54
i PENULISAN KASUS Modul Untuk Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Menengah Disusun Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA Direktorat Pembinaan Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara RI Jakarta, 2013

Penulisan Kasus

  • View
    1.122

  • Download
    7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Modul Untuk Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Menengah Direktorat Pembinaan Widyaiswara LAN-RI Jakarta, 2013

Citation preview

Page 1: Penulisan Kasus

i

PENULISAN KASUS

Modul Untuk Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang

Tingkat Menengah

Disusun Oleh:

Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA

Direktorat Pembinaan Widyaiswara

Lembaga Administrasi Negara RI

Jakarta, 2013

Page 2: Penulisan Kasus

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................

DAFTAR ISI............................................................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1

A. Latar Belakang................................................ 1

B. Deskripsi Singkat ............................................ 3

C. Tujuan Pembelajaran...................................... 4

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .............. 5

E. Petunjuk Belajar ............................................. 6

BAB II Konsepsi Kasus ................................................. 7

A. Pengertian dan Unsur Kasus ........................ 7

B. Ruang Lingkup Kasus ................................... 10

C. Karakteristik Kasus ...................................... 11

D. Jenis-Jenis Kasus .......................................... 13

E. Model-Model Analisis Kasus ........................ 14

F. Sumber Data ................................................ 18

G. Penggunaan Analisis Kasus ........................... 19

H. Latihan ......................................................... 22

I. Rangkuman .................................................. 23

J. Evaluasi ........................................................ 23

Page 3: Penulisan Kasus

iii

BAB III TEKNIK PENULISAN KASUS ................................ 25

A. Proses Penulisan Kasus ................................ 25

B. Sistematika Penulisan Kasus ........................ 26

C. Komponen Penulisan Kasus ......................... 27

D. Ketentuan Teknis Lain ................................. 31

E. Latihan ......................................................... 32

F. Rangkuman .................................................. 33

G. Evaluasi ........................................................ 33

BAB IV PENUTUP ........................................................... 35

A. Simpulan ...................................................... 35

B. Tindak Lanjut ............................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 38

LAMPIRAN .................................................................... 40

Page 4: Penulisan Kasus
Page 5: Penulisan Kasus

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini Widyaiswara lebih dipersepsikan sebagai

profesi yang hanya berhubungan dengan fungsi

mendidik, mengajar, dan melatih (dikjartih). Namun,

tugas dikjartih ini tidak akan maksimal jika tidak di

dukung oleh pengetahuan yang terus di-update dan

dikembangkan.

Dengan kata lain, Widyaiswara adalah sebuah profesi

yang berbasis pada manajemen pengetahuan

(knowledge management). Menurut Chang (2007,

dalam UN-DESA, 2007), knowledge management terdiri

dari paling tidak 5 (lima) unsur sebagai berikut:

1. Capture knowledge (menggali dan memperoleh

pengetahuan);

2. Refine knowledge (menyempurnakan dan

menambah pengetahuan);

3. Share knowledge (menyebarluaskan pengetahuan);

4. Apply knowledge (menerapkan atau

mengaktualisasikan pengetahuan); dan

Page 6: Penulisan Kasus

2 PENULISAN KASUS

5. Increase knowledge (mengembangkan

pengetahuan).

Gambar 1.1.

Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)

Diantara kelima unsur diatas, tugas Dikjartih lebih

berhubungan dengan unsur share knowledge. Namun

dalam siklus knowledge management diatas, sharing

knowledge adalah sebuah proses dinamis yang tidak

hanya berisi materi yang sama untuk jangka waktu

panjang. karena ilmu selalu berkembang, maka seorang

Widyaiswara juga terus menggali, menambah, dan

menyempurnakan pengetahuan, sehingga

pengetahuan yang dibagi dan ditularkan kepada orang

lain (peserta diklat) juga akan terus berkembang.

Page 7: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 3

Dalam konteks Widyaiswara sebagai profesi berbasis

pengetahuan tadi, maka seorang Widyaiswara tidak

cukup hanya memiliki kompetensi Dikjartih, namun

harus mengembangkan juga kemampuan menggali dan

mengembangkan pengetahuan, antara lain melalui

aktivitas penulisan karya tulis ilmiah maupun analisis

kasus.

Kemampuan berpikir ilmiah dan analitis bagi seorang

Widyaiswara semakin dibutuhkan mengingat

perubahan lingkungan strategis pada tataran nasional

maupun global yang semakin dinamis. Berbagai

perkembangan tadi telah memunculkan banyak

peristiwa dan kasus-kasus yang tidak pernah terjadi

sebelumnya. Itulah sebabnya, seorang Widyaiswara

wajib untuk terus mengikuti perkembangan kebijakan

publik, interaksi antar aktor dan lintas stakeholder

dalam sistem tata kelola (governance), sekaligus

menguasai pengetahuan substansi terkait kasus-kasus

tertentu sesuai bidang minat dan keahliannya.

B. Deskripsi Singkat

Mata Diklat Penulisan Kasus ini diberikan kepada para

peserta Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat

Menengah. Mata diklat ini membahas tentang konsepsi

kasus, yang antara lain meliputi pengertian kasus,

Page 8: Penulisan Kasus

4 PENULISAN KASUS

karakteristik kasus, jenis-jenis kasus, model-model

analisis kasus, serta sumber data dan pengelolaannya.

Selain itu, Mata Diklat ini juga akan menguraikan

tentang teknik penulisan kasus.

C. Tujuan Pembelajaran

Memperhatikan latar belakang seperti dipaparkan

diatas serta kebutuhan membangun profesionalisme

Widyaiswara dalam konteks perubahan lingkungan

strategis, maka kompetensi dasar dan indikator hasil

belajar Mata Diklat Penulisan Kasus adalah sebagai

berikut:

1. Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta

mampu berpikir analitis dalam memberikan

respon yang cepat dan cerdas atas

issu/peristiwa/kasus tertentu, serta mampu

menghasilkan alternatif-alternatif solusi dan

rekomendasi untuk mengatasi permasalahan

pokok dari kasus tersebut.

2. Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta

dapat:

a. Menjelaskan konsepsi kasus;

Page 9: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 5

b. Menerangkan teknik penulisan kasus;

c. Mempraktekkan penulisan kasus.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Mata Diklat Komunikasi Persuasif merupakan mata

Diklat dengan durasi 10 jam pelajaran (10 JP) dengan

alokasi ceramah, tanya jawab, dan praktik dan/atau

simulasi. Sebanyak 2 JP untuk kegiatan ceramah, 2 JP

untuk Tanya jawab dalam rangka pendalaman dan

penyamaan persepsi, serta sisanya 6 JP untuk praktik

dan/atau simulasi. Adapun materi pokok dan sub

materi pokok sebagai berikut:

1. Pendahuluan

a. Arti pentingnya Widyaiswara dalam konteks

manajemen pengetahuan;

b. Arti pentingnya kasus.

2. Konsepsi Kasus

a. Pengertian kasus dan unsur-unsur kasus;

b. Karakteristik kasus;

c. Jenis-jenis kasus;

d. Model-model analisis kasus;

e. Sumber data dan pengelolaa data.

3. Teknik Penulisan Kasus

a. Ringkasan kasus;

b. Pokok permasalahan;

Page 10: Penulisan Kasus

6 PENULISAN KASUS

c. Kerangka berpikir;

d. Analisis/pembahasan kasus;

e. Alternatif pemecahan masalah;

f. Rekomendasi dan lessons learned.

