24
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS) Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan Harga VOL. 1 NO. 1 JANUARI 2011 22 PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEM DALAM MENENTUKAN HARGA Marismiati Politeknik PalComTech Palembang Abstract Activity based costing is a method that applies the concepts of accounting activities to produce the product cost price calculation more accurate. This paper describes the basic concept of activity based costing and comparing it with the method of determining the cost of traditional products. Furthermore, this paper also explained about the benefits and advantages for determining cost based on activity. The main purpose of this paper is to discuss about the implementation of ABC in service firms. Characteristics of different services firm by appointing a different treatment in determining the cost of production. The author presents a discussion about how to identify and define ABC on service companies. Thus the allocation of the cost of the activity in every hospital room can be calculated precisely based on the consumption of each activity. Keywords : Activity Based Costing, Cost Of Good Sold, Service Company PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi dalam usaha menarik konsumen. Persaingan tersebut tidak hanya persaingan bisnis dibidang manufaktur/industri tetapi juga dibidang usaha pelayanan jasa. Dalam menentukan harga pokok produk masih menggunakan akuntansi biaya tradisional. Dimana Sistem tersebut tidak sesuai dengan lingkungan pemanufakturan yang maju, pada diversifiksi (keanekaragaman) produk yang tinggi (Bunyamin Lumenta, 1989). Biaya produk yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional memberikan informasi biaya yang terdistorsi. Distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalam pembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya, pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian (Supriyono, 1999: 259). Distorsi tersebut juga mengakibatkan undercost/overcost terhadap produk (Hansen & Mowen, 2005). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian pada tahun 1800-an dan awal 1900-an lahirlah suatu sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas yang dirancang untuk mengatasi distorsi pada akuntansi biaya tradisional. Sistem akuntansi ini disebut Activit-Based Costing. Definisi metode Activity-Based Costing (ABC) merupakan suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya keaktivitas dan kemudian keproduk (Hansen & Mowen, 1992).

PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

22

PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEMDALAM MENENTUKAN HARGA

MarismiatiPoliteknik PalComTech Palembang

Abstract

Activity based costing is a method that applies the concepts of accounting activities toproduce the product cost price calculation more accurate. This paper describes thebasic concept of activity based costing and comparing it with the method ofdetermining the cost of traditional products. Furthermore, this paper also explainedabout the benefits and advantages for determining cost based on activity.

The main purpose of this paper is to discuss about the implementation of ABC inservice firms. Characteristics of different services firm by appointing a differenttreatment in determining the cost of production. The author presents a discussionabout how to identify and define ABC on service companies. Thus the allocation of thecost of the activity in every hospital room can be calculated precisely based on theconsumption of each activity.

Keywords : Activity Based Costing, Cost Of Good Sold, Service Company

PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesatmengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradustrategi dalam usaha menarik konsumen. Persaingan tersebut tidak hanya persaingan bisnisdibidang manufaktur/industri tetapi juga dibidang usaha pelayanan jasa.

Dalam menentukan harga pokok produk masih menggunakan akuntansi biayatradisional. Dimana Sistem tersebut tidak sesuai dengan lingkungan pemanufakturan yangmaju, pada diversifiksi (keanekaragaman) produk yang tinggi (Bunyamin Lumenta, 1989).Biaya produk yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional memberikaninformasi biaya yang terdistorsi. Distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalampembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya, pembuatankeputusan, perencanaan, dan pengendalian (Supriyono, 1999: 259). Distorsi tersebut jugamengakibatkan undercost/overcost terhadap produk (Hansen & Mowen, 2005).

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian pada tahun 1800-an dan awal1900-an lahirlah suatu sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas yangdirancang untuk mengatasi distorsi pada akuntansi biaya tradisional. Sistem akuntansi inidisebut Activit-Based Costing. Definisi metode Activity-Based Costing (ABC) merupakansuatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya keaktivitas dan kemudiankeproduk (Hansen & Mowen, 1992).

Page 2: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

23

Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara akuntansi biayatradisional dengan ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang digunakan. Dalamsistem penentuan harga pokok produk dengan metode ABC menggunakan cost driverdalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam sistem akuntansi biaya tradisional yanghanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit.

Dalam metode ABC, menganggap bahwa timbulnya biaya disebabkan oleh adanyaaktivitas yang dihasilkan produk. Pendekatan ini menggunakan cost driver yang berdasarpada aktivitas yang menimbulkan biaya dan akan lebih baik apabila diterapakan padaperusahaan yang menghasilkan keanekaragaman produk.Metode ABC dinilai dapat mengukur secara cermat biaya-biaya yang keluar dari setiapaktivitas. Hal ini disebabkan karena banyaknya cost driver yang digunakan dalampembebanan biaya overhead, sehingga dalam metode ABC dapat meningkatkan ketelitiandalam perincian biaya, dan ketepatan pembebanan biaya lebih akurat.

LANDASAN TEORI

Pengertian Activity-Based CostingActivity Based Costing merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep

akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebihakurat. Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekedarinformasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biayadan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secaraakurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi.

Pengertian akuntansi aktivitas menurut Amin Widjaja (1992; 27) adalah :“Bahwa ABC Sistem tidak hanya memberikan kalkulasi biaya produk yang lebihakurat, tetapi juga memberikan kalkulasi apa yang menimbulkan biaya danbagaimana mengelolanya, sehingga ABC System juga dikenal sebagai sistemmanajemen yang pertama.”

Sedangakan menurut Mulyadi (1993:34) memberikan pengertian ABC sebagai berikut :“ABC merupakan metode penentuan HPP (product costing) yang ditujukan untukmenyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen,dengan mengikursecara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yangdigunakan untuk menghasilkan produk.”

Pengertian ABC Sistem yang lain juga dikemukakan oleh Hansen and Mowen (1999:321) sebagai berikut :

“Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitaskemudian ke produk.”

Pengertian akuntansi aktivitas menurut Brimson (1991: 47) adalah:“Suatu proses pengumpulan dan menelusuri biaya dan data performan terhadapsuatu aktivitas perusahaan dan memberikan umpan balik dari hasil aktual terhadapbiaya yang direncanakan untuk melakukan tindakan koreksi apabila diperlukan.”

Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000: 292) sebagai berikut:

Page 3: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

24

“Metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajeruntuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akanmempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.”

Konsep-Konsep Dasar Activity Based CostingActivity Based Costing Sistem adalah suatu sistem akuntansi yang terfokus pada

aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa. Activity Based Costingmenyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untukmelaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksiyang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebabdalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titikperhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian keproduk. System ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah, yang mengkonsumsisumber daya dan bukannya produk.

Gambar 1. Konsep Dasar Activity Based Costing

Process View

Sumber: Hansen, Don .R. dan Maryanne, M. Mowen, 2005

Perbandingan Biaya Produk Tradisional dan ABCMetode ABC memandang bahwa biaya overhead dapat dilacak dengan secara

memadai pada berbagai produk secara individual. Biaya yang ditimbulkan oleh cost driverberdasarkan unitadalah biaya yang dalam metode tradisional disebut sebagai biaya variabel.

Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok produk denganmengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap bervariasi dalam proporsi untukberubah selain berdasarkan volume produksi.

Dengan memahami apa yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat danmenurun, biaya tersebut dapat ditelusuri kemasing-masing produk. Hubungan sebab akibatini memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan kalkulasi biaya produk yangdapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan (Hansen dan Mowen, 1999:157-158)

Digambarkan dalam tabel, perbedaan antara penentuan harga pokok produk tradisional dansistem ABC, yaitu:

Resources

Activities

Cost Object

PerformanceCost Driver

Page 4: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

25

Tabel 1. Perbedaan Penetapan Harga Pokok Produk Tradisionaldengan Metode Activity Based Costing

Metode PenentuanHarga Pokok Produk

Tradisional

MetodeActivity Based Costing

Tujuan Inventory level Product CostingLingkup Tahap produksi Tahap desain, produksi, Tahap

pengembanganFokus Biaya bahan baku,

tenaga kerja langsungBiaya overhead

Periode Perode akuntansi Daur hidup produkTeknologi yang digunakan Metode manual Komputer telekomunikasi

Sumber : Mulyadi 1993A

Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan metode ABC,yaitu (Supriyono, 2002: 247)

1. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biayaoverhead. Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi hanya oleh volumeproduksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biayatradisionalpun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaansisitem ABC kehilangan relevansinya. Artinya Activity Based Costing akan lebihbaik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhioleh volume produksi saja.

2. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harusberbeda Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overheadyang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi inipenggunaan system ABC justru tidak tepat karena sistem ABC hanya dibebankan keproduk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakaibanyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, makasistem akuntansi biaya tradisional atau sistem ABC membebankan biaya overheaddalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produksinya homogen(diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat mengunakan sistem tradisionaltanpa ada masalah.

3. Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based CostingPada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrikdan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional,tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertamadan dasar pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangatberbeda dengan akuntansi biaya tradisional (cooper, 1991:269-270).Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkandengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional.

Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costingperlu dipahami hal-hal sebagai berikut:

1. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Drivermerupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead.

Page 5: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

26

Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akanmenyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya.

2. Rasio konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi olehsetiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsioleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenisproduk.

3. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi olehsetiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsioleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenisproduk.

4. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasibiayanya dapat diartikan dengan satu pemicu biaya saja, atau untuk dapat disebutsuatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead produk.

Prosedure Pembebanan Biaya Overhead dengan Sistem ABCMenurut Mulyadi (1993: 94), prosedure pembebanan biaya overhead dengan sisitem

ABC melalui dua tahap kegiatan:a. Tahap Pertama

Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau homogen,terdiri dari 4 langkah :1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas.2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya

digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activitycosting, Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facilitysustaining activity costing.Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)

Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unitbersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakantenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderungdikonsumsi secara proporsiona dengan jumlah unit yang diproduksi.

b. Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yangada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi danpengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel batch.

c. Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanyadikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi ataudijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.

d. Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasiperusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan denganvolume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produkyang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor,penyediaan jaringan komputer dan sebagainya.

e. Mengidentifikasikan Cost Driver maksudnya untuk memudahkan dalampenentuan tarif/unit cost driver

Page 6: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

27

f. Menentukan tarif/unit Cost DriverAdalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif/unitcost driver dapat dihitung dengan rumus sbb:

b. Tahap KeduaPenelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing produk yang menggunakancost driver. Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas dihitung dengan rumus sbb:

Manfaat Penentuan Harga Pokok Produk Berdasarkan AktivitasJika syarat-syarat penerapan sistem ABC sudah terpenuhi, maka sebaiknya

perusahaan menerapkan sistem ABC dan segera mendesain ulang sistem akuntansibiayanya karena akan bermanfaat sebagai berikut: (Supriyono, 2002:698)1. Memperbaiki mutu pengambilan keputusan

Dengan informasi biaya produk yang lebih teliti, kemungkinan manajer melakukanpengambilan keputusan yang salah dapat dikurangi. Informasi biaya produk yang lebihteliti sangat penting artinya bagi manajemen jika perusahaan menghadapi persainganyang tajam.

2. Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap kegiatanuntuk mengurangi biaya overhead.Sistem ABC mengidentifikasi biaya overhed dengan kegiatan yang menimbulkanbiaya tersebut. Pembebanan overhead harus mencerminkan jumlah permintaanoverhead (yang dikonsumsi) oleh setiap produk. Sistem ABC mengakui bahwa tidaksemua overhed bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi. Dengan menggunakanbiaya berdasarkan unit dan non unit overhead dapat lebih akurat ditelusuri ke masing-masing produk.

3. Memberikan kemudahan dalam menentukan biaya relevan.Karena sistem ABC menyediakan informasi biaya yang relevan yang dihubungkan.

Cost DriverLandasan penting untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas adalah dengan

mengidentifikasi pemicu biaya atau cost driver untuk setiap aktivitas. Pemahaman yangtidak tepat atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan pada pengklasifikasian biaya,sehingga menimbulkan dampak bagi manajemen dalam mengambil keputusan.Jika perusahaan memiliki beberapa jenis produk maka biaya overhead yang terjadiditimbulkan secara bersamaan oleh seluruh produk. Hal ini menyebabkan jumlah overheadyang ditimbulkan oleh masing-masing jenis produk harus diidentifikasi melalui cost driver.

Pengertian Cost DriverCost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya

overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktifitas yang akanmenyebabkan biaya dalam aktifitas.

Tarif per unit Cost Driver = Cost DriverfitasJumlahAktifitas

BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost Driver X Cost Driveryang dipilih

Page 7: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

28

Ada dua jenis cost driver, yaitu:1. Cost Driver Berdasarkan Unit

Cost Driver berdasarkan unit membebankan biaya overhead pada produk melaluipenggunaan tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.

2. Cost Driver Berdasarkan Non UnitCost Driver berdasarkan non unit merupakan faktor-faktor penyebab selain unityang menjelaskan konsumsi overhead.Contoh cost driver berdasarkan unit pada perusahaan jasa adalah luas lantai,jumlah pasien, jumlah kamar yang tersedia.

Penentuan Cost Driver Yang TepatAktivitas yang ada dalam perusahaan sangat komplek dan banyak jumlahnya. Oleh

karena itu perlu pertimbangan yang matang dalam menentukan penimbul biayanya ataucost driver.

1. Penentuan Jumlah Cost Driver Yang DibutuhkanMenurut Cooper dan Kaplan (1991: 375), penentuan banyaknya cost driver yangdibutuhkan berdasarkan pada keakuratan laporan product cost yang diinginkandan kompleksitas komposisi output perusahaan. Semakin banyak cost driver yangdigunakan, laporan biaya produksi semakin akurat. Dengan kata lain semakintinggi tingkat keakuratan yang diinginkan, semakin banyak cost driver yangdibutuhkan.

2. Pemilihan Cost Driver Yang Tepat.Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harusdipertimbangkan (Cooper dan Kaplan, 1991: 383)a. Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan cost

driver (cost of measurement). Cost driver yang membutuhkan biayapengukuran lebih rendah akan dipilih.

b. Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver terpilihdengan konsumsi aktivitas sesungguhnya (degree of correlation). Cost driveryang memiliki korelasi tinggi akan dipilih.

c. Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effec). cost driveryang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih

Keunggulan Metode ABCAmin (1994: 23) mengemukakan tentang keunggulan ABC adalah sebagai berikut:

1. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harusmengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnyamereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultanmemfokus pada mengurangi biaya. Analisis biaya dapat menyoroti bagaimanabenar-benar mahalnya proses manufakturing, yang pada akhirnya dapat memicuaktivitas untuk mereorganisasi proses, memperbaiki mutu dan mengurangi biaya.

2. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan3. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran

kompetitifyang lebih wajar

Page 8: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

29

4. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yanglebih akurat mengenai volume, yang dilakukan untuk mencari break even atasproduk yang bervolume rendah.

5. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapatmulai merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaranmutu yang lebih efisien dan lebih tinggi.

Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya TradisionalHal-hal yang tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada

manajemen banyak sekali. Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepadamanajemen pada saat harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistemtersebut hanya memberikan laporan manajemen dengan menunjukkan dimana biayadikeluarkan dan tidak ada indikasi apa-apa yang menimbulkan biaya.

Sistem biaya tradisional memang memeperhatikan biaya total perusahaan, akantetapi mereka mengabaikan “below the line expenses”, seperti penjualan, distribusi, riset,dan pengembangan serta biaya administrasi. Biaya-biaya ini tidak dibebankan kepasar,pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk yang berbeda. Banyak manajer yangpercaya bahwa biaya-biaya ini adalah tetap. Oleh sebab itu, biaya-biaya “below the line”ini diperlakukan secara sama dengan mendistribusikannya kepada pelanggan. Padahal,sekarang ini beberapa pelanggan jauh lebih mahal untuk dilayani dibandingkan denganyang lain dan sebenarnya beberapa biaya tersebut adalah biaya variabel. (Amin, 1992: 22).

