41
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG (KKL) PENGGOLONGAN SUBSTANSI DARAH MENGGUNAKAN METODE ELUSI-ABSORPSI DI UNIT KIMIA BIOLOGI FORENSIK LABORATORIUM FORENSIK POLRI CABANG SURABAYA oleh : DEWI ARIMBI AYU LESTARI 0810913025

Revisi Pkl Kelar!!

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Revisi Pkl Kelar!!

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG (KKL)

PENGGOLONGAN SUBSTANSI DARAH MENGGUNAKAN

METODE ELUSI-ABSORPSI DI UNIT KIMIA BIOLOGI FORENSIK

LABORATORIUM FORENSIK POLRI CABANG SURABAYA

oleh :

DEWI ARIMBI AYU LESTARI

0810913025

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2011

Page 2: Revisi Pkl Kelar!!

HALAMAN PENGESAHAN

PENGGOLONGAN SUBSTANSI DARAH MENGGUNAKAN

METODE ELUSI-ABSORPSI DI UNIT KIMIA BIOLOGI FORENSIK

LABORATORIUM FORENSIK POLRI CABANG SURABAYA

DISETUJUI OLEH

PEMBIMBING I

Luluk Muljani

NIP. 03168330

PEMBIMBING II

Sofy Permana, Drs., M.Sc., D.Sc.

NIP. 19680930-199402-1-003

MENGETAHUI

KETUA UNIT KIMIA BIOLOGI FORENSIK

Ir. Fadjar Septi Ariningsih

NIP. 030168330

KETUA JURUSAN BIOLOGI

Widodo, S.si., Ph.D.

NIP. 19730811-200003-1-002

Page 3: Revisi Pkl Kelar!!

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapang (KKL) ini dengan sukses dan lancar. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan jalan terang bagi umatnya.

Laporan KKL yang berjudul ‘Penggolongan Substansi Darah Menggunakan Metode Elusi-Absorpsi di Unit Kimia Biologi Forensik, Laboratorium Forensik POLRI Cabang Surabaya’ ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di bidang Biologi.

Ucapan terimakasih kami sampaikan pada semua pihak yang telah memberikan kontribusi baik dukungan moral maupun spiritual demi suksesnya kegiatan KKL ini hingga selesainya penyusunan laporan ini, antara lain :

1. Widodo, S.si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.

2. Drs. Subagiyanto, M.Si selaku Kepala Laboratorium Forensik POLRI Cabang Surabaya yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk melaksanakan KKL.

3. Sofy Permana, Drs., M.Sc., D.Sc., selaku dosen pembimbing KKL yang telah memberikan bimbingan kepada penulis

4. Ir. Fadjar Septi Ariningsih selaku Kepala Unit Kimia Biologi Forensik yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan KKL

5. Luluk Muljani selaku pembimbing lapang yang telah sabar memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan KKL.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan spiritual dan material.7. Lia Novi Ermawati, S.si., dan Kurniawati S.si selaku mitra bekerja dalam bimbingan

lapang8. Seluruh staf Laboratorium Forensik yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.9. Teman-teman angkatan 2008 yang senantiasa memberikan dukungan dalam suka

maupun duka.

Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan mesih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan KKL ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 24 Februari 2011

Penulis

Page 4: Revisi Pkl Kelar!!

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kriminalitas adalah tindakan melawan hukum yang nampaknya pada masyarakat

sekarang adalah suatu hal yang tidak ditabukan lagi dan biasa, hal ini dapat kita lihat

dengan makin banyaknya berita mengenai kriminalitas di berbagai media. Bahkan tidak

sedikit media tersebut memberikan ruang tersendiri terhadap berita mengenai kriminalitas.

Hal ini merupakan suatu hal yang sangat meresahkan. Hingga kini kriminalitas seolah-

olah menjadi sebuah subculture atau salah satu bagian tersendiri dari budaya masyarakat

Modern yang bukan hanya sebuah penyimpangan sosial.

Belakangan ini semakin marak peristiwa kriminal yang ada dalam lapisan masyarakat.

Kriminalitas bagai kegiatan yang dimungkinkan untuk dilakukan oleh siapa saja. Setiap

tindakan yang dilakukan akan meninggalkan jejak. Selama beberapa tahun, pelaku tindak

kriminal berusaha menutupi dengan jalan menghilangkan tanda bukti yaitu dengan

membersihkan darah dan menghilangkan jejak, namun dengan teknologi yang maju kini

dapat dilakukan identifikasi dini mengenai permasalahan tindak kriminal.

Ilmu forensik memiliki peranan yang penting dalam pengungkapan sebuah tindak

kejahatan yang telah terjadi, terutama terhadap kasus-kasus yang sulit dipecahkan atau

membutuhkan teknik khusus dalam pengungkapannya. Darah adalah komponen penting

dalam pembuktiannya pada peristiwa kriminal dewasa ini. Darah juga berperan penting

bagi tersangka maupun korban kejahatan. Teknologi kini menunjukkan pewarnaan darah

akan dapat menceritakan mengenai posisi dan tindak suatu peristiwa kejahatan. Untuk

menentukan tipe dan karakterisasi darah, tes darah, uji pewarnaan darah dan penyiapan

tanda bukti adalah merupakan hal yang penting dalam Serologi forensik. Hal tersebut juga

perlu dilakukan untuk menganalisis semen, saliva atau cairan tubuh lainnya baik yang

melibatkan tipe DNA maupun tidak.

Hukum forensik dapat memberikan informasi mengenai barang bukti, namun kekuatan

barang bukti dalam suatu tindak pidana adalah tipe golongan darah perseorangan.

Pentingnya dilakukan uji serologi dalam bidang forensik kali ini adalah serologi forensik

dapat dijadikan barang bukti yang kuat dalam memperhitungkan relasi antara orang

tertentu dengan orang yang lainnya. Bahkan kembar identik memiliki kemungkinan DNA

profil yang sama namun memiliki profil antibodi yang berbeda.

Page 5: Revisi Pkl Kelar!!

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana cara mengetahui suatu substansi darah?

2. Bagaimana proses pengujian penggolongan darah kering dengan menggunakan

metode Elusi Absorpsi?

1.3 Tujuan

Tujuan dari Kuliah Kerja Lapang adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kemampuan dalam pengujian substansi darah.

