Upload
hatu
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR
DEVELOPMENT OF PUBLIC TRANSPORT INTERCHANGE NODE
IN MAKASSAR CENTRAL BUSINESS DISTRICT
Arief Hidayat, Shirly Wunas, Tahir Kasnawi
Teknik Transportasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi : Arief Hidayat Teknik Transportasi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 HP. 085242286346 [email protected]
Abstrak Kawasan pusat Kota Makassar memiliki tumpah tindih 8 trayek Makassar yang menyebabkan angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang disembarang tempat. Penelitian ini bertujuan 1) Menganalisis karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap spasial dan system transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar dan 2) Membuat konsep pengembangan simpul perpindahan moda transportasi angkutan umum di Pusat Kota Makassar. Metode yang digunakan yaitu deskriptif, , klasifikasi jalan rute, moda serta biaya dan waktu perjalanan. Analisis Bangkitan Perjalanan dan sebaran pergerakan. Analisis skalogram dan analisis GIS dengan guna lahan, klasifikasi jalan, feeder, dan simpul eksisting. Hasil penelitian Karakteristik simpul di perpindahan moda ditinjau terhadap spasial ditemukan 10 simpul dengan ciri-ciri penggunaan lahan lain yang bercampur atau mix used seperti perdagangan dan jasa, permukiman, perkantoran, wisata, rumah sakit, pendidikan dan RTH dan Karakteristik simpul perpindahan moda ditinjau terhadap system transportasi angkutan umum yaitu ditemukan 4 karakter moda yaitu moda angkutan umum pete-pete (Rp.12000-Rp.25000) , ojek, becak, bentor serta jalan kaki (10 menit). Konsep pengembangan simpul perpindahan moda di TOD Angkutan Umum terbentuk 10 simpul dengan Pengembangan 1 TOD Simpul, 6 TOD Koridor dengan Halte 1 TOD Koridor dengan dengan Tempat Pemberhentian Bus dan 1 TOD Koridor dengan sistem parkir atau Park and Ride. Kata Kunci : Simpul, Moda, Transportasi, Spasial Abstract Makassar city center area has overlapping route Makassar 8 causes of public transport passengers up and down the disembarang place. This study aims 1) to analyze the characteristics of modal transfer nodes in terms of the spatial and the system of public transportation in Makassar City Center and 2) Making development concept node displacement modes of public transportation in Makassar City Center. The method used is descriptive, classification of road routes, modes as well as the cost and time of travel. Trip Generation and distribution analysis of the movement. Schallogram analysis and GIS analysis of the land use, classification of roads, feeder, and the existing node. The results in the displacement of node characteristics in terms of the spatial modes found 10 nodes with characteristics other mixed land use or mix used as trade and services, housing, offices, tourist, hospital, education and RTH and node characteristics in terms of the modal transfer system public transportation modes are found 4 characters public transport modes pete-pete (Rp.12000-Rp.25000), motorcycles, tricycles, bentor and walk (10 minutes). Concept development in the TOD node modal transfer Public transport formed 10 nodes with 1 TOD Node, 6 TOD Corridor 1 TOD Corridor with stops at the Bus Stop and The TOD Corridor 1 with system the Park and Ride. Keywords: Nodes, Mode, Transport, Spatial
PENDAHULUAN
Disisi lain sistem transportasi di Kota Makassar dan wilayah sekitarnya yang didominasi
oleh angkutan umum (pete-pete) dinilai tidak efektif dan efisien. Hal tersebut disebabkan oleh
terjadi tumpang tindih trayek, kapasitas layanan jalan mendukung sistem pergerakan, kurang
terjaminnya keselamatan, kenyamanan dan ketepatan waktu perjalanan, Pada tahun 2009
tercatat sekitar 553.035 unit kendaraan yang beredar di Kota Makassar dan terjadi peningkatan
sekitar 5-7% kendaraan pertahun. Dari angka tersebut sebesar 360.122 unit adalah kendaraan
roda dua (BPS Kota Makassar). Saat ini telah terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan dengan
(V/C ratio) dari 0,36 sampai 0,83 atau kondisi yang sangat berpotensi terjadinya tundaan atau
kemacetan (RTRW Kota Makassar, 2006), serta di pusat Kota Makassar tumpah tindih 8 trayek
Makassar yang menyebabkan angkutan umum menaikkan dan menurunkan penumpang
