13
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PETERNAKAN MELALUI PENDEKATAN CORPORATE FARMING UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL TAmim SuDARYANTo dan ERIZAL JAMAI . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A . Vani 70. Bogor 16161 ABSTRAK Pengembangan usaha peternakan dapat sekaligus meningkatkan ketahanan pangan peternak yang mengusahakannya, apabila peningkatan produktivitas usaha sejalan dengan peningkatan pendapatan peternak . Selama ini peningkatan produksi hasil peternakan belum sepenuhnya dinikmati peternak, karena sebahagian besar dari mereka hanya bergerak pada kegiatan onfarm, dan nilai tambah terbesar justru berada pada kegiatan off farm agribusiness yang lebih banyak dinikmati industri hulu dan hilir seperti industri pakan, pengolahan dan pemasaran . Selain itu besarnya ketergantungan terhadap komponen impor pada pakan menyebabkan usaha ini rentan sekali terhadap berbagai perubahan dalam lingkungan nasional dan global . Dalam upaya memperkuat posisi tawar peternak, maka selain pengembangan diversifikasi usaha, diperlukan wadah yang dapat menyatukan peternak dalam berhadapan dengan industri hilir dan hulu, atau malah mengembangkan kegiatan yang sama dengan yang dilakukan industri hilir dan hulu . Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pengembangan organisasi petani/peternak terbentur sulitnya menyatukan kepentingan mereka dalam satu wadah . Pendekatan melalui pengembangan corporate farming merupakan salah satu alternatif dalam menyatukan peternak . Kelebihan pendekatan ini terletak pada tersedianya manajemen yang diharapkan dapat mencari faktor pengikat ying dapat menyatukan kepentingan petani, serta memperkecil variasi penggunaan input antar peternak/petani dalam mengembangkan usahanya . PENDAHULUAN Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, terutama yang terkait dengan produk peternakan, tidak cukup hanya dilihat dari kemampuan dalam penyediaan produksi hasil ternak seperti telur, susu dan daging, namun juga harus dilihat seberapa jauh usaha peternakan yang dikembangkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat . Peningkatan daya beli melalui peningkatan produktivitas usaha dan pendapatan peternak, dengan sendirinya meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dan sekaligus merupakan pasar yang potensial bagi produk peternakan . Dengan penduduk Indonesia pada tahun 2000 melebihi 200 juta orang, dan sebagian besar masih terlibat dalam sektor pertanian dan pedesaan dalam arti luas, maka pendekatan di atas merupakan pilihan terbaik dalam pengembangan usaha peternakan di Indonesia . Pengalaman selama pemerintahan Orde Baru, pendekatan dalam pembangunan pertanian lebih mengarah pada pengembangan produksi dengan menekankan perhatian pada kegiatan onfarm dan cenderung parsial. Semua berjalan sendiri-sendiri dengan sasaran petani yang sama, dan pencapaian sasaran lebih dilihat pada peningkatan produksi . Hasilnya seperti yang sudah kita ketahui semua, produksi hampir semua produk pertanian, termasuk peternakan mengalami peningkatan, namun pendapatan petani yang mengusahakannya tidak banyak berubah malahan cenderung makin menurun secara riil . Persoalannya, karena nilai tambah terbesar dari usaha yang dikembangkan petani justru berada di sektor hilir atau off farm agribusiness (SA .RAGIH, 1995), yang justru tidak dinikmati petani . 35

pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

  • Upload
    dodang

  • View
    234

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PETERNAKANMELALUI PENDEKATAN CORPORATEFARMING

UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

TAmim SuDARYANTo dan ERIZAL JAMAI.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A . Vani 70. Bogor 16161

ABSTRAK

Pengembangan usaha peternakan dapat sekaligus meningkatkan ketahanan pangan peternakyang mengusahakannya, apabila peningkatan produktivitas usaha sejalan dengan peningkatanpendapatan peternak . Selama ini peningkatan produksi hasil peternakan belum sepenuhnya dinikmatipeternak, karena sebahagian besar dari mereka hanya bergerak pada kegiatan onfarm, dan nilaitambah terbesar justru berada pada kegiatan offfarm agribusiness yang lebih banyak dinikmatiindustri hulu dan hilir seperti industri pakan, pengolahan dan pemasaran . Selain itu besarnyaketergantungan terhadap komponen impor pada pakan menyebabkan usaha ini rentan sekali terhadapberbagai perubahan dalam lingkungan nasional dan global . Dalam upaya memperkuat posisi tawarpeternak, maka selain pengembangan diversifikasi usaha, diperlukan wadah yang dapat menyatukanpeternak dalam berhadapan dengan industri hilir dan hulu, atau malah mengembangkan kegiatanyang sama dengan yang dilakukan industri hilir dan hulu . Pengalaman selama ini menunjukkanbahwa pengembangan organisasi petani/peternak terbentur sulitnya menyatukan kepentingan merekadalam satu wadah . Pendekatan melalui pengembangan corporate farming merupakan salah satualternatif dalam menyatukan peternak . Kelebihan pendekatan ini terletak pada tersedianyamanajemen yang diharapkan dapat mencari faktor pengikat ying dapat menyatukan kepentinganpetani, serta memperkecil variasi penggunaan input antar peternak/petani dalam mengembangkanusahanya .

PENDAHULUAN

Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, terutama yang terkait dengan produkpeternakan, tidak cukup hanya dilihat dari kemampuan dalam penyediaan produksi hasil ternakseperti telur, susu dan daging, namun juga harus dilihat seberapa jauh usaha peternakan yangdikembangkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat . Peningkatan daya beli melaluipeningkatan produktivitas usaha dan pendapatan peternak, dengan sendirinya meningkatkanketahanan pangan masyarakat dan sekaligus merupakan pasar yang potensial bagi produkpeternakan . Dengan penduduk Indonesia pada tahun 2000 melebihi 200 juta orang, dan sebagianbesar masih terlibat dalam sektor pertanian dan pedesaan dalam arti luas, maka pendekatan di atasmerupakan pilihan terbaik dalam pengembangan usaha peternakan di Indonesia .