2. Mengetahui proses pengujian penggolongan darah kering.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari Kuliah Kerja Lapang ini adalah :

1. Dapat menerapkan kajian Ilmu Biologi di bidang Serologi Forensik.

2. Menambah pengalaman kerja mahasiswa dalam bidang kesehatan.

3. Memiliki kecakapan dalam penggolongan substansi darah.

Page 6: Revisi Pkl Kelar!!

BAB II

TINJAUAN UMUM

LABORATORIUM FORENSIK POLRI CABANG SURABAYA

2.1 Deskripsi Umum Laboratoratorium Forensik Polda Jawa Timur

Laboratorium forensik adalah salah satu laboratorium penelitian tindak pidana yang

ada di Indonesia. Manfaat Laboratorium Forensik secara umum adalah untuk

menganalisis berbagai macam barang bukti untuk membantu menyidik berbagai kasus

kriminal. Laboratorium forensik pertama yang ada di Indonesia ada di Jakarta yang

berdiri pada tanggal 15 Januari 1954 berdasarkan order KKN No.1/VII/1954 atas perintah

Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Laboratorium Forensik yang ada di Surabaya

didirikan pada tanggal 15 April 1957 yang berdasarkan surat resmi dengan surat

keputusan Kepala Kepolisian Negara No.POL 26/LAB/.

Adapun didirikannya laboratorium forensik memuat beberapa tujuan, yaitu :

1. pembuktian proses tindak pidana dengan dasar ilmu forensik;

2. pembuktian secara ilmiah setiap kasus melalui pemeriksaan tingkat laboratorium

yang dilakukan oleh POLRI;

3. meningkatkan kinerja dan keahlian para ahli untuk menggali dan menerapkan ilmu

forensik terhadap berbagai kasus kriminalitas secara empiris untuk membantu

kepentingan menegakkan hukum.

Selain itu Laboratorium Forensik berperan untuk memeriksa barang bukti dengan

menggunakan macam-macam ilmu forensik antara lain: Kimia Forensik, Toksikologi

Forensik, Balistik dan Metalurgi Forensik, Fisika Forensik, Pemeriksaan Dokumen dan

Uang Palsu Forensik, Fotografi Forensik, Pemeriksaan Dokumen Forensik, dan Biologi

Forensik.

Semakin maju peradaban zaman semakin tinggi tingkat kriminalitas di Indonesia,

maka didirikan cabang-cabang Laboratorium Forensik di Indonesia. Hal ini berdasarkan

Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: SKEP/1176/X/1999, yang tersebar dalam beberapa

wilayah hukum sebagai berikut:

1. Laboratorium Forensik Cabang Medan meliputi Polda NAD, Sumatra Utara, Sumatra

Barat, dan Riau

2. Laboratorium Forensik Cabang Palembang meliputi Polda Jambi, Sumatra Selatan,

Lampung, dan Bengkulu.

3. Laboratorium Forensik Pusat meliputi Polda Metro Jaya dan sekitarnya, Jawa Barat

dan Kalimantan Barat.

Page 7: Revisi Pkl Kelar!!

4. Laboratorium Forensik Cabang Semarang meliputi Polda Jawa Tengah, Daerah

Istimewa Yogyakarta.

5. Laboratorium Forensik Cabang Surabaya meliputi Polda Jawa Timur, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

6. Laboratorium Forensik Cabang Denpasar meliputi Polda Bali, Nusa Tenggara Barat,

Nusa Tenggara Timur.

7. Laboratorium Forensik Cabang Ujung Pandang meliputi Polda Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.

2.1.1 Unit Pemeriksaan Laboratorium Forensik POLRI Cabang Surabaya

a. Unit Kimbiofor

Unit ini diketuai oleh Ir. Fadjar Septi Ariningsih dibantu oleh pokrikkimfor,

pokriknarkobafor, pokrikbiotokfor. Unit ini menangani pemeriksaan berupa

bahan kimia (narkotika, ekstasi, pemalsuan hasil/produk industri); biologi (darah,

sperma, urin, air liur); DNA dan toksikologi (meliputi keracunan / peracunan,

pencemaran limbah industri)

b. Unit Dokupalfor

Unit ini diketuai oleh Ir. Koesnadi MSi. Dibantu oleh beberapa sub unit yaitu

pokrikdofor, pokrikfotofor. Unit ini menangani pemeriksaan teknis TKP dan

analisis laboratorium barang bukti berupa dokumen palsu, produk cetak, tulisan

tangan, sampel, ijasah, kartu kredit, keping CD, dan fotografi untuk membantu

proses penyelidikan tindak pidana.

c. Unit Fisinstrufor

Unit ini diketuai oleh Drs. Joko Siswanto MSi dibantu oleh beberapa sub unit

yaitu pokrikbakarfor, pokrikfisfor, pokrikkinstrufor. Unit ini menangani

pemeriksaan berupa kebakaran, pembakaran, Fisika dan Instrumentasi.

d. Unit Balistik

Unit ini diketuai oleh Ir. Didik Subiyantoro dibantu oleh beberapa sub unit yaitu

pokrikblabfor, pokrikmetfor, pokrik handakfor. Unit ini menangani pemeriksaan

berupa senjata api, peluru, logam palsu, nomor mesin, nomor rangka kendaraan

bermotor, dan bahan peledak.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan pemeriksaan yang jelas,

dilampiri dengan syarat-syarat administrasi yang meliputi Laporan Polisi, Berita

Acara Penyitaan Barang Bukti, Berita Acara Penyisihan Barang Bukti, Berita

Page 8: Revisi Pkl Kelar!!

Acara Pembungkusan dan Penyegelan, dan barang bukti yang mudah rusak diberi

bahan pengawet yang sesuai.

2.1.2 Struktur Organisasi Laboratorium Forensik POLRI Cabang Surabaya

Struktur Organisasi Laboratorium Forensik POLRI Cabang Surabaya disusun

berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/22/VI/2004 tanggal 30 Juni 2004

tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur serta Daftar Susunan Personil dan

perlengkapan Pusat Laboratorium Forensik (PUSLABFOR) Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Struktur Organisasi Laboratorium Forensik Polda Jawa Timur adalah sebagai

berikut:

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Laboratorium Forensik Cabang Surabaya

Pemeriksaan terhadap Barang Bukti harus didahului adanya pengajuan permintaan

Barang Bukti. Adapun yang berwenang mengajukan permintaan pemeriksaan barang

bukti yaitu:

1. Penyidik POLRI

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

3. Polisi Militer (TNI)

KANIT DOK UPALFOR

LAB MADYALAB MUDA

LAB PRATAMA ILAB PRATAMA II

PAMIN

PAUR VERKAUR GAJI

BANUM

BENSATKER

UR MIN UR YAN

PAUR DAL

PAUR MIN

KA TAUD

Kalabfor Cabang Surabaya

Wakalabfor Cabang Surabaya

KANIT BALMETFOR

PAMIN

LAB MADYALAB MUDA

LAB PRATAMA ILAB PRATAMA II

KANIT FISINSTRUFOR

PAMIN

LAB MADYALAB MUDA

LAB PRATAMA ILAB PRATAMA II

KANIT KIMBIOFOR

PAMIN

LAB MADYALAB MUDA

LAB PRATAMA ILAB PRATAMA II

Page 9: Revisi Pkl Kelar!!

