Upload
ahmad-ibnu
View
207
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERILAKU PASIEN DENGAN PENYAKIT DM
A. Latar BelakangDiabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes
seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7
tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini
terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi (Soegondo S, dkk. 2010).
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular,
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada
mata, ginjal, dan syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan
dengan baik, diharapkan semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, atau
setidaknya dihambat. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup
berperan dalam perjalanan penyakit diabetes (Soegondo S, dkk. 2010).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit
yang bersifat kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya
rendah. Dan penelitian terhadap penyandang diabetes mendapatkan 75 %
diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58 % memakai
dosis yang salah, dan 80 % tidak mengikuti diet yang tidak dianjurkan.
(Endang Basuki dalam Sidartawan Soegondo, dkk 2004).
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan
kenaikan yang bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola
makan dan berkurangnya aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor
penyebab terpenting. Oleh karenanya, DM dapat saja timbul pada orang tanpa
riwayat DM dalam keluarga dimana proses terjadinya penyakit memakan
waktu bertahun-tahun dan sebagian besar berlangsung tanpa gejala. Namun
penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui dasar-dasar penyakit dengan
baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup kita (Elvina Karyadi, 2006).
2
Penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), penduduk dunia yang
menderita diabetes mellitus sudsh mencakupi sekitar 197 juta jiwa, dan
dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.
WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366
juta orang pada tahun 2030. Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan
negara-negara berkembang, yang mengalami kenaikan penderita diabetes
mellitus 150 % yaitu negara penderita diabetes mellitus terbanyak adalah India
(35,5 juta orang), Cina (23,8 juta orang), Amerika Serikat (16 juta orang),
Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta orang).
WHO menyatakan, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan
mengalami kenaikan 8,4 juta jiwa pada tahun 2000, menjadi 21,3 juta jiwa
pada tahun 2030. Tingginya angka kematian tersebut menjadikan Indonesia
menduduki ranking ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina
(Depkes RI, 2004).
Pada tahun 2006, sedikitnya 350 ribu orang atau 5 persen dari jumlah
penduduk Lampung terserang diabetes. Penyakit ini juga bisa menyerang
siapa saja mulai balita hingga orang tua. Berdasarkan survei, penyakit ini
teryata membunuh lebih banyak manusia dibandingkan HIV/AIDS
(ebdosama.blogspot.com).
Data tingkat kepatuhan terapi jangkapanjang pada penderita DM hanya
mencapai sekitar 50%, penderita DMsalah mengunakan obat 58%, tidak
menjalankan diet 75% dan 80%menyuntikkan insulin dengan cara yang salah.
Penderita DM dapat menjalanikehidupan normal jika mengikuti terapi yang
tepat (Suyono, 2005).
Kepatuhan diet pasien merupakan suatu perubahan perilaku yang positif dan
diharapkan, sehingga proses kesembuhan penyakit lebih cepatdan terkontrol.
Pengaturan diet yang seumur hidup bagi pasien DM menjadi sesuatu yang
sangat membosankan dan menjemukan, jika dalam diri pasientidak timbul
pengertian dan kesadaran yang kuat dalam menjaga kesehatannya. Perubahan
perilaku diet bagi pasien DM yang diharapkanadalah mau melakukan
perubahan pada pola makannya dari yang tidak teratur menjadi diet yang
3
terencana (Perkeni, 2006). Olehnya itu, makalah ini akan membahas
Kepatuhan perilaku pasien dengan penyakit diabetes mellitus.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku pasien DM.
2. Mengetahui apa itu definisi DM?
3. Mengetahui tindakan yang tepat untuk pasien DM.
C. Tujuan
1. Umum
Setelah dilakukan penelitian diharapkan pasien dengan penyakit DM dapat
memahami tentang penyakit DM dan cara penanganannya.
2. Khusus
a. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pasien
DM
b. Mampu menguasai konsep dasar tentang penyakit DM
c. Mampu melakukan tindakan secara mandiri dalam penanganan
penyakit DM
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas
ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau
penurunan efektifitas insulin. Ganggua n metabolik ini
mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan
elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan
aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya
menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel endotelial vaskular pada
mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2004).
Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah
suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa
darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula
darah sewaktu >> 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >> 120
mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas,
mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan
tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas
dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi
gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah
menjadi tidak stabil.
2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus
Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
a. Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau DM Tipe-1)
Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja
yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya
diketahui mereka harus langsung memakai insulin. Pankreas sangat
5
sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin
(Soegondo, 2004).
Diabetes melitus tipe-1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil
insulin pada Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan
insulin pada tubuh. Sampai saat ini, diabetes tipe-1 tidak dapat
dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun
mencegah diabetes tipe-1. Kebanyakan penderita diabetes tipe-1
memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
diderita. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap
insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama
pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1
adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya
infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati
dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti
terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian
darah (Mirza, 2008).
b. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan
dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor
insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling
utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada
tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat
anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah
penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan
insulin kadang dibutuhkan.
Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya
jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin,
6
kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin
relatif (Mirza, 2008).
DM Tipe-2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita DM
Tipe-2 lebih sering dijumpai dari pada DM Tipe-1, proporsinya
mencapai 90% dari seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang
termasuk dalam kelompok DM Tipe-2 biasanya memiliki berat
badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota keluarga
yang menderita DM, 25% dari pasien DM Tipe-2 mempunyai
riwayat adanya anggota keluarga yang menderita DM. Kembar
identik dengan DM Tipe-2, pasangan kembarnya akan menderita
penyakit yang sama (Noer, 1996).
c. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)
Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis diabetes ini terjadi selama
kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun
kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak
kesehatan janin dan ibu.
Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari
semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus
ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa menyebabkan masalah
dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung
sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot.
Bahkan ada dugaan bahwa hiperbillirubinemia juga diakibatkan oleh
binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam
darah. Bahkan dalam kasus yang parahm hal ini bisa mengakibatkan
kematian. Karena itulah, hal ini harus mendapat pengawasan medis
yang seksama selama kehamilan.
3. Gejala Diabetes Melitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM
atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar
7
gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai
160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang
mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut (Mirza, 2008).
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1) Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2) Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4) Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5) Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6) Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7) Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8) Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9) Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10) Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan
seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala
kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam
hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita
penyakit Diabetes Mellitus Tipe-1. Lain halnya pada penderita Diabetes
Mellitus Tipe-2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala
diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita
kencing manis.
4. Determinan Diabetes Melitus
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:
a. Genetik
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena
kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan
insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat keluarga
penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika
8
dibandingkan dengan keluarga yang sehat.
Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada
anak- anaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang
tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anak-anak
untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu atau kedua
orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun
demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan
menderita penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah
pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus yang
timbulnya lebih lanjut (Waspadji, 1997).
b. Umur
Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh
sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari
insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer,
1996).
c. Pola Makan dan Obesitas
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan
di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah
dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini dapat
terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi
makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan
mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam
tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan
kenaikan berat badan (obesitas).
Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan faktor resiko dari
beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes
melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya
retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya
insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas, sehingga insulin
didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran
natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma neropineprin.
9
Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan ke
dalam sel- sel tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah
lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh, maka lemak akan
tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam darah
(Noer,1996).
d. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang
dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan
aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk
dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang
sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan
demikian, untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus
karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan
yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang
seimbang, misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging,
berenang dan bersepeda. Kegiatan tersebut apabila dilakukan
secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes
melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara
kerja insulin tidak terganggu (Soegondo, 2004).
e. Kehamilan
Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes
Melitus Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya
gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak
memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan
kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang
antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah
insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa
menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita
memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan
mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes
Melitus Gestasional (Waspadji, 1997).
10
5. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus
Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya
perawatan pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan
oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah
pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada
penderita diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-
orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang
belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk
menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu
cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga
cakupannya menjadi sangat luas (Noer, 1996).
Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi
tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan
menghindari pola hidup beresiko, seperti : kampanye makanan sehat
dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola
makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan
olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik
dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman
kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan
primer yang sangat murah dan efektif (Noer, 1996).
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan
pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes
penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Menurut WHO
(1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia kegiatan
tersebut memerlukan biaya yang sangat besar (PERKENI, 2002).
Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap
sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah
11
dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat
pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan
kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai
penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.
c. Pencegahan Tertier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya
terdiri dari 3 tahap, antara lain :
1) Mencegah timbulnya komplikasi.
2) Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan
organ.
3) Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan
dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter
yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran
penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi
pasien untuk mengendalikan diabetesnya (Soegondo, 2004).
6. Pengelolaan Diabetes Melitus
Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek
dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya
berbagai keluhan/ gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati
hidup sehat dan nyaman. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah
tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah maupun pada
susunan syaraf sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas
(Waspadji, 1997).
a. Edukasi / Penyuluhan
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang
diberikan kepada setiap penderita diabetes. Disamping kepada
penderita, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarga
penderita dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim
kesehatan harus senantiasa mendampingi pasien dalam menuju
12
perubahan perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi yang komprehensif,
pengembangan keterampilan dan motivasi (Waspadji, 1997).
Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes melitus
adalah apa penyakit diabetes melitus itu, cara perencanaan makanan
yang benar (jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya), kesehatan
mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut, selalu berkumur
setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari dan
tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle
joint (daerah berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku,
tersandung, hindari trauma dan luka (Waspadji, 1997).
b. Diet Diabetes
Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes melitus adalah
menurunkan atau mengendalikan berat badan disamping
mengendalikan kadar gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah paling
tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis.
Penurunan berat badan pasien diabetes melitus yang mengalami
obesitas umumnya akan menurunkan resistensi insulin. Dengan
demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah
(Mirza, 2008).
c. Latihan Fisik
Diabetes melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat
keseimbangan antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan
kerja insulin. Latihan juga dapat membuang kelebihan kalori,
sehingga dapat mencegah kegemukan juga bermanfaat untuk
mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas (Noer, 1996).
Meskipun latihan teratur itu baik untuk penderita diabetes
melitus, tetapi syarat yang harus dipenuhi adalah persediaan insulin
di dalam tubuh harus cukup. Apabila latihan dikerjakan oleh
penderita diabetes melitus yang tidak cukup persediaan insulinnya,
maka latihan akan memperburuk bagi penderita tersebut. Beberapa
13
kegunaan dari latihan teratur setiap hari pada penderita diabetes
melitus antara lain :
1) Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5
jam sesudah makan dapat mengurangi resistensi insulin dan
meningkatkan sensitivitas insulin pada reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
3) Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor
protektif untuk penyakit jantung koroner.
4) Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
5) Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena
terjadi pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
d. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
normal belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan fisik.
Dalam pengelolaan diabetes melitus yang memakai obat
hipoglikemia ini ada dua macam obat yang diberikan yaitu
pemberian secara oral dan secara injeksi. Obat yang diberikan secara
oral/hipoglikemia yang umum dipakai adalah Sulfonilurea dan
Binguanid. Sedangkan yang diberikan secara injeksi adalah insulin
(Waspadji, 1997).
B. Perilaku
1. Konsep Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku
merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat
pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun akt if
(melakukan tindakan) (Sarwono, 2003).
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari
14
manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas
mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi.
Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo,
2007).
Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme
tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku
manusia. Faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk
perkembangan perilaku makhluk hidup itu selanjutnya, sedangkan
lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut.
Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku
yang melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar.
