12
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM RENAL DAN KARDIOVASKULER FARMAKOTERAPI PADA GANGGUAN JANTUNG I Dasar Teori Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat seranga yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menja kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu akti segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Angina (rasa nyeri) disebabkan oleh akumulasi metabolit di dalam Angina pectoris merupakan rasa nyeri pada dada parah yang terjadi keti koroner tidak memadai untuk memasok oksigen yang dibutuhkan oleh jantun utama angina pectoris adalah suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan ok dengan jumlah oksigen yang dipasok ke jantung melalui pembuluh darah koroner. Ga keseimbangan ini dapat terjadi apabila suplai menurun (misalnya aterosklerosis a koroner) atau kebutuhan meningkat (misalnya kerja fisik). PATOFISIOLOGI ANGINA PEKTORIS Iskemi miokard adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbanng suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya kebutuhan oksi ditentukan oleh frekuensi denyut jantung, tegangan dinding ventrikel kiri ( yang fungsi ttekanan darah sistemik, geometri ventrikel kiri, dan lain-lain) miokard ( yang dipengaruhi oleh aktivitas adrenoseptor, kanalCa ++ , dll.). perubahan hemodinamik ini terjadi misalnya dalam keadaan latihan fisik yang sering kali me faktor pencetus timbulnya serangan angina pada pasien ateroklerosis koro suplai oksigen ditentukan oleh frekuensi denyut jantung (lama diastole), oksigen oleh sel darah merah dan kelainan pembuluh darah koroner. Dalam keadaan

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

Embed Size (px)

Citation preview

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM RENAL DAN KARDIOVASKULER

FARMAKOTERAPI PADA GANGGUAN JANTUNG I

Dasar TeoriAngina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Angina (rasa nyeri) disebabkan oleh akumulasi metabolit di dalam otot bergaris. Angina pectoris merupakan rasa nyeri pada dada parah yang terjadi ketika aliran darah koroner tidak memadai untuk memasok oksigen yang dibutuhkan oleh jantung. Penyebab utama angina pectoris adalah suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung dengan jumlah oksigen yang dipasok ke jantung melalui pembuluh darah koroner. Gangguan keseimbangan ini dapat terjadi apabila suplai menurun (misalnya aterosklerosis atau spasme koroner) atau kebutuhan meningkat (misalnya kerja fisik).

PATOFISIOLOGI ANGINA PEKTORIS Iskemi miokard adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbanngan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh frekuensi denyut jantung, tegangan dinding ventrikel kiri ( yang merupakan fungsi ttekanan darah sistemik, geometri ventrikel kiri, dan lain-lain) serta kontrraktilitas miokard ( yang dipengaruhi oleh aktivitas adrenoseptor, kanal Ca++, dll.). perubahan hemodinamik ini terjadi misalnya dalam keadaan latihan fisik yang sering kali merupakan faktor pencetus timbulnya serangan angina pada pasien ateroklerosis koroner. Besarnya suplai oksigen ditentukan oleh frekuensi denyut jantung (lama diastole), kapasitas angkut oksigen oleh sel darah merah dan kelainan pembuluh darah koroner. Dalam keadaan normal,