Lebih jauh lagi dijelaskan oleh Supriyono (2002: 74-77) bahwa denganberkembangnya dunia teknologi, sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak mampumenghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini disebabkan karena lingkungan globalmenimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biayatradisional, antara lain:

1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuanharga pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakaninformasi yang relatif sangat sedikit untuk mencapai keunggulan dalampersaingan global.

2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan padadistribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangipemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.

3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karenaseringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnyavolume produk atau jam kerja langsung.

4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsisehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflikdengan keunggulan perusahaan.

5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidaklangsung serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebabtunggal misalnya volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju carapenggolongan tersebut menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagaimacam aktivitas.

6. Sistem akuntansi biayaa tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalampusat-pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerjajangka pendek.

Page 9: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

30

7. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada perhitunganselisih biaya pusat-pusat pertanggngjawaban tertantu dengan menggunakanstandar.

8. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alat-alat dan teknik-teknik yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkunganteknologi maju.

9. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidupproduk. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadapbiaya aktivitas-aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biay-biayatersebut diperlakukan sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinyadistorsi harga pokok daur hidup produk.

Pengertian dan Penentuan Tarif dengan Menggunakan Metode Cost Plus PricingTarif menurut Supriyono (1991:332) adalah:

“Sejumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli ataupelangga atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan”

Untuk menentukan tarif, biasanya manajemen mempertimbangkan beberapa faktor yangmempengaruhi baik faktor biaya maupun bukan biaya. Menurut Supriyono (1991:332):

- Biaya, khususnya biaya masa depan- Pendapatan yang diharapkan- Jenis produk jasa yang dijual- Jenis industri- Citra dan kesan masyarakat- Pengaruh pemerintah, khususnya undang-undang, keputusan, peraturan dan

kebijakan pemerintah- Tindakan atau reaksi para pesaing- Tipe pasar yang dihadapi- Trend Ekonomi- Biaya manajemen- Tujuan non laba- Tanggung jawab sosial perusahaan- Tujuan perusahaan,khususnya laba dan return on investment (ROI)

Dalam penentuan tarif atau harga jual produk, manajemen perlu tujuan dari penentuan tariftersebut. Tujuan itu akan digunakan sebagai salah satu pedoman kerja perusahaan. Padaumumnya tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bertahan Hidup (Survival)Perusahaan menetapkan bertahan hidup sebagai tujuan utama, apabila menghadapkesulitan dalam hal kelebihan kapasitas produksi, persaingan keras, atauperubahan keinginan konsumen. Untuk mempertahankan tetap berjalannyakegiatan produksi, perusahaan harus menetapkan harga yang rendah, denganharapan akan meningkatkan permintaan. Dalam situasi demikian, laba menjadikurang penting dibandingkan survival.

b. Memaksimalkan Laba Jangka PendekPerusahaan memperkirakan permintaan akan biaya, dihubungkan dengan hargaalternatif dan harga yang akan menghasilkan laba, arus kas, atau tingkat labainvestasi maksimal. Dalam semua hal, perusahaan lebih menitikberatkan pada

Page 10: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

31

kemampuan keuangan yang ada dan kurang mempertimbangkan prestasikeuangan jangka pendek.

c. Kepemimpinan Pangsa Pasar (Leader Of Market Share)Sebagian perusahaan ingin mencapai pangsa pasar yang dominan. Mereka yakinbahwa perusahaan dengan market share terbesar akan menikmati biaya terendahdan laba tertinggi dalam jangka panjang. Untuk itu, mereka menetapkan hargaserendah mungkin akan menikmati biaya terendah dan laba tertinggi dalamjangka panjang. Untuk itu, mereka menetapkan harga serendah mungkin.

d. Kepemimpinan Mutu ProdukPerusahaan dapat memutuskan bahwa mereka ingin memiliki produk denganmutu terbaik di pasar. Keputusan ini biasanya mengharuskan penetapan hargayang tinggi untuk penutup biaya pengendalian mutu produk serta biaya riset danpengembangan.

e. Tujuan-Tujuan LainMisalnya mempertahankan loyalitas pelanggan perusahaan mungkin menetapkanharga yang rendah untuk mencegah masuknya perusahaan pesaing atau dapatmenetapkan harga yang sama dengan pesaing dengan tujuan untukmempertahankan loyalitas pelanggan. Menghindari campur tangan pemerintah,menciptakan daya tarik sebuah produk, dan untuk menarik lebih banyakpelanggan.

Menurut Mulyadi (1993), penentuan tarif atau harga jual suatu produk atau jasadengan menggunakan metode Cost Plus Pricing yaitu penentuan tarif jasa dengan caramenambahkan laba yang diharapkan diatas biaya penuh masa yang akan datang untukmemproduksi dan memasarkan produk atau jasa. Tarif jasa berdasarkan Cost Plus Pricingdihitung dengan rumus:

Tarif per Kamar = Cost Sewa Kamar + Laba yang Diharapkan

Activity Based Counting Untuk Perusahaan JasaSistem kerja Activity Based Costing banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur,

tetapi juga dapat diterapkan pada perusahaan jasa. Penerapan metode Activity BasedCosting pada perusahaan jasa memiliki beberapa ketentuan khusus, hal ini disebabkan olehkarakteristik yang dimiliki perusahaan jasa. Menurut Brinker (1992), karakteristik yangdimiliki perusahaan jasa, yaitu:

a. Output seringkali sulit didefinisib. Pengendalian aktivitas pada permintaan jasa kurang dapat didefinisi

c. Cost mewakili proporsi yang lebih tinggi dari total cost pada seluruh kapasitas yangada dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitasnya. Output padaperusahaan jasa adalah manfaat dari jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak terwujud,contoh: kecepatan suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Outputpada perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipunsulit, dewasa ini bisnis jasa menggunakan metode Activity Based Costing padabisnisnya. Untuk menjawab permasalahan diatas, Activity Based Costing benar-benardapat digunakan pada perusahaan jasa, setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan.

Page 11: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

32

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Activy Based Costing pada perusahaanjasa adalah:

1) Identifying and Costing ActivitiesMengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatanuntk pengoperasian yang efisien.

2) Spesial ChallengerPerbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur akan memilikipermasalahan-permasalahan yang serupa. Permasalahan itu seperti sulitnyamengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatupersediaan, karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkanbiaya yang tidak dapat dihindari.

3) Output DiversityPerusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi outputyang ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitaspendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atauditentukan.

PEMBAHASAN

Penentuan Harga Pokok Rawat Inap Menggunakan Activity-Based Costing SystemMengidentifikasi dan Mendefinisikan Aktivitas dan Pusat Aktivitas

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian keuangan, bagian perawatan, bagiandapur, dan bagian gudang.Aktivitas-aktivitas biaya yang ada diunit rawat inap meliputi:

1. Biaya perawatan2. Biaya konsumsi pasien3. Biaya listrik dan air4. Biaya kebersihan5. Biaya administrasi6. Biaya service7. Biaya Asuransi8. Biaya penyusutan gedung9. Biaya penyusutan fasilitas10. Biaya laundry

Aktivitas-aktivitas tersebut dikelompokkan menjadi beberapa pusat aktivitas, yaitu:1. Aktivitas perawatan pasien

- biaya perawat2. Aktivitas Pemeliharaan inventaris

- biaya depresiasi gedung- biaya depresiasi fasilitas- biaya kebersihan

3. Aktivitas pemeliharaan pasien- biaya konsumsi

4. Aktivitas pelayanan pasien- biaya listrik dan air- biaya administrasi

Page 12: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

33

- biaya bahan habis pakai- biaya asuransi- biaya laundry

Berikut ini akan dijelaskan mengenai elemen biaya diatas sebagai berikut:1. Biaya Perawatan Pasien oleh Perawat

Dalam hubungannya dengan penetapan tarif kamar rawat inap, biaya perawatanpasien oleh perawat secara tidak langsung turut mempengaruhi aktifitas bagianrawat inap, maka aktivitas ini termasuk dalam kategori unit level activity cost.Dialokasikan secara profesional pada setiap tipe kamar

2. Biaya Penggunaan Tenaga Listrik Dan AirSeluruh tipe kamar rawat inap rumah sakit memerlukan tenaga listrik untukmenjalankan peralatan elektronik, untuk penerangan kamar atau fasilitas yangada di masing-masing kamar dan air untuk mandi. Untuk penggunaan listrik danair termasuk kategori unit level activity cost, karena biaya berubah sesuai denganperubahan KWH kamar yang terpakai. Fasilitas yang mengkonsumsi listrikmeliputi: TV, Kulkas, alat pemanas, lampu.

