81
PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) TERHADAP ISLAMISASI DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Moh. Muhyidin NIM: 1111032100052 JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1438 H

PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI )

TERHADAP ISLAMISASI DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Moh. Muhyidin

NIM: 1111032100052

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1438 H

Page 2: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Moh. Muhyidin

Nim : 1111032100052

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/Prodi : Studi Agama-Agama

Alamat Rumah : Jl. Masjid Baiturrohim No. 2 Pasuruhan, Kec, Kayen,

Kab, Pati, Provinsi Jawa Tengah, Kode Pos 59171

Telp/Hp : 0813-1133-2252

Judul Skripsi : Peranan PITI Terhadap Islamisasi di Indonesia

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Desember 2017

Page 3: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PERANAN PITI TERHADAP ISLAMISASI DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Moh. Muhyidin

NIM: 1111032100052

Di bawah Bimbingan:

Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, MA

NIP: 19471019197703 2 001

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1438 H

Page 4: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Peranan PITI Terhadap Islamisasi di Indonesia” telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada hari Selasa, 06 Maret 2018, Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Jurusan Studi Agama-

Agama.

Jakarta, 06 Maret 2018

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota

Dr. Media Zainul Bahri, MA

NIP. 19751019 200312 1 003

Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Halimah SM, MA

NIP. 19590413 199603 2 001

Anggota,

Penguji I

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer

NIP. 19510304 198203 1 003

Penguji II

Dr. H. M. Amin Nurdin, MA

NIP. 19550303 198703 1 003

Pembimbing

Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, MA

NIP: 19471019197703 2 001

Page 5: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

iv

ABSTRAK

Moh Muhyidin

PERANAN PITI TERHADAP ISLAMISASI DI INDONESIA

Dalam norma politik, identitas etnis mendapatkan titik tekan yang

dominan. Penggunaan istilah “Tionghoa Muslim” atau “Cina Muslim” lebih

populer dibandingkan “Muslim Tionghoa” yang sempat familiar pada 1980-an.

Namun dalam penggunaan istilah “Tionghoa” atau “Cina” masih banyak

perbedaan pendapat baik di kalangan umum maupun di kalangan Tionghoa

sendiri. Organisasi PITI sebagai saluran partisipasi Tionghoa Muslim mulai rutin

mengadakan musyawarah nasional dan menggunakan kembali kedua

kepanjangannya secara bersamaan. Isu politik Tionghoa Muslim pun merujuk

pada isu-isu yang juga diangkat oleh Tionghoa lain seperti kesamaan hak,

eliminasi diskriminasi, undang-undang kewarganegaraan, dan juga penegakan

hukum.

Sedangkan di tingkat lokal, Tionghoa Muslim masih sama dengan lainnya

dalam hal hubungan konsensus dengan pihak Kesultanan. Dimensi budaya

(tradisi) juga tampak titik tekan yang sama, yaitu dominannya identitas budaya

etnis Tionghoa. Dengan dicabutnya pelarangan terhadap ekspresi kesenian dan

tradisi Tionghoa, Tionghoa Muslim di Yogyakarta juga mulai ikut berekspresi,

misalnya mulai ikut merayakan hari raya Imlek dengan cara-cara tertentu.

Page 6: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

v

KATA PENGANTAR

“Secangkir kopi lebih jujur darimu, ia pahit tanpa menyembunyikan pahitnya, ia

hitam tanpa malu mengakui warnanya”

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang senantiasa

melimpahkan rahmat serta karunianya dalam segala hal, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Peranan PITI Terhadap Islamisasi

di Indonesia”. Sholawat serta selam selalu terlimpah curahkan kepada junjungan

Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para Sahabatnya, serta kepada

umatnya hingga akhir zaman. Amin ya rabb.

Penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu pada Program Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat

banyak kesan dan pelajaran dalam setiap proses yang amat panjang dalam

menyelesaikannya. Selesainya skripsi ini bukanlah semata-mata hasil kerja keras

penulis sendiri. Penulis menyadari, skripsi ini tidak akan selesai jika tidak ada

dukungan dari berbagai pihak.

Maka dari itu sudah selayaknya penulis ingin memberikan ucapan terima

kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam

setiap proses untuk menyelesaikan skripsi ini. Baik berupa dukungan, bantuan,

serta ucapan semangat yang tiada henti hentinya kepada penulis. Oleh karena itu

setelah rampungnya penulisan skripsi ini, penulis ingin menyebutkan beberapa

nama yang teramat berkesan dihati penulis, yaitu:

Page 7: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

vi

1. Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, MA, selaku dosen pembimbing yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, yang tidak pernah

bosan memberikan motivasi, bimbingan, do‟a, dan kepercayaan yang sangat

berarti bagi penulis.

2. Dr. Media Zainul Bahri, MA, dan Dra. Halimah Mahmudy, MA, selaku ketua

dan sekretaris jurusan Studi Agama-Agama, yang telah membantu dan

memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.

3. Prof. Dr. Masri Mansoer, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Segenap jajaran dosen dan guru besar Studi Agama-Agama, Dr. Ahmad

Ridho, DESA, Pros. Dr. Kautsar Azhari Noer, Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA,

Dra. Hermawati, MA, Drs. M. Nuh Hasan, MA, Dr. Amin Nurdin, MA, Dr.

Hamid Nasuhi, M,Ag, Dr. Abdul Muthalib dan Dra. Siti Nadroh, MA, yang

telah memberikan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

5. Staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas, Perpustakaan Utama Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia Depok, dan

Perpustakaan Nasional yang telah membantu menyediakan referensi yang

dibutuhkan penulis.

6. Keluarga Besarku, Ayahanda tercinta Alm. Ahmad Munajib, Ibunda tercinta

Umy Nur Hidayati yang senantiasa memanjatkan do‟a dan harapannya untuk

anaknya tercinta. Kakak Moh. Ali Mahmudi, serta adikku tersayang Moh.

Afifuddin dan Muadzim yang selalu membantu dan memberi dukungan.

Page 8: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

vii

7. Keluarga besar di Ciledug Sepahat Foundation, Kang Mohammad Luthfi,

Kang Abdul Rohman, Kang Abdul Basir, Mbak Soli, Mas Aflah, Mas

Muhsinuddin Tidak lupa juga untuk keluaraga besar di Simbah Suwardi dan

mbah Putri di kampung halaman maupun di Jawa Timur.

8. Teman-teman angkatan terkhusus Hodari Mahdan Abdalla, Ati Puspita, Nisa

Fahradina, Noviah, Mila Kamilah, Fatimah Al- Batul, Erik Ermawan, Roni,

Miftah, Arip Nurahman yang mengisi hari-hari ku di kampus, juga Mylinda

Chaerunissa, Enis Chaerunisa, Anissa Khalida yang selalu mememani untuk

mencari referensi.

9. Teman-teman CURIOUS ( Community Of Religious Studies), dan Pejuang

Toga 2011 yang memberikan keceriaan dan kebahagiaan selama menimba

ilmu di jurusan Perbandingan Agama.

10. Keluarga Besar Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang sudah

menjadi keluarga kedua selama penulis menimba ilmu di Jakarta, terkhusus

untuk Herman Saputra, Ahmad Chussanuddin, Annisah, Hanna, yang telah

memberikan banyak pengalaman non akademis sebagai tambahan

pengetahuan untuk bekal hidup di masyarakat.

11. Teman-teman KKN Sagara 2014, Yasser Adnan, Ismadhani, Sogi, Moh.

Sulthon, Hakim, Hadyan, Owi, Fikri Dikriansyah, Ahmad Rojali, Pram

Rosabella, Opitasari, Ayu, Rindiastuti, Hilda Israa, Annisa Fauziah, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

12. Jamilatussa‟adah, si Dinda yang senantiasa menemani penulis dalam segala

situasi dan kondisi, baik susah maupun senang. “Senyum manismu selalu

Page 9: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

viii

mendatangkan semangat baru, Jems.” Begitu juga orang tua dan kedua

kakaknya.

Barakallah, semoga kebaikan semua pihak yang penulis cantumkan di atas

dapat menjadi „pemberat‟ timbangan amal baik di yaum al-mizan nanti. Penulis

teringat pada janji Allah yang termaktub di dalam kitab suci-Nya. “Barangsiapa

yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat

balasan-nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun,

niscaya dia akan melihat balasan-nya pula “ (Q. S. Al-Zalzalah 99:7-8).

Terakhir, dari lubuk hati yang paling dalam penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih rentan terhadap kesalahan dan kekurangan sekaligus masih jauh dari

kata “sempurna”. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala bentuk

kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini sekaligus membuka diri

untuk kritik dan saran demi kesempurnaannya di masa yang akan datang.

.

Page 10: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…......................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ….............................................................................. 8

E. Metode Penelitian …............................................................................ 9

F. Sistematika Penulisan …..................................................................... 10

BAB II SEJARAH ISLAMISASI DI INDONESIA

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia …........................................... 12

A.1. Teori Gujarat .............................................................................. 13

A.2. Teori Arab .................................................................................. 15

A.3. Teori Persia ................................................................................ 17

B. Faktor Islamisasi …............................................................................ 19

B.1. Perdagangan …........................................................................... 20

B.2. Perkawinan …............................................................................. 22

B.3. Politik …..................................................................................... 23

Page 11: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

iix

BAB III KOMUNITAS MUSLIM CINA DI INDONESIA

A. Organisasi PITI di Indonesia ........................................................... 27

B. Peran Islamisasi PITI ....................................................................... 35

BAB IV PERANAN IMPLEMENTASI ISLAMISASI PITI DI INDONESIA

A. Pengertian Implementasi PITI ....................................................... 41

a. Peran PITI dalam menginternalkan Islam ............................... 42

b. Perkembangan Kegiatan PITI di Indonesia ............................. 43

c. Bukti PITI dalam Bidang Ekonomi ........................................ 46

B. Dinamika Tionghoa Muslim .......................................................... 47

C. Bentuk Usaha-usaha PITI Kolektif dan Personal .......................... 50

D. Geliat PITI Pasca Orde Baru ......................................................... 54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …............................................................................... 61

B. Saran …......................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 66

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................

Page 12: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada abad ke 14 M, Kondisi Nusantara sedang mengalami masa

keruntuhan kerajaan Hindu-Budha. Masa ini merupakan masa transisi agama

dari Agama Hindhu-Budha ke masa Islam di Nusantara (baca: Indonesia).1

Masa transisi ini juga dibarengi adanya imigran Cina muslim yang

berbondong-bondong berdatangan hingga menetap di Nusantara. Meskipun

hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah terjalin dari abad ke 5 M.2

Secara singkat dapat dikatakan bahwa Islam lebih dahulu masuk ke

Cina daripada ke Indonesia. Pada sisi lain, Cina sudah memiliki hubungan

yang cukup tua dengan Indonesia, baik dalam konteks perdagangan, politik,

maupun kebudayaan. Ketika sebagian Cina sudah di islamkan, maka yang

berhubungan dengan Nusantarapun sebagiannya adalah Cina muslim. Atas

dasar itu bisa dikatakan bahwa Cina memiliki peran tersendiri dalam

penyebaran Islam di Indonesia. Hubungan antara Indonesia dan China sudah

berlangsung cukup lama.

Ditinjau secara historis, para sejarawan meyakini bahwa proses

islamisasi Jawa terjadi pada bentangan abad ke-14 sampai 16. Di Jawa,

rentangan abad ini memang sangat penting sebab masa-masa ini merupakan

proses penguatan basis-basis Islam. Islam tidak lagi tampil sebagai

1 Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam

di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 4. 2 Liang Jii, Dari Relasi Upeti Ke Mitra Strategis; 2000 Tahun Perjalanan Hubungan

Tiongkok-Indonesia (Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia, 2012), h. iii.

Page 13: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

2

“community” yang sporadis tetapi sudah menjadi “society” yang terstruktur

dengan sistem yang cukup baik dan rapi. Pada masa ini juga terjadi tonggak

sejarah yang penting di Jawa: Kerajaan Majapahit hancur untuk kemudian

berdiri kerajaan-kerajaan Islam (vorstendommen) di pesisir utara Jawa yang

berpusat di Demak. Pada saat yang sama, Rosita Budi Suryaningsih

mengatakan bahwa imigran Tionghoa muslim di Indonesia telah ada sebelum

Portugis dan Belanda datang. Sekitar abad ke-15, imigran Cina Muslim yang

sebagian besar berasal dari Guangzhou dan Fujian mendarat di nusantara.

Mereka tinggal di Indonesia dengan mata pencaharian sebagai pedagang,

bertani, dan sebagai tukang. Secara tidak langsung, keberadaan imigran Cina

tersebut ikut berpartisipasi terhadap proses islamisasi di Nusantara.3

Berita pertama mengenai masyarakat Cina Muslim di Jawa berasal dari

Haji Ma Huan, seorang sekretaris dan juru bahasa Cheng Ho (Zheng He) 14.

Ma Huan sedikitnya telah mengikuti tiga kali misi muhibah Cheng Ho.

Masing-masing muhibah keempat (1413-1415). keenam (1421-1422) dan yang

ketujuh (1431-1433). Dari perjalanan muhibahnya tersebut Ma Huan

berkesempatan melihat dari dekat. Orang Cina Muslim pada abad ke 15 sudah

banyak terdapat dikota-kota pelabuhan, terutama di Pantai Utara.4

Jika pada abad ke 14 hingga 16 di Nusantara sedang terjadi Islamisasi

atau penyebaran Islam, maka bersamaan pada abad tersebut Imigran Tionghoa

3 Rosita Budi Suryaningsih, “Jejak Tionghoa Dalam Penyebaran Islam di Nusantara”

dalam Rubik Khazanah, diambil dari http://khazanah.republika.co.id pada 17 Februari 2017. 4 Handinoto dan Sameul Hartono, “Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan

Mesjid Kuno Di Jawa Abad 15-16”, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 35, No. 1,

Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2007, h. 28.

Page 14: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

3

sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara. Kenyataan tersebut

dibuktikan keikutsertaan muslim Cina membangun kesultanan Demak.

Kesultanan Demak merupakan pusat pemerintahan Islam di Nusantara. Muslim

Cina ini adalah para mufassir bermadzhab Hanafi kemudian mendirikan masjid

di daerah Semarang.5

Kenyataan di atas dapat diteliti dari teori masuknya Islam di Nusantara.

Ada beberapa teori yang masih debateable tentang masuknya Islam di

Indonesia ini, apakah dari Arab, Persia, India (Gujarat dan Bangla), atau China.

Namun demikian, jalur Islam awal yang benar adalah berasal dari Bangla,

meskipun ada beberapa batu nisan di bagian Nusantara mungkin berasal dari

Gujarat, namun itu (sesudah al-Malik al-Saleh wafat) bukan berarti Islam

berasal dari sana.6

Secara sosio-historis, Islam mudah diterima dan berkembang pesat di

Nusantara. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Ricklefs membagi menjadi

dua faktor diterimanya Islam di Nusantara, pertama faktor intern dan kedua

adalah faktor ekstern. Faktor internya adalah ajaran Islam mudah diterima,

sedangkan faktor eksternnya adalah adanya keruntuhan kerajaan Majapahit dan

Sriwijaya. Selain itu didukung dengan dua proses yang terjadi, pertama

penduduk melakukan kontak langsung dengan agama Islam. Kedua orang asing

Asia (Arab, India, China, dll.) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara

5 Rochmawati, Masyarakat dan Budaya; Pembaruan yang Tak Terselesaikan

(Jakarta: PMB, 2004), h. 115. 6 M. Abdul Karim. Teori Jalur India Tentang Masuknya Islam di Indonesia (Studi

Teori Bangla dan Gujarat). Makalah, tanpa tahun terbit, h. 15.

Page 15: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

4

tetap di suatu wilayah Indonesia. 7

Dari beberapa teori mengenai kedatangan agama Islam ke Indonesia,

teori China belum dieksplorasi secara sungguh-sungguh padahal orang-orang

Muslim China mempunyai peranan penting dalam proses penyebaran agama

Islam di Indonesia, termasuk diantaranya ada seorang penjelajah asal China

beragama Islam yang bernama Cheng Ho atau Zheng He atau Sam Po Kong

pernah berkunjung ke Indonesia dan memberi dampak yang besar.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Slamet Muljana, bahwa belum banyak

sejarawan yang mengupas perhatiannya terhadap orang-orang China dalam

Islamisasi (penyebaran Islam di Nusantara).8

Pendapat di atas dikuatkan oleh Muhammad Husnil. Selama ini banyak

kajian tentang muslim Cina di Jawa, tetapi uraiannya sangat terbatas, partikular

dan spesifik. Maka dari itu sampai ini belum ada karya ilmiah yang membahas

secara ekstensif mengenai kontribusi muslim Cina di Indonesia. Padahal

eksistensi Cina muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa dapat

dibuktikan dengan peningggalan purbakala Islam di Jawa. Dengan demikian

menandakan adanya pengaruh Cina yang cukup kuat.9

Salah satunya adalah perkembangan masjid di Indonesia dimulai sejak

7 Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: PT. Serambi Imu

Sejahtera, 2010), h. 3. 8 Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam

di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. v. 9 Muhammad Husnil, “Rekonstrukis Sejarah Masuknya Islam ke Jawa” resensi buku

Arus Cina-Islam Jawa; Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam Penyebaran Agama

Islam di Nusantara Abad XV-XVI karya Smanto al-Qurtuby, diakses dari

http://islamlib.com/aksara/buku/rekonstruksi-sejarah-masuknya-islam-ke-jawa/ pada 13 Maret

2016.

