Upload
wara-permeswari-wardhani
View
150
Download
20
Embed Size (px)
DESCRIPTION
meningoencephalitis
Citation preview
A. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis.
B. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan usia
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis
Bakteri yang jarang menyebabkan meningitis
Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureusEscherichia coli Coagulase-negative staphylococciKlebsiella Enterococcus faecalisEnterobacter Citrobacter diversus
SalmonellaListeria monocytogenesPseudomonas aeruginosaHaemophilus influenzae types a, b, c, d, e, f, dan nontypable
>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type bNeisseria meningitides Group A streptococci
Gram-negatif bacilliL. monocytogenes
0
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan
enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada
pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St.
Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling
sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan
meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus
mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak
tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu
Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis,
Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit
(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-
mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Tabel 2. Virus penyebab meningitis
Akut SubakutAdenoviruses HIV1. Amerika utara
Eastern equine encephalitis Western equine encephalitis St. Louis encephalitis California encephalitis West Nile encephalitis Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara Venezuelan equine
JC virusPrion-associated encephalopathies (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
1
encephalitis Japanese encephalitis Tick-borne encephalitis Murray Valley encephalitis
EnterovirusesHerpesviruses
Herpes simplex viruses Epstein-Barr virus Varicella-zoster virus Human herpesvirus-6 Human herpesvirus-7
HIVInfluenza virusesLymphocytic choriomeningitis virusMeasles virus (native atau vaccine)Mumps virus (native atau vaccine)Virus rabiesVirus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
C. PATOFISIOLOGI DARI MENINGOENCEPHALITIS
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara
hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi
kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari
fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur
tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah
Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat
terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides
juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi
2
golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena
bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan
kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak
yang tidak divaksinasi Hib.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis,
S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya
berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi
virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini.
Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak
mengalami proses opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak
terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida,
yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang
terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang
tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur
< 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada
fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid.
Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen
yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu
timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif
dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel
bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon
inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor,
interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan
leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah
otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial
3
mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen anti-
inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan
adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun
tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan
respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan
tekanan intrakranial meningkat.
Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien
immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau
trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus
pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi
meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu
peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.
Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan
kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga
Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse
virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini
menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari
4
pengujian laboratorium. Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen
diidentifikasi.
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end
host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi
bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa
beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang
lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama
diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang
diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
D. PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS
ANAMNESIS
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis
wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
meningitis.
- Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses
persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang
sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau
makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
- Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan
dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan
perilaku
5
- Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan
fotofobia
2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi
jamur
4. Anamnesis untuk meningitis aseptik
- Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs
(NSAID), IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat
terjadi dalam beberapa menit menelan obat.
5. Anamnesis untuk ensefalitis
- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan
membantu diagnosis.
MANIFESTASI SECARA KLINIK
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
6
Gambar 4. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral
keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,
kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
7
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-
tanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk
hitung WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis
ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa
rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai
sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis
menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa
normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme
peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi
kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk
mengetahui bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan
untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan
virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen
ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,
walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau
mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, cat-
scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.
8
Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih
belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob
penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi
patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus
dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama
primer SSP vasculopathies atau keganasan.
Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
9
10
kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein (mg/dL)
Glukosa (mg/dL)
keterangan
Normal 50-180 mm H2O
<4; 60-70% limfosit,30-40% monosit, 1-3% neutrofil
20-45 >50 atau 75% glukosa darah
Meningitis bakterial akut
Biasanya meningkat
100-60,000 +; biasanya beberapa ribu; PMNs mendominasi
100-500 Terdepresi apabila dibandingkandengan glukosa darah; biasanya <40
Organisme dapat dilihat pada Gram stain dan kultur
Meningitis bakterial yang sedang menjalani pengobatan
Normal atau meningkat
1-10,000; didominasi PMNs tetapi mononuklear sel biasa mungkin mendominasiApabila pengobatan sebelumnya telah lama dilakukan
>100 Terdepresi atau normal
Organisme normal dapat dilihat; pretreatment dapat menyebabkan CSF steril
Tuberculous meningitis
Biasanya meningkat: dapat sedikit meningkat karena bendungan cairan serebrospinal pada tahap tertentu
10-500; PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian limfosit dan monosit mendominasi pada akhirnya
100-500; lebih tinggi khususnya saat terjadi blok cairan serebrospinal
<50 usual; menurun khususnya apabila pengobatan tidak adekuat
Bakteri tahan asam mungkin dapat terlihat pada pemeriksaan usap CSF;
Fungal Biasanya meningkat
25-500; PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian monosit mendominasi pada akhirnya
20-500 <50; menurun khususnya apabila pengobatan tidak adekuat
Budding yeast dapat terlihat
Viral meningitis atau meningoencefalitis
Normal atau meningkat tajam
PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian monosit mendominasi pada akhirnya ; jarang lebih dari 1000 sel kecuali pada eastern equine
20-100 Secara umum normal; dapat terdepresi hingga 40 pada beberapa infeksi virus (15-20% dari mumps)
E. DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS
Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah
1. Kejang demam
2. Meningitis
3. Encephalitis
4. Intracranial abscess
5. Sekuele dari edema otak
6. Infark cerebral
7. Perdarahan cerebral
8. Vaskulitis
9. Measles
10. Mumps
11
F. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS
Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial MeningitisAge Recommended Treatment Alternative TreatmentsNewborns (0-28 days) Cefotaxime or ceftriaxone plus
ampicillin with or without gentamicinGentamicin plus ampicillin
Ceftazidime plus ampicillin
Infants and toddlers (1 mo-4 yr)
Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin
Cefotaxime or ceftriaxone plus rifampin
Children and adolescents (5-13 yr) and adults
Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin
Ampicillin plus chloramphenicol
Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan
berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenil hidantoin
12
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat –
obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat diulangi
2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg lalu
diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan
pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang
mengatakan tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3 minggu,
bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil
biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada terapi
meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal
minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan
host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis
tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen
dalam likuor rendah.
13
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas baik
terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati sawar darah otak
(blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas
menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
14
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang
digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 2.7: Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis
Enterobacteriaceae
Sefotaksim Ampisillin bila
sensitif dan atau
ditambah
aminoglikosida
secara intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
15
Tobramisin
7. Streptococcus
Group A / B
Penicillin G Vankomisin
8. Streptococcus
Group D
Ampisillin +
Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
Terapi suportif melibatkan pengobatan dehidrasi dengan cairan pengganti
dan pengobatan shock, koagulasi intravaskular diseminata , patut sekresi hormon
antidiuretik , kejang , peningkatan tekanan intrakranial , apnea , aritmia , dan koma.Terapi
suportif juga melibatkan pemeliharaan perfusi serebral yang memadai dihadapan edema serebral .
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV , tidak ada terapi spesifik untuk
virusensefalitis . Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU ,
yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang , deteksi tepat waktu kelainan
elektrolit ,dan , bila perlu , pemantauan jalan napas dan perlindungan dan
pengurangan peningkatan tekanan intrakranial .IV asiklovir adalah pilihan perawatan
untuk infeksi HSV . Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV . Infeksi M.
pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin ,eritromisin , azitromisin , klaritromisin
atau , meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen ini masih diperdebatkan.
Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan tekanan intracranial dan untuk mempertahankan
tekanan perkusi serebral yang memadai dan oksigenasi.
2.7.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak Makin muda makin bagus prognosisnya
Dewasa Makin tua makin jelek prognosisnya
16
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna
walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus
yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya
memerlukan terapi jangka panjang
17
BAB III
KESIMPULAN
Meningoensefalitis berarti peradangan pada otak (encephalon) dan
selaput pembungkusnya (meningen). Bakteri, jamur, dan proses autoimun dapat
menyebabkan ensefalitis, tetapi pada kebanyakan kasus etiologinya adalah virus. Virus
herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab tersering dari ensefalitis. Gejala umum yang
terjadi adalah lemah, malaise, demam, sakit kepala, pusing, mual-muntah, fotofobia,
nyeri ekstermitas, tanda nasofaringitis, halusinasi, kejang, gangguan kesadaran.
Penatalaksaan pada meningoensefalitis adalah dengan menggilangkan gejala-gejala yang
ada dan memberikan obat sesuai faktor penyebab, yaitu antibakteri atau antivirus. Pada
banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna walaupun proses
penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus yang berat, dapat
terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi
jangka panjang.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL :
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library
URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf
3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
4. Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott Williams
and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277
5. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta,
2004; 7-111
6. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5-53
7. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor and
Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42
8. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50
9. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian Satu, Gajah Mada
University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190
10. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala edisi II,
EGC, Jakarta; 78-127
11. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience Fifth
edition International edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257
19
12. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006. Lumbar
Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
20