disembarang tempat. rendahnya aksesibilitas dan kurang optimalnya pelayanan angkutan
umum. Salah satu komponen dari perencanaan sistem transportasi adalah perencanaan terhadap
simpul sektor transportasi tersebut, baik berupa fasilitas terminal, halte maupun parkir yang
berfungsi sebagai simpul pergerakan.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai system transit yang telah dilakukan yaitu
membandingkan pembangunan berorientasi transit berdasarkan indikator jalur pejalan kaki
(Schlossberg, dkk, 2004). Sedikit berbeda dengan diteliti currie (2006) pembangunan berbasis
transit (TOD) merupakan pendekatan terpadu untuk transportasi dan perencanaan penggunaan
lahan. Untuk transit berupa halte, Basuki (2006) mengevaluasi fungsi halte atau tempat
perhentian angkutan umum dalam melayani penumpang. Penelitian TOD yang dilakukan Currie
(2006) dan Schlossberg,dkk (2004) hampir sama yaitu menentukan Transit Oriented
Development berdasarkan jarak Pejalan Kaki (Canepa, 2007). Menggunakan variable yang
berbeda Cervero, dkk (2008) melihat dampak Transit Berorientasi Perumahan berakibat pada
Pengurangan perjalanan Kendaraan. Kaitan transit dengan angkutan massal memperlihatkan
peningkatan aksesibilitas lebih baik (Hong, dkk, 2008). Ternyata dari hasil penelitian lainnya
dengan melakukan optimasi jaringan transportasi untuk mengangkut penumpang yang lebih
banyak dan mereduksi biaya (Reinhold,dkk, 2008) sehingga terjalin smart growth dan
pembangunan berorientasi transit di tingkat negara: belajar dari california, new jersey, dan
australia barat (Renne, 2008).
Kebutuhan terhadap simpul pergerakan sangat penting sebagai wujud pelayanan terhadap
kegiatan pergerakan pelayanan moda angkutan umum, serta menghindari akumulasi
perpindahan dimulai dari simpul pergerakan di masa yang akan dating. Tujuan dari penelitian
ini untuk menganalisis karakteristik simpul yang ada di pusat Kota Makassar ditinjau terhadap
spasial dan system transportasi serta menyusun konsep simpul perpindahan moda di pusat Kota
Makassar.
BAHAN DAN METODE
Jenis peneitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif merupakan jenis penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai simpul serta yang berhubungan
mengenai angka, rumus, tabulasi serta grafik dan dianalisis secara deskritif untuk menganalisis
karakteristik simpul dan konsep simpul perpindahan moda. Lokasi penelitian ditetapkan pada
pusat Kota Makassar yaitu pada 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Ujung Pandang dan Kecamatan
Wajo sebagai Pusat Kota Makassar lihat gambar 1 peta lokasi penelitian.
Data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu a) data penggunaan lahan yang digunakan
yaitu luasan guna lahan per aktivitas baik perdagangan, perkantoran, pendidikan, permukiman
dan lainnya. data berikutnya yaitu data aktivitas guna lahan dengan simpul perpindahan moda
yang dimana dihitung dengan jarak. Serta identifikasi guna lahan yang berdekatan simpul serta
kemudahan ke simpul. b) Data yang dibutuhkan adalah Jumlah tarikan dan Bangkitan
perjalanan di disimpul perpindahan moda angkutan teknik observasi langsung dengan cara
menyebar kuesioner dengan metode sampling accindental (non probability) untuk simpul
sebanya 100 responden dan purposive sampling 390 responden di daerah permukiman sebagai
data bangkitan kelar dari pusat kota. c) Data yang dibutuhkan adalah hirarki atau klasifikasi
jaringan jalan yang berdekatan dengan simpul tempat penumpang beralih moda baik hirarki
arteri, kolektor dan lokal. d) data mengenai biaya, waktu dan rute perjalanan yang sering
dilewati masyarakat berdasarkan rute trayek angkutan umum.
Teknik analisis yang digunakan yaitu Analisis pergerakan penduduk dimulai dengan
melihat sebaran pergerakan menggunakan metode Matriks Asal Tujuan (MAT), yaitu suatu
matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antara lokasi
(zona) di dalam daerah tertentu.
Analisis untuk menentukan simpul ini dilakukan dengan analisis skalogram yang pada
umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau orde
pusat-pusat permukiman dengan Metode Skalogram. Analisis Hubungan Simpul dengan Guna
Lahan, analisis ini secara deskriptif mencoba memberikan masukkan atau pandangan mengenai
sifat hubungan antara hubungan guna lahan dengan simpul serta guna lahan dengan hirarki
jaringan jalan.
