38
Syamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut telah merusak pondasi ekonomi akibat hancurnya produksi dan naiknya harga barang-barang konsumsi yang bermuara pada penurunan yang cukup serius standar hidup rakyat Indonesia. Ekspansi uang beredar yang terjadi akibat defisit belanja pemerintah, yang sangat tidak produktif, telah mengakibatkan kenaikan yang cukup besar pada harga-harga semua komoditas dan berlanjut pada penurunan daya beli uang. Dalam kondisi seperti ini, fungsi uang tidak dapat berjalan dengan semestinya. Reformasi moneter dianggap sebagai salah satu jalan ke luar dari kekacauan situasi moneter saat itu dan suatu langkah ke arah penyelesaian akhir yang lebih memuaskan. Reformasi moneter di Indonesia dilakukan karena naiknya jumlah uang yang harus dibelanjakan dibandingkan relatif dengan penawaran barang-barang yang harus dibeli. Namun bahkan ketika Indonesia telah berhasil melakukan kontraksi jumlah uang beredar, tetap saja inflasi tidak dapat diakhiri. Bab ini akan membahas justifikasi ekonomi terhadap e-news pEnEbar Reformasi Moneter Di Indonesia * Yayasan Penebar ~ Jl. Makmur, no. 15, Rt. 009/Rw.02, Kelurahan Susukan, Jakarta 13750, Indonesia • Tel./Facs. ~ (+ 62 21) 841 2546 • email ~ [email protected] • website ~ www.geocities.com/ypenebar Nomor 4, Mei - 2004 Redaksi: Edi Cahyono, Maxim Napitupulu, Maulana Mahendra, Muhammad H.T., Hemasari Dharmabumi Diterbitkan oleh: Yayasan Penebar pEnEbar e-news terbit sebagai media pertukaran dan perdebatan soal-soal perburuhan dan globalisasi. Kami mendukung gerak anti- globalisasi masyarakat Indonesia. Globalisasi dan perdagangan bebas merupakan jebakan negeri- negeri imperialis untuk menjadikan negeri-negeri miskin terus menjadi koloni dan dihisap oleh negeri-negeri maju. Kami menerima tulisan-tulisan yang sejalan dengan misi kami untuk dimasukkan dan diedarkan melalui e-news ini. * Diterjemahkan dari “Chapter VII: The Monetary Reforms in Indonesia” dalam Syamsuddin Mahmud, Monetary Developments and Policy in The Republic of Indonesia After World War II, State University of Ghent-Belgium, 1974, halaman 170- 204. Penerjemah: Edi Cahyono & Nur Rachmi.

pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Syamsuddin Mahmud

Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah seriusinflasi yang dialami perekonomian Indonesia.Masalah tersebut telah merusak pondasi ekonomiakibat hancurnya produksi dan naiknya hargabarang-barang konsumsi yang bermuara padapenurunan yang cukup serius standar hidup rakyatIndonesia. Ekspansi uang beredar yang terjadi akibatdefisit belanja pemerintah, yang sangat tidakproduktif, telah mengakibatkan kenaikan yang cukupbesar pada harga-harga semua komoditas danberlanjut pada penurunan daya beli uang. Dalamkondisi seperti ini, fungsi uang tidak dapat berjalandengan semestinya.

Reformasi moneter dianggap sebagai salah satu jalanke luar dari kekacauan situasi moneter saat itu dansuatu langkah ke arah penyelesaian akhir yang lebihmemuaskan. Reformasi moneter di Indonesiadilakukan karena naiknya jumlah uang yang harusdibelanjakan dibandingkan relatif dengan penawaranbarang-barang yang harus dibeli. Namun bahkanketika Indonesia telah berhasil melakukan kontraksijumlah uang beredar, tetap saja inflasi tidak dapatdiakhiri.

Bab ini akan membahas justifikasi ekonomi terhadap

e-newspEnEbar Reformasi Moneter DiIndonesia*****

Yayasan Penebar ~ Jl. Makmur, no. 15, Rt. 009/Rw.02, Kelurahan Susukan, Jakarta 13750,Indonesia • Tel./Facs. ~ (+ 62 21) 841 2546 • email ~ [email protected] • website ~

www.geocities.com/ypenebar

Nomor 4, Mei - 2004

Redaksi:Edi Cahyono, MaximNapitupulu, Maulana

Mahendra, Muhammad H.T.,Hemasari Dharmabumi

Diterbitkan oleh:

Yayasan Penebar

pEnEbar e-news terbitsebagai media pertukaran dan

perdebatan soal-soalperburuhan dan globalisasi.

Kami mendukung gerak anti-globalisasi masyarakat

Indonesia. Globalisasi danperdagangan bebas

merupakan jebakan negeri-negeri imperialis untuk

menjadikan negeri-negerimiskin terus menjadi koloni

dan dihisap oleh negeri-negerimaju. Kami menerima

tulisan-tulisan yang sejalandengan misi kami untuk

dimasukkan dan diedarkanmelalui e-news ini.

* Diterjemahkan dari “Chapter VII: The Monetary Reforms inIndonesia” dalam Syamsuddin Mahmud, MonetaryDevelopments and Policy in The Republic of Indonesia After WorldWar II, State University of Ghent-Belgium, 1974, halaman 170-204. Penerjemah: Edi Cahyono & Nur Rachmi.

Page 2: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

no. 4

, mei

200

4reformasi moneter di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengambiltiga tindakan yang berbeda dengan cara pembersihan moneterbesar-besaran, pertama di bulan Maret 1950, kedua di bulanAgustus 1959, dan ketiga di bulan Desember 1965. Dengandemikian, bab ini dibagi ke dalam tiga bagian: 1) pembersihanmoneter tahun 1950; 2) pembersihan moneter tahun 1959, dan3) pembersihan moneter tahun 1965.

1. Pembersihan Moneter tahun 1950a. Situasi perekonomian sebelum pembersihan.

Komposisi persedian uang Indonesia telah dibahas dalam Bab III.Jenis-jenis unit moneter yang berbeda setelah revolusi telahdipelajari. Suasana yang umum terasa dalam sistem moneter waktuitu adalah kebingungan.

Jumlah uang beredar perlahan naik untuk membiayai defisitanggaran pemerintah. Indeks harga 12 bahan pokok di daerahpedesaan adalah 1.476 pada tahun 1946 dan 1539 pada tahun1950, atau naik sebesar 63% (1938 = 100).1 Biaya hidup di Jakartaadalah 18 pada tahun 1949 dan 21 pada tahun 1950 (1958 =100).2

Turunnya nilai mata uang juga tercermin pada kenaikan tingkatvaluta asing. Devaluasi yang dilakukan pada 7 Maret 1946berakibat naiknya nilai tukar resmi menjadi Rp 2,65 per dollarAS dibanding nilai tukar sebelumnya yakni Rp 1,80 per dollar AS(sama seperti yang terjadi di Belanda.)3 Akan tetapi di pasar bebas,nilai tukar dollar AS adalah Rp 19,50 pada bulan Januari 1948,Rp 21,50 pada bulan Desember 1948 dan Rp 25,00 pada bulanSeptember 1949,4 atau lebih dari 9 kali lipat dari nilai tukar resmi.Lihat Tabel 1.

Pada 20 September 1949 pemerintah kembali melakukan devaluasiterhadap rupiah, berakibat naiknya nilai dollar menjadi Rp 3,80.5

1 Biro Pusat Statistik, Statistik 1956, Jakarta.2 IMF, International Financial Statistics, Suplemen pada edisi 1964/1965, hal.113.3 Pick, Currency Yearbook, Indonesian Rupiah, 1956, hal. 141.4 Pick, Currency Yearbook, op.cit., hal 144.5 Ibid., hal. 141.

Penebar e-newS- 2 -

Page 3: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Penebar e-newS

Tingkat devaluasi yang dilakukan terhadap dollar adalah 43,4%.Pada saat devaluasi tahun 1949, saldo perdagangan Indonesiasedang melewati fase sangat sangat tidak normal.6 Surplus saldoperdagangan yang secara konsisten terjadi selama sebelum perangtelah digantikan oleh defisit yang terus menerus selama tahun 1946- 1949, terutama karena produksi barang-barang ekspor sangatrendah akibat kondisi perang dan revolusi. Suatu sistem induksiekspor telah diterapkan sejak 1946 namun tampaknya hal ini kecilpengaruhnya di hadapan rintangan yang jauh lebih besar yangmenghambat ekspansi produksi. Orang Indonesia memperlihatkankecenderungan yang tinggi pula untuk melakukan impor, sehinggapengaruh devaluasi dalam mengurangi beban impor terhadap saldoperdagangan sangatlah kecil.

