Upload
cindyputri1294
View
220
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PERENCANAAN AUDIT
1. Komunikasi Dengan Auditor (Sebelum Penunjukan)
Standar pertama dari Generally Accepted Auditing Standard (GAAS) - di Indonesia,
SPAP untuk audit lapangan adalah perencanaan yang memadai. Tiga alasan utama
mengapa seorang auditor harus mempersiapkan rencana kontrak kerja yang tepat:
auditor dapat memperoleh bukti yang cukup kompeten untuk kondisi yang ada
membantu menjaga agar biaya audit yang dikeluarkan tetap wajar
menghindari kesalahpahaman dengan kliennya
Memperoleh bukti yang cukup kompeten merupakan hal yang sangat penting jika KAP
ingin meminimalkan kewajiban hukum dan memelihara suatu reputasi yang baik dalam
komunitas bisnis. Menjaga biaya audit yang dikeluarkan tetap dalam batas yang wajar
akan membantu KAP tetap kompetitif dan selanjutnya dapat mempertahankan bahkan
memperluas jumlah kliennya, dengan asumsi bahwa KAP tersebut memiliki reputasi
untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas tinggi. Menghindari kesalahpahaman
dengan klien merupakan hal yang penting untuk memelihara hubungan baik dengan klien
serta untuk memfasilitasi hasil kerja yang berkualitas tinggi dengan biaya yang wajar.
SA 310 PENUNJUKAN AUDITOR INDEPENDEN
01 Standar pekerjaan lapangan pertama berbunyi sebagai berikut: “Pekerjaan harus
direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya."
02 Aspek supervisi asisten dijelaskan dalam SA Seksi 210 [PSA No. 04] Pelatihan
dan Keahlian Auditor Independen dan SA Seksi 311 [PSA No. 05] Perencanaan dan
Supervisi. Aspek perencanaan pekerjaan lapangan dan saat pelaksanaan prosedur audit
dijelaskan dalam SA Seksi 313 [PSA No. 02] Pengujian Substantif Sebelum Tanggal
Neraca.
Penunjukan Auditor Independen
03 Pertimbangan atas standar pekerjaan lapangan pertama memicu kesadaran bahwa
penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi
auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor merencanakan
pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan
cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan sebelum tanggal neraca.
Penunjukan Auditor Independen Mendekati Atau Setelah Tanggal Akhir Periode
04 Walaupun penunjukan dini lebih baik, auditor independen dapat menerima
perikatan pada saat mendekati atau setelah tanggal neraca. Dalam hal ini, sebelum
menerima perikatan, auditor harus yakin apakah kondisi seperti itu memungkinkan ia
melaksanakan audit secara memadai dan memberi pendapat wajar tanpa pengecualian.
Jika kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara
memadai dan untuk memberi pendapat wajar tanpa pengecualian, ia harus membahas
dengan klien tentang kemungkinan ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian
atau tidak memberikan pendapat. Kadang-kadang keterbatasan audit yang timbul sebagai
akibat kondisi di atas dapat diatasi. Sebagai contoh, penghitungan fisik sediaan dapat
ditunda atau dilakukan kembali di bawah pengamatan auditor independen.
Membangun Pemahaman Dengan Klien
05 Auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan
dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut mengurangi risiko terjadinya
salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien.
Sebagai contoh, pemahaman tersebut akan mengurangi risiko bahwa klien dapat secara
tidak semestinya mempercayai auditor untuk melindungi entitas dari risiko tertentu atau
untuk melaksanakan fungsi tertentu yang merupakan tanggung jawab klien. Pemahaman
tersebut harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab
auditor, dan batasan perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut
dalam kertas kerjanya, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Jika
auditor yakin bahwa pemahaman dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk
menerima atau menolak untuk melaksanakan perikatan.
06 Pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan keuangan umumnya
mencakup hal-hal berikut ini:
a. Tujuan audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan keuangan.
b. Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan
pengendalian intern yang efektif terhadap pelaporan keuangan.
c. Manajemen bertangung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin bahwa entitas
mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap aktivitasnya.
d. Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan dan
informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor.
e. Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor yang
menegaskan representasi tertentu yang dibuat selama audit berlangsung.
f. Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mensyaratkan bahwa
auditor memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, tentang apakah laporan
keuangan bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan. Oleh karena itu, salah saji material mungkin akan tetap tidak terdeteksi.