Page 16: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

5

abad ke-16, terdapat adaptasi bangunan bergaya Hindu-Budha pada bangunan

masjid. Ciri khasnya adalah bangunan bertiang tunggal, atapnya perisai dan

bersusun, semakin tinggi kesuciannya. Di Jawa. Bentuk-bentuk seperti ini

berkembang menjadi tempat ibadah Agama Islam.

Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Apandi (2011) tentang Islamisasi

di Jawa Barat abad XV M menghasilkan Syekh Quratul’ain adalah Ulama yang

berperan besar dalam penyebaran Islam di Jawa Barat pada Abad ke XV.

Syekh Quro merupakan Ulama besar Mekkah yang menyebarkan Islam di

Campa. Masuknya Syekh Quro justru atas ekspedisi pelayaran Dinasti Cheng

Tu dari Dinasti Ming pada tahun 1409 M dalam rangka menjalin kerjasama

Tiongkok-Malaka.10

Dengan data di atas maka asumsi pengaruh China atau

Tiongkok dalam Islamisasi di Indonesia sangat kuat. Sumanto al-Qurtuby

menjelaskan eksistensi Cina muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa

tidak hanya ditunjukkan oleh kesaksian pengelana asing, sumber Cina dan teks

local Jawa, melainkan ditunjukkan dengan beberapa bukti berbagai

peninggalan purbakala Islam Jawa. Seperti ukiran masjid kuno di Mantingan,

Jepara, menara masjid Pecinaan Banten, arsitektur keraton Cirebon berserta

taman Sunyaragi dan berbagai peninggalan lainnya.11

Selain persoalan sejarah, hal yang mendasar lainnya adalah aspek

budaya yang melekat dalam islam di Nusantara. Salah satu buktinya adalah

10

Fajar Apandi, “Islamisasi di Jawa Barat Abad XV”, Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 63. 11

Sumanto al-Qurtuby, Arus Cina-Islam Jawa; Bongkar Sejarah Atas Peranan

Tionghoa Dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV-XVI (Yogyakarta:

INSPEAL, 2013), h. 56.

Page 17: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

6

Masjid di Surabaya yang diberi nama masjid Muhammad Cheng Ho. Masjid

tersebut mirip dengan Masjid Nie Jie di Beijing. Bangunan didominasi cat

warna merah, kuning, dan hijau. Selintas, orang melihat bangunan itu sebuah

kelenteng. Tetapi, setelah masuk, terlihat sebuah beduk terpajang sebagai

penanda waktu salat. Pendirian mesjid itu, sebagai bentuk penghormatan

terhadap keteladanan Cheng Ho, seorang muslim yang cinta damai dan

berwawasan luas.12

Pengaruh arsitektur di atas dapat dibenarkan, sebab

banyaknya Cina dari propinsi Guangdong yang terdapat di Jawa. Hal ini

penting karena sebagian besar suku Konghu (asal Guangdong) secara turun

menurun berprofesi sebagai tukang yang sangat ahli dalam pengerjaan kayu

dan batu.13

Walisongo Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah,

pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok14

selain keturunan

Majapahit. Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah

Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif

mempraktikkan kultur Tionghoa.15

Selain itu masih berdampak hingga saat ini. Syiar agama Islam dan

masyarakat Tionghoa Peranakan juga menghasilkan komunitas Tionghoa

Muslim dan masjid-masjid berasitektur khas Tionghoa. Salah satunya Masjid

12

Fadil Satrio Wicaksono, “Peranan Cheng Ho dalam Perkembangan Islam di

Indonesia tahun 1405-1433” Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, h. 2. 13

Handinoto dan Samuel, “Pengaruh Arsitektur”, h. 29. 14

Agus Sunyoto, Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Menguak Walisongo

Sebagai Fakta Sejarah (Bandung: Mizan, 2012), h. 83. 15

Mulyana, Runtuhnya Raja Hindu-Budha, h. 63.

Page 18: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

7

Lautze yang ada di Jakarta Pusat.16

Dengan kata lain, islamisasi yang terjadi

pada masa dahulu masih berdampak hingga saat ini.

Permasalahan yang muncul adalah apakah komunitas muslim Cina

berpengaruh dalam islamisasi di Nusantara. Melihat data yang ada islamisasi

yang terjadi berbarengan dengan adanya imigran Cina yang berdatangan dan

menetap di Indonesia. Adapun urgensinya adalah budaya apa saja yang masih

berkembang dari muslim Cina di Indonesia pada saat ini. Oleh karena itu

penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai Pengaruh komunitas Cina

dalam Islamisasi di Indonesia.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merumuskan masalah pada:

1. Apakah komunitas Cina berpengaruh pada masa Islamisasi di

Indonesia?

2. Bagaimana bentuk-bentuk pengaruh PITI terhadap Muslim di

Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi persoalan pengaruh Cina

terhadap Islamisasi di Indonesia. Dengan meninjau aspek sejarah, sosial serta

hubungan politik dan perdangan yang terjadi antara Cina dan Indonesia.

selanjutnya mengeksplorasi keterpengaruhan Muslim Cina yang ada di

Indonesia saat ini.

16

Iwan Santosa, Peranakan Tionghoa di Nusantara; Catatan Perjalanan dari Barat

ke Timur (Jakarta: Penerbit Kompas, 2012), h. 152.

Page 19: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

8

1. Manfaat penelitian ini bersifat dasar atau murni. Dimana penulis berupaya

menjawab permasalahan yang diangkat secara menyeluruh.

2. Selain itu untuk penulis penelitian ini memiliki manfaat sebagai

persyaratan mencapai gelar sarjana strata satu dalam Fakultas Ushuluddin,

jurusan Studi Agama-Agama.

3. Selanjutnya untuk pembaca dapat memperdalam pengetahuan mengenai

pentingnya tauhid serta implemetasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Sekaligus sebagai wahana untuk menambah khasanah keilmuan agar dapat

memberikan penerangan atau informasi kepada pembaca tentang

pentingnya memahami peranan dan pengaruh muslim Cina di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang

diangkat penulis. Di antaranya sebagai berikut:

1. Skripsi yang dibuat oleh Fajar Apandi berjudul “Islamisasi di Jawa

Barat Abad XV”, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Skripsi tersebut terbatas pada

wilayah penelitian dan waktu yang ditentukan. Hasil penelitiannya

adalah pada abad ke XV M di Jawa Barat terjadi Islamisasi yang

dipengaruhi oleh Cina. Adapun pasukan Cina yang datang pada saat

itu adalah Ceng Ho. Akan tetapi tokoh yang paling berpengaruh

pada penelitian tersebut adalah Syeikh Quro.

2. Skripsi yang dibuat oleh Fadil Satrio Wicaksono berjudul Peranan

Ceng Ho dalam Perkembangan Islam di Indonesia pada tahun 1405

Page 20: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

9

– 1433 M. penelitian tersebut berorientasi pada Tokoh Ceng Ho

yang berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia. Kemudian

penelitian tersebut terbatas pada tahun 1405 – 1433. Dengan kata

lain, penelitian tersebut terbatas pada abad ke 14 M saja.

3. Beberapa Jurnal terkait penelitian, di antaranya Robert Siburian

melakukan penelitian dengan judul Etnis Cina di Indonesia; Fakta

Komunikasi Antar Budaya dalam Jurnal Penelitian Lembaga Ilmu

Pengaetahuan Indonesia. Kemudian Herdanto dan Samuel Hartono

menulis penelitian berjudul Pengaruh Pertukangan Cina Pada

Bangunan Mesjid Kuno di Jawa Abad 15 – 16 M.

Dari penelitian yang ada semuanya berbeda dengan penelitian yang akan

diangkat oleh penulis. Dengan demikian penelitian ini bersifat baru dan

original.

E. Metode Penelitian

Teknik yang penulis gunakan dalam pengumpulan data, dalam penyusunan

karya akademik ini adalah “library research” (studi kepustakaan). Metode ini

berupa pengumpulan data-data yang berhubungan dengan permasalahan yang

dibahas, melalui berbagai literatur baik sumber primer maupun sekunder.

1. Sumber Primber

Data primer penelitian ini adalah mengacu pada buku Sejarah

Indonesia Modern 1200-2008 karya Ricklefs.

2. Data Sekunder

Data sekunder diambil dari buku Slamet Muljana tentang Runtuhnya

Page 21: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

10

Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam di Nusantara.

Buku Agus Sunyoto Atlas Walisongo, Dari Relasi Upeti ke Mitra

Strategis Karya Prof. Liang Jii. Buku Iwan Santosa Peranakan

Tionghoa di Indonesia, dan buku Sumanto al-Qurtuby dengan judul

Arus Cina-Islam Jawa.

Sedangkan metode yang diterapkan dalam penulisan ini adalah deskriptif

dan analisis kritis. Deskriptif digunakan agar mampu memahami dan memberi

gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang terkait dengan karya akademik

ini. Analisis kritis digunakan agar penulis dapat menyusun karya akademik ini

dalam bentuk yang sistematis sehingga dapat mengenai pada inti permasalahan.

Adapun panduan dalam penulisan karya ilmiah ini berdasarkan pada buku

Pedoman Akademik Program Strata 1 Tahun 2011/2012, penerbit UIN Jakarta

Press.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan disusun untuk memudahkan dalam memahami

penelitian ini secara sistematis. Adapun kerangka penulisannya tersistematika

sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang mendeskripsikan permasalahan tentang

pengaruh Cina dalam Islamisasi di Indonesia pada abad 14 – 16 M. Pada bab

ini dibatasi pada permasalahan pokok yang dijadikan acuan penelitian, serta

merumuskannnya kembali. Selanjutnya diuraikan mengenai tujuan dan

manfaat, tinjauan pustaka, serta metodologi yang digunakan untuk melakukan

Page 22: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

11

penelitian.

Bab kedua, berisi uraian penjelasan terkait sejarah masuknya Islam di

Indonesia. Pada bab ini dijelaskan secara umum mengenai hubungan yang

terjadi antara Cina dan Indonesia dari masa awal dan misi atau tujuan adanya

hubungan Cina-Indonesia.

Bab ketiga, menjelaskan tentang komunitas muslim cina di indonesia,

uraian pada bab ini terdiri dari penjelasan mengenai organisasi PITI dan

perannya, serta perkembangan Islam di Indonesia.

Bab ke empat, berisi bukti implementasi islamisasi PITI di Indonesia.

Pada bab ini penulis menganalisa dari mulai keberadaan muslim Cina di

Indonesia. Keberadaan muslim Cina menjadi pijakan awal untuk menganalisa

adanya pengaruh-pengaruh terhadap islamisasi PITI di Indonesia. Selain itu

juga penulis meganalisa dari aspek sosial dan politik.

Bab ke lima Penutup adalah bab terakhir dari keseluruhan rangkaian

pembahasan, memaparkan kesimpulan sehingga memperjelas jawaban

terhadap persoalan yang dikaji serta saran-saran berkenaan dengan

pengembangan keilmuan agar dapat mencapai hal-hal yang lebih baik dan

bermanfaat.

Page 23: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

12

BAB II

SEJARAH ISLAMISASI DI INDONESIA

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang paling luas wilayahnya dan terbesar

jumlah penduduknya di Asia Tenggara. Perlu diketahui bahwa wilayah

Indonesia yang dulu disebut dengan istilah Nusantara dikenal mancanegara

sebagai daerah yang subur serta kaya akan potensi alamnya. Karena hal

tersebut, tidak mengherankan jika para pedagang-pedagang asing berdatangan

ke wilayah-wilayah di Nusantara. Sejak lama Indonesia memainkan peranan

penting dalam dunia perdagangan, politik, penyebaran agama dan kebudayaan.

Memahami masuknya Islam di Indonesia merupakan proses yang

sangat penting, namun juga hal yang paling tidak jelas.18

Hal tersebut

disebabkan teori-teori masuknya Islam yang debatable. Kondisi tersebut

mendukung ketidakpastiannya kesimpulan mengenai proses masuk dan

berkembangnya Islam di Indonesia.19

Menurut Azyumardi Azra menyebutkan kemunculan Islam di

Nusantara sejak kebangkitan Islam sampai paruh kedua abad -17 menempuh

beberapa fase. Fase pertama, sejak akhir abad ke - 8 M sampai ke-12 M

ditandai dengan hubungan yang ada umumnya berkenaan dengan perdagangan.

Inisiatif dalam hubungan semacam ini kebanyakan diprakarsai Muslim Timur

Tengah, khususnya Arab dan India. Dalam fase berikutnya sampai akhir abad

18

Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: PT. Serambi Imu

Sejahtera, 2010), h. 3. 19

Ricklef, Sejarah Indonesia Modern, h. 3.

Page 24: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

13

ke -15, hubungan antara kedua kawasan mulai mengambil aspek aspek lebih

luas. Muslim Arab dan India yang terdiri dari pedagang atau pengembara sufi,

mulai mengintensifikasikan penyebaran Islam di berbagai wilayah Nusantara.

Pada tahap ini hubungan keagamaan dan kultural terjalin lebih erat. Tahap

ketiga adalah sejak abad ke-16 sampai paruh kedua abad ke-17. Dalam masa

ini hubungan yang terjalin lebih bersifat politis di samping keagamaan.20

Beberapa teori yang dikatakan debatable adalah mengenai teori India,

Mekkah (Arab), Persia, serta Bangla (Bangladesh), termasuk teori Cina.

Bentuk debatable teori masuknya Islam di Indonesia salah satunya dibuktikan

dengan antara jalur Islam pada masa awal menunjukkan berasal dari Bangla.

Sedangkan Batu Nisan sebagai simbol makam orang Islam berasal dari Gujarat

(India).21

Akan tetapi gelar seperti Syaikh, Said, Syarif menunjukkan identitas

Arabnya.22

Penulis merincikan beberapa teori masuknya Islam sebagai berikut:

A.1. Teori Gujarat

Teori Gujarat didasarkan atas pandangan yang mengatakan asal daerah

yang membawa Islam ke Nusantara adalah dari Gujarat. Menurut Abdul

Ghofur, Peletak dasar teori ini pertama dikemukakan oleh Pijnepel (1872 M)

yang menafsirkan catatan perjalanan Sulaiman, Marcopolo dan Ibn Batutah.23

Teori ini dikemudian hari mendapat dukungan dari Snouck Hurgronye yang

20

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII & XVII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia (Jakarta: kencana Prenada Media

Group,2004), h. 50. 21

M. Abdul Karim. “Teori Jalur India Tentang Masuknya Islam di Indonesia (Studi

Teori Bangla dan Gujarat)”. Makalah tanpa tahun terbit, h. 15. 22

M. Naquib al-Attas, Islam and Secularisme (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), h. 15. 23

Abd. Ghofur, “Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara”

dalam Jurnal Ushuluddin, Vol. XVII No. 2, Juli 2011, h. 161.

Page 25: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

14

mendasarkan dengan alasan-alasan berikut ini: pertama, kurangnya fakta yang

menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke

Nusantara, kedua, hubungan dagang. antara Indonesia-India telah lama terjalin

dengan baik; ketiga, Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera

memberikan gambaran hubungan dagang antara Sumatera dan Gujarat.24

Azyumardi menambahkan Islam menyebar dan cukup kuat pada masa

itu dan menduduki kota-kota di pelabuhan. Salah satunya kota Deccan,

mayoritas penduduknya beragama Islam dan berprofesi sebagai pedagang.

