Click here to load reader
Upload
pieter-marsahala-manurung
View
80
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sejarah Perekonomian Indinesia dari masa ke masa
Citation preview
Pieter H Marsahala
PEREKONOMIAN INDONESIA
Sistem Merkantilisme (1600-1800).
“Merkantilisme adalah suatu sistem politik ekonomi yang sangat mementingkan
perdagangan internasional dengan tujuan untuk memperbanyak aset dan modal
yang dimiliki suatu negara.”
Merkantlisme tertuang dalam peraturan negara yang berbentuk proteksionisme d
an politik kolonial demi neraca perdagangan yang menguntungkan.
Pemerintah negara mendukung
ekspor dengan insentif dan menghadang impor dengan tarif. Contoh negara yang
menganut pahammerkantilisme adalah Inggris, Belanda, Portugal, Perancis, dan
Spanyol.
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : menguntungkan pihak VOC dengan
menguasai perekonomian setiap kerajaan di Indonesia menggunakan kebijakan-
kebijakan yang pada akhirnya bersifat memaksa karena pada zaman itu VOC
datang ke Indonesia sebagai perusaahan dagang resmi pemerintah Hindia
Belanda.
Cultuurstelstel/sistem tanam paksa atau sistem monopoli (1830-1870)
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini :
menguntungkan bagi Belanda, apalagi
dipadukan dengan sistem konsinyasi
(monopoli ekspor) yang bertujuan seluruh
kerugian akibat perang dengan Napoleon
di Belanda tergantikan berkali lipat, serta
meningkatkan kesejahteraan kepada Belanda sebagai kapitalis.
Ketentuan-ketentuan pokok tanam paksa adalah sebagai berikut :
Penduduk diharuskan menyediakan sebagian tanahnya untuk tanaman
yang laku dijual (di eksport) ke Eropa.
Tanah yang dipergunakan tidak melebihi 1/5 tanah yang dimiliki penduduk
desa.
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA PERIODE KOLONIAL.
Waktu untuk memelihara tanaman tidak melebihi waktu yang diperlukan
untuk memelihara tanaman padi.
Bagian tanah yang ditanami tersebut bebas pajak.
Bila hasil bumi melebihi nilai pajak yang harus dibayar rakyat maka
kelebihan hasil bumi tersebut diberikan kepada rakyat.
Jika gagal panen yang tidak disebabkan oleh kesalahan petani maka
kerugian di tanggung pemerintah
Penduduk yang bukan petani wajib bekerja di kebun, pabrik atau
pengangkutan untuk kepentingan Belanda.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal) 1870-1942
Atas dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun 1870, Indonesia memasuki
‘zaman penjajahan baru’. Sebelum tahun 1870 Indonesia dijajah dengan model
imperialisme kuno, yaitu hanya dikeruk saja kekayaannya. Setelah 1870 di
Indonesia ditetapkan Imperialisme Modern. Sejak tahun 1870 di Indonesia telah
di tetapkan opendeur politiek atau politik pintu terbuka, yaitu politik yang
dijalankan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada pengusaha swasta asing guna menanamkan modalnya di Indonesia. Hal
itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan antara lain
berikut ini:
1. Mendapatkan barang mentah atau bahan baku industri di Eropa.
2. Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
3. Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
4. Menjadi tempat penanaman modal asing.
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : adanya desakan dari kaum Humanis
Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih
baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan
ekonominya.
Pendudukan Jepang (1942-1945)
Hal-hal yang Diberlakukan dalam Sistem Pengaturan Ekonomi Pemerintah
Jepang:
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA PERIODE KEMERDEKAAN.
1). Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi
sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang
mendukung mesin perang.
2). Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan
sanksi pelanggaran yang sangat berat.
3). Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi
kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang).
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : karena penguasaan/penjajahan
pemerintah militer jepang akibat kekalahan belanda dalam melawan invasi
jepang dalam perang dunia kedua yang ingin mengeksploitasi sumber daya alam
dan manusia yang terdapat dalam bumi indonesia untuk dijadikan
pendukung/untuk memenuhi kebutuhan dalam perang dunia kedua dan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi dalam industri jepang (pada waktu itu jepang
merupakan negara industri).