Tabel 1Pertumbuhan Penawaran Uang dan Nilai Pasar Gelap atau Pasar Bebas dari

Uang kertas AS dan/atau Transfer tak-berijin ke New YorkJumlah uang total Dalam Rupiah Indonesia tiap-tiap(dalam juta rupiah) Dollar AS pada akhir bulan

1949 1950 1948 1949 1950Januari - 3.885,4 19,50 21,00 30,50Pebruari - 3.954,1 20,00 21,50 28,50Maret 3.078,0 3.820,0 22,00 21,00 29,00April - 3.194,7 23,50 22,00 30,00Mei - 3.183,4 24,00 23,00 28,00Juni 3.208,9 3.325,0 23,00 22,50 26,00Juli - 3.583,0 22,50 24,00 23,00Agustus - 3.780,2 22,00 26,00 24,00September 3.256,8 3.981,8 21,00 25,00 21,50Oktober - 4.230,2 21,50 27,00 19,50Nopember - 4.483,0 22,00 28,50 17,50Desember 3.596,5 4.958,8 21,50 29,50 16,75 Sumber: De Javasche Bank, Jakarta.

Pick’s Currency Yearbook, 1956.

Data menunjukkan bahwa jumlah penawaran uang pada bulanMaret 1949 adalah Rp 3.078,0 juta dan naik menjadi Rp 3.954,1juta pada Pebruari 1950 atau naik sebesar 28,5%. Nilai tukar resmiadalah Rp 2,65 per dollar AS tetapi nilai tukar di pasar bebas adalahmasing-masing Rp 21,50 dan Rp 29,50 di akhir tahun 1946 dan1949, sementara pada akhir Pebruari 1950 nilai tukar tersebutmenjadi Rp 28,50.

6 C. Budiardjo, “Devaluation in Indonesia: Its usefulness and limitations,”Economics and Finance in Indonesia, Volume XII, No. 7/9, Juli/September 1959,hal. 301.

- 3 -

no. 4, mei 2004

Page 4: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

b. Langkah pemotongan uang

Kelebihan jumlah uang di tangan masyarakat merupakan alasanutama dilakukannya pembersihan moneter di tahun 1950 yangdisebut “Gunting Sjafruddin.”7 Tindakan itu diambil pada 19Maret 1950 berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan No.P.U.1. Tujuan dari pembersihan ini adalah untuk mensejajarkantingkat harga internal dan tingkat harga eksternal sesuai nilai tukaryang berlaku.8 Pembersihan tersebut berbentuk pinjaman yangdiwajibkan oleh pemerintah kepada seluruh masyarakat. Padawaktu itu jumlah surplus uang diperkirakan antara Rp 1,5 hinggaRp 1,8 milyar.9

Pembersihan moneter dijalankan dengan cara mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Semua uang merah atau uang Nica dan uang the Java Bankyang beredar dengan nilai lebih tinggi dari Rp 2,50 diguntingmenjadi dua bagian. Bagian sebelah kanan diharuskan untukditukarkan dengan Surat Jaminan Pemerintah (bonds)Republik Indonesia senilai 3% dan bagian sebelah kiri dipakaisebagai alat pembayaran resmi dengan nilai separuhnya hingga9 April, 1950.10 Bagian sebelah kiri harus ditukarkan denganuang Java Bank yang baru mulai 22 Maret hingga 16 April1950. Pecahan uang kecil dan koin dengan nilai Rp 2,50 ataulebih kecil tidak diikutsertakan.11 Tetapi uang yang dimilikioleh bank dan lembaga-lembaga yang dianggap sebagai bankdapat ditukarkan dengan nilai penuh.12

2. Separuh dari semua deposito berjangka dan giro di atas Rp400 harus ditukarkan dengan Surat Jaminan Pemerintah(bonds) Republik Indonesia senilai 3% dan dapat ditukarkankembali secara bertahap dalam jangka waktu 40 tahun.13

3. Obligasi/Surat Berharga yang dimiliki perorangan (non-bank)

7 Sjafruddin Prawiranegara adalah Menteri Keuangan pada saat itu.8 Harold Karr Charlesworth, op.cit., hal. 7.9 De Javasche Bank, Laporan Tahunan 1949 - 1950, Jakarta, hal. 37.10 Surat Keputusan Mentri Keuangan No. P.U.1, pasal 3.11 Ibid., pasal 1.12 Ibid., pasal 6, angka 6.13 Harold Karr Charlesworth, op.cit., hal. 8.

- 4 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 5: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

harus diserahkan kepada the Java Bank untuk di-depresiasidengan nilai yang lebih rendah hingga separuh dari nilainominalnya. Semua Obligasi/Surat Berharga yang dimilikiyayasan dan lembaga karitas dikecualikan.14

Pembersihan moneter tersebut juga menyediakan kesempatan bagipemerintah untuk menukar uang “U.R.I.” yang dikeluarkan padamasa revolusi dengan uang Java Bank yang baru.15 Nilai danprosedur penukarannya telah dibahas di Bab III.

Hasil bersih dari pembersihan moneter ini adalah bahwapemerintah mampu mengurangi penawaran uang hingga Rp1.615,2 juta,16 yakni sekitar 41% dari jumlah total penawaranuang pada bulan Pebruari 1950.

c. Situasi ekonomi setelah pembersihan moneter.

Untuk sementara waktu, pembersihan moneter tersebut relatifberhasil memulihkan stabilitas mata uang rupiah Indonesia.17

Sayangnya, stabilitas tersebut tidak berlangsung lama. Ekspansimoneter dimulai kembali untuk menutupi defisit uang tunaipemerintah dan defisit fiskal yang terjadi dibiayai sekali lagi dengancara menaikkan penawaran uang melalui pinjaman kepadapemerintah yang diberikan the Java Bank. Akibatnya, nilai rupiahterus turun.

Pembersihan tersebut telah pula secara tajam menurunkan posisiuang tunai dunia usaha dan menimbulkan masalah likuiditas usahayang menghambat upaya para pengusaha memenuhi kewajiban-kewajiban mereka saat itu.18 Untuk mengatasi masalah ini,pemerintah menyediakan kredit agar usaha tetap dapat dijalankansecara normal. Pemberian kredit ini dimungkinkan sebabpembersihan moneter tidak diberlakukan pada uang tunai di bank-bank. Di lain pihak, pembersihan tersebut telah mengurangisimpanan deposito, sehingga likuiditas meningkat. Dengandemikian jumlah uang beredar kembali meningkat.

14 Keputusan Menteri Keuangan, op.cit., pasal 10.15 Harold Karr Charlesworth, loc. cit.16 De Javasche Bank, Laporan Tahunan 1950 - 1951, Jakarta, tabel 14, hal. 32.17 Harold Karr Charlesworth, Ibid., hal. 9.18 Harold Karr Charlesworth, loc. cit.

- 5 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 6: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Sehubungan dengan hal ini, tekanan inflasi menguat lagi sertadiperburuk lagi oleh perang Korea yang mengakibatkan naiknyaharga komoditi ekspor Indonesia, terutama karet.19 Menjelangakhir September 1950, enam bulan setelah diumumkannyapembersihan moneter, jumlah total penawaran uang telah melebihijumlah uang beredar sebelum pembersihan. Seperti diperlihatkanpada Tabel 1, jumlah total penawaran uang adalah Rp 3.954,1juta pada akhir Pebruari 1950, sementara di akhir Septemberjumlahnya Rp 3.981,8 juta.