Orang Deccan inilah yang berperan menyebarkan Islam di Indonesia melalui

jalur perdagangan.25

Pandangan Snouck Hurgronye tersebut memiliki pengaruh besar pada

masa-masa selanjutnya karena mendapat legitimasi dari sejarawan Barat antara

lain Stutterheim dalam karyanya (De Islam en Zijn Komst in De Archple),

Bernard H.N. Vlekke, (Nusantara A History of Indonesia), BJO. Schriekie

(Indonesian Sociological Studies), Clifford Geertz (The Religion of Java),

Harry J. Benda (A History of Modern South East Asia) Van Leur (Indonesian

Trade And Society), T.W. Arnold (The Preaching of Islam).26

Moquette, seorang sarjana Belanda lainnya berkesimpulan bahwa

tempat asal Islam di Nusantara adalah Gujarat. Kesimpulannya muncul setelah

ia mengamati bentuk batu nisan di Pasai, kawasan Utara Sumatra (Aceh

24

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 162. 25

Azra, Jaringan Ulama, h. 40. 26

Ahmad Mansur Surya Negara, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di

Indonesia (Bandung: Mizan 2002), h. 75-78.

Page 26: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

15

sekarang) khususnya yang bertanggal 17 Dzulhijjah 831H/ 27 September

1428M. Batu Nisan yang kelihatannya mirip dengan batu nisan lain yang

ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (w.822/1419M) di Gresik Jawa

Timur ternyata sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay

Gujarat. Berdasarkan contoh-contoh batu nisan inilah ia berkesimpulan bahwa

batu nisan dari Gujarat bukan hanya untuk pasar local, tetapi juga diimpor ke

kawasan lain. Salah satunya ke wilayah Nusantara.27

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Islam masuk ke

Indonesia melalui pedagang India yang beragama Islam. Masuknya Islam di

Indonesia (menurut teori India) sekitar abad ke 12M. Bukti corak Indianya

berasal dari batu nisan yang ditemukan pada makam orang Islam di Indonesia.

Batu Nisan inilah yang menjadi bukti identitas antara Islam, India dan

Indonesia saling berhubungan.

A.2. Teori Arab.

Teori masuknya Islam melalui Arab lahir atas kritik terhadap teori

masuknya Islam dari India. Salah satu bentuk kritiknya adalah fakta mayoritas

muslim Indonesia bermadzhab Syafi’i menunjukkan bukan berasal dari India,

melainkan dari Arab. Fajar Affandi dalam sebuah penelitiannya mengutip dari

Alwi bahwa Snouck mengakui bahwa madzhab Syafi’i yang ada di Indonesia

memungkinkan berasal dari Arab yang bermigrasi ke India. Dengan kata lain

27

Azra, Jaringan Ulama, h. 25.

Page 27: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

16

India hanya sebatas tempat transit semata.28

Salah satu sejarawan Barat yang pernah memunculkan teori Arab

adalah Crawfurd (1820 M), Keyzer (1859 M), Veith (1878 M).29

Umumnya

sejarawan nusantara yang giat memperjuangkan dan mendukung teori Mekah

adalah mereka yang terlibat langsung dan tak langsung dalam seminar masuk

dan berkembangnya Islam di Nusantara baik di Medan maupun di Aceh, dan

sejarawan yang paling gigih adalah Hamka dan M. Naquib al-Attas.

Hamka menilai wilayah Gujarat bukan tempat asal datangnya Islam,

tetapi Gujarat hanya sebagai tempat singgah dari saudagar-saudagar Arab

seperti dari Mekah, Mesir dan Yaman. Sebenarnya Mekkah atau Mesir adalah

tempat asal pengambilan ajaran Islam13. Ia juga mendasarkan bahwa mazhab

terbesar yang dianut sebagian besar umat Islam Nusantara adalah Mazhab

Syafii sama dengan mazhab yang sama dianut masyarakat Mekkah masa itu,

alasan ini jarang diungkap sejarawan Barat masa awal.

Lain Halnya Naquib al-Attas, menurutnya tidak ada satupun karya

literature yang relevan berasal dari India. Memahami karakteristik internal

Islam sangatlah penting, sehingga mengenai bahwa Islam datang tidak hanya

berasal dari unsur eksternalnya saja. Kebanyakan literature justru berasal dari

Jazirah Arab, atau setidaknya dari Persia.30

Selain itu penggunaan gelar Syarif,

Said, Muhammad, Maulana juga identik dengan asal mereka dari Mekah dan

28

Fajar Apandi, “Islamisasi di Jawa Barat Abad XV”, Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 34. 29

Azzumardi Azra, Perspektif Islam Asia Tenggara (Jakarta : Yayasan Obor, 1994),

h. XL. 30

Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah Melayu (Bandung: Mizan, 1997), h. 55.

Page 28: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

17

kedatangan mereka termasuk paling awal di kawaasan Nusantara ini. Bukti

lain adalah pada tahun 1297 M Gujarat masih berada di bawah naungan

kerajaan Hindu, setahun kemudian baru ditaklukkan tentara muslim.31

Dengan demikian, teori Arab mendasarkan pandangan masuknya Islam

diidentikan dengan unsur internal Islam itu sendiri. Arab merupakan permulaan

Islam muncul, oleh karena itu Arab lah yang menyebarluaskan Islam, termasuk

sampai ke wilayah Nusantara. Unsur internal lain adalah literature sebagai

sumber-sumber Islam juga menunjukkan bukti bahwa Islam berasal dari Arab.

Namun yang masih menjadi catatan adalah Arab yang dimaksud secara umum

merupakan jazirah arab, tidak diidentikan secara pasti apakah Saudi Arabia,

Mesir atau Iraq dan sebagainya. Semuanya terangkum dalam satu jazirah

Arabia.

A.3. Teori Persia

Teori Persia, dipelopori oleh P.A. Hoesin Djajadiningrat dari Indonesia.

Titik pandang teori ini memiliki perbedaan dengan teori Gujarat dan Mekah

mengenai masuk dan datangnya Islam di Nusantara. Islam masuk ke Indonesia

menurut Hoisen Djajadiningrat berasal dari Persia abad ke-7 M.32

Dasar dari

teori Persia ini adanya perkumpulan orang-orang Persia di Aceh sejak abad ke-

15. Pada saat itu pemakaian gelar Syah yang biasa digunakan di Persia, juga

pernah digunakan raja-raja.33

31

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 163. 32

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 162. 33

Rosita Baiti, “Teori Dan Proses Islamisasi Di Indonesia” dalam Jurnal Wardah, no.

XXVIII/ th. XV/Desember 2014, h. 140.

Page 29: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

18

Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan

masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia. Diantaranya

adalah perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan berkembangnya

ajaran Syekh Siti Jenar zaman penyebarann Islam Wali Sanga ada kesamaan

dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia.34

Selain itu, terdapat persamaan

budaya antara masyarakat Indonesia dengan Persia. Contohnya, peringatan hari

Asyura pada tanggal 10 Muharram atas wafatnya cucu Nabi Muhammad,

Hasan dan Husen.35

Teori ini banyak mendapat kritikan ketika diadakan seminar masuk dan

berkembangnya Islam di Indonesia diselenggarakan di Medan tahun 1963 M.

Kritik itu muncul dari Dahlan Mansur, Abu Bakar Atceh, Saifuddin Zuhri, dan

Hamka. Penolakan teori ini didasarkan pada alasan bahwa, bila Islam masuk

abad ke-7 M. yang ketika itu kekuasaan dipimpin Khalifah Umayyah (Arab),

sedangkan Persia Iran belum menduduki kepemimpinan dunia Islam. Dan

masuknya Islam dalam suatu wilayah, bukankah tidak identik langsung

berdirinya kekuasaan politik Islam.36

Dari penjelasan di atas, secara umum tiga teori masuknya Islam saling

mengisi dan mengritik satu sama lain. Teori masuknya Islam dari berbagai

daerah merupakan kerangka dasar bagaimana memahami proses penyebaran

Islam atau Islamisasi yang terjadi di Indonesia. Dalam konteks Islam

Indonesia, isu penting yang berkembang sejak awal proses Islamisasi adalah

34

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 162. 35

Rosita Baiti, “Teori Dan Proses Islamisasi” h. 141. 36

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 164.

Page 30: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

19

perjalanan masuknya Islam itu sendiri serta media yang digunakan masuknya

Islam di Indonesia.

Selain itu corak ajaran Islam juga menjadi isu sentral dalam masuknya

Islam di Indonesia. Di setiap wilayah, Islam berkembang baik level kerajaan

maupun masyarakat. Sufisme senantiasa mewarnai secara keseluruhan

gambaran Islam yang muncul37

Islam di Indonesia. Hal tersebut disebarluaskan

melalui kegiatan kaum pedagang dan sufi yang disebut kemudian dengan neo-

sufisme.38

B. Faktor Islamisasi

Lahirnya beragam teori-teori tentang proses Islamisasi di Indonesia,

berangkat dari munculnya pemikiran para ahli sejarah yang dibangun dalam

rangka menjawab tiga persoalan mendasar. Pertama adalah, kapan tepatnya

Islam datang, dan juga masuk pertama kali ke Indonesia, adakah teori-teori

pendukung lainnya. Kedua, adakah bukti-bukti masuknya Islam ke Indonesia,

dan apakah Islam yang datang ke Indonesia langsung dari Jazirah Arab atau

tidak langsung dari Arab, dalam hal ini melalui Parsi (Iran) dan Gujarat (India).

Ketiga, bagaimana proses Islamisasi di Indonesia dapat barlangsung dengan

mudah, sehingga dapat diterima dengan baik oleh penduduk Indonesia, yang

pada waktu itu sudah di kenal sebagai masyarakat mayoritas memeluk agama

Hindu, Budha, dan juga kental dengan kultur maupun tradisi animisme, dan

37

Rizal Sukma dan Clara Joewono, Gerakan Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer

(Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 250. 38

Ira Lapidus. M, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: PT Raja grafindo,1999), h.717.

Page 31: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

20

dinamisme. Selanjutnya, bagaimana pola penyebaran Islam di Indonesia.39

B.1. Perdagangan

Saluran perdagangan merupakan tahap yang paling awal dalam proses

Islamisasi. Tahap ini diperkirakan pada abad ke-7 M yang melibatkan

pedagang Arab, Persia, dan India. Proses ini sangat menguntungkan, sebab bisa

dilaksanakan pada saat mereka berdagang. Dalam agam Islam, semua orang

Islam adalah penyampai ajaran Islam. Pada saluran ini hampir semua

kelompok masyarakat terlibat mulai dari raja, birokrat, bangsawan, masyarakat

kaya, sampai masyarakat bawah. Proses dipercepat dengan mulai runtuhnya

kerajaan- kerajaan bercorak Hindu-Budha.40

Pembawa ajaran Islam ke Wilayah Nusantara pada awalnya adalah

terdiri dari para pedagang dan para sufi. Kemudian mereka berinteraksi dengan

penduduk pribumi dalam jangka pendek (sambil menunggu musim pelayaran)

untuk berpindah ke negara asal atau negara lain. Dalam jangka panjang

saudagar yang pernah datang ke Nusantara atau yang belum mulai bermukim

berbaur bahkan melangsungkan perkawinan dengan penduduk pribumi. Dari

perkawinan ini lahir komunitas baru, terutama di pesisir-pesisir pantai.41

Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang

untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam

bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam

Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai

otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sambil membawa dagangannya

39

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 162. 40

Rosita, “Teori Islamisasi” h. 143. 41

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 164.

Page 32: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

21

juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang

Islami.

Masyarakat ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya,

dimuliakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain

sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama

Kristen ke Indonesia ini berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan

Glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif

penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan

Islam dengan cara yang damai. Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di

Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah

pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus

berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh

sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian

Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.

Alasan masuknya Islam terkuat melalui jalur perdagangan. Hal tersebut

menunjukkan bukti faktor ekonomilah yang menjadi titik utama masuknya

Islam ke Nusantara. Kedekatan secara ekonomi inilah berdampak pada ikatan

kultur yang lebih menguat. Sebagaimana pernyataan Beti Yanura dalam Jurnal

HISTORIA bahwa Sejarah kehidupan Islam di Indonesia telah diakui sebagai

kekuatan kultural.42

Dari hubungan antara pedagang bangsa Arab dengan masyarakat

kepulauan Nusantara, maka terjadilah hubungan lintas social budaya. Adanya

42

Beni Yota, “Perkembangan Islam”, h. 77.

Page 33: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

22

interkasi dengan kedua belah pihak yang saling mengenal secara perlahan dan

intensif.43

Bahkan Deliar Noer mendukung teori di atas bahwa dalam sejarah

Islam dijumpai adanya suatu kebiasaan para saudagar yang sekaligus berperan

sebagai penyebar agama atau mubaligh.44

Baik dengan sengaja maupun tidak,

bila ada kesempatan para saudagar menjadi mubaligh, bahkan sebagian mereka

justru kedatangannya dengan sengaja untuk menyebarkan Islam dan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya mereka berprofesi sebagai saudagar.

Periode islamisasi yang paling kuat, menurut Reid, terjadi bertepatan

dengan kejayaan perdagangan di Nusantara, yaitu membanjirnya perak sekitar

tahun 1570-1630 M. Periode ini adalah masa hubungan langsung secara

ekonomi, agama, dan militer dengan Mekkah dan Dinasti Turki Utsmani. Pada

saat yang sama, kehadiran agama Kristen yang dibawa oleh orang-orang Eropa

juga meningkatkan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara untuk mengislamkan

penduduk di pedalaman.45

B.2. Perkawinan

Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap yang pertama. Para

pedagang lama kelamaan mulai menetap, baik untuk sementara maupun

permanen. Lambat laun para pedagang ini membentuk perkampungan

perkampungan yang dikenal dengan nama Pekojan. Dalam jangka panjang

saudagar yang pernah datang ke Nusantara atau yang belum mulai bermukim

43

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis”, h. 163. 44

Deliar Noer, Bunga Rampai dari Negeri Kanngguru Australia (Jakarta: Panji

Masyarakat, 1986), h. 330. 45

Azis, S.Hum, “Islamisasi Nusantara Perspektif Naskah Sejarah Melayu”, dalam

Jurnal Thaqaffiyat, Vol. 16. No. 1. Juni, 2015, h. 64.

Page 34: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

23

berbaur bahkan melangsungkan perkawinan dengan penduduk pribumi.46

Pada tahap selanjutnya para pedagang ini ada yang mulai membentuk

keluarga dengan cara menikahi para penduduk lokal, misalnya antara Raden

Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila. Namun proses ini tidak begitu

mudah, mengingat perkawinan dengan orang penganut berhala dianggap

kurang sah, karena itu wanita tersebut harus masuk Islam terlebih dahulu. Hal

ini dapat dijalankan dengan sederhana, karena tidak memerlukan upacara.

Cukup dengan mengucapkan kalimat Syahadat.

Adanya proses ini menyebabkan penyebaran agama Islam berjalan

lancar karena keluarga hasil perkawinan akan membentuk keluarga muslim.

Selain itu, tidak mustahil dari pihak keluarga kedua mempelai timbul

ketertarikkan untuk masuk agama Islam. Dalam beberapa babad diceritakan

adanya proses ini, misalnya Maulana Ishak menikahi Putri Blambangan dan

melahirkan Sunan Giri. Dalam Babad Cirebon diceritakan perkawinan antara

Putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati, Babad Tuban menceritakan

tentang perkawinan antara Raden Ayu Teja, Putri Adipati Tuban dengan Syekh

Ngabdurahman.47

B.3. Politik

Dipeluknya Islam oleh seorang raja merupakan faktor utama ter jadinya

islamisasi secara massif masyarakat Nusantara. Ketika Islam di peluk oleh

seorang raja, dengan serta merta rakyat yang dipimpinnya pun mengikuti apa

yang telah dilakukan oleh rajanya. Hal ini dikarenakan seorang raja memiliki

46

Abd. Ghofur, “Telaah Kritis” h. 164. 47

Rosita, “Teori Islamisasi” h. 144.

Page 35: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

24

kedudukan yang sangat tinggi bagi masyarakat Nusantara di mana raja

dianggap sebagai titisan Tuhan atau bayangan Tuhan di muka bumi.48

Van Leur menjelaskan terjadinya konversi massal masyarakat

Nusantara kepada Islam karena adanya perubahan politik di India. Pada waktu

itu kekuasaan Brahmana telah runtuh dan digantikan oleh kekuasaan Islam

Mongol (1526).

Lebih lanjut Van Leur menegaskan bahwa motivasi bupati pantai utara

Jawa memeluk Islam bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya. Pada

saat ini, para bupati menjadikan Islam sebagai instrumen politik untuk

memperkuat kedudukannya. Hal ini memberikan indikasi bahwa Islam pada

masa itu telah tersebar ke seluruh pelosok nusantara dan telah menjadi agama

rakyat.

