Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI JAWA BARAT
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
STUDI KASUS PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
OMAR MUHAMMAD
NIM : 11140480000113
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2020 M
2
3
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Omar Muhammad
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 20 Juli 1996
NIM : 11140480000113
Program Studi : Ilmu Hukum
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 Januari 2020
OMAR MUHAMMAD
v
ABSTRAK
Omar Muhammad. NIM : 11140480000113. Judul Skripsi ini adalah
“PENERAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI JAWA BARAT
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN STUDI KASUS PT. KALIBATA
SARANA DISTRINDO. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1441 H/2019.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan kebijakan pengupahan
dan penangguhan upah minimum dalam sektor swasta di PT. Kalibata Sarana
Distrindo yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor:
561/kep.1065bangsos/2017 tentang Upah Minimum Kabupaten Kota di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2018, untuk wilayah Kota Depok adalah sebesar
RP.3.584.700,29,. Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa pengusaha dilarang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum, baik upah minimum berdasarkan wilayah
propinsi atau kabupaten kota (sering disebut Upah Minimum Regional, UMR)
maupun upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau
kabupaten/kota (Upah Minimum Sektoral, UMS).
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan penelitian yuridis empiris. Penelitian yang dilakukan
selain melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku
dan jurnal yang berhubungan dengan skripsi ini. Peneliti juga melakukan
penelitian langsung ke lapangan dengan cara observasi dan wawancara kepada
pihak yang berhubungan, yaitu PT Kalibata Sarana Distrindo yang menjadi objek
penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada prinsipnya sistem penetapan
upah umum dilakukan untuk mengurangi eksploitasi terhadap buruh/tenaga kerja.
Penetapan upah Minimun merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja, baik untuk kesejahteraan maupun kehidupan
layak. Dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 telah ditentukan
landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dengan demikian maka upah
yang harus diterima oleh buruh atau tenaga kerja kita atas jasa-jasa yang dijualnya
haruslah upah yang sangat wajar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku
Kata Kunci : Penerapan Upah Minimum, Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Pembimbing Skripsi : Dr. Moh. Ali Wafa,S.H., S.Ag.,M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1970 sampai 2016.
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah selain puji dan syukur kepada Allah SWT.
Yang telah menentukan segala sesuatu berada di tangan-Nya, sehingga tidak ada
setetes embun pun dan segelintir jiwa manusia yang lepas dari ketentuan dan
ketetapan-Nya. Karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul “PENERAPAN UPAH
MINIMUM PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
STUDI KASUS PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO”. Shalawat serta
salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alayhi wa Sallam,
yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang ini.
Selanjutnya peneliti ingin sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa
dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit dan
berat rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena
itu, penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,M.Hum, Sekretaris Program studi Ilmu
Hukum yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.
3. Dr. Moch. Ali, S.H., M.Ag., pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan dan saran yang sangat berharga untuk skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dan memberikan fasilitas yang memadai untuk peneliti guna untuk
mengadakan studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan
refrensi untuk menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Mahfud Ali dan Ibunda Yuni Prihatini
serta kakak dan adik, yang telah mencintai penulis dengan segenap jiwa dan
raga, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha mereka penulis
mampu berada pada titik seperti saat ini.
6. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Tidak ada yang
dapat peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan ucapan
terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Terimakasih.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata`ala memberikan
balasan yang berlimpah atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. dan juga semoga apa yang telah kalian
berikan menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Jakarta, 8 Januari 2020
Peneliti
OMAR MUHAMMAD
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI..................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ........................ 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 4
D. Metode Penelitian............................................................................ 5
1. Jenis dan Sifat Penelitian ............................................................ 5
2. Pendekatan Masalah .................................................................. 6
3. Sumber Data ............................................................................... 6
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data ............................ 6
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ........................ 7
E. Metode Penulisan............................................................................ 7
F. Sistematika Pembahasan ................................................................. 7
BAB II TENAGA KERJA, UPAH DAN PENANGGUHAN
A. Kerangka Konseptual ...................................................................... 9
1. Upah ......................................................................................... 9
2. Komponen Upah....................................................................... 11
3. Jenis-jenis Upah ....................................................................... 12
4. Pengertian dan Perlindungan Penetapan Upah Minimum ........ 13
ix
5. Upah Minimum Provinsi .......................................................... 15
6. Perlindungan Upah Minimum .................................................. 16
7. Tujuan Pengaturan Upah Minimum ......................................... 20
8. Tinjauan Asas dan Faktor Yang Mempengaruhi Upah ............ 22
B. Kerangka Teori ............................................................................... 26
1. Hukum Ketenagakerjaan .......................................................... 26
2. Hubungan Industrial dan Hubungan Kerja ............................... 27
3. Tenaga Kerja ............................................................................ 27
4. Perusahaan dan Industri............................................................ 28
5. Perjanjian Kerja ........................................................................ 30
C. Tinjauan Umum Penangguhan ....................................................... 34
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .............................................. 35
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PT. KALIBATA SARANA
DISTRINDO
A. Sejarah Perusahaan.......................................................................... 39
B. Tujuan Visi dan Msi Perusahaan..................................................... 40
C. Jenis pekerjaan dan Tugas dari Struktur Organisasi ....................... 42
D. Gambaran Umum dan Konsisi Ketenagakerjaan di PT.
Kalibata Sarana Distrindo ............................................................... 44
E. Perjanjian Kerja Yang Digunakan .................................................. 45
BAB IV PROBLEMATIKA PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO,
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG DAN SOLUSI
A. Problem Yang Dihadapi di PT. Kalibata Sarana Distrindo ............. 46
B. Implementasi Undang-Undang Tentang Upah Minimum ............... 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 61
B. Rekomendasi .................................................................................. 62
x
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................63
LAMPIRAN .........................................................................................................66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di
dunia. Hal ini membuat banyaknya tenaga kerja yang berburu pekerjaan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pengertian
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.1 Berbicara soal tenaga kerja berarti kita sudah
mengetahui tenaga kerja sebagai sumber daya manusia menjadi faktor yang sangat
berpengaruh dalam pembangunan Negara kita yang sedang berkembang dan juga
mempengaruhi pendapatan perekonomian. Bahkan faktor tenaga kerja merupakan
sarana yang sangat dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena itu tenaga
kerja merupakan faktor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa.2
Pekerja merupakan salah satu unsur manusia dalam dunia usaha. Dalam
proses dunia usaha, pekerja memegang tugas ganda yaitu sebagai pekerja dan
tulang punggung bagi keluarganya. Pekerja merupakan partner bagi pengusaha
untuk mengembangkan usahanya dan sudah sepantasnya pengusaha memberikan
apresiasi dan penghargaan kepada para pekerja sehingga tingkat kesejahteraan
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, karena pengusaha dapat
mengembangkan usahanya dari para pekerja tersebut.
Namum di zaman modern ini banyak perusahaan yang mulai tidak
memperhatikan hak pekerjanya. Melihat banyak nya masyarakat yang
membutuhkan pekerjaan utuk keberlangsungan hidup, perusahaan mengambil
kesempatan untuk memperoleh keuntungan lebih dengan cara memberi upah
pekerja di bawah upah minimum. Sebelum jauh membahas tentang ini, dalam
undang undang ketenagakerjaan di jelaskan perusahaan adalah setiap bentuk
1 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi. 1, Cet. 2, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), h. 6. 2 Djumbadi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004,) h. 1.
2
usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara
yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Upah adalah sumber kehidupan bagi tenaga kerja. Sebagaimana diatur
dalam dalam Pasal 1 Angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 , upah
adalah: “Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.”Upah dari sisi pekerja merupakan suatu hak yang umumnya dilihat
dari jumlah, sedangkan dari sisi pengusaha umumnya dikaitkan dengan
produktivitas.3
Perusahaan sebagai pemberi upah tidak dapat memberikan upah yang tidak
layak, karena pemerintah telah menentukan upah minimum. Dalam Pasal 90 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pengusaha dilarang
membayar upah lebih rendah dari upah minimum, baik upah minimum
berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten kota (sering disebut Upah Minimum
Regional, UMR) maupun upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah
propinsi atau kabupaten/kota (Upah Minimum Sektoral, UMS).
Terkait Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 peneliti
mengadakan studi kasus yang terjadi di Depok. PT. Kalibata Sarana Distrindo
yang bergerak di bidang distribusi barang. Penulis sempat mewawancarai salah
satu karyawan PT. Kalibata Distrindo seorang supir yang tiap hari nya di tugaskan
sebagai jasa pengiriman. Dia mengatakan sudah 3 tahun kerja di sana, dan upah
perbulan RP.3.000.000,00. Peneliti pun mewawancarai karyawan bagian gudang,
yang setiap harinya bekerja dari pukul 07.00 sampai 18.00. Ketika di tanya soal
upah iya menjawab upah nya perbulan RP.2.500.000,. Upah yang tidak sesuai
3Aloysius Uwiyono, 2014, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada), h. 97.
3
dengan lelah yang di dapat tiap hari. Namun para karyawan disini tetap bekerja
dengan semangat walaupun upahnya tak sesuai. Mungkin karyawan disana tidak
mengetahui adanya aturan yang mengatur.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor:
561/kep.1065bangsos/2017 tentang Upah Minimum Kabupaten Kota di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2018, untuk wilayah Kota Depok adalah sebesar
RP.3.584.700,29,. Peneliti menyimpulkan bahwa upah PT. Kalibata Sarana
Distrindo belum sesuai UMK Depok. PT. Kalibata Sarana Distrindo tidak
memenuhi kewajibannya di mata hukum, sesuai pasal 90 ayat 1 Undang – Undang
Nomor 13 Tahun 2013 di jelaskan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar
upah minimum dapat mengajukan penangguhan. Adapun Tata cara penangguhan
upah minimum diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Nomor KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan
Pelaksanaan Upah Minimum.4
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang peneliti paparkan, peneliti
merasa penting untuk melakukan penelitian hukum dengan judul “Penerapan
Upah Minimum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (Studi
kasus PT. Kalibata Sarana Distrindo)”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, ada beberapa persoalan
yang berkaitan dengan pemberian Upah Pegawai yang tidak sesuai dengan
Upah Minimum sebagaimana telah diatur pada Undang - Undang Nomor 13
Tahun 2003 . Yaitu:
a. Penerapan pemberian upah karyawan PT. Kalibata Sarana Distrindo
belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 .
b. Pengaturan pemberian Upah minimum Jawa Barat dalam keputusan
Gubernur yang belum diterapkan PT. Kalibata Sarana Distrindo
4http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50b81d32ad45d/penangguhan-pelaksanaan-
upah-minimum-bagi-perusahaan-tidak-mampu (diakses pada tanggal 15 Maret 2018, Pukul 16:30)
4
c. Pengawasan Dinas Ketenagakerjaan Jawa Barat yang masih belum optimal
terhadap para pelaku usaha yang tidak memberikan upah sesuai apa yang
telah ada dalam peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 .
2. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang peneliti singgung dalam
indentifikasi masalah di atas, maka dalam pembuatan karya ilmiah ini peneliti
membatasi pada pembahasan mengenai penerapan upah minimum Jawa Barat,
Depok belum sesuai dengan Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang
terjadi pada pekerja PT. Kalibata Sarana Distrindo Pada Tahun 2018.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah peneliti tulis pada latar belakang diatas,
maka perumusan masalahnya adalah Penerapan Upah Minimum Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi kasus PT. Kalibata Sarana
Distrindo).
Untuk memudahkan peneliti maka dibuat pertanyaan penelitian, sebagai
berikut :
a. Problem yang dihadapi PT. Kalibata Sarana Distrindo sehingga tidak
membayar upah sesuai SK Gubernur Jawa Barat?
b. Bagaimanakah implementasi undang-undang tentang upah minimum ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengetahui problem yang dihadapi dan solusi yang ditempuh dalam
pembayaran upah minimum Kota Jawa Barat di PT. Kalibata Sarana
Distrindo.
b. Untuk mengetahui implementasi undang-undang tentang upah minimum.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
a. Secara Akademisi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan hukum ketenagakerjaan.
5
b. Secara Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana
infornasi bagi masyarakat, pelaku bisnis, atau praktisi hukum dan instansi
terkait yang membidangi Hukum ketenagakerjaan. Dan juga diharapkan
dapat berguna sebagai jawaban dari berbagai persoalan yang terjadi dalam
lingkup ketenagakerjaan.
D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.
Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data
yang telah dikumpulkan dan diolah.5
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali
itu, maka diadakan pula pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-
permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.6 Dalam penulisan
skripsi ini dibutuhkan data yang akurat, yang berasal dari studi dokumentasi untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada pada skripsi ini. Oleh karena itu
peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat penelitian
Penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada
penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi berbagai peraturan perundang-undangan dibidang hukum
ketenagakerjaan. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe
penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala
5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta, Rajawali, 2009, cet.Ke-11), h. 14. 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Uinversitas Indonesia Press,
2007, cet.Ke-3), h. 43.
6
atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori yang
sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.7
2. Pendekatan Masalah
Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis empiris, akan digunakan
beberapa pendekatan, yaitu: 8
a. pendekatan Perundang-undangan (statute approach)
Suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan, diantaranya: Undang-Undang Nomor13
Tahun 2003.
b. Pendekatan Sebenarnya (fact approach)
Suatu pendekatan meneliti peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi dalam
masyarakat dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, yang dimana
peristiwa nyata ini pada PT Kalibata Sarana Distrindo.
3. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer, data yang diperoleh secara langsung melalui
penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara atau
interview kepada pihak-pihak terkait yang relevan dengan pokok
permasalahan. Data ini diperoleh di kantor PT Kalibata Sarana Distrindo.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer,9 atau bahan hukum sekunder berupa semua
duplikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokomen-dokumen resmi.
Publikasi hukum meliputi buku-buku hukum, jurnal hukum, skripsi, dan
komentar-komentar para ahli dan pakar hukum perdata atau bisnis.
c. Bahan Hukum Tersier, Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang
memberikan informasi lebih lanjut terhadap bahan-bahan hukum primer dan
sekunder antara lain kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kamus Hukum,
majalah, koran, blog dan lainya.
7Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum... h. 43.
8Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Nomatif, (Malang: Bayumedia
Publising, 2007), h.300. 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ... h.53.
7
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Teknik yang digunakan adalah studi dokumentasi yakni upaya untuk
memperoleh data dari penelusuran literature kepustakaan, peraturan
perundang-undangan, dan teknik wawancara.
Metode yang digunakan dalam mengalisis data-data yang terkumpul
adalah analisis kualitatif. Maksud dari metode tersebut adalah memberikan
gambaran terhadap permasalahan yang ada dengan berdasarkan pendekatan
yuridis empiris.
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum , baik bahan hukum pimer, bahan hukum sekunder,
maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,
sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum
dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan
yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya
setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum
tersebut yang akhirnya akan diketahui.
E. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode penulisan
sesuai dengan sistematika penulisan yang ada Pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun
2017.
F. Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Bab I menjelaskan tentang latar belakang, identifikasi, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, metode penulisan dan sistematika pembahasan.
BAB II KETENAGAKERJAAN UPAH DAN PENANGGUHAN
Bab II menjelaskan tentang materi hasil penelitian kepustakaan
yang meliputi pembahasan ketenagakerjaan, upah, penanguhan dan
kajian review studi terdahulu.
8
BAB III PROFIL PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO DAN
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Bab III menjelaskan mengenai profile PT. Kalibata Sarana
Distrindo, sejarah, visi misi dan gambaran umum yang terjadi di
PT. KSD
BAB IV PENERAPAN HUKUM TERKAIT UPAH MINIMUM
DALAM PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO
Bab IV menjelaskan tentang Perlindungan hukum upah pegawai
terkait pemberian upah minimum dalam PT. Kalibata Sarana
Distrindo, dan yang terakhir menjelaskan mengenai Penerapan
Undang-Undang Nomor13 Tahun 2003 dan faktor-faktor
penghambat dari undang-undang tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab V berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini
merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis
menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu
penulis memberikan beberapa rekomendasi yang dianggap perlu.
9
BAB II
TENAGA KERJA, UPAH DAN PENANGGUHAN
A. Kerangka Konseptual
1. Upah
Definisi upah menurut PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
upah adalah Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada
tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan,
dinyatakan, atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar
suatu perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja
termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.
Sedangkan definisi upah menurut Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor
13 tahun 2003 memberikan pengertian upah adalah : Hak pekerja/buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa upah
dibayarkan berdasar atas kesepakatan para pihak, dan agar upah yang
diterima oleh pekerja/buruh tidak terlampau rendah, maka pemerintah turut
campur tangan dalam menetapkan standar upah minimum.
Dalam terjadinya sengketa upah yang tidak sesuai dengan standar upah
minimum pemerintah, di pengedilan hakim dapat melakukan penemuan
hukum apabila tidak di temukan hukum yang mengatur secara tertulis.
Rechvending merupakan proses penemuan hukum oleh hakim dikarenakan
hukum yang ada (ius constitutum) tidak di temukan untuk menyelesaikan
suatu kasus tertentu yang sedang di tangani hakim tersebut.10
Upah memegang peranan penting dan ciri khas suatu hubungan kerja,
karena upah merupakan tujuan utama bagi seorang pekerja dalam melakukan
10 Wafa Ali, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Tangerang Selatan: YASMI,2018), hal. 215.
10
pekerjaan pada orang atau badan hukum lain, maka pemerintah turut serta
dalam menangani masalah upah melalui berbagai kebijakan yang dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan11
.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat (1) menyebutkan
setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, maka pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan untuk melindungi pekerja, meliputi :
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. Bentuk dan cara pembayaran upah;
g. Denda dan potongan upah;
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. Upah untuk pembayaran pesangon;
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.12
Pasal 91 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Pengaturan pengupahan
yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dalam
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 . Apabila kesepakatan
tersebut lebih rendah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar
upah pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Komponen Upah
11
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010), h. 158. 12
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, ... h. 159.
11
Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak
melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Kompenen upah
ialah faktor penggerak roda per-ekonomian suatu negara. Dalam arti, dengan
kecondongan pemerintah memihak pengusaha, maka disadari hal itu akan
berdampak terhadap roda per-ekonomian mikro maupun makro suatu negara.
Imbalan yang diterima oleh pekerja tidak selamanya disebut sebagai
upah, karena dapat imbalan tersebut tidak termasuk dalam komponen upah.
a. Termasuk komponen upah adalah :
1) Upah pokok merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada
pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan
berdasar perjanjian;
2) Tunjangan tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan
dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan
keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti
tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan.
3) Tunjangan tidak tetap yaitu pembayaran yang secara langsung
maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja dan diberikan secara
tidak tetap bagi pekerja dan keluarganya serta dibayarkan tidak
bersamaan dengan pembayaran upah pokok.
b. Tidak termasuk komponen upah adalah :
1) Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata karena hal-hal yang
bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh;
2) Bonus yaitu pembayaran yang diterima pekerja atas hasil keuntungan
perusahaan atau karena pekerja berprestasi melebihi target produksi
yang normal atau karena peningkatan produksi;
3) Tunjangan hari raya dan pembagian keuntungan lainnya.
Peraturan ini berlaku bagi setiap pemberi kerja, baik per-orangan maupun
badan usaha atau badan hukum. Dasar pengupahan ialah adanya suatu
hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja, baik tertulis maupun tidak tertulis. Oleh karenanya hak
12
pekerja atas upah timbul pada saat terjadinya hubungan kerja dan berakhir
pada saat putusnya hubungan kerja.
3. Jenis-Jenis Upah
G. Kartasapoetra dalam bukunya menyebutkan, bahwa jenis-jenis upah
meliputi :
a. Upah nominal.
Yang dimaksud dengan upah nominal adalah sejumlah uang yang
dibayarkan kepada pekerja yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas
pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja di bidang industri atau
perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana ke dalam upah
tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain diberikan
kepadanya. Upah nominal ini sering pula disebut upah uang (money
wages), sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara
keseluruhannya.
b. Upah nyata (real wages)
Upah nyata adalah upah yang benar-benar harus diterima oleh
seseorang yang berhak. Upah nyata ditentukan oleh daya beli upah
tersebut yang akan banyak bergantung dari :
1) Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima;
2) Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan.
Adakalanya upah itu diterima dalam wujud uang atau fasilitas atau
in natura, maka upah nyata yang diterimanya yaitu jumlah upah uang dan
nilai rupiah dari fasilitas dan barang in natura tersebut.
c. Upah hidup.
Dalam hal ini upah yang diterima seorang pekerja itu relatif cukup
untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya
kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian
dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya pendidikan, bagi bahan
pangan yang memiliki nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa dan
beberapa lainnya lagi.
13
d. Upah minimum.
Pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan
sangat berperan dalam hubungan ketenagakerjaan. Seorang pekerja
adalah manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan sewajarnyalah pekerja
mendapatkan penghargaan dan perlindungan yang layak.
e. Upah wajar.
Upah yang secara relatif dinilai cukup wajar oleh pengusaha dan
para pekerjanya sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan
pekerja kepada pengusaha atau perusahaan sesuai dengan perjanjian kerja
diantara mereka.
4. Pengertian dan Perlindungan Penetapan Upah Minimum
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah
pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum merupakan ketetapan yang
dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk
membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya, dengan
memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan
perlindungan bagi kelompok pekerja lapisan bawah atau pekerja yang
mempunyai masa kerja maksimal 1 (satu) tahun, agar memperoleh upah
serendah-rendahnya sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Minimum.
Pasal 88 ayat (4) menerangkan bahwa pemerintah menetapkan upah
minimum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) huruf (a) berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan
pertumbuhan ekonomi. Pencapaian kebutuhan hidup layak ini adalah setiap
penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian
perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarnya
ditetapkan oleh Menteri. Penetapan upah minimum adalah salah satu bentuk
perlindungan yang diberkan pemerintah kepada pekerja yang sekaligus
merupakan jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja tidak jatuh ke
level terendah. Pada dasarnya upah minimum diterima oleh :
a. Pekerja yang berpendidikan rendah;
14
b. Pekerja yang tidak mempunyai keterampilan;
c. Pekerja lajang;
d. Pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.
Penetapan upah minimum ini sebaiknya dapat mencukupi kebutuhan-
kebutuhan hidup buruh beserta keluarganya, sebagai standar minimum yang
digunakan oleh para pelaku usaha untuk memberi upah kepada pekerja dalam
lingkungan usaha atau kerjanya yang berbeda-beda tingkat pemenuhan
kebutuhan sesuai daerah masing-masing. Pengusaha dilarang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum sesuai ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1)
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 . Beberapa jenis upah pokok minimum
adalah sebagai berikut :
a. Upah minimum sub sektoral regional.
Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sub sektor
tertentu dalam daerah tertentu
b. Upah minimum sektor regional.
Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sektor
tertentu dalam daerah tertentu.
c. Upah minimum regional / upah minimum propinsi.
Upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam daerah
tertentu. Upah minimum regional ditiap-tiap daerah besarnya berbeda-
beda. Besarnya UMR/UMP didasarkan pada indek harga konsumen,
kebutuhan fisik minimum, perluasan kesempatan kerja, upah pada
umumnya yang bersifat regional, kelangsungan dan perkembangan
perusahaan, tingkat perkembangan perekonomian regional dan nasional.
Upah minimum ini wajib ditaati oleh pengusaha, kecuali jika pengusaha
yang tidak mampu membayar upah minimum, dapat dikecualikan dari
kewajiban tersebut dengan cara mengajukan permohonan penangguhan
kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi disertai dengan rekomendasi
dari Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat. Dalam
penetapan upah minimum tersebut, masih terjadi perbedaan yang didasarkan
pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di masing-masing
15
perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing wilayah/daerah
yang tidak sama. Maka, upah minimum ditetapkan berdasar wilayah propinsi
atau kabupaten kota dan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota.
Tidak adanya keseragaman upah di semua perusahaan dapat dipahami
mengingat kondisi dan sifat perusahaan di setiap sektor wilayah/daerah tidak
sama dan belum bisa disamakan. Belum adanya keseragaman upah tersebut
justru masih didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan demi kelangsungan
hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan, mengingat strategi
kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sektor informal di
daerah perkotaan yang pada umumnya masih mempunyai penghasilan di
bawah taraf hidup tertentu.
5. Upah Minimum Provinsi
Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226
Tahun 2000 tentang Upah Minimum dijelaskan bahwa upah minimum dapat
ditetapkan baik di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota. Upah minimum
tersebut ditetapkan oleh Gubernur dengan Surat Keputusan Gubernur,
berdasar masukan dari Dewan Pengupahan, yang berasal dari suatu proses
penetapan upah minimum yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang
terdiri dari unsur pekerja, unsur pengusaha, dan unsur pemerintah dalam
menentukan Kebutuhan Hidup Layak atas dasar komponen-komponen
penentuan upah minimum. Upah Minimum Provinsi (disingkat UMP) adalah
upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.
Dahulu Upah Minimum Provinsi dikenal dengan istilah Upah Minimum
Regional Tingkat 1. Dasar hukum penetapan UMP adalah Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah
Minimum. UMP ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang.
Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat,
akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei
dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang
16
dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah
kota dalam provinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum
(KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional
(UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen kebutuhan hidup layak
digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan
hidup pekerja lajang (belum menikah).
Kebijakan penetapan upah minimum dalam rangka perlindungan upah
ini masih ditemukan banyak kendala, karena sampai saat ini belum adanya
keseragaman upah, baik secara provinsi/kabupaten maupun secara nasional.
Karena proses penetapan upah ini harus diupayakan secara sistematis, baik
ditinjau dari segi makro maupun mikro sesuai pembangunan ketenagakerjaan,
terutama perluasan kesempatan kerja, peningkatan produksi, dan taraf hidup
sesuai kebutuhan hidup minimalnya, karena masih terjadi perbedaan yang
didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di masing-
masing perusahaan.13
6. Perlindungan Upah Minimum
Terdapat antinomi mengenai upah atau gaji. Disamping menjadi isu
strategis penyusun kebijakan, isu mengenai upah atau gaji juga merupakan
isu sensitif dalam hubungan kerja. Masing-masing pihak melihat isu
mengenai upah dengan sudut pandang berbeda, itu suatu postulat yang tidak
dipungkiri dalam praktik.
Pekerja mempersepsikan upah sebagai sumber penghasilan menghidupi
keluarganya, sementara pihak pemberi kerja dapat melihat upah dengan sudut
pandang “biaya produksi” atau sebagai penghargaan terhadap karyawan yang
menjadi aset atau mitra dari pengusaha.
Lalu bagaimana sudut pandang pemerintah terhadap isu mengenai
“upah” ? pemerintah dalam hal ini haruslah menjadi penengah antara pekerja
dan pengusaha dengan mengeluarkan peraturan-peraturan. Seharusnya
13 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 142.
17
dengan hal itu pemerintah bisa mengawasi hak dan kewajiban pekerja dan
pemberi kerja, agar tidak terjadinya kecurangan mengenai pemberian upah.
Bentuk perlindungan upah pertama adalah upah minimum. Upah
minimum merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk memberikan
perlindungan agar tidak ada yang merasa dirugikan baik perusahaan, maupun
pekerja. Dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan menyebutkan;
a. Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman
b. Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan upah bulanan
terendah yang terdiri atas;
1) Upah tanpa tunjangan (pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari
satu tahun pada perusahaan yang bersangkutan)
2) Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
dirundingkan secara bipartite antara pekerja/buruh dengan pengusaha di
Perusahaan yang bersangkutan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2015 tentang Pengupahan maupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 telah menetapkan, bahwa upah minimum harus berdasarkan kebutuhan
hidup layak, dengan memerhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
meliputi; upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota. Secara konkret proses penetapan upah minimum
kota/kabupaten merupakan satu rangkaian proses yang panjang dan
melibatkan unsur pemerintah, pengusaha, serta serikat pekerja/buruh dalam
lembaga dewan pengupahan.14
Lalu bagaimana nilai tukar (upah) tenaga kerja buruh ditentukan secara
objektif ?. Menurut Marx nilai tenaga kerja sama seperti nilai setiap
komoditas, ditentukan oleh jumlah pekerjaan yang perlu untuk
menciptakanya. Buruh haruslah mendapatkan upah yang wajar, wajar dalam
arti buruh mendapatkan upah yang senilai dengan apa yang telah
14
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan... h. 142-146.