E. Petunjuk Belajar

Penyampaian materi Diklat ini menggunakan

pendekatan andragogi, atau pembelajaran untuk orang

dewasa. Dalam pendekatan andragogi, proses

pembelajaran lebih difokuskan pada keaktifan peserta,

dalam bentuk interaksi antar peserta, simulasi atau

eksperimen untuk melatih konsep yang dipelajari.

Untuk dapat melakukan analisis kasus secara baik,

maka seseorang harus memiliki habit yang terkait

dengan aktivitas akademik atau ilmiah seperti banyak

membaca, rajin menulis, sering diskusi, serta terus-

menerus memperbaharui pengetahuan dengan

informasi terbaru. Seorang penulis kasus dituntut pula

untuk berani berpikir secara bebas (our of the box

thinking) dengan membuka segala kemungkinan.

Page 11: Penulisan Kasus

7

BAB II

KONSEPSI KASUS

A. Pengertian dan Unsur Kasus

Kasus pada dasarnya adalah sebuah peristiwa atau

kejadian faktual yang mengandung adanya

permasalahan yang kompleks, yang membutuhkan

solusi lewat pengambilan tindakan/keputusan atas

peristiwa atau kejadian tersebut.

Pengertian ini sangat serupa dengan pengertian

masalah kebijakan (policy problem) yang dikemukakan

oleh William Dunn yakni unrealized needs, values,

opportunities, however we identified, the solution

require public actions. Secara bebas definisi dari Dunn

ini dapat diterjemahkan bahwa masalah kebijakan

adalah tidak terpenuhinya kebutuhan, nilai, dan

Indikator Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta Diklat mampu

menjelaskan konsepsi kasus, yang meliputi pengertian

dan unsur-unsur kasus, ciri-ciri dan jenis-jenis kasus,

model-model analisis kasus, serta sumber data dan

pengelolaann data dala penulisan kasus.

Page 12: Penulisan Kasus

8 PENULISAN KASUS

peluang, yang meskipun sudah dapat dikenali namun

tetap membutuhkan solusi berupa aksi nyata dari

pemerintah.

Dari pengertian tentang kasus diatas, maka dapat

dirumuskan beberapa unsur dari kasus, antara lain:

1. Fakta, yang berarti bahwa kasus bukanlah sebuah

rekaan, imajinasi, fiksi, mitos, ramalan, atau

harapan. Sebuah kasus harus didukung dengan

data obyektif dan informasi selengkap dan seakurat

mungkin, baik data primer maupun sekunder, baik

berupa narasi, angka, dan gambar, grafis, film,

maupun data lain yang relevan.

2. Masalah, yang berarti bahwa dalam sebuah

kejadian/peristiwa tadi terkadung adanya sesuatu

yang tidak diinginkan, atau adanya gap antara hal

yang ideal dengan realita yang ada, antara norma

dengan perilaku nyata, antara visi dengan kinerja

nyata, dan sebagainya.

3. Kompleksitas masalah, artinya masalah tadi tidak

berdiri sendiri dan bersifat sederhana, namun

sangat boleh jadi memiliki keterkaitan dengan

masalah yang lain, melibatkan banyak pihak, tidak

jelas hubungan sebab akibatnya, dan seterusnya.

Page 13: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 9

4. Alternatif solusi atau penyelesaian masalah, artinya

bahwa terhadap kompleksitas masalah yang ada

harus dilakukan analisis untuk dapat dirumuskan

alternatif solusi yang akan direkomendasikan untuk

memecahkan masalah tersebut.

Meskipun memiliki beberapa kesamaan baik secara

istilah maupun proses analisis secara substantif, namun

perlu dipahami bahwa pengertian kasus disini

dibedakan dengan studi kasus (case study). Studi kasus

adalah sebuah metode dalam penelitian yang

menggunakan analisis mendalam, yang dilakukan

secara lengkap dan teliti terhadap seorang individu,

keluarga, kelompok, lembaga, atau unit sosial lain (Polit

and Hungler, 1999, dalam Pitoyo, tanpa tahun).

Pengerian lain dikemukakan oleh Abdul Aziz (dalam

Bungin, 2003) yang menyebutkan studi kasus sebagai

suatu upaya untuk menyelidiki suatu fenomena sosial

dimana batas-batas antara fenomena dengan konteks

tidak tampak dengan tegas.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa studi kasus

merupakan sebuah pilihan metode atau pendekatan

dalam penelitian, sedangkan penulisan kasus bukanlah

merupakan jenis metode baru, namun dapat

menggunakan studi kasus sebagai metode yang

Page 14: Penulisan Kasus

10 PENULISAN KASUS

diterapkan. Selain itu, dalam studi kasus biasanya akan

fokus pada unit analisis yang spesifik, sedangkan dalam

penulisan kasus tidak dibatasi pada unit analisis secara

sempit. Penulisan kasus lebih difokuskan pada

kasusnya, namun dapat menjangkau unit analisis yang

lebih luas.

B. Ruang Lingkup Kasus

Mengingat modul ini secara khusus disusun untuk

kebutuhan pengembangan kompetensi Widyaiswara,

maka kasus yang dipilih untuk dianalisis adalah kasus

yang memiliki keterkaitan dengan:

1. Spesialisasi seorang Widyaiswara, yakni yang

berhubungan dengan yang latar belakang keilmuan

atau rumpun mata diklat yang diajarkan;

2. Dimensi kediklatan, baik menyangkut kebijakan

diklat, program diklat, tenaga kediklatan,

kelembagaan diklat, sarana prasarana diklat, dan

sebagainya;

3. Kebijakan teknis lingkup Kementerian/Lembaga/

Pemda tertentu atau lingkup badan/pusat Diklat

Kementerian/lembaga/Pemda;

4. Kebijakan pembinaan dan pengembangan SDM

aparatur secara nasional, mulai dari dimensi

Page 15: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 11

peraturan perundang-undangan, siklus karir

pegawai (sejak rekrutmen hingga pensiun), maupun

permasalahan.

C. Karakteristik Kasus

Ada beberapa karakteristik umum dan karakteristik

yang khas yang perlu dikenali dalam sebuah penulisan

dan analisis kasus, antara lain:

1. Karakteristik umum, meliputi 5 (lima) hal yakni:

a. Ada karakter atau peran yang dimainkan oleh

aktor-aktor tertentu yang terkait secara jelas

dengan kasus tersebut, baik secara individual

maupun institusional;

b. Bersifat aktual, dalam arti bahwa kejadian/

peristiwa tersebut masih berlangsung, masih

menjadi polemik dan pusat perhatian banyak

orang, sehingga memiliki urgensi cukup tinggi

untuk dianalisis;

c. Belum ada tindakan/keputusan final dari

aparat/instansi yang berwenang terkait kasus

Page 16: Penulisan Kasus

12 PENULISAN KASUS

yang ada, sehingga masih membutuhkan

analisis yang lebih dalam dan komprehensif;1

d. Dapat disusun secara sekuensial atau

kronologis, dalam arti bahwa plot ceritera

dimulai dari setting kejadian, waktu dan tempat

secara berurutan dari awal hingga akhir.