3. Biaya KonsumsiPasien yang menjalani rawat inap membutuhkan makanan dan minuman untukmempercepat penyembuhan pasien, yang termasuk dalam kategori Unit levelactivity costs, karena tidak tergantung pada lamanya pasien menjalani rawatinap.

4. Biaya KebersihanBiaya kebersihan adalah biaya dikeluarkan untuk menunjang kebersihanlingkungan rawat inap, sehingga pasien merasa nyaman. Biaya ini termasukdalam kategori Batch related activity costs.

5. Biaya AdministrasiPelayanan administasi diberikan untuk menunjang kelancaran dalam penyediaanaktivitas sarana dan prasarana. Termasuk kategori batch related activity basedcosting.

6. Biaya Bahan Habis PakaiBiaya bahan habis pakai adalah biaya yang digunakan oleh perawat untukpasien, juga paket yang diberikan kepada pasien rawat inap pada hari pertamadirawat di rumah sakit.

7. Biaya AsuransiKeberadaan pasien di kamar rawat inap menyebabkan munculnya biaya asuransisebagai jaminan kesehatan bagi pasien rawat inap. Termasuk dalam kategorifasility sustaining activity cost.

8. Biaya Penyusutan Gedung/BangunanBiaya penyusutan bangunan merupakan fasilitiy sustaining activity cost karenaseluruh tipe kamar menggunakan bangunan dan pembebanan masing-masingkamar.

9. Biaya Penyusutan FasilitasPembebanan penyusutan fasilitas ini berdasarkan masing-masing tipe kamar.Penyusutan fasilitas ini termasuk dalam kategori facility sustaining activity costkarena seluruh tipe kamar menggunakan fasilitas yang ada dalam masing-masing tipe kamar dan pembenannya berdasarkan jumlah hari pakai. Penyusutan

Page 13: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

34

fasilitas terdiri dari penyusutan TV, AC, Kulkas, Bed, kipas angin, Alatpemanas.

10. Biaya LaundryAktivitas yang dilakukan untuk menyediakan linen bersih kepada pasien rawatinap seperti sprei, selimut, korden, sarung bantal.

Mengklasifikasi Aktivitas Biaya Kedalam Berbagai Aktivitas

1. Berdasarkan Unit-Level Activity CostAktivitas ini dilakukan setiap hari dalam menjalani rawat inap pada RSUD kab.Batang. Aktivitas yang termasuk dalam kategori ini adalah aktivitas perawatan,penyediaan tenaga listrik dan air dan biaya konsumsi.

2. Berdasarkan Batch-Related Activity CostBesar kecilnya biaya ini tergantung dari frekwensi order produksi yang diolaholeh fungsi produksi. Aktivitas ini tergantung pada jumlah batch produk yang diproduksi. Yaitu biaya administrasi, biaya bahan habis pakai, biaya kebersihan.

3. Product-Sustaining Activity CostAktivitas ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk tertentudan biaya-biaya untuk mempertahankan produk agar tetap dapat dipasarkan.Aktivitas ini tidak ditemui dalam penentuan tarif jasa rawat inap pada RSUDKab. Batang.

4. Fasilitas-Sustaining Activity CostAktivitas ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan fasilitasyang dimiliki oleh perusahaan. Aktivitas yang termasuk dalam kategori iniadalah biaya laundry, biaya asuransi, biaya penyusutan gedung, biayapenyusutan fasilitas.

Mengidentifikasi Cost DriverSetelah aktivitas-aktivitas ini diidentifikasi sesuai dengan kategorinya, langkah

selanjutnya adalah mengidentifikasi cost driver dari setiap biaya aktivitas.Pengidentifikasian ini dimaksudkan dalam penentuan kelompok aktivitas dan tarif/unitcost driver.

Menentukan Tarif Per Unit Cost DriverSetelah mengidentifikasi cost driver, kemudian menentukan tarif per unit cost driver.

Karena setiap aktivitasnya memiliki cost driver dengan cara membagi jumlah biayadengan cost driver. Menurut Hansen and Mowen (1999; 134), tarif per unit cost driverdapat dihitung dengan rumus sbb:

Membebankan Biaya Ke Produk dengan Menggunakan Tarif Cost Driver danUkuran Aktivitas

Dalam tahap ini, menurut Hansen and Mowen (1999; 138), biaya aktivitasdibebankan keproduk berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas produk. Pembebananbiaya overhead dari tiap aktivitas ke setiap kamar dihitung dengan rumus sbb:

Tarif per unit Cost Driver = CostDriverfitas JumlahAkt

Page 14: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

35

Dengan Mengetahui BOP yang dibebankan pada masing-masing produk, maka dapatdihitung tarif jasa rawat inap per kamar. Menurut Mulyadi (1993) perhitungan tarifmasing-masing tipe kamar dengan metode ABC dapat dihitung dengan Rumus sbb:

Untuk cost rawat inap per kamar diperolehdari total biaya yang telah dibebankanpada masing-masing produk dibagi dengan jumlah hari pakai. Sedangkan laba yangdiharapkan ditetapkan pihak manajemen.

Perbandingan Metode Akuntansi Biaya Tradisional dengan ABC dalam PenetapanTarif Jasa Rawat Inap

Perbedaan yang terjadi antara tarif jasa rawat inap dengan menggunakan metodetradisional dan metode ABC, disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk. Pada metode akuntansi biaya tradisional biaya overhead pada masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Akibatnya cenderung terjadidistorsi pada pembebanan biaya overhead. Sedangkan pada metode ABC, biaya overheadpada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metodeABC, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas kesetiap kamar secara tepatberdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.

PENUTUP

Pembahasan yang dilakukan oleh penulis maka dapat diambil kesimpulan sebagaiberikut:

1. Perhitungan tarif jasa rawat inap dengan menggunakan metode ABC, dilakukanmelalui 2 tahap. Tahap pertama biaya ditelusur ke aktivitas yang menimbulkanbiaya dan tahap ke dua membebankan biaya aktivitas ke produk. Sedangkan tarifdiperoleh dengan menambahkan cost rawat inap dengan laba yang di harapkan.

2. Dari hasil perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan metode ABC,apabila dibandingkan dengan metode tradisional maka metode ABC memberikanhasil yang lebih besar. Perbedaan yang terjadi antara tarif jasa rawat inap denganmenggunakan metode tradisional dan metode ABC, disebabkan karenapembebanan biaya overhead pada masing-masing produk. Pada metode akuntansibiaya tradisional biaya overhead pada masing-masing produk hanya dibebankanpada satu cost driver saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebananbiaya overhead. Sedangkan pada metode ABC, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metodeABC, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas kesetiap kamar secara tepatberdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.

Perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan metode Activity Based-Costing,dengan tetap mempertimbangkan factor-faktor external yang lain seperti tarif pesaing dankemampuan masyarakat yang dapat mempengaruhi dalam penetapan harga pelayananrawat inap.