4. Kejaksaan / Jaksa

5. Pengadilan Negeri / Hakim

Syarat yang harus dipenuhi untuk pemeriksaan barang bukti adalah:

1. Surat permintaan yang jelas

2 Lampiran surat-surat formal / yuridis / otentik:

a. Laporan Kejadian/ Laporan Polisi / Berita Acara Pemeriksaan TKP / Laporan

Kemajuan

b. Berita Acara Penyitaan Barang Bukti

c. Berita Acara Penyisihan Barang Bukti

d. Berita Acara Pembungkusan dan Penyegelan.

e. Bila hasil otopsi, sertakan visum et repertum, contoh bahan pengawet dalam

kasus yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia

f. Berita acara / surat mengenai keaslian bahan pembanding dalam kasus

pemalsuan hasil industri, pemalsuan dokumen

g. Surat-surat lain yang dianggap perlu

h. Ketentuan ini berlaku untuk semua jenis barang bukti tetapi ketentuan tersebut

dikhususkan berdasarkan jenis barang buktinya.

Page 10: Revisi Pkl Kelar!!

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Forensik

Menurut Sampurna (2003), ilmu forensik adalah ilmu pengetahuan yang

menggunakan multi disiplin dengan menerapkan Ilmu Pengetahuan Alam, Kimia,

Kedokteran, Biologi, Psikologi, dan Kriminologi dengan tujuan membuat terang atau

membuktikan ada dan tidaknya kasus kejahatan pelanggaran dengan memeriksa barang

bukti atau "physical evidence" dalam kasus tersebut. Forensik memiliki beberapa

subdivisi, yaitu :

1. Criminalistics adalah subdivisi dari Ilmu Forensik yang menganalisis dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bukti-bukti biologis, bukti jejak, bukti

sidik (seperti sidik jari, jejak sepatu, dan jejak ban mobil), controlled substances (zat-

zat kimia yang dilarang oleh pemerintah karena bisa menimbulkan potensi

penyalahgunaan atau ketagihan), Ilmu Balistik (pemeriksaan senjata api) dan bukti-

bukti lainnya yang ditemukan pada TKP. Biasanya, bukti-bukti tersebut diproses

didalam sebuah laboratorium (crime lab).

2. Anthropology Forensic adalah subdivisi dari ilmu forensik yang menerapkan Ilmu

Antropologi Fisik (yang mana dalam arti khusus adalah bagian dari ilmu antropologi

yang mencoba menelusuri pengertian tentang sejarah terjadinya beraneka ragam

manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya) dan juga menerapkan ilmu osteologi

(yang merupakan ilmu anatomi dalam bidang kedokteran yang mempelajari tentang

struktur dan bentuk tulang khususnya anatomi tulang manusia) dalam menganalisa dan

melakukan pengenalan terhadap bukti

3. Digital Forensic yang juga dikenal dengan nama Computer Forensik adalah salah satu

subdivisi dari Ilmu Forensik yang melakukan pemeriksaan dan menganalisis bukti

legal yang ditemui pada komputer dan media penyimpanan digital, misalnya seperti

flash disk, hard disk, CD-ROM, pesan email, gambar, atau bahkan sederetan paket

atau informasi yang berpindah dalam suatu jaringan komputer.

4. Enthomology Forensic adalah aplikasi ilmu serangga untuk kepentingan hal-hal

kriminal terutama yang berkaitan dengan kasus kematian. Entomologi Forensik

mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk membantu

memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah

dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain.

Page 11: Revisi Pkl Kelar!!

5. Archaeology Forensic adalah ilmu forensik yang merupakan aplikasi dari prinsip-

prinsip arkeologi, teknik-teknik dan juga metodologi-metodologi yang legal / sah.

Arkeolog biasanya dipekerjakan oleh polisi atau lembaga-lembaga hukum yang ada

untuk membantu menemukan, menggali bukti-bukti yang sudah terkubur pada tempat

kejadian perkara.

6. Geology Forensic adalah ilmu yang mempelajari bumi dan menghubungkannya

dengan ilmu kriminologi. Melalui analisis tanah, batuan, Forensik Geologi dapat

menentukan dimana kejahatan terjadi. Contoh kasus : beton dari sebuah tempat yang

diduga diledakkan kemudian mengalami kebakaran akan memiliki ciri fisik yang

berbeda dengan beton yang hanya terbakar saja tanpa adanya ledakan. Ledakan sebuah

bom, misalnya mungkin akan memiliki perbedaan dengan ledakan dinamit.

7. Meteorology Forensic adalah ilmu untuk merekonstruksi kembali kejadian cuaca yang

terjadi pada suatu lokasi tertentu. Hal ini dilakukan dengan mengambil arsip catatan

informasi cuaca yang meliputi pengamatan suatu permukaan bumi, radar, satelit,

informasi sungai, dan lain sebagainya pada lokasi tersebut. Forensik Meteorologi

paling sering digunakan untuk kasus-kasus pada perusahaan asuransi (misalnya, klaim

gedung yang rusak karena cuaca), pada investigasi kecelakaan mobil (apakah terjadi

kecelakaan karena jalanan yang licin akibat hujan, dsb) atau investigasi pembunuhan

(contohnya apakah seseorang terbunuh oleh kilat ataukah dibunuh).

8. Odontology Forensic adalah Ilmu Forensik untuk menentukan identitas individu

melalui gigi yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik

identifikasi ini bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris

menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan

tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan

terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman

data dibuat secara baik dan benar.

9. Pathology Forensic adalah cabang dari Ilmu Forensik yang berkaitan dengan mencari

penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan pada mayat (otopsi). Ahli patologi

secara khusus memusatkan perhatian pada posisi jenazah korban, bekas-bekas luka

yang tampak, dan setiap bukti material yang terdapat di sekitar korban, atau segala

sesuatu yang mungkin bisa memberikan petunjuk awal mengenai waktu dan sebab-

sebab kematian.