Analisis spasial untuk menentukan simpul potensial dan sistem transit pada setiap rute
angkutan umum Pusat Kota Makassar. Penentuan potensi simpul tersebut didasarkan pada
analisis pertumbuhan dan kepadatan penduduk (potensi demand), analisis proximity dengan
jaringan feeder, dan faktor penggunaan lahan serta jarak antara simpul dengan bangkitan
(permukiman) pada koridor Pusat Kota Makassar.
Analisis Overlay Tabulasi Untuk Menentukan Konsep Simpul Analisis ini yaitu
menggabungkan antara skalogram yaitu pusat-pusat kegiatan di tiap kecamatan dengan hirarki
jalan serta jumlah permintaan di simpul pergerakan. Hal ini memudahkan besar keputusan
secara kualitatif didaerah simpul dan memperlihatkan hubungan kebutuhan di tiap simpul
perpindahan moda
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden di Lokasi Simpul Perpindahan Moda
Aktivitas Responden
Aktivitas paling banyak adalah berbelanja yakni sebesar 28 % dari jumlah penduduk, dan
pulang sekolah/bimbel sekitar 24%. Sedangkan jenis aktivitas penduduk yang paling sedikit
yaitu pindah moda sekitar 7% dan lain-lain sebanyak 6%. Penduduk yang berpindah moda
adalah penduduk yang melakukan perpindahan moda dari satu moda ke moda transportasi lain
dengan tujuan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat selanjutnya. Sedangkan untuk penduduk
yang menjawab lain-lain adalah penduduk yang melakukan aktifitas-aktifitas khusus seperti
mengambil/mengantar barang ataupun sedang menjemput.
Frekuensi Responden melakukan Aktivitas
Aktivitas penduduk dengan jumlah frekuensi tertinggi adalah sekolah dan bimbel dimana
24 orang dari 100 penduduk melakukannya 3 – 6 kali dalam seminggu, dan untuk bekerja, 20
orang dari 100 penduduk melakukannya 5 – 6 kali dalam seminggu. lokasi penduduk
melakukan aktivitas yakni 37% dari jumlah penduduk. Lokasi aktivitas berikutnya yang paling
mendominasi adalah sekolah yakni 25 % dari jumlah penduduk. Adapun tempat bimbingan
belajar (Bimbel) menjadi lokasi yang paling sedikit yakni hanya 3 % dari jumlah penduduk.
Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi aktivitas penduduk di lokasi penelitian dapat dilihat pada
gambar 10 dan tabel 25 berikut:
Penggunaan Lahan Sekitar Simpul
Berdasarkan hasil survey lapangan, diketahui bahwa penggunaan lahan dominan di lokasi
penelitian merupakan penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa dan perkantoran.
Jenis Moda yang digunakan
Dari hasil kuisioner, diketahui bahwa sebesar 33 % penduduk membutuhkan biaya
transportasi Rp. 6000 – Rp. 12.000 dalam melakukan aktivitasnya, dan 29 % penduduk
membutuhkan biaya transportasi Rp.2.500 – Rp.6.000 untuk melakukan aktivitas. Adapun
penduduk yang membutuhkan biaya >Rp.15.000 yakni sebesar 24 % dari penduduk. Besarnya
biaya Transportasi ini, salah satunya disebabkan karena Penduduk harus berpindah moda lebih
dari 2x untuk mencapai lokasi aktifitasnya. Kemudian, 8 % penduduk membutuhkan biaya Rp.
12.000 – Rp. 15.000, dan 5 % penduduk membutuhkan biaya <Rp. 2.500.untuk menempuh
simpul diketahui bahwa 50 % penduduk menempuh jarak 200 – 500 m untuk mencapai lokasi
simpul tempat mengambil moda, 39 % menepuh jarak <200 m, 7 % menempuh jarak 500 m – 1
km, dan 4 % menempuh jarak >1 km.
Alasan Memilih Moda Angkutan Umum Pete-Pete
Dari hasil penelitian bahwa 51 dari 76 orang penduduk atau 51% penduduk memilih
moda transportasi pete-pete karena biaya transportasi yang dihabiskan lebih murah
dibandingkan menggunakan moda transportasi lain. Sedangkan yang menjawab aman yakni 5
orang atau 6,5 % dari 100 orang penduduk. Selain karena lebih murah, moda transportasi pete-
pete dipilih karena akses untuk mendapatkan moda transportasi ini lebih mudah, terbukti
dengan jumlah penduduk yang menjawa hal serupa yakni 10 orang atau 13 % dari 100 orang
penduduk. Sementara yang menjawab lainnya adalah 5 orang atau 7 % dari 100 orang
penduduk. Penduduk ini menjawab dengan alasan, karena mereka tidak memiliki moda
transportasi lain untuk digunakan .