Meningkatnya jumlah uang beredar ini juga didorong olehUndang-Undang No. 8, 21 April 1953 (Lembar Negara No. 33/1953) yang menaikkan harga uang (koin) emas dan emas batanganJava Bank dari Rp 4.265,35 per kg menjadi Rp 12.796,05 perkg.20 Sesungguhnya Presiden Java Bank tidak setuju dengankeputusan tersebut, sebab cenderung akan menaikkan jumlahpenawaran uang.21 Langkah seperti ini menaikkan harga dasaremas yang pada akhirnya akan merangsang terjadinya ekspansimoneter.

Situasi di atas mempengaruhi kepercayaan publik terhadappemerintah, terutama dalam kaitan dengan kebijakan moneter danfiskal yang diambilnya. Sikap masyarakat umumnya terhadappembersihan moneter pada umumnya berupa sikap curiga dantakut.22 Rakyat takut pembersihan moneter akan terulang danlangsung meningkatkan kecepatan peredaran uang. Surat JaminanPemerintah Indonesia senilai 3% yang ditukarkan dengan separuhnilai uang kertas yang dibersihkan menjadi sesuatu yang bisaditawar. Surat-Surat Jaminan tersebut tidak dapatmempertahankan nilai aslinya, melainkan kehilangan nilainyaketika berpindah tangan.23

Keuntungan dari reformasi ekonomi tersebut adalah penghancuranberbagai jenis uang U.R.I. yang beredar yang telah memperumitstruktur moneter dan telah ditarik dari peredaran pada bulan Mei

19 Bank Indonesia, Laporan Tahunan 1951 - 1952, Jakarta, hal. 21.20 UU No. 8, 21 April 1953, pasal 1.21 Menurut Menteri Keuangan Jusuf Wibisono, wawancara pribadi, Juni 1971.22 Harold Karr Charlesworth, op.cit., hal. 9.23 Loc.cit.

- 6 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 7: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

1950. Uang federal lama telah pula ditarik dari peredaran pada 17April 1950.

Pada 14 Maret 1950, kelangkaan dollar memaksa pemerintahuntuk melakukan suatu devaluasi ‘de facto’, yang mengakibatkannaiknya nilai tukar dollar resmi menjadi Rp 11,40, dengan caramenciptakan apa yang disebut “Sertifikat Dollar.”24 Pada bulanMaret 1951, nilai tukar sertifikat dollar diperbesar dengan suatupremium sebesar 200% dari nilai resminya (Rp 3,880) yangmenaikkannya menjadi Rp 19,00 per dollar. Langkah ini tidakmembuahkan hasil yang diharapkan, dan pada 4 Pebruari 1952,nilai awal sertifikat tersebut yakni Rp 11,40 per dollar dijadikannilai dasar resmi melalui langkah devaluasi. Tingkat devaluasi yangdilakukan adalah sebesar 200%. Nilai ini masih belum cukup dankalah oleh harga di pasar-pasar gelap yang banyak bermunculan.Pada tahun 1954 dan 1955 sistem mata uang Indonesia mengalamikepanikan pasar gelap yang sangat intens yang mendorong nilaidollar tak resmi masing-masing ke angka Rp 44,00 dan Rp 48,00.25

Suatu revisi baru sistem mata uang diumumkan pada bulanSeptember 1955, ketika empat nilai impor dilahirkan.26 Langkahini mirip dengan devaluasi parsial. Klasifikasi barang-barang imporyang diperkenalkan bervariasi mulai dari barang-barang pokokdengan nilai harga dasar 50% hingga barang-barang super mewahdengan nilai 400%. Aturan ini tidak bertahan lama. PadaSeptember 1956, kategori impor ditingkatkan jumlahnya dari 4ke 9 dan nilainya menjadi lebih bervariasi dari barang-barang palingpokok dengan harga dasar impor 0% hingga barang-barang supermewah dengan nilai 400%.27

Untuk menjamin retribusi impor kepada negara, pemerintahmemperkenalkan suatu sistem sertifikat induksi ekspor yangdisebut “Bukti Pendorong Ekspor (BPE).” Semua eksportirmenerima sertifikat penukar pada saat mereka mengekspor barang-barangnya. Sertifikat tersebut diperdagangkan oleh para eksportirdi pasar uang dan nilainya berkisar antara 2% dan 20% dari nilai

24 Pick, Currency Yearbook, op.cit., hal. 141.25 Pick, Currency Yearbook, loc. cit.26 Bank Indonesia, Laporan Tahunan 1955 - 1956, Jakarta, hal. 126.27 Bank Indonesia, Laporan Tahunan 1956 - 1957, Jakarta, hal. 137.

- 7 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 8: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

f.o.b. barang yang diekspor.28

Bea-wajib dan beragam hingga maksimal 400 persen danpengelompokan impor menjadi sembilan kategori tersebut kembaligagal kembali mengatasi turunnya persediaan nilai tukar.Kepemilikan mata-uang asing diakhir tahun 1955 berjumlah Rp2.678 juta dan merosot hingga Rp. 1.566 juta pada akhir tahun1956. Ini adalah jumlah terendah sejak 1950.29

Suatu reformasi mata-uang baru dicanangkan pada 20 Juni, 1957.Suatu sertifikat ekspor yang disebut “sistem Bukti Ekspor (B.E.)”diperkenalkan. Sistem ini mengakhiri sistem sertifikat perangsangekspor (B.P.E.) sebelumnya. Tujuan regulasi baru ini adalah sebagaiberikut:30

1. Menyeimbangkan ekspor dan impor;2. Memperbesar pemilikan mata-uang asing melalui promosi

ekspor;3. Menyederhanakan regulasi mata-uang asing.

Nilai resmi Rp 11,40 per dollar tetap tercantum dalam buku tetapifungsinya tinggal menjadi fungsi nominal semata. Sistem baru inimencakup nilai mata uang asing yang fluktuatif karena nilai B.E.dibiarkan menetapkan tingkat nilainya sendiri sesuai denganfaktor-faktor penawaran dan permintaan di pasar sertifikatekspor.31 Dengan demikian ia mencakup suatu devaluasi rupiahyang sangat besar. Tingkat devaluasi tersebut dapat diukur darikenaikan nilai-nilai perdagangan utama ekspor dan impor yangterjadi (lihat tabel 2). Suatu pungutan 20 persen yang disebut“Pembayaran Bukti Ekspor (P.B.E.)” dikenakan pada seluruh hasilekspor,32 yang menciptakan kesenjangan antara nilai untuk impordan nilai untuk ekspor. Di bawah sistem ini, klasifikasi impordinaikkan dari empat hingga enam kelompok dengan tujuanmemperoleh biaya wajib impor. Kisaran bea-wajib impor tersebutadalah mulai dari 0 persen untuk impor bahan-bahan pokok hingga175 persen untuk barang-barang mewah.33 Diatur pula bahwa28 Harold Karr Charlesworth, op.cit. hal. 50.29 Bank Indonesia, op.cit., hal. 113.30 Lihat “Government announcement,” dalam: Bank Indonesia, Annual Report1957-1958, Jakarta, hal. 254-257.31 C. Budiardjo, op.cit., hal. 310.32 Bank Indonesia, op.cit., hal. 136.

- 8 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 9: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

impor hanya boleh dilakukan bila importir telah membeli sertifikatB.E. dan membayar penuh bea-wajib impor.

Mekanisme pasar untuk harga sertifikat perdagangan hanya sahuntuk waktu 10 bulan. Ekspansi sirkulasi moneter telahmendorong permintaan akan impor yang ditunjukkan dengankenaikan terus menerus harga B.E. Pembelanjaan impor denganmenggunakan mata-uang dalam negeri bahkan lebih mungkinmeningkat karena adanya elastisitas permintaan yang tentunyalebih sedikit daripada suatu kesatuan.34 Harga B.E. menanjak dari220 persen dalam bulan Juni 1957 hingga 250 persen pada akhirDesember dan mencapai level 268, 298, dan 322 berturut-turutpada bulan Januari, Pebruari dan Maret 1958.35 Oleh sebab ituprinsip fleksibilitas rupiah tidak dapat dipertahankan. Pada bulanApril 1958, Dewan Moneter menstabilkan nilai sertifikatperdagangan pada angka 332 persen dari nilai resmi.36 Hasilnyaadalah suatu devaluasi baru senilai 322 persen terhadap impor(dengan nilai Rp. 37,90 per dollar) dan 265,6 persen terhadapekspor (dengan nilai Rp. 37,30 per dollar). Dengan demikianperiode dari Juni 1957 hingga April 1958 adalah suatu periodedevaluasi terus menerus.