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : setelah akhir penjajahan meninggalkan
hal buruk terhadap perekonomian Indonesia antara lain :
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu
mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan
mata uang pendudukan Jepang.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Adapun kebijakan – kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada era itu
diantaranya :
- Program Banten (1950 – 1951)-
Tujuan program ini adalah untuk mempersatukan kelompok pribumi agar bisa
mengembangkan segala aktivitas ekonomi di Indonesia.
- Program Urgensi Perekonomian (1952-1954)
Program ini disebut Soemitro's plan, diantaranya adalah BNI 1946 harus
dinasionalisir, karena saat itu masih terdapat saham VOC di dalamnya .
Memberikan kesempatan seluas-luasnya pada pengusaha pribumi untuk
mengambil alih perusahaan-perusahaan VOC. Pemerintah mengambil alih
perusahaan pelayaran yang masih dikelola oleh VOC yang sekarang telah
berubah nama menjadi PELNI.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (1951-1966)
TahunIndeks
(1951 = 100)
%
PertumbuhanTahun Indeks
%
Perubahan
1951 100,0 - 1960 146,8 -1,5
1952 103,8 3,8 1961 149,4 1,7
1953 126,8 22,1 1962 145,3 -2,7
1954 128,6 1,4 1963 141,4 -2,7
1955 133,4 3,7 1964 144,7 2,4
1956 136,4 2,2 1965 145,5 0,5
1957 144,4 5,8 1966 146,4 0,6
1958 152,0 5,3
1959 149,1 -1,9
NB: 1951-1957 diukur dengan Pendapatan Nasional bruto (PNB)
1958-1966 diukur dengan Pendapatan Domestik bruto (PDB)
Tahun 1958, defisit saldo neraca pembayaran (BOP) dan anggaran pendapatan
dan belanja pemerintah (APBN) terus membesar dari tahun ke tahun.
Kegiatan di sektor industri pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada
tingkat sangat rendah, karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur
pendukung.
Tingkat inflasi yang tinggi dikarenakan rendahnya volume produksi (dari sisi
suplai) sedangkan tingginya tingkat permintaan akibat terlalu banyaknya uang
beredar di masyarakat.
Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar (1955-1966)
TahunIndeks Harga
(1954 = 100)
Jumlah Uang Beredar
(juta rupiah)
1955 135 12,20
1956 133 13,40
1957 206 18,90
1958 243 29,40
1959 275 34,90
1960 330 47,90
1961 644 67,90
1962 1.648 135,90
1963 3.770 263,40
1934 8.870 675,10
1965 61.400 2.582,00
1966 152.200 5.593,40
Sumber: Arndt (1994)
Manajemen perekonomian moneter yang buruk, banyaknya rupiah yang dicetak
pada saat itu untuk membiayai perang pembebasan Irian barat, serta pertikaian
dengan Malaysia dan Inggris.
Selama periode orde lama, mengalami 8 kali pergantian kabinet.
Aspek positif Indonesia selama masa orde lama dapat dikatakan dengan sitem
ekonomi yang sangat demokratis (1950-1959), sebelum diganti menjadi
demokrasi terpimpin. Namu, tercatat dalam sejarah Indonesia, bahwa sistem
politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan
perekonomian nasional.
Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih merupakan
peninggalan dari masa kolonial, mulai dari sektor formal yang meliputi
pertambangan, distribusi transportasi, bank, dan pertanian komersil, bahkan
termasuk juga sektor informal.
Setelah dilakukannya nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing
belanda, keadaan menjadi buruk lagi dibandingkan dengan ekonomi demasa
penjajahan belanda.
Pada September 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia memuncak dengan
terjadinya kudeta gagal dari partai komunis Indonesai (PKI) yang menyebabkan
perubahan drastis terhadap politik dalam negeri dari sosialis ke kapitalis.
- Program Repelita I (1955 – 1960)
Secara Umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, namun belum tercapai. Yaitu dengan cara Rencana Juanda (1955)
Rencana Pembangunan Lima Tahun I meliputi kurun waktu 1956-1960.