Karakteristik Responden di Pemukiman
Klasifikasi Mata Pencaharian Responden
Penduduk di lokasi penelitian untuk sampel di wilayah perumahan memiliki mata
pencaharian sebagai wiraswasta yakni sekitar 29 %, karyawan swasta sekitar 22 % dan
karyawan toko sekitar 18 %.
Status Rumah Tinggal Responden
Diketahui bahwa 136 dari 390 KK penduduk memiliki status rumah tinggal sebagai hak
milik pribadi, dimana untuk 106 KK yang menjadi sampel penduduk untuk Kecamatan Wajo
menempati rumah sendiri dan 102 KK untuk Kecamatan Ujung Pandang. Adapun keluarga
yang tinggal di rumah kontrak yakni sebesar 104 KK yang terdiri dari 78 KK menempati rumah
kontrak di Kecamatan Wajo, dan 78 KK di Kecamatan Ujung pandang.
Kepemilikan Kendaraan
Penduduk yang memiliki mobil hanya 26 % dari 390 KK penduduk untuk wilayah
pemukiman di Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang. Adapun yang memiliki Motor dan Mobil
yakni 34 % dari 390 KK penduduk di wilayah pemukiman.
Jenis Moda Transportasi Pilihan
Biaya yang murah menjadi alasan yang paling banyak dijawab oleh penduduk, dimana
48% dari 390 KK penduduk di wilayah pemukiman menjawab hal serupa. Sedangkan yang
memilih karena faktor kenyamanan adalah 12 % dari total 390 KK penduduk. Adapun yang
memilih Karena waktu tempuh yan lebih cepat adalah 21 %, karena keamanan 12 %, dan yang
lainnya menjawab 19 %.
Jarak ke tempat mengambil Moda transportasi dan Cara menempuhnya
Penduduk yang menempuh jarak terdekat yakni <200m untuk mengambil moda adalah
230 penduduk atau 59% dari 390 KK penduduk di Kecamatan Wajo dan Ujung Pandang.
Sedangkan penduduk yang menempuh jarak terjauh terjauh yakni > 1 Km hanya 7 % yakni 26
dari 390 KK penduduk. Adapun yang menempuh jarak 200 – 500 m menuju tempat
pengambilan moda adalah 89 penduduk atau 23 %, dan yang menempuh 500 m – 1 km adalah
45 penduduk atau 12 %. Hasil kuesioner diatas dapat dilihat bahwa 66 % penduduk lebih
memilih untuk menggunakan becak/bentor untuk menuju tempat mengambil moda transportasi
terdekat. 22% dengan berjalan kaki, 6 % menggunakan pete-pete, dan yang menggunakan
kendaraan pribadi sebanyak 6 %. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar
penduduk lebih memilih naik becak/bentor meskipun mengeluarkan biaya yang lebih besar
dibandingkan dengan berjalan kaki. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak lokasi asal
menuju lokasi simpul yang relatif jauh sehingga penduduk lebih memilih menggunakan
becak/bentor.
Biaya Transportasi
Biaya yang dikeluarkan tiap KK yang menjadi penduduk di wilayah pemukiman di
Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung pandang 34 % mengeluarkan <Rp,. 25.000 untuk biaya
transportasi. Sedangkan 48 % atau 187 KK mengeluarkan Rp.25.000 – Rp. 50.000 untuk biaya
transportasi. 6 % mengeluarkan biaya Rp. 50.000- Rp. 75.000, 6% mengeluarkan biaya Rp.
75.000 – Rp. 100.000, dan 5 % mengeluarkan biaya >Rp. 100.000.
Masukan Konsep Simpul dari Penduduk di Pemukiman
didapatkan informasi bahwa penduduk menginginkan adanya jenis angkutan massal yang
nyaman, kapasitasnya besar, aman, dan murah seperti busway. Dimana, sebanyak 44%
penduduk berpendapat di Kota Makassar memerlukan jenis angkutan Makassar tersebut. Selain
busway, 35% menginginkan adanya bus, 17 % monorail, 5% kereta api.