Dampak dari sistem B.E. terhadap sisi pendapatan dari neracapembayaran – hampir seluruhnya diperoleh dari hasil-hasil produkekspor – sulit untuk dinilai secara tersendiri.37 Kenyataannyaadalah bahwa hasil ekspor lebih rendah pada paruh kedua 1957ketimbang paruh pertama tahun tersebut, sementara keseluruhanekspor pada tahun 1957 lebih rendah daripada tahun sebelumnya(paruh pertama 1957 = Rp 3.497 juta; paruh kedua 1957 = Rp.3.381 juta; keseluruhan 1956 = Rp. 7.381 juta).38

33 Government announcement, op.cit., hal. 254-257.34 C. Budiardjo, op.cit., hal. 299.35 Bank Indonesia, Annual Report 1958-1959, Jakarta, hal. 143.36 Loc.cit.37 Bank Indonesia, Annual Report 1958-1959, Jakarta, hal. 114.38 Bank Indonesia, loc.cit.

- 9 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 10: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut
Page 11: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

beredar mencapai Rp 18.913,4 juta pada akhir tahun 1957,sementara pada akhir tahun 1958 adalah Rp 29.366,2 juta atautelah terjadi suatu peningkatan kurang lebih 55%.39 Utangpemerintah pada Bank Indonesia mencapai Rp 2,779 juta padaakhir tahun 1950. Pada akhir tahun 1957 utang tersebut mencapaiRp 15,425 juta dan pada akhir tahun 1958 Rp 24,835 (suatupeningkatan sebesar 61%).40 Defisit anggaran pada tahun 1950,1957 dan 1958 berturut-turut adalah Rp 1,736 juta, Rp 5,040juta dan Rp 12,040 juta. Biaya hidup di Jakarta pada tahun 1950,1957 dan 1958 berturut-turut adalah 60, 159 dan 225 (1953 =100). Nilai tukar mata uang asing di pasar gelap meningkat tajam,dan mencapai Rp 150.00 per dollar AS dalam bulan Juli 1959(sekitar 13 kali lipat nilai tukar resmi).41

Produksi domestik menunjukkan suatu kecenderungan merosot.Indeks produksi perkebunan karet merosot dari 152 pada tahun1956 menjadi 148 pada tahun 1957 dan 140 pada tahun 1958.42

Produksi usaha-kecil merosot dari 282 pada tahun 1956 menjadi278 pada tahun 1957 dan 252 pada tahun 1958 (1938 = 100).Dan produksi beras (pangan utama) dapat dikatakan tetap konstan;yakni 7,424 ribu ton pada 1957 dan 7,553 ribu ton pada tahun1958, atau merupakan suatu peningkatan sebesar hanya 1,7%. 43

Tingkat pertumbuhan rata-rata penawaran uang sejak tahun 1950adalah 27,5% per tahun. Untuk tahun 1958 penawaran uang telahmeningkat sekitar 55% dari angka tahun 1957. Data-data iniditunjukkan dalam tabel 3.

Data-data tersebut mengacu pada kemerosotan perekonomiansecara umum. Kenaikan rata-rata indeks biaya hidup di Jakartadari tahun 1950 adalah sekitar 19% per tahun, sementara indeksharga (weighted) 12 jenis bahan pokok di pasar pedesaan meningkatsekitar 27% per tahun.

39 Bank Indonesia, Annual report 1959-1960, Jakarta, tabel 9, hal. 53.40 Bank Indonesia, op.cit., tabel 15, hal. 67.41 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1960, hal. 206.42 Leon A. Mears, “Economic development in Indonesia through 1958,” Economicand Finance in Indonesia, Volume XIV, No. 1/2, January/February 1961, tabel 4,hal. 31.43 Bank Indonesia, ibid., tabel 42 dan 43, hal. 132-133.

- 11 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 12: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Pemerintah seharusnya memusatkan upaya-upayanya untukmengatasi situasi tersebut. Namun sebaliknya pemerintah berusahamenyelamatkan muka dengan cara menyalahkan pihak lain.Presiden Sukarno mengumumkan demokrasi liberal sebagai wabahbesar negeri ini. Oleh karena itu, pada 5 Juli 1959 suatu reorganisasipolitik dilakukan dengan cara kembali ke UUD 1945. DewanKonstituante dan Parlemen dibubarkan. Konsep yang digunakanadalah demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin dandijalankan dengan cara “retooling” dan pengaturan kembali. Tahun1958 dan 1959 merupakan masa-masa yang sangat sibuk baginegeri ini. Pemberontakan yang meluas menentang pemerintahpusat semakin mempertegas melemahnya kondisi politik danekonomi yang memang sudah tidak stabil.

Tabel 3Prosentasi Peningkatan Jumlah Penawaran Uang dan tingkat kenaikan biaya

hidup dan indeks harga (weighted) 12 jenis bahan pokok 1950-1958 Prosentase Prosentase peningkatan peningkatan jumlah pena- jumlah pena- waran uang waran uang ta- tahun 1950 hun sebelum- Tingkat Kenaikan

Tahun nya Indeks Biaya Indeks be- hidup di Jakarta ban harga

12 jenisbahan-pa-ngan

1950 0 37,91951 3,5 3,5 41,7 79,51952 35,5 30,9 8,2 33,01953 51,0 11,4 8,7 - 14,51954 121,0 46,4 3,0 - 3,01955 157,7 16,6 23,3 30,91956 170,0 4,8 12,0 19,71957 281,4 41,2 12,0 5,31958 492,2 55,3 41,5 52,5

Sumber: Tabel VI.3 dan VI.4. [Syamsuddin Mahmud: Monetary Developmentsand Policy in The Republic of Indonesia After World War II]

b. Pembersihan moneter.

Suatu reformasi moneter drastis dilakukan pada 25 Agustus 1959dengan sebutan “Konsolidasi Juanda.” Tindakan-tindakan yangdiambil adalah:

1. Pengurangan nilai mata-uang. Semua uang kertas Rp 500 (limaratus rupiah) dan Rp 1.000 (seribu rupiah) berturut-turut

- 12 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 13: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

dikurangi menjadi Rp 50 (limapuluh rupiah) dan Rp 100(seratus rupiah).44

2. Pembekuan sebagian deposito di bank-bank. Seluruh depositoperbankan (deposito berjangka dan rekening koran) senilailebih dari Rp 25.000 dibekukan hingga 90%. Deposito yangdibekukan tersebut diganti dengan suatu pinjaman jangka-panjang dari pemerintah kepada pemilik deposito.45

3. Devaluasi. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ditetapkanpada Rp 45 per dollar. 46

Pada saat reformasi dilakukan, gubernur bank sentralmengundurkan diri, sebab menurut berita “tidak puas” denganprosedur tersebut.47

Tujuan pembersihan moneter ini adalah mengurangi jumlah uangberedar dengan maksud memperbaiki situasi perekonomian danfinansial Negara. Menurut Anspach,48 reorganisasi ekonomitersebut memiliki tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka-panjang. Tujuan-tujuan jangka pendeknya adalah:

1. Menghentikan kemunduran standar hidup dengan caramenghentikan inflasi yang serius;

2. Memperbaiki standar subsistensi dengan cara:- peningkatan ekspor resmi,- pengawasan yang ketat terhadap impor dan peningkatan

impor, dan- Pergeseran sumber-sumberdaya domestik kepada produksi

sandang-pangan.

Dan tujuan-tujuan jangka panjangnya adalah:

1. Mencapai dan mempertahankan stabilitas ekonomi yang layaksehingga memungkinkan penggunaan dana pemerintah secaralebih baik;

2. Melakukan kontrol yang efektif terhadap perusahaan swastamenuju gaya Indonesia jangka panjang.

44 Peraturan pemerintah pengganti UU no. 2 tahun 1959, pasal 1.45 Peraturan pemerintah pengganti UU no. 2 tahun 1959, pasal 3.46 Peraturan pemerintah no. 43 tahun 1959, pasal 1.47 Pick, Currency Yearbook, op.cit., 1960, hal. 202.48 Ralph Anspach, “Monetary Aspects of Indonesia’s Economic Reorganizationin 1959,” Economics and Finance in Indonesia, Volume XIII, No. 1/2, January/February 1960, hal. 4.

