
sumer-sumer, hilang timbul, lalu muncul bintik-bintik di wajah, badan,
tangan dan kaki berisi cairan bening kekuningan. BAB terakhir 1 hari
SMRS, warna kuning kecoklatan, berbentuk, konsistensi lunak, darah (-),
10
nanah (-), lendir (-). BAK terakhir 2 jam SMRS, jumlah banyak, warna
kuning jernih.
Riwayat penyakit dahulu tidak ada yang berkaitan dengan riwayat
penyakit sekarang. Riwayat penyakit keluarga juga tidak ada yang
berkaitan dengan riwayat penyakit sekarang. Riwayat penyakit di
lingkungan sekitar, ada yang menderita cacar air. Riwayat pemeliharaan
kehamilan dan prenatal baik. Riwayat postnatal pasien, pasien berkunjung
ke puskesmas setelah lahir, yaitu saat imunisasi, sudah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Status gizi secara klinis dan antropometris baik.
Dari pemeriksaan fisik pada saat masuk rumah sakit didapatkan
keadaan umum lemah tampak lemah, derajat kesadaran somnolen. Tanda
vital pasien didapatkan: nadi 102x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
simetris; pernafasan 32x/menit, tipe thorakoabdominal, suhu 37.2º C (per
axiler). Pada kulit didapatkan ruam (+) dan vesikel (+). Pada mulut sinosis
(-), dada bentuk normochest, pada inspeksi jantung iktus kordis tidak
tampak, palpasi iktus kordis tidak kuat angkat, perkusi kesan batas jantung
kesan tidak melebar, auskultasi jantung didapatkan Bunyi jantung I – II
intensitas normal, reguler, bising (-). Ekstremitas atas dan bawah oedema
(-/-), sianosis (-/-), capillary refill time < 2”, arteri dorsalis pedis teraba
kuat, clubbing finger (-), baggy pants (-), wasting (-). Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan reflex babinsky (+/+), Chaddock (+ / +),
Oppenheim (+ / +) Rosolimo (+ / +), Gordon ( + / + ) dan
meningeal sign kaku kuduk (+).
Pada pemeriksaan labolatorium darah didapatkan Hb 10.8 g/dL dan
Hematokrit 31 %.
VI. DAFTAR MASALAH I
1. Kejang
2. Demam
3. Penurunan kesadaran
4. Vesikula, ruam, krusta di kulit
11
5. Reflek Babinsky (+)
6. Chaddock (+ / +)
7. Oppenheim (+ / +)
8. Rosolimo (+ / +)
9. Gordon ( + / + )
10. Meningeal Sign kaku kuduk (+)
11. Hb 10.8 g/dL
12. Hematokrit 31 %
VII. DIAGNOSA BANDING I
Meningitis dd Meningoenchepalitis
Enchepalitis
e.c virus dd bakteri.
Varicella dd Herpes Zoster.
Anemia e.c defisiensi besi dd proses infeksi.
VIII. DIAGNOSA KERJA I
Meningoenchepalitis e.c virus dd bakteri.
Varicella.
Anemia e.c defisiensi besi dd proses infeksi.
IX. PENATALAKSANAAN I
Terapi
1. O2 nasal 2 lpm
2. Pasang NGT
3. IVFD D¼ NS 430 cc + D40% 70 cc + KCl 10 cc + Ca gluconas 10
meq 15 tpm makro
4. Injeksi ceftriaxone 1 gr / 12 jam
5. Injeksi Dexamethason 3 mg / 6 jam
6. Injeksi Phenobarbital 50 mg / 12 jam
7. Injeksi Diazepam 10 mg iv, bila kejang
12
8. Paracetamol 200 mg (k/p)
9. Acyclovir zalf u.c
Dx : - Cek DL2 , PT / APTT, SI / TIBC / Saturasi Transferin / Ferritin
- Lumbal Pungsi
- GDT
Mx : - KU/VS tiap 6 jam
- BCD tiap 8 jam
- Awasi kejang berulang
Edukasi
- Motivasi keluarga tentang penyakitnya
- Istirahat
X. PROGNOSIS I
Ad Vitam : bonam
Ad Sanam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
XI. PEMERIKSAAN FISIK II
Pemeriksaan Fisik Pada Tanggal 20 September 2011
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak lemah
Derajat kesadaran : lemah, compos mentis
Status gizi : gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Nadi : 98x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 30x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal
Suhu : 36,4°C (per axiler)
Berat badan : 19 kg
13
Tinggi badan : 114 cm
Lingkar kepala : 48.7 cm
Lingkar lengan atas: 17.5 cm
C. Kulit : kulit sawo matang, kelembaban cukup, turgor
kembali cepat, ujud kelaianan kulit, sianosis (-), vesikel (+), ruam (+).
Krusta (+).
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
E. Wajah : wajah seperti orang tua (-)
F. Mata : conjungtiva bleeeding (-/-), conjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), cowong (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil (isokor
2mm/2mm), air mata (+/+)
G. Hidung : napas cuping hidung (-/-), bau (-), sekret (-/-), darah (-/-)
H. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-)
I. Telinga : sekret tidak ada, tragus pain tidak ada
J. Tenggorok : uvula ditengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), detritus (-)
K. Leher : normocolli, limfonodi tidak membesar, kaku kuduk (-),
JVP tidak meningkat.
L. Limphonodi: tidak membesar
M. Thoraks : bentuk normochest, iga gambang (-), retraksi (-)
subcostal, suprasternal, ekspirasi memanjang (-)
N. Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I – II intensitas normal, reguler, bising (-).
O. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
14
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-), RBH
(-/-), wheezing (-/-)
P. Abdomen
Inspeksi : dinding perut // dinding dada, venektasi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
Q. Urogenitalia
Dalam batas normal, nyeri saat BAK (-)
R. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - - sianosis - -
- - - - - -
Capillary refill time < 2”
Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat
Clubbing fingers (-)
Baggy pants (-)
S. Neurologi
Koordinasi : sde
Sensorium : sde
Refleks fisiologis :
- Biceps : +2 / +2
- Triceps : +2 / +2
- Patella : +2 / +2
- Achilles : +2 / +2
Babinsky : - / -
Chaddock : - / -
Oppenheim : - / -
Rosolimo : - / -
Gordon : - / -
Meningeal sign :
15
- Kernig sign : -
- Kaku kuduk : -
- Brudzinsky I : -
- Brudzinsky II : -
- Kontra lateral : -
Shafer : -
T. Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Nafsu makan : tetap
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), warna hitam
Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
Mata : edema palpebra(-/-), CA(-/-), cekung (-/-)
Bibir : mukosa basah (+),pucat (-),kering (-), stomatitis
(-), pecah-pecah (-)
Lidah : papil lidah atrofi (-)
Leher : pembesaran tiroid (-)
Thorax : iga gambang (-)
Abdomen : lipatan lemak sub kutan (-), turgor kembali cepat
(+), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Gluteus : baggy pants (-)
Ekstremitas : edema - - akral dingin - -
- - - -
Status gizi secara klinis : Gizi baik
2. Secara Antropometris
BB : 19 kg , Umur : 7 tahun 3 bulan, TB : 114 cm
BB : 19 x 100% = 82.6 % BB = P5
U 23 U
TB : 114 x 100% = 93.4 % P5 < TB < P10
U 122 U
16
BB : 19 x 100% = 92.7 % BB = P25
TB 20.5 TB
Status gizi secara antropometri : gizi baik.
Kebutuhan kalori/hari : 20.5 kg x 80 kal/ kgBB/ hari = 1640 kal/ hari
Karbohidrat : ¼ x 50% x 1640 kal/hari = 205 gram/hari
Lemak : 1/9 x 35% x 1640 kal/hari = 63.7 gram/hari
Protein : ¼ x 15% x 1640 kal/hari = 61.5 gram/hari
XII. PEMERIKSAAN PENUNJANG II
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan 20/09/11 Satuan Rujukan
Hemoglobin 11.0 g/dL 11.1-14.1
Hematokrit 32 % 35-43
AL 6.4 Ribu/ul 5.0-19.5
AT 194 Ribu/ul 150-450
AE 4.14 Juta/ul 3.60-5.20
MCV 77.5 /um 80.0-96.0
MCH 26.5 Pg 28.0-33.0
MCHC 34.2 g/dL 33.0-36.0
RDW 13.8 % 11,6-14,6
HDW 3.1 g/dL 2.2-3.2
MPV 6.6 Fl 7.2-11.1
PDW 53 % 25-65
Eosinofil 0.20 % 1.00-2.00
Basofil 0.50 % 0.00-1.00
Netrofil 63.80 % 29.00-72.00
Limfosit 27.50 % 30.00-4800
Monosit 8.20 % 0.00-5.00
LUC 3.30 % -
Retikulosit 1.61 % 0.20-2.80
PT 14.7 Detik 10.0-15.0
17
APTT 35.2 Detik 20.0-40.0
Besi (SI) 28 ug/dl 27-96
TIBC 223 ug/dl 228-428
Saturasi transferin 13 % 15-45
Ferritin 140.4 ng/ml 20.0-200.0
2. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Maksroskopis
Warna
Kejernihan
Bekuan
Tidak berwarna
Jernih
Negatif
Tes Pandy Negatif Negatif
Tes Nonne Negatif Negatif
Protein total 24 mg/dl 10-43
Glukosa 63 mg/dl 32-82
Jumlah sel 20 /ul < 32
Hitung Jenis sel PMN 85 % -
Hitung jenis MN 15 % -
3. Gambaran Darah Tepi (21/09/2011)
Eritrosit : Hipokrom, mikrosit, eritroblast (-)
Leukosit : Jumlah dalam batas normal, dominasi netrofil, hipergranulasi
dan vakuolisasi netrofil (+)
Trombosit: Jumlah dalam batas normal, clumping trombosit (+)
Simpulan : Anemia hipokromik mikrositik suspect e/c defisiensi Fe
bersamaan dengan proses infeksi.
Saran : Ferritin bila proses infeksi terlampaui. Hs. CRP.
18
XIII. RESUME II
Kurang lebih 10 jam SMRS pasien kejang. Kejang seluruh tubuh,
mata mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku. Lama kejang ± 30 menit.
Lalu pasien di bawa ke puskesmas dan dipasang infus. Mendapat injeksi
diazepam, tapi kejang tidak berhenti. Lalu dirujuk ke RSUD Wonogiri.
Setelah mendapat injeksi diazepam di RSUD Wonogiri, baru kejang
berhenti. Saat kejang pasien tidak panas dan tidak sadar. Setelah kejang
berhenti pasien tetap tidak sadar. Selama di RSUD Wonogiri, pasien
kejang 3x @ ± 2 menit. Berhenti dengan injeksi diazepam. Saat datang di
IGD RSDM pasien sudah tidak kejang. ± 4 hari SMRS pasien panas
sumer-sumer, hilang timbul, lalu muncul bintik-bintik di wajah, badan,
dan ekstremitas berisi cairan kuning. BAB terakhir 1 hari SMRS, warna
kuning kecoklatan, berbentuk, konsistensi lunak, darah (-), nanah (-),
lendir (-). BAK terakhir 2 jam SMRS, jumlah banyak, warna kuning
jernih.
Riwayat penyakit dahulu tidak ada yang berkaitan dengan riwayat
penyakit sekarang. Riwayat penyakit keluarga juga tidak ada yang
berkaitan dengan riwayat penyakit sekarang. Riwayat penyakit di
lingkungan sekitar, ada yang menderita cacar air. Riwayat pemeliharaan
kehamilan dan prenatal baik. Riwayat postnatal pasien, pasien berkunjung
ke puskesmas setelah lahir, yaitu saat imunisasi, sudah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Status gizi secara klinis dan antropometris baik.