Analisis Simpul Perpindahan Moda
Lokasi simpul di Pusat Kota Makassar, terdiri dari sembilan titik simpul. Dimana titik-
titik simpul tersebut diidentifikasi sebagai tempat perpindahan moda bagi penduduk dalam
beraktivitas di lokasi penelitian. Titik-titik simpul tersebut berada di jalan-jalan yang dilalui
oleh rute angkutan umum dilokasi penelitian yaitu ada 9 yaitu simpul Jln. Cokroaminoto, Jln.
Irian, Jln. Dr. Wahidin Sudhirohusodo, Jln. Tentara Pelajar, Jln. Diponegoro, Jln. Kajolalido,
Jln. Jendral Sudirman, Jln. Ahmad Yani dan Jln. Gunung Lompobattang. Lokasi ini merupakan
tempat pete-pete “ngetem” atau parkir kendaraan untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang, sehingga kedepan perlu konsep yang jelas simpul perpindahan moda angkutan
pete-pete ke feeder maupun ke transportasi massal yang jauh lebih besar.
Konsep Pengembangan Simpul Perpindahan Moda
Analisis Skalogram untuk Menentukan Wilayah Pelayanan
Keberadaan fasilitas umum secara wilayah administrasi kelurahan yang berada pada
lokasi penelitian menjadi dasar dalam penentuan pusat pelayanan dan nantinya digunakan
untuk menentukan simpul pergerakan. Berikut ini tabel skalogram ketersediaan fasilitas
pelayanan berdasarkan 18 wilayah administrasi kelurahan di Pusat Kota Makassar. Dari hasil
analisis skalogram yang menjadi pusat fungsi pelayanan di Pusat Kota Makassar adalah di
Kelurahan Pattunuang karena memiliki hampir semua fasilitas pelayanan yang melayani
kebutuhan penduduk di wilayahnya dan di daerah sekitarnya.
Analisis Spasial Untuk Menentukan Simpul Potensial Dan Sistem Transit
Dalam menentukan simpul pontensial dan sistem transit berdasarkan analisis spasial,
yang perlu diperhatikan adalah letak simpul tersebut yang harus berada pada kawasan yang
memiliki demand yang besar ditandai dengan kepadatan penduduk tinggi, radius pencapaian
untuk simpul sebaiknya maksimal ± 3 km dari pusat kegiatan/ permukiman sehingga
memudahkan pergerakan orang untuk mengakses simpul tersebut lihat gambar 2 peta analisis
simpul dengan pusat permukiman. sedangkan jarak antara simpul dengan jaringan pengumpan
(feeder) baik itu becak/bentor, ojek ataupun angkutan umum lainnya maksimal 0,5 km untuk
memudahkan orang dalam berpindah moda lihat gambar 3 analisis kedekatan dengan feeder.
Untuk mengetahui konsep pengembangan simpul kedepannya, dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis overlay, dimana analisis ini yaitu menggabungkan antara skalogram
yaitu pusat-pusat kegiatan di tiap kecamatan dengan hirarki jalan serta jumlah permintaan di
simpul pergerakan. Hal ini memudahkan besar keputusan secara kualitatif didaerah simpul dan
memperlihatkan hubungan kebutuhan di tiap simpul perpindahan moda. Adapun konsep
pengembangan simpul kedepannya yaitu simpul 1) Jalan Nusantara dengan konsep halte 2)
Jalan Tentara Pelajar dengan konsep halte 3) Jalan Wahidin Sudirohusodo dengan konsep halte
4) Jalan Ahmad Yani dengan konsep halte 5) Jalan Jenderal Sudirman dengan konsep TOD 6)
Jalan Kajaolalido dengan konsep TPB 7) Jalan Somba Opu dengan konsep halte 8) Jalan
Penghibur dengan konsep halte 9) Jalan Penghibur dengan konsep halte 10) Jalan Gunung
Merapi sebagai simpul baru dengan konsep TPB seperti yang terlihat pada tabel 1 analisis
overlay simpul dan gambar 4 peta konsep pengembangan simpul.
PEMBAHASAN
Penelitian ini akan memperlihatkan pola konektifitas antar moda transportasi yang akan
mengatasi persoalan kemacetan transportasi di pusat kota serta memberikan konsep
pengembangan titik simpul sebagai titik transit dengan pendekatan konsep Transit Oriented
Development (TOD), halte dan system parkir.
Penelitian ini didasarkan dari teori dengan hubungan antara variabel dan indikator.