Begitu pula, suatu audit tidak didesain untuk mendeteksi kekeliruan atau kecurangan
yang tidak material terhadap laporan keuangan. Jika, oleh karena sebab apa pun,
auditor tidak dapat menyelesaikan auditnya atau tidak dapat merumuskan atau tidak
merumuskan suatu pendapat, ia dapat menolak menyatakan suatu pendapat atau
menolak untuk menerbitkan suatu laporan sebagai hasil perikatan tersebut.
g. Suatu audit mencakup pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern yang cukup
untuk merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur
audit yang harus dilaksanakan. Suatu audit tidak didesain untuk memberikan
keyakinan atas pengendalian intern atau untuk mengidentifikasi semua kondisi yang
dapat dilaporkan. Namun, auditor bertanggung jawab untuk menjamin bahwa komite
audit atau pihak lain yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab setara akan
menyadari adanya kondisi yang dapat dilaporkan yang diketahui oleh auditor.
Hal-hal tersebut di atas dapat dikomunikasikan dalam bentuk surat perikatan
(engagement letter).
07 Pemahaman dengan klien juga mencakup hal-hal lain seperti berikut ini:
a. Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (sebagai contoh, waktu, bantuan klien
berkaitan dengan pembuatan skedul, dan penyediaan dokumen).
b. Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika diperlukan.
c. Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu.
d. Pengaturan tentang fee dan penagihan.
e. Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien,
seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi salah
yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor.
f. Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk melakukan akses ke
kertas kerja auditor.
g. Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan
persyaratan badan pengatur.
h. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam hubungannya
dengan perikatan.
Tanggal Berlaku Efektif
08 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari
tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan
mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi
tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik per 1
Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Setelah
tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.
SA 311 PERENCANAAN DAN SUPERVISI
01 Standar pekerjaan lapangan pertama mengharuskan bahwa “Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya”. Seksi ini berisi panduan bagi auditor yang melaksanakan audit berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia di dalam mempertimbangkan
dan menerapkan prosedur perencanaan dan supervisi, termasuk penyiapan program audit,
pengumpulan informasi tentang bisnis entitas, penyelesaian perbedaan pendapat di antara
personel kantor akuntan. Perencanaan dan supervisi berlangsung terus-menerus selama
audit, dan prosedur yang berkaitan seringkali tumpang-tindih (overlap).
02 Auditor sebagai penanggungjawab akhir atas audit dapat mendelegasikan
sebagian fungsi perencanaan dan supervisi auditnya kepada personel lain dalam kantor
akuntannya. Untuk keperluan uraian dalam seksi ini, (a) personel lain dalam kantor
akuntan selain auditor sebagai penanggungjawab akhir audit disebut dengan asisten dan
(b) istilah auditor digunakan untuk menyebut baik auditor itu sendiri maupun asistennya.
Perencanaan
03 Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan
lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi
dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan
tentang bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara
lain:
a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat
usaha entitas tersebut (lihat paragraf 07).
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi
yang signifikan (lihat paragraf 09), termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar
untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan.
d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).
g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit,
seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan
auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan
ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap
kontrak perjanjian).
04 Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan
supervisi biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan
entitas dan pembahasan dengan personel lain dalam kantor akuntan dan personel entitas
tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi:
a. Me-review arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanen, laporan keuangan, dan
laporan auditor tahun lalu.
b. Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan personel kantor
akuntan yang bertanggung jawab atas jasa nonaudit bagi entitas.
c. Meminta keterangan tentang perkembangan bisnis saat ini yang berdampak terhadap
entitas.
d. Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan.
e. Membahas tipe, lingkup, dan waktu audit dengan manajemen, dewan komisaris atau
komite audit.
f. Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, terutama yang baru.
g. Mengkoordinasi bantuan dari personel entitas dalam penyiapan data.
h. Menentukan luasnya keterlibatan, jika ada, konsultan, spesialis, dan auditor intern.
i. Membuat jadwal pekerjaan audit.
j. Menentukan dan mengkoordinasi kebutuhan staf audit.
k. Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh tambahan
informasi tentang tujuan audit yang akan dilaksanakan sehingga auditor dapat
mengantisipasi dan memberikan perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan yang
dipandang perlu.