Dari pemeriksaan fisik pada saat masuk rumah sakit didapatkan
keadaan umum lemah tampak lemah, derajat kesadaran somnolen. Tanda
vital pasien didapatkan: nadi 102x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
simetris; pernafasan 32x/menit, tipe thorakoabdominal, suhu 37,2º C (per
axiler). Pada kulit didapatkan ruam (+) dan vesikel (+). Pada mulut sinosis
(-), dada bentuk normochest, pada inspeksi jantung iktus kordis tidak
tampak, palpasi iktus kordis tidak kuat angkat, perkusi kesan batas jantung
kesan tidak melebar, auskultasi jantung didapatkan Bunyi jantung I – II
intensitas normal, reguler, bising (-). Ekstremitas atas dan bawah oedema
19
(-/-), sianosis (-/-), capillary refill time < 2”, arteri dorsalis pedis teraba
kuat, clubbing finger (-), baggy pants (-), wasting (-). Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan reflex babinsky (+/+), Chaddock (+ / +),
Oppenheim (+ / +) Rosolimo (+ / +), Gordon (+ / +) dan meningeal sign
kaku kuduk (+).
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 20 September 2011
didapatkan keadaan umum tampak lemah, derajat kesadaran compos
mentis, gizi kesan cukup. Tanda vital pasien didapatkan: nadi 98x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, simetris; pernafasan 30x/menit, tipe
thorakoabdominal, suhu 36.4º C (per axiler), BB 19 kg; TB 114 cm. Pada
kulit didapatkan ruam (+), vesikel (+), krusta (+). Pada mulut sinosis (-),
dada bentuk normochest, pada inspeksi jantung iktus kordis tidak tampak,
palpasi iktus kordis tidak kuat angkat, perkusi kesan batas jantung kesan
tidak melebar, auskultasi jantung didapatkan Bunyi jantung I – II
intensitas normal, reguler, bising (-). Ekstremitas atas dan bawah oedema
(-/-), sianosis (-/-), capillary refill time < 2”, arteri dorsalis pedis teraba
kuat, clubbing finger (-), baggy pants (-), wasting (-).
Pada pemeriksaan labolatorium darah didapatkan Hb 11.0 g/dL,
Hematokrit 32 %, MCV 77.5/um, MCH 26.5 Pg, MPV 6.6 Fl, limfosit
27.50 %, monosit 8.20 %, TIBC 223 ug/dl, saturasi tansferin 13%.
Pada pemeriksaan lumbal pungsi didapatkan hasil dalam batas
normal. Pada pemeriksaan Gambaran darah tepi didapatka kesan anemia
hipokromik mikrositik suspect e/c defisiensi Fe bersamaan dengan proses
infeksi.
XIV. DAFTAR MASALAH II
1. Kejang
2. Demam
3. Penurunan kesadaran
4. Vesikula, ruam, krusta di kulit
5. Reflek Babinsky (+)
20
6. Chaddock (+ / +)
7. Oppenheim (+ / +)
8. Rosolimo (+ / +)
9. Gordon ( + / + )
10. Meningela Sign – kaku kuduk (+)
11. Hb 11.0 g/dL
12. Hematokrit 32 %
13. MCV 77.5/um
14. MCH 26.5 Pg
15. MPV 6.6 Fl
16. Limfosit 27.50 %
17. Monosit 8.20 %
18. TIBC 223 ug/dl
19. Saturasi tansferin 13%
XV. DIAGNOSIS BANDING II
Meningoenchepalitis e.c virus dd bakteri.
Varicella dd herpes zoster.
Anemia e.c defisiensi besi dd proses infeksi.
XVI. DIAGNOSIS KERJA II
meningoenchepalitis e.c virus.
Varicella.
Anemia e.c defisiensi Fe
Gizi kurang (mikronutrien - Fe)
XVII. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. O2 nasal 2 lpm
2. Sementara puasa, spooling NaCl 0.9% 50 cc
21
3. IVFD D¼ NS 430 cc + D40% 70 cc + KCl 10 cc + Ca gluconas 10
meq 15 tpm makro
4. Injeksi ceftriaxone 1 gr / 12 jam
5. Injeksi Dexamethason 3 mg / 6 jam
6. Injeksi Phenobarbital 50 mg / 12 jam
7. Injeksi Diazepam 10 mg iv, bila kejang
8. Paracetamol 200 mg (k/p)
9. Acyclovir zalf u.c
Dx : -
Mx : - KU/VS tiap 6 jam
- BCD tiap 8 jam
- Awasi kejang berulang
Edukasi
- Motivasi keluarga tentang penyakitnya
- Istirahat
XVIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
XIX. FOLLOW UP
Follow up 21 September 2011 22 September 2011
S Panas (-), kejang (-), batuk (-)
muntah (-) NGT (+) produk ±
30 cc warna jernih
Panas (-), kejang (-), batuk
(-) muntah (-) NGT (+)
produk (-)
O kompos mentis, lemah kompos mentis, lemah
Tanda Vital N : 100 x/menit N : 98 x/menit
22
RR : 22 x/menit
S : 36.4oC (per axiler)
RR : 26 x/menit
S : 36.5oC (per axiler)
T : 100/70
Kepala Mesocefal Mesocefal
Telinga bentuk normal, serumen
(-)
bentuk normal, serumen (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok Tonsil T1-T1, Faring hiperemis
(-)
Tonsil T1-T1, Faring
hiperemis (+)
Thorax Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (-)
Pulmo: SD vesikuler (+/+),
ST (-/-)
Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (-)
Pulmo: SD vesikuler (+/+),
ST (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut //
dinding dada, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba,
peristaltik (+) normal
Supel, Dinding perut //
dinding dada, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba,
peristaltik (+) normal
Genital Edema skrotum (-) edema skrotum (-)
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Neurologis Reflek Fisiologis :
R. Biseps (+2/+2)
R. Triseps (+2/+2)
Reflek Fisiologis :
R. Biseps (+2/+2)
R. Triseps (+2/+2)
23
R. Patella (+2/+2)
R. Archilles (+2/+2)
Reflek Patologis :
R. Babinsky (-/-)
R. Chaddock (-/-)
R. Oppeinheim (-/-)
Meningeal Sign :
Kaku kuduk (-)
BrudzinskyI/II (-)
R. Patella (+2/+2)
R. Archilles (+2/+2)
Reflek Patologis :
R. Babinsky (-/-)
R. Chaddock (-/-)
R. Oppeinheim (-/-)
Meningeal Sign :
Kaku kuduk (-)
BrudzinskyI/II (-)
Asessment - Meningoenchepalitis e/c
virus
- Varicella
- Anemia mikrositik
hipokromik e/c defisiensi
Fe
- Meningoenchepalitis e/c
virus
- Varicella
- Anemia mikrositik
hipokromik e/c defisiensi
Fe
Terapi - O2 Nasal 2 lpm
- Sementara puasa, spooling
NaCl 0.9% 50cc +
sucrolfat
- IVFD D¼ NS 430 cc +
D40% 70 cc + KCl 10 cc
+ Ca gluconas 10 meq
15 tpm makro
- Injeksi ceftriaxone 1 gr /
12 jam (IV)
- Injeksi Dexamethason 3
mg / 6 jam (IV)
- Injeksi Phenobarbital 50
mg / 12 jam
- Injeksi Diazepam 10 mg
iv, bila kejang
- Diet bubur 1900 kkal
- IVFD D¼ NS 430 cc +
D40% 70 cc + KCl 10 cc
+ Ca gluconas 10 meq
15 tpm makro
- Injeksi ceftriaxone 1 gr /
12 jam (V)
- Injeksi Diazepam 10 mg
iv, bila kejang
- Paracetamol 200 mg (k/p)
- Acyclovir salf uc
24
- Injeksi Ranitidin 20 mg/ 8
jam
- Paracetamol 200 mg (k/p)
Plan
Monitoring - KU/VS tiap 6 jam
- BCD tiap 8 jam
- Awasi kejang berulang
- KU/VS tiap 6 jam
- BCD tiap 8 jam
- Awasi kejang berulang