18
dikerjakanya. Upah yang diterima buruh haruslah adil, dalam arti bahwa
transaksi antara majikan dan buruh berupa “pertukaran ekuivalen”;
penyerahan tenaga kerja oleh buruh diberi imbalan sesuai dengan harga
pasar.15
Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan menyebutkan penetapan upah minimum dihitung dengan
menggunakan formula perhitungan upah minimum. Formula upah minimum
sebagaimana dimaksud, sebagai berikut: UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + %
Δ PDBt)}. Gubernur wajib menetapkan upah minimum berdasarkan formula
perhitungan tersebut, dan memperhatikan rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi.
Pada dasarnya upah tidak dibayar apabila pekerja/ buruh tidak
melaksanakan pekerjaan, kecuali apabila pekerja/ buruh tidak melakukan
pekerjaan karena sakit, waktu haid, melangsungkan pernikahan,
mengkhitankan anak, melahirkan atau gugur kandungan, menjalankan tugas
negara, menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, menjalankan
tugas pendidikan dari perusahaan, dan lain-lain. Dalam penetapan upah di
suatu perusahaan juga tidak boleh ada diskriminasi antara pekerja/ buruh laki-
laki dan perempuan, untuk pekerjaan yang sama nilainya sebagaimana
dimaksud dalam Konvensi 100 yang diratifikasi berdasarkan Undang-Undang
No. 80 Tahun 1957 (Lembaran Negara Nomor 171 Tahun 1957), hal ini
dimaksudkan agar nilai pengupahan tidak dibedakan berdasarkan jenis
kelamin.
Sistem pengupahan yang ada di Indonesia harus mencerminkan
keadilan dengan memberikan imbalan yang sesuai dengan kontribusi jasa
kerja dan mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja/ buruh dan
keluarganya. Sistem pengupahan yang bersifat diferensif menyebabkan
kuantitas tingkat upah khususnya dalam penetapan upah minimum terjadi
beberapa perbedaan. Kebijakan sektoral dan regional didasarkan pada
15
Franz Magnis-Suseno, pemikiran karl marx, (jakarta: Kompas Gramedia, 2016), h. 191-
192.
19
pemilihan wilayah/ daerah berikut sektor ekonomisnya yang potensial dengan
mempertimbangkan beberapa aspek yang memengaruhi antara lain, sebagai
berikut:16
a) Aspek kondisi perusahaan.
Melalui aspek ini dapat diperoleh kriteria perusahaan kecil, perusahaan
menengah dan perusahaan besar, baik di dalam satu sektor atau wilayah/
daerah maupun berlainan sektor atau wilayah/ daerah. Kriteria tersebut
membawa konsekuensi pada kemampuan perusahaan yang tidak sama
dalam memberi upah pekerja/ buruh. Hal ini juga sudah tentu tergantung
pada besarnya modal dan kegiatan usaha masing-masing perusahaan dan
tingkat produksi, serta produktivitas tenaga kerjanya.
b) Aspek keterampilan tenaga kerja.
Peningkatan produksi dan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh
kemampuan personil perusahaan, baik di tingkat bawah, yaitu tenaga
kerja terampil maupun di tingkat atas, yaitu pimpinan manajemen yang
mampu menjadi penggerak tenaga kerja yang dipimpinnya untuk bekerja
secara produktif. Tingkat kemampuan tenaga kerja dan pimpinan
manajemen dalam suatu perusahaan, memberikan peranan yang
menentukan untuk mengubah kondisi perusahaan tersebut lebih baik dan
lebih maju.
c) Aspek standar hidup.
Peningkatan tingkat upah pekerja/ buruh juga dipengaruhi oleh standar
hidup pada suatu wilayah atau daerah dimana perusahaan itu berad.
Standar hidup di perkotaan biasanya lebih tinggi dibandingkan di daerah
pedesaan. Peningkatan tingkat upah ini selain didasarkan pada kebutuhan
pokok tenaga kerja yang bersangkutan sesuai tingkat perkembangan
ekonomi dan sosial di wilayah/ daerah tertentu. Kebutuhan pokok tersebut
tidak hanya terbatas pada persoalan sandang, pangan, dan papan, tetapi
meliputi pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan sebagainya.
d) Aspek jenis pekerjaan.
16
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan... h. 147.
20
Perbedaan pada jenis pekerjaan ini mengakibatkan terjadinya perbedaan
tingkat upah, baik pada sektor sama, maupun pada sektor yang berlainan.
Tingkat upah pada sektor industry tidak sama dengan tingkat upah di
sektor pertanian, tidak sama pula dengan sektor perhotelan, dan
sebagainya.
Penetapan upah minimum di samping harus dapat memberikan
perbaikan taraf hidup pekerja/ buruh dan keluarganya, juga diupayakan agar
jangan sampai berakibat membahayakan kelangsungan usaha, terutama bagi
perusahaan yang tergolong kecil dan lemah.17
Upah minimum berfungsi sebagai jaring pengaman, sementara untuk
sistem pelaksanaan pengupahan di perusahaan melalui struktur dan skala
upah. Agar hal tersebut dapat terlaksana dan dapat dipatuhi oleh semua pihak,
maka sistem pengupahan di Indonesia diatur di Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003, dan lebih khusus mengenai pengupahan Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan.
7. Tujuan Pengaturan Upah Minimum
Adapun yang menjadi tujuan adanya pengaturan yang menetapkan upah
minimum adalah, sebagai berikut:
a. Mengurangi persaingan usaha yang tidak sehat.
b. Melindungi daya beli buruh yang berpenghasilan rendah karena tingkat
inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya daya beli buruh.
c. Mengurangi kemiskinan.
d. Meningkatkan produktivitas kerja
e. Menjamin upah yang sama bagi pekerjaan yang sama.
f. Mencegah terjadinya perselisihan.18
Selanjutnya, dalam penetapan upah minimum harus memerhatikan
komponen upah minimum yang terdiri dari:
17
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2014), h. 125. 18
Abdullah Sulaiman, Upah Buruh di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,
2008), h. 183.
21
a. Upah minimum terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap (kalau ada)
dengan ketentuan upah pokok sekurang-kurangnya 75% dari upah
minimum.
b. Tunjangan tetap merupakan tunjangan yang diebrikan oleh pengusaha
kepada pekerja secara tetap dan berkala yang tidak dikaitkan dengan
prestasi tertentu atau kehadiran, seperti; tunjangan kemahalan,
pembayaran dalam natura; dan lain-lain yang sejenis.
c. Pembayaran-pembayaran yang disasarkan kepada upah seperti: lembur,
pembayaran pesangon, pembayaran kecelakaan kerja dan lain-lain tetap
berlaku sebagaimana ketentuan yang mengaturnya masing-masing, tetapi
tidak boleh lebih rendah dari upah minimum.
d. Pengaturan upah minimum juga berlaku untuk pekerja dalam masa
percobaan dan bekerja dalam pendidikan/training, kecuali pelatihan
tersebut diberikan secara khusus dengan program tertentu dan hasil
produksi dari latihan tidak dijual sama dengan produksi biasa
e. Penentuan upah minimum harus ditinjau sekurang-kurangnya sekali dua
tahun. Hal ini dimaksudkan agar upah minimum dapat mengikuti
perubahan-perubahan yang terjadi seperti harga barang-barang kebutuhan
pekerja, kemampuan perusahaan, dan keadaan perekonomian pada
umumnya.
f. Perusahaan-perusahaan yang betul-betul tidak mampu melaksanakan upah
minimum karena kondisi yang dihadapinya, maka perusahaan tersebut
dapat memohon penangguhan upah minimum.
8. Tinjauan Asas dan Faktor Yang Mempengaruhi Upah
a. Asas dan Lingkup Pengaturan Operasional Hukum Ketenagakerjaan.
Asas hukum ketenagakerjaan di Indonesia mengacu kepada Pasal 2
dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 . Berdasarkan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan: “Pembangunan
Ketenagerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.” Selanjutnya, dalam penjelasan pasal
tersebut ditegaskan bahwa: “Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan
22
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu,
pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia
dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, bauk
materiil maupun spiritual.” Kemudian ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 , bahwa “Pembangunan ketenagakerjaan
diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah.” Asas pembangunan ketenagakerjaan pada
dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas
demokrasi, asas adil, dan merata. Hal ini dilakukan karena pembangunan
ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait dengan berbagai
pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Oleh karena
itu, pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk
kerja sama yang saling mendukung. Jadi, asas hukum ketenagakerjaan
adalah asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat
dan daerah.19
Berdasarkan pengertian dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 mengenai istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja, sehingga dapat dipahami lingkup yang diatur dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan
pekerja/buruh, menyangkut hal-hal sebelum masa kerja (pre-employment),
hal-hal yang berkenaan selama masa bekerja (daring-employment), hal-hal
sesudah masa kerja.20
a. Masa Sebelum Bekerja (Pre-Employment).
Pada masa sebelum bekerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 mengatur mengenai masalah pengadaan tenaga kerja yang
meliputi pengaturan lowongan kerja, pengerahan dan penempatan
tenaga kerja sebagai pemenuhan kebutuhan tenaga kerja. Berikut
beberapa peraturan perundang-undangan lainnya selain Undang-
19
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia... h. 7-8. 20
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia... h.12-15.
23
Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur mengenai masa
sebelum kerja;
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan
2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
3) Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor
Lowongan Pekerjaan
4) Peraturan Menteri Muda Perburuhan Nomor 11 Tahun 1959 tentang
Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)
5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1970 tentang
Pengerahan Tenaga Kerja
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.02/Men/1994 tentang
Antar Kerja Antar Negara (AKAN)
7) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Kep.228/Men/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Penggunaan
Tenaga Kerja Asing
8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing.
9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pemantauan Tenaga Kerja Asing di Daerah.
b) Masa Selama Bekerja (During Employment)
Dalam hal masa selama hubungan kerja merupakan yang mendapat
perhatian karena masa itu merupakan substansi dari hukum
ketenagakerjaan, selain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang
pokoknya mengatur masa selama bekerja banyak juga peraturan
perundang-undangan lainnya yang mengatur hal-hal selama masa
bekerja. Hal-hal yang diatur tersebut diantaranya mengenai keselamatan
kerja, pengupahan, penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
serikat pekerja/serikat buruh, jaminan sosial tenaga kerja, penangguhan
24
pelaksanaan upah minimum, tata cara pembuatan dan pengesahan
peraturan perusahaan dan pembuatan dan pendaftaran perjanjian kerja
bersama, pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu, komponen hidup
layak, kemudian mengenai upah minimum masuk ke dalam masa
selama bekerja yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan.
c) Masa Setelah Bekerja (Post-Employment)
Setelah hubungan kerja juga perlu perhatian saksama sehingga
tenaga kerja tetap mendapatkan perlindungan sesuai keadilan.
Permasalahan yang biasa diatur yaitu, sakit berkepanjangan, hari tua,
pensiun, tunjangan kematian. Hal tersebut tidak dapat diabaikan begitu
saja.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah
Kebutuhan hidup layak adalah standar kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh seorang pekerja untuk dapat hidup layak baik secara fisik,
non fisik, dan sosial untuk kebutuhan kehidupnya. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pemberian upah yaitu sebagai berikut ;
a. Pendidikan dan keterampilan.
Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap
produktifitas kerja.
b. Kondisi pasar kerja.
Kondisi pasar kerja sangat mempengaruhi nilai tawar pekerja. Dalam
tingkat pengangguran tinggi menyebabkan kelebihan pekerja dengan
penawaran upah rendah, hal ini menyebabkan posisi tawar pencari kerja
menjadi sangat lemah.
c. Biaya hidup.
Tingkat biaya hidup di suatu tempat akan berpengaruh terhadap tingkat
upah di tempat tersebut. Hal ini terjadi untuk mempertahankan tingkat
kesejahteraan pekerja yang bersangkutan.
d. Kemampuan perusahaan
Faktor ini menjadi penentu utama dalam menetapkan tingkat upah. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa apabila perusahaan tidak mampu
25
membayar upah secara wajar, maka perusahaan yang bersangkutan
harus menutup perusahaan.
e. Kemampuan serikat pekerja.
Apabila serikat pekerja kuat dalam perundingan Perjanjian Kerja
Bersama dapat memperjuangkan perbaikan syarat kerja termasuk
pengupahan dengan hasil yang maksimal.
f. Produktifitas kerja.
Kelangsungan hidup dan dan kemajuan perusahaan sangat ditentukan
oleh tingkat produktivitas kerja haruslah disadari penuh oleh pekerja
dan pengusaha juga harus memahami bahwa kemajuan itu adalah hasil
sumbangan dari pekerja.
g. Kebijakan pemerintah
Dalam hal-hal tertentu pemerintah melaksanakan intervensi terhadap
pengupahan dan tidak semata-mata diserahkan kepada mekanisme
pasar. Tujuannya adalah untuk menjamin agar tingkat upah tidak
merosot dengan menetapkan jaring pengaman dalam bentuk upah
minimum. Intervensi ini juga memelihara kesempatan kerja.21
B. Kerangka Teori
1. Hukum Ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah hokum
perburuhan yang merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Apabila
ditelaah dari pengertian istilah, hukum ketenagakerjaan terdiri atas dua kata,
yaitu hukum dan ketenagakerjaan. Hukum dapat diartikan sebagai norma
hukum, yakni norma yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang
berwenang, baik berupa hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak
tertulis. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah merumuskan
pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.22
21
Suwarto, (Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan Industrial
Indonesia, Jakarta, 2003),h. 192-193. 22
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), h. 5.