Salah satu perilaku yang penting dan mendasar bagi manusia adalah
perilaku kesehatan. Becker, 1979 membuat suatu konsep tentang
perilaku dalam 3 kelompok yaitu:
2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Skinner dalam Notoatmodjo adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, minuman dan lingkungan. (Notoatmodjo, 2007).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang
perilaku kesehatan yang terdiri dari:
a. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku Hidup Sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya yang mencakup antara lain:
Makan dan menu seimbang (appropriate diet)
Olahraga teratur
Tidak merokok
Tidak minum-minuman keras dan narkoba
Istirahat yang cukup
15
Mengendalikan stress
Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan,
misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.
b. Perilaku sakit (IIInes behaviour)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan
penyebab penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang
sakit,yang harus diketahui oleh orang sakit itu sendiri maupun
orang lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku
peran sakit (the sick role) yang meliput i:
Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana
pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak.
Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan,
memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban
orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain
terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan
penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja,
melainkan diperluka n contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan
diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat
perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
3. Perilaku Sakit
Menurut Suchman dalam Sarwono (2004), ada lima macam reaksi
dalam mencari proses pengobatan sewaktu sakit yaitu:
Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari
medical care untuk satu persoalan atau yang lain, meskipun
tujuannya adalah untuk mencari dokter yang akan mendiagnosis dan
16
mengobati yang sesuai harapan.
Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas
kesehatan pada lokasi yang sama.
Procastination atau penundaan pencarian pengobatan sewaktu
gejala sakit dirasakan.
Self Medication atau mengobati sendiri dengan berbagai
ramuan atau membelinya diwarung obat.
Discontuinity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan
pengobatan).
Dari skema diatas, dapat dilihat bahwa perilaku manusia mempunyai
kontribusi, yang apabila dianalisa lebih lanjut kontribusinya lebih besar.
Sebab disamping berpengaruh langsung terhadap kesehatan, juga
berpengaruh tidak langsung melalui lingkungan terutama lingkungan
buatan manusia, sosio budaya, serta faktor fasilitas kesehatan. Faktor
perilaku ini juga berpengaruh terhadap faktor keturunan. Karena perilaku
manusia terhadap lingkungan dapat menjadikan pengaruh yang negatif
terhadap kesehatan dan karena perilaku manusia pula maka fasilitas
kesehatan disalah gunakan oleh manusia yang akhirnya berpengaruh
terhadap status kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
4. Bentuk-Bentuk Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain atau
ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif
(affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang
jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan
tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga
domain perilaku tersebut yang terdiri dari:
a. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan
17
(knowledge).
b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan
yang diberikan (attitude).
c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik
sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori
Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon
seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,
pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkut an.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah
berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar
atau observable behavior.
Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di
dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
a. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari
luar diri seseorang.
Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik
lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya,
ekonomi maupun politik.
b. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri
seseorang.
Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari
luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi,
sugesti dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor
18
yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku
manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana
seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).
C. Kepatuhan penderita diabetes mellitus
Menurut Notoatmodjo ( 2003 ) yang mengutip dari Lewin perilaku
kepatuhan pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan merupakan hal yang sangat mempengaruhi
terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan pasien yang rendah
tentang pengobatan dapat menimbulkan kesadaran yang rendah
yang akan berdampak dan berpengaruh pada pasien dalam
mengikuti cara pengobatan, kedisiplinan pemeriksaan yang
akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut. Upaya pendidikan
kesehatan pada pasien diabetes mellitus akan meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya, menurut Redhead
( 1993 ) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan yang efektif
pada pasien diabetes mellitus merupakan dasar dari kontrol
metabolisme yang baik dimana dapat meningkatkan hasil klinis
dengan jalan meningkatkan pengertian dan kemampuan pengelolaan
penyakit diabetes mellitus.
2. Sikap adalah reaksi tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek.
3. Ciri – ciri individu meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan
dan status sosial ekonomi.
4. Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga dalam
membantu pasien melaksanakan perawatan dan pengobatan.
Sikap pasien diabetes mellitus tehadap penyakit yang dideritanya akan
meningkat cukup berarti setelah pemberian intervensi pendidikan
kesehatan yang berpengaruh pada program untuk menjalankan terapi
diit. Pasien diabetes mellitus pada saat berinteraksi dengan orang lain
selalu ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk
pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan
19
perilaku terhadap dirinya (Anwar, 2002).