Kondisi pusat Kota Makassar saat ini sangat berkembang dengan beberapa rencana tata ruang
yang telah direncanakan namun belum mampu secara detail menangani pergerakan masyarakat
dan angkutan umum yang tidak teratur dengan tidak jelasnya simpul pindah moda masyarakat
ditambah dengan semrawutnya penggunaan lahan yang terjadi di pusat kota. maka perlunya
dikembangkan konsep simpul perpindahan moda Adapun karakteristik simpul saat ini dengan
variabel yang digunakan oleh penelitian ini yaitu variabel transportasi dengan indikator
pemilihan moda, pemilihan rute, biaya dan waktu perjalanan. Variabel spasial yaitu bangkitan
perjalanan dan klasifikasi jalan. Hasil analisis keduanya akan dibuatkan konsep pengembangan
simpul perpindahan moda pusat Kota Makassar.
Prinsip-prinsip yang telah dijabarkan sebelumnya pada penelitian ini akan berimplikasi pada
desain stuktur TOD. Secara lebih detail, Struktur TOD dan daerah disekitarnya terbagi
menjadi area-area sebagai berikut: 1) fungsi publik (public uses). Area fungsi publik dibutuhkan
untuk memberi pelayanan bagi lingkungan kerja dan permukiman di dalam TOD dan kawasan
disekitarnya. Lokasinya berada pada jarak yang terdekat dengan titik transit pada jangkauan 5
menit berjalan kaki. 2) pusat area komersial (core commercial area). Adanya pusat area
komersial sangat penting dalam TOD, area ini berada pada lokasi yang berada pada jangkauan 5
menit berjalan kaki. Ukuran dan lokasi sesuai dengan kondisi pasar, keterdekatan dengan titik
transit dan pentahapan pengembangan. Fasilitas yang ada umumnya berupa retail, perkantoran,
supermarket, restoran, servis, dan hiburan. (3) area permukiman (residential area). Area
permukiman termasuk permukiman yang berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area
pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan dengan variasi tipe
permukiman, termasuk single family housing, townhouse, condominium, dan apartement
(4) Area sekunder (secondary area). Setiap TOD memiliki area sekunder yang berdekatan
dengannya, termasuk area diseberang kawasan yang dipisahkan oleh jalan arteri. Area ini
berjarak lebih dari 1 mil dari pusat area komersial. Jaringan area sekunder harus menyediakan
beberapa jalan/akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan
seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang lebih rendah
dengan fungsi single-family housing, sekolah umum, taman komunitas yang besar,
fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan area parkir. (5) fungsi-fungsi lain,
yakni fungsi-fungsi yang secara ekstensif bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau
intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area sekunder
(Dittmar, dkk, 2004).
Perencanaan halte berdasarkan Pedoman Teknik Perencanaan Halte dan Pemberhentian Bus
Dirjen Perhubungan tahun 1996 ada beberapa hal menjadi Persyaratan umum tempat perhentian
kendaraan penumpang umum adalah berada di sepanjang rute angkutan umum/bus, terletak
pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki), diarahkan dekat dengan pusat
kegiatan atau permukiman, tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas dan pada
persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh mengganggu ruang bebas
pandang. Untuk system Park and Ride, secara umum didefenisikan sebagai perilaku parkir pada
fasilitas parkir tertentu dan berpindah ke transportasi publik untuk melakukan perjalanan ke satu
tujuan. Sistem parkir ini banyak diterapkan sebagai bagian dari manajemen transportasi.
(O’Flaherly, 1997).
Penelitian serupa telah dilakukan dengan judul Penggunaan Transit pada Pengembangan
Berbasis Transit di Portland, Oregon, Area (Dill, 2008). Penelitian ini menyajikan hasil survei
penduduk beberapa TOD di daerah Portland. variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
: kepadatan, penggunaan lahan campuran, keramahan pejalan kaki, dan dekat dengan transit.
Analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif dengan menggunakan tabulasi untuk menilai
penggunaan system transit yang menggunakan data kuesioner dari 300 orang responden. Hasil
temuan penelitian berfokus pada menjawab dua pertanyaan: a) Sejauh mana warga
menggunakan angkutan untuk Komuter dan perjalanan dengan system TOD dan b) Apakah
tingkat penggunaan angkutan bervariasi dengan fisik daerah yang disesuaikan dengan konsep
TOD.