- 13 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 14: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Devaluasi uang kertas Rp 500 dan Rp 1.000 menjadi hanya 10%dari nilainya jelas dimaksudkan sebagai langkah stabilisasi moneter– dirancang untuk menarik dari peredaran “jumlah uang panasyang berlebihan (yang menyebabkan) kebingungan dalam setiapupaya di bidang distribusi.”49 Anspach menyatakan bahwa “tidakpernah jelas apakah uang ini menyebabkan kekhawatiran karenaberedar secara liar ataukah karena ia tidak beredar sama sekali tetapimengancan akan membanjiri pasar pada saat yang tidakmenguntungkan – atau karena ia mewakili pendapatan yangdiperoleh secara tidak sah.”50 Apakah “uang hitam” ini teronggokdalam timbunan uang tunai atau ia beredar secara liar; atau, sepertidikatakan Prof. Blake, “apakah ini uang dingin atau uang panas”?51

Seringkali justru terlihat sebagai kedua-duanya pada saat yangbersamaan. Misalnya, dalam sebuah artikel-artikel yang sangatotoritatif dalam soal surat berharga, kita dapat menemukanpernyatan khas berikut ini tentang uang hitam: “dari sini bisa dilihatperlunya mengambil langkah-langkah menarik uang hitam ini dariperedaran untuk mengurangi tekanan inflasi internal. Setiap orangtahu bahwa karena berbagai lasan uang di lingkungan usahaditimbun dalam jumlah jutaan, yang takut dibelanjakan orangkarena takut akan diselidiki atau dikenai pajak.”52

Presiden Sukarno dalam pidato penjelasannya mengatakan bahwa“pembersihan ekonomi tidak bisa lagi ditunda sebab ini merupakantindakan yang perlu diambil untuk segera menyiapkan fondasidasar yang kuat bagi perbaikan masa depan kondisi ekonomi negeriini.”53 Lebih juah ia menyatakan: “Tindakan-tindakan ini hanyalahmerupakan tindakan pendahuluan. Tindakan yang dimaksudkanuntuk menghentikan peredaran uang yang tidak terkontrol,tindakan yang dimaksudkan untuk menghentikan kenaikan harga-harga barang yang luar biasa dan semena-mena, serta tindakanyang dimaksudkan untuk memperbaiki nilai Rupiah kita…”54

49 Ralph Anspach, op.cit. hal. 5.50 Ibid., hal. 7.51 Loc.cit.52 S. Pamoengkas, “Pengeluaran Pinjaman Obligasi Tahun 1959”, dalamMadjallah Keuangan Negara, Juni 1959, hal. 4 dan 6, seperti dikutip oleh RalphAnspach, op.cit., hal. 7.53 Departemen Penerangan, Amanat Pendjelasan Presiden Republik Indonesiatentang Tindakan-Tindakan Pemerintah di bidang Keuangan dan Ekonomi, TerbitanKhusus, No. 63, Jakarta, 1959, hal. 5.

- 14 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 15: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Akan tetapi pembersihan ini dipandang hanya sebagai langkahpendahuluan – dan hal ini masuk akal.

c. Situasi ekonomi setelah pembersihan moneter.

Pembersihan khusus yang dipilih pemerintah tersebut patutdihargai baik karena kesederhanaannya maupun kewajarannya.55

Kesederhaan sangat menguntungkan di suatu negeri yang aparatpemerintahnya belum terlalu berkembang. Kesederhanaanmerupakan sesuatu yang baik dalam kaaitan dengan pembersihanmoneter sebab alat yang sederhana dapat disusun hanya oleh sedikitorang, sehingga menambah kemungkinan bahwa pembersihantersebut datang secara tiba-tiba. Benar bahwa kita bisa mencaricara pembersihan yang lebih baik dan lebih adil, tapi hal itumembutuhkan lebih banyak kerja-kerja persiapan, dan kerahasiaandalam situasi seperti ini sulit dijaga. Dalam kaitan dengankewajaran, hal ini dihasilkan dari kebijakan mendevaluasi hanyauang kertas dengan nilai besar. Asumsinya adalah bahwa mayoritaspenduduk belum tentu memiliki uang kertas bernilai besar tersebutdalam neraca pendapatan-konsumsinya pada saat pembersihandilakukan.56

Yang cukup mengejutkan, sering ada anggapan bahwa mayoritaspenduduk, rakyat kecil, adalah yang paling terpukul keras olehlangkah tersebut.57 Beberapa hari setelah pengurangan nilaitersebut, mayoritas rakyat miskin ini ternyata memegang jumlahuang tunai yang lebih besar dari Rp 500 dan Rp 1.000. Mungkinrakyat tersebut adalah para pemilik tanah yang tidak menabungbanyak dalam arti produktif melainkan menimbun uang untukkeperluan pembelian tanah, perhiasan, naik haji, pesta, dsb. Atauyang lainnya adalah pengusaha di perkotaan. Mereka pun mungkinmemegang jumlah uang tunai yang relatif besar sebab kebanyakanpasti telah menimbun jumlah uang secara spekulatif denganpertimbangan iklim usaha yang penuh inflasi.58

Akibat dari pembersihan ekonomi moneter tersebut adalah bahwa54 Loc.cit.55 Ibid., hal. 16.56 Loc.cit.57 Loc.cit.58 Ibid., hal. 17.

- 15 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 16: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

jumlah penawaran uang yang beredar berkurang dari Rp 33.987,6juta di akhir bulan Juli 1959 menjadi Rp 20.998,7 di akhir Agustus,atau turun sebesar Rp 12.988,8 juta (kira-kira 38% daru jumlahpenawaran uang pada bulan Juli). Jumlah yang menurun inidiakibatkan oleh pengurangan jumlah mata uang sebesar Rp6.218,8 juta (dari Rp 24.246,5 juta pada akhir Juli 1959 menjadiRp 18.027,7 juta pada akhir Agustus atau turun sebesar 25,6%).59

Jumlah deposito turun dari Rp 9.471,1 juta pada akhir Juli menjadiRp 2.971,0 juta pada akhir Agustus, atau turun sebesar 69,5%.Pada dasarnya pembekuan 90% jumlah deposito di atas Rp 25.000tidak dimaksudkan semata-mata sebagai langkah penguranganuang. Penjelasan resmi menyatakan bahwa: “Dengan cara ini,investasi yang akan dibiayai dari modal yang terkonsolidasikanini akan dilakukan sejalan dengan kebijakan pemerintah tentangekonomi terpimpin dalam kerangka pembanguna nasionaluniversal”.60 Atau, seperti dikatakan Presiden Sukarno dalampidato penjelasannya setelah pembersihan: … modal yangdiperlukan untuk memulai perusahaan-perusahaan yang terpimpindan terencana sekarang terpusat di tangan pemerintah.61

Perilaku pemerintah setelah reformasi moneter ini menyebabkanfrustasi atau kegagalan tujuan dari pembersihan tersebut. Defisitanggaran tidak dapat dihentikan akibat adanya masalah-masalahpolitik dalam negeri, dan didanai melalui pinjaman dari BankIndonesia. Defisit uang tunai pemerintah pada akhir tahun 1959mencapai Rp 13.324,0 juta dan sejumlah Rp 8.522,0 juta didanaimelalui devaluasi uang kertas atau 63,3% dari keseluruhan jumlahdefisit uang tunai.62

Jumlah total penawaran uang pelan-pelan meningkat dan empatbulan setelah reformasi moneter itu, pada akhir Desember 1959,mencapai Rp 34.882,8 juta, atau lebih besar dari jumlah aslinyasebelum dilakukan pembersihan.63 Jumlah total penawaran uangsetelah pembersihan, yakni dari Rp 20.998,7 juta pada akhir

59 Bank Indonesia, Annual Report 1959 - 1960, Jakarta, Tabel 9, hal. 53.60 Finec, Antara News, 26 Agustus 1959, hal. 4, dikutip oleh Ralph Anspach,op.cit., hal. 5.61 Departemen Penerangan, op.cit., hal. 6.62 Bank Indonesia, op.cit., hal. 63.63 Ibid., Tabel 9, hal. 53.