Pengalaman selama pemerintahan Orde Baru, pendekatan dalam pembangunan pertanian lebihmengarah pada pengembangan produksi dengan menekankan perhatian pada kegiatan onfarm dancenderung parsial. Semua berjalan sendiri-sendiri dengan sasaran petani yang sama, dan pencapaiansasaran lebih dilihat pada peningkatan produksi . Hasilnya seperti yang sudah kita ketahui semua,produksi hampir semua produk pertanian, termasuk peternakan mengalami peningkatan, namunpendapatan petani yang mengusahakannya tidak banyak berubah malahan cenderung makin menurunsecara riil . Persoalannya, karena nilai tambah terbesar dari usaha yang dikembangkan petani justruberada di sektor hilir atau offfarm agribusiness (SA.RAGIH, 1995), yang justru tidak dinikmati petani .

35

Page 2: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000

Selain itu, karena pendekatannya parsial, sumberdaya yang ada disekitar petani tidak dapatdimanfaatkan secara optimal.

Pada Kabinet Persatuan sekarang ini dilakukan perubahan dengan menekankan padapendekatan agribisnis, dan mulai ada pemikiran melihat pengembangan suatu komoditi secara utuh .Selain itu keterkaitan antara satu komoditi dengan komoditi lainnya juga mulai diperhatikan,sehingga dihasilkanlah beberapa pemikiran tentang keterpaduan pengembangan suatu kawasan.Konsep pengembangan usaha peternakan terpadu, yang melihat pengembangan ternak ayam rasdalam kaitannya dengan industri hilir clan hulu sudah lama dilontarkan oleh Dr . Soehaclji, mantanDirjen Peternakan dengan konsepnya tentang KINAK (Kawasan Industri Peternakan). Kendalautama yang dihadapi adalah sulitnya menyatukan berbagai usaha yang ada dalam menghadapi pasardan pesaing, sehingga bargainingposition peternak tetap lemah.

Pada masa yang akan datang pengembangan pertanian dalam arti luas, termasuk peternakan didalamnya, tidak mungkin lagi dilakukan secara parsial, dan pendekatannya lebih pada optimalisasipemanfaatan sumberclaya kawasan. Untuk itu dibutuhkan organisasi petani yang kuat, yang dapatmengayomi kepentingan petani dalam upaya peningkatan produktivitas usaha dan pendekatanmereka, sehingga pada akhirnya mereka memiliki ketahanan pangan yang baik . Corporate Farmingmerupakan salah satu alternatif kelembagaan yang cocok untuk itu .

Uraian dalam makalah ini akan didahului oleh paparan tentang kinerja usaha peternakan clanuraian tentang pentingnya pendekatan agribisnis dalam pembangunan pertanian yang berorientasiketahanan pangan . Selanjutnya dikemukakan berbagai persoalan yang dihadapi bila konsep itudirealisasikan clan pada bagian terakhir diuraikan beberapa alternatif pemecahan, terutama yangterkait dengan konsep Corporate Farming yang berbasis komoditas peternakan .

KINERJA USAHA PETERNAKAN SELAMA KRISIS

Besarnya ketergantungan terhadap bahan baku impor, dalam pengadaan pakan ternak,merupakan persoalan utama yang dihadapi peternak selama sepuluh tahun terakhir, terutamapeternak ayam broiler clan pedaging. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tiga tahun terakhirmakin menyulitkan posisi peternak. Sebagai gambaran seperti diungkapkan SOEDJANA et al. (2000),selama 11 bulan (Agustus 1997-Juni 1998), harga eceran pakan lengkap untuk broiler meningkathampir empat kali lipat dari Rp.765/kg menjadi Rp.2800/kg . Kondisi ini menyebabkan banyak usahapeternakan ayam yang terpaksa menutup usahanya, dan produksi telur dalam negeri turun sekitar10,4 persen selama tiga tahun terakhir .

Keadaan yang sama dihadapi oleh usaha peternakan sapi perah dan sapi potong, yangmengimpor sapi bakalan. Populasi sapi potong pada beberapa perusahaan penggemukan menuruntajam, sehingga ada usaha penggemukan yang terpaksa tutup. Produksi daging selama 1996-1998menurun dari 1 .632,2 ribu ton pada tahun 1996, menjadi 1 .472,3 ribu ton pada tahun 1998 (Tabel 1) .Pada usaha peternakan sapi perah, terjadi penurunan populasi sapi perah, karena terbatasnyapengadaan bakalan impor. Karenanya ketergantungan terhadap susu impor tetap saja tinggi .

Sejalan dengan keadaan di atas, terjadi peningkatan harga jual produk peternakan di pasar.Sementara itu masyarakat termasuk peternak mengalami penurunan daya belinya, sehingga konsumsiproduk peternakan cenderung menurun (Tabel 2) . Banyak pelajaran berharga yang dapat diperolehselama krisis ekonomi tiga tahun terakhir, antara lain betapa rapuhnya usaha peternakan yang aclakarena besarnya ketergantungan terhadap komponen impor, baik itu terkait dengan pakan ataupunbakalan. Hal pokok lainnya adalah pengembangan peternakan selama ini tidak didasarkan pada basis

36

Page 3: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

sumberdaya lokal, serta pengembangan ternak lokal seperti itik, ayam buras kurang mendapatperhatian . Selain itu penggalian sumber pakan lokal, terutama untuk sapi potong, belum dilakukansecara maksimal. Sebagai contoh upaya pemenfaatan jerami sebagai pakan pada sistem usahaterintegrasi antara tanaman dan ternak belum berkembang sebagaimana yang diharapkan .

Tabel 1 . Produks1, impor, dan permintaan daging, telur, dan susu di Indonesia (x 1000 ton), 1969-1998

Sumlur : DITJENNAK, 1998 dalam SOEDJANA (2000)

Seminar Nasional Pefernakan dan Veteriner 2000

37

ThnProd .

DagingImpor Permin . Prod.