BOP yang dibebankan =Tarif/unit Cost Driver x Cost Driver

yang dipilih

Tarif Per Kamar = Cost Rawat Inap + Laba yang diharapkan

Page 15: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Peranan Metode Activity-Based Costing System Dalam Menentukan HargaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

36

DAFTAR PUSTAKA

Tunggal, Amin Widjaja, Activity Based Costing Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta,1992

Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi 2, BP STIEYKPN, YK, 1993

Hansen, Don R and Maryanne M Mowen, Akuntansi Manajemen, Edisi 7, Salemba Empat,Jakarta, 2004

________, Manajemen Biaya, Edisi I, Salemba Empat, Jakarta, 2000Supriyono, akuntansi Manajemen, Proses Pengendalian Manajemen, STIE YKPN,

Yogyakarta, 1991

Sugiri, Slamet, Akuntansi Manajemen, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, AMP YKPN, YK,1994

Cooper Robin and Kaplan Robert S, The design of Cost Manajement System : Text, Casesand Reading, Prentise-Hall, 1993

Supriyono, R.A, Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Teknologi maju danglobalisasi, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta, 1999

Thomas, Johnson H, Activity-Based Information: A Blue Print For World ClassManajement Accounting, The design Of Cost Manajement System: Text, Cases andReading, New Jersey, 1991

Sujatmika, Activity Based Costing Alternatif Perbaikan Harga Pokok, Buletin Ekonomi,No. 2, UPN “Veteran” Yogyakarta, April 1997, Hal 81-87.

Lumenta, Bunyamin, Pelayanan Medis, Kanisius, Yogyakarta, 1989.

Page 16: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Managements Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

37

AGENCY THEORY DAN MANAGEMENT CONTROL SYSTEMSDALAM KONTEKS BUDAYA ASIA

YusnainiUniversitas IBA Palembang

Abstract

This paper explains the conection among agency theory, culture and managementcontrol system in asia. Based on few study, Agency theory, in fact cannot generalizeimplementation in asia cultures. Its because limitation research when explore culturedimension or metodology development. This paper show point of view that eventhoghagency theory can be use to build MCS design but so many cultures factor can effectthe agent and pricipal relation in an organization.

Keywords : Agency Theory, Culture, Management Control Systems

PENDAHULUAN

Dalam mencapai tujuan umum organisasi, seringkali terdapat berbagai hambatan.Hambatan tersebut kadangkala diakibatkan oleh tidak sesuainya antara tujuan agent danprincipal, baik antara shareholder dengan manajemen maupun antara superior dengansubordinate dalam suatu organisasi (Jensen dan Meckling 1976). Hal ini dapat dijelaskanmelalui agency theory. Agency theory memberikan dasar-dasar teoretis dalam banyakpenelitian di bidang ekonomi, manajemen, marketing, finance, accounting dan sisteminformasi. Teori ini memiliki pengaruh paling besar yang mendasari penelitian di bidangcorporate governance dan management control systems di dunia barat (Ekanayake 2004).

Dalam budaya barat, agency theory telah memberikan sumbangan yang sangatberarti dalam memandang masalah goal congruence (Jensen dan Meckling 1976;Eisenhardt 1989). Sayangnya, beberapa penelitian pada budaya Asia masih belum dapatdibuktikan secara konsisten mengeni perspektif agency theory (O’Connor 1997; Salter andSharp 1997; Taylor 1995). Hal ini dikarenakan sifat dasar agent di antara berbagai budayaberbeda, baik dalam nilai dan norma (Hofstede 1980). Sampai saat ini masih belumterdapat kesimpulan umum di antara para peneliti mengenai perspektif agency theory jikamelibatkan unsur budaya dalam memahami hubungan antara agent dan principal.

Untuk mengatasi permasalahan akibat hubungan antara agent dan principal tersebut,diperlukan management control systems (MCS) yang merupakan sarana untukmenyelaraskan tujuan antara agent dengan principal. Dengan desain management controlsystem yang tepat, diharapkan akan mampu memahami hubungan (agent dan principal) inidengan baik sehingga tujuan umum organisasi dapat di capai (Ekanayake 2004).

Paper ini berusaha untuk mengangkat fenomena yang telah diuraikan diatas denganmemandang pentingnya desain management control systems dalam mengatasi agencyproblem. Namun, dengan juga memperhatikan unsur budaya yang sangat mempengaruhi

Page 17: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

38

agency theory, yang pada akhirnya akan menentukan desain MCS yang tepat dalammencapai tujuan organisasi.

AGENCY THEORY DAN MANAGEMENT CONTROL SYSTEMS (MCS)Agency theory memfokuskan perhatian pada agency problem yang terjadi ketika

terdapat hubungan keagenan antara principal dengan agent. Dalam hal ini principalmendelegasikan wewenangnya kepada agent untuk mengambil keputusan (Anthony danGovindarajan 2003). Agency problem ini terjadi karena agent memiliki tujuan yangberbeda dengan principal (Jensen dan Meckling, 1976). Premis dari agency theory adalahbahwa agent berprilaku self-interested, risk averse, rational actors yang selalu berusahaless effort (moral hazard) dan adverse selection. Agency theory ini berusaha untukmenyelesaikan dua problem yang berkaitan dengan agency problem, yaitu (1) masalahpengawasan (monitoring) yang timbul karena principal tidak dapat membuktikan apakahagent telah berprilaku secara tepat; (2) masalah pembagian risiko (risk sharing) khususnyadalam kasus pengendalian outcome yang timbul ketika principal dan agent bersikapberbeda mengenai risiko (Eisenhardt 1989).

Terdapat dua tipe hubungan antara agent dan principal, yaitu (1) pertama, hubunganantara pemilik perusahaan atau shareholder (the principal) dengan top management (theagent) (Jensen dan Meckling 1976), (2) kedua, hubungan antara top management yangbertindak sebagai principal dengan manager unit sebagai agents (Govindarajan dan Fisher1990). Beberapa studi yang memperluas konsep hubungan principal-agent pada tipekedua adalah hubungan antara superior-subordinate, employer-employee, manager-worker(Eisenhardt 1988; Gomez-Mejia dan Balkin 1992).

Management control systems (MCS) memiliki tugas penting me-manage hubungantersebut secara optimal dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Perspektif agencydapat memberikan penjelasan langsung mengenai aspek-aspek MCS suatu organisasi(Ekanayake 2004). Aspek tersebut antara lain sistem informasi dan proses informasi,internal control dan audits, pengukuran kinerja dan evaluasi, kompensasi dan insentif.Terdapat implikasi agency theory pada management control, yaitu, pertama, prilaku self-interest agen dapat di monitor melalu sistem informasi. Kedua, kompensasi dan insentifdapat menjadi alat untuk menyelaraskan motivasi agen dengan tujuan organisasi. Ketiga,kondisi ketidakpastian dan pertimbangan risiko yang dijelaskan agency theorymemerlukan perhatian mengenai sistem pengendalian.

Samson Ekanayake (2004), mengemukakan bahwa esensi dari perspektif agencyadalah sebagai alat untuk memonitor agen dan mengevaluasi kinerja dan penghargaan.Terdapat empat pertanyaan mendasar yang dihadapi oleh desainer MCS dan untukmengidentifikasi bagaimana agency theory memberikan kontribusi yang tinggi dalammemahami dan memberikan jalan keluar dari beberapa pertanyaan tersebut. Pertanyaantersebut adalah sebagai berikut:

Behaviour Control or Output Control?Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam mengendalikan agen. Ketika principal

lebih menekankan pada control output, baik principal maupun agent dapat mengamatioutcomes yang dihasilkan namun effort yang digunakan oleh agen hanya dapat diketahuioleh agen saja sedangkan principal tidak dapat mengetahuinya. Sedangkan ketikamengendalikan prilaku dalam memonitor effort agen, hal ini tidak memuaskan bagi agendan dapat menimbulkan masalah moral hazard dan adverse selection. Masalah moral

Page 18: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

39

hazard dapat dihubungkan dengan monitoring (sistem informasi), outcome control(kontrak berdasar outcome), insentif (compensation schemes). Dalam hal masalah adverseselection, principal dapat memilih agen dengan level of skill yang tepat selain level ofeffort yang tepat juga.

In Designing Compensation and Incentives SchemesDalam memonitor kinerja, ketika tugas sangat terprogram, agency theory menduga

bahwa hal itu akan berhubungan positif dengan penggunaan kompensasi berdasarkanprilaku (fixed salary) dan berhubungan negatif dengan penggunaan kontrak berbasisoutcome (variable pay). Namun ketika tugas sangat tidak terprogram, tidak ada cara lainselain mengawasi perilaku agen melalui penilaian outcomes. Sejalan dengan agencytheory, perspektif ekonomi pada pengendalian organisasi umumnya mendukungpenggunaan performance-contingency pay. Agency theory menentukan penggunaaninsentif kinerja ketika principal tidak dapat mengamati tindakan agent.