10. Psychiatry Forensic dan Psychology adalah Ilmu Forensik yang menyangkut keadaan

mental tersangka atau para pihak dalam perkara perdata. Ilmu forensik sangat

dibutuhkan jika di dalam suatu kasus kita menemukan orang yang pura-pura sakit, anti

Page 12: Revisi Pkl Kelar!!

sosial, pemerkosa, pembunuh, dan masalah yang menyangkut seksual lainnya seperti

homoseksual, waria, operasi ganti kelamin, pedofilia, dan maniak.

11. Toxicology Forensic adalah penggunaan Ilmu Toksikologi dan ilmu-ilmu lainnya

seperti Analisis Kimia, Ilmu Farmasi dan Kimia Klinis untuk membantu

penyelidikan terhadap kasus kematian, keracunan, dan penggunaan obat-obat

terlarang.

3.2 Serologi Forensik

3.2.1 Darah

Darah terdiri atas dua bagian : unsur berbentuk, atau sel-sel darah, dan plasma

(sesuatu yang berbentuk), cairan tempat sel-sel dalam darah itu terendam. Unsur

berbentuk adalah eritrosit, atau sel darah merah; leukosit, atau sel darah putih, dan

trombosit, atau keping darah (Gambar 1). Diketahui bahwa 55% dari volume darah

terdiri atas plasma. Sebagian besar dari sisa 45% terdiri atas sel darah merah, sel darah

putih, dan keeping-keping darah hanya merupakan kurang dari 1% volume. Plasma

darah mengandung 90% hingga 92% air. Peranan air dalam darah sangat besar, sebab

sebagai pelarut zat, air diperlukan untuk memelihara tekanan darah, kondisi osmotik

dan pengatur panas. Air memiliki kalor jenis tinggi, konduktivitas panas tinggi dan

kalor penguapan laten yang tinggi juga. Sifat-sifat air tersebut itu sangat

menguntungkan dalam hal pengaturan panas. Plasma mengangkut zat nutrisi dari

tempat penyerapan atau pembuatan zat nutrisi, menyebarkannya ke berbagai tempat

dan jaringan. Plasma juga mengangkut metabolisme , yang dikeluarkan dalam darah

oleh organ-organ sekretoris. Darah sebagai sarana penyebaran hormon,

memungkinkan terjadinya pertukaran pesan kimiawi antara organ-organ yang

berjauhan untuk fungsi sel yang normal (Eckert, 1992).

Plasma darah adalah larutan berair yang mengandung substansi dengan berat

molekul kecil atau besar yang merupakan 10% dari volumenya. Protein plasma

merupakan 7% volume dan garam anorganik 0,9%; sisanya 10% terdiri atas beberapa

senyawa organik asam amino, vitamin, hormon, lipoprotein dan lain-lain (Eckert,

1992).

Page 13: Revisi Pkl Kelar!!

Gambar 1. Sel darah dalam sirkulasi (Anonymous, 2010)

3.2.2 Golongan Darah

Tipe golongan darah yang disebut sistem A-B-O, telah ditemukan pada tahun 1901

oleh Karl Landsteiner. Beberapa tahun kemudian dimulai pada tahun 1937, reaksi

antigen-antibodi dalam darah ditemukan. Tahun 1940 Karl Landsteiner dan Wiener

menemukan faktor Rhesus (Rh). Sistem Kell dan Duffy ditemukan oleh Allen dan

Lewis pada tahun 1957, yang mengindikasikan populasi antigen masyarakat Inggris.

Faktor MN ditemukan oeh Landsteiner dan Levine pada ketika melakukan eksperimen

dengan serum kelinci, yang menerima injeksi sel darah merah manusia. Kebanyakan

orang hanya mengenal faktor Rh (Rhesus factor), yang secara teknis disebut D-

antigen. Ada lebih dari 256 antigen dan 23 sistem penggolongan darah yang

didasarkan pada antigen tersebut. Antigen adalah struktur kimia yang melekat pada

permukaan sel darah merah. Sedangkan antibodi adalah protein yang mengambang

pada cairan darah (terutama serum yang berhubungan dengan clotting factor/pembeku

darah) (Boorman dan Barbara, 1966).

Tabel 1. Golongan darah system ABO, antigen dan antibodinya (Dean, 2009)

Golongan darah Antigen pada sel

darah merah

Antibodi dalam serum

A

B

AB

O

A

B

AB

O

Anti-B

Anti-A

Bukan anti-A/anti-B

Anti-A/anti-B

Page 14: Revisi Pkl Kelar!!

Pada tabel diatas terlihat bahwa darah golongan A akan teraglutinasi oleh serum

anti A, golongan B teraglutinasi serum anti B, golongan AB oleh anti-A/anti-B.

Persentase jumlah populasi penduduk dunia sangat berpengaruh terhadap ras dan

variasi geografis. Secara normal jumlah persentase tersebut sebagai berikut (Tabel 2)

Tabel 2. Persentase jumlah penduduk yang mempunyai golongan darah A, B, AB dan O

(Dean, 2009).

O A B AB

43-45%

O+ 39%

O- 6%

40-42%

A+ 35%

A- 5%

10-12%

B+ 8%

B- 2%

3-5%

AB+ 4%

AB- 1%

Diantara ras/suku bangsa golongan A adalah paling banyak ditemukan pada ras

kaukasia, golongan B paling banyak pada ras Asia dan Afrika. Tetapi yang paling

sering dijadikan pegangan adalah distribusi dari komponen Rhesus (Rh), yang

diekspresikan dalam bentuk (+) dan (-) yang ada pada setiap golongan darah dalam

bentuk angka (Dean, 2009).

Tabel 3. Jumlah komponen Rh dalam setiap golongan darah (Dean, 2009)

Golongan Jumlah

O+

O-

A+

A-

B+

B-

AB+

AB-

1 diantara 3 orang

1 diantara 15 orang

1 diantara 3 orang

1 diantara 16 orang

1 diantara 12 orang

1 diantara 67 orang

1 diantara 29 orang

1 diantara 167 orang

Penggolongan darah tersebut mungkin berdasarkan atas tipe protein dan enzim.

