Upload
resa-melantika
View
166
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja karyawan termasuk masalah yang penting untuk
diperhatikan dalam suatu perusahaan, hal ini menyangkut perasaan positif
karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapinya (Davis dan Newstrom,1992).
Perasaan positif tentunya akan membawa karyawan pada keadaan senang dan
bergairah dalam menjalankan kewajibannya, sehingga melalui terwujudnya
kepuasan kerja pada karyawan diharapkan perusahaan mampu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas
maupun kuantitas hasil produksi dari para karyawan.
Schermon yang dikutip oleh Handoko yang dikutip oleh Sutrisno (2011;75)
mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Dipboye dkk, yang dikutip oleh Satria (2005;122) mendefinisikan kepuasan
kerja merupakan derajat perasaan individu secara positif maupun negative
terhadap pekerjaannya. Mereka berpendapat bahwa kepuasan kerja sangat erat
kaitannya dengan komitmen organisasi tinggi dan memiliki keterlibatan yang
besar terhadap kegiatan organisasi akan mengembangkan penilaian yang positif
terhadap pekerjaannya secara khusus dan terhadap semua hal yang ada dalam
organisasi secara umum.
Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam
organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja
seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain atau mempunyai hubungan dengan
beberapa perilaku yang sangat penting dalam organisasi (Hariandja,2008;290)
Menurut Keith Davis (1985;96) dalam buku Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan (Anwar Prabu, 2004;117) bahwa “job satisfaction is the
favorableness or unfavorbleness with employees view their work” (kepuasan kerja
adalah perasaan menyokonng atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam
bekerja).
Selanjutnya menurut Hasibuan (2007;202) kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Kemudian menurut Hariandja (2009;290) Kepuasan kerja didefinisikan
dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negative berbagai
macam factor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya.
Sedangkan menurut Robbins (1996;179), kepuasan kerja merupakan suatu
sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya yang menunjukkan
pertimbangan kognitif, afektif dan konatif mengenai objeknya dalam hal ini
adalah pekerjaan yang meliputi factor pembayaran, work itself, promosi, supervise
dan rekan kerja,
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari
tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-
beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.
Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang
positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya
melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai
salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.
2. Teori - Teori Kepuasan Kerja
Terdapat beberapa teori-teori tentang kepuasan kerja menurut para ahli,
menurut Anwar Prabu (2004;120) yaitu teori keseimbangan (equity theory), teori
perbedaan (discrepancy theory), teori pemenuhan keutuhan (need fulfillment
group theory), teori pandangan kelompok (social reference group theory), teori
pengharapan (expectanci theory), dan teori dua factor Heerzberg.
A. Teori Keseimbangan (equity theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini
adalah Input, outcome, comparison person dan equity-in-equity.
Menurut Wexley dan Yuki (1977) dalam buku Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan, (Anwar Prabu, 2005;120) bahwa “input is
anything of value that on employee perceives that he contributses to his
job”. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat
menunjangan pelaksanaan kerja, misalnya : pendidikan, skill, usaha,
peralatan pribadi dan jumlah jam kerja.
Outcome is anything of value that the employee perceives he abtains
from the job (outcome adalah semua nilai yang diperoleh yang dirasakan
pegawai) misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan
kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan
diri. Sedangkan comparison person may be someone in the some
organization, someone in a different organization, or even the person
himself in a previous job. (Comparison person adalah seorang pegawai
dalam organisasi yang sama, seseorang dalam organisasi yang berbeda atau
dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurut teori ini, puas atau
tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan input-outcome
dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison
person). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) dapat
menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compersation inequity
(ketidakkseimbangan yang menguntungkan dirinya), dan sebaliknya under
compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai
lain yang menjadi pemmbanding atau comparison person).
B. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali di pelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara
apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke
(1969) mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada
perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai.
Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang
diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang
didapat pegawai lebih rendah dari pada yang diharapkan, akan
menyebabkan pegawai tidak puas.
C. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfilmet Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada
terpenuhiatau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas
apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan
pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut, begitu pula
sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan
merasa tidak puas.
D. Teori Pandangan Kelompok (Sosial Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada
pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok yang oleh para pegawai dijadikan tolak ukur untuk
menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi,pegawai akan merasa puas
apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan
oleh kelompok acuan.
E. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg.Ia
menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian
Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur
dan akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang
dialami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan)
maupun yang tidak menyenangkan atau tidak member kepuasan. Kemudian
dianalisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan.