Auditor dapat membuat memorandum yang menetapkan rencana audit awal, terutama
untuk entitas yang besar dan kompleks.
05 Dalam perencanaan auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, lingkup,
dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu program audit
secara tertulis (atau satu set program audit tertulis) untuk setiap audit. Program audit
harus menggariskan dengan rinci prosedur audit yang menurut keyakinan auditor
diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya
sangat bervariasi sesuai dengan keadaan. Dalam mengembangkan program audit, auditor
harus diarahkan oleh hasil pertimbangan dan prosedur perencanaan auditnya. Selama
berlangsungnya audit, perubahan kondisi dapat menyebabkan diperlukannya perubahan
prosedur audit yang telah direncanakan tersebut.
06 Auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis entitas yang
memungkinkannya untuk merencanakan dan melaksanakan auditnya berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Tingkat pengetahuannya harus
memungkinkan auditor untuk memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang, menurut
pertimbangannya, kemungkinan mempunyai dampak terhadap laporan keuangan. Tingkat
pengetahuan yang umumnya dimiliki oleh manajemen tentang pengelolaan bisnis entitas
jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengetahuan mengenai hal yang sama yang
diperoleh auditor dari pelaksanaan auditnya. Pengetahuan tentang bisnis entitas
membantu auditor dalam:
a. Mengidentifikasi bidang yang memerlukan pertimbangan khusus.
b. Menilai kondisi yang di dalamnya data akuntansi dihasilkan, diolah, di-review, dan
dikumpulkan dalam organisasi.
c. Menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas sediaan, depresiasi, penyisihan
kerugian piutang, persentase penyelesaian kontrak jangka panjang.
d. Menilai kewajaran representasi manajemen.
e. Mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi yang diterapkan dan kecukupan
pengungkapannya.
07 Auditor harus memperoleh pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
sifat bisnis entitas, organisasinya, dan karakteristik operasinya. Hal tersebut mencakup,
sebagai contoh, tipe bisnis, tipe produk dan jasa, struktur modal, pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, lokasi, dan metode produksi, distribusi, serta kompensasi. Auditor
juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi
entitas, seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, serta perubahan teknologi, yang
berpengaruh terhadap auditnya. Hal lain yang harus dipertimbangkan oleh auditor adalah
praktik akuntansi yang umum berlaku dalam industri, kondisi persaingan, dan, jika
tersedia, trend keuangan dan ratio keuangan.
08 Pengetahuan mengenai bisnis entitas biasanya diperoleh auditor melalui
pengalamannya dengan entitas atau industrinya serta dari permintaan keterangan kepada
personel perusahaan. Kertas kerja audit dari tahun sebelumnya dapat berisi informasi
yang bermanfaat mengenai sifat bisnis, struktur organisasi, dan karakteristik operasi, serta
transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus. Sumber lain yang dapat digunakan
oleh auditor adalah publikasi yang dikeluarkan oleh industri, laporan keuangan entitas
lain dalam industri, buku teks, majalah, dan perorangan yang memiliki pengetahuan
mengenai industri.
09 Auditor harus mempertimbangkan metode yang digunakan oleh entitas untuk
mengolah informasi dalam perencanaan audit karena metode tersebut mempunyai
pengaruh terhadap desain pengendalian intern. Luasnya penggunaan komputer dalam
pengolahan sebagian besar data akuntansi dan kompleksnya pengolahannya
mempengaruhi pula sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang digunakan oleh auditor.
Oleh karena itu, dalam menilai dampak luasnya penggunaan komputer terhadap audit
laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
a. Luasnya penggunaan komputer dalam setiap aplikasi akuntansi.
b. Kompleksitas operasi komputer entitas, termasuk penggunaan jasa perusahaan
pengolahan data dengan komputer dari luar.
c. Struktur organisasi kegiatan pengolahan data dengan komputer.