- Program Repelita II (1960 – 1965)
Indonesia mulai berhubungan dengan dunia luar (ekspor dan impor), mulai ada
pinjaman Luar Negeri, namun sebagian peruntukannya untuk pembangunan
mercusuar (Politik Mercusuar Soekarno). Pada tahun 1965 ada pemberontakan
G30S-PKI pada bulan September dan pada bulan November terjadi Senering
atau pemotongan uang rupiah dari 1000 rupiah menjadi hanya 1 rupiah.
Senering ini dilakukan karena diprediksi akan terjadi Hyper Inflation sampai 500
%.
Sistem ekonomi liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar
sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer.
Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini
hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan
pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan
perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan
memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan
kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini
gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa
bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
d) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina
dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga
hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya
sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : ketidakmampuan sistem ekonomi
pasca kemerdekaan yang menyebabkan masih terjadinya kekacauan dalam
ekonomi indonesia terutama hal negatif/buruk (peninggalan penjajahan) yang
belum dapat diatasi oleh pemerintah Indonesia.
Sistem Ekonomi Etatisme / Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki
keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
sebagai berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialisIndonesiadengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-
1962 harga barang-baranga naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai
Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan
angka inflasi ini malah meningkatkan angmeningkatkan ang
Etatisme :segala-galanya diatur oleh pemerintah. Alasan berganti ke sistem
ekonomi ini adalah sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959 dan kegagalan
dari sistem ekonomi liberal yang mengakibatkan pengusaha pribumi masih lemah
dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha
Cina, serta Belanda yang menjual perusahaannya kepada pengusaha pribumi
sedangkan para pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-
perusahaan tersebut.
Sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi
pancasila (1967-1998)
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik
menjadi prioritas utama yang berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflas dibutuhkan karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang
lebih 650 % per tahun yang merupakan kegagalan dari sistem ekonomi etatisme.
Sistem ekonomi pancasila (1998-sekarang)
Alasan berganti ke sistem ekonomi ini : terjadi krisis yang merupakan imbas dari
ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga
meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan
menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
B. ORDE BARU
Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru.
Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian
pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan Orde Baru
menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan menjauhi pengaruh
ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan
Dana Moneter International (IMF).
Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu
pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta
rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama
adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan
pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor
yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama.
Adapun kebijakan – kebijakannya adalah :
- Repelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Perbedaan repelita pada era orde baru dan orde lama adalah, pada era Orde
Lama rencana pembangunan lima tahunan tersebut disusun oleh DPR dan
perancang Negara/kabinet, sedangkan pada era Orde Baru rencana
pembangunan lima tahun, disusun oleh DPR, Kabinet, dosen, masyarakat.
Pada repelita I ini menitikberatkan pada sektor perekonomian yang didukung
oleh sektor industri. Muncul istilah Trilogi Pembangunan yang pertama adalah
Stabilitas Nasional, yang keuda Pemerataan dan yang ketiga adalah
Pertumbuhan Ekonomi. Pada masa ini, barang – barang yang diekspor masih
berupa bahan mentah.
- Repelita II (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Trilogi pembangunan diubah urutannya menjadi , yang pertama yaitu
Pertumbuhan ekonomi , yang kedua Pemerataan dan dan yang ketiga Stabilitas
Nasional. Kebijakan ekonomi yang terkenal adalah adanya KNOP 15 tanggal 15
November 1978, isinya yang pertama adalah Masyarakat harus mencintai
produk dalam negeri 2, yang kedua Mendorong ekspor dan yang ketiga yaitu
Memberikan tariff spesifik bagi barang impor
- Repelita III (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Trilogi pembangunan ekonomi mengalami perubahan yaitu menjadi, yang
pertama Pemerataan pembangunan dan hasil2nya yang kedua Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan yang ketiga adalah Stabilitas Nasional yang
sehat dan dinamis.