Management Information SystemsPertanyaan penting mengenai management information systems adalah: bagaimana

sistem yang komprehensif seharusnya memberikan informasi bisa menjadi sangat mahal?Bagaimana seharusnya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dan prosedurakuntansi (budgeting systems, monitoring systems, variance investigation systems, costallocation systems, responsibility accounting systems dan transfer pricing systems) dapatdimasukkan ke dalam kontrak kerja untuk membatasi agency problem (Baiman 1990)?Haruskan pilihan sistem monitoring (seperti metode pelaporan) dapat didelegasikankepada agent (Baiman 1990)?

Agency theory (transaction cost economic’s) mengimplikasikan bahwaketidakmampuan untuk memiliki kontrak yang lengkap dapat meningkatkan prosedurpengelolaan (management control systems) sebagai suatu mekanisme untuk membatasiprilaku opportunistik agent. Dengan demikian, aturan sistem informasi manajemenmenjadi bagian dari prosedur pengelolaan yaitu untuk memonitor prilaku self-interestedagent.

Performance evaluationJika agen berprilaku risk averse, evaluasi kinerja berdasar tanggung jawab akuntansi

dan kompensasi mungkin tidak menjadi optimal sebagaimana meninggalkan risiko(mengutamakan pencapaian outcome) bagi agen. Meskipun tanggungjawab akuntansisecara luas di terima dalam literatur akuntansi, agency theory berpendapat bahwa agenseharusnya hanya bertanggungjawab untuk berusaha menggunakan skill yang ada. Satupesan penting dari agency theory mengenai MCS adalah bahwa evaluasi saja tidak cukupuntuk memperoleh perilaku yang diinginkan dari agen, tetapi evaluasi yang dilakukanbersamaan dengan reward dapat lebih berarti.

Page 19: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

40

AGENCY THEORY DALAM KONTEKS BUDAYA ASIAFaktor budaya dapat mempengaruhi perilaku organisasional secara mendalam

meskipun individu seringkali kurang menyadari dampaknya. Kebanyakan peneliti tidakmemperhitungkan dampak nilai-nilai yang telah sangat tertanam ini, sehingga banyakaspek dari teori-teori organisasi yang dihasilkan pada budaya yang satu tidak sesuai jikaditerapkan dalam budaya lainnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai teori-teoridari Amerika yang didasarkan atas budaya Barat apakah dapat dijadikan teori yanguniversal. Oleh karenanya, banyak peneliti yang memandang perlunya penelitian lebihlanjut untuk mengintegrasikan teori yang bersifat lintas budaya dalam usaha untukmembentuk rerangka yang integratif (Boyacigiler dan Adler 1991).

Meskipun agency theory dapat menangkap sifat agen-agen pada budaya Barat,namun dalam budaya yang berbeda, hal itu belum tentu sesuai dengan budaya di luarbudaya Barat (Ekanayake 2004). Dengan demikian, timbul pertanyaan apakah sifat-sifatagen memiliki kesamaan dalam lintas budaya. Secara fundamental, hal ini pentingdiperhatikan dalam upaya penerapan agency theory secara universal. Hofstede (1980)meneliti keterkaitan norma dan nilai pada agen (karyawan, subordinate dan manager) yangberbeda di antara berbagai budaya, hal ini memberikan pemahaman bahwa sifat dasaragen-agen berbeda sesuai dengan budayanya masing-masing.

Dalam konteks Asia, terdapat beberapa penelitian yang secara tidak langsungmemberikan dukungan yang besar bahwa terdapat jarak yang jauh antara sifat agen-agenpada budaya Barat dengan budaya Asia. Terdapat juga sejumlah penelitian yang secaralangsung menguji agency theory dalam konteks budaya yang berbeda. Taylor (1995)dalam Ekanayake (2004) menggunakan multi-paradigm (contingency, agency dancultural) sebagai kerangka konseptual yang menguji prilaku yang berkaitan denganAnggaran dalam setting multi budaya. Variabel agency yang digunakan adalah informationasymmetry dan outcome-based compensation schemes. Hasilnya menunjukkan bahwaterdapat kesenjangan diantara lintas budaya mengenai asumsi yang mendasari agencytheory dalam prilaku berkaitan dengan anggaran. Taylor mengemukakan bahwakeefektifan sub sistem pengendalian tradisional seperti partisipasi anggaran, penekananpada budget dan pola kompensasi, hanya sesuai untuk kelompok Barat dan tidak tepatuntuk kelompok China.

Sharp dan Salter (1997), menguji universalitas agency theory dan prospect theorydalam menjelaskan keputusan eskalasi komitment untuk proyek yang rugi. Studi inimenggunakan dimensi individualism/collectivism dan loyal versus utilitarian. Hasilnyamenunjukkan bahwa manajer Asia lebih berani mengambil risiko dibanding manajerAmerika Utara bila membuat keputusan yang bersifat keuntungan jangka panjang bagiperusahaan, tetapi manajer Asia kurang berani mengambil risiko pada keputusan yangmelibatkan keuntungan finansial jangka pendek. Manajer Asia mungkin mempunyaiorientasi jangka panjang dari manajer Amerika Utara dalam membuat keputusan. Teoriagensi mempunyai explanatory power yang kuat di Amerika Utara, tetapi tidakmempunyai explanatory power pada sampel Asia. Efek pembingkaian signifikan padakedua kelompok sampel dan tidak signifikan berbeda

O’Connor dan Ekanayake (1997, 1998) menguji perbedaan dalam penggunaanAnggaran (sebagai pengendali output) dalam mengevaluasi kinerja manager subordinat diAustralia, Singapore, South Korea dan Sri Lanka. Hofstede (1980) mengemukakandimensi budaya seperti power distance, individualism dan uncertainty avoidance telahdigunakan untuk mengukur budaya dan mengembangkan hipotesis. Hasilnya secara

Page 20: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

41

empiris mendukung ekspektasi teoretis bahwa penekanan pada anggaran dalammengevaluasi kinerja cukup rendah pada sampel Asia, hal ini mengindikasikan rendahnyapengaruh agency dalam budaya Asia.

Dari beberapa tinjauan literatur mengenai agency theory dalam perspekstif budaya,dapat dikatakan bahwa agency theory belum dapat sepenuhnya berlaku secara universal.Faktor budaya yang sangat berbeda antara dunia Barat dan Timur telah mempengaruhiprilaku agen-agen dalam bertindak. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian yangmengambil setting di luar Asia tidak dapat berlaku secara umum, sehingga agency problemyang terjadi dalam suatu organisasi juga memiliki level dan pola yang bervariasi sesuaidengan budaya dimana mereka berinteraksi dalam organisasi.

PERAN BUDAYA TERHADAP DESAIN MANAGEMENT CONTROL SYSTEMSDalam pengembangan body of reasearch pada tahun-tahun terakhir ini telah

diarahkan pada pemahaman mengenai hubungan antara budaya dan desain managemenetcontrol systems (MCS) di negara-negara yang berbeda (Harrison dan McKinnon 1999).Dengan adanya peningkatan globalisasi, telah memberikan kesempatan bagi perusahaanuntuk mengembangkan operasi secara internasional. Hal ini membawa pada pertanyaanapakah desain MCS yang ada pada perusahaan saat ini sudah cukup baik dan sesuaidengan lingkungan global tersebut atau apakah seharusnya mendesain kembali MCS agarsesuai dengan budaya negara-negara tujuan operasi perusahaan. Desain MCS merupakanissu utama dalam riset-riset akuntansi selama beberapa tahun. Namun sayangnya mayoritaspenelitian-penelitian ini hanya ditekankan pada satu negara saja, meskipun telah di akuibahwa unsur budaya sangat penting.

