75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN TEHADAP WARGA NEGARA INDONESIA OLEH KEPOLISIAN FEDERAL AUSTRALIA ATAS PERMINTAAN POLRI (STUDI PUTUSAN MA NO. 1256 K./Pid/2000). Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : INTAN ARISTA AYU WIDYA SARI NIM : E1107167 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) - COnnecting REpositoriesperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    i

    PENULISAN HUKUM

    (SKRIPSI)

    ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

    PRA PERADILAN TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN

    TEHADAP WARGA NEGARA INDONESIA OLEH KEPOLISIAN

    FEDERAL AUSTRALIA ATAS PERMINTAAN POLRI

    (STUDI PUTUSAN MA NO. 1256 K./Pid/2000).

    Disusun dan diajukan untuk

    Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

    Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Oleh :

    INTAN ARISTA AYU WIDYA SARI

    NIM : E1107167

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2011

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Penulisan Hukum (Skripsi)

    ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

    PRAPERADILAN TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN TERHADAP

    WARGA NEGARA INDONESIA OLEH KEPOLISIAN FEDERAL

    AUSTRALIA ATAS PERMINTAAN POLRI

    (Studi Putusan MA No. 1256.K/Pid/2000)

    Oleh

    Intan Arista Ayu Widya Sari

    E1107167

    Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

    (skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Surakarta, Maret 2011

    Dosen Pembimbing Skripsi

    BAMBANG SANTOSO, S.H., M.Hum. NIP.19620209198903100

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iii

    Moh. Jamin, S.H.,M.Hum

    NIP : 196109301986011001

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iv

    MOTTO

    “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,

    tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada

    Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”

    (Filipi 4 : 6)

    ”Apapun yang Anda bisa lakukan, atau yang Anda mimpi bisa lakukan, mulailah

    melakukannya. Keberanian mengandung jenius, kekuatan dan keajaiban di dalamnya”

    (Goethe)

    “Bila kita benar- benar mencintai dan menerima serta mengakui diri kita apa adanya, maka

    semua dalam kehidupan ini akan berhasil”

    (Louise Hay)

    “Tidak ada kesalahan, tidak ada kebetulan. Semua peristiwa adalah berkat yang diberikan

    kepada kita agar kita bisa belajar darinya”

    (Elisabeth Kubler-Ross)

    “Yang kita sebut hasil adalah awal mula sesuatu”

    (Ralph Waldo Emerson)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    v

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini Penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih

    kepada :

    1. Allah SWT Sang Pencipta Alam Semesta atas segala karunia, rahmat, dan nikmat yang

    telah diberikan-Nya

    2. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Joko Triantoro Soekarno dan Ibu Yuni Harwati atas

    segala doa, bimbingan, nasehat, kehangatan cinta dan kasih sayang yang senantiasa

    tercurahkan untukku.

    3. Bapak Suratno dan Ibu Gayatri selaku orang tua yang memberikan bimbingan dan segala

    kasih sayang sehingga dapat terselesaikan tanggungjawab ini..

    4. Souki Aditya Pratama Kesdu atas segala cinta, kasih sayang, doa, semangat, dan

    pengorbanan yang senantiasa diberikan untukku.

    5. Adikku tercinta Michael Risky Saputro dan Bagus Ilham atas semangat dan keceriaannya.

    6. Seluruh keluarga besar Soekarno dan Keluarga Besar Soeyoto atas dukungan dan

    semangatnya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vi

    PERNYATAAN

    Nama : Intan Arista Ayu Widya Sari

    NIM : E1107167

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul

    ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN

    TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN TERHADAP WARGA NEGARA

    INDONESIA OLEH KEPOLISIAN FEDERAL AUSTRALIA ATAS

    PERMINTAAN POLRI (Studi Putusan MA No. 1256.K/Pid/2000) adalah betul-

    betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

    (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

    kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

    sanksi akademik berupa pencabutan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh

    dari penulisan hukum (skripsi) ini.

    Surakarta, 17 Maret 2011

    Yang membuat pernyataan

    Intan Arista Ayu Widyasari

    NIM. E1107167

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vii

    ABSTRAK

    Intan Arista Ayu Widya Sari, E 1107167. ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN TEHADAP WARGA NEGARA INDONESIA OLEH KEPOLISIAN FEDERAL AUSTRALIA ATAS PERMINTAAN POLRI (STUDI PUTUSAN MA NO. 1256 K./Pid/2000)., FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET. SURAKARTA. PENULISAN HUKUM (SKRIPSI).2011.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengajuan Upaya hukum Kasasi terhadap putusan praperadilan, bagaimana penangkapan yang sah menurut KUHAP apabila terdakwa berada di luar wilayah Republik Indonesia, dan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul berkaitan dengan Pengajuan Kasasi terhadap putusan praperadilan tentang legalitas penangkapan tersebut dan cara penyelesainnya.

    Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum doktrinal atau normatif. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer, data sekunder dan data tersier. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu studi kepustakaan baik berupa putusan, buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen. Analisis data menggunakan analisis data deduktif.

    Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Pengajuan kasasi yang dilakukan oleh Pemohon kasasi (Kepolisian Republik Indonesia Cq. KORPS Reserse Polri Direktorat Reserse Ekonomi) terhadap putusan Praperadilan tentang sah atau tidaknya penangkapan di tingkat Mahkamah Agung adalah sesuatu hal yang keliru. Karena melanggar ketentuan pasal 83 ayat (1) KUHAP. Namun dalam kenyataannya pengawasan horizontal tidak dilaksanakan dengan baik, maka menimbulkan kerancuan karena tidak adanya kepastian hukum. Bahwa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan praperadilan tentang sah atau tidaknya penangkapan adalah didasarkan pada ketentuan pasal 88 dan pasal 244 KUHAP. Sehingga dalam perkara a quo ini, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi meskipun harus mennyimpang dari ketentuan perundang- undangan yang mengatur mengenai tidak dapat diajukannya kasasi.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    viii

    ABSTRACT

    Intan Arista Ayu Widya Sari, E1107167. A JURIDICAL ANALYSIS ON THE APPEAL TO SUPREME COURT on the pre-trial verdict about the legality of arrest against Indonesian citizen by Australian federal police officer on the behalf of Indonesian police officer (A STUDY ON Supreme court’s VERDICT No. 1256 K/Pid/2000). Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Surakarta. Law Writing (Thesis). 2011.

    This research aims to find out the appeal to Supreme Court on the pre-trial verdict, what the legal arrest is according to KUHAP when the defendant is outside Republic of Indonesia’s area, and to find out the problems arising relating to the appeal to Supreme Court on the pre-trial verdict about the legality of arrest and the way of coping with them.

    This study belongs to a descriptive research and viewed from the objective, belongs to a doctrinal or normative law research. The data type used included primary, secondary, and tertiary data. Technique of collecting data used was library study in the form of verdicts, books, legislation and documents. The data analysis was done using deductive data analysis.

    Considering the research, it can be found that the appeal to Supreme Court by the Applicant (Republic of Indonesia’s Public Officer Cq. Economic Detective Directorate of Detective KORPS of Republic of Indonesia’s Public Officer) on the pretrial verdict about whether or not the arrest at the Supreme Court level is legal is something work. It is because it strikes the provision of Article 83 clause (1) of KUHAP. However, in fact, the horizontal supervision is not implemented well, thereby resulting in confusing because there is no law certainty. The Supreme Court Judge’s rationale in hearing and sentencing the appeal to Supreme Court on the pretrial verdict about whether or not the arrest is legal is the provision of Articles 88 and 244 of KUHAP. Thus in this a quo case the Supreme Court grants the appeal to Supreme Court from the applicant despite violation of legislation governing the appeal to Supreme Court application.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ix

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, atas limpahan berupa ilmu

    pengetahuan dan ijin-Nya, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penulisan

    hukum dengan judul ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP

    PUTUSAN PRAPERADILAN TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN

    TERHADAP WARGA NEGARA INDONESIA OLEH KEPOLISIAN

    FEDERAL AUSTRALIA ATAS PERMINTAAN POLRI (Studi Putusan MA No.

    1256.K/Pid/2000) ini tepat sesuai waktu yang telah direncanakan.

    Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-

    syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret Surakarta..

    Tentunya selama penyusunan penulisan hukum ini, maupun selama penulis

    menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit

    bantuan yang penulis terima baik moril maupun materiil dari berbagai pihak.

    Dalam kesempatan ini ijinkan penulis menghaturkan terima kasih yang setulus-

    tulusnya kepada :

    1. Bapak Moh. Jamin, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret.

    2. Bapak Edy Herdyanto, SH.MH., selaku Ketua Bagian Hukum Acara.

    3. Bapak Bambang Santosa, S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing Penulisan

    Hukum penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan

    mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan

    dengan baik dan tepat waktu.