ekstraksi oksigen oleh otot jantung hampir maksimal ( 75%), sehingga suplai oksigen terutama ditentukan oleh aliran koroner. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ini diperbaiki dengan cara meningkatkan suplai (meningkatkan aliran koroner ) atau menurunkan kebutuhan oksigen (menurunkan kerja jantung). Penyebab umum iskemia jantung adalah ateroklerosis pembuluh darah epikardial. Gangguan perfusi miokardio pada insufisiensi koroner menimbulkan perubahan biokimiawi, elektrofisiologi, dan mekanik jantung. Hipoksemia pada bagian jantung yang mengalami iskemia menyebabkan pergeseran metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik, yang menghasilkan akumulasi asam laktat dan penurunan pH intrasel serta menimbulkan nyeri anngina yang khas. Berkurangnya produksi energi atau ATP menyebabkan penurunan kontraktilitas dan kemampuan mempertahankan homeostatis intrasel. Iskemi juga menyebabkan perubahan elektrofisiologi jantung berupa inversi gelombang T dan perubahan segmen ST (depresi segmen ST pada iskemia subendokard, elevasi pada iskemia transmural). Dasar kelainan ini adalah terganggunya homeostatis ion intrasel. Bagian intrasel menjadi lebih positif sehingga terjaddi potensial aksi yanng amplitudonya lebih kecil, berkurangnya kecepatan depolarisasi dan konduksi. Kestabilan elektrofisiologi jantung dapat menyebabkan takikardi atau fibrilasi ventrikel. Aritmia maligna merupakan salah satu penyebab kematian mendadak pada pasien iskemia jatung. Daerah miokard yang paling rentan terhadap iskemia adalah subendokard ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena miosit subendokard meregang sewaktu diastole daan memendek sewaktu sistole lebih kuat, sehingga kerjanya lebih besar daripada daerah lain, misalnya subepikard. Selain itu cadangan oksigen dalam daeerah subendokard lebih kecil daripada daerah subepikard sehingga daerah subedokard lebih dulu mengalami iskemia daripada daerah subepikard. Akan tetapi pada iskemia berat, seluruh tebal miokard dapat terkena sehingga terjadi iskemia transmural. Berkurangnya suplai oksigen pada iskemia jantung menimbulkan gejala angina pektoris atau tanpa gejala atau silence. Gejala klasik angina pektoris ditandai oleh adanya referred pain daerah dermatom yang dipersarafi oleh segmen T1-T4 yaitu nyeri substernal menjalar ke lengan kiri bagian media. Bila iskemia berlangsung lama dan berat, maka akaan terjadi infark jantung.Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang

tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersamasama yaitu : 1. Faktor di luar jantung Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan pemakaian obatobatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard. 2. Sklerotik arteri koroner Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembuluh darah

koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah. 3. Agregasi trombosit Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah. 3. Trombosis arteri koroner Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis akut ini didugberperan dalam terjadinya ATS. 4. Pendarahan plak ateroma Robeknya plak ateroma ke dalam mendahului dan menyebabkan lumen pembuluh darah kemungkinan trombus yang menyebabkan

terbentuknya

penyempitan arteri koroner.

6. Spasme arteri koroner Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah. Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses aterosklerosis antara lain adalah : 1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga. 2. Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas dan DM JENIS ANGINA PEKTORIS Secara klinis dikenal tiga jenis angina pektoris: 1. Angina stabil kronik adalah angina yang tidak mengalami perubahan

dalam frekuensi, kuat dan lamanya serangan dalam beberapa bulan observasi. Walaupun penyebab dasarnya ateroklerosis koroner, nyeri angina tidak berhubungan dengan luas atau beratnya ateroklerosis. Angina stabil kronik adalah jenis angina yang paling umum ditemukan dan terjadi setelah kerja fisik, emosi atau makan. Angka kematian angina stabil kronik sekitar 3-4 % per tahun. Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan

ini,obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah yang dapat

melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang banyak.

2.

Angina tidak stabil ditandai oleh serangan angina berulang dengan

frekuensi dan lama serangan angina yang progresif, serangan infark jantung akut dan kematian mendadak (kematian yang terjadi dalam 1 jamm sejak timbulnya gejala). Serangan angina terjadi baik sewaktu istirhat maupun kerja fisik. Mekanisme dasar dari angina adalah ketidakstabilan (berupa fissuring splitting, rupturing) plak ateroklerotik koroner. Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner pertengahan.

Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri. 3. Angina varian dikemukakan pertama kali oleh M. Prinzmetal (1959)

sebagai suatu serangan angina yang terjadi pada saat istirahat yang diikuti oleh elevasi segmen ST pada EKG karena vasospasme koroner. Perlu ditegaskan bahwa pada semua jenis angina termasuk angina karena vasospasme koroner, terdapat juga komponen ateroklorosis walaupun beratnya berbeda satu dengan lainnya. Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner. Penyakit iskemia jantung (PIJ), dikenal juga penyakit arteri koroner (PAK), didefinisikan sebagai kekurangan oksigen dan penurunan atau tidak adanya aliran darah ke miokardium yang disebabkan oleh pennyempitan atau terhalangnya arteri koroner. PIJ dapat terjadi pada gejala koroner akut (GKA), yang melibatkan angina pektoris tidak stabil dan infark miokardial akut (IMA) berhubungan dengan perubahan ECG baik peningkatan pada bagian sistem ST (STEMI) atau peningkatan bagian non-ST (NSTEMI). PIJ dapat muncul juga sebagai miokardial infark (MI) didiagnosis hanya oleh penanda biokimia, angina eksersional stabil kronis iskemia

tanpa gejala, atau iskemia disebabkan vasospasmus arteri koroner (angina Prinzmetal atau varian). PENGENALAN KLINIS 1. Gejala Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan. 2. Pemeriksaan fisik Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina. 3. EKG EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari stress test adalah : - Menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak. - Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama akan memberi hasil positif kuat. Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam.Bila

perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA. 4. Enzim LDH, CPK dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA.