TelurImpor Permin . Prod .

SusuImpor Permin.

1969 309,3 2,1 311,4 57,7 0,1 57,8 28,9 149,0 177,91970 313,6 6,0 319,6 58,6 0,1 58,7 29,3 198,5 227,81971 332,2 1,0 333,2 68,4 0,1 68,4 35,8 186,6 222,4

1972 366,2 1,3 367,5 77,5 0,1 77,6 37,7 168,4 206,11973 379,4 1,6 381,0 81,4 0,1 81,5 35,0 168,9 203,91974 403,1 2,1 405,2 98,1 0,1 98,2 49,5 200,4 249,91975 435,0 1,0 436,0 112,2 0,1 112,3 44,5 209,7 254,21976 448,9 1,4 450,3 115,6 0,1 115,7 49,2 328,6 377,81977 467,7 1,3 469,0 131,4 0,1 131,5 52,8 365,2 418,01978 474,6 1,7 476,3 151,0 0,1 151,1 54,2 440,3 494,51979 486,5 1,6 488,1 164,5 0,2 164,7 58,5 474,2 532,71980 571,3 1,6 572,9 262,6 O,l 262,7 68,6 594,3 662,91981 596,0 2,2 598,2 275,2 0,2 275,4 75,1 521,1 596,21982 628,5 2,6 631,1 297,0 0,2 297,2 _ 102,1 536,0' 638,11983 651,5 2,9 654,4 316,0 0,1 316,1 124,5 393,7 518,21984 742,2 2,2 744,4 355,3 1,5 356,8 160,6 462,2 622,81985 808,9 l,l 810,0 369,9 0 369,9 188,6 353,1 541,71986 879,0 1,5 880,5 437,2 0 437,2 179,2 392,7 571,91987 895,5 1,7 897,2 451,5 0 451,5 205,5 452,7 658,21988 937,0 1,6 938,6 443,1 0 443,1 236,8 497,8 734,61989 971,1 2,0 973,1 456,2 0 456,2 295,9 365,2 661,11990 1027,7 4,0 1031,7 484,0 0 484,0 317,4 304,0 621,41991 1099,2 6,0 1105,2 510,4 0 510,4 299,2 507,8 807,01992 1239,2 12,0 1251,2 572,3 0 572,3 295,7 514,4 810,11993 1378,3 10,0 1388,3 572,9 0 572,9 339,0 446,8 785,81994 1492,9 15,6 1508,5 668,6 0 602,8 373,3 533,2 906,51995 1507,1 22,0 1530,2 736,0 0 645.8 379,2 974,7 1353,91996 1632,2 29,0 1661,2 779,8 0 687,8 386,0 739,4 1125,41997 1555,1 33,4 1588,5 765,0 0 691,8 357,2 692,8 1050,01998 1472,3 15,6 1488,4 599,9 0 527,9 341,7 692,9 1034,6

Page 4: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Tabel 2. Konsumsi per kapita produk daging, telur, clan susu per tahun clan per had di Indonesia, 1969-1998

Sumber : DITiENNAK, 1998, dalam SOEDIANA (2000).

Hal lainnya yang menyebabkan rapuhnya usaha peternakan yang dikembangkan masyarakatadalah, sebagian besar peternak hanya bergerak pada kegiatan pemeliharaan (onfarm) saja,sementara inclustri hulu clan hilir dikuasai oleh beberapa perusahaan kuat . Sehingga stabilitas usahasangat rapuh, clan ketergantungan terhadap perusahaan besar tinggi sekali serta penghasilan yangditerima peternak kecil dan fluktuatif.

Menurut SIMATUPANG (1995) struktur agribisnis peternakan di Indonesia dapat digolongkansebagai tipe dispersal, yang dicirikan tidak adanya hubungan organisasi fungsional antara setiap

3 8

Seminar Nasional Pelernakan clan Veteriner 2000

Thn Konsumsi per kapita/thn (kg) Konsumsi per kapita/hari (g)Daging Telur Susu Total Daging Telur Susu Total

1969 2,74 0,23 1,46 4,43 1,20 0,10 0,10 1,401970 2,70 0,23 1,82 4,75 1,20 0,10 0,10 1,401971 2,80 0,29 1,70 4,79 1,10 0,10 0,40 1,601972 3,02 0,35 1,73 5,10 1,20 0,20 0,20 1,601973 3,06 0,35 2,64 6,05 1,42 0,13 0,14 1,691974 3,18 0,45 1,96 5,59 1,48 0,16 0,18 1,821975 3,34 0,50 1,95 5,79 1,27 0,15 0,19 1,611976 3,37 0,52 2,82 6,71 1,29 0,15 0,27 1,711977 3,42 0,80 3,06 7,26 1,25 0,26 0,29 1,801978 3,41 ", 0,88 3,53 7,82 1,25 0,27 0,41 1,931979 3,46 0,94 3,72 8,12 1,21 0,37 0,36 1,941980 3,92 1,44 4,36 9,72 1,40 0,43 0,42 2,251981 4,00 1,50 3,08 8,58 1,43 0,45 0,38 2,261982 4,12 1,58 4,17 9,87 1,41 0,51 0,37 2,291983 4,32 1,66 3,88 9,86 1,44 0,53 0,29 2,261984 4,64 1,84 3,90 10,38 1,55 0,58 0,34 2,471985 4,95 1,88 3,31 10,14 1,63 0,64 0,28 2,551986 5,37 2,13 3,43 10,93 1,70 0,67 0,30 2,671987 5,27 2,20 3,38 10,85 1,74 6,74 0,34 2,821988 5,40 2,10 4,20 11,70 1,76 0,70 0,37 2,831989 5,69 2,12 3,72 11,53 1,80 0,72 0,33 2,851990 5,70 2,31 3,44 11,45 1,86 0,74 0,30 2,901991 5,99 2,40 4,46 12,85 1,95 0,77 0,38 3,101992 6,78 2,73 4,39 13,90 2,15 0,86 0,38 3.391993 7,40 2,69 4,23 14,32 2,40 0,86 0,37 3,631994 7,83 3,16 4,75 15,74 2,54 1,00 0,42 3,961995 7,90 3,33 6,99 18,22 2,52 1,06 0,61 41,91996 8,41 3,49 5,72 17,62 2,70 1,11 0,50 4,311997 7,95 3,46 5,25 16,65 2,57 1,10 0,46 4,131998 7,34 2,60 5,10 15,04 2,36 0,82 0,44 3,62