Edukasi
25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. MENINGITIS
A. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan
yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang
dapat terjadi secara akut dan kronis. Sama seperti flu, pengantar virus
meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau
hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan
kepada orang lain yang menghirup udara tersebut.
B. Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus,
Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli,
Salmonella.
C. Epidemiologi
Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan. Incident puncak terdapat rentang usia 6 – 12 bulan. Rentang
usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4
tahun.
26
D. Patogenesis dan Patologi
Secara Langsung Secara Tidak Langsung
(Cedera Traumatic)
Bakteri Atau Virus Masuk Meninges Defisiensi Umum
Meninges Terinfeksi Otitis Media, Sinusitis, Infeksi
Saluran Pernafasan
Melalui CSS
Dijanisme Disebarkan Ke Otak dan Jaringan Sekitar
1. Tanda Prodromal Tidak Khas
2. Gejala Mirip Hu Selama 1-2 Minggu
3. Lemah Dan Lesu Selama Beberapa Minggu
(Tanda Dan Gejala Klinis Sesuai Usia)
MENINGITIS
E. Manifestasi Klinis
a. Neonatus
1) Gejala tidak khas
2) Panak (+)
3) Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun.
4) Ubun-ubun besar kadang kadang cembung.
5) Pernafasan tidak teratur.
27
b. Anak Umur 2 Bulan Sampai Dengan 2 Tahun
1) Gambaran klasik (-)
2) Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang.
3) Kadang-kadang “high pitched ery”.
c. Anak Umur Lebih 2 Tahun
1) Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala.
2) Kejang
3) Gangguan kesadaran.
4) Tanda-tanda rangsang meninggal, kaku kuduk, tanda brudzinski
dan kering (+).
F. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes
laboratorium. Tes ini memakai darah atau cairan sumsum tulang
belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang
disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum
ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum
menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan
sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi,
sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak
terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang
mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.
G. Diagnosa Banding
a. Meningismus.
b. Abses otak.
c. Tumor otak.
H. Pencegahan
Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui
batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi
28
bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Menjaga
stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang
teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit.
Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan
tindakan yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena
wabah meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan
terhadap meningitis diantaranya adalah ;
- Haemophilus influenzae type b (Hib)
- Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
- Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
- Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)
I. Penatalaksanaan
Sampai penyebab bakteri dikesampingkan, terapi antibiotic
parenteral harus diberikan. Dengan pengecualian penggunaan asiklovir
untuk ensefalitis herpes simpleks, pengobatan meningitis virus tidak
spesifik. Untuk infeksi ringan, pengobatan dibatasi untuk memberikan
penyembuhan gejala, sedang untuk infeksi berat ditujukan untuk
mempertahankan kehidupan dan mendukung setiap system organ.
Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari
maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari
selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1
minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
29
b) Ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6
kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali
sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.4
b) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 –
50%.
Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lender
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b. Bila penderita tidak sadar lama.
1) Beri makanan melalui sonda.
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah
posisi penderita sesering mungkin.
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb
antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
30
Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
J. Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
II. ENCHEPALITIS
A. DefinisiAdalah suatu peradangan pada otak, yang biasanya disebabkan
oleh virus dan dikenal sebagai ensefalitis virus. Penyakit ini terjadi pada
0.5 dari 100.000 penduduk, umumnya pada anak-anak usia 2 bulan sampai
2 tahun, orang tua, dan individu yang mengalami gangguan sistem imun.
Ensefalitis bisa disebabkan berbagai macam mikroorganisme,
seperti virus, bakteri, jamur, cacing, protozoa, dan sebagainya. Yang
terpenting dan tersering adalah virus: virus herpes simpleks, arbovirus, dan
enterovirus. Beberapa virus yang berbeda bisa menginfeksi otak dan
medula spinalis, termasuk virus penyebab herpes dan gondongan
(mumps).
31
B. Tanda dan Gejala1. Infeksi ringan:
- demam
- nyeri kepala
- nafsu makan yang memburuk
- lemah
2. Infeksi berat:
- demam tinggi
- nyeri kepala yang berat
- mual dan muntah
- kekakuan leher
- disorientasi dan halusinasi
- gangguan kepribadian
- kejang
- gangguan berbicara dan mendengar
- lupa ingatan
- penurunan kesadaran sampai koma
3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah:
- muntah
- ubun-ubun mencembung
- menangis yang tidak berhenti
Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias):
- tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas
- kejang-kejang
- kesadaran menurun
C. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosa ensefalitis:
1. Pungsi Lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal pada ensefalitis virus
menunjukkan cairan yang jernih, tekanannya tinggi, banyak
mengandung sel darah putih dan protein, kadar gulanya normal.