Meskipun demikian, seorang penulis memiliki

gaya bahasa tulisan (selikung) yang berbeda-

beda, sehingga sekuensi penulisan dapat saja

tidak mulai dari awal ke akhir (ascendant),

namun dapat dimulai dari fakta yang terbaru

dan dirunut ke fakta-fakta sebelumnya

(descendant). Yang terpenting, deskripsi kasus

haruslah memberi alur cerita yang logis dan

sistematis, sehingga dengan mudah dapat

diketahui hubungan antar peristiwa dalam

kasus tersebut.

e. Tingkat kesulitan kasus yang sedang, artinya

tidak terlalu sulit dan memberatkan

penulis/peneliti, namun juga tidak terlalu

1 Jika seseorang ingin menganalisis pilihan tindakan/keputusan

pemerintah dalam mengatasi kasus tertentu, maka bentuk

tulisan yang dihasilkan adalah KTI atau policy paper, bukan lagi

analisis kasus. Kasus diasumsikan telah selesai ketika telah

dilakukan pengambilan keputusan (policy making), sehingga

analisis kasus menjadi kurang bermanfaat karena apapun

rekomendasi yang dihasilkan tidak lagi dapat mempengaruhi

pilihan/keputusan pejabat/instansi yang berwenang tadi..

Page 17: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 13

mudah. Terkait hal ini, penulis/peneliti harus

memiliki akses yang cukup terhadap berbagai

sumber yang digunakan sebagai data, sekaligus

memiliki minat dan pemahaman substanstif

mengenai kasus tersebut.

2. Karakteristik khas, meliputi 3 (tiga) hal yakni:

a. Memiliki keterkaitan dengan bidang keahlian/

minat/materi ajar Widyaiswara, sehingga kasus

yang ditulis dapat diutilisasi untuk memperkaya

materi mata diklat tertentu;

b. Jika kasus yang ditulis cukup kompleks secara

materi maupun aktor yang terlibat, dapat

difokuskan pada bagian tertentu dari kasus

tersebut;

c. Sebaiknya dihindari keragu-raguan, misalnya

dengan menggunakan kata “katanya”, “konon”,

“mungkin”, dan sejenisnya. Hal ini penting

diperhatikan agar penulisan analisis kasus tidak

menjadi fitnah atau sarat dengan konflik

kepentingan;

D. Jenis-Jenis Kasus

Dilihat dari orientasi atau kepentingannya, penulisan

kasus dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni:

Page 18: Penulisan Kasus

14 PENULISAN KASUS

1. Evaluative-focused case, yakni kasus yang disusun

untuk melakukan evaluasi terhadap hasil atau

dampak sebuah kebijakan/tindakan pemerintah.

Analisis seperti ini dapat disebut pula sebagai

analisis terhadap kebijakan (analysis of policy).

Analisis ini biasanya difokuskan pada bagaimana,

mengapa, kapan, serta diperuntukkan bagi siapa

(target groups) sebuah kebijakan dibuat;

2. Decision-focused case, yakni kasus yang

berorientasi pada pengambilan keputusan. Analisis

seperti ini dapat disebut pula sebagai analisis untuk

kebijakan (analysis for policy). Bentuk analisis ini

mencakup riset dan argumen-argumen yang

dimaksudkan untuk memberikan pengaruh

terhadap agenda kebijakan baik dari lingkungan

internal maupun eksternal pemerintah.

E. Model-Model Analisis Kasus

Kegiatan menganalisis kasus pada dasarnya mirip

dengan analisis kebijakan (policy analysis). Banyak

pakar yang telah mengemukakan pandangan mengenai

proses dan/atau model-model dalam analisis kebijakan.

Salah satunya adalah Patton and Sawicki dalam

bukunya yang berjudul Basic Methods of Policy Analysis

Page 19: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 15

and Planning (1993, New Jersey: Prentice-Hall), yang

membagi analisis kebijakan menjadi 6 (enam) langkah

sebagai berikut:

1. Menentukan atau mendefinisikan masalah

kebijakan dengan cara menganalisis data dan

informasi yang relevan dengan masalah tersebut

(Defining the problem by analyzing the data and the

information gathered).

2. Mengidentifikasikan atau mengembangkan kriteria-

kriteria untuk pemecahan masalah. Dalam hal ini,

seorang pengambil kebijakan harus memperhatikan

faktor-faktor terkait sebelum memutuskan sesuatu

(Identifying the decision criteria that will be

important in solving the problem. The decision

maker must determine the relevant factors to take

into account when making the decision).

3. Membuat daftar alternatif yang akan dipilih sebagai

kebijakan terbaik dalam menyelesaikan masalah

kebijakan (A brief list of the possible alternatives

must be generated; these could succeed to resolve

the problem).

Page 20: Penulisan Kasus

16 PENULISAN KASUS

4. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap setiap

kriteria yang dikembangkan, dengan memberikan

bobot terhadap setiap kriteria (A critical analyses

and evaluation of each criterion is brought through.

For example strength and weakness tables of each

alternative are drawn and used for comparative

basis. The decision maker then weights the

previously identified criteria in order to give the

alternative policies a correct priority in the

decision).

5. Melakukan evaluasi terhadap setiap alternatif

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, untuk

kemudian memilih alternatif terbaik sebagai

kebijakan terpilih (The decision-maker evaluates

each alternative against the criteria and selects the

preferred alternative).

6. Menjalankan kebijakan yang telah dipilih (The

policy is brought through).

Dalam bentuk skematik, model analisis kasus Patton

and Sawicki dapat dilihat sebagai berikut:

Page 21: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 17

Gambar 2.1.

Model Analisis Kasus Patton and Sawicki

Selain model diatas, ada model lain yang banyak

dipergunakan dan cukup sederhana yang dikenal

dengan Policy Analysis Framework (dalam Rewansyah,

2010). Model ini terdiri dari 3 (tiga) langkah yakni: 1)

analisis masalah dengan menentukan mana yang salah

dan apa fakfor penyebabnya; 2) melakukan penilaian

dan memilih alternatif; serta 3) mengevaluasi pilihan

kebijakan, termasuk aspek informasi kebijakan serta

monitoring dan evaluasinya. Dalam bentuk gambar,

model PAF ini dapat disimak sebagai berikut:

Page 22: Penulisan Kasus

18 PENULISAN KASUS

Gambar 2.2.

Model Analisis Kasus PAF (Policy Analysis Framework)

F. Sumber Data

Data adalah segala informasi tentang variabel/aspek

yang diteliti. Dalam hal ini, penulisan kasus dapat

bersumber dari berita media, laporan kerja instansi

tertentu, hasil penelitian atau investigasi, pengaduan

masyarakat, kasus hukum seperti amar putusan hakim,

dan sebagainya.

Page 23: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 19

Dilihat dari klasifikasinya, data dapat dibagi menjadi 2

(dua) jenis yakni data primer (primary sources) dan

data sekunder (secondary sources). Data primer antara

lain meliputi pengalaman pribadi, hasil wawancara,

atau hasil pengamatan langsung (observasi). Sedangkan

data sekunder antara lain berupa:

• Dokumen pemerintahan seperti laporan, memo,

nota dinas, publikasi pemerintah, peraturan

perundang-undangan, Renstra, dan sebagainya;

• Publikasi pada jurnal, majalah, buku, dan artikel;

• Berita dari berbagai media TV, radio, atau audio

visual lannya.

G. Penggunaan Analisis Kasus

Analisis dan penulisan kasus sering dilakukan dan

sangat bermanfaat dalam bidang-bidang antara lain:

1. Manajemen Stratrejik (strategic management).

Esensi analisis kasus dalam manajemen stratejik

adalah untuk mendiagnosa dan menilai kasus,

untuk kemudian diajukan rekomendasi tindak

lanjutnya (to diagnose and size up the situation

described in the case and then to recommend

appropriate action steps).