26
Hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara pekerja/ buruh dan
pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan, atas dasar
tersebut hukum ketenagakerjaan bersifat privat (perdata). Di samping itu,
dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah-masalah tertentu
diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan
hukum ketenagakerjaan bersifat publik.23
Kemudian, jika melihat
kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum Indonesia terletak
di bidang hukum administrasi/ tata negara, hukum perdata, dan hukum
pidana. Kedudukan tersebut membawa konsekuensi yuridis bahwa
ketentuan peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan haruslah
mendasarkan pada teori hukum yang menelaah bidang tersebut.24
2. Hubungan Industrial dan Hubungan Kerja
Hubungan Industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya
komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh
kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di
dalam perusahaan. Hubungan yang harmonis dan seimbang akan
menyingkirkan jauh-jauh konsep perimbangan kekuatan apalagi
pertentangan, yang ditumbuh-kembangkan adalah hubungan industrial yang
dapat mewujudkan peningkatan produktivitas sikap kebersamaan,
kepatutan, dan rasa keadilan.25
Menurut Sentanoe Kertonegoro, istilah
hubungan industrial pada dasarnya mencakup aspek yang sangat luas, yakni
aspek sosial budaya, psikologi, ekonomi, politik hukum dan hankanmas,
sehingga hubungan industrial tidak hanya meliputi pengusaha dan pekerja,
namun melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam arti luas.26
Hubungan kerja yang pada dasarnya adalah hubungan antara buruh
dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu perjanjian dimana buruh
mengikatkan dirinya pada perusahaan untuk bekerja dengan mendapatkan
23
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta, Djambatan, 1995), h. 1-2. 24
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,2013),
h. 14. 25
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 23-24. 26
Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja
(Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), (Jakarta: YTKI, 1999), h. 14.
27
upah dan pihak perusahaan atau majikan menyatakan kesanggupannya
untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah atau dapat dikatakan
sebuah peristiwa hukum yang menimbulkan akibat hukum berupa hak dan
kewajiban bagi para pihak, yakni pengusaha dan pihak pekerja/ buruh.27
3. Tenaga Kerja
Adapun pengertian tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja
formal, pekerja informal, serta orang yang belum bekerja atau
pengangguran.28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah merumuskan
pengertian tenaga kerja, yaitu “setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa, baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Menurut Payaman
Simanjutak, “Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain,
seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.” Pengertian tenaga kerja
dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/ usia. Selain
tenaga kerja, terdapat istilah pekerja yang selalu dibarengi dengan istilah
buruh yang menandakan bahwa dalam undang-undang ketenagakerjaan
memiliki makna yang sama. Pasal 1 angka 3 menyebutkan pengertian
pekerja/ buruh yaitu; “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain”. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat
beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/ buruh, yaitu sebagai
berikut:
a) Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja
tetapi harus bekerja)
b) Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan
pekerjaan tersebut. Dua unsur tersebut penting untuk membedakan
apakah seorang masuk dalam kategori pekerja/ buruh yang diatur dalam
undang-undang ketenagakerjaan atau tidak.
27
Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, dan Zaeni Asyhadie, Dasar-Dasar Hukum
Perburuhan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 65. 28
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi... h. 2-3.
28
4. Perusahaan dan Industri
Pengertian perusahaan menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 adalah ;
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain ;
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur perusahaan, yaitu; adanya usaha, adanya pengusaha, milik
Negara atau milik swasta, adanya pekerjaan untuk para pekerja/buruh,
dan adanya imbalan atau upah yang didapatkan pekerja/ buruh. Dalam
menjalankan usahanya perbedaan antara sektor swasta dengan
perusahaan negara yaitu dapat bebas memilih badan hukum yang sesuai
dengan usahanya. Badan hukum yang biasa digunakan sektor swasta
adalah berbentuk Perseroan Terbatas. Walaupun dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tidak menyebutkan pengertian mengenai industri,
tetapi perlu kita ketahui bahwa, “Industri adalah suatu usaha atau
kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi
barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan
keuntungan.”29
Tiap pekerja dan pengusaha memiliki hak dan kewajiban yang di atur
oleh KUHPerdata. Yang masih sering terjadi dan menjadi persoalan adalah
Perusahaan memberikan upah yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah.
Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun
2015, bahwa upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan
dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
29
Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis dan Empiris,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 213.
29
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/
atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Peningkatan upah perlu dilakukan
untuk menjamin kesinambungan bekerja dari buruh dengan tetap
memerhatikan kelangsungan usaha.
Pemerintah memberi perhatian yang penuh pada upah, berdasarkan
ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemerintah berkepentingan juga
untuk menetapkan kebijakan pengupahan. Adapun bentuk kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh diatur dalam ketentuan Pasal 88
ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 , yang terdiri atas;30
a) Upah minimum
b) Upah kerja lembur
c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan
e) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
f) Bentuk dan cara pembayaran upah
g) Denda dan potongan upah
h) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
i) Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j) Upah untuk pembayaran pesangon
k) Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
5. Teori Perjanjian Kerja
Ketentuan perjanjian kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 merupakan bagian dari hubungan kerja, bukan bagian dari hukum
perjanjian, maka ketentuan perjanjian kerja bukan hukum pelengkap.31
Maksud dari ketentuan perjanjian kerja ini adalah, dimana ketentuan
perjanjian kerja adalah bersifat memaksa karena wajib diikuti dan ditaati,
30
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi... h. 109. 31
Hardjian Rusli,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi,(Jakarta: Ghalia Indonesia,
2003), h. 70.
30
sehingga para pihak dalam perjanjian kerja tidak dapat membuat perjanjian
kerja menyimpang dari ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Namun apabila dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak mengatur
mengenai suatu hal, dan diatur dalam hukum perjanjian, maka dapat berlaku
dalam hukum perjanjian. Tetapi bila undang-undang ketenagakerjaan telah
mengaturnya, maka ketentuan tersebut bersifat memaksa, sehingga tidak
dapat dikesampingkan.
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak. Menurut Imam Soepomo dalam buku Lalu Husni
berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak
kesatu sebagai pekerja mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima
upah dari pihak kedua yaitu pengusaha, dan pengusaha mengikatkan diri
untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah32.
Berdasar pengertian perjanjian kerja, dapat ditarik beberapa unsur dari
perjanjian kerja :
a) Adanya unsur pekerjaan.
Ada pekerjaan yang diperjanjikan sebagai obyek perjanjian. Perjanjian
tersebut harus dilakukan oleh pekerjanya sendiri. Sifat perjanjian yang
dilakukan oleh pekerja sangat pribadi karena bersangkutan dengan
keterampilan/keahliannya.
b) Adanya unsur perintah.
Pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
c) Adanya upah.
Upah memegang peranan penting dalam perjanjian kerja, dan sebagai
tujuan utama seorang bekerja pada pengusaha. Maka apabila tidak ada
unsur upah, hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.33
32
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010), h. 64.
33
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi... h. 65.
31
Ciri khas dari perjanjian kerja adalah di bawah perintah pihak lain,
dalam hal ini menunjukkan hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah
hubungan antara bawahan dengan atasan.Pengusaha sebagai pihak yang
lebih tinggi secara sosial-ekonomi memberi perintah kepada pihak pekerja
yang secara ekonomi kedudukannya lebih rendah untuk melakukan
pekerjaan tertentu.
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa
perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a) Kesepakatan kedua belah pihak.
Para pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat
mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang
satu, dikehendaki pula oleh pihak yang lain.
b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum.
Kedua belah pihak cakap dalam membuat perjanjian dengan dilihat dari
batas umur sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan dalam Pasal 1
angka (26) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang memberikan
batas umur minimal cakap adalah 18 tahun. Selain itu, dikatakan cakap
adalah apabila orang tersebut tidak berada di bawah pengampuan.
c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.
Pekerjaan yang diperjanjikan adalah sebagai obyek dari perjanjian kerja
antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan
hak dan kewajiban bagi para pihak.
d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Objek pekerjaan harus halal, dan jenis pekerjaan yang diperjanjikan
merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan
secara jelas.34
Bentuk dari perjanjian kerja seperti telah disebutkan dalam Pasal 51
ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah dapat dibuat secara
tertulis maupun lisan. Ada manfaat bila perjanjian kerja itu dibuat secara
34
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi... h. 67-68.
32
tertulis serta dinyatakan dalam suatu rumusan tertentu sehingga semakin
jelas dan tegas isi dan perumusan pernyataan kehendak kedua belah pihak,
dan semakin kurang timbul keragu-raguan. Meski dalam prakteknya,
perusahaan mengeluarkan surat pengangkatan yang dibuat dan ditanda
tangani secara sepihak oleh majikan.
Isi dari perjanjian kerja adalah berkenaan dengan pekerjaan yang
diperjanjikan, tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang
yang sifatnya memaksa atau dalam undang-undang tentang ketertiban
umum atau dengan tata susila masyarakat. Jika perjanjian kerja bertentangan
dengan ketertiban umum, adalah karena bertentangan atau melanggar
larangan yang dimuat dalam undang-undang.
Masing-masing pihak baik pekerja maupun pengusaha memiliki hak
dan kewajiban masing-masing yang harus saling dipertanggung jawabkan.
Kewajiban pekerja kepada pengusaha pada umumnya adalah merupakan
hak dari pengusaha yaitu :
a) Melakukan pekerjaan.
Pekerjaan ini dapat diartikan dengan perbuatan untuk kepentingan
pengusaha, baik langsung maupun tidak langsung dan untuk dilakukan
secara terus-menerus untuk meningkatkan produksi baik dari segi mutu
maupun jumlahnya. Pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang
telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. Pekerjaan yang ditetapkan ini
pada umumnya harus dilakukan oleh pekerja itu sendiri.
b) Petunjuk majikan.
Petunjuk diberikan oleh pengusaha terutama dimana buruh diterima
untuk melakukan pekerjaan dengan upah jangka waktu. Dalam
praktiknya, pekerja kerap kali melakukan pekerjaan sesuai kemauannya
sendiri tanpa mengindahkan petunjuk yang telah diberikan oleh
pengusaha. Tindakan ini adalah telah menyalahi perjanjian dan tidak sah.
Lain halnya dengan apabila pekerja telah melakukan apa yang telah
pengusaha perintahkan sesuai petunjuknya, namun pada akhirnya tidak
menghasilkan apa yang diharapkan oleh pengusaha, maka pengusaha
33
tersebut tidak berhak untuk menyalahkan buruh, dan kerugian yang
ditimbulkan secara keseluruhan menjadi tanggung jawab pengusaha.35
c) Membayar ganti rugi dan denda.
Pekerja bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan atas
perbuatannya, dan tanggung jawab ini terbatas hanya pada kerugian yang
terjadi karena perbuatannya yang disengaja atau karena kelalaiannya.
Maksud dari disengaja adalah perbuatan itu dimaksudkan untuk
merugikan kepentingan orang lain, sedangkan kelalaian adalah apabila
kekurang hati-hatian yang dilakukan pekerja sehingga merugikan
kepentingan orang lain. Jika kerugian yang diderita orang lain ini tidak
dapat dinilai dengan uang, maka lewat pengadilan akan ditetapkan sejumlah
uang menurut keadilan sebagai ganti rugi.36
Denda atas tidak dipenuhinya kewajiban oleh pekerja tidak dapat
ditetapkan secara sepihak oleh pengusaha, harus ditetapkan dalam perjanjian
kerja tertulis. Denda tersebut tidak boleh menjadi keuntungan pribadi bagi
pengusaha sendiri atau bagi siapapun yang diberi kuasa untuk menjatuhkan
denda kepada pekerja.
Kewajiban pengusaha adalah sebagai bentuk dari hak pekerja yang
dapat diterimanaya apabila telah melakukan kewajibannya sebagai pekerja.
Kewajiban pengusaha yang paling penting sebagai akibat langsung dari
perjanjian kerja yang sah adalah membayar upah. Kewajiban-kewajiban
pokok lain yang menurut peraturan adalah mengatur pekerjaan, mengatur
tempat kerja, memberi surat keterangan, dan kewajiban tambahannya adalah
membuat buku upah, buku pembayaran upah.37
C. Tinjauan Umum Penangguhan
Sudah selayak pengusaha membayar upah minum sesuai aturan yang
berlaku, namun fakta di lapangan masih banyak pengusaha atau perusahaan
yang membayar upah di bawah ketentuan upah minimum, berdasarkan
35
Soepomo Imam, Pengantar Hukum Perburuhan... h. 101 36
Soepomo Imam, Pengantar Hukum Perburuhan... h. 104 37
Soepomo Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, ... h. 109.
34
KEPMEN nomor 231 Tahun 2003 tentang tata cara penangguhan pelaksaan
upah minimum. Pasal 2 ayat (1) berbunyi “Pengusaha dilarang membayar upah
pekerja lebih rendah dari upah minimum” dan di ayat 2 berbunyi “Dalam hal
pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat
mengajukan penangguhan pelaksaan upah minimum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, jenis perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja/
buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyebab dari perselisihan hak adalah tidak dipenuhinya hak, akibat
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama. Oleh karena itu, permasalahan penangguhan upah minimum
dikategorikan ke jenis perselisihan hak.
Dalam Pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan,
bahwa; “Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan
oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara
musyawarah untuk mufakat, dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk
mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui
prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial”.
Prinsip yang disebutkan dalam peraturan tersebut harus menjadi
pegangan bagi para pihak, termasuk dalam permasalahan penangguhan upah
minimum. Dalam hal terjadi perselisihan dalam hal penangguhan upah
minimum, selalu mengedepankan musyawarah melalui perundingan bipartite di
tingkat perusahaan. Penegakan hukum ketenagakerjaan tentu sangat terkait
denagn kedudukan hukum ketenegakerjaan sendiri dalam hukum nasional.
Terdapat keterkaitan dengan aspek hukum perdata, aspek hukum administrasi
(hukum tata usaha negara), dan aspek hukum pidana.