Harrison dan McKinnon (1999) mereview penelitian-penelitian mengenaimanagement control system (MCS) dalam lintas budaya mulai dari tahun 1980, dalamupaya untuk memberikan pemahaman mengenai pengaruh budaya terhadap desain MCS,dan untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan metodologikal riset-riset tersebut untukmemberi arahan pada riset-riset mendatang. Hasilnya menunjukkan bahwa penelitian-penelitian lintas budaya ini terlalu menyederhanakan konsep budaya dan perbedaanmereka dalam hal metodologis dalam penelitian memberikan hasil yang berbeda pula.

Beberapa penelitian yang ada telah menunjukkan adanya hubungan antara desainMCS dengan budaya, baik yang mendukung atau menentang bahwa budaya dapatmemberikan pengaruh terhadap desain MCS. Berbagai perbedaaan hasil penelitian ini diduga tergantung pada originalitas dari peneliti. Analisis yang dilakukan Harrison danMcKinnon (1999) menunjukkan perbedaan hasil penelitian ini karena beberapa hal berikut,yaitu, pertama, tingginya variasi karakteristik MCS dan organisasi yang telah di uji.Meskipun karakteristik MCS beberapa studi sama, namun definisi operasional darikarakterisitiknya seringkali bervariasi atau ketidakcukupan definisi secara umum. Seperticontoh karakteristik MCS mengenai formalization/rules dengan prosedur, yangdioperasionalisasikan secara berbeda dalam berbagai penelitian. Kedua, perbedaan dimensibudaya yang digunakan memberikan perbedaan studi dalam mendukung hubungan antarabudaya-MCS. Meskipun dimensi budaya yang digunakan sama, kadangkala perbedaanteori dapat memberikan arti yang berbeda pula. Ketiga, meskipun metode survey kuesionermendominasi studi-studi tersebut, perbedaan ukuran sampel, managerial level dan lokasiresponden serta variabel control yang digunakan membuat sulit dalam menilai convergendan perbedaan hasil penelitian.

Page 21: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

42

Penelitian yang dilakukan Chow et al. (1991) menggunakan eksperimental studi,menekankan pada dimensi individualism (IDV) mengenai workflow dan payinterdependence di Singapore dan US. Hasilnya menunjukkan IDV merupakan dimensiyang paling relevan untuk karakteristik MCS. Frucot dan Winston (1991) melakukanpenelitian pada partisipasi budget untuk menguji hasil Brownell’s (1982) mengenaipartisipasi di antara manager US. Mereka menghipotesiskan bahwa hasil Brownell’s tidakbisa digeneralisir untuk Mexico, dengan alasan bahwa rangking power distance (PD) danuncertainty avoidance (UA) di Mexico lebih tinggi dibandingkan US (menurut Hofstede1980). Rangking ini juga dihubungkan dengan autokrasi, rule-based organization danrendahnya partisipasi. Hasilnya bertentangan dengan yang mereka perkirakan. Meskipunhasil ini menduga bahwa beberapa pengaruh budaya terjadi pada level managerial dan firmownership subsets pada sampel mereka, penemuan mereka menunjukkan bahwa tidakterdapat pengaruh budaya, dan hasil Brownell’s tidak bisa digeneralisir untuk Mexico.

Birnbaum dan Wong (1985) menggunakan dimensi Hofstede’s uncertaintyavoidance (UA) untuk menghipotesiskan bahwa Hong Kong mengacu pada rendahnyalevel horizontal differentiation dibandingkan US. Hipotesis ini di dasari oleh Hofstede(1980) yang menemukan bahwa para pekerja di Hong Kong memiliki preferensi yang kuatpada level UA yang rendah, dimana hal berhubungan dengan rendahnya level horizontaldifferentiation. Hasilnya menunjukkan gagal dalam mendukung hipotesis mereka. Hal inidikarenakan pilihan hipotesis mereka hanya didasarkan pada penemuan Hofstede sajatanpa berusaha mempertimbangkan atribut budaya lainnya. Lincoln et al. (1981),menemukan bahwa level horizontal differentiation di Jepang cukup rendah, dimana UAtinggi. Birnbaum dan Wong menghipotesiskan bahwa rendahnya level of horizontaldifferentiation di Hong Kong karena UA juga rendah.

Kebanyakan penelitian difokuskan pada masyarakat di Anglo-American (khususnyaUS dan Australia) dan dibandingkan dengan Asia (Jepang, Singapore, Hong Kong). Hal inidikarenakan adanya perbedaan substansial pada power distance (PD), individualism (IDV)dan uncertainty avoidance (UA). Cluster pada Anglo_ameria memiliki tipe lebih tinggipada IDV dan rendah pada PD dibandingkan Asia, studi-studi cenderung untukmengasumsikan IDV dan PD memiliki nilai yang sama untuk masing-masing negara(Harrison 1992). Dampak nilai budaya ditentukan oleh centralitas mereka di dalam sistemnilai dari setting budaya. Mereka membedakan konsep nilai sebagai core dan peripheralyang dapat menjelaskan perbedaan penemuan dari penelitian-penelitian budaya pada MCS.

Ucno dan Sekaran (1992) menggunakan enam budget control yang digunakan dalamperusahaan manufaktur di Jepang dan USA. Dihipotesiskan bahwa empat dari enam yangdigunakan di USA, yaitu (1) komunikasi formal dan koordinasi dalam proses perencanaanbudget, (2) adanya slack pada budget, (3) pengendalian pada budget secara luas, (4)menggunakan evaluasi jangka panjang sampai perluasan terkecil. Dua hipotesis yangdiajukan bahwa perusahaan Jepang menyusun proses perencanaan budget mereka danmenggunakan waktu yang panjang dalam prosesnya sangat luas digunakan dibandingkanperusahaan-perusahaan di Amerika, tidak terdukung. Empat premis mengenai perbedaanIDV antara Jepang dan USA terdukung, sedangkan dua premis mengenai perbedaan dalamUA tidak terdukung.

Nilai central dalam suatu budaya memiliki implikasi pada perusahaan multinasional,sehingga diperlukan modifikasi atas MCS domestik yang seharusnya disesuaikan dengannegara asing dimana perusahaan akan beroperasi. Penelitian Chow et al. (1996)memberikan bukti bahwa yang mendukung asumsi tersebut. Dalam studi mereka

Page 22: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

43

digunakan delapan karakteristik MCS pada perusahaan Jepang dan USA yang beroperasidi Taiwan. Organisasi yang beroperasi di sana secara substansial memodifikasi MCSmereka untuk menyesuaikan dengan budaya Taiwan yang berbeda. Sedangkan O’Connor(1995) menemukan bukti dari perusahaan yang memodifikasi budaya mikrokosmik budayaorganisasi melalui selection, sosialisasi dan pelatihan. Hal ini tidak konsisten denganpenemuan Chow et al. (1996), terlebih lagi hal itu menduga bahwa organisasi memilikipilihan untuk memodifikasi, pilihan tersebut tergantung pada cost modifikasi budayaorganisasi atau memodifikasi MCS pada budaya yang berbeda.

Dari beberapa penelitian diatas, dapat dirasakan adanya beberapa kelemahan yangada pada penelitian-penelitian yang menguji pengaruh budaya terhadap desain MCS. Halini dapat di lihat dari perbedaan-perbedaan hasil-hasil temuan dari beberapa penelitimeskipun karakteristik dan faktor budaya yang digunakan adalah sama. Harrison danMcKinnon (1999) menyebutkan empat kelemahan penelitian lintas budaya di bidangsistem pengendalian manajamen yaitu (1) gagal mempertimbangkan totalitas domainbudaya; (2) tendensi tidak mempertimbangkan intensitas diferensial dari norma dan nilailintas nasional; (3) tendensi memperlakukan budaya secara simplistis dengan hanyamenggunakan kumpulan terbatas dari dimensi agregat; (4) terlalu mengandalkan konsepsibudaya yang terbatas.