    4. Ibu Th. Kussunaryatun, S.H., MH. selaku pembimbing akademik penulis.

    5. Bapak Harjono, S.H.,M.H., selaku ketua Program Nonreguler Hukum

    Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

    atas segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk Penulis

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    x

    selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas

    Maret Surakarta.

    7. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah

    banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh

    studi di Fakultas Hukum UNS Surakarta.

    8. Bapak Joko Triantoro dan Ibu Yuni Harwati, orang tuaku yang telah

    memberikanku doa, cinta, kasih sayang dan ridho yang menjadi kekuatan

    dan bekal dalam menjalankan kehidupan ini.

    9. Michael Rizky Saputro, adikku yang membuat hidup penulis berarti.

    10. Souki Aditya, yang telah memberikan motivasi dan menemani penulis

    dalam menyelesaikan kewajiban.

    11. Keluarga Besar penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan

    baik moril maupun materiil kepada penulis.

    12. Teman-teman Angkatan 2007 Non Reguler, teman-teman kuliah (Ninik,

    Sry, Dewi, Lulu, Pondra, Reshan, Ucil, Dimas) terimakasih atas setiap

    waktu yang kita habiskan bersama, dan semua pihak yang membantu

    dalam penulisan huku

    Penulis sadari bahwa penulisan hukum ini jauh dari sempurna. Oleh sebab

    itu penulis sangat terbuka akan segala sumbang saran dan kritik yang bersifat

    membangun.

    Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua,

    terutama untuk penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.

    Surakarta, 17 Maret 2011

    Penulis

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

    HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v

    HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ vi

    ABSTRAK ...................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

    B. Perumusan Masalah .................................................................... 3

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4

    D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

    E. Metode Penelitian ...................................................................... 5

    F. Sistematika Penelitian ................................................................ 8

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teoritik ........................................................................ 10

    1. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan ................................. 10

    a) Tinjauan Umum Tentang Pengertian Praperadilan ........ 10

    b) Tinjauan Umum Tentang wewenang praperadilan ......... 13

    c) Tinjauan Umum Tentang alasan dan pihak yang

    mengajukan praperadilan ................................................ 16

    d) Tinjauan tentang acara praperadilan ............................... 18

    2. Tinjauan Umum Tentang Penangkapan ................................. 20

    a) Tinjauan Umum Tentang pengertian penangkapan ....... 20

    b) Tinjauan Umum Tentang tata cara penangkapan ........... 21

    3. Tinjauan Umum Tentang Kasasi ........................................... 22

    a) Tinjauan Umum tentang pengertian kasasi ....................... 22

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xii

    b) Tinjauan Umum Tentang alasan mengajukan kasasi ........ 23

    c) Tinjauan Umum Tentang Tata Cara Mengajukan Kasasi .. 24

    B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 27

    BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Alasan Pengajuan Kasasi Terhadap Putusa Praperadilan

    Tentang Legalitas Penangkapan yang Dilakukan Oleh

    Kepolisian Federal Australia atas Permintaann Polri ............. 29

    1. Kasus Posisi ........................................................................ 29

    2. Identitas Permohon dan Termohon Praperadilan ................. 30

    3. Alasan Permohonan Praperadilan ........................................ 30

    4. Isi Permohonan Praperadilan ............................................... 32

    5. Eksepsi Termohon Praperadilan .......................................... 33

    6. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ............... 35

    7. Alasan Pengajuan Kasasi ..................................................... 37

    8. Pembahasan.......................................................................... 46

    B. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung terhadap Alasan

    Pengajuan Kasasi Terhadap Putusa Praperadilan Tentang

    Legalitas Penangkapan yang Dilakukan Oleh Kepolisian

    Federal Australia atas Permintaan Polri .................................. 56

    1. Pertimbangan ...................................................................... 56

    2. Amar Putusan Kasasi ........................................................... 59

    3. Pembahasan.......................................................................... 60

    BAB IV. PENUTUP

    A. Simpulan .................................................................................. 62

    B. Saran ......................................................................................... 63

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAH

    Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum bukan

    berdasarkan atas kekuasaan, yang dipertegas di dalam Undang-Undang Dasar

    1945. Sebagai negara hukum bertujuan menciptakan adanya keamanan dan

    ketertiban, keadilan dan kesejahteraan, dalam kehidupan bermasyarakat dan

    bernegara, serta menghendaki agar hukum ditegakkan, dalam artian hukum harus

    dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa kecuali baik oleh seluruh warga

    masyarakat, penegak hukum, maupun oleh penguasa negara, sehingga segala

    tindakannya harus dilandasi oleh hukum. Etika dan moral yang baik juga harus

    dijunjung tinggi baik oleh masyarakat maupun penegak hukum. Hal itu untuk

    menghindarkan nada yang sinis atau meremehkan aparat penegak hukum, khusus

    lembaganya karena lembaga tersebut juga miliknya.

    Penegakan hukum di Indonesia haruslah sesuai dengan Undang- Undang

    Dasar 1945, Pancasila dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana supaya

    tercapai keadilan dalam menjalankannya. Oleh karena itu, dalam pengungkapan

    suatu tindak pidana tidak secara langsung memberikan kesimpulan mengenai

    tindak pidana yang terjadi tetapi tahap yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

    terhadap tindak pidana tersebut.

    Dalam pemeriksaan suatu tindak pidana yang menjadi tujuan pokok dari

    pemeriksaan tersebut adalah mencari kebenaran materiil dari suatu tindak pidana

    untuk menemukan siapa pelakunya, bagaimana motifnya, alat yang digunakan

    untuk melakukan tindak pidana dengan berdasarkan pada Kitab Undang-Undang

    Hukum Acara Pidana dimana akan terwujud suatu ketertiban dan kepastian

    hukum. Untuk kepentingan pemeriksaan suatu tindak pidana tersebut, undang-

    undang memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan

    tindakan-tindakan yang dianggap dapat membantu dalam melakukan

    pengungkapan tindak pidana tersebut dimana sesungguhnya tindakan- tindakan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    yang dilakukan mengurangi pelaksanaan hak asasi manusia yang kemudian

    dianggap sebagai pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang

    berlaku yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Bentuk dari tindakan tersebut

    adalah upaya paksa, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan

    dan pemeriksaan surat.

    Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi

    seorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah melalui

    lembaga pra peradilan yang diatur dalam KUHAP. Pra peradilan merupakan

    lembaga baru yang sebelumnya tidak diatur dalam HIR, lahir dari pemikiran

    untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, agar

    dalam melaksanakan kewenangannya tidak melakukan penyalahgunaan

    wewenang (abuse of power).

    Pra peradilan dilakukan dengan maksud dan tujuan yakni tegaknya hukum

    dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan

    penuntutan. Oleh karena itu, demi terlaksananya pemeriksaan tindak pidana,

    undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk

    melakukan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, dan

    sebagainya.

    Tindakan upaya paksa yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum

    dan undang-undang, karena melanggar hak asasi yang dimiliki oleh seseorang

    sekalipun dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana

    (Yahya Harahap 2002:3). Untuk itu diperlukan lembaga yang diberi wewenang

    untuk menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan kepada

    tersangka. Pra peradilan dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat

    penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-

    wenang. Dengan adanya pra peradilan, aparat penegak hukum dalam melakukan

    upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang-undang dan

    tidak bertentangan dengan hukum.

    Di dalam pra peradilan, pejabat yang melakukan penahanan atas diri

    tersangka ataupun terdakwa baik polisi maupun jaksa harus bisa membuktikan

    bahwa penahanan tersebut adalah tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal inilah yang

    membedakan KUHAP dengan masa berlakunya HIR dimana pada waktu itu

    tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik terhadap seorang tersangka

    tidak terawasi secara maksimal sehingga dapat menimbulkan tindakan sewenang-

    wenang dari aparat penyidik. Untuk itu dibentuk lembaga pra peradilan yang

    berwenang melakukan penilaian dan pengawasan terhadap tindakan upaya paksa

    yang dilakukan oleh penyidik.

    Hal ini sangat berkaitan erat dengan adanya penangakapan yang dilakukan

    oleh seorang penyidik terhadap pelaku tindak pidana. Penangkapan dilakukan

    dalam waktu yang tidak panjang dimana penangkapan berakhir pada saat seorang

    pelaku tindak pidana tersebut telah dibawa ke kantor polisi atau penyidikan.

    Sehingga perlunya lembaga pra peradilan untuk mengurangi adanya penyalah

    gunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memeriksa,

    melakukan upaya paksa terhadap pelaku tindak pidana.

    Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

    dalam rangka penulisan skripsi dengan judul ANALISIS YURIDIS

    PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN

    TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN TEHADAP WARGA NEGARA

    INDONESIA OLEH KEPOLISIAN FEDERAL AUSTRALIA DALAM

    ATAS PERMINTAAN POLRI (STUDI PUTUSAN MA NO. 1256

    K./Pid/2000).