Pandangan dan perasaan seseorang sangat dipengaruhi oleh ingatannya
pada masa lalu, tentang apa yang diketahui dan kesannya terhadap apa
yang sedang dihadapi saat ini. Pengalaman seseorang pada masa lalu
membawa sikap dan perilaku terbuka dan tertutup terhadap dorongan
diri orang lain ( Nurjanah, 2001 ).
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien dalam mengambil suatu
tindakan untuk pengobatan seperti diit, kebiasaan hidup sehat dan
ketepatan berobat. Sarwono menyatakan bahwa sikap dan perilaku
individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi petugas tanpa
kerelaan untuk memberikan tindakan dan sering menghindar, hukuman
jika pasien tidak patuh. Kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam
melaksanakan program pengobatan dapat ditingkatkan dengan
mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan
pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal pemeriksaan dan
rekomendasi hasil penyelidikan ( Murphy, 1997 ).
Perilaku kepatuhan adalah perilaku yang harus dilakukan seorang
pasien untuk melaksanakan cara pengobatan atau nasehat yang ditentukan
oleh tenaga kesehatan yang dapat memperbaiki keadaan sesuai dengan
penyakit diabetes mellitus yang dideritanya. Terbentuknya perilaku
kepatuhan ditentukan pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai – nilai
yang dimiliki pasien diabetes mellitus serta ketersediaan atau
keterjangkauan fasilitas kesehatan dan dorongan dari petugas atau dari
keluarga pasien.
Kesimpulan dari pengertian diatas adalah kepatuhan penderita diabetes
Mellitus merupakan suatu perilaku yang dilakukan oleh penderita
diabetes mellitus untuk melaksanakan terapi terapi diit diabetes
mellitus yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan yang dapat
memperbaiki keadaan sesuai dengan penyakit yang dideritanya antara
lain dengan penendalian asupan nutrisi / diit dan berolahraga secara
teratur.
D. Sikap Pasien Diabetes Mellitus
20
Menurut Agustina (2009), salah satu faktor yang meyebabkan
kekambuhan dan ketidak efektifan penanganan adalah diet diabetes,
karena walaupun mereka sudah mengetahui tentang makanan apa yang
harus dimakan, tetapi mereka sering mengalami kesulitan untuk menaati
diet diabetes. Penanganan penderita Diabetes Mellitus meliputi diet makanan,
latihan (gerak), dan obat-obatan yang terdiri dari agent hipoglikemiks dan
insulin.
Dalam menangani efektivitas diet penderita Diabetes Mellitus perlu
diperhatikan sikap pasien diabetes terhadap dietnya, karena perilaku untuk
mematuhi suatu aktivitas tidak hanya memerlukan pengetahuan belaka,
tetapi juga didukung oleh beberapa faktor yang meliputi lingkungan yang
mendukung system nilai yang dianut, sosial budaya dan support sis tem, oleh
karena itu diperlukan tindakan yang tepat dalam pengelolaan pada pasien
Diabetes Mellitus (Agustina, 2009).
E. Perilaku Pasien Diabetes Mellitu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desi Purnama Sari (2013),
menunjukkan bahwa hanya 17,3% responden patuh dalam mengkonsumsi
jumlah kalori, sedangkan 78,1% responden tidak patuh dalam mengkonsumsi
jumlah kalori yang sesuai dengan kebutuhannya. Penderita DM harus
tidak boleh lebih ataupun kurang dari jumlah kalori yang seharusnya.
Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi yang disebabkan
hiperglikemi dan hipoglikemi. Hiperglikemia dapat merusak saraf dan
pembuluh darah yang menuju jantung. Kondisi tersebut menyebabkan
penderita DM dapat meningkatkan serangan jantung, stroke, gagal ginjal,
serta komplikasi lain. Selain itu efek jangka panjangnya adalah terjadinya
kerusakan retina yang mengakibatkan gangguan penglihatan bahkan
kebutaan (Wijayakusuma, 2008).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 9 responden (31,%) yang tepat
dalam jenis bahan makanan, sedangkan 20 responden (69%) tidak t epat
jenis bahan makanannya. Bahan makanan yang harus dihindari oleh
seorang penderita DM adalah segala macam makanan yang mengandung
21
gula murni, yaitu gula pasir, gula jawa, gula batu, permen, coklat manis, selai,
kue-kue manis, roti manis, kue tar, es kr im, minuman ringan (soft drink), susu
kental manis dan berbagai jenis buah seperti sawo, mangga, jeruk,
rambutan, durian, dan manggis. Buah-buahan yang manis ini seringkali
mengacaukan perawatan dan harus dilarang diberikan kepada diabetisi, boleh
dimakan tapi dalam jumlah yang sedikit dan sesekali saja.
Sedangkan untuk bahan makanan yang dianjurkan untuk dibatasi adalah bahan
makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi, roti, kentang, jus
buah, kelapa, susu segar, susu krim, buah alpukat, dan umbi-umbian
(Tjokroprawiro, 2007).
Seluruh responden (100%) tidak ada yang patuh jadwal sesuai dengan
yang dianjurkan untuk penderita DM. Kepatuhan jadwal makan ini penting
untuk dilakukan karena seorang penderita DM harus menjaga agar glukosa
darahnya tidak meningkat secara drastis dan mencegah terlalu besarnya
rentangan kadar gula darah sehingga tidak dianjurkan untuk makan dengan
porsi yang besar. Oleh karena itu porsi yang kecil dengan frekuensi
yang sering akan membantu penderita Diabetes Mellitus untuk tetap
mempertahankan kadar gula darahnya. Selain itu, apabila telat makan
dapat meyebabkan terjadinya hipoglikemia (rendahnya kadar gula darah)
(Wijayakusuma, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang patuh
terhadap aktifitasnya yaitu 10 responden (34,5%) sedangkan yang tidak
patuh yaitu 19 responden (65,5%). Kegiatan jasmani yang kurang
merupakan salah satu resiko penyebab terjadinya DM tipe 2. Kurangnya
kegiatan jasmani dapat mempengaruhi kerja insulin pada tingkat reseptor yang
dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin sehingga timbul DM tipe 2.
Hasil dari banyak studi membuktikan bahwa aktivitas fisik menurunkan
angka kejadian hipertensi, kegemukan, stoke, osteoporosis, kencing manis,
dan PJK (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, responden yang patuh minum obat
sebanyak 13 responden (44,8%) sedangkan yang tidak patuh yaitu 16
responden (55 ,2%). Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter
22
merupakan suatu tindakan/ praktek kesehatan yang dilakukan dalam rangka
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai bagian dari perilaku
seseorang terhadap stimulus atau objek kesehatan (yang dalam hal ini
adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit DM yang diderita
seseorang). Kemudian dalam proses selanjutnya akan melaksanakan atau
mempraktekkan sesuai apa yang diketahuinya dan disikapi/ dinilainya
baik untuk dilakukan (Sale, 2010). Diketahui bahwa derajat kepatuhan
penderita beragam antara lain dikatakan tapi tidak didengar, didengar
tapi tidak diterima, diterima tapi tidak dilaksanakan, dan dilaksanakan
tapi tidak kontinyu. Maka untuk meningkatkan kepatuhan pasien, perlu
adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan, keyakinan terhadap
kesehatan, serta tujuan yang sama antara pasien dan dokternya (Kaluku, 2012)
F. Penanganan
1. Diit Diabetes Mellitus
Diet merupakan kebiasaan dalam jumlah dan jenis makanan dan minuman
yang dimakan seseorang dari hari kehari, terutama makanan yang telah
dirancang untuk memperbaiki kebutuhan individu yang spesifik mencakup
atau tidak mencakup makanan tertentu. Diet diabetik merupakan diet yang
dianjurkan bagi penderita diabites biasanya terbatas jumlah gulanya atau
karbohidrat yang mudah diserap.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan
olahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes. Dalam
hal makanan misalnya, penderita diabetes harus memperhatikan takaran
karbohidrat.