TUJUAN TERAPI Tujuan jangka pendek dari terapi untuk PIJ adalah untuk mengurangi atau mencegah gejala anginal yang membatasi kemampuan aktivitas fisik dan memperburuk kualitas hidup. Tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah PJK seperti IM, aritmia, dan gagal jantung, dan untuk memperpanjang hidup pasien. Penanganan angina pectoris harus dilakukan dengan segera dan meliputi pemberian obat-obatan, menghilangkan factor predisposisi dan pencetus dan sebagainya.Tujuan pegobatan angina adalah mengembalikan aliran darah koroner fisiologis pada jaringan jantung iskemik dan/atau mengurangi kebutuhan oksigen otot jantung. Pemberian obat antiangina bertujuan untuk (1) mengatasi atau mencegah serangan akut angina pectoris dan (2) pencegahan jangka panjang serangan angina. Tujuan inidapat dicapai dengan mengembalikan imbangan dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard, dengan cara meningkatkan suplai oksigen (meningkatkan aliran darah koroner) ke bagian miokard yang iskemik dan/atau mengurangi kebutuhan oksigen jantung (mengurangi kerja jantung). PENGHAMBAT KANAL Ca++ Calcium channel blocker atau sering disebut penyakat-kanal-kalsium adalah sekelompok obat yang bekerja dengan menghambat masuknya ion Ca+ melewati slow channel yang terdapat pada membran sel (sarkolema). Berdasarkan struktur kimianya, CCB dapat dibedakan atas 5 golongan obat: (1) Dyhidropyridine (DHP) : Amilodipine, Felodipine,

Isradipine,

Nicardipine,

Nifedipine,

Nimodipine,

Nisoldipine,

Nitrendipine.

(2)

Dyphenilalkilamine : Verapamil dll (3) Benzotiazepin : Diltiazem dll, (4) Piperazine : Sinarizine dll, (5) lain-lain : Bepridil dll. Beberapa tipe penyakat-kanal-kalsium adalah tipe L (tempat ditemukan: Otot,saraf), tipe T (tempat ditemukan : jantung, saraf), tipe N (tempat ditemukan : saraf), tipe P (tempat ditemukan saraf purkinje serebral). Cara kerja kanal kalsium tipe L merupakan tipe yang dominan pada otot jantung dan otot polos dan diketahui terdiri dari beberapa reseptor obat. Telah dibuktikan bahwa ikatan nifedipine dan dyhidropyridine lainnya terdapat pada satu situs, sedangkan verapamil dan diltiazem diduga mengadakan ikatan pada reseptor yang berkaitan erat, tetapi tidak identik pada regio lainnya. Ikatan obat pada reseptor verapamil atau diltiazem juga mempengaruhi pengikatan dyhidropyridine. Region reseptor tersebut bersifat stereoselektif, karena terdapat perbedaan yang mencolok baik dalam afinitas pengikatan stereoisomer maupun potensi farmakologis pada enansiomer verapamil, diltiazem dan kongener nifedipin yang secara optis aktif. Penyakatan oleh obat tersebut menyerupai penyakatan pada kanal natrium oleh anastetika local : obat tersebut bereaksi dari sisi dalam membrane dan mengikat lebih efektif pada kanal di dalam membrane yang terdepolarisasi. Pengikatan obat tersebut diduga mengubah cara kerja kanal, dari terjadinya pembukaan secara konsisten setelah depolarisasi, ke cara lain yang jarang terjadi pembukaan tersebut. Hasilnya adalah penurunan mencolok pada arus kalsium transmembran yang dihubungkan dengan relaksasi otot polos yang berlangsung lama dan di dalam otot jantung dengan penurunan kontraktilitas di seluruh jantung dan penurunan kecepatan pacemaker pada nodus sinus dan penurunan kecepatan konduksi pada nodus atrioventrikuler. Respons otot polos terhadap aliran masuk kalsium melalui kanal kalsium yang dioperasikan reseptor juga menurun pada penggunaan obat tersebut, tetapi tidak begitu mencolok. Penyekatan tersebut berubah secara parsial dengan peningkatan konsentrasi kalsium,meskipun kadar kalsium yang diperlukan tidak dapat diperoleh dengan mudah. Penyakatan juga dapat berubah secara parsial dengan penggunaan obat yang dapat meningkatkan aliran kalsium transmembran, seperti simpatomimetika. Tipe kanal kalsium lainnya kurang sensitive terhadap penyakatan oleh penyakatan kanal kalsium. Oleh karena itu, jaringan dengan tipe kanal tersebut memainkan peran utama-