Kota-kota di wilayah pesisir muncul dan berkembang menjadi pusat-

pusat perdagangan, kekayaan dan kekuasaan. Pada masa inilah bahasa Melayu

memainkan peranan yang penting dalam kegiatan perdagangan dan dakwah

Islamiyah, sehingga menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa lingua franca

di nusantara. Azyumardi Azra menyebutkan bahwa masa-masa ini tidak hanya

mengantarkan wilayah Melayu ke dalam internasionalisasi perdagangan, tetapi

juga kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat

kawasan ini pada masa sebelumnya.49

Taufik Abdullah berkali-kali mencatat bahwa mana Islam masuk, Islam

berkembang dan Islam menjadi kekuatan Politik. Pada abad ke 13 M pada

48

Azis, S.Hum, “Islamisasi Nusantara”, h. 66. 49

Azzumardi, h. Perspektif Islam Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan Obor, 1994), h.

14.

Page 36: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

25

dasarnya sudah terdapat di satu wilayah yaitu Peurlak dan Samudra Pasai

Aceh, Islam telah menjadi Kekuatan politik, dibuktikan dengan adanya batu

nisan seorang Sultan pertama di Samudra Pasai. Hal ini dibarengi dengan

tumbangnya kerajaan Sriwijaya di Sumatera.50

Pada abad XIII M, Kerajaan Sriwijaya sudah berada pada titik

kehancurannya. Kerajaan Maritim yang sudah berdiri sejak abad VII M itu

mulai kehilangan wilayahnya yang dirampas oleh Kerajaan Majapahit dan

Kerajaan Siam. Hal ini disebabkan karena kebijakan Sriwijaya yang ter lalu

keras dalam bidang perdagangan yang kemudian membangkitkan persaingan

dan pertengkaran. Bersamaan dengan itu, Sriwijaya mulai mera sakan

pengaruh agama Islam yang menjadi salah satu faktor penyebab keruntuhan

kebudayaan India-Melayu.51

Taufik Abdullah menjelaskan yang lebih rinci tentang kerajaan

Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524. Pada tahun 1521 M. Kerajaan

ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun. Pada

tahun 1524 M dianeksasi (penyatuan kembali daerah yang sudah terpisah) oleh

raja Aceh, Ali Mughayatsya, sehingga kerajaan Samudera Pasai berada di

bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.52

Pembahasan mengenai Islamisasi telah masuk tahap terakhir, dimana

semua teori telah digunakan untuk menjelaskan proses masuknya Islam di

50

Taufik Abdullah, Islam dan Pembentukan Tradsisi di Asia Tenggara, Sebuah

Perspektif Perbandingan dalam Tradisi dan Kebangkitan di Adsia Tenggara (Jakarta : LP3ES,

1996), h. 59.

51 Azis, “Islamisasi Perspektif Sejarah Melayu”, h. 64.

52 Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: MUI, 1992), h. 55

Page 37: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

26

Indonesia serta penyebarannya. Namun yang perlu diingat adalah bahwa proses

tidak berhenti pada masa awal kedatangan Islam semata. Islamisasi masih terus

dijalankan bahkan memasuki era penjajahan atau era pembaharuan Islam.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ridwan Lubis dalam buku Soekarno

dan Modernisme Islam. Ridwan Lubis menjelaskan pola Islamisasi dalam

perspektif Soekarno bahwa Islam adalah simbol persamaan, Islam, dan

kemajuan. Persamaan berarti menuju pada struktur sosial yang bersifat egaliter

dan demokratis. Islam itu sendiri sebagai agama yang ajarannya mengandung

aspek rasional, khususnya berhubungan dengan kepentingan ummat manusia.

Prinsip terakhir berupa kemajuan yang menunjukkan apabila Islam dipahami

dengan kemajuan maka Islam akan mendorong kemajuan para ummatnya.53

Dengan pernyataan di atas menegaskan bahwa Islamisasi

memungkinkan terjadi hingga saat ini. Hanya saja terdapat perbedaan antara

islamisasi masa awal kedatangan Islam dengan masa sekarang. Akan tetapi jika

kembali pada prinsip utama proses mengislamkannya dapat dipahami bahwa

dulu ataupun sekarang islamisasi tidak lain bentuk penyebaran dan meyakinkan

Islam sebagai agama yang paling baik sehingga dapat diterima dan dijalankan

oleh masyarakat.

53

M. Ridwan Lubis, Soekarno dan Modernisme Islam, (Jakarta: Komunitas Bambu,

2010), h. 87.

Page 38: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

27

BAB III

KOMUNITAS MUSLIM CINA DI INDONESIA

A. Organisasi PITI di Indonesia

Persatuan Islam Tionghoa Indonesia PITI didirikan di Jakarta, pada

tanggal 14 April 1961, antara lain oleh Abdul Karim Oei Tjeng Hien,

Abdusomad Yap A Siong dan Kho Goan Tjin. PITI merupakan gabungan dari

Persatuan Islam Tionghoa PIT dipimpin oleh Alm Abdusomad Yap A Siong

dan Persatuan Muslim Tionghoa PMT dipimpin oleh Kho Goan Tjin. PIT dan

PTM yang sebelum kemerdekaan Indonesia mula-mula didirikan di Sumatera

Utara, di Sumatera Barat, di Riau, di Kepulauan Riau, di Jambi, di Bengkulu,

di Sumatera Selatan, dan di Lampung, diizinkan oleh Sutanto Hartono dan

karyawan SCTV, masing-masing masih bersifat lokal sehingga pada saat itu

keberadaan PIT dan PTM belum begitu dirasakan oleh masyarakat baik muslim

Tionghoa dan muslim Indonesia.

Karena itulah, untuk merealisasikan perkembangan ''ukhuwah Islamiyah''

di kalangan muslim Tionghoa, maka PIT yang berkedudukan di Medan dan

PTM yang berkedudukan di Medan merelakan diri pindah ke Jakarta dengan

bergabung dalam satu wadah, yakni PITI.

PITI didirikan pada waktu itu sebagai tangapan realistis atas saran KH

Ibrahim kepada Abdul Karim Oei bahwa untuk menyampaikan agama Islam

kepada etnis Tionghoa harus dilakukan oleh etnis Tionghoa yang beragama

Islam.

Page 39: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

28

Dalam perjalanan sejarah keorganisasiannya, ketika di era tahun 1960-

1970-an khususnya setelah meletusnya Gerakan 30 September (G-30-S) di

mana di saat itu Indonesia sedang menggalakkan gerakan pembinaan persatuan

dan kesatuan bangsa, ''nation and character building'', simbol-simbol/identitas

yang bersifat disosiatif (menghambat pembauran) seperti istilah, bahasa dan

budaya asing khususnya Tionghoa dilarang atau dibatasi oleh Pemerintah, PITI

terkena dampaknya yaitu nama Tionghoa pada kepanjangan PITI dilarang.

Berdasarkan pertimbangan kebutuhan bahwa gerakan dakwah kepada

masyarakat keturunan Tionghoa tidak boleh berhenti, maka pada tanggal 15

Desember 1972, pengurus PITI, mengubah kepanjangan PITI menjadi Pembina

Iman Tauhid Islam.

Pada bulan Mei 2000, dalam rapat pimpinan organisasi menetapkan

kepanjangan PITI dikembalikan menjadi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia.

Keberadaan Tionghoa di Indonesia mulai mandapat perhatian dan perlindungan

pada masa Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga

merupakan pimpinan ormas Islam terbesar di dunia yakni Nahdlatul Ulama

(NU)

Teori masuknya Islam ke Indonesia dari Cina didasarkan pada beberapa

hal. Pertama adanya catatan perjalanan Laksamana Cheng Ho. Kedua beberapa

peninggalan purba atau benda fisik yang khas dengan Cina. Ketiga catatan

pendukung penyebaran Islam oleh Cina di Indonesia. Selain ketiga dasar

penerimaan teori masuknya Islam dari Cina, teori tersebut juga memiliki

beberapa catatan serta kritikan. Untuk lebih lengkapnya, penulis uraikan satu

Page 40: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

29

persatu di bawah ini.

Teori masuknya Islam dari Cina didukung oleh beberapa pemikir. Slamet

Muljana berkomentar tentang kedatangan Islam di Indonesia melalui Cina.

Secara umum teori ni belum dieksplorasi secara sungguh-sungguh, padahal

orang-orang Muslim China mempunyai peranan penting dalam proses

penyebaran agama Islam di Indonesia.54

Pendapat di atas dikuatkan oleh Muhammad Husnil. Selama ini banyak

kajian tentang muslim Cina di Jawa, tetapi uraiannya sangat terbatas, partikular

dan spesifik. Sampai kini belum ada karya ilmiah yang membahas secara

ekstensif mengenai kontribusi muslim Cina di Indonesia. Padahal eksistensi

Cina muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa dapat dibuktikan dengan

peningggalan purbakala Islam di Jawa. Dengan demikian menandakan adanya

pengaruh Cina yang cukup kuat.55

Salah satu ide dasar teori masuknya Islam ke Indonesia melalui Cina

adalah adanya penjelajah asal China beragama Islam yang bernama Cheng Ho

atau Zheng He atau Sam Po Kong.56

Catatan perjalanan Cheng Ho diawali

dengan keberadaan Dinasti Ming (Zhu Di). Kebijakan yang diberikan oleh

Dinasti Ming adalah memberikan hak bebas memeluk agama apa saja. Selain

54

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam

di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. v. 55

Muhammad Husnil, “Rekonstrukis Sejarah Masuknya Islam ke Jawa” resensi

buku Arus Cina-Islam Jawa; Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam Penyebaran

Agama Islam di Nusantara Abad XV-XVI karya Smanto al-Qurtuby, diakses dari

http://islamlib.com/aksara/buku/rekonstruksi-sejarah-masuknya-islam-ke-jawa/ pada 13 Maret

2016. 56

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan

Islam di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. v.

Page 41: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

30

itu, Dinasti Ming juga memberikan kesempatan yang sama untuk semua

jabatan sesuai dengan kemampuannya. Tidak terkecuali bagi orang-orang

Islam.57

Kondisi di atas mendukung misi yang dimiliki Dinasti Ming berupa

memperkenalkan kebesaran Cina ke seluruh dunia. Misi tersebut direalisasikan

dengan mengirimkan seorang laksamana. Cheng Ho inilah laksamana yang

ditunjuk oleh Dinasti Ming dalam rangka melakukan misi memperkenalkan

kebesaran Cina.58

Cheng Ho yang merupakan seorang laksamana laut asal tiongkok pada

abad ke-15. Cheng Ho atau dikenal juga dengan nama Zheng He dan Sam Po

Kong lahir sekitar tahun 1371 M di provinsi Yunan sebelah barat daya China.

Mempunyai nama kecil Ma Ho, Cheng Ho tumbuh dan dibesarkan di keluarga

dan lingkungan Muslim. Nama Ma sendiri merujuk pada nama Muhammad

yang digunakan keluarga Muslim di Tiongkok.59

Dalam pelayarannya Cheng Ho sempat singgah di Nusantara, selain untuk

mencapai tujuan yang diperintahkan oleh Dinasti Ming untuk bersilaturahmi

dan memelihara perdamaian dengan warga setempat yang dikunjungi. Adapun

tujuan dari Cheng Ho sendiri ingin memperkenalkan agama Islam bahwa Islam

57

Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibbah di

Nusantara (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2000), h. 32. 58

Tan Ta Sen, Cheng Ho: Penyebar Islam Dari Cina ke Nusantara (Jakarta:

Kompas, 2010), h. 223. 59

Fadil Wicaksono, “Peranan Cheng Ho dalam Perkembangan Agama Islam di

Indonesia Tahun 1405-1433” dalam Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2014,

h. 3.

Page 42: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

31

adalah agama yang cinta damai. Selain itu Cheng Ho turut serta

menyebarkannya namun tidak memaksakan kehendak karena Cheng Ho sendiri

orang yang memiliki rasa toleransi tinggi. Hal tersebut dikarenakan di China

sendiri Cheng Ho sangat menghargai agama Budha, Kong Hu Chu dan agama

lainnya.60

Sebagai seorang Muslim yang taat, Cheng Ho beberapa kali mengadakan

kegiatan agama Islam, seperti melakukan dakwah di beberapa daerah yang dia

singgahi selama pelayaran tersebut, tak terkecuali di Indonesia. Cheng Ho

singgah di beberapa daerah yang ada di Indonesia dalam tujuh kali

pelayarannya dan kegiatan agama Islam tetap diselenggarakan. Di Semarang

misalnya, Cheng Ho melakukan pendekatan damai dengan menggunakan

media wayang yang dianggap efektif untuk menyebarkan agama Islam yang

disesuaikan dengan karakteristik masyarakat di wilayah tersebut.61

Cheng Ho giat dan terlibat aktif dalam penyebaran agama Islam baik di

China maupun negara-negara lain yang dia kunjungi. Kegiatan-kegiatan dalam

bidang agama Islam yang dilakukan Cheng Ho antara lain, berziarah di

pekuburan para pendahulu Islam dan sholat di masjid. Dalam pelayaran kaum

Muslim diikutsertakan. Pengetahuannya tentang ajaran agama Islam sangat

dalam karena dibesarkan dalam suasana keagamaan Islam serta Ayah dan

Kakeknya adalah Muslim yang taat. Bahkan beberapa sarjana di Asia Tenggara

60

Mumuh Muhsin, “Islam di antara Cina dan Nusantara”, Makalah dalam Bedah

Buku, oleh Selasar Pusat Kajian Lintas Budaya, (Bandung: Universitas Padjajaran, 2007), h.

15. 61

Mumuh Muhsin, “Islam di antara Cina dan Nusantara”, h. 16.

Page 43: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

32

memberikan pernyataan bahwa Cheng Ho telah melaksanakan rukun Islam

menunaikan ibadah Haji ke Mekkah.62

Dengan demikian, penjelasan di atas menunjukkan adanya bukti bahwa

Islam juga hadir melalui Cina. Adapun Cheng Ho merupakan aktor yang

berbperan aktif dalam penyebaran Islam ke Indonesia. Meskipun kedatangan

Cina tidak bisa dikatakan murni dakwah, namun dalam ekspedisinya Cheng Ho

ikut berperan dalam dakwah meluaskan Islam. Dalam menjalankan misi dari

Dinasti Ming, perjalanan serta pelayaran yang dilakukannya mempunyai arti

yang sangat penting bagi rakyat China. Selain itu pengaruh yang dihasilkan

dari hasil pelayarannya tidak hanya dirasakan bagi rakyat China saja, namun

juga memberikan pengaruh bagi Indonesia ataupun umat Islam nusantara.

Sebagaiama penelitian Fajar Affandi, ekspedisi pelayaran laksamana

Cheng Ho membawa 63 kapal dengan awak berjumlah 27.000. salah satu

rombongannnya adalah Syekh Hasanuddin atau Syaikh Quro dari Campa.

Tujuannya juga membawa misi dakwah.63

Keberadaan Syaikh Quro serta awak

kapal yang notabenenya Muslim menunjukkan Cheng Ho memiliki misi

dakwah Islam ke daerah yang dikunjunginya.

Selain data perjalanan, Sumanto al-Qurtubi Teori Cina yang menyatakan

masuknya Islam ke Jawa abad ke 15 dan 16. Pada abad-abad tersebut

disebutnya sebagai jaman Sino-Javanese Muslim Culture dengan bukti di

62

Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, h. 36 – 39. 63

Fajar Apandi, “Islamisasi di Jawa Barat Abad XV”, Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 5 – 6.

Page 44: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

33

lapangan seperti: Konstruksi Mesjid Demak (terutama soko tatal penyangga

mesjid), ukiran batu padas di Mesjid Mantingan, hiasan piring dan elemen

tertentu pada mesjid Menara di Kudus, ukiran kayu di daerah Demak, Kudus

dan Jepara, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, elemen-elemen yang

terdapat di keraton Cirebon beserta taman Sunyaragi, dan sebagainya.64

Selain itu juga didukung dengan pada nama tokoh yang menjadi agen

sejarah, ternyata telah terjadi verbastering dari nama Cina ke nama Jawa.

Nama Bong Ping Nang misalnya, kemudian terkenal dengan nama Bonang.

Raden Fatah yang punya julukan pangeran Jin Bun, dalam bahasa Cina berarti

“yang gagah”. Raden Sahid (nama lain Sunan Kalijaga) berasal dari kata “sa-

it” (sa = 3, dan it = 1; maksudnya 31) sebagai peringatan waktu kelahirannya di

masa ayahnya berusia 31 tahun.65

Slamet Muljana menguatkan Sultan Demak Panembahan Patah, sebagai

pendukung teori ini dalam Kronik Sam Po Kong bernama Panembahan Jin

Bun nama Cinanya. Arya Damar sebagai pengasuh Panembahan Jin Bun pada

waktu di Palembang bernama Cina, Swang Liong. Sultan Trenggono

disebutkan dengan nama Cina yaitu, Tung Ka Lo. Sedangkan Wali Sanga

antara lain Sunan Ampel dengan nama Cina Bong Swee Hoo. Sunan Gunung

Jati dengan nama Cina Toh A Bo.66

Sebenarnya menurut A.M. Suryanegara bahwa dalam budaya Cina,

64

Sumanto al-Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa (Jogjakarta: Inspeal Ahimsakarya

Press, 2003), h. 230. 65

Sumanto al-Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa, h. 225. 66

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa, h. 78.