Serologi forensik hampir semuanya dilakukan pada nilai typing dari komponen

tersebut. Protein darah dan enzim mempunyai karakteristik “polymorphism” atau

“isoenzyme”, yang artinya mereka selalu hadir dalam beberapa varian, sehingga setiap

kelompok mempunyai sub-type. Kebanyakan orang paling mengenal paling tidak satu

Page 15: Revisi Pkl Kelar!!

bentuk polymorphism dalam darah, yaitu Hemoglobin (Hb), yang menyebabkan

“sickle-cell anemia” (Isbister dan Pittiglio, 1999).

3.2.3 Pemeriksaan Darah pada Kasus Kriminal

Sampel yang didapat pada suatu kasus kriminal dapat dianalisis melalui beberapa

tahapan. Tahapan awal yang harus dilakukan adalah pemeriksaan sampel darah

dengan menggunakan pewarnaan atau uji kristalin (tes Teichmann, tes Takayama dan

tes Weigenhaar). Kemudian tes benzidin diperkenalkan dan menjadi populer sampai

diketahui bahwa bahan tersebut adalah karsinogenik. Kemudian diganti dengan uji

“Kastle-Meyer”, yang digunakan dengan bahan kimia phenolphtalein. Bila berkontak

dengan Hemoglobin, Phenolphtalein membebaskan enzim peroksidase yang

menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi warna pink terang (Mozayani dan

Carla, 2011). Berikut uji Kastle-Meyer (Phenolphtalein) yang menunjukkan uji positif

darah.

Gambar 2. Pemberian Kastle-Meyer pada darah yang memberikan uji positif

berwarna merah muda (Anonymous, 2010).

Untuk mendeteksi warna darah yang hilang, “luminol test” digunakan dimana

luminal yang disemprotkan pada karpet atau furnitur akan terlihat sinar

phosphorescent ditempat gelap bila bahan tersebut terkena noda darah (Gambar 3).

Darah yang mengering pada waktu yang lama akan cenderung mengkristal, atau dapat

dibuat menjadi kristal dengan beberapa perlakuan yaitu dengan campuran garam

(NaCl 0,9%), dimana uji kristal dinamakan tes Teichmann, tes Takayama dan tes

Weigenhaar (Lotter, 2010).

Page 16: Revisi Pkl Kelar!!

Gambar 3. Hasil pemeriksaan darah dengan luminol (Lotter, 2010)

Hasil yang menunjukkan uji positif (darah manusia) dilakukan tahapan

selanjutnya, yaitu untuk mengetahui golongan darah. Ahli forensik harus

mengidentifikasi apakah mereka mempunyai sampel yang cukup kualitasnya. Bila

cukup langsung dilakukan typing dengan menggunakan system A,B,O. Pemeriksaan

golongan darah secara tidak langsung (indirect typing) dilakukan pada pewarnaan

sampel darah kering dengan teknik yang sering digunakan yaitu “absorption-elution

test”. Analisis dilakukan dengan penambahan antibodi-antiserum yang cocok kedalam

sampel yang dianalisis, kemudian dipanaskan untuk memisahkan ikatan antigen-

antibodi, lalu ditambahkan pada sel darah standar (yang sudah diketahui golongan

darahnya) dan dilihat terjadinya koagulasi (Boorman dan Barbara, 1966).

Page 17: Revisi Pkl Kelar!!

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat

Kuliah Kerja Lapang (KKL) yang berjudul ‘Penggolongan Substansi Darah

Menggunakan Metode Elusi-Absorpsi di Unit Kimia Biologi Forensik, Laboratorium

Forensik POLRI Cabang Surabaya’ dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2011 hingga 21

Februari 2011, jam kerja pukul 08.00WIB-15.00 WIB dan bertempat di Laboratorium

Serologi, Unit Kimia Biologi Forensik, Laboratorium Forensik POLRI Cabang Surabaya.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Uji Positif Noda Darah

Peralatan yang dipergunakan dalam pengujian positif noda darah menggunakan

gunting, cawan dan pinset, sedang bahan yang dipergunakan antara lain kertas serap,

kassa dengan noda darah kering, larutan saline (NaCl 0,9%), larutan LMG 0,1%

(Leucomalachite Green) serta larutan H2O2 0,3% (hidrogen peroksida).

4.2.2 Uji Penggolongan Substansi Darah

Peralatan yang dipergunakan dalam pengujian penggolongan substansi darah ialah

mortar, pinset, gunting, pipet tetes, tabung gandeng, tabung reaksi, sentrifus, oven,

kapas penutup, dan papan penegak peralatan lain dalam pengujian titer antisera

digunakan pipa titrasi ‘Micro Dispenser’ serta papan titrasi. Sedangkan bahan yang

dipergunakan adalah kuku (BB no 919), tulang rawan (BB no 207), bercak darah pada

kain sarung (BB no 12) antisera A, antisera B, larutan lektin, larutan saline, larutan

Ery A, B, dan O.

4.3 Teknik Pengambilan Data

4.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan

didata untuk pertama kalinya. Untuk memperoleh data primer dapat dilakukan dengan:

a. Partisipasi Aktif

Mengikuti dan melaksanakan kegiatan secara langsung yang dilakukan oleh

instansi dalam proses pemeriksaan yang meliputi : ikut serta dalam setiap

perlakuan barang bukti, uji positif noda darah, uji presipitasi, pengujian titer

antisera, serta penentuan substansi golongan darah.

Page 18: Revisi Pkl Kelar!!

b. Observasi

Observasi dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap gejala atau fenomena yang dilakukan pemerikasaan, diantaranya adalah

pengamatan secara langsung terhadap penyidikan di Laboratorium Forensik

POLRI Cabang Surabaya yang meliputi kondisi umum lokasi KKL, teknik dan

metode penelitian.

c. Wawancara

Wawancara dilakukan secara sistematis berdasarkan tujuan kegiatan KKL

terhadap narasumber.

4.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diambil secara langsung dari sumber

instansi oleh pemeriksa, misalnya dari majalah, buletin, keterangan tertulis maupun

oral atau publikasi ilmiah lainnya. Dengan demikian data sekunder ini dapat diperoleh

dari lembaga pemerintah, jurnal, instansi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan

KKL.

4.4 Cara Kerja

4.4.1 Alur Pemeriksaan Darah

Darah

Manusia

Bercak LMG (Leucomalachite Green)

+

Presipitasi

Penentuan Golongan Darah

-

+ -

Page 19: Revisi Pkl Kelar!!