Dalam penatalaksanaan diet Diabetes Mellitus, perencanaan makanan
merupakan pilar yang sangat penting. Perencanaan makanan perlu pada
semua jenis penderita Diabetes Melltus baik yang terkendali hanya dengan
terapi diit maupun bagi yang menggunakan obat atau insulin. Tujuan diet
diabetes mellitus adalah :
1) Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal
3) mencapai berat badan normal
23
4) Mencegah komplikasi kronik
5) Meningkatkan kualitas hidup sehingga dapat melakukan pekerjaan
sehari-hari seperti biasa.
a. Prinsip diabetes mellitus
Contoh diit diabetes mellitus antara lain :
a. Bahan Makanan yg dianjurkan
1) Sumber Karbohidrat :Nasi,roti,mi, kentang, singkong
2) Sumber Protein rendah lemak :Ikan, ayam tanpa kulit, susu skim,
tempe, tahu, kacang- kacangan.
3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang
mudah cerna. Makanan diolah dengan cara mengukus, panggang,
rebus, di bakar
b. Makanan yang tidak dianjurkan
1) Gula pasir, gula jawa, sirop, jam, jelli, buah – buahan yg diawetkan
dengan gula, susu kental manis, minuman botol ringan, ice cream
2) Makanan yg mengandung lemak : cake, makanan siap saji, goreng
– gorengan.
3) Makanan banyak natrium seperti : ikan asin, telur asin, makanan di
awetkan.
2. Pola Kebiasaan
Gaya hidup yang tidak sehat memiliki banyak faktor resiko antara
lain pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, niat, referensi dan sosial
budaya, sehingga masyarakat tidak sadar dan tidak tahu jika kegemukan
dan mengkonsumsi makanan atau kalori yang berlebihan tanpa diikuti
olah raga yang cukup merupakan kebiasaan yang tidak sehat, karena
pankreas tidak mampu lagi mengontrol kadar gula dalam darah pada
batas normal. Jika penderita diabetes mellitus tidak mampu mengontrol
kadar gula dalam darah, akibatnya kadar gula dalam darah selalu
tinggi. Hal ini akan berpotensi terhadap terjadinya komplikasi diabetes
mellitus seperti stroke, gagal ginjal, jantung, kebutaan bahkan harus
menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka yang darahnya
tidak bisa mengering (Setyobakti, 2006).
24
Sebagai langkah pencegahan dan penatalaksanaan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Pada penderita diabetes mellitus tipe I, diit dan
olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah. Oleh karenanya
harus diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang
teliti terhadap kadar gula darah. Sedangkan pada diabetes mellitus
tipe II, diit dan latihan fisik memegang peran utama dalam pengobatan
diabetes mellitus tipe II (Smeltzer dan Bare, 2008).
Pengaturan pola makan seperti ini kelihatannya mudah, namun jika
diterapkan ternyata banyak penderita diabetes mellitus yang gagal.
Mengingat hal ini maka petugas perlu memberikan bimbingan teknis
kepada pasien mengenai pola makan tepat jumlah, jadwal dan jenis dengan
berbagai contoh menu beserta ukuran jumlah kalorinya.
25
Sumber :
Soegondo, S, dkk., 2010. Buku Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
di Layanan Kesehatan Primer di Indonesia. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Suyono, S., dkk., 2005. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Sebagai Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Bagi Dokter
Maupun Edukator. Jakarta : FKUI.
Perkeni, 2006. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.
Soegondo S. 2004. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini.
Dalam:Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Sarwono, S. 2003, Hidup Bahagia Bersama Diabetes Melitus, Jurnal Keseshatan
Kedokteran. FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta
Andari, P.N., 2006. Pengaruh Konseling Menopause Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Wanita Dalam Menghadapi Masa Menopause.
Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Asti, T., 2006. Kepatuhan Pasien: Faktor Penting Dalam Keberhasilan Terapi.
Majalah infopom.
Azwar, S., 2003. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta :
Puspaswara
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes
Melitus. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
26
Riskesdas, 2007. Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) Laporan Provinsi
Sulawesi Selatan.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.