Page 45: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

34

penulisan sejarah nama tempat yang bukan negeri Cina, dan nama orang yang

bukan bangsa Cina, juga dicinakan penulisannya. Sebagai contoh putri raja

Vikramawardana (Raja Kerajaan Majapahit terahir) adalah Suhita dan sebagai

Ratu kerajaan Hindu Majapahit, dituliskan nama Cinanya yaitu Su King Ta.

Kemudian nama kerajaan Budha Sriwijaya dituliskann dengan nama Cina, San

Fo Tsi. Namun menurut Selamat Muljana ia tidak menyebutkan bahwa ratu

Shita atau Su King Ta adalah orang peranakan Cina dan kerajaan Budha

Sriwijaya atau San Fo Tsi adalah kerajaan Cina.67

Selain catatan sejarah, bukti peninggalan masa lalu juga menjadi simbol

masuknya Islam melalui Cina. Salah satu buktinya adalah Masjid di Surabaya

yang diberi nama masjid Muhammad Cheng Ho. Masjid tersebut mirip dengan

Masjid Nie Jie di Beijing. Bangunan didominasi cat warna merah, kuning, dan

hijau. Masjid tersebut dibangun sebagai bentuk penghormatan terhadap

keteladanan Cheng Ho, seorang muslim yang cinta damai dan berwawasan

luas.68

Dari data di atas maka dapat dipahami bahwa peranan Cina ikut

berpartisipasi dalam menyebarkan Islam ke Indonesia. Catatan perjalanan

Laksamana Cheng Ho, serta peninggalan arsitektur berciri khas Cina

merupakan bukti masuknya Islam dari Cina.

67

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa, h. 96. 68

Fadil Satrio Wicaksono, “Peranan Cheng Ho”, h. 2.

Page 46: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

35

B. Peran Islamisasi PITI

Keberadaan Cina di Indonesia pada dasarnya sudah terjadi dalam kurun

waktu yang lama. Hubungan yang terjalin antara Cina dan Nusantara

melingkupi persoalan kerjasama, politik, serta ekonomi.69

Selain itu,

keberadaan Cina di Indonesia yang menjamur saat ini membuktikan bahwa

Cina tidak hanya menjalin kerjasama, namun juga bermigrasi ke wilayah

Indonesia. Salah satu bentuk konkritnya adalah adanya komunitas Cina

Muslim, atau Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).

Priyanto Wibowo berpendapat bahwa orang-orang Tionghoa yang berada

di Indonesia, sebenarnya asli keturunan dari orang-orang Tionghoa yang

datang ke Indonesia, mereka pada umunya berasal dari Propinsi Fujian dan

Guangdong di bagian Cina selatan. Mereka pada dasarnya terdiri dari beberapa

suku bangsa seperti Hokkian dan Kanton. Pada masa Dinasti Tang,70

daerah

selatan Cina tersebut merupakan tempat yang sangat strategis untuk

perdagangan, dari tempat tersebut timbul lah keinginan untuk memperluas

kolega perdagangan mereka dengan melakukan pelayaran. Dalam perjalanan

perdangan, orang Tionghoa sering bersinggah lalu mereka menetap di wilayah

Laut Cina Selatan. Salah satunya adalah kepulauan Nusantara.71

69

Liang Jii, Dari Relasi Upeti Ke Mitra Strategis; 2000 Tahun Perjalanan

Hubungan Tiongkok-Indonesia (Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia, 2012), h. 3. 70

Priyanto Wibowo, “Tionghoa Dalam Keberagamaan Indonesia: Perspektif

Historis Tentang Posisi dan Identitas”, Makalah 643. 71

Dinasti Tang, (618M-907M) adalah salah satu dinasti yang paling berpengaruh di

Cina. Lihat Ibrahim Tien Ying Ma, Perkembangan Islam di Tiongkok (Jakarta: Bulan Bintang,

1979), h. 139.

Page 47: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

36

Pendapat di atas diperkuat oleh Nurali Ahmad Fauzi bahwa pada Dinasti

Tang ini orang-orang Tionghoa mulai berdatangan ke Indonesia, puncaknya

pada abad XIX dan permulaan abad XX merupakan migrasi besar besaran bagi

orang-orang Tionghoa ke seluruh dunia.72

Menurut Benny G. Setiono, sekitar

pada abad 14 di Jakarta ( dulu Sunda Kelapa) telah ditemukan penduduk

dengan bermata rata-rata sipit dan berkulit putih. Dan pada abad XVI terjadi

migrasi besar-besaran ke daerah Jawa. Rata-rata alasan meninggalkan negeri

mereka karena ekonomi dan perang yang terus terjadi.73

Migrasi orang-orang Cina tidak bisa dilepaskan dengan teori masuknya

Islam Cina. Berita pertama mengenai masyarakat Cina Muslim di Jawa berasal

dari Ma Huan, seorang sekretaris dan juru bahasa Cheng Ho (Zheng He) 14.

Ma Huan sedikitnya telah mengikuti tiga kali misi muhibah Cheng Ho.

Masing-masing muhibah keempat (1413-1415). keenam (1421-1422) dan yang

ketujuh (1431-1433). Dari perjalanan muhibahnya tersebut Ma Huan

berkesempatan melihat dari dekat. Orang Cina Muslim pada abad ke 15 sudah

banyak terdapat dikota-kota pelabuhan, terutama di Pantai Utara.74

Selain itu

pendapat ini juga diperkuat oleh Ibrahim Tien Ying Ma, bahwa keberadaan

orang-orang Tiongkok muslim di Indonesia terjadi pada masa Dinasti Ming.75

72

Nurali Ahmad Fauzi, “Dinamika Tionghoa Islam Pasca Reformasi di

Yogyakarta”, Skripsi Jurusan Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013,

h. 21 73

Nurali Ahmad Fauzi, “Dinamika Tionghoa Islam”, h. 22. 74

Handinoto dan Sameul Hartono, “Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan

Mesjid Kuno Di Jawa Abad 15-16”, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 35, No. 1,

Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2007, h. 28. 75

Ibrahim Tien Ying Ma, Perkembangan Islam di Tiongkok, h. 146.

Page 48: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

37

Di bawah pengarah Cheng Ho, kemajuan yang cukup berarti tampak

dalam perkembangan komunitas-komunitas Muslim China di Kepulauan

Melayu pada tahun 1920-an. Sejak perjumpaan pertama dengan satusatunya

kelompok Muslim China di Majapahit selama pelayaran pertamanya pada

1405, semakin banyak komunitas Muslim China yang menetap di Jawa dan

Sumatera. Di Jawa, masjid-masjid dibangun di Semarang, Sembung, Sarincil,

Talang, Ancol, Lasem, Tuban, Gresik, dan Jiaotung.76

Dedy mengutip Tarmizi Taher mengelompokkan fase imigrasi Cina ke

Indonesia dalam tiga tahap. Pertama masa Indonesia dikuasai kerajaan-

kerajaan Hindu Budha. Dalam tahap ini, imigrasi Tionghoa berorientasi pada

perdagangan dan kerjasama. Kedua masa Indonesia dikuasai bangsa Eropa.

Tahap ini imigran Cina bertambah banyak dan masih memiliki motif

perdagangan. Ketiga Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Masa ini

imigran Cina semakin banyak dan bermukin di beberapa daerah, seperti

Kalimantan Barat.77

Dari daerah pemukiman tersebutlah, peranakan Tionghoa

makin berkembang pesat.

Dalam perkembangan selanjutnya, keberadaan Cina muslim di Indonesia

semakin besar. Semakin banyak pedagang-pedagang Tionghoa muslim yang

datang dan sebagian besar pedagang Tionghoa muslim tersebut memutuskan

untuk menetap dan menikahi penduduk lokal yang melahirkan Tionghoa

76

Fadil Satrio Wicaksono, “Peranan Cheng Ho”, h. 7 – 8. 77

Dedy, “Peranan Cheng Ho dalam Sejarah Perkembangan Muslim Tionghoa di

Indonesia” Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, h.

44.

Page 49: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

38

peranakan di Nusantara. Kemudian pada akhir abad ke-20 hingga awal abad

ke-21 perkembangan Tionghoa muslim di Indonesia makin berkembang, hal ini

sendiri dibuktikan dengan terbentuknya organisasi-organisasi Tionghoa muslim

di Indonesia. Ada tiga organisasi Tionghoa muslim di Indonesia, yaitu PITI

(Persatuan Islam Tionghoa Indonesia), Yayasan Haji Karim Oei dan

MUSTIKA (Muslim Tionghoa dan Keluarga).78

PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) berdiri tanggal 14 April 1961

di Jakarta sebagai suatu organisasi masyarakat yang tegas menyebut diri

sebagai wadah berhimpunnya Tionghoa muslim. Didirikan oleh beberapa

tokoh Tionghoa muslim, yaitu H. Abdul Karim Oey, H. Abdusomad Yap, Kho

Goan Tjin, dan kawan-kawan.79

Selain PITI, pada tanggal 19 April 1991 didirikan Yayasan Haji Karim Oei

oleh seorang tokoh Tionghoa muslim bernama Yunus Yahya yang berlokasi

disebuah ruko di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Selain sebagai kantor

yayasan bangunan ruko tersebut juga diperuntukkan untuk menjadi sebuah

masjid, yang dikenal dengan nama Masjid Lautze. Masjid ini merupakan

masjid pertama yang didirikan oleh organisasi Tionghoa muslim di Jakarta.

Pada tanggal 31 Januari 2006 beberapa kaum muda Tionghoa muslim (

awalnya juga berorganisasi di PITI) membentuk sebuah yayasan bernama

MUSTIKA (Muslim Tionghoa dan Keluarga), pada tanggal 19 Februari 2007

78

Desy Anggraini dkk, “Analisis Cara Organisasi Tionghoa Muslim dalam

Mempertahankan Identitas Tionghoa” dalam jurnal Thesis Binus, 2011, h. 3. 79

Desy Anggraini dkk, “Analisis Cara Organisasi Tionghoa Muslim”, h. 4.

Page 50: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

39

bertepatan dengan perayaan Tahun Baru Imlek yayasan tersebut resmi berdiri.

Berbeda dengan PITI yang berbentuk organisasi masyarakat, Haji Karim Oei

dan MUSTIKA berbentuk yayasan, namun mereka memiliki tujuan yang sama,

yaitu untuk mempererat tali persaudaraan antara Tionghoa muslim, muslim

lokal dan Tionghoa non-muslim. Selain untuk mempererat tali persaudaraan

Tionghoa muslim juga memiliki tujuan untuk menjadi sebuah jembatan

pembauran dan pembaruan antara Tionghoa muslim dengan Tionghoa non-

muslim dan juga antara Tionghoa muslim dengan muslim lokal.80

Syarif Tanudjaja memberikan ulasan yang cukup menarik atas hadirnya

PITI. Program PITI adalah menyampaikan tentang (dakwah) Islam khususnya

kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk

bimbingan. Baik kepada muslim Tionghoa maupun di lingkungan keluarganya

yang masih non muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam lainnya.

Sampai dengan saat ini, agama Islam tidak dan belum menarik bagi masyarakat

keturunan Tionghoa karena dalam pandangan mereka. Padahal agama Islam

sudah masuk ke Tiongkok sebelum agama Islam masuk ke Indonesia.81

Hingga kini PITI merupakan organisasi dakwah sosial keagamaan yang

berskala nasional. Adapun fungsinya sebagai tempat singgah, tempat

silahturahim untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah bagi etnis Tionghoa.

Selain itu tempat berbagi pengalaman bagi mereka yang baru masuk Islam.

Salah satu dampaknya syiar agama Islam dan masyarakat Tionghoa Peranakan

80

Desy Anggraini dkk, “Analisis Cara Organisasi Tionghoa Muslim”, h. 5. 81

Syarif Tanudjaja, “Sekilas Tentang Piti”, diakses dari http://piti.or.id/index. Pada

tanggal 10 Mei 2017.

Page 51: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

40

juga menghasilkan komunitas Tionghoa Muslim dan masjid-masjid

berasitektur khas Tionghoa. Salah satunya Masjid Lautze yang ada di Jakarta

Pusat.82

82

Iwan Santosa, Peranakan Tionghoa di Nusantara; Catatan Perjalanan dari Barat

ke Timur (Jakarta: Penerbit Kompas, 2012), h. 152.

Page 52: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

41

BAB IV

PERANAN IMPLEMENTASI ISLAMISASI PITI DI INDONESIA

A. Pengertian Implementasi Piti

Sejak berdirinya Kesultanan Yogyakarta, akibat Perjanjian Giyanti

pada 1755, banyak orang dari berbagai penjuru Nusantara yang

berdatangan ke kota ini untuk berdagang, termasuk pedagang Tionghoa.

Lama-kelamaan jumlah pedagang itu meningkat dan sebagian besar

menetap di Kotapraja. Oleh karena itu, Pemerintah Belanda mengangkat

seorang kapiten Tionghoa bernama To In sebagai penanda komunitas

tersebut. Pendapat lain menambahkan, orang Tionghoa yang mula-mula

datang ke Yogyakarta kebanyakan kaum lelaki. Kemudian dari mereka

banyak yang menikah lintas suku dengan perempuan setempat.83

Mengenai lokasi awal permukiman orang Tionghoa juga terjadi

perbedaan pendapat. Satu pendapat mengatakan orang Tionghoa mulanya

berada di daerah Pecinan yang terletak di sebelah utara Pasar Gede.

Meskipun sudah diatur oleh Belanda dan mendapat ancaman denda

sebesar f 25-f 100, ternyata sampai 1830 masih ada orang Tionghoa yang

tinggal di luar daerah tersebut dan menyebar di beberapa tempat.84

Mengikuti perkembangan pembangunan kota, pada 1867 permukiman

komunitas Tionghoa menyebar di sekitar ibukota, meliputi Ketandan,

83

Didi Kwartanada, “Kolaborasi dan Resinifikasi: Komunitas Cina Kota Yogyakarta

pada Zaman Jepang 1942-1945”, Skripsi pada Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta, 1997, h. 39. 84

Abdurrachman Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Kota Yogyakarta, 1889-1930,

(Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia), h. 48.

Page 53: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

42

Gandekan, Ngabean, Ngadiwinatan, Suronatan, Gading, Ngasem, daerah

Patuk ke utara, hingga rel kereta api di sebelah Tugu. Bahkan di daerah

Pakualaman dan Godean, terdapat sejumlah permukiman orang

Tionghoa.85

a. Peran PITI dalam Menginternalkan Islam

Sebanyak 200 keturunan Tionghoa di Sumbar telah menjadi mualaf,

terang Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Buya H. Muslim

Nur saat memberi tausyiah pada Halal bi Halal di Kelurahan Belakang

Pondok, Kecamatan Padang Selatan.

Menurut Buya H. Muslim Nur, semakin bertambahnya jumlah warga

keturunan Tionghoa yang menjadi mualaf akan semakin meramaikan

masjid dan tempat ibadah. Apalagi, sebentar lagi di Kelurahan Belakang

Pondok akan berdiri Masjid Muhammad Cheng Ho.

Masjid itu diharapkan mampu membina dengan baik ratusan mualaf itu

nantinya.

Terkait hasil riset Maaruf Institute beberapa waktu lalu yang menyebut

Padang sebagai kota yang tidak Islami, Buya H. Muslim Nur mengimbau

warga untuk tidak terpengaruh.

Muslim juga mengajak warga untuk tidak menjadikan riset Maaruf

Institute tersebut sebagai beban batin, Caranya dengan meramaikan

masjid.

85

Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan, h. 48.

Page 54: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

43

Muslim mengajak warga untuk tidak terpecah belah dan meniru ilmu

padi, Padi semakin berisi kian merunduk. Artinya, selalu menjadi orang

yang bermanfaat bagi orang banyak.

Padi juga berkumpul, dan masjid merupakan tempat kita berkumpul,

bersatu dalam keberagaman.86

b. Perkembangan Kegiatan PITI di Indonesia

Sewaktu lahir pada 14 April 1961 di Jakarta, PITI adalah singkatan

dari Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, tetapi kemudian diubah

menjadi Persatuan Iman Tauhid Indonesia. Karena keluar instruksi dari

pemerintah (14 Desember 1972) yang menekankan agar organisasi ini

tidak berciri etnis tertentu, walaupun PITI tetap merupakan wadah

berhimpunnya orang-orang Tionghoa Muslim.