32
2. Elektroensefalografi (EEG)
Mengukur aktivitas gelombang elektrik yang diproduksi oleh otak.
Hasil EEG yang abnormal, kemungkinan adalah suatu ensefalitis, tetapi
hasil EEG yang normal tidak bisa menyingkirkan diagnosa ensefalitis.
3. CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari
timbulnya gejala bukan karena abscess otak, stroke, atau kelainan
struktural (tumor, hematoma, aneurisma). CT Scan dan MRI dapat
menunjukkan adanya pembengkakan pada otak atau gambaran lain. Jika
diduga suatu ensefalitis, CT Scan / MRI ini dikerjakan sebelum pungsi
lumbal untuk mengetahui adanya peningkatan intrakranial.
4. Biopsi otak
Jarang dilakukan
5. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan serologis dilakukan untuk mengukur kadar antibodi
terhadap virus.
D. PenatalaksanaanTerapi pada ensefalitis bersifat simtomatis (mengobati gejala).
Pada kasus-kasus yang ringan, disarankan istirahat yang cukup, makan
makanan bergizi, banyak minum, supaya sistem imun tubuh kita kuat
untuk menghadapi infeksi virus. Gunakan acetaminophenuntuk
menghilangkan sakit kepala dan demam. Obat anti inflamasi
(kortikosteroid) dapat dipergunakan untuk mengurangi pembengkakan dan
peradangan. Bila kejang diberikan obat anti kejang. Pada beberapa kasus,
diperlukan terapi fisik dan bicara.
III. VARISELA
A. Definisi
Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau disebut juga
varisella –zoster virus (VZV). Varicella terkenal dengan nama
chickenpox atau cacar air adalah penyakit primer VZV, yang pada
umumnya menyerang anak. Sedangkan herpes zoster atau shingles
33
merupakan suatu reaktivitasi infeksi endogen pada periode laten VZV,
umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang menderita defisiensi
imun.
Varicella sebagai penyakit virus pada anak sangat menular, lebih
menular daripada parotitis, tetapi kurang menular bila dibandingkan
dengan campak. Gejala klinis varicella bila mengenai anak sehat
umumnya tidak berat dan sangat sedikit yang menderita penyulit. Dilain
pihak, anak dengan status imunitas menurun (misalnya anak yang
sedang menderita leukemia, anemia aplastik, atau anak yang sedang
mandapat pengobatan imunosupresan), akan mudah menderita penyulit
dan kematian.
B. Epidemiologi
. Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan penelitian,
agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan antara musim
panas ke musim hujan atau sebaliknya.
Varisela sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung,
droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui sekret
saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Varisela dapat
menyerang semua golongan umur termasuk neonates, 90% kasus
berumur 10 tahun dan terbanyak umur 5-9 tahun. Viremia terjadi pada
masa prodromal sehingga transmisi virus dapat terjadi pada fetus
intrauterin atau melalui transfuse darah. Pasien dapat menularkan
penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai semua lesi
timbul krusta/keropeng, biasanya 7-8 hari. Seumur hidup seseorang
hanya satu kali menderita varisela. Serangan kedua mungkin berupa
penyebaran ke kulit pada herpes zoster.
C. Patofisiologi
Virus VZV masuk tubuh melalui mukosa saluran nafas bagian atas
atau orofaring. Pada lokasi masuknya terjadi replikasi virus yang
selanjutnya menyebar melalui pembuluh darah dan limfe (viremia
34
pertama). Selanjutnya virus berkembang biak di sel retikuloendotelial.
Pada kebanyakan kasus, virus dapat mengatasi pertahanan non-spesifik
seperti interferon dan respon imun. Satu minggu kemudian, virus
kembali menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke-2) dan pada saat
ini timbul demam dan malaise. Penyebaran ke seluruh tubuh terutama
kulit dan mukosa. Lesi kulit muncul tidak bersamaan, sesuai dengan
siklus viremia. Pada keadaan normal, siklus ini berakhir setelah 3 hari
akibat adanya kekebalan humoral dan seluler spesifik. Timbulnya
pneumonia varisela dan penyulit lainnya disebabkan kegagalan respon
imun mengatasi replikasi dan penyebaran virus.
D. Gejala klinis
Stadium prodromal
Gejala prodromal timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi, dengan
timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak begitu tinggi serta
malaise. Pada anak lebih besar dan dewasa ruam didahului oleh
demam selama 2-3 hari sebelumnya, menggigil, malaise, nyeri
kepala, anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa kasus nyeri
tenggorokan dan batuk
Stadium erupsi
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat
menyebar ke badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian
badan yang tertutup dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan
tangan. Penyebaran lesi varisela bersifat sentrifugal. Gambaran
yang menonjol adalah perubahan yang cepat dari macula
kemerahan ke papula, vesikula, pustule dan akhirnya menjadi
krusta.. Gambaran vesikel khas, superficial, dinding tipis dan
terlihat seperti tetesan air. Penampang 2-3 mm berbentuk elips
dengan sumbu sejajar garis lipatan kulit. Cairan vesikel pada
permulaan jernih, dan dengan cepat menjadi keruh akibat serbukan
sel radang dan menjadi pustula. Lesi kemudian mengering yang
dimulai dari bagian tengah dan akhirnya berbentuk krusta. Krusta
35
akan lepas dalam waktu 1-3 minggu tergantung pada dalamnya
kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal
berwarna merah muda dan kemudian berangsur-angsur hilang.
Apabila terdapat penyulit berupa infeksi sekunder dapat terjadi
jaringan parut.
Gambaran lain dari lesi varisela adalah terdapatnya semua
tingkatan lesi kulit dalam waktu bersamaan pada satu area. Pada kasus
yang khas dan berat suhu badan dapat mencapai 39-40,50C. apabila
demam berlanjut mungkin telah terjadi infeksi bakteri sekunder atau
penyulit lain keluhan yang paling menonjol adalah perasaan gatal selama
fase erupsi, sehingga dapat dijumpai lesi bekas garukan.