Page 5: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

tingkatan usaha. Jaringan agribisnis hanya diikat dan dikoordinir oleh mekanisme pasar, hubunganantara sesama pelaku agribisnis praktis bersifat tidak langsung dan impersonal, sehingga masing-masing hanya memikirkan kepentingan sendiri. Pada usaha peternakan pola agribisnis dispersal inidiperburuk oleh berkembangnya asosiasi pengusaha horizontal yang bersifat asimetri dan cenderungberfungsi sebagai kartel. Sifat asimetri terlihat dari tiadanya asosiasi para pelaku bisnis yang efektifdi tingkat petani, sementara asosiasi pelaku bisnis di tingkat hulu dan hilir (industri pakan,pengolahan, pedagang dan eksportir) sangatlah kuat .

Keadaan di atas menurut SIMATUPANG (1995) menimbulkan masalah transmisi (pass throughproblems), yang menyebabkan terjadinya transmisi harga yang tidak simetris, penurunan hargaproduk ditransmisikan dengan cepat ke petani, sedangkan kenaikan ditransmisikan dengan lambat .Selain itu, informasi pasar, tentang preferensi konsumen, dijadikan alat untuk memperkuat posisimonopsonistik dan monopolistik oleh agribisnis hilir (BELL dan TAI, 1969 ; WHARTON, 1962 dalamSIMATUPANG, 1995).

PENGEMBANGAN PETERNAKAN BERORIENTASI KETAHANAN PANGAN

Pengembangan usaha peternakan berorientasi ketahanan pangan dapat dicapai apabila kegiatanusaha petemakanyang dikembangkan selain dapat meningkatkan produktivitas usaha, juga menjamintercukupinya kebutuhan keluarga peternak dari usaha tersebut. Hal ini hanya mungkin dapatdilakukan bila peternak dapat memanfaatkan setiap nilai tambah yang ditimbulkan dari usaha yangdikembangkannya dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada disekitarnya melaluidiversifikasi usaha. Uraian berikut mencoba melihatnya dalam kaitannya dengan diversifkasi usahadan pentingnya kebersamaan peternak dalam agribisnis .

Diversifikasi usaha

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

Sistem usahatani teringerasi antara tanaman dan ternak, merupakan salah satu upaya untukmemacu pengembangan sektor peternakan, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya disuatu kawasan. Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian merupakan interaksi antara berbagaifaktor yang bekerja di dalam usaha pertanian. Penggunaan sumberdaya usahatani yang optimumlebih mudah dicapai melalui diversifikasi cabang-cabang usaha (HARWOOD, 1979). Azaskomplementer di dalam penerapan berbagai keunggulan pengelolaan usaha pertanian, yangmenghasilkan interaksi positif, merupakan landasan dasar bagi pengembangan diversifikasi usahadalam pertanian terpadu.

Dalam rangka meningkatkan pembangunan pertanian kawasan lahan usahatani, maka tersediaalternatif teknologi untuk memperbaiki produktivitas lahan serta meningkatkan pendapatan petanimelalui penerapan teknologi sistem usaha pertanian berbasis ternak. Ditempatkannya ternak sebagaibasis dalam sistem usaha pertanian, mengingat bahwa peranannya disamping sebagai sumberpendapatan harian, juga sebagai salah satu mata rantai di dalam siklus perjalanan unsur hara dalamproses produksi usaha pertanian (PUSLITNAK, 2000). Bahan organik tanah merupakan bagian integraldari tanah dan memegang peranan penting serta menentukan sifat fisik serta kimia tanah. Bahanorganik dalam tanah perlu dipertahankan pada tingkat kadar yang menguntungkan bagi pertumbuhantanaman.

Diversifikasi usaha pertanian tersebut di atas tentunya harus diarahkan menuju pertanianberkelanjutan dengan input luar rendah (LEISA). LEISA merupakan suatu pilihan yang layak bagibanyak petani dan bisa melengkapi bentuk-bentuk produksi pertanian lain . Karena sebagian besar

39

Page 6: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

petani tidak mampu untuk memanfaatkan input buatan atau penggunaannya dalam jurnlah yangbesar, maka perhatian perlu dipusatkan pada teknologi yang bisa memanfaatkan sumberdaya lokalsecara efisien .

Pengembangan sapi potong di kawasan pengembangan tanaman padi merupakan satu contohyang menarik untuk ditelaah. Menurut ADNYANA (2000) dari setiap hektar lahan sawah dapatdihasilkan 6-8 ton jerami padi per musim tanam, dengan variasi berdasarkan varietas dan lokasipenanaman . Jerami padi ini dapat digunakan untuk pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjangtahun . Sehingga pada lokasi yang mampu panen 2 kali setahun akan tersedia pakan berserat untuk 4-6 ekor sapi.

Selain jerami pakan sapi dapat diusahakan dengan pemanfaatan pematang sawah, yang luasnyasekitar 5 persen dari luas sawah, dan dapat dmnfatkan untuk ditanami rumput pakan sapi . Pakanini bersifat komplemen terhadap jerami ditambah dedak dari hasil penggilingan padi . Sementara itukotoran sapi merupakan pupuk organik yang sangat dibutuhkan sawah (Gambar 1) . Hasil penelitianBPTP Karangploso seperti yang dikutip KOMPAs (September 2000) menyebutkan bahwa sawah diJawa Timur dan Indonesia umumnya sudah miskin bahan organik. Agar nilai tambah dari usaha inidapat dinikmati petani dan peternak, maka seyogiyanya industri hulu (pengadaan saprodi dansapronak) dapat dikuasai petani, demikian juga pemasarannya .