Kemudian PITI kembali menjadi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia

yang ditetapkan dalam rapat pimpinan organisasi pada pertengahan

Mei 2000. Dengan demikian, dapat dikatakan PITI saat ini kembali ke

Khittah (garis perjuangan) semula, yakni organisasi yang tegas

menyebut diri sebagai wadah berhimpunnya orang-orang Tionghoa

Muslim. Tujuannya adalah mengembangkan dakwah di kalangan

orang-orang Tionghoa, baik yang sudah menjadi Muslim maupun yang

belum. Yang sudah Muslim ditingkatkan pengetahuan dan pengamalan

Islamnya, sedang yang belum muslim diberi penjelasan tentang Islam.

86

Sumatra Barat.com “Hidayah Allah, 200 warga tionghoa jadi muallaf” diakses pada

17 Maret 2018

Page 55: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

44

Sejak semula PITI yang didirikan oleh H. Abdul Karim Oey Tjeng

Hien, H. Abdusomad Yap A. Siong, Kho Goan Tjin, dan kawan-

kawan, dimaksudkan sebagai organisasi dakwah untuk membantu

orang-orang Tionghoa yang ingin masuk Islam, mempelajari Islam,

dan mengamalkan Islam melalui kegiatan sosial.

Dari jumlah itu orang Tionghoa Muslim menurut pimpinan PITI

mencapai 5 (lima) persen, seorang pemerhati tentang Tionghoa muslim

HM. Ali Karim memperkirakan Tionghoa Muslim hanya 2 (dua)

persen, dan seorang tokoh Tionghoa Muslim yang sangat terkenal

yaitu Drs. H. Junus Jahya menduga penduduk Tionghoa Muslim hanya

sekitar 1 (satu) persen dari total penduduk Tionghoa di Indonesia.

Angka manapun yang diikuti, baik yang mengatakan 5 (lima)

persen, apalagi yang menduga hanya 1 (satu) persen, penduduk

Tonghoa Muslim memang masih sangat sedikit, sehingga dakwah di

kalangan mereka terasa sangat perlu dan mendesak. Tetapi dakwah di

kalangan mereka tidak dimaksudkan untuk mengajak masuk Islam,

tetapi terutama adalah meluruskan pemahaman mereka yang keliru

tentang Islam.87

Misalnya karena banyak penduduk pribumi muslim yang miskin

dan kurang terdidik, maka timbul persepsi yang salah dikalangan

orang-orang Tionghoa seolah-olah kalau masuk Islam akan membuat

mereka miskin dan bodoh. Kesalahpahaman ini merupakan salah satu

87

“Sejarah PITI di Indonesia” http://masjidlautze.blogspot.com/2008/11/sejarah-masjid-

lautze_6264.html?m=1 diakses pada 18 Maret 2018

Page 56: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

45

faktor yang menyebabkan orang-orang Tionghoa enggan masuk Islam

selama ini.

Karena itu, perlu dijelaskan bahwa Islam tidak menghendaki

penganutnya miskin dan bodoh. Islam malah mengharuskan

pemeluknya untuk mencari harta yang sebanyak-banyaknya asal

caranya halal dan mewajibkan penganutnya untuk menuntut ilmu

pengetahuan setinggi-tingginya di bidang apa saja yang bermanfaat

bagi masyarakat dan menuntut ilmu pengetahuan boleh dimana saja.

Ada sebuah hadist yang sangat popular.

Pengertian itulah yang perlu disampaikan kepada orang-orang

Tionghoa. Setelah mereka mengerti hal itu lalu mereka masuk Islam

atau tidak itu sepenuhnya terserah mereka. Sebab masuk suatu agama,

termasuk Islam, tidak boleh dipaksa, tetapi harus didasarkan atas

keimanan dan kesadaran pribadi agar dapat menerima dan

mengamalkam Islam dengan ikhlas.

Faktor lain yang menyebabkan PITI bertambah penting peranannya

saat ini adalah terjadinya perubahan politik, yakni runtuhnya Orde

Baru dan munculnya era reformasi. Perubahan politik ini mendorong

terjadinya perubahan sikap orang-orang Tionghoa ke arah yang

terbuka kepada orang-orang pribumi, yang kemudian mereka

terdorong masuk Islam, karena mayoritas golongan pribumi itu

muslim.

Page 57: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

46

Pada masa Orde Baru banyak orang Tionghoa bersikap eksklusif,

karena bisnis mereka maju dengan pesat berkat fasilitas dari

pemerintah, sehingga mereka merasa untuk berbisnis tidak terlalu

mendesak bekerjasama dengan golongan pribumi. Kalau kerjasama

dengan pribumi biasanya mereka lakukan dengan oknum-oknum

pemerintah dan orang-orang yang dekat penguasa.

Dengan demikian, hidup mereka cenderung eksklusif, sehingga kurang

mendapat dorongan masuk Islam, kecuali mereka hatinya mendapat

hidayah dari Allah atau menikah dengan pribumi muslim. Namun

dengan runtuhnya Orde Baru dan diganti oleh era reformasi yang

diharapkan memberi kesempatan yang sama kepada golongan pribumi

dan nonpribumi dalam berusaha, maka orang-orang Tionghoa tidak

bisa lagi berlindung pada kekuasaan. Akibatnya orang-orang Tionghoa

harus lebih banyak berinteraksi dan bekerjasama dengan

golongan pribumi. Interaksi dan kerjasama yang semakin luas bisa

menjadi salah satu dorongan kuat bagi orang-orang Tionghoa untuk

masuk Islam.

Karena itu, bisa diduga bahwa pada era reformasi ini akan banyak

orang-orang Tionghoa masuk Islam. Untuk mengantisipasi

perkembangan ini, maka PITI harus tegas menyebut diri sebagai

organisasi Tionghoa agar mudah dikenali oleh orang-orang Tionghoa

yang hendak masuk Islam.

c. Bukti PITI Dalam Bidang Ekonomi

Page 58: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

47

Koperasi Hangtuah telah menghibahkan tanah seluas 100 hektar

untuk seluruh anggota Persatuan Islam Tionghoa Indonesia PITI

kepulauan Meranti. Nantinnya, tanah 100 hektar ini akan di tanami

sagu oleh pihak koperasi dan dikelola pengurus PITI. Informasi ini

sebagaimana dismpaikan ketua koperasi hangtuah dr. Misri Hasanto

Mkes, 100 hektar tanah ini telah dihibahkan kepada pengurus dan

anggota PITI kepulauan Meranti. Nantinnya pihak koperasi

bekerjasama dengan pihak desa setempat, akan menyiapkan segala

administrasi atau surat tanah ini. Sementara lokasinya berada di

tebingtinggi barat.

Lahan 100 hektar tersebut milik koperasi hangtuah itu memang

salah satunya diperuntukan bagi muallaf. Lalu, pemanfaatanya harus

menjadi kebun, baik karet maupun sagu. Adapun yang akan menerima

lahan 100 hektar tersebut sebanyak sebanyak 32 KK atau sekitar 84

muallaf. Koperasi Hangtuah merasa prihatin dengan saudara-saudara

muallaf di PITI. Dimana, sejak dikukuhkan 3 tahun silam,

perekonomian anggota PITI kepulauan meranti belum begitu

meningkat. Sehingga, diharapkan dengan lahan 100 hektar dan

ditanami sagu itu, kedepannya bisa meningkatkan perekonomian

seluruh anggota PITI.88

B. Dinamika Tionghoa Muslim

88

Riauaktual.com “Anggota PITI Kepulauan Meranti Segera Miliki 100 Hektar Kebun

Sagu” diakses pada 17 Maret 2018

Page 59: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

48

Orang Tionghoa Muslim di Yogyakarta mula-mula merupakan

saudara (adik) dari saudagar Oei Tek Ho asal Banyumas, yaitu Oei Tek

Biauw, yang kemudian dikenal sebagai Kyai Tumenggung Reksonegoro

I.89

Posisi awalnya adalah salah satu bupati di Semarang, yang kemudian

pindah ke Yogyakarta atas permintaan Sultan Hamengku Buwono (HB) I.

Selain itu, Kyai Tumenggung Reksonegoro juga menjadi penasihat Sultan

dalam bidang kerohanian, termasuk mengurusi dan memimpin perayaan

adat atau agama seperti grebeg. Kemudian jejak yang paling menonjol

adalah tokoh Tan Jin Sing (1760-1831), seorang kapiten Tionghoa yang

diangkat sebagai bupati Yogyakarta oleh Sultan HB III atas jasanya dalam

membantu mendapatkan takhta dari Sultan HB II. Sebelum diangkat

sebagai bupati dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Secodiningrat,

Tan Jin Sing masuk Islam bersama istrinya atas bimbingan Kyai

Reksonegoro. Menariknya, dari sumber ini, terdapat juga uraian Kyai

Reksonegoro dan istrinya untuk memantapkan Tan Jin Sing memeluk

Islam menjelang pengangkatan sebagai bupati. Menurut Kyai

Reksonegoro dan istrinya, alasan memeluk Islam ialah kebanyakan

bangsawan Jawa (Bupati) adalah orang Muslim. Alasan kedua, menjadi

Muslim bagi seorang Tionghoa bukanlah hal aneh, karena dalam sejarah

ada tokoh Laksamana Cheng Ho yang merupakan seorang Tionghoa

Muslim asli dari negeri Cina.90

89

T.S. Werdoyo, Tan Jin Sing: Dari Kapiten Cina Sampai Bupati Yogyakarta, (Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 1990), h. 5 90

Werdoyo, Tan Jin Sing, h. 64-65

Page 60: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

49

Selain Oei Tek Biauw dan Tan Jin Sing, Tionghoa Muslim

Yogyakarta lainnya adalah dua bersaudara dari keluarga Tjan—kemudian

salah satunya mendapat anugerah dari Mangkunegara III berupa gelar

tumenggung dan lainnya mendapat sebidang tanah. Dari saudara yang

mendapat tanah inilah terdapat keturunan Tionghoa Muslim bernama Tjan

Tjoe Som dan adiknya Tjan Tjoe Siem. Kakakadik ini lulusan Universitas

Leiden, Belanda. Sang kakak ahli sinologi, sedangkan adiknya ahli

kebudayaan Jawa yang mengajar di Universitas Indonesia dan Nanyang

University, Singapura, serta pada akhirnya diangkat menjadi guru besar

luar biasa IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 1978.91

Mengenai data yang lebih valid tentang jumlah Muslim Tionghoa

masa itu, saya mengalami kesulitan karena sumber pada masa Pemerintah

Belanda dalam menghitung penduduk Tionghoa tidak menggunakan

kategori agama. Baru sekitar 1970-an, saat wacana Tionghoa Muslim

mulai muncul ke publik, diperkirakan ada sekitar 150.000 Tionghoa yang

masuk Islam di Indonesia. Tapi angka ini dianggap tidak realistis oleh H.

Junus Jahja. Menurutnya, jumlah Tionghoa Muslim hanya sekitar 0,5%

dari jumlah keseluruhan orang Tionghoa di Indonesia yang berjumlah 2,5

juta orang atau sekitar 12.500 jiwa.92

Bicara tentang konteks Yogyakarta,

jumlah Tionghoa Muslim yang dapat dilacak berdasarkan data monografi

per kecamatan tahun 2007 sejumlah 788 jiwa (8 persen) dari 9.055 orang

91

Junus Jahya, Zaman Harapan bagi Keturunan Tionghoa, (Jakarta: YUI, 1984), h. 9-13. 92

Junus Jahja, “3 Tahun Dakwah di Kalangan Keturunan Tionghoa”, dalam Junus Jahja

(ed.), Zaman Harapan bagi Keturunan Tionghoa, (Jakarta: YUI, 1984), h. 304.

Page 61: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

50

Tionghoa yang tinggal di Kota Yogyakarta.93

Tak ada lokasi khusus

seperti kampung Pecinan. Mereka tersebar di kampung-kampung yang ada

di Kota Yogyakarta, seperti Krapyak, Wirobrajan, Samirono, dan Jetis.

Beberapa mereka berpindah-pindah tempat tinggal beberapa kali. Biasanya

mereka keluarga muda atau salah satunya mualaf. Hal ini bisa dimaklumi

karena orang Tionghoa yang telah masuk Islam sering kali terusir dari

rumah orangtuanya yang non-Muslim. Selain itu, mualaf Tionghoa merasa

tak nyaman tinggal bersama lagi dengan saudaranya yang non-Muslim.

Menurut Suryadinata,94

fenomena orang Tionghoa yang masuk Islam pada

1970-an bukan merupakan akibat dari peristiwa kup tahun 1965 saja,

melainkan juga akibat dari perkembangan Islam di panggung sosial

politik, interaksi intensif dengan Muslim di sekitar mereka, dan beberapa

hal lainnya yang lebih pragmatis seperti memperlancar bisnis atau

menyelesaikan “masalah Tionghoa” di Indonesia.

C. Bentuk Usaha-usaha PITI Kolektif dan Personal

Gerakan dakwah pada orang Tionghoa mulai menyebar di berbagai

daerah sekitar 1970-an lewat organisasi yang dipimpin oleh H. Abdul

Karim Oey Tjeng Hien dan Kho Goan Tjin, yakni Persatuan Islam

Tionghoa Indonesia (PITI). Beberapa tokoh Islam di Yogyakarta yang

aktif di Persaudaraan Djamaah Haji Indonesia (PDHI) berinisiatif

93

M. Khamim,”Relasi Bisnis Komunitas Muslim Tionghoa dengan Tionghoa Non-

Muslim di Kota Yogyakarta: Studi Perspektif Jaringan Sistem Bisnis Tionghoa”, Skripsi pada

Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2008, h. 32. 94

Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, terj. Dede Oetomo,

(Jakarta: Gramedia, 1988), h. 94-99.

Page 62: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

51

untuk mengajak segelintir Tionghoa Muslim di Yogyakarta mendirikan

PITI koordinator wilayah. Mereka antara lain Prof. KH. Abdul Kahar

Muzzakir, GBPH H. Prabuningrat, KH. M Djoenaid, KH. R. Therus,

H. Muhadi Munawir, KH. Ali Maksum, dan KH. A. Mukti Ali.95

Pada periode pertama kepengurusan PITI DIY, terpilih sebagai

ketua adalah H. Iksan Budi Santoso dan wakilnya KH. Ali Maksum,

sedangkan sekretaris I dan II masing-masing adalah Ahmad Sutanto

dan Moh Amien Mansoer. Jabatan sebagai bendahara dipegang oleh

Yudi Kurniawan. Peresmian PITI Yogyakarta pada 20 September

1970, yang kemudian dijadikan sebagai hari berdirinya PITI

Yogyakarta, dihadiri langsung oleh H. Karim Oey dan beberapa

pejabat pemerintah pusat seperti Menteri Sosial H. M.S Mitardja dan

Brigjen Muklas Prowi (penasihat keislaman TNI Angkatan Darat).

Kegiatan PITI DIY awalnya bergabung dengan kegiatan PDHI, seperti

pengajian rutin dikantor PDHI atau secara bergilir di rumahrumah

anggota PDHI dengan sarana dan prasarana dari PDHI pula. Selain itu,

PITI juga membantu orang Tionghoa yang mendapat masalah ketika

baru masuk Islam atau menjadi mualaf, misalnya ketika diusir oleh

keluarganya. Contohnya adalah seorang mualaf perempuan bernama

Be Han Nio asal Banyuwangi. Karena tak ada dukungan dari

95

Fahmi Rafika Perdana, Integrasi Sosial Muslim Tionghoa: Studi atas Partisipasi PITI

DIY dalam Gerakan Pembauran, (Yogyakarta: Mystico-PITI, 2008), h. 35.