E. Diagnosis
Diagnosis varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran
dan perkembangan lesi kulit yang khas, terutama apabila diketahui ada
kontak 2-3 minggu sebelumnya. Gambaran khas termasuk
a. muncul setelah masa prodromal yang singkat dan ringan
b. lesi berkelompok terutama di bagian sentral
c. perubahan lesi yang cepat dari macula, vesikula, pustule sampai
krusta
d. terdapatnya semua tingkat lesi kulit dalam waktu bersamaan pada
daerah yang sama
e. terdapat lesi mukosa kulit
Diagnosis banding dapat berupa sindrom Steven Jhonson, herpes
zoster generalisata atau herpes simpleks.
Umumnya pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan lagi. Pada 3
hari pertama dapat terjadi leukopeni yang diikuti oleh leukositosis. Serum
antibody IgA dan IgM dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua pasca
ruam. Untuk mengkonfirmasi diagnosis varisela dapat dengan pewarnaan
imunohistokimiawi dari lesi kulit. Prosedur ini umumnya dilakukan pada
pasien resiko tinggi yang memerlukan konfirmasi cepat. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan diantaranya isolasi virus (3-5 hari),
36
PCR, ELISA, tekhnik imunofluoresensi Fluorescent Antibody to
Membrane Antigen (FAMA), yang merupakan gold standart.
Pemeriksaan rontgen thoraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
ataupun untuk mengeksklusi pneumonia. Gambaran nodul infiltrate difus
bilateral umumnya terjadi pada pneumonia varisela primer sedangkan
infiltrate local mengindikasikan pneumonia bacterial sekunder. Pungsi
lumbal dapat dilakukan pada anak dengan kelainan neurologis.
F. Pengobatan
Pada anak sehat varisela umumnya ringan dan sembuh sendiri,
cukup diberikan pengobatan simptomatik. Pada lesi kulit local dapat
diberikan lotio calamine. Untuk mengurangi rasa gatal dapat dengan
kompres dingin, mandi secara teratur ataupun dengan pemberian
antihistamin. Antipiretik jarang diperlukan. Kuku dipotong pendek dan
bersih agar supaya tidak terjadi infeksi sekunder dan parut bekas garukan.
Apabila terjadi infeksi sekunder diberikan antibiotic. Antibiotic untuk
pneumonia varisela tidak bermanfaat kecuali terdapat superinfeksi
bakteri. Kortikosteroid tidak dianjurkan.
Pasien dengan penyulit neurologicseperti ataksia serebral,
ensefalitis, meningoensefalitis, dan mielitis diberikan obat antivirus.
Penyulit perdarahan hendaknya diatasi sesuai hasil pemeriksaan
system pembekuan dan pemeriksaan sumsum tulang, akan tetapi karena
VZV dapat menyebabkan kerusakan langsung pada endotel pembuluh
darah maka varisela fulminan terutama apabila vesikel baru timbul maka
dapat diberikan antivirus. Pasien dengan resiko tinggi mendapat penyulit
seperti leukemia, kelainan limfoproliferatif, keganasan, defisiensi imun,
bayi baru lahir, pengobatan dengan sitostatik dan kortikosteroid,
radioterapi, sindrom nefrotik, penyakit kolagen, obat antivirus diberikan
secepat mungkin. Antivirus yang diberikan adalah asiklovir atau
vidarabin. Asiklovir terbukti efektif menurunkan morbiditas dan
mortalitas varisela pada pasien imunokompromais apabila diberikan
dalam waktu 24 jam sejak onset ruam. Pada pasien yang sehat, asiklovir
37
terbukti mampu mengurangi lama demam dan mengurangi jumlah
maksimum lesi yang timbul, namun tidak mempengaruhi lama
berkurangnya lesi ataupun mengurangi rasa gatal yang timbul. Dosis
asiklovir 80 mg/KgBB/hari per oral, terbagi dalam 5 dosis selama 5 hari
atau 500 mb/m2, intravena tiap 8 jam selama 7 hari dan vidarabin 10
mg/KgBB selama 5 hari. Anak yang mendapat terapi asiklovir disarankan
harus mendapat cukup hidrasi karena asiklovir dapat mengkristal pada
tubulus renal bila diberikan pada individu yang dehidrasi.
G. Pencegahan
Semula vaksin varisela yang merupakan vaksin virus hidup yang
telah dilemahkan (live attenuated) hanya diberikan pada anak dengan
resiko terjadi penyulit yang berat, yaitu anak yang menderita penyakit
keganasan, mereka yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif, atau
menderita defisiensi imun; tetapi dalam perkembangannya vaksin ini juga
diberikan pada anak sehat. Imunisasi aktif ini dilakukan dengan
menggunakan vaksin single live attenuated strain OKA yang sudah
terbukti aman, ditoleransi baik dengan efek samping yang minimal
(demam dan ruam minimal) dan mempunyai tingkat perlindungan yang
tinggi pada anak usia1-12 tahun (dengan angka serokonversi positif
sebesar 99,3%), sedangkan di Negara maju tersedia sediaan kombinasi
dengan vaksin lain, seperti MMR-V. Imunisasi pasif dapat diberikan pada
kelompok resiko tinggi, sedang pada pasca paparan varisela harus
diberikan dalam 96 jam pertama.
IV. ANEMIA
A. Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel
darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin
sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Hb<10
g/dL), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan
oksigen ke jaringan. Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada :
38
1. kecepatan timbulnya anemia
2. umur individu
3. mekanisme kompensasi tubuh
seperti : peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan
pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume
plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
1. tingkat aktivitasnya
2. keadaan penyakit yang mendasari
3. parahnya anemia tersebut
B. Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :
1. Anemia defisiensi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan
eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein,
piridoksin dan sebagainya.
2. Anemia aplastik
Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel
darah oleh sumsum tulang.