Page 24: Penulisan Kasus

20 PENULISAN KASUS

Menurut Schoen and Sprague (1954, dalam

McGraw-Hill Higher Education, A Guide to Case

Analysis, tanpa tahun), ada 5 (lima) kegunaan

analisis kasus dalam stratejik manajemen, yakni:

� Increasing understanding of what managers

should and should not do in guiding a business

to success.

� Building skills in sizing up company resource

strengths and weaknesses and in conducting

strategic analysis in a variety of industries and

competitive situations.

� Getting valuable practice in identifying strategic

issues that need to be addressed, evaluating

strategic alternatives, and formulating

workable plans of action.

� Enhancing sense of business judgment, as

opposed to uncritically accepting the

authoritative crutch of the professor or “back-

of-the-book” answers.

� Gaining in-depth exposure to different

industries and companies, thereby acquiring

something close to actual business experience.

2. Manajemen Kebijakan (policy management)

Menurut Mustopadidjaja (tanpa tahun),

manajemen kebijakan terdiri dari dimensi sistem

Page 25: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 21

(policy system) dan dimensi proses (policy process).

Sistem kebijakan berhubungan dengan Interaksi

dan Interkoneksi antara pelaku kebijakan (policy

actors), lingkungan kebijakan (policy environment),

kelompok sasaran (target groups), dan kebijakan

publik itu sendiri. Sistem kebijakan juga terkait

dengan soal interdependensi antara input – proses

– output dalam siklus kebijakan.

Sedangkan proses kebijakan berhubungan dengan

tahapan untuk menghasilkan kebijakan publik, yang

dimulai dari perumusan masalah (pengenalan,

pencarian, pendefinisian, dan spesifikasi masalah),

pengembangan dan pemilihan alternatif kebijakan,

implementasi kebijakan, serta monitoring evaluasi

dan pengukuran kinerja kebijakan.

Dalam konteks sistem dan proses kebijakan tadi,

keberadaan dokumen yang memuat analisis

permasalahan beserta laternatif dan rekomendasi

kebijakan, sangatlah penting. Dalam hal ini, kertas

kerja analisis kebijakan seperti itu sering dikenal

dengan istilah policy paper ataupun policy brief,

yang esensi maupun komponennya dapat

disamakan dengan analisis kasus. Dengan kata lain,

analisis kasus menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dengan manajemen kebijakan publik.

Page 26: Penulisan Kasus

22 PENULISAN KASUS

Dari penjelasan tentang utilisasi analisis kasus dalam

manajemen stratejik dan manajemen kebijakan diatas

dapat disimpulkan bahwa analisis kasus memiliki

manfaat di organisasi manapun, publik maupun privat,

profit-oriented maupun non-profit organization, besar

maupun kecil, dan seterusnya.

H. Latihan

1. Dalam kelompok kecil, coba cari dan tentukan

sebuah kasus, kemudian diskusikan dalam

kelompok apakah kasus tersebut telah

memenuhi unsur-unsur kasus, dan apakah

mengandung karakteristik yang jelas;

2. Masih dalam kelompok, diskusikan kasus yang

telah dipilih dan telah ditelaah dari aspek

kelengkapan unsur dan karakteristiknya tadi,

dengan menggunakan model analisis kasus.

Pilihlah satu saja model analisis kasus, dan

lakukan sesuai tahapan atau langkah-langkah

dalam model analisis tersebut.

3. Dari mana saja kira-kira sumber data

4. Paparkan hasil diskusi kelompok secara ringkas di

depan kelas.

Page 27: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 23

I. Rangkuman

Dalam bab ini telah dikemukakan pengertian dan

unsur-unsur kasus, karakteristik kasus, jenis-jenis kasus,

serta model-model analisis kasus. Dengan memahami

substansi materi-materi tersebut, peserta diyakini telah

memiliki bekal pengetahuan (knowledge competence)

yang cukup mengenai konsepsi dasar kasus, yang akan

sangat penting untuk mengikuti pembelajaran pada

tahapan selanjutnya yang lebih berbasis praktik (skills

competence).

J. Evaluasi

Setelah melalui pembelajaran pada tahap ini, apakah

pemahaman peserta tentang konsep kasus sudah jelas?

Apakah konsep yang disampaikan sudah memadai,

ataukah masih dirasakan kurang? Atau, berdasarkan

pengalaman peserta adakah konsep lain yang ingin

ditambahkan untuk memperkaya konsep yang ada?

Selain pertanyaan-pertanyaan mengenai substansi dan

konsepsi kasus diatas, apakah pembelajaran pada mata

diklat ini memiliki kemanfaatan untuk peserta dalam

menjalankan tugasnya selaku Widyaiswara dan selaku

pegawai di Kementerian/Lembaga/Pemda? Jika ada

Page 28: Penulisan Kasus

24 PENULISAN KASUS

manfaatnya, dalam bentuk apa kira-kira pembelajaran

pada mata diklat ini membawa manfaat: apakah dalam

mengidentifikasikan masalah organisasi secara lebih

jelas, ataukah dalam hal merekomendasikan solusi

untuk mengatasi masalah, atau ada kemanfaatan yang

lain? Dalam bentuk pertanyaan lain, bagaimanakah

utilisasi penulisan / analisis kasus dalam konteks tugas

dan fungsi organisasi asal peserta diklat?

Page 29: Penulisan Kasus

25

BAB III

TEKNIK PENULISAN KASUS

I keep six honest serving men (They taught me all I knew);

Their names are What and Why and When And How and

Where and Who.

— Rudyard Kipling

A. Proses Penulisan Kasus

Untuk menulis dan menganalisis kasus, pada dasarnya

tidak diperlukan dilakukannya penelitian secara khusus

seperti menyusun rancangan penelitian (research

design), membuat kuesioner dan pedoman wawancara,

menetapkan populasi dan sampel, dan sejenisnya.

Penulis kasus cukup menemukan sebuah peristiwa/

kejadian yang mengandung situasi masalah (situation

Indikator Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta Diklat mampu

menjelaskan dan mempraktikkan teknik penulisan kasus,

berdasarkan kaidah-kaidah pokok yang dipelajari bersama.

Page 30: Penulisan Kasus

26 PENULISAN KASUS

considered problematic), untuk kemudian

dikembangkan melalui proses penggalian data dan

informasi yang relevan. Dalam hal ini, penulis kasus

dapat mengoptimalkan desk-analysis atau

documentary study, misalnya dengan mengumpulkan

catatan (note taking) dari berita koran, laporan

kegiatan, majalah, jurnal, buku-buku di perpustakaan,

sumber internet, dan lain- lain.

Dari informasi yang terkumpul ini, penulis kasus harus

mampu membuat deskripsi kasus secara ringkas, logis,

sistematis, dan kronologis. Dari deskripsi / ringkasan

kasus ini, penulis kasus dituntut mampu secara cermat

merumuskan masalah pokok dari rangkaian peristiwa

dan fakta yang ada. Pokok masalah inilah yang akan

dianalisis sampai dengan tahap akhir yakni

dihasilkannya rekomendasi terbaik.

B. Sistematika Penulisan Kasus

Sesuai dengan proses penulisan dan analisis kasus

diatas, maka format penulisan kasus dirancang dengan

sistematika sebagai berikut:

1. Deskripsi / ringkasan kasus,

2. Pokok permasalahan,

Page 31: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 27

3. Kerangka berpikir,

4. Analisis/pembahasan,

5. Aternatif pemecahan masalah dan rekomendasi,

6. Lesson learned/policy implication.

Modifikasi terhadap format atau sistematika diatas

pada dasarnya dimungkinkan, demikian pula

peristilahan tentang komponen penulisan kasus bukan

merupakan sesuatu yang baku. Yang terpenting adalah

bahwa komponen analisis harus terpenuhi sesuai

kaidah yang dipelajari bersama, yakni adanya

permssalahan, adanya analisis masalah (beserta pisau

analisisnya), dan adanya penyelesaian masalah

(alternatif dan rekomendasi).