Dua factor dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
menurut Herzbeg yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan
faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut
pula dissatisfiers, hyangiene factor job context, extrinsic factors yang
meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan,
hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah,
keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian
disebut pula satisfier, motivator, job content, intrinsic, faktors yyang
meliputi dorongan berprestasi, pengenalan kemajuan (advancement), works
it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab.
F. Teori Pengharapan (Exeptancy Theory)
Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian
teori ini diperluas oleh Porter dan Lawer. Menurut Keith Davis (1985;65)
yang dikutip dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan
(Anwar Prabu, 2004;122) “Vroom explains that motivation is a product of
how much one wants something and one’s estimate of the probability that a
certain will lead to it”.
Menurut Vroom, dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan (Anwar Prabu, 2004;122) motivasi merupakan suatu produk dari
seberapa besar seseorang menginginkan suatu hal dan penaksiran
memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.
Menurut Keith Davis (1985;79) dalam buku Manajemen Sumber Daya
Perusahaan (Anwar Prabu, 2004;122) Valensi lebih menguatkan pilihan
seorang pegawai untuk suatu hasil. Jika seorang pegawai mempunyai
keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka berarti valensi pegawai
tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal pegawai
yang dikondisikan dengan pengalaman. Produk dari valensi dan harapan
adalah motivasi yang meningkatkan dorongan dalam diri pegawai untuk
melakukan aksi dalam mencapai tujuannya, aksinya dapat dilakukan
pegawai dengan cara berusaha lebih besar atau mengikuti kursus pelatihan,
hasil yang akan dicapai secara primer adalah promosi jabatan, dan gaji lebih
tinggi. Hasil sekundernya, antara lain status menjadi lebih tinggi pengenalan
kembali, keputusan pembelian produk, dan pelayanan keinginan keluarga.
Dengan demikian, lebih besar dorongan pegawai dalam mencapai kepuasan,
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Karena tidak sederhana, dan banyaknya faktor-faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja, dan menurut beberapa ahlipun
berbeda dalam mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
misalnya, menurut Anwar Prabu (2004;120) ada dua faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor penyebabnya.
a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.
b. Faktor pekerjaan, yaitu Janis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial,
kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.
Sedangkan menurut Hasibuan (2007;203) kepuasan kerja karyawan
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Balas jasa yang adil dan layak.
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
3. Berat ringannya pekerjaan.
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Selanjutnya menurut Hariandja (2009;291) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu :
a. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari
pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan atau dirasakan adil.
b. Pekerjaan itu sendiri, yaitu ini pekerjaan yang dilakukan seseorang
apakah memiliki elemen yang memuaskan.
c. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa
berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan seseorang dapat merasakan
rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.
d. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa member perintah atau petunjuk
dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkn
bagi seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi
kepuasan kerja.
e. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui
kenaikan jabatan, seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang
besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikkan jabatan kurang
terbuka atau terbuka ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja seseorang.
f. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologis.
Kemudian menurut Siagian (2008;295) faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja misalnya, sifat pekerjaan karena sifat pekerjaan seseorang
mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerja, otonomi untuk bertindak,
terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi
dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang
dilakukannya.
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, ada juga faktor
penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan
kerja (atasan dan rekan kerja).
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute
dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan
kebutuhan dasar, uang juga merupakan symbol dari pencapaian
(achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang
dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan.
Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok
pekerjaan tertentu maka aka nada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi
jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak
puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan
akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya
imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
b. Kondisi Kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan
(uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena
itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan
menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan
menimbulkan kepuasan kerja.
c. Hubungan Kerja
Hubungan dengan rekan kerja
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya
memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu).
Keluarannya (barang yang setengah jadi) menjadi masukan untuk
tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja koonveksi. Hubungan antar
pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk
fungsional.
Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah
tertentu berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat
berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan
peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para
pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka
dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka
seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai
dampak pada motivasi kerja mereka.
Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja
adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional
mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.
Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi
yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya
keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika
kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki cirri
pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat
motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
4. Variabel-Variabel Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja berhubungan dengan variable-variabel seperti turnover,
tigkat absensi, umur, tingkat pekerjaan dan ukuran organisasi perusahaan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Keith Davis (1985;99) dalam buku Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan (Anwar Prabu, 2004;117) bahwa “job satisfaction is
related to a number of major Employee variables, such as turnover, absences, age
accupaction an size of the organization in which an employee works”.
a. Turnover
Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai
yang rendah, sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya
turnovernya lebih tinggi.
b. Tingkat ketidakhadiran (absen) kerja
Pegawai-pegawai yang kurang puas cenderung tingkat
ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan
alasan yang tidak logis dan subjektif.
c. Umur Pegawai
Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada
pegawai yang berumur relative muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai
yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan
pekerjaan. Sedangkan pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan
yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya
dengan realita kerja terhadap kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat
menyebabkan menjadi tidak puas.
d. Tingkat Pekerjaan
Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebbih tinggi
cenderung lebih puas dari pada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan
yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi
menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktip dalam mengemukakan
ide-ide serta kreatif dalam bekerja.
e. Ukuran Organisasi Perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai.
Hal ini karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan
koordinasi, komunikasi dan partisipasi pegawai.
5. Mengukur Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa
statistic maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari
kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan
angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:20005). Dalam semua
kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuisioner laporan diri yang diisi oleh
karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan. Yaitu, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja
dilihat sebagai konsep permukaan
A. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebgai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan
psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai
dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan,
diantaranyaa adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat
dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini sepat, mudah
diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan
menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsir pribadi dari
pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji,
sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi dan sebagainya.
B. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen,
yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek
situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus
diukur secara terpisah. Diantaranya konsep facet yang dapat diperiksa
adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status
dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian
perusahaan, praktek manajemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi
dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan serta kesempatan untuk pertumbuhan dan
pengembangan.
C. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak
menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama
mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan
oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori
kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan
yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan,
otonomi, sosial dan aktualisasi diri.
Sementara itu menurut Robbins yang dikutip oleh Wibowo (2007;201) ada
dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja,
yaitu :
A. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu
pertanyaan seperti ; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas
anda dengan peekerjaan anda? Individu bias menjawab puas atau tidak
puas.
B. Summation Scoren yaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam
pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing
elemen. Faktor spesifik yng diperhitungkan adalah sifat pekerjaan,
supervise, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg DAN Baron menunjukkan tiga cara untuk
emelakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
A. Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang
menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada
pekerjaan mereka.
B. Critical Incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka
yang dirasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka
dipelajari untuk mengungkapkan tema yang mendasari. Sebagai contoh
misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana
mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
C. Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui
sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan
menggunakan kuesioner yang terstruktur.
Kepuasan kerja adalah sebagai konsep praktis yang sangat penting, karena
merupakan dampak dari keefektifan performance dan kesuksesan dalam
bekerja, sementara kepuasan yang rendah pada organisasi adalah sebgai
rangkaian penurunan moral organisasi dan meningkatnya absensi (Mathieu dan
Hamel, 1988;167), sedangkan Chruden (1988;85) menyatakan kepuasan kerja
merupakan suatu refleksi atas terpenuhinya kebutuhan dan keinginan individu
yang didapat dari pekerjaannya.
Selanjutnya Davis dan Newton (1996;77) menyatakan bahwa kepuasan
kerja sebagai seperangkat peraturan yang menyangkut tentang perasaan
menyenangkan da tidak menyenangkan berhubungan dengan pekerjaan
mereka. Pegawai yang bergabung dalam suatu organisasi akan membawa
keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang membentuk
harapan kerja (Meyer dan Tett, 1993;215) sehingga kepuasan kerja
menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul berkaitan
dengan pekerjaan yang disediakan sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan
kerja yang bersifat dinamik.
Untuk mencegah dan menanggulangi berbagai masalah karyawan atau
pegawai maka Ostroff (1992;53) mengemukakan bahwa kepuasan kerja
karyawan dan kondisi kerja yang baik mempunyai hubungan kerja yang
signifikan dengan kinerja, selanjutnya karyawan yang merasa puas dengan
pekerjaannya biasanya mereka lebih keras dan lebih baik disbanding dengan
karyawan yang mengalami stress yang disebabkan dengan kondisi kerja yang
tidak kondusif. Kepuasan kerja dan sikap karyawan merupakan suatu hal yang
penting dalam menentukan perilaku dan respon terhadap pekerjaan dan
melalui perilaku tersebut organisasi yang efektif dapat tercapai.