Sumber: ADNYANA (2000)

Seminar Nasionat Pelernakan dan Veteriner 2000

Gambar 1 . Model integrasi usahatani dan usaha ternak (crop-animal system)

Dari sini terlihat bahwa pengembangan peternakan dalam satu kawasan merupakan salah satucara dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya, dan meningkatkan nilai tambah pada produk

40

Page 7: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

yang dihasilkan petani . Selain itu, pola-pola semacam ini sangat kenyal sekali menghadapi berbagaiperubahan, baik pada tingkat lokal ataupun global sekalipun.

Kebersamaan dalam agribisnis peternakan skala kecil

Bagian terbesar dari usaha peternakan berada pada skala kecil yang diusahakan oleh rumahtangga petani atau peternak . Usaha ini umumnya bersifat sampingan dan dengan intensitaspengusahaan masih rendah. Berdasarkan kondisi ini maka pengembangan usaha peternakan skalakecil perlu mendapat perhatian utama. Menurut SARAGIH (1995) usaha agribisnis skala kecilmemiliki keunggulan karena :

1)

Relatif tidak memerlukan banyak modal investasi terutama yang bergerak di bidang jasa.

2)

Usaha agribisnis skala kecil dapat bergerak luwes menyesuaikan diri dalam situasi yangberubah.

3)

Perubahan selera konsumen dari produk-produk tahan lama yang dihasilkan secara masal keproduk yang lebih manusiawi, lebih tepat dilayani oleh usaha kecil .

Tekah dengan upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha kecilakan dengan sendirinya meningkatkan daya beli masyarakat, melalui perluasan kesempatan kerja dipedesaan. Agar pengembangan agribisnis ini dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatanpetani atau peternak kecil, maka dalam pengembangan memerlukan kejelian dalam memilihkomoditas unggulan. Untuk itu tersedianya informasi pasar yang memadai merupakan dasar bagipengembangan usaha (Gambar 2). Agar usaha kecil ini mempunyai bargaining position yang kuatdalam berhubungan dengan industri hulu dan hilir, maka kebersamaan mereka dalam satu wadahorganisasi menjadi mutlak adanya.

Untuk pengembangan kebersamaan diantara pelaku agribisnis ini, SIMATUPANG (1995)memaparkan bahwa dalam era globalisasi, kunci keberhasilan pembangunan pertanian terletakditangan para pengusaha yang bergerak dalam agribisnis hulu dan hilir (pakan, agroindustri daneksportir), dan bukan ditangan petani . Karena itu upaya yang disarankan SIMATUPANG adalahpengembangan Unit Agribisnis Industrial Pola Koordinasi Vertikal, dimana pengusaha yangbergerak di hulu clan hilir melakukan koordinasi pada unit agribisnis dari hulu hingga ke petanidalam suatu wadah kuasi organisasi internal .

Direktorat Jenderal Peternakan pada awal tahun 1990-an pernah menerapkan konsep KawasanIndustri Peternakan (KINAK), terutama dimaksudkan untuk menjamin keberadaan usaha peternakanayam skala kecil . Pengembangan pola KINAK didasarkan pada azas manfaat, mitra usaha,keterpaduan dan lingkungan . Pada saat itu pola KINAK dikembangkan atas tiga bentuk yaituKINAK Peternakan Rakyat Agribisnis, KINAK Perusahaan lnti Rakyat dan KINAK Sentra UsahaPeternakan Ekspor . Pembedaan dilakukan berdasarkan eratnya keterkaitan dengan industri hilir danhulu, serta sasaran produksi . Pada saat itu yang berkembang adalah KINAK Peternakan RakyatAgribisnis, khususnya untuk ayam broiler, yang lain relatif tidak berkembang karena bagiperusahaan besar lebih menguntungkan melakukan integrasi vertikal sendiri yang menyatukan usahabudidaya . pemasaran, pembuatan pakan dan pembibitan ayam. Komitmen untuk mengembangkanusaha secara bersama belum terbina dengan baik.

Page 8: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

42

Sumber: ADNYANA (2000)

Gambar 2 . Alur dalam pengembangan agribisnis berbasis usaha petemakan

PENGALAMAN DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI PETANI

Pentingnya pengembangan wadah yang memungkinkan petani untuk bekerjasama dalammengeliminir berbagai kelemahan yang mereka miliki sudah banyak diungkapkan berbagai kalangan .Berkaitan dengan itu, SARAGIH (1995) mengatakan :

Dalam hal ini, petani serta usaha agribisnis dan agroindustri berskala kecil membutuhkanorganisasi yang dapat memperjuangkan nasib mereka dalam konteks pemikiran don konsepagribisnis . Organisasi petani tersebut perlu dibangun dalam dimensi integrasi vertikal sistemagribisnis serta mampu memberikan layanan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapipelaku usaha agribisnis dalam hal manajemen don kewirausahaan, modal, dan teknologi, melaluipenciptaan mekanisme hubungan antara pelaku (don colon pelaku) usaha agribisnis denganberbagai kelembagaan penunjang lain,

Dengan adanya organisasi ini, kegiatan yang dilakukan petani atau petemak tidak hanya padausaha onfarm, tapi juga pada kegiatan nonfarm dan offfarm. Sehingga nilai tambah dari produkyang dihasilkan petani lebih banyak kembali kepada petani, agar pendapatan mereka dapatmeningkat.