Page 63: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

52

keluarganya, PITI DIY memberikan santunan pendidikan di salah satu

lembaga pendidikan keperawatan di Kota Yogyakarta.96

Tampaknya organisasi yang baru berdiri ini menunjukkan

antusiasme yang tinggi dari pengurusnya. Ketuanya, H. Iksan Budi

Santoso dan Sekretaris Ahmad Sutanto secara terbuka mengakui

sebagai Tionghoa Muslim. Mereka sering diundang untuk menjadi

penceramah atau ustaz dalam pengajian di berbagai tempat seperti

Kulonprogo dan Klaten. Bahkan setiap Ramadan, jadwal mereka

menjadi penceramah selalu padat. Sayangnya pemerintah lewat Jaksa

Agung keberatan dengan penggunaan nama “Tionghoa” yang terkesan

eksklusif dalam akronim PITI, yakni “Persatuan Islam Tionghoa

Indonesia”. Lewat surat tertanggal 15 Juli 1972 No. MA/244/1972,

Menteri Agama RI H.A. Mukti Ali meminta untuk meniadakan usaha

yang dapat menjurus ke arah eksklusivisme dan mempercepat proses

asimilasi serta pembauran warga negara keturunan. Oleh karena itu,

pimpinan PITI pusat membubarkan PITI dengan singkatan “Persatuan

Islam Tionghoa Indonesia” dan mendirikan organisasi baru bernama

“Persatuan Iman Tauhid Indonesia” yang juga disingkat PITI. Selain

itu, niat PDHI, karena melihat potensi dalam organisasi PITI tersebut,

untuk mendirikan lembaga pendidikan bahasa Mandarin di Yogyakarta

bersama PITI, mengalami tantangan dari Pangkopkamtib Sudomo.

96

Perdana, Integrasi Sosial, h. 37.

Page 64: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

53

Pengurus PITI DI Yogyakarta bahkan mendapat panggilan dari

Kejaksaan untuk mengklarifikasi rencana tersebut.97

PITI Yogyakarta pernah mengalami stagnasi dalam usaha

berdakwah di kalangan orang Tionghoa. Beberapa faktor antara lain,

pertama, ketua baru yang menggantikan ketua lama tak menonjolkan

ketionghoannya. Kedua, keterputusan koordinasi PITI Yogyakarta

dengan PITI pusat karena PITI pusat mengalami stagnasi akibat

kepengurusannya dikendalikan militer. Ketiga, belum maksimalnya

manajemen organisasi, utamanya kesulitan dalam mendapatkan dana

operasional. Hal ini salah satunya dikarenakan belum bekerjanya

mekanisme iuran anggota. Keempat, jumlah anggota yang sedikit

akibat enggannya orang Tionghoa Muslim bergabung dalam organisasi

akibat stigma bahwa masuk Islam membuat derajat sosialnya menurun

ke tingkat kaum pribumi. Sekitar pertengahan 1980-an, PITI

Yogyakarta mulai bergerak kembali, salah satunya karena

kepengurusan baru didukung sepenuhnya secara finansial oleh Budy

Setyagraha yang menjadi ketuanya. Sebagai pengusaha yang cukup

sukses, Budy Setyagraha juga secara terbuka mengakui

ketionghoaannya. Dia tidak merupakan penceramah di bidang agama,

namun merangkap sebagai aktivis sosial politik.

Usahanya mungkin bisa dinilai sebagai pembentukan citra bahwa

orang Tionghoa yang masuk Islam tak perlu malu dan takut

97

Perdana, Integrasi Sosial, h. 38

Page 65: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

54

mendapatkan tantangan. Di satu sisi hal ini bisa dianggap sebagai nilai

tawar orang Tionghoa Muslim di hadapan orang-orang Tionghoa non-

Muslim dan di hadapan pemerintah. Apalagi di akhir jabatannya

sebagai ketua PITI DI Yogyakarta (1997-2003), Budy Setyagraha

terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi DIY periode 1999-2004

melalui Partai Amanat Nasional (PAN).98

Pada masa Orde Baru tampaknya usaha kolektif berupa organisasi

(PITI) menjadi alat untuk mewujudkan cara masing-masing pihak yang

berbeda dan belum ada titik temunya, sehingga organisasi terlihat

pontang-panting ke sana-kemari. Satu pihak ingin meluruskan jalan

sebagai organisasi dakwah dengan ciri karakternya yang unik

(etnisitas), dan pihak lain ingin menjadikan PITI sebagai media

dakwah tanpa menonjolkan keunikannya serta menyerasikan dengan

program pemerintah dalam hal pembauran.

D. Geliat PITI Pasca Orde Baru

Yang terpenting dari zaman ini adalah adanya kesadaran dari

Tionghoa Muslim bahwa persoalan pembauran bukan semata masalah

horisontal antara orang Tionghoa dan non-Tionghoa, melainkan juga

masalah vertikal yang terkait kebijakan pemerintah terhadap orang

Tionghoa secara umum. Ini kemudian mendorong Tionghoa Muslim

untuk merenungkan kembali hak dan kewajiban mereka sebagai

98

Perdana, Integrasi Sosial, h. 44.

Page 66: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

55

komponen bangsa secara utuh. Secara organisasi, PITI pusat kemudian

merespons perubahan pasca-1998 dengan mengadakan Muktamar

Nasional II pada 2000 di Jakarta. Muktamar ini diniatkan untuk

membangkitkan kembali semangat dan struktur PITI. Salah satu

programnya adalah konsolidasi pengurus-pengurus wilayah dan daerah

yang telah terbentuk selama ini di berbagai penjuru di Indonesia.

Kemudian pada 2005 diselenggarakan Muktamar Nasional III di

Surabaya yang dibuka langsung oleh Wakil Presiden H.M. Jusuf Kalla.

Muktamar tersebut juga memutuskan untuk menggunakan kembali

kepanjangan “Persatuan Islam Tionghoa Indonesia” di samping

“Persatuan Iman Tauhid Indonesia”.

Visi PITI yang tertuang dalam Anggaran Dasar hasil Muktamar

Nasional II adalah mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil-’alamin

dalam rangka melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan

(kaffah).99

Penjelasan ini tampaknya tidak menunjukkan kecenderungan

orientasi pada organisasi dakwah Islam mana pun seperti Nahdlatul

Ulama (NU) dan Muhammadiyah atau merujuk pada aliran dalam

Islam mana pun. Tapi jika melihat Program Kerja DPP PITI periode

2005-2010, terdapat program Pengembangan Pemikiran Keagamaan di

urutan pertama meski tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang hal ini.

Menariknya, di dalam Program Sosial Budaya dan Pendidikan,

99

“Hasil Muktamar Nasional 3 PITI”, Hotel Equator Surabaya, 2-4 Desember 2005, h.

14.

Page 67: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

56

terdapat poin-poin spesifik antara lain, pertama, ikut menggali dan

melestarikan budaya setempat yang tidak bertentangan dengan syariat

Islam. Kedua, menyosialisasikan budaya-budaya Islam bagi Tionghoa

Muslim khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Ketiga,

menyosialisasikan budaya-budaya Islam Tiongkok (dari RRC) kepada

kaum Tionghoa Muslim dan masyarakat Indonesia.100

Kembali ke konteks Yogyakarta, perkembangan organisasi di

tingkat pusat ternyata sejalan dengan perkembangan yang terjadi di

wilayah. Pada 2005, selang sehari perayaan Tahun Baru Islam 1

Muharam 1426 H, Tionghoa Muslim merayakan Tahun Baru Imlek

2556. Perayaan tahun baru dua kebudayaan ini bisa berdekatan karena

adanya kesamaan dalam penggunaan kalender tahunan yang

berdasarkan perhitungan bulan (lunar calendar).

Bagi Tionghoa Muslim di Yogyakarta, merayakan Tahun Baru

Imlek pada 2005 merupakan yang ketiga kalinya dilakukan secara

terbuka. Pertama kali perayaan Imlek oleh warga Tionghoa Muslim

terjadi pada Februari 2003 dan diselenggarakan di Masjid Syuhada,

Kotabaru, Yogyakarta.101

Dalam pandangan Tionghoa Muslim, perayaan Tahun Baru Imlek

di masjid selain sebagai ungkapan rasa syukur, juga mereka ingin

menunjukkan bahwa Imlek adalah bagian dari adat budaya warisan

100

“Hasil Muktamar”, h. 31. 101

Iman Astri Okta Ayuana, “Organisasi dan Kegiatan Persatuan Islam Tionghoa

Indonesia (PITI) Yogyakarta”, Tugas Akhir pada Program Studi D-3 Bahasa Mandarin, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2007, h. 39.

Page 68: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

57

leluhur masyarakat Tionghoa yang bisa dirayakan semua golongan dan

agama mana pun, terlepas dari ritual agama tertentu.

Perayaan Imlek oleh Tionghoa Muslim ini didukung oleh PITI

Pusat dengan mengeluarkan surat imbauan perayaan Imlek dengan cara

melakukan sujud syukur di masjid masing-masing. Surat khusus ini

dikeluarkan setelah Muktamar Nasional III di Surabaya dengan No.

004/01/DPP.PITI/I/06. Pada 2007, PITI Yogyakarta bahkan menjadi

penggagas dan panitia penyelenggaraan Festival Imlek Bantul mulai 22

Februari hingga 4 Maret 2007. Rangkaian acaranya antara lain diskusi

buku Menjadi Jawa karya Dr. Rustopo di Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta, pentas barongsai, pameran dan bazar, pengobatan gratis,

hash dan lomba baca berita Mandarin yang semua bertempat di Pasar

Seni Gabusan, Bantul. Selain itu, juga diadakan pengajian akbar

dengan dai Ustaz Iskandar, seorang Tionghoa Muslim dari Salatiga, di

Masjid Agung Bantul.102

Pada 2008 perayaan Imlek dilangsungkan di Masjid Al Husna,

Iromejan, Gondokusuman, Yogyakarta. Rangkaian agenda peringatan

Imlek diisi pengajian oleh Drs. Moh Damami M.Ag. dari UIN Sunan

Kalijaga. Acara dimeriahkan dengan grup kasidah masjid setempat

serta diakhiri dengan pemberian santunan kepada anakanak sekitar

masjid berwujud amplop merah (angpao).103

102

Ayuana, “Organisasi dan Kegiatan”, h. 43. 103

“PITI Peringati Imlek Bersama”, Bernas, 1 Maret 2008.

Page 69: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

58

Dalam beberapa momentum seperti pengajian bulanan, PITI

Yogyakarta menyisipkan bahasa Mandarin dalam memberikan

pengantar pengajian yang dilakukan oleh pembawa acara yang

merupakan Tionghoa Muslim. Di samping itu, penceramah yang

diundang sering kali adalah mereka yang tahu tentang budaya

Tionghoa, antara lain Prof. Lasiyo dari Fakultas Filsafat Universitas

Gadjah Mada dan Drs. Moh Fahmi Muqoddas, M.Hum. dari Fakultas

Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga. Selain itu, pernah juga

diselenggarakan pameran kaligrafi Islam bermotif huruf Tionghoa

(Han Zi) dengan perupa Winarso pada 10 Februari 2005 di Sanggar

Kaligrafi, Maguwo, Banguntapan, Bantul. Hal yang cukup menarik

perhatian juga adalah munculnya “makanan Tionghoa Muslim” di

beberapa tempat seperti di Jalan Afandi (Gejayan), Jalan Monjali, dan

Jalan Godean. Keterlibatan PITI di Yogyakarta juga tampak dari

keikutsertaan dengan membuka stan khusus yang tergabung dalam

stan-stan asuhan Kantor Wilayah Kementerian Agama di Yogyakarta

dalam acara Pekan Raya Sekaten setiap tahun. Ini adalah salah satu

sarana penguatan identitas dalam masyarakat. Terakhir yang saya

amati adalah keikutsertaan PITI dalam Pekan Apresiasi Lintas Iman

pada 2007 di Siti Hinggil, Alun-alun Selatan, yang diselenggarakan

oleh Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB). Di dalam acara ini,

digelar berbagai stan dari kelompok-kelompok atau aliran kepercayaan

dan keagamaan yang terdapat di Yogyakarta seperti Majelis Tinggi

Page 70: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

59

Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Ahmadiyah, kejawen, dan

penghayat kepercayaan. Di samping membangun interaksi antarorang

Tionghoa Muslim yang sama-sama dalam proses pencarian Islam, PITI

juga berfungsi sebagai media komunikasi dan kerja sama antara

berbagai organisasi Tionghoa. Dalam penyelenggaraan beberapa acara

di Yogyakarta, setiap organisasi atau peguyuban diajak untuk turut

berpastisipasi, seperti dalam Pekan Budaya Tionghoa.104

yang

diselenggarakan setiap perayaan Imlek sejak 2006 di daerah Ketandan

dan Peh Cun yang dilaksanakan 15 hari setelah Imlek di Pantai

Parangtritis, Bantul. Tentu acara semacam ini turut menyertakan

elemen masyarakat dan pemerintahan setempat.

Di Yogyakarta sendiri, sejak 1998, telah berdiri berbagai organisasi

masyarakat yang mendasarkan pada ketionghoaan. Setidaknya ada

sepuluh organisasi lokal atau peguyuban orang Tionghoa dengan

berbagai latar belakang, antara lain Paguyuban Bhakti Putera,

Perhimpunan Warga Cantonese Yogyakarta (Perwacy), Paguyuban

Budi Abadi (Hoo Hap Hwee), Paguyuban Bhakti Loka, Paguyuban

Hakka Yogyakarta, Paguyuban Fu Qing, Perhimpunan

IndonesiaTionghoa (INTI) pengurus daerah di Yogyakarta,

Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), Paguyuban Alumni

Sekolah Tionghoa Indonesia (PASTI), dan Yayasan Persaudaraan

Masyarakat Jogjakarta (YPMJ). Sedangkan organisasi sosial umum

104

“Warga Yogya Diminta Mengisi Acara PBT: Diharapkan Menjadi Aset Wisata”,

Kompas edisi Jateng-Jogja, 19 Januari 2006.

Page 71: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

60

yang juga banyak orang Tionghoa terlibat di dalamnya antara lain

Hash (bidang olahraga), Paguyuban Mitra Masyarakat Yogyakarta

(Pamitra), Rotary Internasional, Lion Club, Yayasan Buddha Tzu Chi,

dan Paguyuban Pedagang Malioboro (PPM). Pada masa Orde Baru,

selain PITI, organisasi di atas yang eksis dan diperbolehkan adalah

Paguyuban Budi Abadi, PUKJ, dan Bhakti Loka. Penyebabnya, ketiga

organisasi ini hanya melayani pengurusan kematian orang Tionghoa

(dua yang awal) dan pernikahan. Sedangkan yang terkait budaya

Tionghoa dalam ketiga organisasi ini dikebiri. Dalam bidang politik,

PITI tidak berafiliasi kepada organisasi masyarakat atau partai politik

tertentu. Kedekatan beberapa individu yang menjabat dalam struktur

kepengurusan PITI dengan organisasi masyarakat atau partai politik

tertentu sama sekali bersifat personal. Mengenai faktor kedekatan,

salah satunya bisa dilacak dari proses keislaman dan lingkungannya.

Di Yogyakarta Tionghoa Muslim memang cenderung bergabung

dengan Muhammadiyah dan PAN, meskipun rujukan pada organisasi

dan parpol yang lain juga banyak.

Page 72: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

61

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bagi Tionghoa Muslim, situasi yang digambarkan di atas tampaknya

menunjukkan identitas yang berlapis. Beberapa orang Tionghoa

mengidentifikasi diri dengan negeri di mana mereka tinggal seraya tetap sadar

sebagai orang Tionghoa. Lainnya ada yang sudah melupakan bagaimana

makna menjadi orang Tionghoa dan berusaha menemukan kembali

ketionghoaan mereka. Bahkan ada yang benar-benar tidak menganggap diri

lagi sebagai orang Tionghoa. Hal ini membuat kita kesulitan untuk

mendefinisikan konsep identitas yang akan digunakan. Namun ini

menunjukkan bahwa konsep identitas merupakan konsep yang labil dan

memerlukan kualifikasi yang runtut. Mempertimbangkan berbagai kajian

tentang identitas Tionghoa Muslim yang melahirkan sejumlah identitas

berdasarkan penekanan masing-masing, tampak bahwa gagasan mengenai

identitas mengalami perubahan dan dari waktu ke waktu. Gagasan-gagasan

baru muncul seiring dengan berubahnya situasi di tingkat nasional dan di

tempat mereka tinggal serta perubahan orang-orang Tionghoa sendiri.