neuron dan sebagian besar kelenjar sekresi-kurang dipengaruhi oleh obat tersebut dibandingkan dengan otot jantung dan otot polos. NITRAT ORGANIK Obat golongan nitrat merupakan lini (pilihan) pertama dalam pengobatan angina pektoris. Mekanisme kerja obat golongan nitrat dimulai ketika metabolisme obat pertama kali melepaskan ion nitit (NO2-), suatu proses yang membutuhkan tiol jaringan. Di dalam sel, NO2- diubah menjadi nitrat oksida (NO), yang kemudian mengaktivasi guanilat siklase, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik (cGMP) intraseluler pada sel otot polos vaskular. Bagaimana cGMP menyebabkan relaksasi, belum diketahui secara jelas, tetapi hal tersebut akhirnya menyebabkan defosforisasi miosin rantai pendek (MCL), kemungkinan dengan menurunkan konsentrasi ion Ca2+ bebas dalam sitosol. Hal tersebut akan menimbulkan relaksasi otot polos, termasuk arteri dan vena. Nitrat organik menurunkan kerja jantung melalui efek dilatasi pembuluh darah sistemik. Venodilatasi menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung, sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel (beban hulu) dan volume ventrikel menurun. Beban hulu yang menurun juga memperbaiki perfusi sub endokard. Vasodilatasi menyebabkan penurunan resistensi perifer sehingga tegangan dinding ventrikel sewaktu sistole (beban hilir) berkurang. Akibatnya, kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi berkurang. Ini merupakan mekanisme antiangina yang utama dari nitrat organik. Dilihat dari farmakokinetiknya, nitrat organik mengalami denitrasi oleh enzim glutation-nitrat organik reduktase dalam hati. Golongan nitrat lebih mudah larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya bersifat lebih larut dalam air sehingga efek vasodilatasi dari metabolitnya lebih lemah atau hilang. Eritritil tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami degradasi tiga kali lebih cepat daripada nitrogliserin (berat molekul rendah, bentuk seperti minyak). Sedangkan isosorbid dinitrat dan pentaeritritol tetranitrat (berat molekul tinggi, bentuk padat) mengalami denitrasi 1/6 dan 1/10 kali dari nitrogliserin. Kadar puncak nitrogliserin terjadi dalam 4 menit setelah pemberian sublingual dengan waktu paruh 1-3 menit. Metabolitnya berefek sepuluh kali lebih lemah, tetapi waktu paruhnya lebih panjang, yaitu kira-kira 40 menit. Isosorbid dinitrat paling banyak digunakan, tetapi cepat dimetabolisme oleh hati. Penggunaan isosorbid mononitrat yang merupakan metabolit aktif utama dari dinitrat bertujuan untuk mencegah variasi absorpsi dan metabolisme lintas pertama dari dinitrat yang dapat diperkirakan.

Dalam mengatasi serangan angina, maka yang terpenting adalah memilih nitrat organik dengan mula kerja obat yang cepat. Sebaliknya, untuk pencegahan timbulnya angina, maka yang terpenting adalah lama kerja obat. Mula kerja (onset) dan lama kerja (durasi) obat tergantung dari cara pemberian dan formulasi farmasi. Pemberian nitrat