Menyatukan beberapa usaha skala kecil dalam satu organisasi yang solid bukanlah suatupekerjaan yang mudah . Apalagi menyatukan usaha petani dengan pengusaha yang bergerak di huludan hilif seperti yang disarankan SIMATUPANG (1995) . Pengalaman selama ini dalam pengembangan

Page 9: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

kelembagaan peningkatan produksi secara intensif dilakukan oleh pemerintah dalam pengembangankelembagaan padi . Kelembagaan peningkatan produksi padi yang dilakukan secara intensif dankomprehensif oleh pemerintah dimulai tahun 1958 dengan mendirikan BPMT (Bahan ProduksiBahan Makanan dan Pembukaan Tanah) di bawah Departemen Pertanian melalui program PadiSentra dan IM (Intensifikasi Massal) yang dikelola oleh Jawatan Pertanian Rakyat. Untukmenggerakkan partisipasi petani dibentuk KOGM (Komando Operasi Gerakan Makmur-Inpres1/1959) yang dipimpin Presiden di fngkat Pusat dan Kepala Daerah di daerah. Selanjutnya dalamrangka swasembada beras, di Jawa Barat telah dibentuk pula OPSSB (Organisasi PelaksanaSwasembada Beras) . Ternyata pengorganisasian model Padi Sentra dan IM dengan dukunganKOGM dan OPSSB dinilai kurang berhasil . Kemudian diganti dengan kelembagaan BIMAS(Bimbingan Massal) yang merupakan sistem bimbingan penerapan panca usaha oleh petani melaluipenyuluhan yang dilengkapi dengan paket sarana produksi, perkreditan dan pemasaran hasil .

Pengembangan kelembagaan di atas ditujukan untuk meningkatkan aliran teknologi dan modalsebagai faktor peningkatan produktivitas yang berasal dari luar wilayah pertanian melaluipengembangan delivery system. Delivery systems tersebut diharapkan juga mampu menjamin arusbalik yaitu pemasaran hasil pertanian ke luar wilayah pertanian . Pengembangan kelembagaan di atasdilaksanakan berdasarkan paradigma Mosh-r mengenai pentingnya delivery systems untukmeningkatkan produktivitas sekaligus mentransformasikan pertanian tradisional menjadi pertanianmaju yang progresif.

Paradigma Mosher tentang delivery systems meyakini tentang pentingnya teknologi dan modaluntuk meningkatkan produktivitas, sehingga diperlukan pengembangan insentif ekonomi untukmengembangkan teknologi dan modal di wilayah pertanian . Dengan pemikiran demikian, makacukup beralasan bagi Mosher untuk mengembangkan konsep delivery systems untuk memacupertumbuhan produksi sekaligus pertumbuhan ekonomi wilayah pertanian .

Upaya di atas Trnyata kurang berhasil karena kelembagaannya dibangun berdasarkan sistemsosial formal sehingga komunikasi kepemimpinannya bersifat lugas formal, fdak mempunyai sifatkeakraban yang menjadi ciri interaksi sosial kelompok kecil yang anggotanya saling mengenal satusama lainnya . Sistem sosial formal tersebut Trnyata fdak cukup untuk menumbuhkan motivasi dankendali sosial serta partisipasi petani untuk menggali produktivitas potensial, sehingga terjadilahlevelling off dini produksi padi pada periode 1974-1997 . Levelling off dini tersebut terjadi karenakurangnya partisipasi petani dalam menerima teknologi dan modal untuk peningkatan produktivitas .Dengan kata lain levelling offdini tersebut merupakan kekuatan sosial yang terpendam dan dapatdiubah menjadi kekuatan yang aktual melalui peningkatan partisipasi petani secara massal dalampenerapan teknologi baru pada usahataninya (PRAKOSA, 2000) .

Pola partisipasi petani secara massal yang ditawarkan ADJID (1985) melalui paradigmareceiving systems adalah pola partisipasi secara berkelompok sehamparan yang bercirikan interaksiakrab diantara anggotanya untuk bekerja sama mengelola usahataninya dengan menerapkan pancausaha lengkap . ' Pengembangan kerjasama kelompok sehamparan (group farming) itulah yangmerupakan paradigma receiving systems dari ABDUL ADJID yang selanjutnya dioperasionalkan dalamprogram INSUS (Intensifikasi Khusus) . Ternyata program INSUS tersebut mampu mengatasiterjadinya levelling offdini dan mampu mendongkrak produktivitas padi tahun 1980 dan tercapainyaswasembada beras pada tahun 1984 .

Salah satu asumsi dalam paradigma receiving systems mengenai kerjasama kelompoksehamparan adalah adanya pengaruh yang kuat dari kelompok terhadap individu, sehingga fngkahlaku individu benar-benar mampu merefleksikan fngkah laku kelompok yang diharapkan mengelola

43

Page 10: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

usahataninya dengan menerapkan panca usaha lengkap . Dengan demikian, kelompok sehamparanmerupakan agen pembaharu pertanian tradisional menjadi pertanian moderen. Namun kenyataannyatidaklah demikian, banyak kegiatan kelompok sehamparan tidak jalan sehingga konsolidasi usahatanibaik produksi maupun pascapanen dan pemasaran tidak terpadu . Ketidakpaduan konsolidasiusahatani padi menyebabkan sistem agribisnis padi saat ini bersifat semu yang dicerminkan olehketidakmampuan dalam merespon perubahan permintaan mutu beras dengan atribut tertentu secaracepat . Mutu produk beras saat ini ssngat beragam kurang memenuhi skala bisnis untukdiperdagangkan dalam era globalisasi .

Salah satu perubahan lingkungan strategis sektor pertanian yang menonjol adalah meningkatnyaintensitas globalisasi perdagangan komoditas pertanian dunia yang diikuti oleh perubahan preferensikonsumen dari komoditas kepada mutu produk dengan atribut tertentu . Model tindakan individudalam kelompok sehamparan yang diharapkan ADJID (1985) mampu mencerminkan tindakankelompok yang progresif ternyata tidak seperti yang diharapkan . Hal ini karena masing-masingindividu dalam kelompok mempunyai derajad kepentingan yang bebeda terhadap usahataninya.Selain derajad kepentingan yang berbeda terhadap usahataninya, perhatian petani terhadapusahataninya tidak begitu intensif karena kontribusi pendapatan usahatani terhadap total pendapatanrumah tangga sangat kecil . Akibat beragamnya kepentingan dan intensitas perhatian individuterhadap usahataninya dalam kelompok hamparan adalah sulitnya melakukan konsolidasi usahatanidalam skala komersial yang justru hal tersebut sebagai prasyarat pengembangan sistem agribisnisyang terpadu .