    B. RUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka

    penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

    1. Apakah yang menjadi alasan pengajuan kasasi terhadap putusan pra peradilan

    tentang legalitas penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Federal

    Australia atas permintaan Polri.

    2. Bagaimanakah pertimbangan hakim Mahkamah Agung terhadap pengajuan

    kasasi terhadap putusan pra peradilan tentang legalitas penangkapan yang

    dilakukan oleh Kepolisian Federal Australia atas permintaan Polri.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    C. TUJUAN PENELITIAN

    1. Tujuan Obyektif

    a. Untuk mengetahui implementasi penerapan praperadilan didalam proses

    penegakan hukum di Indonesia.

    b. Untuk mengetahui kemungkinan diajukannya upaya hukum biasa bagi

    putusan pra peradilan.

    2. Tujuan Subyektif

    a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan penulisan

    hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna

    memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas

    Sebelas Maret.

    b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman akan arti

    penting ilmu hukum dalam teori dan praktek.

    c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis agar dapat

    memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada

    umumnya.

    D. MANFAAT PENELITIAN

    1. Manfaat Teoritis

    a. Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan

    ilmu pengetahuan hukum. Memberikan masukan pemikiran bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan khususnya, dalam ilmu hukum pada

    umumnya dan khususnya hukum acara pidana yang berkaitan dengan pra

    peradilan.

    b. Salah satu usaha memperbanyak wawasan dan pengalaman serta

    menambah pengetahuan tentang Hukum Acara pidana

    c. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang sejenis berikutnya,

    disamping itu sebagai pedoman bagi penelitian yang lain.

    2. Manfaat Praktis

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    a. Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok bahasan dalam

    penelitian.

    b. Untuk mendalami teori–teori yang telah Penulis peroleh selama menjalani

    kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

    E. METODE PENELITIAN

    a. Jenis Penelitian

    Berdasarkan pada masalah yang diajukan, maka penulis di dalam

    penulisan hukum ini menggunakan jenis penelitian doktrinal atau normatif,

    yaitu jenis penelitian yang bertumpu pada sumber data sekunder sebagai

    rujukan utama untuk merumuskan hasil penelitian serta menarik kesimpulan

    dari permasalahan yang diteliti.

    b. Sifat Penelitian

    Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksud untuk

    memberikan data yang seteliti mungkin dengan menggambarkan gejala

    tertentu. “Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang

    seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.

    Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat

    membantu dalam memperkuat teori lama atau dalam kerangka menyusun teori

    baru.” (Peter Mahmud Marzuki, 2006:47)

    Berdasarkan pengertian di atas metode penelitian jenis ini

    dimaksudkan untuk menggambarkan semua data yang diperoleh yang

    berkaitan dengan judul penelitian secara jelas dan rinci yang kemudian

    dianalisis guna menjawab permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini,

    Penulis ingin memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang

    pengajuan kasasi terhadap putusan praperadilan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    c. Jenis Data

    Jenis data yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

    data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka berupa

    keterangan-keterangan yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi

    kepustakaan, Peraturan perundang-undangan, seperti KUHAP dan peraturan

    perundangan lain yang terkait, yurisprudensi, arsip-arsip yang berhubungan

    dengan masalah yang diteliti, seperti putusan, dan tulisan-tulisan ilmiah dan

    sumber-sumber tertulis lainnya,buku-buku, literatur, dokumen resmi, hasil

    penelitian yang berwujud laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan

    penelitian ini. Karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum normatif,

    maka lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder sedangkan data

    primer lebih bersifat sebagai penunjang.

    d. Sumber Data

    Sumber data merupakan tempat data suatu penelitian yang dapat

    diperoleh dan yang akan digunakan dalam penelitian normatif yaitu sumber

    data sekunder yang meliputi bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa

    dokumen, buku-buku laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan

    masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian

    ini meliputi:

    1. Data Primer

    Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

    terdiri dari kaidah dasar (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006:13),

    meliputi :

    a. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

    b. Putusan Mahkamah Agung NO. 1256 K./Pid/2000

    2. Data Sekunder

    Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

    hukum primer, seperti buku-buku yang berkaitan dengan penelitian atau

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    membahas tentang lembaga pra peradilan beserta upaya paksa yang

    dilakukan sebagai tugas dari lembaga praperadilan.

    3. Data Tersier

    Bahan- bahan hukum yang menunjang bahan hukum primr dan

    bahan hukum sekunder yang berupa pengertian-pengertian yang

    diperoleh dari bahan dari internet.

    e. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

    adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder. Penulis

    mengumpulkan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang

    akan diteliti yang digolongkan sesuai dengan klasifikasi golongannya.

    Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan

    selanjutnya dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan

    penelitian. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam

    penelitian ini adalah: Studi dokumen atau bahan pustaka yaitu pengumpulan

    data sekunder. Penulis mengumpulkan data sekunder dari peraturan

    perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, serta pengumpulan data

    melalui media internet.

    f. Teknik Analisis Data

    Dalam penelitian ini, lembaga praperadilan akan dianalisis dengan

    dengan logika deduktif. Dalam hal ini, sumber penelitian yang diperoleh

    dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari

    penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-

    dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber

    penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang

    diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari sumber penelitian

    yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui alasan pengajuan kasasi

    terhadap putusan lembaga praperadilan itu sendiri.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    Metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

    Aristoteles, pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis

    mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat

    khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan (Peter

    Mahmud Marzuki, 2006:47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran

    hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis

    minornya adalah fakta hukum.

    F. SISTEMATIKA PENULISAN

    Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika

    penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka

    penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika

    penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-

    sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap

    keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini

    adalah sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang masalah,

    perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode

    penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

    BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

    Pada bab ini penulis menguraikan dua hal yaitu, yang pertama adalah

    kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam

    memecahkan masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yang

    meliputi: Pertama mengenai tinjauan umum tentang Pra Peradilan

    meliputi, pengertian, wewenang, alasan Pra peradilan. Kedua, tinjauan

    umum tentang penangkapan yang meliputi alasan dan tata cara

    penangkapan. Ketiga, tinjauan umum tentang upaya hukum kasasi

    yang meliputi alasan pengajuan kasasi dan tata cara pengajuan kasasi .

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    Selain itu, untuk memudahkan pemahaman alur berfikir, maka di

    dalam bab ini juga disertai dengan kerangka pemikiran.

    BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang .

    alasan alasan hukum pengajuan kasasi terhadap putusan lembaga pra

    peradilan atas upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak

    hukum dan pengajuan kasasi tersebut sesuai dengan asas penyelesaian

    perkara dipengadilan yaitu sederhana,cepat, dan biaya murah.

    BAB IV : PENUTUP

    Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang

    simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan

    permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas

    permasalahan yang diteliti.

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Kerangka Teori

    a. Tinjauan Umum tentang Pra Peradilan

    1) Pengertian Praperadilan

    Istilah yang dipergunakan oleh KUHAP “pra peradilan'' maka

    maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya sebelum, atau

    mendahului, berarti “pra peradilan” sama dengan sebelum pemeriksaan

    di sidang pengadilan. Di Eropa dikenal lembaga semacam itu, tetapi

    fungsinya memang benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. )

    Di negeri Belanda disebut dengan hakim komisaris (Rechter

    commissaris) dan Judge d' Instruction di Francis benar-benar dapat

    disebut praperadilan, karena selain menentukan sah tidaknya

    penangkapan, penahanan, penyitaan, juga melakukan pemeriksaan

    pendahuluan atas suatu perkara.

    Di dalam KUHAP sendiri terdapat beberapa pasal yang

    memberikan definisi tentang praperadilan, antara lain menurut Pasal 1

    butir 10 KUHAP Pra peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri

    untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam

    undang-undang ini tentang:

    a) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

    permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

    tersangka;

    b) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

    penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

    c) permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

    keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

    diajukan ke pengadilan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    Tugas pra peradilan di Indonesia terbatas dalam Pasal 78 yang

    berhubungan dengan Pasal 77 KUHAP dikatakan bahwa yang

    melaksanakan wewenang pengadilan negeri memeriksa dan memutus

    tentang berikut :

    (1) Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan

    atau penghentian penuntutan.

    (2) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara

    pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan

    adalah praperadilan. Pra peradilan dipimpin oleh hakim tunggal

    yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh

    seorang panitera.

    Dalam Pasal 79, 80. 81 diperinci tugas pra peradilan itu yang

    meliputi tiga hal pokok. yaitu sebagai berikut :

    (a) Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu

    penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka,

    keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan

    menyebutkan alasannya.

    (b) Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian

    penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau

    penuntut umum, pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua

    pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

    (c) Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya

    penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian

    penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak

    ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri

    dengan menyebutkan alasannya.

    Dalam penjelasan undang-undang, hanya Pasal 80 yang diberi

    komentar, yaitu bahwa pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum,

    keadilan, dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal.