- 16 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 17: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Agustus menjadi Rp 34.882,8 juta pada akhir Desember 1959.Pergerakan harga pun tidak dapat dihentikan. Angka indeks harga12 bahan pokok di pedesaan naik dari 256 pada bulan Juni menjadi307 pada bulan Desember 1959 (naik sebesar 51%). Angka indeks19 bahan pokok di Jakarta naik dari 300 pada bulan Juni menjadi325 pada bulan Desember 1959 (naik sebesar 25%. (1953 = 100).Pergerakan uang dan indeks harga ini diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabe

l 4Pe

naw

aran

Uan

g da

n In

deks

sej

umla

h ha

rga-

harg

a pa

ngan

Juni

- D

esem

ber

1959

Pena

war

an u

ang

(Rp.

Jut

a)In

deks

sej

umla

hha

rga-

harg

a pa

ngan

perg

erak

an12

bah

an19

bah

anpa

ngan

pang

an (

Jaka

rta)

(195

3 =

(195

3 =

100)

100)

Akh

irM

ata

Uan

gU

ang

Posi

si%

% m

ata

% u

ang

Pede

saan

bula

nua

ngde

posi

toke

selu

ru-

uang

depo

sito

Jaw

aha

nJu

ni22

.834

,69.

544,

932

.379

,565

9,1

2,1

70,5

29,5

256

300

Juli

24.2

46,5

9.74

1,1

33.9

87,6

1.60

8,1

5,0

71,3

28,7

--

Agu

stus

18.0

27,7

2.97

1,0

20.9

98,7

12.9

88,9

-38,

085

,914

,1-

-Se

ptem

ber

20.2

09,9

4.54

7,2

24.7

57,1

3.75

8,4

17,9

81,6

18,4

266

314

Okt

ober

21.5

66,0

6.39

0,4

27.9

56,4

3.19

9,3

12,9

77,1

22,9

--

Nop

embe

r23

.230

,17.

053,

030

.283

,12.

326,

78,

376

,723

,3-

-D

esem

ber

26.3

83,1

8.49

9,0

34.8

82,8

4.59

9,7

15,2

75,6

24,4

307

325

Sum

ber:

Ban

k In

done

sia,

Jaka

rta

- 17 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 18: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Aset dollar juga mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada 1954,jumlahnya adalah 98 juta dan naik menjadi 172 pada 1955 danmenjadi 186 juta pada tahun 1956.64 Namun aset tersebut turunmenjadi 149 juta dollar pada 1957 dan 106 juta dollar pada 1958.Untuk mengatasi kesulitan ini, pemerintah mengubah sistemekspor dan impor, terutama untuk dapat mempengaruhi doronganekspor, yang akan menaikkan kapasitas impor barang-barangpokok sehinngga tercipta stabilitas harga.65 Tindakan tersebutdimaksudkan untuk merangsang ekspor dan mengurangi imporbarang mewah daripada barang-barang pokok.

Sejalan dengan maksud ini, nilai rupiah didevaluasi dari Rp 11,40menjadi Rp 45,0 per dollar. Tingkat devaluasi terhadap dollaradalah 294,7%. Sistem sertifikat ekspor dihapus dan digantikandengan pungutan impor ekspor baru yang disebut “pueks(pungutan ekspor)” untuk mendorong ekspor, dan “puim(pungutan impor)” sebagai upaya mengurangi impor.66 Dalamkerangka pensejajaran tersebut, suatu pajak umum ekspor sebesar20% dikenakan dan impor dikelompokkan menjadi enam kategori,dengan bea masuk impor bervariasi antara 0 hingga 200%.

Pengaturan di atas ternyata tidak secara signifikan mendukungupaya mendorong ekspor seperti yang diharapkan. Total volumeekspor pada tahun 1959 dan 1960 masih lebih rendah daripadatahun 1957. Pada tahun 1957, total volume ekspor ada;ah 17.994 ribu ton atau 2.379 ribu ton tidak termasuk BBM dan produkBBM. Angka ini turun lagi menjadi 14,669 ribu ton atau 2.244ribu ton tidak termasuk BBM dan produk BBM, dan menjadi16.074 ribu ton, atau 2.143 ribu ton tidak termasuk BBM danproduk BBM pada tahun 1959 dan 1960 berturut-turut.67

Indonesia berada dalam keadaan kerusuhan terus menerus hampirsepanjang tahun 1959 dan akibat yang tidak menyenagkan daritindakan-tindakan ini masih tampak jelas pada awal tahun 1960.68

64 I.M.F., International Financial Statistics, suplemen pada edisi 1964/1965.65 Departemen Penerangan, op.cit., hal. 7.66 Loc.cit.67 Bank Indonesia, Annual Report 1959 - 1960, Jakarta, Tabel 36, hal. 117, dan1960-1965, Tabel 22, hal. 93.68 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., hal. 202.

- 18 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 19: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Kegiatan pasar gelap tetap belangsung dan akhirnya berakhirdengan praktis terhentinya semua transaksi. Nilai tukar di pasargelap adalah Rp 93,75 per dollar pada akhir September 1959,naik menjadi Rp 250,0 per dollar menjelang akhir Desember 1959dan naik tajam ke tingkat Rp 550,0 per dollar pada akhir Januari1960.69

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa devaluasi tidak dapatmencegah terjadinya kesulitan-kesulitan tersebut. Bahkanpermintaan luar negeri akan komoditas ekspor Indonesia tidakterlalu tergantung pada harga-harga melainkan lebih dipengaruhioleh kegiatan-kegiatan ekonomi di negara-negara industri. Selamaterjadinya boom, prmintaan akan bahan-bahan mentahmeningkat, yang berakibat meningkatnya volume ekspor.Tampaknya penurunan harga sama sekali tidak menghasilkanrangsangan ekspor. Terkait dengan hal ini, Budihardjomenyimpulkan bahwa: “devaluasi bisa jadi tidak berarti bagi suatuekonomi berorientasi ekspor yang berusaha keras menciptakansuatu transformasi dasar dalam struktur perekonomiannya, kecualibetul-betul sebagai suatu langkah sekali-untuk-selamanya dandisertai dengan pembatasan impor selektif untuk mencegah agarneraca eksternal tidak berjalan di luar kontrol lagi dan untukmemastikan bahwa semua mata uang asing yang diperlukantersedia bagi proyek-proyek pembangunan yang dijalankan.”70

Devaluasi tersebut bisa saja berhasil apabila tekanan-tekanan inflasidari sumber-sumber perekonomian lain selain sektor perdaganganluar negeri dapat dikendalikan.71 R. Prebisch menyatakan bahwadevaluasi penting dilakukan apabila biaya-biaya eksternal telah naiklebih dari harga internasional dari komoditas-komoditas, tetapitidak boleh diterapkan untuk menciptakan perubahan padastruktur produksi dan komposisi impor kecuali lengkah-langkahlain juga diambil.72 Devaluasi diharapkan membawa hasil yangpositif hanya dalam masa-masa kejayaan usaha di negara-negaraindustri.

69 Ibid., hal. 206.70 C. Budiardjo, op.cit., hal. 282.71 Ibid., hal. 286.72 R. Prebisch, op.cit., hal. 375.

- 19 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 20: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Budiardjo lebih jauh berargumentasi bahwa devaluasi merupakansuatu langkah menutup kesenjangan yang efektif untuk menanganidisparitas antara tingkat harga dalam negeri dan dunia ketika halini menjadi hmabatan serius bagi ekspor dan menjadi insentif yangkuat bai impor. Akan tetapi, baik mengingat tekanan-tekananinflasi yang kuat yang dialami negara-negara miskin sertamemperhatikan sasaran pembangunan dan transformasi ekonomi,devaluasi bisa sama sekali tidak mebantu. Sebaliknya, ia bisa sajamemiliki akibat yang serius dengan cara mengintensifkan tekanan-tekanan inflasi dan semakin memperkuat permintaan akanimpor.73

3. Pembersihan Moneter tahun 1965.a. Situasi perekonomian periode 1960 - 1965.

Pemerintah Indonesia sekali lagi melakukan reformasi moneterdrastis pada 13 Desember 1965, yang disebut “PengguntinganChairul Saleh.” Suatu reformasi diperkenalkan denganmenciptakan rupiah keras, dengan membagi uang kertas lamadengan seribu.