C. Komponen Penulisan Kasus

1. Deskripsi / Ringkasan Kasus.

Komponen ini bertujuan untuk memberikan latar

belakang dan kronologi sebuah kejadian/peristiwa

yang jelas, logis, dan sistematis bagi pembaca.

Dalam deskripsi kasus ini diharapkan terdapat

informasi minimal yang menyangkut aktor atau

pihak-pihak yang terlibat, waktu dan urutan

kejadian, data pendukung, serta informasi lain yang

relevan.

Page 32: Penulisan Kasus

28 PENULISAN KASUS

2. Pokok Permasalahan.

Masalah pada dasarnya adalah situasi yang tidak

diinginkan, yang tidak menguntungkan, dan selalu

ingin dihindari oleh setiap orang. Masalah adalah

juga sebuah situasi kesenjangan (gap) antara hal

yang ideal (das sollen) dengan realita yang ada (das

sein), antara norma dengan perilaku nyata, antara

visi dengan kinerja nyata, dan sebagainya.

Dari rangkaian peristiwa yang sudah dipaparkan

pada deskripsi kasus, penulis menarik masalah

pokok atau masalah utamanya, bukan rincian

masalah yang banyak jumlahnya. Dalam hal ini,

masalah pokok adalah masalah yang mencakup

keseluruhan masalah yang lebih rinci.

Dalam merumuskan pokok permasalahan, penulis

dapat menggunakan kalimat pertanyaan

(interrogative sentence) atau kalimat negatif

(negative sentence).

3. Kerangka Berpikir.

Yang dimaksud sebagai kerangka berpikir disini

adalah logika berpikir penulis yang menghubungkan

antara sebuah variabel dengan variabel lainnya

beserta hubungan kausalitasnya, sehingga pembaca

dapat mengikuti alur pikir penulis. Untuk

Page 33: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 29

memperjelas kerangka berpikir, sangat dianjurkan

penulis menggunakan teori-teori atau kebijakan

yang relevan dengan pokok masalah yang diangkat,

serta memanfaatkan pemodelan berupa gambar,

grafik, atau rich picture, dan bukan narasi semata.

Singkatnya, dalam kerangka berpikir ini akan dapat

dipahami dengan cukup mudah bagaimana sebuah

masalah dapat diselesaikan.

4. Analisis/Pembahasan.

Dalam tahap ini, penulis melakukan academic

exercise dengan mengkaitkan sebuah fakta dengan

fakta lainnya. Penulis melakukan pengolahan data,

penafsiran terhadap temuan, mengkonfirmasi

dengan data lain, hingga menemukan jawaban atas

permasalahan pokok dan mengambil kesimpulan.

Beberapa pertanyaan dibawah ini sangat boleh jadi

diperlukan untuk membantu melakukan analisis.

� Faktor apa saja yang menjadi penyebab

masalah tersebut?

� Apa dampak dari masalah tersebut baik untuk

sekarang maupun untuk masa mendatang, baik

untuk organisasi yang bersangkutan maupun

untuk stakeholder-nya?

� Langkah apa saja yang pernah dilakukan untuk

mengatasi masalah yang ada?

Page 34: Penulisan Kasus

30 PENULISAN KASUS

� Siapa saja yang terlibat atau bertanggungjawab

terhadap masalah tersebut baik secara

individual maupun institusional?

� Mengapa upaya-upaya diatas belum berhasil

sehingga masalah belum terpecahkan?

5. Alternatif Pemecahan Masalah dan Rekomendasi.

Atas dasar hasil analisis pada tahap sebelumnya,

penulis diminta untuk mengajukan alternatif solusi

yang tidak bersifat tunggal. Artinya, solusi yang

ditawarkan minimal berjumlah 2 (dua)

� Alternatif apa saja yang prospektif utk

mengatasi masalah?

� Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing

alternatif tadi?

� Alternatif mana yang direkomendasikan

sebagai kebijakan terpilih (policy

recommendation)?

� Bagaimana langkah konkrit (policy action) untuk

merealisasikan alternatif/kebijakan terpilih

tersebut. Untuk membantu membuat rencana

aksi ini, penulis dapat menggunakan prinsip

SIABIDIBA (SIAPA mengejaka APA, BILAMANA

harus dikerjakan dan diselesaikan, DIMANA

rencana tadi dijalankan, dan BAGAIMANA hasil

yang harus dicapai).

Page 35: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 31

6. Lesson Learned/Policy Implication.

Bagian ini berisi catatan penulis, prakondisi yang

harus dipenuhi, atau hal-hal lain yang perlu

diperhatikan agar masalah yang sama tidak terjadi

lagi di kemudian hari.

D. Ketentuan Teknis Lain

Mengingat bahwa penulisan kasus ini tidak sama

tingkatannya dengan proses penelitian yang baku, dan

juga tidak sama tingkatannya dengan Karya Tulis Ilmiah

(KTI) seperti Thesis/Disertasi atau tulisan untuk

konsumsi Jurnal Ilmiah, maka panjang tulisan juga tidak

dituntut sama dengan bentuk KTI pada umumnya.

Penulisan kasus sudah dianggap memadai antara 5

hingga 15 halaman, meski hal ini bukan sebuah

ketentuan mutlak.

Selain itu, perlu digarisbawahi bahwa meskipun

berbeda dengan KTI pada umumnya, namun penulisan

kasus juga masuk dalam kategori karya ilmiah, karena

menerapkan prinsip-prinsip berpikir ilmiah juga. Oleh

karena dalam penulisan kasus ini juga berlaku

ketentuan yang sama untuk KTI, misalnya dalam hal

tenik penulisan kutipan dan keharusan menyebutkan

sumber referensi kedalam daftar pustaka.

Page 36: Penulisan Kasus

32 PENULISAN KASUS

E. Latihan

Pada bagian latihan ini, peserta diminta untuk

mempraktikan penulisan kasus, meskipun tidak perlu

hingga tuntas dan lengkap. Akan lebih baik jika peserta

telah memiliki informasi terkait kasus yang akan ditulis,

sehingga dapat berlatih membuat deskripsi/ringkasan

kasus.

Untuk peserta yang sama sekali belum memiliki ide

tentang kasus tertentu, dan tidak memiliki informasi

sama sekali, maka dapat berlatih merumuskan pokok

permasalahan dengan memanfaatkan ringkasan kasus

yang disediakan dalam lampiran modul ini.

Peserta juga dapat berlatih membuat dan

mendiskusikan kerangka pikir, atau berlatih

menganalisis kasus, atau bahkan juga mendiskusikan

formulasi rekomendasi. Dengan demikian, setiap

peserta tidak harus melakukan latihan pada komponen

yang sama, tergantung pada minat dan modal awal

yang telah dimiliki oleh peserta.

Selanjutnya, hasil latihan diminta untuk

dipresentasikan agar menjadi ajang saling belajar antar

peserta.