    Pra peradilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada

    Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan,

    penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan,

    penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik (Yahya

    Harahap, 2002:2).

    Tujuan utama pelembagaan pra peradilan dalam KUHAP, untuk

    melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang

    dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan

    penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak

    bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa praperadilan dibentuk dengan

    tujuan sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam

    menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan

    adanya pra peradilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya

    paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang-undang dan

    tidak bertentangan dengan hukum.

    Tujuan pra peradilan seperti yang sudah diketahui, demi untuk

    terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang

    memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk

    melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan,

    penyitaan dan sebagainya. Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan

    instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan

    kemerdekaan dan hak asasi tersangka, tindakan itu harus dilakukan

    secara bertanggung jawab menurut ketentuan hukum dan undang-

    undang yang berlaku. Tindakan upaya paksa yang dilakukan

    bertentangan dengan hukum dan undang-undang merupakan perkosaan

    terhadap hak asasi tersangka.

    Memang sangat beralasan untuk mengawasi tindakan upaya paksa

    yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka,

    supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

    undang-undang, dan benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum

    serta tidak merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    Pengawasan dan penilaian upaya paksa inilah yang tidak dijumpai dalam

    tindakan penegakkan hukum di masa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan

    cara pelaksanaan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik pada

    waktu itu, semuanya lenyap ditelan kewenangan yang tidak terawasi dan

    tidak terkendali oleh koreksi lembaga manapun. HIR tidak memberi hak

    dan upaya untuk memintakan perlindungan dan koreksi.

    Bertahun-tahun pun tersangka ditahan, dianggap lumrah dan

    tersangka tidak mempunyai daya untuk mengadukan nasibnya kepada

    siapapun, karena HIR tidak memiliki lembaga yang berwenang untuk

    menguji sah atau tidaknya tindakan upaya paksa yang dikenakan

    terhadap tersangka. Berpijak dari pengalaman suram di masa HIR,

    pembuat undang-undang menanggapi betapa pentingnya menciptakan

    suatu lembaga yang diberi wewenang melakukan koreksi, penilaian dan

    pengawasan terhadap setiap tindakan upaya paksa yang dikenakan

    pejabat penyidik atau penuntut umum kepada tersangka, selama

    pemeriksaan berlangsung dalam tingkat proses penyidikan dan

    penuntutan.

    2) Wewenang Pra Peradilan

    Lembaga praperadilan ini diberi wewenang berdasarkan undang-undang,

    antara lain sebagai berikut:

    a. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan dan

    penahanan.

    Inilah wewenang pertama yang diberikan undang-undang

    kepada praperadilan. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya

    penangkapan dan penahanan. Berarti, seorang tersangka yang

    dikenakan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan atau

    penyitaan, dapat meminta kepada lembaga pra peradilan untuk

    memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik

    kepadanya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah antara

    lain:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    i. Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik

    tidak menyertakan surat tugas dan surat perintah

    penangkapan untuk diperlihatkan kepada tersangka, selain

    itu jika tembusan surat penangkapan tidak diberikan kepada

    pihak keluarganya.

    ii. Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka

    dapat dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan.

    Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan

    dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat

    dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan

    fungsi pra peradilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena

    itu setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan

    menurut aturan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi

    kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi

    dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP,

    penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan

    penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri

    setempat.

    b. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau

    penghentian penuntutan.

    Menurut ketentuan Pasal 80 KUHAP, penyidik atau penuntut

    umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kepada ketua

    Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya terhadap sah

    atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan.

    Penyidik maupun penuntut umum memiliki wewenang untuk

    menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan. Alasan

    dilakukannya penghentian penyidikan dan penghentian

    penuntutan:

    (1) Tidak terdapat cukup bukti,

    (2) Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran

    tindak pidana

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    (3) Nebis in idem karena ternyata apa yang disangkakan kepada

    tersangka merupakan tindak pidana yang telah pernah

    dituntut dan diadili, dan putusan sudah memperoleh kekuatan

    hukum tetap.

    (4) Kadaluarsa untuk menuntut

    c. Memeriksa tuntutan ganti kerugian

    Ganti kerugian menurut Andi Hamzah, merupakan hak

    keperdataan yang dilanggar dalam rangka melaksanakan hukum

    acara pidana oleh pejabat negara. Pelaksanaan yang salah itu

    berupa salah menangkap, menahan, mengadili dan tindakan lain,

    kekeliruan mengenai orang dan kekeliruan dalam menerapkan

    hukum

    Berdasarkan pada Pasal 95 ayat (1) dan (2) KUHAP lembaga

    pra peradilan memiliki wewenang untuk memeriksa tuntutan ganti

    kerugian yang antara lain :

    i). Tersangka ataupun terdakwa berhak menuntut ganti kerugian

    karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan

    tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang

    atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang

    diterapkan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka

    berdasarkan alasan :

    1) Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah;

    2) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang

    bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-

    undang;

    3) Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya

    mesti ditangkap, ditahan atau diperiksa.

    ii). Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas

    penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan

    yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan

    mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    dimaksud dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke

    Pengadilan Negeri, diputuskan di sidang pra peradilan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

    d. Memeriksa permintaan rehabilitasi

    Pra peradilan berwenang memeriksa dan memutus

    permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau

    penasehat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar

    hukum yang ditentukan undang-undang. Atau rehabilitasi atas

    kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang

    perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan.

    Dalam Pasal 97 ayat (1) dan (2) KUHAP dijelaskan bahwa

    seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan

    diputuskan bebas atau diputuskan lepas dari segala tuntutan hukum

    yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

    yang kemudian dicantumkan dalam putusan pengadilan tersebut di

    atas. Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan

    nama baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan

    keluarganya di mata masyarakat.

    3) Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Pra Peradilan

    Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah tidaknya

    tindakan dari aparat penegak hukum kepada pra peradilan, tentunya

    harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang memohon.

    Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja yang berhak

    mengajukan permohonan kepada pra peradilan serta alasan-alasannya,

    yaitu:

    (a) Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya

    Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka,

    keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan

    tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada

    pra peradilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan

    sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak

    disebutkan secara langsung.

    (b) Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan

    Seperti dijelaskan sebelumnya salah satu wewenang

    praperadilan adalah memeriksa sah atau tidaknya penghentian

    penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan oleh

    aparat penegak hukum khususnya penyidik dan penuntut umum.

    Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik

    menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh

    undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang

    berkepentingan berhak melaporkan kepada pra peradilan. Hal ini

    telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi

    penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya

    penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik

    terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan

    yang diberikan tidak sesuai undang-undang.

    (c) Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya

    Ahli waris dari tersangka pun dapat mengajukan permohonan

    pra peradilan dalam hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian

    kepada pra peradilan selain permohonan yang dapat diajukan oleh

    tersangka dan/atau kuasa hukumnya. Hal ini sesuai dengan bunyi

    Pasal 95 ayat (2) KUHAP: Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka

    atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan

    lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena

    kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan

    sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak

    diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang praperadilan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    (d) Tersangka atau pihak yang berkepentingan menuntut ganti rugi

    Dijelaskan dalam Pasal 81 KUHAP yaitu permintaan ganti

    kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan

    atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau

    penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang

    berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut

    alasannya.

    Putusan pengadilan menganggap penghentian penyidikan dan

    penghentian penuntutan sah maka hal tersebut dapat menjadi

    alasan diajukannya tuntutan ganti kerugian kepada pra peradilan

    oleh tersangka atau pihak yang berkepentingan (Yahya Harahap,

    2002:10).

    4) Acara Pra Peradilan

    Acara pra peradilan untuk ketiga hal yaitu pemeriksaan sah

    tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (Pasal 79 KUHAP),

    pemeriksaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan

    (Pasal 80 KUHAP), pemeriksaan tentang permintaan ganti kerugian dan

    atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau

    akibat sahnya penghentian penyidikan (Pasal 81 KUHAP) ditentukan

    beberapa hal berikut :

    a) Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim

    yang ditunjuk menetapkan hari sidang;

    b) Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya

    penangkapan atau penahanan sah atau tidaknya penghentian

    penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan

    atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau

    penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau

    penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    pembuktian, hakim mendengar keterangan baik tersangka atau

    pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;

    c) Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-

    lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan

    putusannya;

    d) Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan

    negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada

    Praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur;

    e) Putusan pra peradilan pada tingkat penyidikan tidak menutup

    kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan Pra Peradilan

    lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk

    itu diajukan permintaan baru (semua yang tersebut pada butir 1

    sampai dengan 5 ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) KUHAP);

    f) Putusan hakim dalam acara pemeriksaan peradilan dalam

    ketiga hal tersebut di atas harus memuat harus memuat dengan

    jelas dasar dan alasannya (Pasal 82 ayat (2) KUHAP). Oleh

    karena itu putusan hakim haruslah memuat;

    (i) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu

    penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik

    atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan

    masing-masing harus segera membebaskan tersangka.