Periode 1960 - 1965 merupakan fase panik bagi sistem moneterIndonesia. Banyak “reformasi kecil-kecilan” telah dilakukansebelum pembersihan moneter drastis yang lengkap. Kontrolnegara yang meluas ternyata tidak dapat mencegah inflasi,kelangkaan komoditas, perlambatan impor, pengurangan produksiserta praktis terhentinya semua investasi asing.74 Ketidakstabilanpolitik dalam negeri bersama-sama dengan konfrontasi denganBelanda serta hubungan dengan Malaysia diiringi oleh kenaikantajam pada harga-harga di dalam negeri.

Setelah konsolidasi moneter di tahun 1959, penawaran uangberedar secara perlahan meningkat dan hal itu sekali lagi disebabkanoleh defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh pinjaman-pinjaman dari Bank Indonesia. Pada akhir tahun 1960, total jumlahpenawaran uang adalah Rp 47.842 juta, tetapi pada akhir tahun1965 adalah Rp 2.572.000 juta,75 atau meningkat sebesar 5.485

73 C. Budiardjo, ibid., hal. 315.74 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1961, hal 215.75 Biro Pusat Statistik, Statistical Pocketbook of Indonesia, Jakarta, 1970 & 1971.

- 20 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 21: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

persen selama lima tahun. Defisit anggaran pemerintah meningkatdari Rp 6.896 juta pada tahun 1960 menjadi Rp 1.565.554 jutapada tahun 1965. Defisit uang tunai pemerintah naik dari Rp2.569 juta pada tahun 1960 menjadi Rp 1.763.956 juta pada 1965.Situasi ini diikuti oleh semakin besarnya jumlah hutang pemerintahke Bank Indonesia, yang meningkat dari Rp 32.512 juta pada1960 menjadi Rp 1.197.467 juta pada 1965.76

Bersamaan dengan situasi moneter ini, harga-harga konsumen jugamembumbung dengan cepat. Biaya hidup kelompok-kelompokmenengah di Jakarta naik dari 367 pada 1960 menjadi 24.715pada 1965. Indeks harga 12 bahan-pangan di pasar pedesaan adalah348 pada 1960 dan naik menjadi 25.140 pada 1965. Sementaraindeks harga 19 bahan-pangan di Jakarta membumbung dari 384pada 1960 menjadi 30.782 pada 1965 (1953 = 100).

Dalam periode ini, Indonesia memiliki suatu sistem moneter yangsangat kompleks, dengan dilakukannya sejumlah besar reformasimata-uang dan elemen hiper-inflasi yang berbahaya. Oleh karenaitu, bagian ini akan menyelidiki perkembangan langkah-langkahmoneter dari tahun 1960 hingga Desember 1965. Sebagai telahdikatakan sebelumnya, inflasi yang terus menerus dan melemahnyasecara umum sistem produksi dan distribusi menjadi ciriperekonomian Indonesia.

Pada tahun 1960 untuk pertama kalinya diambil suatu langkahke arah suatu kebijakan finansial yang efektif, di mana defisitpemerintah dikurangi dari Rp 13.789 juta pada 1959 menjadi Rp6.986 juta pada 1960. Pada 24 Agustus 1960, pemerintahmengumumkan suatu reformasi mata-uang. Sistem bea ekspor danimpor yang ada – sistem pueks dan puim – dihapus, tetapi nilaidasar resmi mata uang asing (US $ 1 = Rp 45) tetap sama.77 Dibawah sistem ini, seluruh transaksi perdagangan dan finansial sertabeberapa pembayaran non-perdagangan lainnya dilakukan dengannilai tukar dasar resmi. Untuk menggantikan sistem pueks danpuim pemerintah menerapkan pajak-pajak “komponen harga”terhadap impor dan suatu “tarif cukai” terhadap ekspor. Untukseluruh ekspor, diterapkan tarif cukai sebesar 10%. Enam kategori

76 Bank Indonesia, Annual report 1960-1965, Jakarta, hal. 113.77 Bank Indonesia, Annual report 1960-1965, Jakarta, hal. 113.

- 21 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 22: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

impor dikurangi menjadi hanya dua. Kategori pertama (kelompokI) berlaku ubtuk impor barang esensial yang dihitung berdasarkantingkat harga dasar resmi beserta pajak komponen harga Rp 45.Kategori kedua (kelompok II) berlaku untuk impor barang non-esensial dan mengandung komponen harga sebesar Rp 200 perdollar.78

Walaupun perbaikan telah dilakukan dan terjadi perbaikan kondisi,sebagian besar kesulitan-kesulitan lama tetap berlanjut dan harga-harga tetap tinggi. Masalah keamanan dalam negeri semakinmenggerogoti anggaran pemerintah. Ketakutan akan perangmenimbulkan praktek penimbunan pangan yang meluas,khususnya beras. Pemerintah mengancam kaum spekulan denganhukuman mati.79 Meskipun demikian, sejak Agustus 1961 hinggaPebruari 1962, diperkirakan terjadi kenaikan harga secara umumsebesar 500% di ibu kota.80

Di bawah tekanan ketidak-stabilan politik, merosotnya pemasukandevisa serta ancaman kehancuran total perekonomian, pemerintahterpaksa mengambil langkah pengawasan drastis terhadapperdagangan mata uang asing dan perdagangan barter.81

Perdagangan barter dilakukan, terutama dengan negara-negarakomunis, untuk impor barang-barang kebutuhan dasar.Pengawasan terhadap impor, yang telah dilonggarkan pada bulanAgustus 1960, diperketat kembali pada bulan September 1961.Langkah inipun tidak berhasil. Antara pertengahan 1960 danpertengahan 1961, cadangan emas dan devisa merosot dari 371juta menjadi 180 juta dollar,82 atau suatu kemerosotan sebesar51,5%. Nilai keseluruhan ekspor pada tiga perempat pertamatahun 1961 berjumlah 569 juta dollar, merosot 10% dibandingkandengan 631 juta dollar dalam periode yang sama tahun 1960.83

78 Bank Indonesia, loc.cit.79 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1962, hal. 230.80 Loc.cit.81 Sukadji Ranuwihardjo, “Exchange Rate Experience and Policy in IndonesiaSince World War II,” dalam Herbert G. Grubel dan Theodore Morgan (Ed.),Exchange Rate Policy in Souteast Asia, Lexington Books, Lexington, Massaxhusetts,Toronto, London, 1973, hal. 43.82 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., hal. 231.83 Loc.cit.

- 22 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 23: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Defisit anggaran pemerintah meningkat dari Rp 6.896 juta ditahun 1960 menjadi Rp 26.304 juta pada tahun 1961,84 atausuatu peningkatan sebesar sekitar 281%. Penawaran uang naikdari Rp 47.842 juta di tahun 1960 menjadi Rp 67.648 juta pada1961 atau suatu peningkatan sebesar 41,4%. Nilai inflasi di Jakartaadalah 33%, sementara di daerah pedesaan adalah 62%.85

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia terusmenggunung sepanjang tahun 1962. Defisit anggaran meningkatdari Rp 26.304 juta pada 1961 menjadi Rp 48.058 juta pada 1962atau suatu kenaikan sebesar 82,7%. Belanja pertahanan dankeamanan menyerap lebih dari 50% persen anggaran.86 Penawaranuang naik dari Rp 67.648 juta pada 1961 menjadi Rp 135.898juta pada 1962 atau suatu kenaikan sebesar 104%. Nilai inflasi diJakarta adalah 172% (indeks biaya hidup kelompok-kelompokberpendapatan menengah naik tajam dari 487 pada 1961 menjadi1.324 pada 1962) (1953 = 100). Nilai rupiah terus terdepresiasi.Di pasar gelap, nilai tukar US dollar Rp 315,00 pada akhir Januari1962 dan Rp 1.000 pada akhir Desember 1962.87

Satu langkah baru dilakukan untuk memerangi inflasi. Pada 5Maret 1962, regulasi baru ekspor/impor dicanangkan. Paraeksportir diperbolehkan menahan 15% dari total nilai ekspornyadalam mata-uang asing dan ini disebut “SIVA” (Surat Ijin ValutaAsing). Sertifikat SIVA dapat digunakan untuk impor atau untukmelakukan negosiasi hanya satu kali dengan eksportir-eksportirlain.88

Tetapi langkah ini tidak ada gunanya. Perekonomian Indonesiamemburuk. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh prioritaspemerintah pada masalah keamanan dalam negeri, tetapi jugaakibat program pemerintah menentang imperialisme dankolonialisme.