Tulisan mengenai Pengaruh Pejalan Kaki Dengan System Transit Terhadap Bentuk Kota
(Ozbil dkk, 2012), Studi ini menganalisis sebuah survey transit untuk menentukan seberapa jauh
kepadatan perkotaan, campuran penggunaan lahan, dan konektivitas jaringan jalan terkait
dengan mode berjalan kaki dari system transit. Data diambil dari semua stasiun jaringan rapid
transit Atlanta (MARTA). Secara keseluruhan, analisis yang disajikan dalam penelitian ini
memberikan penjelasan hipotesis bahwa kondisi lokal sekitar Stasiun kereta api MARTA secara
signifikan terkait dengan pilihan pengendara untuk berjalan ke / dari transit.
Evaluasi dampak dari penggunaan lahan dan strategi untuk parkir dan penyediaan angkutan
pada Pilihan Moda komuter dalam kota (Zahabi dkk, 2012) Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk lebih memahami hubungan antara penggunaan lahan (LU), aksesibilitas angkutan umum
(PT), kebijakan parkir, dan modus pilihan untuk pinggiran kota Montreal komuter. Dalam hal ini
kita mengevaluasi dampak potensial dari penggunaan lahan, aksesibilitas transit kebijakan
parkir, dan pemilihan moda komuter jalur rel di wilayah Montreal, Kanada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Karakteristik simpul di perpindahan moda ditinjau terhadap spasial ditemukan 10 simpul
dengan ciri-ciri penggunaan lahan lain yang bercampur atau mix used seperti perdagangan dan
jasa, permukiman, perkantoran, wisata, rumah sakit, pendidikan dan RTH dan Karakteristik
simpul perpindahan moda ditinjau terhadap system transportasi angkutan umum yaitu ditemukan
4 karakter moda yaitu moda angkutan umum pete-pete (Rp.12000-Rp.25000) , ojek, becak,
bentor serta jalan kaki (10 menit). Konsep pengembangan simpul perpindahan moda di TOD
Angkutan Umum terbentu 10 simpul dengan Pengembangan 1 TOD Simpul, 6 TOD Koridor
dengan Halte 1 TOD Koridor dengan dengan Tempat Pemberhentian Bus dan 1 TOD Koridor
dengan sistem parkir atau Park and Ride. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu berdasarkan
hasil konsep pengembangan simpul secara TOD maka harus didukung dengan pengembangan
angkutan massal bus. Untuk mendukung konsep TOD maka diharapkan moda ramah lingkungan
untuk feeder seperti becak dan berjalan kaki. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan kajian
ekonomi, kajian lingkungan, dan kajian hukum yang lebih mendalam terhadap kelayakan
pengembangan TOD simpul dan TOD Koridor di lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Kami Hari. (2006). Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum Studi Kasus Rute Terboyo-Pudakpayung.Semarang : Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil.Volume 14, NO. 3, EDISI XXXVI Oktober 2006. ISSN: 0854 -1809
Canepa, Brian. (2007). Determining the Transit-Oriented Development’s Walkable Limits.Transportation Research Record.. Washington.D.C : Journal of the Transportation Research Board. Transportation Research Board of the National Academies
Cervero, Robert ; Arrington, G. B. (2008). Vehicle Trip Reduction Impacts of Transit-Oriented Housing. University of South Florida : The Journal of Public Transportation. Volume 11, No. 3. ISSN 1077-291X.
Currie, Graham. (2006). Bus Transit Oriented Development— Strengths and Challenges Relative to Rail. Virginia : Journal of Public Transportation, Vol. 9, No. 4, 2006.
Departemen Perhubungan. 1996. Pedoman Teknik Perencanaan Halte dan Tempat Pemberhentian Bus. Dephub. Jakarta
Dill, Jenifer. (2008). Transit Use at Transit-Oriented Developments in Portland, Oregon, Area. Washington, D.C : Transportation Research Record: Journal of the Transportation Research Board, No. 2063, Transportation Research Board of the National Academies, pp. 159–167. DOI: 10.3141/2063-19.
Dittmar, H ; Ohland, G. (2004). Defining Transit-Oriented Development. The New Regional Building Block. Island Press
Gihring, Thomas A. (2009). The Value Capture Approach To Stimulating Transit Oriented Development And Financing Transit Station Area Improvements. Journal of Planning Practice & Research, Vol. 16, No. 3/4, 2001, pp. 307-320.
Hong K. Lo ; Tang, Siman ; Wang, David Z.W. (2008). Managing the accessibility on mass public transit: The case of Hong Kong. Journal of Transport and Land Use 1:2 pp. 23–49.