    (ii) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu

    penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,

    penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib

    dilanjutkan.

    (iii) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu

    penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam

    putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti rugi dan

    rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu

    penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan

    dicantumkan rehabilitasinya.

    (iv) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang

    disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka

    dalam putusan dicantukan bahwa benda tersebut harus

    segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa

    benda itu disita.

    b. Tinjauan Umum tentang Penangkapan

    1) Pengertian Penangkapan

    Sering dikacaukan pengertian penangkapan dan penahanan.

    Penangkapan sejajar dengan arrest (Inggris), sedangkan penahanan

    sejajar dengan detention (Inggris). Jangka waktu penangkapan tidak

    lama. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan (yang dapat

    dilakukan setiap orang) hanya berlangsung antara ditangkapnya

    tersangka sampai ke pos polisi terdekat. Sesudah sampai di kantor

    polisi atau penyidik, maka polisi atau penyidik dapat menahan jika

    delik yang dilakukan ditentukan tersangkanya dapat ditahan.

    Pasal 1 butir 20 KUHAP memberi definisi “penangkapan” sebagai

    berikut: “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa

    pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau terdakwa

    apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau

    penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang

    diatur dalam undang-undang ini.”

    Kalau definisi ini dibandingkan dengan bunyi Pasal 16 yang

    mengatur tentang penangkapan, maka nyata tidak cocok. Pasal 16

    mengatakan sebagai berikut :

    1. Untuk kepentingan penyelidikan. penyelidik atas perintah

    penyidik berwenang melakukan penangkapan.

    2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    pembantu berwenang melakukan penangkapan.

    Tidak cocok karena ternyata bukan saja penyidik (menurut

    definisi) tetapi juga penyelidik dapat melakukan penangkapan. Bahkan

    setiap orang dalam hal tertangkap tangan dapat melakukan

    penangkapan. Juga alasan penangkapan, ternyata bukan saja untuk

    kepentingan penyidikan tetapi juga untuk kepentingan penyelidikan.

    2) Tata Cara Penangkapan

    Aspek pembahasan mengenai penangkapan yang dilakukan oleh

    pejabat yang berwenang haruslah sesuai dengan syarat- syarat yang

    telah diatur dalam Pasal 18 KUHAP tentang penangkapan yang antara

    lain:

    a) Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh kepolisian negara RI

    Dari ketentuan ini, sudah jelas petugas mana yang boleh

    melakukan penangkapan, kecuali berdasar Pasal 284 ayat (2)

    jaksa penuntut umum yang berkedudukan sebagai penyidik dapat

    melakukan penangkapan. Selain itu, berdasarkan Pasal 111

    dalam hal tertangkap tangan ”setiap orang berhak” melakukan

    penangkapan, dan bagi orang yang mempunyai wewenang dalam

    tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan ”wajib” menangkap

    tersangka.

    b) Petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus

    membawa ”surat tugas penangkapan”

    Dalam suatu penangkapan, surat tugas merupakan syarat

    yang formal yang bersifat ”imperatif” sehingga harus dipenuhi

    oleh petugas yang melakukan penangkapan agar tidak terjadi

    penangkapan yang dilakukan oleh oknum yang tidak

    bertanggung jawab. Oleh karena itu, demi tegaknya kepastian

    serta menghindari penyalahgunaan jabatan ataupun untuk

    menjaga ketertiban masyarakat dari pihak yang beritikad buruk,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    penangkapan oleh seorang petugas yang tidak mempunyai surat

    tugas harus ditolak dan tidak perlu ditaati.

    c) Petugas memperlihatkan surat perintah penangkapan

    Surat perintah penangkapan tersebut memberi penjelasan

    dan penegasan tentang :

    i. Identitas tersangka, nama, umur dan tempat tinggal

    Jika ternyata identitas yang diterangkan dalam surat perintah

    penangkapan tidak sesuai bisa dianggap surat perintah itu

    ”tidak berlaku” terhadap orang yang didatangi petugas.

    ii. Menjelaskan atau menyebut secara singkat alasan

    penangkapan

    iii. Menjelaskan uraian singkat perkara kejahatan yang

    disangkakan terhadap tersangka

    iv. Selanjutnya menyebut dengan terang di tempat mana

    pemeriksaan dilakukan.

    Selain itu, diingatkan kembali Pasal 18 ayat (2) dalam hal

    tertangkap tangan penangkapan dilakuakn terhadap tersangka

    ”tanpa surat perintah” penangkapan, dengan syarat harus segera

    menyerahkan yang tertangkap tangan kepada penyidik maupun

    penyidik pembantu yang terdekat. Berdasarkan Pasal 18 ayat 3,

    pemberitahuan penangkapan kepada pihak keluarga haruslah

    diberikan secara tertulis, apabila diberikan secara lisan maka

    pemberitahuan itu dianggap tidak sah dan pihak keluarga dapat

    mengajukan pemeriksaan kepada lembaga pra peradilan tentang

    ketidakabsahan penangkapan tersebut serta sekaligus dapat

    menuntut ganti kerugian.

    c. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi

    1) Pengertian Kasasi

    Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Francis. Kata asalnya

    ialah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Semula berada di tangan raja

    beserta dewannya yang disebut Conseil du Roi. Setelah revolusi yang

    meruntuhkan kerajaan Francis, dibentuklah suatu badan khusus yang

    tugasnya menjaga kesatuan penafsiran hukum, jadi merupakan badan

    antara yang menjembatani pembuat undang-undang dan kekuasaan

    kehakiman.

    Kemudian lembaga kasasi tersebut ditiru pula di negeri Belanda

    yang pada gilirannya dibawa pula ke Indonesia. Pada asasnya kasasi

    didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan

    hukum atau hakim telah melampaui kekuasaan kehakimannya. Arti

    kekuasaan kehakiman itu ditafsirkan secara luas dan sempit. Yang

    menafsirkan secara sempit ialah D. Simons yang mengatakan jika

    hakim memutus sesuatu perkara padahal hakim tidak berwenang

    menurut kekuasaan kehakiman. Dalam arti luas misalnya jika hakim

    pengadilan tinggi memutus padahal hakim pertama telah

    membebaskan. Tujuan kasasi ialah untuk menciptakan kesatuan

    penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang

    bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan

    hukum.

    2) Alasan Mengajukan Kasasi

    Dalam UUPKK pada Pasal 23 ayat (I) dikatakan sebagai berikut :

    “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan

    dasar-dasar putusan itu. juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu

    dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak

    tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.” Sehingga sesuai

    undang- undang tersebut terdapat tiga alasan untuk melakukan kasasi,

    yaitu :

    (a) apabila terdapat kelalaian dalam acara (vormverzuim);

    (b) peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan

    pada pelaksanaannya;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    (c) apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan

    menurut cara yang ditentukan undang-undang.

    Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang

    ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu putusan

    pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui jalur

    kelalaian dalam acara (vormverzuim) itu. Menurut Oemar Seno Adji,

    berhubung dengan inilah dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung

    tanggal 25 November 1974, No. M.A/Pemb/1154/74, yang mulai

    dengan suatu konstatasi, bahwa putusan-putusan pengadilan negeri/

    pengadilan tinggi kadang-kadang tidak disertai dengan pertimbangan

    yang dikehendaki oleh undang-undang (dalam hal ini khususnya Pasal

    23 ayat (I) UUPKK) tidak atau kurang adanya pertimbangan/alasan-

    alasan ataupun alasan-alasan yang kurang jelas, sukar dimengerti

    ataupun bertentangan satu sama lain, dapat menimbulkan sebagai

    suatu kelalaian dalam acara (vormverzu). Oleh karena itu dapat

    menimbulkan batalnya putusan pengadilan negeri/tinggi oleh

    Mahkamah Agung dalam putusan kasasi.

    3) Tata Cara Mengajukan Kasasi

    Dalam KUHAP tidak diperinci mengenai bagaimana tatacara

    pengajuan kasasi. Pada umumnya hanya diatur tentang tata cara

    mengajukan kasasi, dan pada. Pasal 253 ayat (1) KUHAP diatur secara

    singkat alasan mengajukan kasasi sebagai berikut : “Pemeriksaan

    dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas

    permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan

    Pasal 248 guna menentukan :

    i. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

    diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

    ii. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

    ketentuan undang-undang;

    iii. apakah benar pengadilan telah melampaui batas

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    wewenangnya.”

    Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-

    undang, misalnya pengadilan dilakukan di belakang pintu tertutup

    tanpa alasan menurut undang-undang. Mengenai hal hakim melampaui

    wewenangnya, lihat uraian di muka tentang pengertian luas dan

    sempit.

    Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk

    diperiksa oleh Mahkamah Agung. Menurut KUHAP, suatu

    permohonan ditolak jika :

    a) putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas (Pasal

    244 KUHAP). Senada dengan ini putusan Mahkamah Agung

    tanggal 19 September 1956 No. 70/Kr/1956. Mengenai

    putusan bebas tidak murni, lihat uraian di muka pada bagian

    banding;

    b) melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi

    kepada panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya,

    yaitu empat belas had sesudah putusan disampaikan kepada

    terdakwa (Pasal 245 KUHAP). Senada dengan itu, putusan

    Mahkamah Agung tanggal 12 September 1974 No.

    521/K/Kr/1975;

    c) sudah ada keputusan kasasi sebelumnya mengenai perkara

    tersebut. Kasasi hanya dilakukan sekali (Pasal 247 ayat (4)

    KUHAP);

    d) pemohon tidak mengajukan memori kasasi (Pasal 248 ayat

    (1) KUHAP), atau tidak memberitahukan alasan kasasi

    kepada panitera, jika pemohon tidak memahami hukum

    (Pasal 248 ayat (2) KUHAP), atau pemohon terlambat

    mengajukan memori kasasi, yaitu empat belas hari sesudah

    mengajukan permohonan kasasi (Pasal 248 ayat (1) dan (4)

    KUHAP);

    e) tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan ketentuan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    Pasal 253 ayat (1) KUHAP tentang alasan kasasi.

    Selain syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga

    perlu ditinjau yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan

    penolakan kasasi seperti :

    1. permohonan diajukan oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus

    (putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 No.

    117 K/Kr/1958);

    2. permohonan kasasi diajukan sebelum ada putusan akhir

    pengadilan tinggi (putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei

    1958 No. 66 K/Kr/1958);

    3. permohonan kasasi terhadap putusan sela (putusan

    Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1958 No. 320

    K/Kr/1957);

    4. permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh

    pejabat berwenang (putusan Mahkamah Agung tanggal 5

    Desember 1961 No. 137 K/Kr/1961).

    Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan kasasi ini ialah

    tidak diaturnya oleh KUHAP peranan Jaksa Agung di dalamnya.

    Padahal menurut tujuan. kasasi itu untuk mencapai kesatuan peradilan

    dan untuk penerapan undang-undang setepat-tepatnya, dan oleh karena

    itu posisi penuntut umum sangat penting pula dalam kasasi.Di negeri

    Belanda peranan Jaksa Agung (Procureur Generaal) sangat penting

    dalam pemeriksaan kasasi melalui jalur konklusi yang diajukannya.

    Dialah yang terakhir didengar, dan terdakwa (terpidana) atau penasihat

    hukumnya tidak lagi didengar pendapatnya. Di dalam pemeriksaan

    kasasi Jaksa Agung tidak merupakan pihak. Oemar Seno Adji pun

    mengusulkan agar posisi Jaksa Agung dalam pemeriksaan kasasi

    diperhatikan, terutama dalam menyusun peraturan pelaksanaan KUHAP.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    2. Kerangka Pemikiran

    Keterangan Kerangka Pemikiran :

    Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana (KUHAP) merupakan

    norma hukum tertulis yang dijadikan pedoman bagi aparat penegak hukum

    dalam proses penegakan hukum. Demi kepentingan pemeriksaan suatu tindak

    pidana, undang-undang memberiksan kewenangan kepada aparat penegak

    hukum untuk melakukan tindakan-tindakan yang pada prinsipnya merupakan

    pengurangan terhadap hak asasi manusia. Bentuk dari tindakan tersebut adalah

    upaya paksa, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan

    pemeriksaan surat. Dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum tidak

    Penangkapan yang dilakukan oleh lembaga

    praperadilan

    Penegakan Hukum

    Penggunaan Upaya Paksa

    Pengajuan Kasasi terhadap Putusan Pra

    Peradilan

    Pengawasan Horizontal

    Abuse of power Pemeriksaan oleh Lembaga Pra Peradilan

    UU No.8 Tahun 1981 (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    terlepas dari kemungkinan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi

    seorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah

    melalui lembaga pra peradilan yang diatur dalam KUHAP. Pra Peradilan

    merupakan lembaga baru yang sebelumnya tidak diatur dalam HIR, lahir dari

    pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak

    hukum, agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak melakukan

    penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Untuk itu

    selain adanya pengawasan yang bersifat internal dalam perangkat aparat itu

    sendiri (vertikal), juga dibutuhkan suatu pengawasan silang antara sesama

    penegak hukum (horizontal.

    Setiap putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan haruslah

    mencantumkan keterangan dan alasan- alasan dijatuhkannya putusan tersebut

    apabila salah satu pihak merasa tidak dipuaskan dengan putusan tersebut maka

    pihak itu dapat mengajukan upaya hukum dari banding hingga ke peninjauan

    kembali yang diajukan oleh terpidana sendiri, kuasa hukumnya hingga ahli

    warisnya sekalipun.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Alasan Pengajuan Kasasi terhadap Putusan Pra Peradilan tentang Legalitas

    Penangkapan yang Dilakukan oleh Kepolisian Federal Australia Atas

    Permintaan Polri.

    1. Kasus Posisi

    Seorang bernama Hendra Rahardja dilaporkan oleh Drs. Mustaharai

    Sembiring selaku anggota Polri dalam kasus tindak pidana perbankan

    sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang- Undang No. 7 tahun 1992 tentang

    Perbankan. Tetapi bukti- bukti yang diajukan oleh Pelapor kurang jelas.

    Tersangka kemudian ditangkap oleh Kepolisian Federal Australia dimana

    Tersangka merasa tidak pernah mendapatkan surat pemanggilan untuk

    penangkapan tersebut sehingga Tersangka mengajukan permohonan

    praperadilan tentang legalitas penangkapan dan penahanannya. Kemudian

    berdasar keterangan tersangka, lembaga praperadilan mengabulkan

    permohonan tersebut yang menyatakan bahwa Termohon Pra Peradilan harus

    membebaskan Pemohon Pra Peradilan dan melakukan ganti rugi serta

    rehabilitasi kepada Pemohon Pra Peradilan.

    Termohon Pra Peradilan merasakan ada kejanggalan dalam putusan

    yang dijatuhkan oleh Pegadilan Negeri Jakarta Selatan. Tentang amar putusan

    yang dibacakan dan dijatuhkan tidak ada kesesuaian, dalam menjatuhkan

    putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menyebutkan dasar alasan yang

    jelas sehingga hal tersebut mendorong Termohon Praperadilan untuk

    mengajukan upaya hukum kasasi. Dalam putusan tingkat kasasi Pemohon

    kasasi/ Termohon Praperadilan dikuatkan posisinya oleh Mahkamah Agung

    dimana dalam amar putusannya mengabulkan pengajuan kasasi tersebut,

    membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tingkat pertama

    serta membebankan Termohon Kasasi/ Pemohon Praperadilan untuk membayar

    biaya perkara.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    2. Identitas Pemohon dan Termohon Pra Peradilan

    a. Identitas Pemohon

    Nama : Hendra Rahardja

    Pekerjaan : Komisaris Utama Bank Harapan Sentosa

    b. Identitas Termohon

    Nama : Drs. Mustaharai Sembiring

    Selaku penyidik dari kepolisian, yaitu :

    KEPOLISIAN NEGARA RI Cq. KORPS RESERSE POLRI

    DIREKTORAT RESERSE EKONOMI

    3. Alasan Permohonan Pra Peradilan

    Pemohon/ Tersangka mengajukan permohonan pemeriksaan

    Praperadilan terhadap Termohon dengan alasan sebagai berikut:

    Bahwa pada tanggal 3 Juli 1998, Drs. Mustahari Sembiring, pekerjaan:

    Anggota Polri, telah membuat laporan Polisi No.Pol.