Page 37: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 33

F. Rangkuman

Dalam bab ini telah dipaparkan mengenai teknik

penulisan kasus yang meliputi proses, sistematika,

serta komponen pokok dalam penulisan kasus. Ada 6

(enam) komponen yang harus dipenuhi, yakni

deskripsi/ringkasan kasus, pokok permasalahan,

kerangka berpikir, analisis / pembahasan, alternatif

pemecahan masalah dan rekomendasi, serta lesson

learned / policy implication. Bab ini lebih menekankan

pada penguatan kemampuan motorik, yakni

keterampilan menyusun analisis kasus.

G. Evaluasi

1. Coba sebutkan proses yang dibutuhkan dalam

penulisan kasus. Apakah Anda memiliki pandangan

lain mengenai proses penulisan kasus?

2. Coba jelaskan 6 (enam) komponen yang harus

dipenuhi dalam penulisan kasus. Apakah Anda

memiliki pandangan lain mengenai komponen

dasar dalam penulisan kasus? Apakah keenam

komponen tadi sudah cukup untuk menghasilkan

analisis kasus yang mudah dipahami dan memiliki

landasan akademik cukup kuat?

Page 38: Penulisan Kasus

34 PENULISAN KASUS

3. Dengan melakukan analisis kasus menggunakan

proses dan komponen yang ada, apakah Anda

merasa bahwa masalah yang telah dirumuskan

dapat diselesaikan dengan baik dan memuaskan?

Page 39: Penulisan Kasus

35

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembelajaran yang telah Anda dapatkan dari

masing-masing bab pada materi Penulisan Kasus,

diharapkan Anda memiliki gambaran yang lengkap

tentang konsep kasus dan teknik penulisan/analisis

kasus.

Penulisan kasus merupakan sebuah teknik analisis yang

bukan hanya digunakan dalam dunia manajemen

stratejik dan analisis kebijakan publik, namun juga

dapat dipergunakan untuk menguraikan masalah di

berbagai bidang – termasuk masalah yang berkaitan

dengan kediklatan – hingga menemukan solusi

terbaiknya.

Analisis atau penulisan kasus juga merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari proses berpikir kreatif

seorang Widyaiswara, sehingga mau tidak mau seorang

Page 40: Penulisan Kasus

36 PENULISAN KASUS

Widyaiswara dituntut memiliki kompetensi berpikir

kreatif dan inovatif melalui praktik penulisan kasus

yang relevan dengan bidang tugas dan spesialisasi atau

keahliannya.

B. Tindak Lanjut

Apa yang dapat Anda lakukan setelah pembelajaran

ini? Tentu saja untuk bisa menguasai dengan baik,

dibutuhkan praktik yang kontinyu dan berkekelanjutan.

Sangat dianjurkan seorang Widyaiswara menulis

dan/atau menganalisis suatu kasus minimal dalam 6

(enam) bulan sekali. Penulisan kasus ini bukan hanya

untuk kebutuhan angka kredit dan kenaikan dalam

jabatan fungsional, namun lebih sebagai wujud

profesionalisme penyandang profesi yang berbasis

pengetahuan (knowledge-based profession).

Menulis kasus hendaknya terus menerus

dikembangkan sebagai sebuah kebutuhan, dan bukan

sebagai kewajiban semata, terlebih dipandang sebagai

beban. Aktivitas menulis kasus perlu disejajarkan

Page 41: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 37

dengan menulis KTI untuk publikasi Jurnal atau untuk

dipaparkan dalam sebuah seminar nasional maupun

internasional. Dengan kata lain, menulis menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi, karya, dan

aktivitas Widyaiswara.

Hasil tulisan sendiri dapat dijadikan sebagai materi

pelengkap bahan ajar, sehingga Widyaiswara akan

senantiasa memiliki kebaruan (novelty) dalam setiap

kesempatan melakukan fungsi dasar Dikjartih

(mendidik, mengajar, dan melatih).

Page 42: Penulisan Kasus

38

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Aziz, Abdul, 2003, “Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi

Kasus”, dalam Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian

Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke

Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Chang, Shih-Hsien, 2007, “Enhancing the Quality of a Public

Administration Training Plan through Knowledge

Management”, dalam United Nations Department of

Economic and Social Affairs (UN-DESA) and

International Association of Schools and Institutes of

Administration (IASIA), Excellence and Leadership In

The Public Sector: The Role of Education and Training,

New York.

Mc.Graw-Hiill Higher Education, A Guide to Case Analysis,

internet source available at highered.mcgraw-

hill.com/sites/dl/free/0072969431/362614/guide_to_c

ase_analysis.pdf. Diakses pada tanggal 31 Oktober

2013.

Page 43: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 39

Mustopadidjaja A.R., tanpa tahun, Program Nasional

Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Proses

Kebijakan Publik Dalam Penyelenggaraan Negara dan

pembangunan Bangsa, makalah tidak diterbitkan.

Patton, Carl V., and David S. Sawicki, 1993, Basic Methods of

Policy Analysis and Planning, Prentice-Hall, New Jersey.

Pitoyo, A. Zani, tanpa tahun, Pengertian dan Definisi Studi

Kasus, sumber internet diakses tanggal 1-12-2013.

Rewansyah, Asmawi, 2010, Reformasi Birokrasi dalam rangka

Good Governance, Jakarta.

Schoen, D.R. and Philip A. Sprague, 1954, “What Is the Case

Method?” in M. P. McNair (ed.), The Case Method at

the Harvard Business School, pp. 78–79. New York:

McGraw-Hill).

Page 44: Penulisan Kasus

40 PENULISAN KASUS

LAMPIRAN

(Contoh Ringkasan Kasus)

1. Ketidaksiapan Indonesia Memasuki ASEAN

Community 2015.

2. Petani Jauh Dari Sejahtera, Dunia Pertanian Semakin

Tertinggal.

3. Dilema Mobil Murah di Jakarta.

4. Kesejahteraan Buruh dan Iklim Investasi yang Kurang

Kondusif.

Catatan:

Terima kasih kepada Pusdiklat SPIMNAS Bidang

Kepemimpinan yang telah berbagi Kasus untuk

kepentingan pembelajaran.

Page 45: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 41

Lampiran 1

Ketidaksiapan Indonesia

Memasuki ASEAN Community 2015

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku gelisah

dan gugup menghadapi pelaksanaan ASEAN Economic

Community (AEC) pada 2015. Dia takut seperti kejadian

ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang terbukti

merugikan industri di dalam negeri. Bekas Ketua Umum Kadin

ini juga khawatir akan kesiapan industri lokal dalam

menghadapi implementasi pasar tunggal ASEAN tersebut.

Apalagi waktunya kurang dari dua tahun dan jika industri

tidak siap maka Indonesia akan dijajah produk-produk dari

ASEAN. Menururt Menteri Perindustrian, dengan adanya

perjanjian pasar tunggal ASEAN itu tidak ada lagi sekat yang

membatasi perusahaan dari negara-negara tetangga untuk

masuk ke pasar Indonesia yang besar ini. Dengan jumlah

penduduknya yang mencapai 240 juta jiwa, Indonesia

menjadi tujuan penjualan produk-produk negara ASEAN

lainnya. “Saya tanya Emirsyah Satar (Dirut Garuda), apa siap

Garuda bersaing dengan maskapai tetangga, Ermirsyah juga

menjawab ragu, kata Menteri Perindustrian. Salah satu

kekhawatiran Menteri Perindustrian ini disebabkan mahalnya

biaya logistik termasuk juga pungutan liar (pungli). Belum lagi

minimnya pembangunan infrastruktur didalam negeri yang

membuat daya saing industri nasional masih kalah dibanding

negara kompetitor di kawasan ASEAN.