35
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
1. Skripsi disusun oleh Fauzi Ramadhan38
yang berjudul, “Upah Minimum
Regional Kota Depok Dalam Perspektif Konsep Ijarah (Upah)”.
Skripsi ini membahas tentang Upah Minimum Regional Kota Depok
Dalam Perspektif Konsep Ijarah, Persamaan pada penelitian ini adalah
pada bagaimana penerapan upah pemberi kerja. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah bahwa peneliti lebih berfokus pada penerapan upah
PT Kalibata Sarana Indo.
2. Skripsi disusun Verdi Ferdiansyah39
yang berjudul “Prosedur Penetapan
Upah dan Penaangguhan Upah Minimum Provinsi dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 12/G/2013/PTUN-PLG dan
62/G/2013/PTUN-JKT”. Dalam skripsi ini membahas Skripsi ini
membahas mengenai prosedur penetapan dan penangguhan upah minimum
khususnya Upah Minimum di Sumatera Selatan dan DKI Jakarta.
Perbedaan antara skripsi di atas dengan penelitian peneliti bahwa skripsi di
atas focus membahas bagaimana wewenang PTUN terkait dengan Surat
Keputusan Gubernur terkait penetapan upah minimum dan bagaiman
Undang-Undang Ketenagakerjaan atau peraturan terkait penangguhan
upah minimum mengatur prosedur permohonan penangguhan upah
minimum khususnya terkait dengan waktu pemberkasan permohonan
penangguhan upah minimum.
3. Skripsi disusun oleh Katsuri Zulfan40
yang berjudul “Kajian Yuridis
tentang Penetapan Upah Tenaga Kerja Pada Perusahaan di
Indonesia”. Dalam Skripsi ini membahas mengenai bagaimana sistem
38 Fauzi Ramadhan,“Upah Minimum Regional Kota Depok Dalam Perspektif Konsep Ijarah
(Upah). Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012 39
Verdi Ferdiansyah, “Prosedur Penetapan dan Penangguhan Upah Minimum Provinsi
dikaiatkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Kasus Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara Nomor 12/G/2013/PTUN-PLG dan 62/G/2013/PTUN-JKT”, (Diakses melalui
lib.ui.ac.id) 40
Katsuri Zulfan, “Kajian Yuridis Tentang Penetapan Upah Tenaga Kerja Pada Perusahaan
di Indonesia”, Skripsi Fakultas Hukum, Unniversitas Sumatera Utara, (Diakses melalui
Repository.usu.ac.id)
36
penetapan upah pekerja yang ada di Indonesia, kebijakan yang ada di
Indonesia terkait dengan upah bagi pekerja, dan masalah-masalah kasus
upah kecil yang ada di Indonesia. perbedaan antara skripsi di atas dengan
penelitian peneliti bahwa skripsi di atas membahas bagaimana sistem
pemberian upah bagi pekerja dan penelitian yang dilakukan hanya
terhadap kajian yuridis peraturan perundang-undangan mengenai upah
yang ada di Indonesia.
4. Buku ini disusun oleh Sri Herianingrum dan Tika Widiastuti41
yang
berjudul “Ketenagakerjaan In: Ekonomi Dan Bisnis Islam Seri Konsep
dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam”. Dalam buku ini menjelaskan
mengenai ketenagakerjaan dalam perspektif islam tetapi dalam penelitian
ini lebih menjelaskan ketenagakerjaan itu sendiri dalam peraturan yang
berlaku di Indonesia yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan
tidak dilihat jauh dari sisi ekonomis nya.
5. Jurnal yang disusun oleh Elisa Susanti42
yang berjudul “Efektivitas Upah
Minimum di Kabupaten Bandung”. Dalam jurnal ini berfokus pada
efektifitas upah di Bandung sedangkan peneliti pada karyawan di kota
Depok. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengenai pembahasan
upah minimun yang di berikan oleh pemberi kerja, perbedaan pada
penelitian ini adalah peneliti lebih berfokus pada upah yang di berikan
oleh PT Kalibata Sarana Indo, berdasarkan Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003.
41
Sri Herianingrum dan Tika Widiastuti, Ketenagakerjaan In: Ekonomi dan Bisnis Islam Seri
Konsep dan Aplikasi Ekonommi dan Bisnis Islam. Jakarta, 2008. 42
Elisa Susanti, Dalam Jurnal “Efektifitas Upah Minimum di Kabupaten Bandung”,
Bandung, 2010.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO
A. Sejarah Berdirinya dan Rantai Distibusi PT. KALIBATA SARANA
DISTRINDO.
PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO adalah sebuah Perusahaan
distribusi atau penyalur yang kegiatan utamanya adalah mendistribusikan,
menyalurkan produk-produk dari PT. Cussonslndonesia, PT.Pigeon Indonesia,
PT. Mebellin Indonesia dan beberapa produk dari perusahaan lainnya.
Perusahaan ini dirintis untuk permulaan oleh pendirinya yaitu HM.
Zulkarnain (almarhum, wafat pada tahun 2015) yaitu sejak tahun 1997 dengan
bendera perusahaan bernama PD. Kalibata. Pemberian nama ini diambil dari
nama sebuah kelurahan di Jakarta Selatan, tepatnya adalah Kelurahan Kalibata,
Kecamatan Mampang Prapatan, kota Jakarta Selatan, yang merupakan tempat
lahir dan dibesarkannya beliau.
HM. Zulkarnain adalah seorang yang sudah sangat berpengalaman dan
sangat lama berkecimpung didunia retail dan distribusi, karena sebelumnya ia
pernah berkarir dibeberapa perusahaan sejenis diantaranya PT. Vick Indonesia,
PT. Jhonson and Jhonson Indonesia dan PT. Loreal lndonesia.
PD. Kalibata ini sendiri dimulai dari sebuah kamar kecil dengan ukuran
4x6 meter persegi yang digunakan sebagai kantor dan merangkap sebagai
gudang, didaerah Cimanggis, Depok, dengan hanya mempekerjakan seorang
pegawai yang merangkap sebagai seorang salesman dan pengirim barang. Dan
pada waktu itu barang atau produk yang didistrubusikan atau dijual pun masih
sangat sedikit dan terbatas, karena pada waktu itu posisi PD. Kalibata hanya
sebatas sebagai agen atau grosir saja.
Seiring perjalanan waktu PD. Kalibata mulai dipercaya dan ditunjuk oleh
beberapa perusahaan multinasional/prinsipal untuk mendistribusikan produk-
produk mereka untuk daerah Depok dan sekitarnya dengan status resmi sebagai
Distributor dari perusahaan-perusahaan tersebut. Secara legalitas PD. Kalibata
berubah menjadi PT. Kalibata Sarana Distribusi yaitu pada 28 Mei 2015,
38
dengan surat izin usaha perdagangan(SIUP) nomor : 0319/10-27/PK/V/2015
dan Tanda Daftar Perusahaan nomor 10.27.1.46.05075.
Pada saat ini PT. Kalibata Sarana Distrindo sudah mengcover atau
meliput area yang cukup melebar yaitu JABODETABEK (Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi), juga area Karawang, Sukabumi dan Cilegon.
Adapun seluruh karyawan pada saat ini berjumlah kurang lebih 50 orang,
dengan rata-rata Gross omset sekitar Rp. 4.000.000.000.000 (Miliar).
Sementara itu Rantai distribusi PT. Kalibata Sarana Distrindo sebagai
berikut;
a. Principal (Pabrikan)
b. Distibutor (distributor utama)
c. Agen/Grosir
d. Toko-toko
e. End User (pembeli akhir).
B. Tujuan, Visi dan Misi.
Tujuan awal dari PD. Kalibaya yang kemudian dalam berjalanan waktu
berubah nama menjadi PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO dan
disingkat menjadi PT. KSD adalah hanya sekedar dalam kerangka berpikir
bahwa ini bagian dari pemanfaatan ilmu dan Pengetahuan yang sang founder
(pendiri) selama ini dapatkan dari beberapa perusahaan nasional dan
Multinasional seperti PT. Gunung Agung, PT. Vick Indonesia, PT.
Jhonson&Jhonson Indonesia dan PT. L'oreal Indonesia terutama dalam hal
sales/penjualan dan Distribution/penyebaran produk.Kedudukan terakhir dari
founder adalah sebagai Nasional Sales & Distribution di PT. L'oreal Indonesia,
sebuah perusahaan kosmetik internasional dari Paris, Prancis.
Jadi tujuan awal adalah bagaimana knowledge/pengetahuan dalam ilmu
sales dan distribusi atau tentang ruang lingkup penjualan dari mulai sistem
ordering/collecting order, pesanan, Ware Housing system/sistim pergudangan,
seperti FIFO system (First In First Out, penyiapan barang, delivery
system/sistim pengiriman, pendistribusian produk dan lain-lainnya dapat
diaplikasikan pada usaha yang dimilikinya sendiri sehingga diharapkan juga
39
dapat membuka lapangan kerja terutama untuk lingkungan terdekat terlebih
dulu (family) dan masyarakat sekitarnya.
Yang pada gilirannya adalah bagaimana mereka merancang tujuan akhir
dari perusahaan tersebut adalah dengan menjadikan Visi dan Misi Perusahaan
sebagai tujuan akhir yang harus dicapai dalam periode waktu tertentu.
Dengan sistem pendistribusian seperti ini maka tenaga-tenaga kerja yang
diperlukan adalah :
a. General Manager.
b. Manager Penjualan dan Gudang.
c. Supervisor.
d. Salesman.
e. Collector.
f. Helper dan driver.
g. Staff Gudang.
h. Administasi penginput factur dll.
i. Satpam.
Adapun Visi dan Misi dari PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO
ialah sebagai berikut;
A. Visi.
1) Menjadi Perusahaan Sales dan Distribusi yang berskala Nasional untuk
produk-produk dari Perusahaan Nasional dan Multinasional.
2) Menjadikan mutu layanan dalam hal taking order (pengambilan pesanan)
dan dalam hal delivery services (layanan pengiriman) dengan filosofi "24
hours servuces" yang bermakna dalam waktu 24 jam pesanan sampai
ditangan konsumen.
3) Mempertahankan dan terus melakukan penetrasi layanan sampai daerah-
daerah perifer (pinggiran).
B. Misi.
1) Meningkatkan ketersediaan barang di gudang dengan Buffer Stock
System (Sistem Cadangan Stok).
2) Peremajaan armada untuk kendaraan yang sudah tidak layak pakai.
40
3) Perbaikan dalam sistem zonasi area covered dari salesman dan
sinkronisasi dengan delivery covered.
C. Jenis pekerjaan dan Tugas dari Struktur Organisasi.
Sebagaimana yang berlaku umum dibanyak Perusahaan Terbatas, berikut
adalah jenis dan tugas pekerjaan dari struktur organisasi;
a. General Manager.
Adalah sebagai Direktur Utama dari perusahaan tersebut yang bertugas
melakukan kontrol secara day to day terhadap jalannya organisasi dari
perusahaan yang bertanggung jawab langsung kepada komisaris yang
merangkap pemilik (owner) dari PT tersebut bertanggung jawab terhadap
segala aspek di PT baik yang menyangkut ketenagakerjaan dan juga
performance (penjualan) dari PT. Secara umum General manager adalah
lokomotif dari PT yang akan membawa PT kearah kemajuan atau
sebaliknya. Dibawah GM (General Manager ada beberapa Manager
dibawahnya yang masing-masing membawahi bidang keahliannya masing-
masing.
b. Sales Manager.
Tugasnya ialah fokus pada pencapaian target penjualan yang sudah
ditentukan oleh PT, tentunya setelah mempertimbangkan berbagai
parameter dan disepakati oleh team penjualan.
c. Manager Gudang.
Yang bertugas untuk fokus bagaimana dapat memback up atau
mensupport team sales dilapangan, dengan cara menjaģa ketersedia
barang/stock barang di gudang dan mengatur bagaimana pesanan dari
costumer bisa sampai ketangan mereka dengan tepat waktu dan dengan
jumlah dan jenis barang yang sesuai dengan yang mereka pesan. Dibawah
masing-masing manager ada beberapa supervisor (pengawas).
d. Supervisor.
Tugasnya ialah yang setiap hari secara intent (terus menerus) menjaga
komunikasi dengan bawahannya dengan tetap mengawasi kinerja masing-
41
masing unit. Dibawah supervisor ada masing-masing posisi yang merupakan
ujung tombak dari perusahaan.
e. Salesman Dan Staff Gudang.
Ditangan merekalah roda perusahaan mulai digerakan. Tugas Salesman
adalah melakukan penjualan, baik melalui telepon atau bertatap muka
langsung dengan konsumen. Kecakapan dalam menawarkan produk
haruslah dimiliki oleh seorang salesman. Sedangkan Staff Gudang adalah
dia yang memastikan semua operasional gudang berjalan dengan lancar
hingga produk siap untuk didistribusikan.
f. Debt Colector.
Yang tidak kalah penting juga adalah para collector yang mempunyai
tugas utama mengagih piutang PT pada para langganan/toko yang membeli
dan membayar dengan cara kredit.
g. Team canvasser
Sedangkan untuk pengiriman barang (team canvasser) biasanya di PT.
KSD dirangkap oleh driver yang dibantu oleh seorang helper/pembantu,
yang tugas utamanya adalah menaikan barang kiriman dari gudang ke mobil
canvas (mobil box) dan menurunkannya ke konsumen (toko).
h. Staff Admistrasi.
Sedangkan staff Admistrasi tugas pokok mereka adalah menginput data
order dari salesman sampai berbentuk Factur Penjualan (nota penjualan) dan
diteruskan ke Bagian gudang untuk disiapkan barangnya.
i. Security.
Untuk menjaga keamanan terhadap gudang dan barang-barang PT
termasuk kendaraan mobil dan sepeda motor, PT KSD mempekerjakan
satpam (security).
D. Gambaran umum kondisi Ketenagakerjaan dan sistem penggajian di PT.
KSD.