AGENCY THEORY, BUDAYA DAN MANAGEMENT CONTROL SYSTEMS (MCS)Dari uraian literatur yang telah dijabarkan diatas, dapat dilihat adanya hubungan

yang kuat antara agency theory dan faktor budaya dengan desain management controlsystems (MCS). Agency theory dapat menjelaskan adanya masalah agency dalamhubungan agen dan principal. Untuk mengatasi permasalahan akibat hubungan antaraagent dan principal tersebut, diperlukan management control systems (MCS) yangmerupakan sarana untuk menyelaraskan tujuan antara agent dengan principal. Dengandesain management control system yang tepat, diharapkan akan mampu memahamihubungan (agent dan principal) ini dengan baik sehingga tujuan umum organisasi dapat dicapai (Ekanayake 2004). Ekanayake (2004), mengemukakan bahwa esensi dari perspektifagency adalah sebagai alat untuk memonitor agen dan mengevaluasi kinerja danpenghargaan.

Agency theory dapat menangkap sifat agen-agen pada budaya Barat, namun dalambudaya yang berbeda, hal itu belum tentu sesuai dengan budaya di luar budaya Barat(Ekanayake 2004). Dengan demikian, timbul pertanyaan apakah sifat-sifat agen memilikikesamaan dalam lintas budaya. Secara fundamental, hal ini penting diperhatikan dalamupaya penerapan agency theory secara universal. Hofstede (1980) meneliti keterkaitannorma dan nilai pada agen (karyawan, subordinate dan manager) yang berbeda di antaraberbagai budaya, hal ini memberikan pemahaman bahwa sifat dasar agen-agen berbedasesuai dengan budayanya masing-masing.

Dari beberapa tinjauan literatur mengenai agency theory dalam perspekstif budaya,dapat dikatakan bahwa agency theory belum dapat sepenuhnya berlaku secara universal.Faktor budaya yang sangat berbeda antara dunia Barat dan Timur telah mempengaruhiprilaku agen-agen dalam bertindak. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian yangmengambil setting di luar Asia tidak dapat berlaku secara umum, sehingga agency problemyang terjadi dalam suatu organisasi juga memiliki level dan pola yang bervariasi sesuaidengan budaya dimana mereka berinteraksi dalam organisasi (Taylor 1995; Sharp danSalter 1997; O’Connor dan Ekanayake 1997, 1998).

Page 23: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

44

Beberapa penelitian yang ada telah menunjukkan adanya hubungan antara desainMCS dengan budaya, baik yang mendukung atau menentang bahwa budaya dapatmemberikan pengaruh terhadap desain MCS (Chow et al. 1991; Harrison 1992). Berbagaiperbedaaan hasil penelitian ini di duga tergantung pada originalitas dari peneliti.

Dari beberapa penelitian diatas, dapat dirasakan adanya beberapa kelemahan yangada pada penelitian-penelitian yang menguji pengaruh budaya terhadap desain MCS. Halini dapat di lihat dari perbedaan-perbedaan hasil-hasil temuan dari beberapa penelitimeskipun karakteristik dan faktor budaya yang digunakan adalah sama. Harrison danMcKinnon (1999) menyebutkan empat kelemahan penelitian lintas budaya di bidangsistem pengendalian manajamen yaitu (1) gagal mempertimbangkan totalitas domainbudaya; (2) tendensi tidak mempertimbangkan intensitas diferensial dari norma dan nilailintas nasional; (3) tendensi memperlakukan budaya secara simplistis dengan hanyamenggunakan kumpulan terbatas dari dimensi agregat; (4) terlalu mengandalkan konsepsibudaya yang terbatas.

PENUTUP

Agency theory yang merupakan teori yang paling berpengaruh dalam memahamihubungan antara agent dan principal ternyata memang sangat tepat dan telah teruji didunia barat. Namun ketika teori ini diterapkan pada budaya yang berbeda maka hasilnyajuga tidak konsisten sebagaimana hasil yang di peroleh pada asal teori ini ditemukan.Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa faktor budaya sangat berperan dalam menentukansuatu hubungan antara agent dan principal.

Ketidakkonsistenan hasil pengujian agency theory pada budaya yang berbeda akanmemberikan suatu tantangan tertentu bagi organisasi dalam mendesain sistempengendalian manajemen yang dipercaya mampu mengatasi agency problem atashubungan principal dan agent. Beberapa penelitian juga memberikan petunjuk bahwafaktor budaya juga sangat berpengaruh dalam penentuan desain MCS. Namun reviewpenelitian yang dilakukan oleh Harrison dan McKinnon (1999) menjawab bahwapenelitian-penelitian yang memasukkan unsur pengaruh budaya terhadap desain MCS,memiliki 4 keterbatasan baik pada dimensi maupun metodologi seperti yang telahdikemukakan diatas.

Dengan demikian dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa terdapat hubungan yangkuat antara budaya, agency theroy dan management control systems (MCS). Namun peranbudaya dalam konteks Asia masih memerlukan penelitian-penelitian lebih jauh untukmenggeneralisir hasil-hasil penemuan di budaya Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert and Vijay Govindarajan. 2003. Management Control System. 11th

Edition: Irwin McGraw Hill.

Baiman, S. 1990. Agency Research in Managerial Accounting: A second look. AccountingOrganizations and Society. Vol. 15. No. 4 Pp: 314-371.

Boyacigiler, N.A., and Adler, N. 1991. The Parochial Dinosaur: Organization Science in AGlobal Context. Academy of Management Review. Pp: 262-290.

Page 24: PENERAPAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING …news.palcomtech.com/wp-content/uploads/2012/01/MARISMIATI-JE... · JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI ... Namun dari perspektif manajerial,

JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)

Agency Theory dan Management Control Systems Dalam Konteks Budaya AsiaVOL. 1 NO. 1

JANUARI 2011

45

Brownell, P. 1982. A Field Study Examination of Budgetary Participation and Locus ofControl. The Accounting Review. Vol. 56 (4). Pp: 844-860.

Chow, C. and Y. Kato, K. Merchant. 1996. The Use of Organizational Controls and TheirEffects on Data Manipulation and Management Myopia: A Japan vs. U.S.comparison. Accounting, Organizations and Society. Vol. 21. pp.175 - 192.

Eisenhardt. 1989. Agency theory: An Assessment and Review. Academy of ManagementReview. Vol. 14 No. 1. Pp: 57-74.

Ekanayake, Samson. 2004. Agency Theory, National Culture and Management ControlSystems. Journal of American Academy of Business. Vol. 4. Pp: 49-54.

Frucot, Veronique and Shearon Winston T. 1991. Budgetary Participation, Locus ofControl and Mexican Managerial Performance and Job Satisfaction. TheAccounting Review. January. Pp: 80-89.

Gomez-Mejia, L. and Balkin, D. 1992. The Determinants of Faculty Pay: An AgencyTheory Perspective. Academy of Management Journal. Vol. 35. Pp: 921-955.

Govindarajan, V and Fisher J. 1990. Strategy, Control Systems and Resource. Sharing:Effects on Bussiness Unit Performance. Academy of Management Journal. Vol.33 Issue 3. Pp 259-285.

Harrell, A. and P. Harrison. 1994. An Incentive To Shirk, Privately-Held Information, andManagers Project Evaluation Decisions. Accounting, Organizations andSociety. Vol. 19 pp: 569 - 577.

Harrison, G.L., and J. McKinnon. 1999. Cross-Cultural Research in Management ControlSystems Design: A Review of The Current State. Accounting, Organizationsand Society. Vol. 24 pp.483 - 506.

Hofstede, Geert. 1980. Culture’s Consequences: International Differences in WorkRelated Value . Newbury Park, CA: Sage.

Jensen dan Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, andOwnership Structure. Journal of Financial Economics. Vol: 3. Pp: 305-360.

O’Connor N.G. 1997. Patterns of Cultural and Budgetary Controls in International JointVentures in South Korea, Asian Review of Accounting. Pp. 1-20.

Salter, Stephen B. dan David J. Sharp. 1997. Agency Effects and Escalation ofCommitment: do Small National Culture Differences Matter?. TheInternational Journal of Accounting. Vol. 36. Issue 1. Pp: 33-45.