d. Tersedianya data. Dokumen yang digunakan untuk memasukkan informasi ke dalam
komputer untuk diolah, arsip komputer tertentu, dan bukti audit lain yang diperlukan
oleh auditor kemungkinan hanya ada dalam periode yang pendek atau hanya dalam
bentuk yang dapat dibaca dengan komputer. Dalam beberapa sistem komputer,
dokumen masukan seringkali tidak ada sama sekali karena informasi secara langsung
dimasukkan ke dalam sistem. Kebijakan penyimpanan data yang dibuat oleh entitas
mungkin mengharuskan auditor untuk meminta dilakukannya penyimpanan
informasi untuk keperluan review atau untuk melaksanakan prosedur audit pada saat
informasi tersebut tersedia. Sebagai tambahan, informasi tertentu yang dihasilkan
oleh komputer untuk keperluan intern manajemen kemungkinan bermanfaat dalam
pelaksanaan pengujian substantif (terutama untuk prosedur analitik).
e. Penggunaan teknik audit berbantuan komputer (TABK) dapat meningkatkan efisiensi
pelaksanaan prosedur audit. Penggunaan teknik ini juga menyediakan kesempatan
bagi auditor untuk menerapkan prosedur audit tertentu terhadap keseluruhan populasi
akun atau transaksi. Sebagai tambahan, dalam menganalisis data tertentu atau
menguji prosedur pengendalian khusus tanpa bantuan komputer. Lihat panduan
mengenai TABK ini dalam SA Seksi 327 [PSAK No. 59] Teknik Audit Berbantuan
Komputer.
10 Auditor harus mempertimbangkan apakah keahlian khusus diperlukan untuk
mempertimbangkan dampak pengolahan komputer terhadap auditnya, untuk memahami
pengendalian intern, kebijakan dan prosedur, atau untuk merancang dan melaksanakan
prosedur audit. Jika keahlian khusus diperlukan, auditor harus mencari asisten atau tenaga
ahli yang memiliki keahlian tersebut, yang mungkin berasal dari staf kantor akuntannya
atau dari ahli luar. Jika penggunaan jasa tenaga ahli tersebut direncanakan, auditor harus
memiliki pengetahuan memadai yang bersangkutan dengan komputer untuk
mengkomunikasikan tujuan pekerjaan ahli lain tersebut; untuk mengevaluasi apakah hasil
prosedur yang telah ditentukan tersebut dapat mencapai tujuan auditor; dan untuk
mengevaluasi hasil prosedur audit yang diterapkan yang berkaitan dengan sifat, saat, dan
lingkup prosedur audit lain yang direncanakan. Tanggung jawab auditor atas penggunaan
ahli komputer tersebut sama dengan tanggung jawab auditor atas penggunaan ahli
komputer tersebut sama dengan tanggung jawabnya atas penggunaan asisten. Lihat SA
Seksi 355 [PSA No. 57] Auditing dalam Lingkungan Sistem Informasi Komputer dan SA
Seksi 314 [PSAK No. 60] Penentuan Risiko dan Pengendalian Intern – Pertimbangan dan
Karakteristik Sistem Informasi Komputer.
Supervisi
11 Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan
penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan instruksi
kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi masalah-masalah penting yang
dijumpai dalam audit, me-review pekerjaan yang dilaksanakan, dan menyelesaikan
perbedaan pendapat di antara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervisi memadai
dalam suatu keadaan tergantung atas banyak faktor, termasuk kompleksitas masalah dan
kualifikasi orang yang melaksanakan audit.
12 Para asisten harus diberitahu tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur yang
mereka laksanakan. Mereka harus diberitahu hal-hal yang kemungkinan berpengaruh
terhadap sifat, lingkup, dan saat prosedur yang harus dilaksanakan, seperti sifat bisnis
entitas yang bersangkutan dengan penugasan dan masalah-masalah akuntansi dan audit.
Auditor yang bertanggung jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten
untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam
audit, sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut.
13 Pekerjaan yang dilaksanakan oleh asisten harus di-review untuk menentukan
apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara memadai dan auditor harus
menilainya apakah hasilnya sejalan dengan kesimpulan yang disajikan dalam laporan
auditor.
14 Auditor yang bertanggung jawab akhir mengenai auditnya dan asistennya harus
menyadari prosedur yang harus diikuti jika terdapat perbedaan pendapat mengenai
masalah akuntansi dan auditing di antara personel kantor akuntan publik yang terlibat
dalam audit. Prosedur tersebut harus memungkinkan asisten mendokumentasikan
ketidaksetujuan di antara mereka dan kesimpulan yang diambil jika, setelah konsultasi
memadai, ia berkeyakinan bahwa perlu baginya untuk tidak sependapat dengan
penyelesaian masalah tersebut. Dalam hal ini, dasar penyelesaian akhir masalah harus
juga didokumentasikan.