    LP/182/VII/1998/Serse.Ek, dengan tindak pidana yang dilaporkan adalah

    tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang- Undang

    No. 7 Tahun 1982 tentang perbankan jo. Pasal 55 dan 86 KUHP :

    Bahwa laporan Polisi tersebut menyatakan nama- nama tersangka adalah :

    1) Hendra Rahardja (Komisaris Utama Bank Harapan Sentosa)

    2) Eko Edi Putranto ( Komisaris Bank Harapan Sentosa)

    3) Andre Widijanto (Pemilik Perusahaan terkait)

    4) Ny. Sherly Kojonglan ( Pemilik Perusahaan terkait)

    5) Hendro Suweno (Direksi Perusahaan Group) (bukti PR-1) :

    Bahwa laporan pidana tersebut dibuat oleh Anggota Polri sendiri, saksi

    korban dalam dugaan tindak pidana tersebut tidak jelas;

    Bahwa Pemohon tidak pernah menerima maupun diberitahukan tentang

    adanya laporan Polisi dengan tersangka Pemohon, serta panggilan untuk

    diminta keterangan atas adanya laporan Polisi tersebut;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    Bahwa dengan demikian dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan

    No.Pol.SPP/R/69-M/VIII/Ditserse.Ek, pada tanggal 10 Agustus 1998 terhadap

    Pemohon, sangat tidak berdasar hukum dan karenanya surat perintah

    penangkapan tersebut tidak sah ;

    Bahwa pada tanggal 23 Ferbruari 1999, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta

    telah menyatakan berkas perkara atas nama tersangka Drs. Andre Widijanti

    dan kawan- kawan yang dilimpahkan oleh Mabes Polri dinyatakan belum

    lengkap (bukti P.2);

    Bahwa pada tanggal 13 April 1999, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta

    menyampaikan Surat kepada Dankorserse Polri, mengenai pemeriksaan

    optimal oleh Mabes Polri dan perintah untuk menyerahkan berkas perkara dan

    tersangka agar Kejati dapat melakukan pemeriksaan tambahan (bukti P.3);

    Bahwa Pemohon pada tanggal 1 Juni 1999, telah ditangkap dan dibawa

    ke Police Station di Sydney dengan didasarkan pada foto copy dari Interpol

    Red Notice dengan tanda “A1” yang isinya mengenai pemberitahuan telah

    dikeluarkannya surat penangkapan terhadap Pemohon oleh anggota Polisi

    Federal Australia. Salah seorang anggota Polisi Federal Australia bernama

    Rod Wissam pada tanggal 1 Juni 1999 membuat affidavit yang isinya

    meminta dikeluarkannya surat penahanan sementara terhadap Pemohon

    Affidavit oleh anggota Polisi Federal Australia jelas tidak sesuai dengan

    prosedur hukum yang berlaku, karenanya affidavit tersebut mohon dinyatakan

    tidak sah ;

    Berdasarkan uraian di atas, terbukti penangkapan Pemohon pada tanggal

    1 Juni 1999 tidak berdasar hukum, demikian pula penahanan terhadap

    Pemohon juga tidak berdasar hukum, karenanya penahanan tersebut haruslah

    dinyatakan tidak sah ;

    Bahwa berdasarkan pasal 20 KUHAP, jangka waktu untuk penangkapan

    adalah 24jam, akan tetapi terbukti Pemohon sampai dengan tanggal 3 Juni

    1999 masih ditahan di Police Station di Sydney dan pada tanggal 4 Juni 1999

    baru dipindahkan dari Police Station di Sydney ke penjara Silverwater di

    Sydney sampai dengan sekarang tanpa dasar dan alasan yang sah. Sesuai

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    dengan pasal 20 jo pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP. Penyidik hanya

    berwenang untuk melakukan penahanan untuk waktu 20 hari dan dapat

    diperpanjang oleh Penuntut Umum untuk selama 40 hari. Sesuai dengan pasal

    24 ayat (4) KUHAP, maka setelah enam puluh hari tersebut. Penyidik harus

    sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum ;

    Bahwa berdasarkan fakta di atas, terbukti bahwa Surat Perintah

    Penangkapan No.Pol. SPP/R/48/M/VI/1999/Ditserse.Ek. tertanggal 18 Juni

    1999 atas nama Pemohon tidak berdasar hukum, sehingga surat penangkapan

    tersebut tidak sah, karenanya Pemohon harus segera dikeluarkan dari penjara

    Silverwater ;

    Terbukti baik keluarga Pemohon maupun kuasanya, tidak pernah

    menerima pemberitahuan tentang penangkapan terhadap diri Pemohon dari

    Termohon sebagaimana disyaratkan pasal 21 ayat (3) jo pasal 18 ayat (3)

    KUHAP. Berdasarkan dalil di atas maka Pemohon harus segera dikeluarkan

    dari tahanan demi hukum ;

    Bahwa adalah fakta Pemohon sudah berada di luar Negeri untuk berobat,

    jauh hari sebelumnya adanya laporan Polisi No.Pol.

    LP/182/VII/1998/Serse.Ek. tanggal 3 Juli 1998 ;

    Bahwa berdasarkan pasal 81 KUHAP, terhadap tidak sahnya

    penangkapan dan penahanan dapat dimintakan ganti rugi dan rehabilitasi.

    Oleh karena itu, dengan adanya surat perintah penangkapan yang tidak sah

    dan sampai saat ini Pemohon harus berada di tahanan Silverwater, Sydney

    telah sangat merugikan Pemohon. Untuk itu Pemohon minta agar Termohon

    membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) segera

    setelah putusan dalam perkara ini dibacakan dan termohon dihukum

    merehabilitasi nama baik Pemohon ;

    4. Isi Permohonan Pra peradilan

    Bahwa berdasarkan uraian kasus diatas, Pemohon mengajukan

    permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan

    putusan sebagai berikut :

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    a. Menerima permohonan untuk seluruhnya;

    b.Menyatakan Surat Perintah Penangkapan No.Pol. SPP/R/69-

    M/VIII/1998/Ditserse.Ek. tertanggal 10 Agustus 1998, Surat Perintah

    Penangkapan No.LP/182/VII/1998/Serse.Ek. tertanggal 18 Juni 1999,

    copy Interpol Red Notice dengan tanda “Al” atas nama Hendra Rahardja

    dan affidavit dari Rod Wissam tertanggal 1 Juni 1998 tidak sah;

    c. Menyatakan penangkapan dan penahan terhadap Pemohon/Hendra Rahardja

    tidak sah dan karenanya membebaskan dengan segera Hendra Rahardja

    dari tahanan;

    d. Menghukum Termohon untuk membayar ganti rugi kepada pemohon

    sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) segera setelah putusan

    dalam perkara ini dibacakan;

    e Menghukum Termohon untuk merehabilitir Pemohon Hendra Rahardja;

    f. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara;

    5. Eksepsi Termohon Pra Peradilan

    Menimbang, bahwa terhadap pemohonan Pemohon praperadilan

    tersebut, Termohon Praperadilan telah mengajukan eksepsi yang pada

    pokoknya sebagai berikut :

    Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 77 KUHAP, Pengadilan Negeri

    berwenang untuk memeriksa dan menuntut sesuai dengan ketentuan yang

    diatur dalam Undang- Undang ini tentang:

    a). Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan

    atau rehabilitasi bagi seseorang;

    b). Ganti kerugian dan atau reabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya

    dihentikan pada tingkat peyidikan atau penuntutan;

    Bahwa petitum Pemohon pada angka 1 yang meminta praperadilan agar

    menyatakan tidak sah terhadap:

    (a). Surat Perintah Penangkapan No. SPP/R/69-M/VIII/1998? Ditserse.Ek.

    tertanggal 10 Agustus 1998;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    (b). Surat Perintah Penangkapan No. LP/182/VII/1998/Serse.Ek. tertanggal 18

    Juni 1999;

    (c). Copy Interpol Red Notice dengan tanda “Al” atas nama Hendra Rahardja

    dan Affidavit dari Rod Wissam tertanggal 1 Juni 1998;

    Bahwa kewenangan praperadilan adalah memeriksa, mengenai prosedur

    dilakukannya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan

    penghentian penuntutan bukan mengenai administrasi dari penerapan upaya

    paksa sebagaimana tersebut di atas, Pemohon secara tegas memohon agar

    praperadilan menyatakan tidak sah surat perintah penangkapannya bukan

    penangkapan/ prosedur penangkapannya, hal ini jelas- jelas bukan merupakan

    kewenangan Pengadilan:

    Bahwa secara limitatif kewenangan praperadilan telah dituangkan dalam

    pasal 77 KUHAP sebagaimana tersebut di atas, dengan demikian petitum

    Pemohon yang meminta agar praperadilan menyatakan tidak sahnya copy

    Interpol Red Notice dan affidavit dari Red Wissam tertanggal 1 Juni 1998

    yang jelas- jelas bukan produk dari Termohon adalah bukan kewenangan

    praperadilan, karena praperadilan tidak boleh mengabulkan petitum di luar

    ketentuan yang diatu dalam KUHAP;

    Bahwa demikian halnya terhadap Pemohon pada angka 5 jelas- jelas

    bukan kewenangan praperadilan untuk menghukum Termohon merehabilitasi

    nama baik Hendra Rahadrja, karena kewenangan untuk melakukan rehabilitasi

    adalah merupakan kewenangan praperadilan yang sifatnya melekat dalam

    putusan nantinya sebagaimana diatur dalam pasal 82 ayat (3) huruf c KUHAP,

    sehingga praperadilan tidak mempunyai kewenangan untuk memerintahkan

    Termohon untuk melakukan rehabilitasi;

    Bahwa petitum Pemohon angka 4 yang memohon agar Termohon

    membayar ganti rugi kepada Pemohon sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta

    rupiah) segera setelah putusan dalam perkara ini dibacakan adalah bukan

    merupakan kewenangan praperadilan karena praperadilan tidak dapat

    menghukum Termohon untuk memenuhi tuntutan dan tuntutan ganti rugi

    seharusnya ditujukan kepada Negara Republik Indonesia;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    35

    Bahwa dalam penahanannya secara tegas Pemohon telah menyatakan

    bahwa yang melakukan penangkapan dan penahanan adalah Polisi Federal

    Australia, namun dalam positum maupun petitumnya Pemohon mendalilkan

    bahwa yang melakukan penangkapan dan penahanan adalah Termohon. Hal

    ini jelas sangat membingungkan dan menyebabkan gugatan menjadi kabur.