Mengenai fenomena Tionghoa Muslim di Indonesia berdasarkan

pengalaman Yogyakarta, tentu banyak mengandung variabel dan unsur yang

saling berkelindan. Pendekatan yang kiranya bisa diterapkan dengan tepat

adalah pendekatan tentang norma dan pemahaman pada perubahan cara

mereka merespons dan mempertahankan norma-norma tersebut. Norma yang

Page 73: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

62

dimaksud di sini lebih mengacu kepada standar-standar ideal yang digunakan

sebagai pengikat diri dan standar ideal lain yang mereka terima dalam

lingkungan mereka yang bukan Tionghoa. Dalam hal tradisi, Tionghoa

Muslim masih memegang atau setidaknya menyelipkan identitas

ketionghoaannya dalam kehidupan sehari-hari, baik mengenai bahasa dan

aksara maupun hubunganhubungan keluarga, terutama melalui pelaksanaan

norma-norma tentang kelahiran, perkawinan, dan kematian. Contoh yang

paling jelas di Yogyakarta adalah Tan Jin Sing yang kemudian mendapat

gelar Tumenggung Secodiningrat. Prinsip-prinsip organisasi sosial yang

diterapkan dalam pembentukan formasi sosial masyarakat baru seperti yang

tecermin dari situasi di atas oleh Habermas disebut sebagai perkembangan

masyarakat yang berdimensi komunikatif. Habermas mengartikan

prinsipprinsip organisasi sosial sebagai inovasi-inovasi yang menjadi

mungkin melalui tahap-tahap proses belajar yang dapat disusun sesuai logika

perkembangan dan yang menginstitusionalisasikan tahaptahap baru dari

proses belajar masyarakat.

Masih menurut Habermas, prinsip-prinsip organisasi sosial itu dapat

dilihat pada inti institusi yang menentukan bentuk integrasi sosial yang

dominan. Prinsip-prinsip organisasi ini berkaitan dengan tindakan-tindakan

sosial, khususnya kompetensi tindakan. Ini bermakna bahwa proses belajar

masyarakat secara evolusioner tergantung pada kompetensi individu-individu

yang menjadi anggota masyarakatnya. Kompetensi ini dikembangkan bukan

secara individual dan terisolasi, melainkan lewat interaksi sosial dengan

medium struktur-struktur simbolis yang berasal dari dunia kehidupan sehari-

hari. Memasuki periode Orde Baru, gambaran politik Tionghoa Muslim

Page 74: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

63

mengalami pembekuan. Salah satu organisasi saluran partisipasi mereka,

PITI, dibatasi hingga mengubah penggunaan istilah Tionghoa dalam nama

organisasi dari “Persatuan Islam Tionghoa Indonesia” menjadi “Pembina

Iman Tauhid Islam”. Sebagaimana nasib Tionghoa lainnya, identitas etnis

mereka terdesak hingga paling buncit, sehingga lembaga keluarga menjadi

basis pertahanan paling akhir. Karena itu wajar jika pengajian di dalam

komunitas Tionghoa Muslim hanya bergulir dari satu rumah ke rumah yang

lain. Meskipun sudah memeluk Islam, nama Tionghoa mereka diubah.

Penekanan identitas orang Tionghoa Muslim periode ini lebih pada identitas

agama (nasional dan lokal), politik (nasional dan lokal), baru kemudian

etnisnya. Lewat program asimilasi yang dicanangkan Orde Baru, garis tradisi

keislaman orang Tionghoa diarahkan pada tradisi keislaman lokal sesuai

dengan tempat tinggal mereka. Misalnya, Tionghoa Muslim yang tinggal di

Jawa menyerap Islam Jawa ala NU atau Muhammadiyah.

Paham Pembangunanisme (modernisasi) yang dianut Orde Baru justru

membuat Tionghoa Muslim terlibat dalam kebijakan ekonomi negara (arus

produksi) tanpa diberi kesempatan untuk menemukan pamahaman terhadap

diri dan lingkungan mereka (komunikasi bebas). Logika modernisasi

(rasionalitas) yang diemban Orde Baru malah mengantar pada dimensi kerja

saja bahkan mengerucut pada kuantitas dan logika mekanistis. Peningkatan

jumlah Tionghoa Muslim menjadi target demi program asimilasi yang di balik

itu terkandung kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan. Identitas pun

menjadi artifisial dan tanpa makna. Pasca-Orde Baru dengan semakin

terbukanya arus komunikasi, cairnya budaya (tradisi) dan derasnya

kapitalisme global membuat pergolakan identitas Tionghoa Muslim menjadi

Page 75: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

64

semakin kentara. Setiap individu memilih kompetensinya sesuai dengan

potensi dan selera masing-masing. Dalam norma politik, identitas etnis

mendapatkan titik tekan yang dominan. Penggunaan istilah “Tionghoa

Muslim” atau “Cina Muslim” lebih populer dibandingkan “Muslim

Tionghoa” yang sempat familiar pada 1980-an. Namun dalam penggunaan

istilah “Tionghoa” atau “Cina” masih banyak perbedaan pendapat baik di

kalangan umum maupun di kalangan Tionghoa sendiri. Organisasi PITI

sebagai saluran partisipasi Tionghoa Muslim mulai rutin mengadakan

musyawarah nasional dan menggunakan kembali kedua kepanjangannya

secara bersamaan. Isu politik Tionghoa Muslim pun merujuk pada isu-isu

yang juga diangkat oleh Tionghoa lain seperti kesamaan hak, eliminasi

diskriminasi, undang-undang kewarganegaraan, dan juga penegakan hukum.

Sedangkan di tingkat lokal, Tionghoa Muslim masih sama dengan lainnya

dalam hal hubungan konsensus dengan pihak Kesultanan. Dimensi budaya

(tradisi) juga tampak titik tekan yang sama, yaitu dominannya identitas

budaya etnis Tionghoa. Dengan dicabutnya pelarangan terhadap ekspresi

kesenian dan tradisi Tionghoa, Tionghoa Muslim di Yogyakarta juga mulai

ikut berekspresi, misalnya mulai ikut merayakan hari raya Imlek dengan cara-

cara tertentu.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang penulis kerjakan, maka ada beberapa saran dari

penulis baik untuk PITI dan Cina Muslim, peneliti selanjutnya dan lembaga

Matakin maupun fakultas Ushuluddin lebih khusus program studi agama-

agama.

Page 76: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

65

1. Cina Muslim

a. Sebagai etnis yang sebagian besar adalah penganut agama non Islam,

hendaknya muslim etnis tionghoa bisa lebih membaur dengan

masyarakat sekitar dan tidak melihat strata sosial.

b. Meskipun dibeberapa kejadian atau peristiwa keagamaan masih ada

sikap intoleransi terhadap warga keturunan Cina di Indonesia, tetapi

hal tersebut semoga tidak menyurutkan sikap cinta terhadap negara

Indonesia.

2. Peneliti selanjutnya

a. Masih banyak aspek-aspek PITI di Indonesia yang belum diteliti. Jadi

bisa menjadi bahan penelitian selanjutnya, agar dapat menjadi

wawasan keilmuan terutama prodi studi agama-agama.

b. Memperkaya literatur yang berkaitan dengan tionghoa muslim, seperti

jurnal internasional, arsip, dokumentasi, buku-buku dan referensi yang

mendukung.

3. Untuk mendukung penelitian PITI di Indonesia, pihak fakultas dan

jurusan hendaknya bisa memperbanyak literatur yang memadai untuk

penelitian kedepan.

Page 77: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

66

Daftar Pustaka

Al-Qurtuby, Sumanto. Arus Cina-Islam Jawa; Bongkar Sejarah Atas Peranan

Tionghoa Dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV-XVI Yogyakarta:

INSPEAL, 2013

Jii, Liang. Dari Relasi Upeti Ke Mitra Strategis; 20 Tahun Perjalanan Hubungan

Tiongkok-Indonesia. Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia, 2012

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2002

Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam di

Nusantara. Yogyakarta: LKiS, 2007

Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi Imu Sejahtera,

2010

Rochmawati, Masyarakat dan Budaya; Pembaruan yang Tak Terselesaikan. Jakarta:

PMB, 2004

Santosa, Iwan. Peranakan Tionghoa di Nusantara; Catatan Perjalanan dari Barat ke

Timur. Jakarta: Penerbit Kompas, 2012

Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Menguak Walisongo Sebagai

Fakta Sejarah. Bandung: Mizan, 2012

Jurnal dan Penelitian Lain

Apandi, Fajar. “Islamisasi di Jawa Barat Abad XV” Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

Handinoto dan Hartono, Sameul. “Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan Mesjid

Kuno Di Jawa Abad 15-16”, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol.

35, No. 1, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2007

Karim, M. Abdul. Teori Jalur India Tentang Masuknya Islam di Indonesia (Studi

Teori Bangla dan Gujarat). Makalah, tanpa tahun terbit

Wicaksono, Fadil Satrio. “Peranan Cheng Ho dalam Perkembangan Islam di

Indonesia tahun 1405-1433” Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.

Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: PT. Serambi Imu Sejahtera,

2010)

Azra Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII & XVII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia (Jakarta: kencana Prenada Media

Group,2004).

Page 78: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

67

M. Karim Abdul. “Teori Jalur India Tentang Masuknya Islam di Indonesia (Studi

Teori Bangla dan Gujarat)”. Makalah tanpa tahun terbit.

M. al-Attas Naquib, Islam and Secularisme (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993).

Ghofur. Abd, “Tela’ah Kritis Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara” dalam

Jurnal Ushuluddin, Vol. XVII No. 2, Juli 2011.

Mansur Ahmad Surya Negara, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di

Indonesia (Bandung: Mizan 2002).

Azra, Jaringan Ulama.

Apandi Fajar, “Islamisasi di Jawa Barat Abad XV”, Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Azra Azzumardi, Perspektif Islam Asia Tenggara (Jakarta : Yayasan Obor, 1994).

al-Attas Naquib, Islam dalam Sejarah Melayu (Bandung: Mizan, 1997).

Sukma Rizal dan Joewono Clara, Gerakan Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer

(Yogyakarta: Kanisius, 2007).

Lapidus Ira. M, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: PT Raja grafindo,1999).

Noer Deliar, Bunga Rampai dari Negeri Kanngguru Australia (Jakarta: Panji

Masyarakat, 1986).

Azis, S.Hum, “Islamisasi Nusantara Perspektif Naskah Sejarah Melayu”, dalam Jurnal

Thaqaffiyat, Vol. 16. No. 1. Juni, 2015.

Didi Kwartanada, “Kolaborasi dan Resinifikasi: Komunitas Cina Kota Yogyakarta

pada Zaman Jepang 1942-1945”, Skripsi pada Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1997,

Azzumardi, h. Perspektif Islam Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan Obor, 1994).

Abdullah Taufik, Islam dan Pembentukan Tradsisi di Asia Tenggara, Sebuah

Perspektif Perbandingan dalam Tradisi dan Kebangkitan di Adsia Tenggara (Jakarta

: LP3ES, 1996).

Azis, “Islamisasi Perspektif Sejarah Melayu”.

Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: MUI, 1992).

M. Lubis Ridwan, Soekarno dan Modernisme Islam, (Jakarta: Komunitas Bambu,

2010).

Muljana Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam di

Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2007).

Page 79: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

68

Muljana Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Kerajaan Islam di

Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2007).

Yuanzhi Kong, Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibbah di

Nusantara (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2000).

Sen Tan Ta, Cheng Ho: Penyebar Islam Dari Cina ke Nusantara (Jakarta: Kompas,

2010).

Wicaksono Fadil, “Peranan Cheng Ho dalam Perkembangan Agama Islam di

Indonesia Tahun 1405-1433” dalam Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung, 2014.

Muhsin Mumuh, “Islam di antara Cina dan Nusantara”, Makalah dalam Bedah Buku,

oleh Selasar Pusat Kajian Lintas Budaya, (Bandung: Universitas Padjajaran, 2007).

Muhsin Mumuh, “Islam di antara Cina dan Nusantara”.

Apandi Fajar, “Islamisasi di Jawa Barat Abad XV”, Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Al-Qurtuby Sumanto, Arus Cina-Islam-Jawa (Jogjakarta: Inspeal Ahimsakarya Press,

2003).

Satrio Wicaksono Fadil, “Peranan Cheng Ho”.

Jii Liang, Dari Relasi Upeti Ke Mitra Strategis; 2000 Tahun Perjalanan Hubungan

Tiongkok-Indonesia (Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia, 2012).

Wibowo Priyanto, “Tionghoa Dalam Keberagamaan Indonesia: Perspektif Historis

Tentang Posisi dan Identitas”, Makalah.

Tang Dinasti, (618M-907M) adalah salah satu dinasti yang paling berpengaruh di

Cina. Lihat Ibrahim Tien Ying Ma, Perkembangan Islam di Tiongkok (Jakarta: Bulan

Bintang, 1979).

Ahmad Fauzi Nurali, “Dinamika Tionghoa Islam Pasca Reformasi di Yogyakarta”,

Skripsi Jurusan Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.

Ahmad Fauzi Nurali, “Dinamika Tionghoa Islam”.

Handinoto dan Hartono Sameul, “Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan Mesjid

Kuno Di Jawa Abad 15-16”, dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol. 35, No. 1,

Universitas Kristen Petra, Surabaya, 2007.

Tien Ying Ma Ibrahim, Perkembangan Islam di Tiongkok.

Page 80: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

69

Satrio Wicaksono Fadil, “Peranan Cheng Ho”.

Dedy, “Peranan Cheng Ho dalam Sejarah Perkembangan Muslim Tionghoa di

Indonesia” Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2006.

Anggraini Desy dkk, “Analisis Cara Organisasi Tionghoa Muslim dalam

Mempertahankan Identitas Tionghoa” dalam jurnal Thesis Binus, 2011.

Iwan Santosa, Peranakan Tionghoa di Nusantara; Catatan Perjalanan dari Barat ke

Timur (Jakarta: Penerbit Kompas, 2012).

Graaf H.J.de dkk. Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI antara Historisitas dan

Mitos (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1998).

Ibid.

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers,

2012).

Anindyta Hasna, Pengaruh Kebudayaan Cina Terhadap Arsitektur Masjid Mantingan

(Bandung: Seminar Heritage IPLBI, 2017).

C. Isror, Sejarah Kesenian Islam II, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1957).

Ananta Toer Pramodya, Arus Balik: Sebuah Epik Maritim Nusantara, Wira Karya,

1995.

Handinoto. Perkembangan Arsitektur Tionghoa di Indonesia. Dalam A. H. Kustara

(Ed.). Peranakan Tionghoa Indonesia: Sebuah Perjalanan Budaya (Jakarta: PT.

Intisari Mediatama dan Komunitas Lintas Budaya Indonesia, 2009).

Graaf H.J.de dkk, Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI Antara Historitas dan

Mitos (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya Anggota IKAPI, 1998).

Callin Tjahjana, Akulturasi Budaya Dalam Arsitektur Bangunan Masjid Lautze 2

Bandung. (Makalah, tanpa tahun terbit).

Koentjaningrat, Pengntar Ilmu Antropologi (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990).

Ibid.

Wijayakusuma Hembing, Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah

Nusantara (PT. Praninta Jaya Mandiri, Jakarta, 2011) Cet. 4.

Khoon Choy Lee, Indonesia di Antara Mitos dengan Realitas, (Penerbitan Pendidikan

Singapura, 1976).

Page 81: PERAN PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA ( PITI ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39376/1/MOH... · sudah memasuki Nusantara, dapat disimpulkan bahwa China (Tionghoa)

70

Wijayakusuma Hembing, Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah

Nusantara (PT. Praninta Jaya Mandiri, Jakarta, 2011) Cet. 4.

Abdurrachman Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Kota Yogyakarta, 1889-1930,

(Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia).

Fahmi Rafika Perdana, Integrasi Sosial Muslim Tionghoa: Studi atas Partisipasi PITI

DIY dalam Gerakan Pembauran, (Yogyakarta: Mystico-PITI, 2008).

Iman Astri Okta Ayuana, “Organisasi dan Kegiatan Persatuan Islam Tionghoa

Indonesia (PITI) Yogyakarta”, Tugas Akhir pada Program Studi D-3 Bahasa

Mandarin, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2007.

T.S. Werdoyo, Tan Jin Sing: Dari Kapiten Cina Sampai Bupati Yogyakarta, (Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 1990).

Website

Husnil, Muhammad. “Rekonstrukis Sejarah Masuknya Islam ke Jawa” resensi buku

Arus Cina-Islam Jawa; Bongkar Sejarah Atas Peranan Tionghoa Dalam

Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV-XVI karya Sumanto al-

Qurtuby. diakses dari http://islamlib.com/aksara/buku/rekonstruksi-sejarah-

masuknya-islam-ke-jawa/ pada 13 Maret 2017 Pukul 21.45

Suryaningsih, Budi Rosita. “Jejak Tionghoa Dalam Penyebaran Islam di Nusantara”

dalam Rubik Khazanah, diambil dari http://khazanah.republika.co.id pada 17

Februari 2017

Tanudjaja Syarif, “Sekilas Tentang Piti”, diakses dari http://piti.or.id/index. Pada

tanggal 10 Mei 2017. Pukul 14.45

Anonim, Pengaruh Akulturasi Budaya Cina Jawa. Dilansir dari

http://chinalibrabryindonesia.blogspot.co.id/2015/04/pengaruh-akulturasi-budaya-

cina-jawa.html. Diakses pada 28 oktober 2017. Pukul 17.10.