4.3.2 Pemeriksaan Noda Darah Menggunakan Elusi-Absorpsi

dipotong kecil, dimasukkan dalam tabung gandeng

ditetesi antisera dalam tabung sesuai A, B, O

ditutup dan diinkubasi 4°C, selama ±16 jam

ditambah saline hingga batas tabung

di sentrifugasi 1000rpm selama 90 detik

dibuang saline

ditambahkan kembali saline hingga batas tabung (berulang hingga 3 kali)

diteteskan 1 tetes saline

dipanaskan 54°C selama 12 menit

ditambahkan 2 tetes Ery ABO yang telah di suspensikan

diinkubasi pada 4°C, selama 1-2jam

diamati aglutinasi

Hasil

Tabung Reaksi ABO

Noda Darah pada Kassa

Page 20: Revisi Pkl Kelar!!

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Prosedur

5.1.1 Uji Positif Noda Darah

Barang Bukti (BB) yang diduga memiliki noda darah dilakukan pengujian dengan

menggunakan 1tetes LMG (Leucomalacite Green) dengan ditambah 1 tetes H2O2

(Hydrogen Peroxide). Noda darah yang berasal dari kain dapat dipotong sebagian

kecil, sedangkan noda yang berasal dari kayu, besi, dan lainnya dapat diserap terlebih

dahulu dengan menggunakan kassa yang terlebih dahulu ditambahkan beberapa tetes

saline (NaCl 0,9%). Kassa yang diberi saline terlebih dahulu bertujuan agar dengan

mudah melepas noda darah pada barang-barang yang diduga memiliki noda darah.

Penggunaan kassa pada penyerapan dikarenakan kassa memiliki pori yang cukup, dan

memiliki daya serap yang baik.

Penggunaan saline penting dalam uji biologis, hal ini dikarenakan NaCl 0,9% ialah

kondisi optimal garam pada uji serologi. Pada tahun 1882 hingga 1883 Jacob

Hamburger’s melakukan studi terhadap lisis sel darah merah secara in vitro yang salah

menunjukkan bahwa terdapat 0,6 garam dalam darah manusia (Awad, dkk. 2008).

Saline juga memiliki pH optimal yaitu 5, steril, serta antimikroba.

5.1.2 Uji Penggolongan Substansi Darah

Pengujian pada penggolongan substansi darah dilakukan pada BB yang memiliki

uji positif darah. BB yang tersedia dipotong kecil dan dimasukkan secukupnya dalam

tabung gandeng. Khusus untuk BB berupa rambut, kuku dan tulang harus dibersihkan

terlebih dahulu dengan menggunakan air mengalir agar BB bersih dari kotoran,

setelahnya direndam dengan larutan Ether dan Alkohol 70%, keduanya dilakukan

sebanyak dua kali selama 15 menit. Hal ini dikarenakan pada BB kuku dan rambut

agar bersih dari kutex maupun cat rambut.

Langkah yang dilakukan kemudian ialah ditumbuk menggunakan mortar hingga

lapisan luar rambut rusak, dan kuku didapatkan hasil setipis mungkin. Hal ini

dilakukan agar substansi yang ada pada rambut maupun kuku dapat berikatan dengan

antigen nantinya secara maksimal.

BB yang telah dipersiapkan dimasukkan dalam tabung gandeng yang telah diberi

kode ABO dan ditambahkan antisera sebanyak satu tetes sesuai dengan kode ABO.

Selanjutnya ditutup dengan menggunakan kapas dan di inkubasi pada suhu 4ºC dalam

Page 21: Revisi Pkl Kelar!!

lemari es, selama ± 16jam agar substansi dalam BB dapat berikatan sempurna dengan

antisera. Selanjutnya tambahkan NaCl 0,9% dan dilakukan sentrifugasi selama 90’

dengan kecepatan 1000rpm agar BB bersih dari antisera yang tidak berikatan.

Setelahnya dibuang dengan cara pipetting, dan diisi kembali dengan saline. Langkah

tersebut dilakukan pengulangan hingga 3 kali (bergantung terhadap banyaknya BB

yang dimasukkan pada tabung gandeng), dengan pencucian akhir menggunakan NaCl

0,9% komersial (cairan infus) yang dipastikan agar BB bersih dari antisera. Setelah

perlakuan sentrifugasi terakhir, saline dibuang , diteteskan 1 tetes saline ke dalam tiap

tabung menggunakan NaCl 0,9% komersial dan ditutup menggunakan kapas.

Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan kedalam oven selama 12 menit dalam

suhu 54ºC yang bertujuan untuk memisahkan ikatan antigen-antibodi kedalam saline.

Kemudian dipersiapkan tabung reaksi yang telah diberi kode A, B dan O dan

diteteskan larutan Ery A, B dan O kedalam masing-masing tabung reaksi. Tabung

gandeng yang telah dipanaskan dalam oven dilakukan pipetting untuk diambil saline

dan diteteskan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi didiamkan pada suhu 4ºC

selama 1 hingga 2 jam agar terjadi koagulasi, dan diamati untuk mengetahui golongan

darahnya.

Prinsip kerja sentrifus adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis

molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat

akan berada di dasar tabung sedangkan substansi yang ringan akan berada di atas

larutan (Hendra, 1989). Dalam uji kali ini, partikel yang tersuspensi akan mengendap

ke dasar tabung dalam pemisahan komponen sel darah dari plasma sehingga hasil

endapan dapat digunakan dalam pemeriksaan selanjutnya, seperti dalam pembuatan

suspensi Eritrosit golongan darah A, B dan O dalam uji elusi absorpsi.

Antisera yang digunakan pada uji substansi kali ini menggunakan anti A serum

dan anti B serum yang umumnya di produksi untuk mengetahui aglutinasi darah.

Menurut Boorman dan Barbara (1966) Aglutinasi terjadi dikarenakan antigen pada sel

darah merah (aglutinogen) bercampur dengan serum yang mengandung antibodi

(agglutinin) dan menyebabkan pengendapan. Sedang penggunaan pada golongan

darah O menggunakan lektin. Lektin adalah tanaman aglutinasi. Lektin memiliki

fungsi dalam penggolongan darah terhadap aglutinasi eritrosit, studi struktural dalam

substansi penggolongan darah, mengidentifikasi spesifitas tipe darah yang baru, serta

mengindikasikan diagnosa suatu sekretor (Bird, 1954).

Page 22: Revisi Pkl Kelar!!