    Selain dari pada itu petitum Pemohon tentang penahanan tidak didukung

    dengan dalil- dalil dalam positumnya, sehingga tidak ada kesesuaian antara

    positum dengan petitumnya yang menyebabkan gugatan menjadi kabur;

    Bahwa Termohon tidak pernah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan

    No.Pol. LP/182/VII/1998/Serse.Ek. tanggal 18 Juni 1998 sebagaimana

    tertuang dalam petitum Pemohon pada angka 1, hal tersebut mengakibatkan

    ketidak jelasan tentang apa yang dituntut Pemohon dalam Petitumnya

    sehingga berakibat permohonan Pemohon kabur;

    Bahwa Pemohon mendudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia

    Cq. Korps Reserse Polri Direktorat Reserse Ekonomi yang jelas- jelas

    merupakan suatu Lembaga bukan Penyidiknya, padahal proses praperadilan

    sesungguhnya adalah keabsahan tindakan dari Penyidik. Hal tersebut

    mengakibatkan ketidakpastian tentang siapa yang digugat;

    Bahwa berdasarkan hal- hal tersebut di atas, cukup beralasan bagi

    Hakim untuk menyatakan bahwa permohonan praperadilan yang diajukan

    oleh Pemohon ditolak atau setidak- tidaknya tidak dapat diterima;

    6. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

    Menimbang bahwa dengan memperhatikan pasa 77 dan pasal- pasal

    lainnya dari Undang- Undang No. 8 Tahun 1981, permohonan praperadilan

    dari Pemohon tersebut telah dikabulkan seperti tercantum dalam putusan

    Pengadilan Negeri tersebut yang amar lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

    a. Mengabulkan permohonan Pemohon;

    b. Menyatakan bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan

    oleh Termohon terhadap Hendra Rahardja tidak sah;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    36

    c. Memerintahkan Termohon untuk segera membebaskan Pemohon

    (Hendra Rahardja) dari tahanan;

    d. Menghukum Termohon untuk membayar ganti rugi kepada

    Pemohon sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);

    e. Memulihkan hak Pemohon dalam kedudukan dan harkat serta

    martabatnya;

    f. Menyatakan permohonan selain dan selebihnya tidak dapat diterima;

    7. Alasan Pengajuan Kasasi

    Menimbang, bahwa keberatan- keberatan yang diajukan oleh Pemohon

    kasasi pada pokoknya adalah sebagai berikut :

    1) Bahwa Pemohon kasasi keberatan terhadap bunyi putusan yang diucapkan

    oleh judex facti yang tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam diktum.

    Bahwa pada tanggal 23 Juni 2000, judex facti membacakan putusannya

    pada butir 1 berbunyi : “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk

    sebahagian”, sedangkan dalam diktum tertulis yang diserahkan kepada

    Pemohon kasasi kata- kata “Untuk Sebagian” termaksud tidak tercantum

    sama sekali ;

    Dengan demikian terdapat ketidakjelasan terhadap bunyi putusan yang

    sebenarnya yang dibacakan oleh judex facti dan kondisi ini menimbulkan

    kebingungan bagi Pemohon kasasi. Untuk itu Pemohon kasasi mohon

    keadilan yang seadil- adilnya ;

    2) Bahwa dalam butir 2 diktum putusan judex facti menyatakan bahwa

    penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Pemohonan kasasi/

    Termohon praperadilan tidak sah ;

    Tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat

    perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat diperiksa ;

    Bahwa dalam bunyi pasal 18 ayat (1) KUHAP termaksud tegas- tegas

    disebutkan bahwa penangkapan adalah perbuatan hukum yang dilakukan

    oleh petugas Polri dan dilakukan secara langsung melalui perlakuan fisik

    terhadap tersangka berupa pengekangan kebebasannya. Dengan demikian

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    37

    dapat disimpulkan bahwa penerbitan surat perintah penangkapan semata

    tidak berarti upaya paksa penangkapan telah dilakukan. Karena yang

    dimaksud oleh KUHAP sebagai penangkapan adalah perlakuan fisik

    berupa pengekangan kebebasan tersangka. Oleh karena itu di dalam

    perkara ini belum ada hak- hak Termohon kasasi yang terlanggar untuk

    dimintakan praperadilan ;

    Bahwa penangkapan Termohon kasasi dilakukan oleh kepolisian

    Australia, maka berdasarkan bunyi pasal 18 ayat (1) KUHAP dapat

    disimpulkan bahwa Pemohon kasasi belum melakukan upaya paksa

    berupa penangkapan terhadap Termohon kasasi, hal mana sesuai dengan

    masih diberlakukannya surat perintah penangkapan dan daftar pencarian

    orang (DPO) terhadap Termohon kasasi ;

    Bahwa dalam hal ekstradisi maka penangkapan baru dapat dikatakan telah

    dilakukan petugas Polri setelah diadakannya serah terima tersangka dari

    negara yang diminta mengekstradisi kepada Negara Peminta. Biasanya hal

    ini dilakukan dengan cara pengiriman anggota Polri ke negara yang

    diminta dengan membawa surat perintah penangkapan tersangka. Hal

    mana juga terbukti dari ketentuan pasal 14 ayat (2) Undang- Undang No. 8

    Tahun 1994 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik

    Indonesia dan Australia (bukti TA-2), yang berbunyi “Jika permintaan

    disetuji, Negara Peminta wajib diberitahu mengenai tempat dan tanggal

    penyerahan” ;

    3) Bahwa dalam pertimbangan hukumnya judex facti menyatakan perlu

    dipertanyakan apakah penangkapan Termohon kasasi oleh Kepolisian

    Australia adalah atas permintaan Pemohon kasasi ataukah karena dugaan

    money laundering yang dilakukan Termohon kasasi yang berdasarkan

    Hukum Australia merupakan tindak pidana, sedangkan di dalam

    pertimbangan selanjutnya judex facti menyatakan bahwa Pemohon kasasi

    membantah telah menangkap Termohon kasasi, tetapi penangkapan

    tersebut dilakukan karena Termohon kasasi diduga melakukan money

    laundering di Australia (halaman 17 dan 18 putusan) ;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    38

    Bahwa Pemohon kasasi keberatan dengan pertimbangan judex facti

    tersebut, karena Pemohon kasasi tidak sekalipun mengingkari

    penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Australia berdasarkan

    permintaan dari Pemohon kasasi. Hal ini dapat dilihat pada jawaban dan

    kesimpulan yang diajukan oleh Pemohon kasasi di persidangan, bahkan

    Pemohon kasasi melampirkan pula bukti- bukti Interpol Red Notice, surat

    perintah penangkapan, dan daftra pencarian orang yang dikirimkan

    Pemohon kasasi kepada Interpol. Hal ini mana menunjukkan bahwa

    penangkapan Termohon kasasi adalah atas permintaan Pemohon kasasi ;

    Bahwa mengingat tujuan pemeriksaan praperadilan adalah menguji sah

    tidaknya upaya paksa yang dilakukan oleh Pemohon kasasi, maka

    Pemohon kasasi ajukan dalil- dalil di atas yang pada pokoknya

    menyatakan bahwa Pemohon kasasi secara yuridis formal maupun

    material belum melakukan upaya paksa apapun kepada Termohon kasasi.

    Upaya paksa termaksud terhambat oleh perlawanan atas ekstradisi yang

    dilakukan Termohon kasasi di hadapan Pengadilan Australia ;

    Bahwa tujuan Pemohon kasasi mengungkapkan dugaan money laundering

    adalah sebagai informasi tambahan kepada judex facti yaitu laporan

    Kepolisian Australia tentang dimasukkannya uang dalam jumlah yang

    sangat besar oleh Termohon kasasi ke Australia. Dengan demikian

    Pemohon kasasi berkepentingan agar permohonan praperadilan Termohon

    kasasi ditolak judex facti sehingga proses ekstradisi Termohon kasasi

    berjalan lancar dan uang hasil kejahatan Termohonan kasasi dapat segera

    dikembalikan kepada Negara ;

    4). Bahwa judex facti di dalam pertimbangannya menyatakan bahwa

    Pemohon kasasi telah lalai memberitahukan surat perintah penangkapan

    kepada Termohon kasasi. Untuk itu judex facti menyatakan Pemohon

    kasasi melanggar pasal 18 ayat (3) KUHAP yang