Sedangkan didalam lingkungan kerja ada dua sisi yang mempengaruhi
kepuasan kerja tersebut (Timmreck, 2001;67) :
1. Hubungan personal individu terhadap lingkungan kerja
Pekerjaan yang menjadi tanggung jawab keseharian adalah mungkin
pekerjaan mudah dan menyenangkan namun apabila karyawan tidak
mendapatkan perlakuan yang menyenangkan maka akan muncul
ketidakpuasan tetapi sebaliknya walaupun pekerjaan itu merupakan
pekerjaan yang berat dan membosankan namun bila karyawan
diperlakukan dengan baik maka akan timbul kepuasan kerja pada
karyawan.
2. Pekerjaan itu sendiri
Pekerjaan yang dilakukan kadang-kadang dapat menimbulkan
kebosanan/stress atau biasa-biasa saj bahkan bias jadi pekerjaan itu sulit
dilakukan dan terlalu menuntut ketahanan fisik sehingga dapat
menimbulkan kejenuhan dan kebosanan. Sementara pengukuran terhadap
kepuasan kerja yang dilakukan (Testa, 1998;294) dalam penelitiannya
dibagi menjadi tiga bagian :
a. Hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti visi dan
tujuan, keadilan kebijakan perusaaan, kepedulian perusahaan
terhadap karyawan.
b. Hal-hal yang berhubungan dengan atasan seperti usaha atasaan
dalam memotivasi karyawan, metode yang digunakan dalam
mengkritik, cara atasan memberikan contoh dalam melakukan
pekerjaan.
c. Hal-hal yang berhubungan dengan fasilitas pada lingkungan kerja
Menurut pendapat Sherman Bohlander C (1988;85) menyatakan bahwa
kondisi kerja yang kondusif adalah ;
a. Pekerjaan yang menantang dan bias dicapai dengan sukses
b. Tidak terlalu melelahkan fisik
c. Percaya diri yang tinggi
d. Ketertarikan secara personal terhadap pekerjaan
e. Kondisi kerja yang memenuhi kebutuhan fisik dan memudahkan
meraih prestasi sesuai sasaran yang dicapai
f. Penghargaan bagi kinerja yang sejalan dengan aspirasi
g. Hal-hal lain dalam pekerjaan yang membantu karyawan
mendapatkan nilai (Promosi, pekerjaan dan gaji)
Peran atasan terhadap kepuasan karyawan adalah dalam pengawasan
karena pengawasan atasan dapat mempengaruhi kepuasan kerja sehingga
penghargaan atas kinerja yang baik perlu diberikan (Noe;1994).
6. Meningkatkan Kepuasan Kerja
Greenberg dan Baron (2003;159) memberikan saran untuk mencegah
ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dengan cara sebagai berikut :
1) Membuat pekerjaan yang menyenangkan
Karena pekerjaan yang mereka senang kerjakan daripada yang
membosankan akan membuat orang menjadi lebih puas
2) Orang dibayar dengan jujur
Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian tidak jujur
cenderung tidak puas dengan pekerjaannya.
3) Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya
Semakin banyak orang menemukan bahwa merekadapat memenuhi
kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka dengan
pekerjaannya.
4) Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang
Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam
melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena
orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka
memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan control atas cara
mereka melakukan sesuatu.
Sedangkan menurut Riggio (2005;142) peningkatan kerja dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
A. Melakukan perubahan struktur kerja
Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu
sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang
lainnya (yang disesuaikan dengan job description). Cara kedua yang harus
dilakukan adalah dengan pemekaran (job enlargement), atau perluasan satu
pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas pekerjaan. Praktek
untuk para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi dalam
usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari
sekedar anggota dan organisasi.
B. Melakukan perubahan struktur pembayaran
Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada
keahliannya (skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji
berdasarkan pengetahuan dan keterampilannya daripada posisinya di
perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan jasanya (merit pay),
sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performancenya,
pencapaian financial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu
itu sendiri. Dan pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran
berdasarkan pada keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh
anggota kelompok).
C. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel
Dengan memberikan control pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-
hari mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat,
dimana pekerja tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang
mempunyai tanggung jawab pada anak-anak. Compressed work week
(pekerjaan mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya
dikurangi sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja
dapat memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari senin hingga
jum’at, sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan. Cara
yang kedua adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja
menjalankan sejumlah jam khusus per minggu (Flextime), tetapi tetap
mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri pekerjaannya.
D. Mengadakan program yang mendukung
Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat
meningkatkan kepuasan kerja para karyawan, seperti : healt center, profit
sharing, employee sponsored child care, dll.