Di Indonesia biaya logistik saat ini rata-rata masih 16

persen dari total biaya produksi. Sedangkan normalnya hanya

9-10 persen. Menururt Menteri Perindustrian, kalau ini tidak

segera diperbaiki nanti kita Cuma bisa jadi penonton. Untuk

itu, pihaknya terus mempersiapkan industri untuk bisa

bersaing dengan produk-produk ASEAN. Salah satunya

Page 46: Penulisan Kasus

42 PENULISAN KASUS

menyiapkan industri unggulan. Ada sembilan komoditas

industri nasional yang diprioritaskan memasuki pasar ASEAN

yakni produk berbasis agro seperti CPO, Kakau, karet, ikan

dan produk olahannya, tekstil dan produk tekstil, alas kaki,

kulit dan barang kulit, furnitur, makanan dan minuman,

pupuk dan petro kimia, mesin dan peralatannya, serta logam

dasar, besi dan baja. Selain itu, Kemenperin juga terus

memperkuat penguasaan pasar dalam negeri untuk tujuh

cabang industri yang berpotensi terganggu dalam

implementasi pasar tunggal ASEAN 2015 meliputi, otomotif,

elektronik, semen, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan

minuman serta furnitur.

Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kemenperin

Agus Tjahajana mengaku daya saing Indonesia berdasarkan

Global Competitiveness Report 2012 jauh dibawah negara-

negara ASEAN seperti Singapura yang berada di urutan dua,

Malaysia diurutan 21, dan Thailand di urutan 39, sedangkan

Indonesia di urutan 46. Ada beberapa tantangan yang harus

diselesaikan pemerintah, antara lain pengawasan terhadap

produk-produk impor masih sangat lemah, panjangnya

prosedur pengenaan anti dumping apabila terjadi unfair trade

practices, isu keamanan yang mengganggu iklim investasi dan

buruknya kondisi infrastruktur. Sedangkan dari sektor industri

yakni kenaikan upah minimum regional (UMR), kurangnya

pasokan gas industri dan bahan baku, impor illegal dan tidak

adanya insentif bagi industri padat karya, namun dengan

kerjasama ini akan memberikan peluang akses pasar yang

lebih luas. Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM)

Kemenperin Euis Saedah mengatakan, kalangan pemerintah

maupun dunia usaha, terutama IKM belum menyadari

dampak pasar tunggal ASEAN terhadap ekonomi nasional.

Padahal, jumlah penduduk Indonesia yang terbesar se ASEAN

akan menjadi sasaran pemasaran berbagai barang, jasa dan

investasi. IKM Indonesia dinilai masih lemah terhadap akses

Page 47: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 43

modal kerja atau krediat usaha. Ditambah lagi dengan masih

banyaknya IKM yang belum mendaftarkan hak kekayaan

intelektual atau paten. Fasilitas ekspor, manajemen usaha,

dan kontinuitas pasokan bahan baku juga masih lemah.

Disamping itu, orientasi IKM Indonesia yang lebih pada

sekadar bertahan (survive) sambil melihat peluang bisnis yang

lebih menguntungkan. Berdasarkan kesepakatan pada KTT

ASEAN terakhir di Phnom Penh disepakati pengunduran

jadwal pemberlakuan AEC 2015 yang semula Januari 2015

menjadi Desember 2015. AEC 2015 bertujuan menciptakan

ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal. Dalam perjanjian ini

akan terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi,

investasi dan modal serta penghapusan tarif perdagangan

antar negara ASEAN. Mencermati kondisi Indonesia

sebagamana diuraikan diatas, nampaknya walaupun ada

pengunduran AEC sampai dengan Desember 2015, Indonesia

masih harus bekerja keras menyongsong ASEAN Community

2015 ini. Strategi hubungan Pemerintah-Masyarakat-Dunia

Usaha harus diper-kuat. Menurut Hendri Saparini, Ph.D.,

kondisi kesiapan Indonesia masih harus diperbaiki jika

kerjasama ASEAN ini akan ditujukan sebesar-besarnya untuk

kesejahteraan rakyat, mengingat banyak hal yang

menyebabkan ketidak siapan Indonesia, sebagaimana

dijelaskan oleh Hendri Saparini dalam ceramahnya didepan

peserta Diklatpim I Angkatan XXV.

Sumber :

1. Harian Rakyat Merdeka, Minggu, 31 Maret 2013.

2. Ceramah Hendri Saparini Ph.D. pada Diklatpim Tingkat I

Angkatan XXV)

Page 48: Penulisan Kasus

44 PENULISAN KASUS

Lampiran 2

Petani Jauh Dari Sejahtera,

Dunia Pertanian Semakin Tertinggal

Sejumlah regulasi pertanian yang dihasilkan ternyata

belum diimplementasikan secara sempurna sehingga tidak

berdampak banyak terhadap kesejahteraan petani. Padahal,

berbagai kebijakan dalam bentuk undang-undang (UU)

menyatakan keberpihakannya terhadap petani.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa

Barat, Entang Sastraatmadja mengatakan bahwa sejumlah

regulasi baru menyentuh tataran hasil produksi pertanian dan

bukan kesejahteraan petani. Ia menjelaskan selama ini telah

banyak UU yang dihasilkan, misalnya UU Nomor 16 Tahun

2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan

Kehutanan, UU 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU Nomo 18 Tahun 2012

tentang Pangan, UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang

Holtikultura, dan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Entang mengakui, sejumlah regulasi yang berpihak

terhadap dunia pertania itu memang perlu diapresiasi. Akan

tetapi semua itu belum cukup untuk meningkatkan

kesejahteraan petani. Pasalnya hingga saat ini, pemerintah

masih fokus pada upaya untuk meningkatkan kuantitas

terhadap hasil produksi, bukan terhadap kuantitas

kesejahteraan petani atau nilai tukar petani (NTP).

Dengan mencoba membuat target peningkatan NTP

petani secara sistematis, misalnya dalam 5 tahun ke depan

ditargetkan NTP petani telah mengalami peningkatan menjadi

130. Dengan demikian upaya yang dilakukan pemerintah

tidak terkesan parsial atau setengah-setengah. Tidak melulu

hanya membahas kemampuan swasembada, tetapi

Page 49: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 45

menjadikan petani suatu pekerjaan yang diminati dan

menyejahterakan.

Kedepan HKTI menuntut pemerintah tidak hanya

berkutat mengenai hasil produksi pertanian, tetapi juga

kesejahteraan petani. Dengan demikian, peningkatan

produksi diiringi kesejahteraan petani. Untuk itu, ia berharap

antar sektor harus terkait dengan baik dan implementasi di

lapangan juga harus dilakukan dengan benar. Dengan

demikian kesejahteraan petani dibangun secara sistematis

sebagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan

produksi pertanian.

HKTI mengakui, Indonesia telah jauh tertinggal oleh

sejumlah negara ASEAN lainnya yang fokus terhadap dunia

pertanian. Thailand yang sejak 30 tahun lalu fokus terhadap

upaya peningkatan kualitas dibidang pertanian dan saat ini

mereka menuai hasilnya. Sementara itu, Indonesia, jangankan

untuk mencapai kemandirian, sebagian besar komoditas

strategis saja masih mengandalkan impor. Thailand saat ini

menjadi gudangnya holtikultura, sedangkan Indonesia masih

menjadi negara pengimpor holtikultura.

Sumber :

Harian Pikiran Rakyat, 25 September 2013.