3. Anemia hemolitik
Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang
berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia,
sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital,
defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria,
inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi
darah.
4. Anemia hemoragik
Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau
perdarahan yang menahun.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala,
pusing, lemah, gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak
39
napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat (dilihat
dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan
konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari
penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah
dan pembesaran lien.
D. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan sel darah merah secara lengkap,
pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi sumsum
tulang.
E. Tata Laksana
Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang
menyebabkannya seperti jika karena defisiensi besi diberikan suplemen
besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat diberikan suplemen
asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.
F. Anemia Defisiensi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau beberapa
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit, seperti defisiensi
besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya. Anemia
defisiensi dapat diklasifikasikan menurut morfologi dan etiologi menjadi
3 golongan :
1. Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah
ukuran normal (MCV<80 fL). Hipokrom berarti mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCHC kurang).
Hal ini umumnya menggambarkan defisiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis
globin seperti pada penderita talasemia. Dari semua itu defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia di dunia.
40
Anemia Defisiensi Besi
Merupakan penyakit yang sering pada bayi dan anak yang
sedang dalam proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang
keperluan besinya lebih besar dari orang normal. Kebutuhan besi pada
bayi dan anak lebih besar dari pengelurannya karena pemakaiannya
untuk proses pertumbuhan, dengan kebutuhan rata-rata 5 mg/hari
tetapi bila terdapat infeksi meningkat sampai 10 mg/hari.
Adapun sumber besi dapat diperoleh dari
a. makanan
seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung
klorofil. Terkadang untuk menghindari anemia defisiensi besi
kedalam susu buatan atau tepung untuk makanan bayi
ditambahkan kandungan besi namun terkadang dapat
menimbulkan terjadinya hemokromatosis.
b. Cadangan besi dalam tubuh
Bayi normal/sehat cadangan besi cukup untuk 6 bulan
Bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Bisa melalui urin, tinja,
keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (mens).
Sedangkan besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari
eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan
digunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Pengeluaran besi dari tubuh
yang normal :
Bayi 0,3 – 0,4 mg.hari
Anak 4-12 tahun 0,4 – 1 mg/hari
Laki-laki dewasa 1 – 1,5 mg/hari
Wanita dewasa 1 – 2,5 mg/hari
Wanita hamil 2,7 mg/hari
Etiologi
Menurut patogenesisnya :
a. Masukan kurang : MEP, defisiensi diet, pertumbuhan cepat.
41
b. Absorpsi kurang : MEP, diare kronis
c. Sintesis kurang : transferin kurang
d. Kebutuhan meningkat : infeksi dan pertumbuhan cepat
e. Pengeluaran bertambah : kehilangan darah karena infeksi
parasit dan polip.
Berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat
dibedakan :
a. bayi < 1tahun : persediaan besi kurang karena BBLR, lahir
kembar, ASI eklusif tanpa suplemen besi, susu formula rendah
besi, pertumbuhan cepat, anemi selama kehamilan
b. anak 1-2 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan yang
meningkat karena infeksi berulang (enteritis, BP), absorpsi
kurang
c. anak 2-5 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan
meningkat, kehilangan darah karena divertikulum meckeli.
d. Anak 5-remaja : perdarahan karena infeksi parasit dan
polip, diet tidak adekuat.
e. Remaja-dewasa : mentruasi berlebihan
Gejala klinis
a. Lemas, pucat dan cepat lelah
b. Sering berdebar-debar
c. Sakit kepala dan iritabel
d. Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar
kuku
e. Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara
(pearly white)
f. Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah,
meradang dan sakit.
g. Jantung dapat takikardi
h. Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly
42
i. Penderita defisiensi besi berat mempunyai rambut rapuh, halus
serta kuku tipis, rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok.
Laboratorium
a. Kadar Hb <10 g/dL, Ht menurun
b. MCV <80, MCHC <32 %
c. Mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target
d. SSTL sistem eritropoetik hiperaktif
e. SI menurun, IBC meningkat
Terapi
a. Pengobatan kausal
b. Makanan adekuat
c. Sulfas ferosus 3X10 mg /KgBB/hari. Diharapkan kenaikan Hb
1g/dL setiap 1-2 minggu
d. Transfusi darah bila kadar Hb <5 g/dL dan keadaan umum tidak
baik
e. Antihelmintik jika ada infeksi parasit
f. Antibiotik jika ada infeksi bakteri
2. Makrositik Normokrom (Megalobalstik)
Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV
>100 fL, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat.
a. Anemia Defisiensi Asam Folat
Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan
RNA. Jumlah asam folat dalam tubuh berkisar 6-10 mg, dengan
kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh dari hati,
ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam
duodenum dan yeyenum bagian atas, terikat pada protein plasma
secara lemah dan disimpan di dalam hati. Tanpa adanya asupan
43
folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu
4 bulan.
b. Anemia Defisiensi Vitamin B12
Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama
makanan yang mengandung sumber hewani seperti daging dan
telur. Vitamin B12 merupakan bahan esensial untuk produksi sel
darah merah dan fungsi sistem saraf secara normal. Anemia jenis
ini biasanya disebabkan karena kurangnya masukan, panderita
alkoholik kronik, pembedahan lambung dan ileum terminal,
malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini berupa
penurunan nafsu makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat
lelah. Untuk pengobatannya dapat diberikan suplementasi vitamin
B12.
3. Anemia Dimorfik
Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan anemia
megaloblastik. Biasanya disebabkan oleh defisiensi dari asam folat
dan besi.
44
BAB IV
ANALISIS KASUS
A. DIAGNOSA KASUS
Pada kasus ini penderita didiagnosa menderita meningoencepalitis
e.c infeksi virus dengan varicella, anemia hipokromik mikrositik ec
defisiensi besi dd infeksi, dan gizi kurang (mikronutrien).