Masalah ketenagakerjaan di daerah Depok dimana PT. KSD berdomisili
secara umum adalah merupakan salah satu problem yang masih menjadi
42
perhatian dan memerlukan penyelesaian, apalagi kota Depok yang memang
berkeinginan untuk memberikan kesejahteraan bagi warganya. Bila ternyata
masalah ketenagakerjaan belum kondusif untuk menunjang jalannya
pembangunan, maka kesejahteraan yang diharapkan terwujud masih akan
terganjal.
Demo kaum buruh setiap tanggal 1 mei (May Day) merupakan cermin
dan indikasi permasalah kaum buruh dewasa ini. Mulai dari masalah Upah
Minimum, Outsourching sampai masalah jaminan sosial dan lainnya.
Terkait upah minimum sudah barang tentu setiap tenaga kerja
menghendaki upah yang layak tidak saja hanya untuk sekedar memenuhi
kebutuhan sehari-hari tetapi bagaimana upah minimum itu bisa membiayai
sekolah anak-anaknya, kebutuhan rekreasi dan lain sebagainya.
Apalagi bisa menjamin biaya kesehatan dan tabungan untuk memiliki
rumah meskipun sudah ada Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja) akan tetapi
belum semua tenaga kerja ikut program tersebut. Sehingga ketika sakit tidak
terlindungi dan disaat memasuki masa pensiun tidak memiliki jaminan
kesehatan apalagi jaminan pensiun.
Terkait keadaan yang terjadi di PT. Kalibata Sarana Distrindo penulis
melihat dan mengalami secara langsung karena penulis magang ditempat
tersebut. Para pekerja rata-rata adalah saudara pemilik perusahaan dan pekerja
dari luar Jawa Barat, dimana para pekerja disediakan kontrakan untuk pekerja
dari luar Depok. Jam kerja yang ditetapkan perusahaan tersebut adalah dari
mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB.
Waktu bekerja diperusahaan tersebut bisa dibilang cukup padat yaitu 11
jam waktu bekerja, dengan waktu bekerja selama itu apakah upah para pekerja
sesuai dengan keringat yang dikeluarkanya, sedangkan Berdasarkan Keputusan
Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/kep.1065bangsos/2017 Tentang Upah
Minimum Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2018, untuk wilayah
Kota Depok adalah sebesar RP.3.584.700,29,.
Tapi pada kenyataanya upah yang diberikan oleh PT. Kalibata Sarana
Distrindo kepada para pekerja tidak sesuai dengan UMK di kota Depok.
43
Penulis sempat mewawancarai salah satu karyawan PT. Kalibata Distrindo
seorang collector yang tiap hari nya di tugaskan sebagai penagih uang ke toko-
toko (agen). Dia mengatakan sudah 7 tahun kerja di sana, dan upah perbulan
RP.3.000.000,00. Upah yang tidak sesuai dengan lelah yang di dapat tiap hari.
E. Perjanjian Kerja Yang Digunakan
Sama seperti perjanjian yang digunakan perusahaan pada umumnya, yaitu
adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, antara pekerja dan perusahaan.
Jadi disini pekerja sudah tau akan mendapatkan upah yang tidak sesuai upah
minimum, namun mereka mnyepakatinya karena memang PT. Kalibata Sarana
Distrindo belum bisa membayar upah sesuai Sk Gubernur Jawa Barat.
44
BAB IV
PROBLEMATIKA PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO,
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG DAN SOLUSINYA
A. Problematika PT. Kalibata Sarana Distrindo
Setiap tahunya di wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia
mengalami kenaikan upah minimun, seperti di Provinsi Jawa Barat khususnya
wilayah Depok. Pada tahun 2018 upah minimun Provinsi Jawa Barat sebesar
Rp. RP.3.584.700,29,._ /bulan. Kenaikan UMP ini tidak luput dari keberatan
pengusaha. Hal ini karena pertimbangan kondisi perusahaan yang sepi
konsumen maupun kondisi keuangan perusahaan yang minim, sehingga beban
biaya perusahaan makin tinggi. Namun kondisi ini tidak bisa serta merta di
kesampingkan oleh perusahaan maupun pengusaha.
Pada prinsipnya pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari
upah minimum yang telah di tetapkan sesuai aturan yang berlaku.
Berdasarkan pasal 185 ayat 3 jo pasal 90 ayat (1) Undang -Undang Nomor 13
Tahun 2003 , diatur bahwa “Pengusaha yang membayar upah lebih rendah
dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu
Tahun) dan paling lama 4 (empat) tahun dan/denda paling sedikit Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
Peneliti melihat problematika ketenagakerjaan di Indonesia sampai saat
ini tidak lepas terkait dengan sempitnya peluang lapangan kerja di satu sisi,
dan tingginya angka pengangguran di sisi lain. Dan juga di karenakan upah
yang murah, jaminan sosial yang seadanya. Hal ini seharusnya menjadi
perhatian lebih dari pemerintah.
Sehubungan dengan upah murah saat ini kita juga masih sering
menemukan perusahaan-perusahaan yang memberi upah kepada karyawan di
bawah upah minimum provinsi (UMP)/ upah minimum kota/kabupaten
(UMK).
Sebetulnya secara legalitas perusahaan yang memberikan upah kepada
pekerja di bawah UMP/UMK bisa dilihat dari perjanjian atau kontraknya.
45
Dalam hal ini tentu saja keputusan terkait dengan perjanjian atau kontrak kerja
tersebut terpulang kepada calon pekerja, apakah mau menerimanya atau
menolaknya.
Karena perjanjian atau kontrak kerja pada prinsipnya memerlukan
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk dapat berlaku sesusai dengan
ketentuan hukum, yaitu Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 51 ayat
(2) “ Perjanjian kerja yang disyaratkan seacara tertulis dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Kalau dilihat secara seksama pasti ada alasan-alasan tertentu mengapa
ada perusahaan yang belum mampu untuk memberikan upah kepada
pekerjanya sesuai UMP/UMK yang berlaku. Beberapa alasan yang sering
diutarakan kendala yang menyebabkan tidak membayar upah sesuai aturan
yang berlaku yaitu, perusahaan masih kecil, kondisi keuangan perusahaan
yang tidak stabil, atau laju perekonomian yang melambat, dan lain-lain. Yang
terjadi terhadap PT. Kalibata Sarana Distrindo berdasarkan temuan lapangan
dan hasil wawancara oleh peneliti kepada pihak yang bersangkutan. Mereka
memberikan beberapa alasan yang menyebabkan mengapa belum dapat
memberikan upah kepada karyawannya sesuai SK gubernur Jawa Barat, yaitu
:
1. Margine atau keuntungan yang didapat dari pabrikan tidak terlalu besar
yaitu 5-10% dari omset penjualan (bervariasi untuk setiap pabrikan)
2. Masih adanya tanggungan terhadap bunga bank yang harus di bayarkan
karena PT. Kalibata Sarana Distrindo masih memanfaatkan fasilitas
kredit dari bank.
3. Masih adanya pinjaman leasing untuk kendaraan operational yaitu kredit
mobil dan motor.
4. Adanya potongan harga dalam bentuk discount, seperti cost discount,
quantity discount, dan reguler discount yang berada dikisaran 2 sampai
4%. Juga sangat mempengaruhi terhadap profit margine atau keutungan
Perusahaan, yang juga berpengaruh terhadap pendapatan karyawan.
46
B. Implementasi Menurut Undang-Undang dan Solusinya
Salah satu kebijakan dalam sistem pengupahan yaitu upah minimum.
Mengenai prosedur dan mekanisme penetapan upah minimum disebutkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Peraturan Pemerintah tersebut menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Upah Minimum ditetapkan di
tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota, dan Sektoral oleh Gubernur.
Berdasarkan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan
bahwa “Setiap wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan upah
minimum mereka sendiri baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/
kotamadya.”
Dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan menyebutkan;
a. Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman
b. Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan upah bulanan
terendah yang terdiri atas;
1. Upah tanpa tunjangan (pekerja/buruh dengan masa kerja kurang
dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan)
2. Upah pokok termasuk tunjangan tetap
Upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
dirundingkan secara bipartite antara pekerja/buruh dengan pengusaha di
Perusahaan yang bersangkutan. Setelah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, terdapat beberapa ketentuan
yang berubah dari Peraturan Pemerintah sebelumnya mengenai
perlindungan upah.
Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah minimum
merupakan peraturan menteri yang dibentuk berdasarkan perintah dari
peraturan pemerintah tentang pengupahan. Dalam Pasal 48 Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 menyatakan; “Ketentuan lebih lanjut
mengenai Upah Minimum Provinsi dan/atau Kabupaten/kota diatur dengan
Peraturan Menteri.” Atas dasar delegasi tersebut maka peraturan menteri
47
memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan termasuk jenis perundang-
undangan.
Perbedaan lainnya antara Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015
tentang Pengupahan dengan Peraturan Pemerintah sebelumnya tentang
perlindungan upah yaitu dalam hal penetapan upah minimum. Dalam Pasal
45 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
menyebutkan “Penetapan upah minimum provinsi dihitung dengan
menggunakan formula perhitungan upah minimum. Formula upah
minimum sebagaimana dimaksud, sebagai berikut: UMn = UMt + {UMt x
(Inflasit + % PDBt)}.”
Gubernur wajib menetapkan upah minimum berdasarkan formula
perhitungan tersebut, dan memperhatikan rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi dengan mempertimbangkan faktor produksi dan
pertumbuhan ekonomi. Antara produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
saling berkaitan, karena terdapat ciri-ciri dari pertumbuhan ekonomi yaitu
adanya peningkatan produktivitas. Apabila tenaga kerja digunakan secara
penuh maka akan meningkatkan produktivitas dan adanya peningkatan
efisiensi yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi.
Hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan
yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa
kerja. Sedangkan Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna manghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat, fungsi hukum itu
adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka
pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai
penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang diharapkan oleh
pembanganan. Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum
ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan
48
masyarakat yang menyalurkan arah kegiatan manusia ke arah yang sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan.43
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam
mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina
dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja
sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapa keadilan.
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus
memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang
semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga
kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga
kerja. Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak
terlepas dari banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran.
Masalah tersebut menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan
hukum di Indonesia dan bila ditelusuri lebih jauh bahwa akar dari semua
masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional.44
Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan
Pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya
negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja.
Mengandalkan terus-menurus industri ke sektor padat karya
manufaktur, akan hanya membuat tenaga kerja Indonesia seperti hidup
seperti dalam ancaman bom waktu. Rentannya hubungan kerja akibat
buruknya kondisi kerja, upah rendah. Pemutusan Kerja (PHK) semena-
mena dan perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah
sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya
kekerasan.45
43
Soedardaji, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Yogyakarta: PustakaYustisia, 2008) h.
16 44
Jimly Assidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta, Sinar
Grafika,2011). h.57 45
Abdul Rachmad Boediono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Prers,
2011), h. 56
49
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah
satu masalah dalam ketenagakerjaan kita. Melalui Undang-Undang
ketenagakerjaan seharusnya para pekerja akan terlindungi secara hukum,
mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak,
melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah
layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun.
Pada prinsipnya sistem penetapan upah umum dilakukan untuk
mengurangi eksploitasi terhadap buruh/tenaga kerja. Penetapan upah
Minimun Kabupaten (UMK) merupakan kewajiban pemerintah untuk
memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja. Namun sebelumnya perlu
dijelaskan terlebih dahulu tentang apakah upah itu sendiri.
Upah adalah sumber kehidupan bagi tenaga kerja. Pengertian Upah
Sebagaimana di atur dalam Pasal 1 Angka 30 Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 , upah adalah: “Hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Pasal 27 ayat (2) dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah ditentukan
landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dengan
demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh atau tenaga kerja kita
atas jasa-jasa yang dijualnya haruslah upah yang sangat wajar sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku.46
Dengan demikian, menurut Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 , upah merupakkan hak dari pekerja/buruh
yang harus ditentukan sedemikian rupa sehingga merupakan salah satu
bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja.
46
G. Kartasapoetra, et, all., Hukum Perburuhan Indonesia Berdasarkan Pancasila, (Jakarta:
Bina Aksara, 1986), h. 93
50
Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan
setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan, maka pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan untuk melindungi pekerja, meliputi :
1) Upah minimum;
2) Upah kerja lembur;
3) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
4) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
5) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
6) Bentuk dan cara pembayaran upah;
7) Denda dan potongan upah;
8) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
9) Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
10) Upah untuk pembayaran pesangon; dan
11) Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
dijelaskan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum, baik upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten
kota (sering disebut Upah Minimum Regional, UMR) maupun upah minimum
berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota (Upah
Minimum Sektoral, UMS).
Pasal 91 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Pengaturan pengupahan
yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dalam
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 . Apabila kesepakatan
tersebut lebih rendah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah
pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
51
Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak
melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Kompenen upah ialah
faktor penggerak roda per-ekonomian suatu negara.
Imbalan yang diterima oleh pekerja tidak selamanya disebut sebagai
upah, karena dapat imbalan tersebut tidak termasuk dalam komponen upah.
a. Termasuk komponen upah adalah :
1) Upah pokok merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada
pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan
berdasar perjanjian;
2) Tunjangan tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan
dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan
keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti
tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan.
3) Tunjangan tidak tetap yaitu pembayaran yang secara langsung
maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja dan diberikan secara
tidak tetap bagi pekerja dan keluarganya serta dibayarkan tidak
bersamaan dengan pembayaran upah pokok.
b. Tidak termasuk komponen upah adalah :
1) Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata karena hal-hal yang
bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh;
2) Bonus yaitu pembayaran yang diterima pekerja atas hasil keuntungan
perusahaan atau karena pekerja berprestasi melebihi target produksi
yang normal atau karena peningkatan produksi;
3) Tunjangan hari raya dan pembagian keuntungan lainnya.
Peraturan ini berlaku bagi setiap pemberi kerja, baik per-orangan maupun
badan usaha atau badan hukum. Dasar pengupahan ialah adanya suatu
hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja, baik tertulis maupun tidak tertulis. Oleh karenanya hak
pekerja atas upah timbul pada saat terjadinya hubungan kerja dan berakhir
pada saat putusnya hubungan kerja.