PERLUNYAPENDEKATAN CORPORATE FARMING

Ada empat strategi untuk meningkatkan days saing produk dengan_ mutu tertentu yaitu: (a)penetrasi pasar ; (b) pengembangan pasar ; (c) pengembangan produk; dan (d) divesifikasi . Keempatstrategi tersebut harus diimplementasikan secara simultan agar diperoleh tingkat daya saing yangtinggi dengan biaya yang paling rendah . Untuk mengimplementasikan keempat strategi tersebutdibutuhkan kesatuan manajemen yang terpadu . Tanpa kesatuan manajemen yang terpadu mustahiltujuan untuk meningkatkan days saing produk tertentu tercapai . Bertitik tolak dari pemikirantersebut, maka pendekatan model kelompok sehamparan dimana keputusan dalam melaksanakankegiatan usaha masih tergantung pada individu tidak dapat mengimplementasikan keempat strategitersebut, pendekatan yang mampu mengimplementasikan ke empat strategi tersebut adalahpendekatan corporate strategy . Menurut DICKEN dan LLOYD (1995) Corporate Strategy (CS) is thebroadbush level of decision making. It is concerned with the overall scope ofthe organization: thekind ofbusiness that thefirm decide to be involved in (including which elements ofthe value chain) .Inti dari pendekatan CS adalah adanya satu keputusan dalam satu kelompok usaha mulai darikegiatan pendukung (support activities) maupun kegiatan utama (primary activities) . ImplementasiCS dapat berupa merger atau akuisasi maupun kerjasama antar usaha .

Corporate strategy ini sedang dikaji penerapannya pada kegiatan usahatani berlahan sempitmelalui inovasi kelembagaan Corporate Farming (CF) . Perbedaan CF dengan group farmingterletak pada pengambilan keputusan . Dalam CF keputusan berada dalam satu kesatuan, sedangkandalam group farming berada pada masing-masing individu dalam group yang bersangkutan .Kelembagaan CF dipandang sesuai dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis sektorpertanian karena produsen selain mampu merespon perubahan permintaan dengan mutu tertentu,juga mampu menciptakan biaya terendah dari produk yang bersangkutan melalui kepentnganekonomi eksternal dan ekonomi internal .

44

Page 11: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Vemriner 2000

Corporate Farming adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi dari sekelompok petani denganorientasi agribisnis melalui konsolidasi pengelolaan lahan sehamparan dengan tetap menjaminkepemilikan lahan pada masing-masing petani, sehingga efisiensi usaha, standarisasi mutu, clanefektivitas serta efisiensi manajemen pemanfaatan sumber daya dapat dicapai. Proses menujukonsolidasi lahan ini akan berjalan apabila petani dengan pemilikan lahan sempit mempunyaikesempatan, kemampuan dan kemauan mencari alternatif pekerjaan lain (off-farm dan nonfarm)yang memberikan kesejahteraan lebih baik. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sesuaikemampuan petani dan perkembangan lingkungan agribisnis di wilayah yang bersangkutan .

Tujuan jangka panjang pengembangan CF adalah mewujudkan suatu usaha pertanian yangmandiri, berdaya saing dan berkesinambungan melalui pengelolaan lahan secara korporasi.Pendekatan dalam pengembangannya adalah pembangunan pedesaan berbasis agribisnis denganmemanfaatkan peluang sumberdaya clan kelembagaan masyarakat secara optimal.

Ciri Pokok dari CF adalah sebagai berikut: (1) Sekelompok petani sehamparan mempercayakanpengelolaan lahannya kepada suatu lembaga agribisnis dengan suatu perjanjian kerjasama ekonomitertentu, dimana petani bertindak sebagai pemegang saham sesuai dengan luas kepemilikannya ; (2)CF dibentuk melalui musyawarah/mufakat antar para anggotanya dengan memperhatikan sosial danbudaya setempat ; (3) CF dipimpin oleh Manajer Profesional, yang dipilih oleh petani serta dikelolasecara transparan, demokratis dan sesuai dengan kaidah bisnis komersial; (4) CF mensyaratkan skalausaha optimal, sesuai dengan kondisi clan kapasitas sumberdaya setempat, potensi dan kapasitaspengembangan agroindustri clan pemasaran, clan ketersediaan teknologi dan kemampuan mengadopsiteknologi untuk meningkatkan efisiensi, serta kemampuan teknis pengelolaan dalam satu manajemen;dan (5) Cakupan kegiatan CF tetap bertumpu pada komoditas unggulan di wilayahnya, clanmemperhatikan peluang pengembangan clan diversifikasi, baik secara vertikal maupun horizontal .

PROSES DAN TAHAPANPENGEMBANGAN

Sebagai salah satu pendekatan dalam pemberdayaan kelompok tani pelaksanaan CF tetapdidasari atas sikap hati-hati clan dengan pentahapan yang jelas. Pada tahun anggaran 2000 ini,kegiatan lebih diarahkan untuk melakukan pengkajian di tujuh sentra produksi padi di Indonesia(Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan) .Dalam tahap pengkajian ini, peranan badan Litbang Pertanian sangat penting untuk mengkajikelayakan pelaksanaan CF dari berbagai aspek. Dengan didahului studi diagnostik secara partisipatifpada satu kelompok tani yang mengusahakan tanaman pangan di satu hamparan, ternak ataukomoditas unggulan lainnya, ditelaah potensi, peluang clan tantangan pengembangan CF. Hasil studidiagnostik ini merupakan dasar dalam pembentukan model CF spesifik lokasi .

Model CF spesifik lokasi yang disusun secara partisipatif bersama petani mencoba mencarifaktor pengikat (boundedfactor) petani untuk berkelompok dalam menjalankan usahanya, dan inidiupayakan untuk diperluas pada berbagai kegiatan pertanian lainnya. Pada tahap awal dilakukankonsolidasi manajemen pada kegiatan yang disepakati petani untuk dilaksanakan secara bersama-sama . Melalui cara ini diharapkan variasi penerapan teknologi antar individu dalam satu hamparanatau kelompok akan semakin kecil, sehingga tindakan bersama dapat meningkatkan efisiensipemanfaatan sumberdaya clan investasi publik .