Diagnosa meningoenchepalitis e.c infeksi virus didapatkan dari
anamnesa pada pasien, bahwa pasien mengalami demam, kejang,
penurunan kesadaran, dan riwayat infeksi virus (varicella). Pada
pemeriksaan fisik ketika masuk, didapatkan meningeal sign kaku kuduk
(+) dan babinsky (+/+),Chaddock (+ / +), Oppenheim (+ / +) Rosolimo (+ /
+), Gordon (+ / +). Pada pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan LCS
dengan kejernihan normal, protein normal, glukosa normal, dengan
dominasi jumlah polimorfonuklear.
Diagnosis varicella didapatkan dari anamnesis pada pasien bahwa
pasien mengalami demam, ruam, vesiculla, krusta, terutama pada bagian
badan yang tertutup. Terdapat riwayat sakit serupa di lingkungan sekitar.
Diagnosa anemia hipokromik mikrositik ec defisiensi besi
didapatkan dari pemeriksaan lab Hb 10.8 g/dl, TIBC (223 ug/dl) dan
saturasi tansferin (13%) di bawah normal. dengan hasil pemeriksaan
gambaran darah tepi berupa anemia hipokromik mikrositik.
Diagnosa gizi kurang (mikronutrien – defisiensi Fe) didapatkan
dari hasil pemeriksaan labolatorium darah TIBC (223 ug/dl) dan saturasi
tansferin (13%) di bawah normal.
45
Penatalaksanaan pada kasus ini dipilih terapi O2 nasal 2 lpm,
sementara puasa, spooling NaCl 0.9% 50 cc, IVFD D¼ NS 430 cc +
D40% 70 cc + KCl 10 cc + Ca gluconas 10 meq, 15 tpm makro, injeksi
ceftriaxone 1 gr / 12 jam, Injeksi Dexamethason 3 mg / 6 jam, Injeksi
Phenobarbital 50 mg / 12 jam, Injeksi Diazepam 10 mg iv jika kejang,
Paracetamol 200 mg jika demam dan acyclovir zalf u.c.
B. PEMBAHASAN
Diagnosa meningoenchepalitis didapatkan dari anamnesa pada
pasien, bahwa pasien mengalami demam, kejang, penurunan kesadaran,
yang merupakan gejala klinis pada meningitis dan enchepalitis . Pada
pemeriksaan fisik ketika masuk, didapatkan meningeal sign berupa kaku
kuduk (+), menandakan adanya peradangan pada meningeal / selaput otak.
Babinsky (+/+), Chaddock (+ / +), Oppenheim (+ / +) Rosolimo (+ / +),
Gordon (+ / +) merupakan reflek patologis yang biasa didapatkan pada lesi
fokal pada enchepalon, menunjukan adanya enchepalitis.
Riwayat varicella sebelum meningoenchepalitis memberi sangkaan
penyebab peradangan adalah virus varicella zoster yang menyebar secara
hematogen ke otak. Pada pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan LCS
dengan test pandy (-), test none (-), kejernihan normal, protein normal,
glukosa normal, dengan dominasi jumlah polimorfonuklear. Menunjukkan
tidak adanya bakteri pada LCS. Dengan penyebab virus, seharusnya
didapatkan hasil jumlah sel meningkat dengan dominasi sel mononuclear.
Pada pemeriksaan LCS ini tidak didapatkan peningkatan sel yang
signifikan dan dominasi sel MN, kemungkinan adalah false negative yang
bisa disebabkan kesalahan pada saat pengambilan dan pengantaran
specimen.
Diagnosis varicella didapatkan dari anamnesis pada pasien bahwa
pasien mengalami demam, ruam, vesiculla, krusta, terutama pada bagian
badan yang tertutup, untuk pertama kalinya, serta terdapat riwayat sakit
serupa di lingkungan sekitarnya.
46
Diagnosa anemia hipokromik mikrositik ec defisiensi besi
didapatkan dari pemeriksaan lab Hb 10.8 g/dl, TIBC (223 ug/dl) dan
saturasi tansferin (13%) di bawah normal. dengan hasil pemeriksaan
gambaran darah tepi berupa anemia hipokromik mikrositik.
Diagnosa gizi kurang (mikronutrien – defisiensi Fe) didapatkan
dari hasil pemeriksaan labolatorium darah TIBC (223 ug/dl) dan saturasi
tansferin (13%) di bawah normal.
Penatalaksanaan, pasien NaCl 0.9% 50 cc, IVFD D¼ NS 430 cc +
D40% 70 cc + KCl 10 cc + Ca gluconas 10 meq 15 tpm makro untuk
memenuhi asupan kebutuhan gizi. Injeksi ceftriaxone 1 gr / 12 jam
diberikan untuk mengantisipasi adanya infeksi sekunder bakteri pada
vesiculla. Injeksi Dexamethason 3 mg / 6 jam diberikan untuk mencegah
squale pada otak yang diakibatkan oleh proses peradangan. Mengingat
adanya infeksi virus (varicella) merupakan kontraindikasi diberikannya
steroid, maka, dexamethason diberikan max 3-4 hari. Injeksi Phenobarbital
50 mg / 12 jams sebagai maintenance kejang. Injeksi Diazepam 10 mg iv
jika terjadi kejang, Paracetamol 200 mg jika demam dan acyclovir zalf u.c
untuk cacar air, 3-4x setelah mandi.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000
2. Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2.
EGC. Jakarta. 1995
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan Info
Medika. Jakarta. 2002
4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15. EGC.
Jakarta. 2000
5. Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.
6. Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TJ. Glucose-6-phosphate dehydrogenase
deficiency. Baillieres Best Pract Res Clin Haematol 2000;13:21-38.
1994, 1995 University of Texas – Houston Medical School, DPALM
MEDICMaggio A, D’Amico G, et al. Deferiprone versus deferoxamine in
patients with thalassemia major: a randomized clinical trial. Blood Cells Mol
Dis. 2002 Mar-Apr;28(2):196-208
7. Eklin. 2002. Pengukuran Status Gizi. http://www.gizi.net.
8. Pudjiadi S. 2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
9. Djuanda Tandyo. 2000. Faktor Gizi dalam Upaya Pencegahan Generasi
yang Hilang. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
10. Soedarmo, S. dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua. Ikatan
dokter anak Indonesia. Jakarta. 2008.
11. Behrman, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan anak edisi 2. 2000.
48