52
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor:
561/kep.1065bangsos/2017 tentang Upah Minimum Kabupaten Kota di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018, untuk wilayah Kota Depok adalah sebesar
RP.3.584.700,29,. Peneliti menyimpulkan bahwa upah PT. Kalibata Sarana
Distrindo belum sesuai UMK Depok. PT. Kalibata Sarana Distrindo tidak
memenuhi kewajibannya di mata hukum, sesuai pasal 90 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2013 dijelaskan Bagi pengusaha yang tidak mampu
membayar upah minimum dapat mengajukan penangguhan. Adapun Tata cara
penangguhan upah minimum diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Nomor KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara
Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.47
Menurut peneliti, PT. Kalibata Sarana Distrindo belum mendapatkan
teguran dari dinas ketenagakerjaan seharus nya PT. KSD melakukan
penagguhan, disebutkan dalam pasal 3 Keputusan Menteri “Pengusaha yang
tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan
penangguhan upah minimum kepada Gubernur instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan provinsi paling lambat 10 hari
sebelum tanggal berlakunya upah minimum; Permohonan tersebut didasarkan
atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat; Dalam hal di perusahaan terdapat 1 serikat
pekerja yang memiliki anggota lebih 50% dari seluruh pekerja di perusahaan,
maka serikat pekerja/ serikat buruh dapat mewakili pekerja/ buruh dalam
perundingan untuk menyepakati penangguhan upah minimum…”
Perlu diketahui juga bahwa bentuk penangguhan upah minimum yang
diberikan dapat berupa:
a. Membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama; atau
b. Membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi
lebih rendah dari upah minimum baru; atau
c. Menaikkan upah minimum secara bertahap.
47
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50b81d32ad45d/penangguhan-pelaksanaan-
upah-minimum-bagi-perusahaan-tidak-mampu (diakses pada tanggal 15 Maret 2018, Pukul 16:30)
53
Dengan mengacu pada konsep perjanjian bersama mengenai upah dari
pendapat Walton dan Mckersie, John A. Fossum, Steven L. Thomas bersama
Dennis Officer dan Nancy Brown Johnson yang dikolerasikan dengan
penggabungan antara teori upah etika dan teori upah sosial, maka di harapkan
melahirkan teori upah etika dan teori upah sosial, maka diharapkan
melahirkan teori “upah kesejahteraan”. Upah kesejahteraan adalah, upah yang
lahir atas kesepakatan antara buruh dan pengusaha melalui tawar menawar
yang memperhatikan upah kebutuhan hidup layak sektoral (UHL) yang diikat
dalam bentuk perjanjian, ditentukan berdasarkan nilai kebutuhan setiap
provinsi/daerah, kemampuan perusahaan, dengan pertimbangan nilai
tanggungan buruh dan kebutuhan buruh lainnya. Di sisi lain, diperlukan pula
peraturan perundang-undangan mengatur mengenai standar upah,
sebagaimana diutarakan oleh Mosely dan Keith N. Hylton.48
Karena rasac
kepemilikan bersama antara pengusaha dan buruh dalam hal maju tidaknya
perusahaan (dengan konsep Gemeinschaft) berdasarkan berhasil tidaknya
dalam proses produksi, maka diperlukan transparansi keuangan perusahaan
dan pembagian saham bagi buruhnya yang ditentukan dalam perjanjian. Jadi
upah ditetapkan atas dasar biaya yang diperlukan untuk memelihara atau
memulihkan buruh yang dipakai agar tetap bekerja terus dengan pemenuhan
segala kebutuhan keluarganya. Kedinamisan upah kesejahteraan ini, bila
perusahaan sektor tertentu memang terbukti tidak mampu membayar upah
sebagaimana berlaku di sektor perusahaan tersebut, maka masih di
perkenankan untuk dinegosiasikan yang diwakili serikat buruh dan pemgusaha
atas dasar kondisi perusahaan.49
sesuai dengan upah minimum kota/ kabupaten maka dapat dilakukan
pengajuan penangguhan upah minimum oleh perusahaan tersebut. Dalam
Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “Bagi
pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana
48
Hylton, Keith N. “A Theori of Minimum Contract Terms, With Implications for Labor
Law.” Texas Law Review. Vol. 74: 1741. 1996. Log. cit 49
Abdullah Sulaiman, Upah Buruh di Indonesia, Cetakan Pertama,(Jakarta : Universitas
Trisakti, 2008), h. 411.
54
dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.” Saat ini, sudah ada
perubahan yang terkait penjelasan dari Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang
Ketenagakerjaan tersebut yang telah disetujui oleh Mahkamah Konstitusi
(inkracht). Sebelumnya, penjelasan Pasal Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa; “ Penangguhan pelaksanaan upah
minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk
membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum
yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut
berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah
minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan
ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.”
Hal tersebut sebelumnya tidak memberikan kepastian hukum. Karena adanya
penjelasan sebelumnya mengakibatkan penggantian atas penangguhan upah
minimum tersebut menjadi tidak wajib dan memungkinkan pengusaha atau
perusahaan melakukan penyimpangan ketentuan tersebut, sehingga upah yang
diterima buruh menjadi di bawah standar kebutuhan hidup layak.
Mahkamah Konstitusi dalam Amar Putusan Nomor 72/PUU-XIII/2015
menghilangkan sebagian dari penjelasan 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan,
yakni sepanjang frasa “Tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan
upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penarngguhan.”49
Adanya
penghilangan frasa tersebut memberikan kepastian hukum bagi pekerja/buruh
untuk dapat menerima penghasilan yang layak, sekaligus memberikan
tanggungjawab kepada pengusaha agar tidak berlindung dibalik
ketidakmampuan tersebut.
Untuk tata cara penangguhan upah minimum telah disebutkan dalam
Keputusan Mentei Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-
231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan
Upah Minimum. Disebutkan dalam Pasal 3 Keputusan Menteri tersebut
bahwa; “Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat
mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur
instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan provinsi paling
55
lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum; Permohonan
tersebut didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat; Dalam hal di
perusahaan terdapat 1 serikat pekerja yang memiliki anggota lebih 50% dari
seluruh pekerja di perusahaan, maka serikat pekerja/ serikat buruh dapat
mewakili pekerja/ buruh dalam perundingan untuk menyepakati penangguhan
upah minimum…”
Perlu diketahui juga bahwa bentuk penangguhan upah minimum yang
diberikan dapat berupa:
a. Membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama; atau
b. Membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi
lebih rendah dari upah minimum baru; atau
c. Menaikkan upah minimum secara bertahap
Berdasarkan hal tersebut penulis menganalisis bahwa memang dapat
dikatakan dengan adanya penangguhan upah minimum dapat memberikan
peluang terhadap perusahaan untuk tidak membayarkan upah minimum.
Tetapi, sejatinya penangguhan upah minimum dibutuhkan oleh kedua belah
pihak tersebut, yaitu pengusaha dan pekerja/buruh agar adanya kenyamanan
atau tidak ada yang merasa dirugikan. Karena tidak semua perusahaan
swasta yang ada di Provinsi Banten tidak memiliki kesulitan, baik dari segi
produktivitas, keuangan, modal ataupun sebagainya. Dari sudut pandang
pengusaha, penangguhan pembayaran upah minimum memberikan
kesempatan kepadanya untuk memenuhi kewajiban membayar upah sesuai
dengan kemampuan, pada periode atau kurun waktu tertentu. Adapun dari
sudut buruh/pekerja, penangguhan pembayaran upah minimum
memberikan perlindungan kepada buruh/pekerja untuk tetap bekerja pada
perusahaan tersebut, sekaligus memberikan kepastian hukum mengenai
keberlangsungan hubungan kerja.
Dalam pelaksanaan hukum, harus ada keseimbangan antara kepastian
hukum, kemanfaatan dan keadilan. Menurut John Rawls dalam Buku
Legisme, Legalitas, dan Kepastian Hukum E. Fernando Manullang
56
menyatakan, Hakikat dari kepastian hukum dalam konsep negara hukum itu
masih dipersepsikan sebagai kepastian orientasi, sehingga hukum-hukum
yang dibuat haruslah jelas dan tegas, tidak boleh ada rumusan yang kabur,
begitu pula dalam lingkup prosedur. Kepastian hukum yang dituangkan
dalam teks hukum niscaya tidak akan bisa menyatukan pandangan banyak
orang terhadap rumusan dan prosedur hukum yang ada karena kepastian
hukum bukanlah semata-mata melaksanakan apa yang tertera dalam hukum
(undang-undang). Kemudian, John Rawlas juga menegaskan bahwa
penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan harus memperhatikan dua
prinsip keadilan, yaitu: memberi hak dan kesempatan yang sama, dan
mampu memberi keuntungan yang bersifat timbal balik.
Sebenarnya sudah jelas dikatakan bahwa tujuan dari adanya kebijakan
pengupahan seperti yang disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2015 adalah untuk pencapaian penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi pekerja/ buruh. Dalam Pasal 4
menyebutkan penghasilan yang layak merupakan jumlah penerimaan atau
pendapatan pekerja/ buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu
memenuhi kebutuhan hidup pekerja/ buruh dan keluarganya secara wajar.
Kemudian, berdasarkan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 , tujuan penetapan upah minimum adalah untuk meningkatkan taraf
hidup pekerja sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Oleh karena itu, dalam
proses penetapan upah minimum harus berdasarkan kebutuhan hidup layak
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (Pasal 88
ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 ). Antara
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi saling berkaitan, karena terdapat
ciri-ciri dari pertumbuhan ekonomi yaitu adanya peningkatan produktivitas.
Apabila tenaga kerja digunakan secara penuh maka akan meningkatkan
produktivitas dan adanya peningkatan efisiensi yang merupakan salah satu
sumber pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara yang menurut peneliti dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan teori pendekatan statis spesialisasi
dalam ilmu ekonomi, yaitu meningkatkan produktivitas kerja melalui
57
kenaikan derajat spesialisasi dan pembagian tenaga kerja (division of
labor).
Berdasarkan Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, jenis perselisihan hubungan
industrial ada 4 (empat) macam, yaitu; Perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, Perselisihan antar
serikat pekerja/ buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyebab dari perselisihan hak adalah tidak dipenuhinya hak, akibat
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama. Oleh karena itu, permasalahan penangguhan upah minimum
dikategorikan ke jenis perselisihan hak.
Dalam Pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan,
bahwa; “Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan
oleh pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara
musyawarah untuk mufakat, dalam hal penyelesaian secara musyawarah
untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial”.
Prinsip yang disebutkan dalam peraturan tersebut harus menjadi
pegangan bagi para pihak, termasuk dalam hal permasalahan penangguhan
upah minimum. Dalam hal terjadi perselisihan dalam hal penangguhan
upah minimum, selalu mengedapankan musyawarah melalu perundingan
bipartite di tingkat perusahaan.
Penegakan hukum ketenagakerjaan tentu sangat terkait dengan
kedudukan hukum ketenagakerjaan sendiri dalam hukum nasional.
Terdapat keterkaitan dengan aspek hukum perdata, aspek hukum
administrasi (hukum tata usaha negara), dan aspek hukum pidana.
Aspek hukum perdata dalam kasus penangguhan upah minimum yaitu,
sebagaimana diketahui bahwa hubungan kerja antara pekerja/ buruh dan
pengusaha merupakan bagian hukum perdata karena hubungan kerja. Untuk
58
itu, dalam sistem ketenagakerjaan kita diberikan peluang penegakan hukum
secara perdata melalui upaya perselisihan hubungan industrial di luar
pengadilan.
Aspek hukum pidana dalam hal terjadi permasalahan dalam
penangguhan upah minimum disebutkan dalam Pasal 185 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 , apabila pengusaha membayar upah lebih rendah
dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling sedikit
Rp100.000.00,- dan paling banyak Rp400.000.000,-, tindak pidana tersebut
termasuk tindak pidana kejahatan.
Pada kenyataannya, penegakkan hukum pidana ketenagakerjaan masih
jarang, khususnya terkait pengaduan tentang upah yang dibayar lebih
rendah dari upah minimum. Posisi pekerja/ buruh yang lemah karena
membutuhkan pekerjaan masih menjadi permasalahan mengapa jarang
buruh berani mengadukan pidana terkait pembayaran upah. Kemudian, sifat
dari hukum ketenagakerjaan ini diibaratkan seperti hukum perkawinan yang
ada di Indonesia, apabila tidak ada yang mengadu maka pihak yang
berwenang tidak dapat memproses permasalahan yang terjadi.
Dalam hal permasalahan terkait pengupahan atau khususnya
penangguhan upah minimum. Peran dari pengawas ketenagakerjaan sangat
dibutuhkan. Kualitas dan kuantitas dari pengawas tersebut harus
ditingkatkan. Saat ini, berdasarkan data dan fakta lapangan kualitas dan
kuantitas di Provinsi Jawa Barat masih sangat kurang.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tinjauan umum Tentang Pengaturan Pengupahan
Tujuan utama dari kebijakan sistem pengupahan adalah untuk
memastikan antara pengusaha dan pekerja/ buruh tidak ada yang merasa
dirugikan. Adanya kebijakan penangguhan upah minimum juga untuk
memberi kepastian hukum atas keberlangsungan kerja dari pekerja, agar
tidak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi akibat
kesulitan dari perusahaan. Pengaturan Pengupahan telah diatur dalam
Udang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 .
2. Tinjauan Umum Tentang Penerapan Upah
Peraturan Penerapan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Pengertian Upah Sebagaimana di atur dalam Pasal 1 Angka 30
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 , upah adalah: “Hak pekerja/buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
Pasal 27 ayat (2) dalam Undang-undang Dasar 1945 telah ditentukan
landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dengan
demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh atau tenaga kerja kita
atas jasa-jasa yang dijualnya haruslah upah yang sangat wajar sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku
Selain mengacu pada Upah Minimum, dalam menetapkan struktur dan
skala upah perusahaan harus mempertimbangkan lama masa kerja,
mempertimbangkan kompetensi mengenai pendidikan, mengenai prestasi
atau kinerja lainnya.