organik sublingualefektif untuk mengobati serangan angina akut. Dengan cara ini absorpsi berlangsung cepat dan obat terhindar dari metabolisme lintas pertama di hati, sehingga bioavailabilitasnya sangat meningkat (isosorbid dinitrat 30% dan nitrogliserin 38%). Mula kerja obat tampak dalam 1-2 menit, tetapi efeknya dengan cepat akan menurun sehingga setelah 1 jam hilang sama sekali. Nitrat organik dapat diberikan secara oral (p.o) untuk tujuan pencegahan timbulnya serangan angina. Dalam hal ini, obat tersebut harus diberikan dalam dosis cukup besar agar kemampuan metabolisme hati untuk obat ini menjadi jenuh. Mula kerja nitrat organik oral adalah lambat, puncaknya tercapai dalam 60-90 menit dan lama kerja berkisar 3-6 jam. Nitrat organik dapat juga diberikan intravena (i.v) agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik yang tinggi cepat tercapai. Nitrogliserin i.v bermanfaat untuk pengobatan vasospasme koroner dan angina pektoris tidak stabil dan mungkin merupakan cara terbaik untuk mengobati segera angina akut. Pemberian nitrogliserin dalam

bentuk salep atau diskdimaksudkan untuk tujuan profilaksis karena obat diabsorpsi secara perlahan lewat kulit. Efek terapi tampak dalam 60 menit dan berakhir dalam 4-8 jam. Pada sediaan disk, nitrogliserin terdapat sebagai depot dengan reservoir suatu polimer pada plester. Mula kerja lambat dan puncak efek tercapai setelah 1-2 jam. Secara umum efek samping yang timbul akibat penggunaan obat golongan nitrat untuk antiangina, antara lain: dilatasi arteri akibat nitrat menyebabkan sakit kepala (30-60% dari pasien yang menerima terapi nitrat), sehingga seringkali dosisnya dibatasi. Efek samping yang lebih serius adalah hipotensi dan pingsan. Refleks takikardia seringkali terjadi. Dosis tinggi yang diberikan jangka panjang bisa menyebabkan methemoglobinemia sebagai akibat oksidasi hemoglobin. Sesekali juga dapat menyebabkan rash. Penggunaan nitrat yang berkelanjutan dapat menyebabkan terjadinya toleransi, bukan saja pada efek samping, tapi juga pada efek antiangina dari nitrat kerja lama. Ketergantungan pada nitrat terjadi pada pemberian nitrat kerja lama (oral maupun topikal). Penghentian terapi kronik harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari timbulnya fenomena rebound berupa vasospasme yang berlebihan dengan akibat memburuknya angina sampai terjadinya infark miokard dan kematian mendadak. Udem perifer juga kadang-kadang terjadi pada pemberian nitrat kerja lama (oral maupun topikal). Nitrat yang diberikan secara oral dapat menimbulkan terjadinya dermatitis kontak.

PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR BETA (-BLOKER) Dikloroisoproterenol adalah obat beta bloker yang pertama ditemukan tetapi tidak digunakan karena obat beta bloker ini juga merupakan agonis parsial yang cukup kuat. Propranolol yang ditemukan kemudian, menjadi prototipe golongan obat beta bloker. Sampai sekarang, semua obat beta bloker baru dibandingkan dengan prapranolol. Obat beta bloker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Obat beta-blocker efektif diberikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. penderita usia muda penderita yang pernah mengalami serangan jantung penderita dengan denyut jantung yang cepat angina pektoris (nyeri dada) sakit kepala migren.

Obat beta bloker dibagi menjad dua golongan berdasarkan kerjanya pada reseptor beta1 atau reseptor beta2 (kardioselektif) yaitu yang selektif dan nonselektif. Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol merupakan obat beta bloker selektif karena mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor beta1 daripada reseptor beta2. Obat beta bloker lainnya merupakan obat beta bloker nonselektif. Cara kerja obat beta bloker Efek terhadap sistem kardiovaskular merupakan efek obat beta bloker yang terpenting, terutama akibat kerjanya pada jantung. Obat beta bloker mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard. Efek ini kecil pada orang normal dalam keadaan istirahat, tetapi menjadi nyata bila sistem simpatis dipacu, misalnya sewaktu olah raga atau stress.

Obat beta bloker tidak menurunkan tekanan darah yang normal, tetapi menurunkan tekanan darah penderita hipertensi. Mekanisme antihipertensi beta blker ini masih belum jelas. Pemberian obat beta bloker secara terus menerus pada penderita hipertensi pada akhirnya meyebabkan penurunan resistensi perifer. Mekanismenya belum diketahui, tetapi mungkin sekali karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan curah jantung yang berlangsung secara kronik/terus menerus. Di samping itu, hambatan sekresi renin dari ginjal oleh obat beta bloker juga menimbulkan efek hipotensi/tekanan darah rendah. Sebagian sekresi renin akibat diet rendah natrium juga dihambat oleh obat beta bloker.