Tanggal Berlaku Efektif
15 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari
tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan
mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi
tersebut berlaku Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan Standar
Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001,
hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.
DUA JENIS RISIKO
1. Risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk)
Ukuran seberapa besar auditor bersedia menerima bahwa laporan keuangan
akan salah saji secara material setelah audit diselesaikan dan pendapat wajar
tanpa pengecualian telah dikeluarkan. Apabila auditor memutuskan untuk
memilih risiko audit yang dapat diterima yang lebih rendah, ini berarti auditor
menginginkan kepastian yang lebih besar bahwa laporan keuangan tidak
mengandung salah saji secara material. Risiko nol persen berarti kepastian, dan
risiko 100 persen berarti sama sekali tidak yakin.
2. Risiko inheren
Ukuran penilaian auditor atas kemungkinan adanya salah saji yang material dalam
suatu saldo akun sebelum mempertimbangkan keefektifan pengendalian internal.
Penilaian risiko audit yang dapat diterima dan risiko inheren adalah bagian yang
penting dari perencanaan audit karena hal itu membantu menentukan jumlah bukti yang
harus dikumpulkan dan staf yang dibutuhkan untuk penugasan itu.
PERENCANAAN AUDIT DAN PERANCANGAN PENDEKATAN AUDIT AWAL
1. Menerima Klien dan Melakukan Perencanaan Audit Awal
Perencanaan audit awal (initial audit planning) melibatkan 4 hal yang semuanya
harus dilakukan lebih dulu dalam audit.
1) Auditor memutuskan apakah akan menerima klien baru atau terus melayani klien
yang ada sekarang. Penentuan ini biasanya dilakukan oleh auditor yang
berpengalaman yang berwenang mengambil keputusan penting. Auditor ingin
membuat keputusan ini lebih awal, sebelum mengeluarkan biaya yang cukup besar
yang tidak bisa ditutup kembali.
2) Auditor mengidentifikasi mengapa klien menginginkan atau membutuhkan audit.
Informasi ini akan mempengaruhi bagian dari proses perencanaan selanjutnya.
3) Untuk menghindari kesalahpahama, auditor harus memahami syarat-syarat
penugasan yang ditetapkan klien.
4) Aufitor mengembangkan strategi audit secara keseluruhan, termasuk staf penugasan
dan setiap spesialis audit yang diperlukan.
Investigasi atas Klien Baru
Sebelum menerima klien baru, kebanyakan kantor akuntan publik akan menyelidiki
perusahaan tersebut untuk menentukan akseptabiltasnya. KAP memeriksa sejauh mana
kemungkinan prospektif klien ini dalam komunitas bisnis, stabilitas keuangannya, dan
hubungannya dengan KAP sebelumnya.
Untuk calon klien yang sebelumnya telah diaudit oleh KAP lain, auditor yang baru
(auditor penerus) diharuskan oleh SAS 84 (AU 315) untuk berkomunikasi dengan auditor
pendahulu. Tujuan persyaratan ini adalah untuk membantu auditor penerus
nmengevaluasi apakah ia akan menerima penugasan tersebut.
Klien yang Berlanjut
Setiap tahun banyak KAP mengevaluasi klien-klien yang ada saat ini guna
menentukan apakah ada alasan untuk menghentikan audit. Konflik yang terjadi
sebelumnya menyangkut ruang lingkup audit yang tepat, jenis pendapat yang akan
diberikan, jumlah fee, atau hal-hal lain dapat menyebabkan auditor menghentikan kerja
samanya. Auditor dapat juga mengundurkan diri setelah menentukan bahwa klien tidak
mempunyai integritas. Menurut Kode Perilaku Profesional AICPA tentang independensi,
jika klien mengajukan tuntutan hukum melawan KAP atau sebaliknya, KAP tersebut
tidak dapat melakukan audit atas klien ini. Demikian juga jika ada fee yang belum
dibayar atas jasa yang telah diberikan lebih dari 1 tahun lalu, KAP tidak dapat
melaksanakan audit tahun berjalan.
Mengidentifikasi Alasan Klien untuk Penugasan Audit
Dua faktor utama yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima adalah
pemakai laporan keuangan yang mungkin dan maksudnya menggunakan laporan tersebut.