Terdapat kebijakan devaluasi rupiah tanggal 30 Maret 1983 dengan
menurunkan nilai rupiah menjadi 937 rupiah per dollar. Terdapat kebijakan
deregulasi perbankan oleh Soemarlin (gebrakan Soemarlin pertama) tanggal 1
Juni 1983 karena ada bank – bank yang meminjam dana dari BI namun
khawatir akan disalahgunakan.
- Repelita IV (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Muncul kebijakan devaluasi tanggal 12 September 1986 karena banyak produk
– produk Indonesia yang digudangkan di luar negeri dan aliran kas masuk
berkurang (saat itu telah dipakai neraca pembayaran Balance of Payment).
Selain itu, muncul juga kebijakan deregulasi, tanggal 12 Oktober 1987 tentang
penyederhanaan aturan dan tanggal 27 Oktober 1988 tentang deregulasi dan
debirokratisasi (birokrasi dipangkas dan bank2 diberi kemudahan
pendiriannya).
- Repelita V (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Muncul kebijakan uang ketat (tight money policy) untuk mengatasi inflasi yang
meningkat tajam (gebrakan Soemitro kedua)
- Repelita VI (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Pengalihan dana pembangunan ke Indonesia Timur, karena sebelumnya 75%
KBI 25% KTI menjadi 40% KBI dan 60% KTI. Muncul krisis mata uang, krisis
moneter sampai krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.
II. PEMERINTAHAN TRANSISI (era Presiden B.J. Habibie)
Krisis ekonomi mempunyai dampak yang sangat memprihatinkan terhadap
peningkatan pengangguran, baik di perkotaan maupun di pedesaan, daya beli
masyarakat menurun, pendidikan dan kesehatan merosot serta jumlah
penduduk miskin bertambah oleh karena itu muncul kebijakan Jaring
Pengaman Sosial (social safety net). Yang menyebabkan suatu prestasi yang
mengagumkan yakni nilai tukar rupiah dari 16.000 menjadi 6.000 rupiah.
III. PEREKONOMIAN REFORMASI (era Presiden K.H. Abdurrahman Wahid)
Terjadi banyak keanehan dan tidak terdapat kebijakan perekonomian.Pada
masa Gus Dur, rating kredit Indonesia mengalami fluktuasi, dari peringkat
CCC turun menjadi DDD lalu naik kembali ke CCC. Salah satu penyebab
utamanya adalah imbas dari krisis moneter pada 1998 yang masih terbawa
hingga pemerintahannya.
IV.PEREKONOMIAN GOTONG ROYONG (era Presiden Ibu Megawati
Soekarnoputri)
Kebijakan Privatisasi secara teoritis, bagi penganut neoliberal, privatisasi
dimaksudkan sebagai jalan untuk mengatasi masalah kekurangan financial,
untuk membuat pelayanan menjadi lebih efisien, serta menghindari distorsi
(kondisi ekonomi ketidak efisien sehingga mengganggu agen ekonomi dalam
memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam rangka memaksimalkan
kesejahteraan mereka sendiri). pada makro dan mikro ekonomi akibat
pelayanan public gratis (Carlos Vilas). Pada kenyataannya, privatisasi telah
mengarah para pengguna jasa untuk membeli dengan harga yang lebih
mahal, karena perusahaan yang terprivatisasi kini menggunakan kriteria bisnis
dan mencari keuntungan (profit). Atau dapat di mengert secara umum yaitu
Kebijakan privatisasi – menjual BUMN sehat ke luar negeri.
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecah adalah pemulihan ekonomi
dan penegakkan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada
pertemun Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar
negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2. Kebjakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan
Negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perushaaan
Negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban
Negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi 4.1%. Namun, kenijakan ini memicu banyak
kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
V. PEREKONOMIAN INDONESIA BERSATU JILID I (era SBY- JK)
Muncul beberapa program yang dijalankan oleh pemerintah seperti, Bantuan
Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas.
VI. PEREKONOMIAN INDONESIA BERSATU JILID II (era SBY – Boediono)
Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional tahun ini, yakni BI rate, nilai tukar, operasi moneter dan
kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas, serta makroprudensial
lalu lintas modal.