Page 50: Penulisan Kasus

46 PENULISAN KASUS

Lampiran 3

Dilema Mobil Murah di Jakarta

Dalam waktu dekat, Jakarta dan sekitarnya akan

dibanjiri mobil murah ramah lingkungan. Keceriaan orang-

orang yang akan segera memiliki mobil baru itu diiringi

kekhawatiran meningkatnya kemacetan lalu lintas di Jakarta,

sebuah masalah klasik yang belum teratasi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta langsung menyatakan

keberatannya ketika pemerintah pusat memastikan mobil

murah itu layak dipasarkan. DKI merasa keberatan dengan

kebijakan itu, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Antisipasi

yang bisa disiapkan hanyalah menambah bus,

memberlakukan pajak progresif, menaikan tarif parkir, dan

menerapkan sistem jalan berbayar elektronik (ERP). (Kompas,

16 September 2013).

Kontroversi mobil murah berawal dari adanya

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang InsentiF

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) bagi produksi

Mobil Ramah Lingkungan. Dengan peraturan itu, mobil

dengan kapasitas dibawah 1.200 cc dan konsumsi bahan

bakar minyak paling sedikit 20 kilo meter per liter dapat

dipasarkan tanpa PPnBM.

Kebijakan tentang mobil mewah tersebut di respon

secara beragam oleh berbagai pihak mulai dari yang pro

maupun kontra. Pengajar Prodi Teknik Sipil Unika

Soegijapranata, Semarang, Djoko Sertijowarno, mengatakan,

dilihat dari tingkat produksi mobil, Indonesia memang kalah

jauh dari Malaysia dan Thailand. Padahal industri otomotif

bisa mendongkrak perekonomian negara, apalagi di tengah

kelesuan ekonomi dunia seperti saat ini.

Sedangkan ahli transportasi Ellen SW Tangkudung dan

Darmaningtyas dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Page 51: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 47

Melihat bahwa program yang sama di luar negeri, rata-rata

mobil murah dikembangkan setelah kondisi transportasi

umum membaik. Berkebalikan di Indonesia, kondisi

transportasi umum masih amburadul dan cenderung

menurun drastis. Wajar jika dianggap kebijakan mobil murah

ini sangat tidak berpihak kepada rakyat. Hal yang lebih

dibutuhkan masyarakat saat ini bukan mobil murah, tetapi

transportasi murah. Transportasi murah ini akan dapat

terwujud melalui pengembangan sistem transportasi masal

yang andal. Pengembangan transportasi masal diyakini juga

akan menjadi solusi belitan masalah kemacetan di perkotaan.

Sementara Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub)

Bambang Susantono mengatakan hadirnya kendaraan murah

dan ramah lingkungan akan mendorong tren kendaraan

ramah lingkungan. Harapan pemerintah agar terwujudnya

pertumbuhan mobil ramah lingkungan dibandingkan dengan

mobil yang dinilai memiliki emisi gas buang yang sangat

tinggi.

Di kesempatan lain Menteri Perindustrian MS Hidayat

berjanji akan melaksanakan kebijakan ini dengan baik, ia

memastikan para produsen akan melakukan distribusi mobil

murah menyebar keseluruh Indonesia, sehingga tidak

terfokus pada satu tempat yang dikhawatirkan akan

menambah padat lalu lintas seperti di Jakarta. program ini

dibuat dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) tahun 2015. Jika Indonesia Indonesia tidak

memiliki basis produksi jenis ini, dapat dipastikan pada 2015,

impor mobil murah akan membanjiri Tanah air (Pikiran

Rakyat, 17 September 2013).

Berkaitan dengan hal tersebut, MTI berpendapat

bahwa bisa saja pemerintah mengarahkan memasarkan mobil

murah ke luar Jabodetabek yang masalah kemacetannya tak

separah Ibu Kota, namun ada keterbatasan infrastruktur dan

daya beli masyarakat di daerah. Akibatnya sampai saat ini

Page 52: Penulisan Kasus

48 PENULISAN KASUS

sekitar 30,9 persen pemasaran kendaraan bermotor di

Indonesia terfokus di Jakarta dan sekitarnya.

Sumber :

1. Harian Kompas, 16 September 2013

2. Harian Pikiran Rakyat, 17 September 2013.

Page 53: Penulisan Kasus

MODUL DIKLAT KEWIDYAISWARAAN BERJENJANG TK. MENENGAH 49

Lampiran 4

Kesejahteraan Buruh dan

Iklim Investasi yang Kurang Kondusif

Ribuan buruh dari Jakarta, Bogor, Depok Tangerang,

Bekasi, Karawang, Cilegon, dan Serang memadati jantung

ibukota. Mereka berunjuk rasa di bunderan Hotel Indonesia

serta mendatangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara

dan Istana Merdeka. Buruh dari sejumlah elemen menuntut

kenaikan upah 50 persen, pengangkatan pekerja alih daya

menjadi karyawan tetap, dan meminta pemerintah mencabut

instruksi presiden tentang penetapan upah minimum provinsi

(UMP). Kompas, 6 September 2013.

Sementara itu sebanyak 58 perusahaan anggota

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten

Tangerang mengajukan penangguhan pembayaran upah

minimum kota/kabupaten (UMK) tahun 2013 sebesar 2,203

juta perbulan. Penangguhan dilakukan karena mereka tidak

sanggup membayar UMK.

Menanggapi tuntutan buruh soal UMP Rp. 3,7 juta

perbulan, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, itu

tidak efektif untuk seluruh aktivitas ekonomi ditengah situasi

yang buruk saat ini. “Kalau buruh meminta kenaikan upah

menjadi 3,7 juta, pekerja yang sekarang bergaji 3,7 tentu

akan minta kenaikan gaji juga. Akhirnya seluruh ongkos

tenaga kerja akan naik dan berimbas pada kenaikan ongkos

produksi”. Kenaikan ini menyebabkan impor produk serupa

akan semakin tinggi. Hal ini membuat investor berpikir ulang

untuk membuka usaha di Jakarta dan memilih mencari

negara lain yang lebih produktif.

Di kesempatan lain Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi mengatakan upah minimum boleh saja naik,

tetapi jika itu akan memberatkan perusahaan, harus dicari

Page 54: Penulisan Kasus

50 PENULISAN KASUS

titik temu untuk menghindari penutupan perusahaan yang

dapat berakibat terjadinya PHK masal (Media Indonesia, 6

September 2013).

Peran birokrasi selaku regulator sangat menentukan

terjadinya titik temu yang berprinsip win-win solution dalam

permasalahan ini. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah diharapkan dapat mengakomodir antara kedua

belah pihak baik buruh maupun pengusaha.

Terkait dengan persiapan memasuki era ASEAN

Community 2015, situasi dan kondisi dalam negeri sangat

mempengaruhi investor dalam menanamkan modalnya

didalam negeri. Semakin kondusif situasi sebuah negara

untuk melakukan investasi akan berdampak kepada semakin

tertariknya investor untuk berinvestasi. Hal tersebut

berdampak pula pada terbukanya lapangan kerja bagi

masyarakatnya. Arus bebas investasi diwilayah ASEAN pada

era AC 2015 membutuhkan kesiapan negara-negara anggota

ASEAN untuk bersaing dalam bidang ekonomi termasuk iklim

investasi yang kondusif. Sementara kenaikan upah minimum

merupakan usaha dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sebagai tujuan nasional, disisi lain kondisi

keberlangsungan perusahaan juga harus tetap menjadi

perhatian. Peran pemerintah sebagai regulator sangat

dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan ini.

Sumber :

1. Harian Kompas, 6 September 2013

2. Harian Media Indonesia, 6 September 2013.