Auditor mungkin akan mengumpulkan lebih banyak bukti audit apabila laporan keuangan
digunakan secara ekstensif, seperti yang sering terjadi pada perusahaan terbuka, yang
memiliki utang yang besar dan perusahaan yang akan dijual dalam waktu yang dekat.
Penggunaan yang paling mungkin atas laporan keuangan dapat ditentukan dari
pengalaman sebelumnya dengan klien serta diskusi dengan manajemen. Selama
penugasan, auditor dapat memperoleh informasi tambahan tentang mengapa klien
memerlukan audit serta kemungkinan penggunaan laporan keuangan. Informasi ini dapat
mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima auditor.
Memahami Klien
SAS 108 (AU 310) mensyaratkan bahwa auditor harus mendokumentasikan
pemahamannya dengan klien dalam engagement letter yang meliputi tujuan penugasan,
tanggung jawab auditor dan manajemen, serta batasan-batasan penugasan. Engagement
letter juga dapat mencakup perjanjian untuk meberikan jasa-jasa lain seperti SPT pajak
atau konsultasi manajemen. Engagemen letter harus menyatakan setiap pembatasan yang
diberlakukan pada pekerjaan auditor, batas waktu penyelesaian audit, bantuan yang akan
diberikan oleh karyawan klien dalam mencari catatan dan dokumen, serta skedul yang
akan disiapkan auditor. Surat ini seringkali memuat perjanjian tentang fee dan bertujuan
menginformasikan klien bahwa auditor tidak dapat menjamin semua tindakan kecurangan
akan ditemukan.
Mengembangkan Strategi Audit Secara Keseluruhan
Setelah memahami alasan klien untuk melakukan audit, auditor harus
mengembangkan strategi audit pendahuluan. Strategi ini harus mempertimbangkan sifat
klien, termasuk bidang-bidang dimana terdapat risiko salah saji signifikan yang lebih
besar. Auditor juga harus mempertimbangkan faktor-faktor lainnya seperti lokasi klien
dan keefektifan pengendalian klien di masa lalu dalam mengembangkan pendekatan audit
pendahuluan.
Mengevaluasi Kebutuhan akan Spesialisasi dari Luar
Auditor harus memiliki pemahaman yang memadai atas bisnis klien untuk
mengetahui apakah spesialisasi memang diperlukan. Auditor perlu mengevaluasi
kualifikasi profesional spesialis itu dan memahami tujuan serta ruang lingkup
pekerjaannya. Auditor juga harus mempertimbangkan hubungan spesialis tersebut dengan
klien termasuk situasi yang mungkin mengganggu objektivitasnya.
2) Memahami Bisnis dan Industri Klien
Auditor harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang entitas dan
lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji yang
material pada laporan keuangan baik karena kekeliruan maupun kecurangan, dan untuk
merancang sifat penetapan waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya.
3) Menilai Risiko Bisnis Klien
Auditor menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dari pemahaman strategis
atas bisnis dan industri klien untuk menilai risiko bisnis klien., yaitu risiko bahwa klien
akan gagal dalam mencapai tujuannya. Risiko bisnis klien dapat timbul dari banyak
faktor yang mempengaruhi klien dan lingkungannya, seperti teknologi baru yang
mengikis keunggulan kompetitif klien, atau klien gagal melaksanakan strateginya sebaik
pesaing.
4) Prosedur Analitis
Prosedur analitis dapat dilaksanakan pada salah satu dari ketiga waktu selama
penugasan:
Prosedur analitis diwajibkan dalam tahap perrencanaan untuk membantu menentukan
sifat, luas, dan penetapan waktu prosedur audit.
Prosedur analitis seringkali dilakukan selama tahap pengujian audit sebagai
pengujian subtantif untuk mendukung saldo akun.
Prosedur analitis juga diwajibkan selama tahap penyelesaian audit sebagai ireview
akhir atas salah saji yang material atau masalah keuangan dan membantu auditor
mengambil pandangan objektif akhir pada laporan keuangan yang telah diaudit.
Lima Jenis Prosedur Analitis
1. Data industri
2. Data periode sebelumya yang serupa
3. Hasil yang diharapkan yang ditentukan klien
4. Hasil yang diharapkan yang ditentukan auditor
5. Hasil yang diharapkan dengan menggunakan data non keuangan