Pada tingkatan yahng lebih lanjut, petani melalui kelompok akan mencoba terusmengembangkan kegiatannya melalui diversifikasi usaha baik horisontal maupun vertikal sertamengkondisikan pengembangan kegiatan off-farm clan nonfarm di pedesaan . Upaya ini tidak sajadimaksudkan untuk meningkatkan pendekatan petani, tetapi yang lebih penting lagi adalah

45

Page 12: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

menciptakan peluang usaha yang beragam di pedesaan sehingga secara bertahap perhatian terhadapkegiatan onfarm dapat dikurangi. Secara riil di pedesaan saat ini, sektor pertanian atau kegiatan on-farm menjacli sektor dengan produktivitas tenaga kerja renclah, karena harus menanggung bebantenaga kerja yang tidak bisa ditampung sektor lainnya.

Bila peluang usaha yang tercipta sudah beragam clan semakin kecil porsi petani yang terlibatdalam kegiatan onfarm, barulah upaya kearah konsoliclasi sumber daya dimasyarakatkan . Padatahap ini cliharapkan kegiatan di lahan sawah yang dilakukan petani telah dapat memenuhi kebutuhankeluarganya, sehingga perhatian petani besar-benar tercurah untuk kegiatan usahataninya, clan hasildari kegiatan usahataninya sudah dapat menjamin ketercukupan pangannya. Berdasarkan gambarandi atas terlihat bahwa pengembangan CF di pedesaan dilakukan secara bertahap clan yang prinsipticlak ada yang akan tersisih clari desa, karena sudah ditampung oleh berbagai peluang usaha yangdiciptakan melalui kegiatan ini . Pendekatan yang cligunakan dalam pengembangan program ini tidaklagi parsial seperti yang dilakukan selama ini berdasarkan sub sektor, tetapi bertitik tolak daripengembangan wilayah .

Peranan pemerintah terutama Departemen Pertanian, lebih banyak sebagai fasilitator melaluipenyediaan sarana clan prasarana pendukung yang dibutuhkan petani . Demikian juga dukunganpenclanaan berupa penyediaan dana awal bagi kelompok yang dikelola oleh petani sendiri, lebihbanyak hanya berupa stimulan untuk merangsang peran petani yang lebih besar melalui kelompokCF.

Dalam upaya peningkatan ketahanan pangan petemak/petani, maka peningkatan produktivitasdan pendapatan merupakan faktor kunci . Untuk mencapai hal ini hanya mungkin melaluipengembangan diversifikasi usaha clan pemanfaatan nilai tambah dari setiap usaha yangdikembangkan petemak/petani . Agar upaya ini dapat dilaksanakan dibutuhkan organisasi petani yangkuat, yang memungkinkan petanl dapat memanfaatkan semua potensi yang ada di kawasan clan punyabergaining position terhadap industri hilir clan hulu .

Corporate farming merupakan salah satu bentuk organisasi yang cocok bagi petani/peternakpada saat ini, untuk mencapai kondisi di atas. Kelebihan dari upaya ini adalah adanya kesatuanmanajemen sebagai pengelola, sehingga variasi antar petani dalam mengelola usahanya clapatdiperkecil, clan memacu petani untuk lebih optimal memanfaatkan sumberdaya yang acla disekitarnya melalui pengembangan diversifikasi usaha. Selain itu pengembangan kegiatan yangdilakukan juga diarahkan untuk mengurangi tekanan terhadap lahan, dengan mengurangi petani yangbergerak pada kegiatan onfarm dan mengarahkannya pada kegiatan off-farm clan nonfarm .

46

Seminar Nasiona! Peternakan clan Veleriner 2000

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

AwID, D.A. 1985 . Pola Partisipasi Masyarakat Pedesaan Dalam Pembangunan Pertanian Berencana: KasusUsahatani Berkelompok Sehamparan Dalam Intensifikasi Khusus (Insus) Padi . Disertasi Doktor yangtidak dipublikasikan . Universitas Padjadjaran, Bandung.

Page 13: pengembangan agribisnis peternakan melalui pendekatan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

ADNYANA, M.O. et al. 2000 . Assessing the Rural Development Impact of the Crisis in Indonesia. ResearchReport. Collaboration Between CASER and World Bank. Bogor.

ADNYANA, M.O . 2000. Kelompok usaha bersama berbasis komoditas peternakan . Makalah disampaikan dalampertemuan Koordinasi Penggalian Sumber Pembiayaan dan Pengembangan Petemakan, 28-31 Agustus

2000 . Direktorat Pengembangan Peternakan .

DICKEN, P. and PETER E. LLYOD. 1995 . Location in Space: Theoretical Perspective in Economic Geography.Third Edition, Harper Collins Publishers .

MosHER, A.T . 1966 . GettingAgriculture Moving. The Agriculture Development Council, NewYork.

PRAKosA, M. 2000 . Pendekatan Corporate Farming dalam Pengembangan Agribisnis . Makalah yang belumdipublikasikan . Departemen Pertanian. Jakarta.

PUSAT PENELITIAN PETERNAKAN . 2000. Program Inti Pengkajian Sistem Usahatani Tanaman Hewan (Crop-Animal Production System). Puslit Petemakan. Bogor.

SARAGIH, B. 1995. Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Menghadapi Abad Ke-21 . Orasi I1miah Guru Besar Tetap Ilmu Ekonomi dan Sumberdaya, Faperta, IPB Bogor, 21 Desember1995 .

SIMATUPANG, P. 1995 . Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalamEra Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslit Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian.Bogor, 27 September 1995 .

SOEDJANA, T.D., B. TANGENDJAYA, dan I . SUMARNO. 2000. Reorientasi kebijakan pembangunan peternakanpasta krisis ekonomi. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI . Jakarta.