5.2 Analisis Hasil

Darah bukanlah satu-satunya cairan biologis yang biasa dianalisis dalam Laboratorium

Forensik. Materi fetal seperti jasad bayi aborsi, tali pusar, dan jaringan lainnya. Analisa

penggolongan darah juga diperoleh dari sampel saliva. Saliva digunakan untuk

mengetahui keberadaan substansi. Laboratorium forensik menggunakan uji ini untuk

mengetahui keberadaan amilase, dimana banyak ditemukan pada saliva. Amilase juga

ditemukan dalam berbagai cairan tubuh, seperti saliva, darah, keringat, air mata, semen,

air susu dan sekresi vagina, namun terdapat lebih pada saliva (Mozayani dan Carla, 2011).

5.2.1 Uji Positif Noda Darah

Pengujian noda darah pada kasus kriminal dapat berupa darah segar maupun darah

kering. Pada dasarnya darah segar lebih mudah dan relatif cepat dilakukan penggolongan

darah dibanding darah kering. Darah segar mempunyai nilai yang lebih penting daripada

darah kering, karena uji darah segar dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Darah akan

mengering setelak kontak dengan udara luar dalam waktu 3-5 menit. Begitu darah

mengering maka darah akan berubah warna dari merah menjadi coklat kehitaman. Darah

pada kasus kriminal dapat berbentuk genangan darah, tetesan, usapan atau bentuk kerak.

Dari genangan darah akan diperoleh nilai yang lebih baik untuk mendapatkan darah segar.

Darah segar dapat diuji secara langsung menggunakan antisera dan dengan segera

diketahui aglutinasinya, dengan prinsip ikatan antigen-antibodi (Subowo, 2009).

Noda yang diduga darah dapat dilakukan uji menggunakan LMG (Leucomalachite

Green) dengan H2O2 (Hydrogen Peroxide). Hemoglobin mengkatalisis reaksi antara

Hidrogen Peroksida dengan LMG dan mengubah warna hijau pada uji positifnya (Gambar

3). Pada umumnya LMG digunakan sebagai pewarna bakteri, dan endospora dalam sel

dapat terwarnai dengan baik (Hadioetomo, 2000). Pada awalnya, uji positif darah

menggunakan Benzidine namun memiliki dampak karsinogen, sehingga digunakan LMG

dalam proses pemeriksaan noda darah.

Gambar 3. Perubahan warna yang terjadi pada darah ketika berikatan dengan LMG

(Widiatmaka, 2008)

Darah + H2O2 H2O + On

On + LMG Perubahan Warna

Page 23: Revisi Pkl Kelar!!

5.2.2 Uji Penggolongan Substansi Darah

Presipitasi merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu kimia untuk menyatakan

terbentuknya endapan pada dasar tabung reaksi setelah berlangsung reaksi antara bahan-

bahan yang larut. Istilah tersebut dipakai juga dalam serologi untuk menyatakan adanya

agregat senyawa antigen-antibodi (senyawa kompleks imun) yang berkumpul di dasar

tabung reaksi sebagai endapan karena adanya gaya berat. Kadang-kadang senyawa yang

terbentuk tidak dapat mengendap, melainkan melayang-layang seperti awan. Fenomena

ini dinamakan flokulasi, yang akan lenyap apabila tabung digoyangkan. Akan tetapi reaksi

serologis perlu dibedakan secara jelas dengan reaksi yang bersifat non-imunologis yang

menimbulkan agregasi oleh proses fisikokimia semata (Kind, 1960)

Timbulnya presipitasi sangat bergantung pada perbandingan konsentrasi masing-

masing zat yang akan bereaksi. Presipitasi dapat terbentuk apabila terdapat

keseimbangan antara kadar antigen dan antibodi. Seluruh senyawa antigen–antibodi

membentuk anyaman sehingga akan mengendap membentuk presipitasi. Apabila terjadi

ikatan antigen atau kadar antibodi senyawa kompleks imun tidak seimbang, maka tidak

dapat membuat presipitasi (Subowo, 2009).

Keberadaan antigen atau antibodi tertentu dapat dianalisa secara kuantitatif,

pemeriksaan yang paling tepat tentu saja didasarkan pada reaksi primer, sedangkan

apabila kebutuhannya hanya pada tingkat kualitatif dan tidak terlalu cermat, maka

pemeriksaan didasarkan pada reaksi sekunder yang cukup memadai. Bentuk sederhana

dari reaksi sekunder antigen-antibodi yang dilakukan di laboratorium berdasarkan

presipitasi adalah test cincin. Apabila dalam sebuah tabung yang mengandung larutan

antigen dibubuhkan antigen spesifiknya secara hati-hati melalui dinding tabung akan

terbentuk presipitasi yang tidak ada pada dasar tabung, melainkan berbentuk cincin putih

dalam perbatasan dua jenis larutan tersebut. Jika tidak terbentuk kompleks imun, maka

tidak terbentuk cincin (Subowo, 2009).

Gambar 4. Penentuan titer antisera A pada 1/64

Page 24: Revisi Pkl Kelar!!

Aglutinasi sebuah antigen merupakan hasil hubung-silang oleh antibodi yang

bergantung pada perbandingan yang tepat terhadap antibodinya, seperti halnya pada

presipitasi. Gambar 4 memberikan contoh sebuah tes aglutinasi-antibodi dengan antisera

A. Kedalam kesepuluh papan titrasi dibubuhkan Ery A (sel indikator golongan darah A)

dengan pengenceran serial 2 kali lipat yang diawali pengenceran 1/2 dan berakhir pada

1:512. Kemudian ditambahkan suspensi antisera sebanyak 1 tetes. Setelah mengalami

inkubasi beberapa saat, dapat diamati adanya aglutinasi. Dalam hal ini dapat dikatakan

bahwa titer antibodi pada antisera A mempunyai titer sebesar 1:64. Titer pada reaksi

aglutinasi merupakan ekspresi yang didasarkan pada keberadaan antibodi dalam serum

yang dianalisa secara semi kuantitatif dimana dapat dihitung secara empiris namun tetap

membutuhkan kecermatan (Subowo, 2009).

Aglutinasi adalah pengendapan sebagai akibat reaksi antigen-antibodi, namun

antigennya menempel pada permukaan partikel atau sel sebagai bagian integral.

Pembedaan dengan presipitasi menjadi sulit apabila ukuran partikel semakin kecil,

misalnya virus atau makromolekul. Reaksi antara antibodi dengan antigen multivalen

(partikel, sel) menghasilkan hubungan silang berbagai partikel antigen oleh antibodi

dalam bentuk aglutinasi (Guyton, 1997).