60
B. Rekomendasi
Berdasarkan uraian pembahasan yang telah peneliti uraikan, peneliti
memberikan rekomendasi sebagai berikut ;
1. Tinjauan Umum Ketentuan Pengaturan Pengupahan
Diperlukan himbauan kepada Perusahaan terhadap pada Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan tentang upah minimum, khususnya dalam hal prosedur
penetapan upah minimum dan peninjauan kebutuhan hidup layak agar
sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.
2. Tinjauan Umum Tentang Penerapan Upah
Untuk pengusaha/perusahaan agar dapat menetapkan system yang lebih
dalam meningkatkan produktivitas supaya kenaikan upah minimum
dengan produktivitas perusahaan berimbang, kemudian lebih
memperhatikan dan tanggap terhadap kondisi upah dan kesejahteraan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh sehingga hubungan antara
pengusaha/perusahaan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh baik. Kemudian, perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas pengawas
ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat dalam hubungan Industrial.
3. Pelaksanaan Penerapan dalam Penangguhan Upah Minimum
Untuk pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh agar lebih aktif
dalam menegakkan hak-hak nya, kemudian dalam hal adanya perjanjian
kesepakatan kerja dengan pengusaha/perusahaan lebih teliti kembali isi
dari perjanjian tersebut. Untuk pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/ serikat buruh selalu memegang prinsip musyawarah apabila
terjadi permasalahan dan saling menjalin komunikasi dengan baik.
4. Hendaknya Pemerintah lebih memperhatikan tentang kebijakan
pengupahan untuk meningkatkan harkat dan martabat pekerja.
5. Adanya hubungan yang baik antara pekerja dan perusahaan guna
menumbuhkan pekerjaan yang baik.
61
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014).
Abdul Rachmad Boediono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Prers, 2011.
Abdullah Sulaiman, Upah Buruh di Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti, 2008).
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010).
Aloysius Uwiyono, 2014, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada).
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004).
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta:
Sinar Grafika,2013).
Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis,
Teoritis dan Empiris, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014).
Djumbadi, Hukum Perburuhan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004.
Elisa Susanti, “Efektivitas Upah Minimum di Kabupaten Bandung”,
Bandung, 2010.
Franz Magnis-Suseno, pemikiran karl marx, (jakarta: Kompas
Gramedia, 2016),
G. Kartasapoetra, et, all., Hukum Perburuhan Indonesia Berdasarkan
Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1986).
Hardjian Rusli,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003).
62
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi
Revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta, Djambatan,
1995)
Jimly Assidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,
(Jakarta, Sinar Grafika, 2011)
Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Nomatif,
(Malang: Bayumedia Publising, 2007)
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: PT
Alumni, 1986),
Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara
Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), (Jakarta:
YTKI, 1999).
Soedardaji, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Yogyakarta:
PustakaYustisia, 2008)
Soepomo Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan,
1970).
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan, (Jakarta: Uinversitas Indonesia Press, 2007, cet.Ke-3)
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Uinversitas
Indonesia Press, 2007, cet.Ke-3)
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Uinversitas
Indonesia Press, 2007, cet.Ke-3)
Sri Herianingrum dan Tika Widiastut, Ketenagakerjaan In: Ekonomi
Dan Bisnis Islam Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. tahun:
2008.
Subekti, Hukum Perjanjian, cet. ke-20, (Jakarta: PT Intermasa, 2005).
Sudikno Mertukusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Liberty ,
2009)
Suwarto, Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan
Industrial.
63
Wafa Ali, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Tangerang Selatan:
YASMI,2018)
Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, dan Zaeni Asyhadie,
Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004).
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Peratutan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013
tentang Upah Minimum.
Peraturan Mentri Tenaga Kerja Nomor : PER-01/MEN/1999 tentang
Upah Minimum
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Upah
C. Internet
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50b81d32ad45d/penangg
uhan-pelaksanaan-upah-minimum-bagi-perusahaan-tidak-mampu
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50b81d32ad45d/penangg
uhan-pelaksanaan-upah-minimum-bagi-perusahaan-tidak-mampu
1
HASIL WAWANCARA
Informan : Siti Khusnul (Direktur PT. Kalibata Sarana Distrindo)
Hari/Tanggal : Senin, 16 September 2019
Tempat : Kantor PT. Kalibata Sarana Distrindo
Waktu / Jam : Siang pukul 13.00 WIB
Tanya : Bagaimana sejarah berdirinya PT Kalibata Sarana Distrindo?
Jawab : PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO adalah sebuah
Perusahaan distribusi atau penyalur yang kegiatan utamanya adalah
mendistribusikan , menyalurkan produk-produk dari PT.
Cussonslndonesia, PT.Pigeon Indonesia, PT. Mebellin Indonesia dan
beberapa produk dari perusahaan lainnya. Perusahaan ini dirintis untuk
permulaan oleh pendirinya yaitu HM. Zulkarnain (almarhum, wafat pada
tahun 2015) yaitu sejak tahun 1997 dengan bendera perusahaan bernama
PD. Kalibata. Pemberian nama ini diambil dari nama sebuah kelurahan di
Jakarta Selatan, tepatnya adalah Kelurahan Kalibata, Kecamatan
Mampang Prapatan, kota Jakarta Selatan, yang merupakan tempat lahir
dan dibesarkannya beliau.
Tanya : Apa tujuan visi dan misi dari PT Kalibata Sarana Distrindo?
Jawab : Tujuan awal dari PD. Kalibaya yang kemudian dalam berjalanan
waktu berubah nama menjadi PT. KALIBATA SARANA DISTRINDO
dan disingkat menjadi PT. KSD adalah hanya sekedar dalam kerangka
berpikir bahwa ini bagian dari pemanfaatan ilmu dan Pengetahuan yang
sang founder (pendiri) selama ini dapatkan dari beberapa perusahaan
nasional dan Multinasional seperti PT. Gunung Agung, PT. Vick
Indonesia, PT. Jhonson&Jhonson Indonesia dan PT. L'oreal Indonesia
terutama dalam hal sales/penjualan dan Distribution/penyebaran
produk.Kedudukan terakhir dari founder adalah sebagai Nasional Sales &
Distribution di PT. L'oreal Indonesia, sebuah perusahaan kosmetik
internasional dari Paris, Prancis. Jadi tujuan awal adalah bagaimana
knowledge/pengetahuan dalam ilmu sales dan distribusi atau tentang ruang
2
lingkup penjualan dari mulai sistem ordering/collecting order, pesanan,
Ware Housing system/sistim pergudangan, seperti FIFO system (First In
First Out, penyiapan barang, delivery system/sistim pengiriman,
pendistribusian produk dan lain-lainnya dapat diaplikasikan pada usaha
yang dimilikinya sendiri sehingga diharapkan juga dapat membuka
lapangan kerja terutama untuk lingkungan terdekat terlebih dulu (family)
dan masyarakat sekitarnya. Visi nya yaitu :
1. Menjadi Perusahaan Sales dan Distribusi yang berskala Nasional
untuk produk-produk dari Perusahaan Nasional dan Multinasional.
2.Menjadikan mutu layanan dalam hal taking order (pengambilan pesanan)
dan dalam hal delivery services (layanan pengiriman) dengan filosofi "24
hours servuces" yang bermakna dalam waktu 24 jam pesanan sampai
ditangan konsumen.
3.Mempertahankan dan terus melakukan penetrasi layanan sampai daerah-
daerah perifer (pinggiran).
Misinya yaitu :
1. Meningkatkan ketersediaan barang di gudang dengan Buffer Stock
System (Sistem Cadangan Stok).
2. Peremajaan armada untuk kendaraan-kendaraan yang sudah tidak layak
pakai.
3. Perbaikan dalam sistem zonasi area covered dari salesman dan
sinkronisasi dengan delivery covered.
Tanya : Berapa jumlah karyawan saat ini?
Jawab : Total seluruh karyawan di PT Kalibata Sarana Distrindo di kantor
pusat maupun 5 kantor cabang berjumlah kurang lebih 75 orang atau
pekerja.
Tanya : Bisakah anda jabarkan kondisi ketenagakerjaan di PT Kalibata
Sarana Distrindo?
3
Jawab : Secara umum kondisi ketenagakerjaan di perusahaan ini berjalan
secara normal dan kondusif. Tidak ada gejolak yang cukup berarti,
semuanya berjalan seperti biasa.
Tanya : Bagaimana omset penjualan di PT Kalibata Sarana Distrindo?
Stabilkah atau turun naik?
Jawab : Seperti umumnya perusahaan-perusahaan distributor atau penyalur
barang-barang kosmetik dan keperluan bayi lainnya, omset relatif stabil.
Hanya terasa penurunan yang cukup tajam terjadi ketika musim anak-anak
masuk sekolah, karena keuangan keluarga lebih terfocus pada kebutuhan
sekolah seperti seragam, buku sekolah, uang masuk sekolah dan lain
lainnya. Juga terjadi saat lebaran, karena toko-toko atau agen banyak yang
tutup karena pulang kampung
Tanya : Menyambung pertanyaan sebelumnya, Apakah naik turunnya
omset mempengaruhi upah karyawan?
Jawab : Secara umum tidak mempengaruhi, karena semua karyawan sudah
memiliki gaji tetap. Penurunan omsetpun sudah kita prediksi karena ini
selalu terjadi setiap tahun dan berulang. Yang berpengaruh mungkin hanya
pada bonus penjualan.
Tanya : Apakah dalam pembayaran upah ada problem?
Jawab : Tidak, kita berusaha memberi upah kepada karyawan secara tepat
waktu, yaitu di awal bulan.
Tanya : Apakah ada karyawan yang meminta kenaikan gaji?
Jawab : Kalau secara langsung di sampaikan kepada perusahaan belum
ada, tetapi kalau dari bisik-bisik di antara mereka ada nuansa kearah sana.
Karena sejujurnya kami juga belum bisa memenuhi anjuran pemerintah
untuk menetapkan upah minimum provinsi Jawa Barat khususnya depok
sampai saat ini.
Tanya : Selain upah pokok apakah ada penghasilan tambahan dari
perusaahan seperti bonus dan lainnya?
Jawab : untuk salesman mereka akan mendapatkan bonus apabila mereka
mencapai sales target yang di berikan oleh perusahaan. Sedangkan untuk
4
staff administrasi dan yang lainnya akan mendapatkan tambahan dalam
bentuk uang lembur.
Tanya : Apakah perusahaan memberikan upah sesuai dengan aturan
pemerintah yang berlaku?
Jawab : Untuk saat ini perusahaan belum memberikan upah yang sesuai
dengan peraturan pemerintah tentang upah minimum provinsi, tetapi perlu
diketahui bahwa perusahaan juga memberikan beberapa tunjangan kepada
para pekerja seperti misalnya para pekerja di lapangan mereka yang di
berikan tunjangan dalam bentuk sepeda motor yang digunakan untuk
aktifitas kerja dan diluar jam kerja, juga untuk pekerja yang masih
bujangan perusahaan menyediakan fasilitas tempat tinggal (rumah
kontrakan). Ada juga beberapa fasilitas lain yang seperti setiap pagi
pekerja diberikan makanan ringan dan setiap hari jumat di berikan makan
siang seacara gratis.
1
HASIL WAWANCARA
Informan : Fikri (Karyawan PT. Kalibata Distrindo)
Hari/Tanggal : Kamis, 19 September 2019
Tempat : Rumah Informan
Waktu / Jam : Sore Pukul 16.00 WIB
Tanya : Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Kalibata Sarana Distrindo?
Jawab: Hampir Berjalan 7 tahun.
Tanya : Apa ijazah yang anda gunakan ketika melamar pekerjaan di PT.
Kalibata Sarana Distindo?
Jawab : Ijazah SMP
Tanya : Sebagai apa anda bekerja di perusahaan ini?
Jawab : Awalnya saya bekerja di bagian gudang. Sekarang saya sebagai
collector, atau penagih uang ke toko-toko.
Tanya : Bagaimana perjanjian kerja yang digunakan saat dulu anda
melamar?
Jawab : Sejujurnya saya tidak terlalu memahami tentang perjanjian kerja
yang dimaksud. Karena awalnya ketika saya melamar kerja di PT. KSD
saya sedang tidak bekerja atau menganggur. Akhirnya saya melamar ke
PT. KSD untuk mendapatkan pekerjaan apa saja. Dan tanpa memerlukan
syarat yang bermacam-macam saya dapat di terima sebagai pekerja di PT.
KSD, dengan masa percobaan 3 bulan saya di gaji sesuai yang bisa PT
berikan untuk saya. Tidak ada tawar menawar gaji, jadi dalam hal ini
perjanjian kerjanya lebih bersifat kekeluargaan dan saling tolong
menolong walaupun secara resmi ada perjanjian kerja yang mencantumkan
hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan, tetapi saya lupa apa
isinya.
Tanya : Berapa gaji pokok yang anda terima perbulan?
Jawab : Dengan pengalaman kerja yang sudah 7 tahun saya bisa terima
sekitar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) di tambah bonus jika mencapai
target.
2
Tanya :Apakah gaji yang anda terima dari PT. KSD cukup untuk
memenuhi kehidupan anda?
Jawab : Kalau bicara cukup gaji seberapapun tidak akan cukup. Tapi untuk
saya yang sementara ini masih berstatus lajang, dengan penghasilan
selama perbulan ya terasa pas-pasan. Mungkin bagi yang sudah
berkeluarga menurut saya kurang dengan gaji sejumlah itu.
Tanya : Selain gaji pokok fasilitas atau tambahan apa yang anda terima?
Jawab : Uang bensin, bonus kalau target tercapai, pinjaman motor untuk
aktivitas sehari-hari dan THR.
Tanya : Bagaimana dengan jam kerja yang berlaku di perusahaan ini?
Jawab : Kami absen jam 07.30 WIB dan mulai kerja jam 08.00 WIB dan
pulang jam 17.00 sore, untuk yang bekera di lapangan seperti saya
pulangnya tidak menentu, bisa sampai magrib.