Makassar Dalam Angka. (2009). Badan Pusat Statistik (BPS) Makassar Dalam Angka. (2012). Badan Pusat Statistik (BPS) O’Flaherly. 1997. Transport Planning and Traffic Engineering Athanaeum. England ; Press
Ltd. Özbil, Ayşe and Peponis, John. (2012). The Effects Of Urban Form On Walking To Transit.
Santiago de Chile : Proceedings Eighth International Space Syntax Symposium.. Reinhold, Tom ; Kearney , A.T.GmbH. (2008). More Passengers and Reduced Costs—The
Optimization of the Berlin Public Transport Network. University of South Florida : The Journal of Public Transportation. Volume 11, No. 3. ISSN 1077-291X.
Renne, John L. (2008). Smart Growth and Transit- Oriented Development at the State Level: Lessons from California, New Jersey, and Western Australia. University of South Florida : The Journal of Public Transportation. Volume 11, No. 3. ISSN 1077-291X.
RTRW Kota Makassar. (2006).Bappeda Kota Makassar. Schlossberg, Marc ; Brown, Nathaniel. (2004). Comparing Transit Oriented Developments
Based on Walkability Indicators. University of Oregon : The Transportation Research Board Journal.
Zahabi, Seyed Amir H. (2012). Evaluating The Effects Of Land Use And Strategies For Parking And Transit Supply On Mode Choice Of Downtown Commuters. Journal of Transport and Land Use. Vol.5 No.2. pp. 103–119
Tabel 1, Analisis Overlay Simpul dengan Feeder, Guna Lahan dan Jarak Permukiman serta waktu tempuh
Simpul Penggunaan Lahan Sekitar Simpul
Jarak dgn
Feeder (m)
Kedekatan Dengan Klasifikasi Jaringan
Jalan
Jarak dengan
Permukiman (m)
Waktu Tempu
h (menit)
Kecamatan Wajo
Simpul 1 – Jln. Nusantara Kel.Melayu Baru)
pemukiman padat, pelabuhan, rumah sakit, fasilitas pendidikan, pasar butung dan hotel.
50 Jaringan Kolektor
100 5
Simpul 2 – Jln. Tentara Pelajar (Kel.Melayu)
pasar butung, dan rumah sakit bersalin dan kawasan permukiman padat.
500 Jaringan Kolektor
100 10
Simpul 3 – Jln. Dr.Wahidin Sudiro Husodo (Kel. Ende)
pasar sentral, fasilitas perkantoran.
5 Jaringan Kolektor
50-100 5
Simpul 4 – Jln. Ahmad Yani (Kel. Pattunungan)
tempat wisata (benteng fort rotterdam), fasilitas perkantoran, serta kawasan pemukiman kampung cina.
5 Jaringan Kolektor
100 5
Kecamatan Ujung Pandang
Simpul 5 – Jln. Jendral Sudirman ( Kel. Baru)
pusat bisnis/ perdagangan dan jasa, dan kawasan perkantoran.
300 Jaringan Arteri
100-500 4
Simpul 6 – Jln. Kajoalalido (Kel. Baru)
pusat bisnis/ perdagangan dan jasa, Rumah Sakit dan kawasan perkantoran.
5 Jaringan Kolektor
50 5
Simpul 7 – Jln. Somba Opu (Kel. Bulogading)
perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya/kawasan wisata dan fasilitas pendidikan serta fasilitas perkantoran.
200 meter
Jaringan Kolektor terdekat
100-500 m
100 5
Simpul 8 – Jln. Penghibur (Kel. Maluko)
perdagangan dan jasa, dan kawasan cagar budaya/kawasan wisata serta fasilitas kesehatan (rumah sakit).
180 Jaringan Kolektor
100 6
Simpul 9 – Jln. Sungai Saddang (Kel. Sawerigading)
perdagangan dan jasa, dan pemukiman.
5 -300 Jaringan Kolektor terdekat
100-500 m
100 5
Simpul 10- Jln. Gunung Merapi (Kel. Pisang Utara)
perdagangan dan jasa, dan pemukiman serta berbagai fasilitas sosial lainnya.
100 -200
Jaringan Kolektor
100 5
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2013
Gambar 1, Peta lokasi Studi
Gambar 2, Peta Overlay Simpul dengan
Permukiman
Gambar 3, Analisis Kedekatan dengan
Feeder
Gambar 4, Peta Pengembangan Simpul