Teknik aglutinasi yang digunakan dalam uji elusi-absorpsi merupakan teknik dengan

menggunakan sel yang pada permukaannya terdapat antigen integral dengan membran

selnya. Antigen ini merupakan bagian alami dari sel bersangkutan. Teknik ini

menggunakan eritrosit sebagai pembawa antigen. Faktor yang memengaruhi aglutinasi

adalah :

1. Buffer pH, (konsentrasi ion H+) memiliki pengaruh dalam muatan keseluruhan pada

antigen dan antibodi.

2. Konsentrasi relatif Antibodi dan Antigen, hal ini disebabkan konsentrasi relatif

menentukan kapan aglutinasi terjadi.

3. Lokasi dan Konsentrasi dari partikel antigen, semakin besar nilai antigen, maka

makin erat hubungan silang antar antigen-antibodi.

4. Interaksi elektrostatis antar partikel, memiliki peran penting dikarenakan formasi

lengkap antigen-antibodi berdasar pada ikatan nonkovalen.

5. Konsentrasi elektrolit. Elektrolit (garam atau ion) dibutuhkan dalam proses

aglutinasi. Kekuatan ion dalam peran sebagai buffer berperan penting dalam

aglutinasi beberapa antigen.

Page 25: Revisi Pkl Kelar!!

6. Isotop antibodi. Sekresi IgM (Imunoglobulin M) dengan struktur molekul pentamer

lebih efektif dalam penggumpalan dibanding IgG (Imunoglobulin G) dikarenakan

jarak potensi maksiman antara daerah Fab satu dengan yang lain pada IgM lebih

besar dibanding IgG.

7. Suhu. Beberapa antigen berikatan dengan antibodi pada suhu 37°C, ketika

umumnya 4°C. Antibodi memiliki reaktifitas maksimal pada suhu berkisar 0°C

hingga 10°C yang biasa disebut sebagai cold agglutinins.

(Dean, 2009)

Menurut Boorman dan Barbara (1966) uji elusi-absorpsi yang dilakukan dengan

antibodi yang siap mengalami elusi dengan suhu optimal 56°C harus memiliki titer

antisera yang telah ditentukan yakni 1/16 – 1/32. Antibodi yang mengalami elusi dengan

titer dibawah ketentuan (1/16 -1/32) tidak sesuai dengan metode elusi absorpsi, sedangkan

kadar titer yang tinggi biasanya baik digunakan pada uji titer imun dengan menggunakan

antisera dan aglutinasi campuran. Uji lanjutan dilakukan ketika pencucian sampel,

ditemukan antibodi parsial yang tidak berikatan pada uji elusi-absorpsi, dimana

penggumpalan lebih sering ditemui dan menunjukkan hasil uji positif.

Page 26: Revisi Pkl Kelar!!

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Uji penggolongan substansi darah dengan metode elusi-absorpsi dapat diketahui

golongan darah melalui sampel kuku, rambut, keringat, saliva, dan produk sekresi lainnya.

Alur pemeriksaan positif darah menggunakan LMG (Leuco malachite Green) dengan

hidrogen peroksida menghasilkan warna hijau dengan mengkatalisis hidrogen peroksida.

Apabila bercak darah yang mengandung antigen tertentu dicampur dengan anti sera

terhadap antigen tersebut, maka akan terjadi proses absorpsi yang spesifik, serum anti sera

yang sesuai dengan golongan darahnya akan terikat pada antigen. Absorpsi ini

mengakibatkan titer serum anti tersebut berkurang, sehingga terjadi proses Elusi. Elusi

aktifitas serum ini diukur dengan membandingkan titer yang dihasilkan dari suatu sampel

dengan titer antisera.

Proses absorpsi oleh serum antigen yang disesuaikan dibiarkan sampai optimal,

kemudian serum anti yang bebas (tidak terikat oleh antigen) dibuang dan dilakukan

pencucian agar tidak terdapat serum anti yang bebas. Sel indikator (darah) dengan golongan

yang sesuai ditambahkan dan dipanaskan pada temperatur tertentu (50-56ºC), sehingga

serum anti akan terlepas lagi dari ikatannya dengan antigen dan menyebabkan aglutinasi dari

sel-sel indikator. Pada penambahan sel indikator akan terjadi pengikatan sel-sel tersebut

pada permukaan oleh anti sera, sehingga akan terlihat sel-sel indikator melekat pada

permukaan sampel yang diperiksa.

6.2 Saran

Penulis menyadari bahwasanya terdapat kekurangan yang ada di dalam laporan ini.

Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan penulis demi kemajuan

bersama.

Page 27: Revisi Pkl Kelar!!

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2010. Blood cell. http://www.virtualcentre.com.htm Diakses tanggal 10

Januari 2011

Anonymous, 2010. Forensics Science. http://www.carnicom.com/culture4.htm Diakses

tanggal 10 Januari 2011

Awad, Sherif; Allison Simon P, Lobo Dileep N (April 2008). The history of 0.9% saline.

Clinical nutrition (Edinburgh, Scotland) 27 (2): 179–88.

Bird, G. W. G, 1954. Observations on The Interactions of The Erythrocytes of Various

Species with Certain Seed Agglutinins. Brit. J. Exp, Path. 35: 252-254

Boorman, Kathleen dan Barbara E. Dodd. 1966. An Introduction to Blood Group

Serology. Theory, Techniques, Practical Applications. Little Brown Company:

London.

Dean, Laura.2009.Blood Group and Red Cell Antigen. New York. NCBI Press

Eckert, William G. 1992. Introduction to Forensic Science. New York. Elsevier-CRC

Press

Guyton. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawan. EGC.

Jakarta.

Hendra A. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. Bogor : IPB Press

Isbister, J.P. dan Pittiglio D.H. 1999. Hematologi Klinik. Terjemahan Ronardy, Devy H.

Hipokrates. Jakarta.

Kind, S. S. 1960. Absorption-elution grouping of dried blood smears. Nature 185, 397

Lotter, Karen, 2010. Luminol – Chemiluminescent Blood Detector.

www.suite101.com/article.cfm/chemiluminescent_luminol.htm . Diakses tanggal 10

Januari

Mozayani, Ashraf dan Carla Noziglia, 2011. The Forensics Laboratory Handbook

Procedure and Practice, 2nd edition. Humana Press. London

Page 28: Revisi Pkl Kelar!!

Sampurna, B. dan Samsu Z. 2003. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum.

Pustaka Dwipar. Jakarta

Widiatmaka, wibisana. 2008. Pemeriksaan Laboratorium Forensik. Universitas

Indonesia