Perselisihan dengan Belanda berhasil diselesaikan pada bulan

84 Biro Pusat Statistik, Statistical Pocketbook of Indonesia, Jakarta, 1968 & 1969.85 Loc.cit.86 Bank Indonesia, loc.cit., hal. 32.87 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1963, hal. 256.88 Bank Indonesia, op.cit., hal. 114.

- 23 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 24: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Agustus 1962. Peristiwa ini semestinya dapat menghapus satubeban finansial berat dari pemerintah. Tetapi pada tahun 1963,konfrontasi dengan Malaysia dimulai. Masalah baru ini kembalimenyebabkan kenaikan angka defisit anggaran. Defisit anggaranpemerintah naik dari Rp 48.058 juta pada 1962 menjadi Rp167.670 juta pada 1963 atau suatu peningkatan sebesar 249%.Defisit anggaran tersebut diperkirakan mencapai 51% dari totalpengeluaran.89 Jumlah total penawaran uang meningkat dari Rp135.898 juta pada 1962 menjadi Rp 263.361 juta pada 1963 atausuatu peningkatan sebesar sekitar 94%. Tingkat kenaikan biayahidup di Jakarta adalah 46% (dari 1.076 pada 1962 menjadi 2.646pada 1963 (1953 = 100). Nilai rupiah terus terdepresiasi dari Rp1.000 per dollar pada akhir Desember 1962 menjadi Rp 1.300per dollar pada akhir Januari 1963 dan menjadi Rp 1.900 perdollar pada akhir Desember 1963.90

Devaluasi dan reformasi mata uang yang seharusnya sudah sejaklama dilakukan baru terjadi pada 22 Mei 1963. Nilai tukar resmiRp 45 per dollar dipertahankan hanya dalam pembukuan.91 Sistemperdagangan sertifikat SIVA dihentikan. Peraturan ekspor danimpor yang baru menentukan bahwa:92

I. Dalam bidang ekspor:a. para eksportir diperbolehkan mengantongi 5 persen hasil

ekspornya. Lima persen dalam bentuk mata uang asing yangdisebut “perangsang ekspor tambahan” ini dapat digunakanoleh eksportir secara bebas.

b. 95 persen dari hasil ekspornya harus diserahkan kepada DanaDevisa dengan nilai tukar Rp 315 per dollar, yaitu nilai resmiRp 45 ditambah Rp 270 per dollar. Nilai tukar Rp 270 perdollar diberikan kepada para eksportir sebagai “perangsangekspor”.

c. Sebesar 10% kepada eksportir dan 15% kepada produsen-eksportir, yang disebut “perangsang ekspor istimewa”, secaraotomatis dialokasikan. Alokasi deviss ini dapat digunakanuntuk impor barang yang termasuk dalam kategori barang

89 Ibid., hal. 32.90 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1964/1965, hal. 265.91 Ibid., 1963, hal. 253.92 Bank Indonesia, op.cit., hal. 114.

- 24 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 25: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

esensial.II. Dalam lapangan impor:

Impor diklasifikasikan ke dalam 3 kategori:

a. Kelompok I atau barang-barang sangat esensial. Nilai efektifuntuk kelompok I adalah nilai dasar resmi Rp 45 per dollarditambah Rp 270 untuk setiap dollar tambahan impor atau“hasil perdagangan negara” (HPN).

b. Kelompok Impor II. Nilai tukar dollar untuk kelompok iniadalah nilai dasar resmi ditambah nilai tambahan (HPN) atauRp 270 dan bea-bea tambahan (tambahan HPN) atau Rp225 ditambah pajak 50%, sehingga tercipta suatu nilai tukarefektif Rp 810 per dollar.

c. Kelompok Impor III. Nilai tukar dollar adalah nilai dasarditambah nilai tambahan (HPN) atau Rp 270 dan pungutan-pungutan tambahan (tambahan HPN) atau Rp 495 ditambahpajak 100%, sehingga tercipta suatu nilai tukar efektif Rp1.620 per dollar.

Memburuknya ekonomi terus berlangsung sepanjang tahun 1964.Perbaikan-perbaikan yang dilakukan selama tahun 1963 hanyaefektif untuk suatu kurun waktu yang singkat. Setelah kegagalanlangkah-langkah anti-inflasi pendukung, penawaran uang danharga-harga naik secara tajam.93 Defisit anggaran pada tahun 1964adalah Rp 397.477 juta atau 58,4% dari total pengeluaran. Belanjapemerintah untuk “proyek dwikora,” yakni konfrontasi denganMalaysia, naik dengan cepat dari Rp 5.581 juta pada 1963 menjadiRp 80.454 juta pada 1964 atau sejumlah kira-kira 12% dari totalpengeluaran. Penawaran uang naik dari Rp 263.361 juta pada1963 menjadi Rp 725.000 juta pada 1964 atau suatu peningkatansebesar 175,3%. Tingkat kenaikan indeks biaya hidup adalah108,6%.

Perkembangan situasi ekonomi ini juga diaktifkan oleh suatuperbaikan moneter yang lebih radikal pada 17 April 1964.94 Suatuaturan baru perdagangan luar-negeri diterbitkan, sebagai berikut:

a. nilai tukar baru rupiah terhadap valuta asing ditetapkan pada

93 S. Kanesa Thasan, “Multiple Exchange Rates: The Indonesian Experience,”dalam International Monetary Fund, Staff Papers, Washington, Volume XIII,1966, hal. 363.94 Bank Indonesia, op.cit., hal. 115.

- 25 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 26: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Tabe

l 6N

ilai t

ukar

resm

i dan

nila

i tuk

ar b

ebas

ata

u pa

sar

gela

p ua

ng k

erta

s A

S 19

57-1

965.

(dal

am R

upia

h In

done

sia

per

Dol

lar

AS)

1957

1958

1959

1960

1961

1962

1963

1964

1965

Nila

i tuk

arre

smi

11,4

2(1)

11,4

245

,00(2

)45

,00

45,0

045

,00

45,0

025

0,00

(3)

250,

00(4

)

Nila

i tuk

ar d

i pas

ar g

elap

Janu

ari

32,7

548

,40

93,7

555

0,00

200,

0031

5,00

1.30

02.

000

9.00

0Pe

brua

ri32

,75

50,0

093

,75

310.

0018

5,00

345,

001.

200

2.25

08.

500

Mar

et41

,25

54,5

096

,75

310,

0019

0,00

350,

001.

350

2.00

09.

000

Apr

il38

,50

57,7

510

0,00

315,

0019

5,00

400,

001.

650

2.00

010

.000

Mei

44,5

060

,00

107,

5031

2,00

200,

0057

5,00

1.70

02.

500

10.0

00Ju

ni48

,00

66,5

012

5,00

220,

0020

0,00

1.20

0,00

1.10

02.

750

9.00

0Ju

li43

,75

68,0

015

0,00

240,

0016

7,00

1.25

0,00

1.37

52.

500

11.0

00A

gust

us54

,75

85,5

0-

260,

0016

5,00

900,

001.

100

3.25

013

.000

Sept

embe

r50

,50

100,

0093

,75

270,

0016

3,50

1.10

0,00

1.75

03.

700

12.0

00O

ktob

er46

,50

91,0

015

0,00

225,

0017

0,00

715,

001.

850

3.35

014

.500

Nop

embe

r43

,50

88,2

518

7,50

200,

0017

5,00

975,

001.

200

4.50

028

.000

Des

embe

r47

,00

91,0

025

0,00

210,

0023

0,00

1.00

0,00

1.90

04.

700

35.0

00Su

mbe

r:Pi

ck’s

Cur

renc

y Ye

arbo

ok, 1

966.

(1)

Prak

tis

tida

k be

rope

rasi

sej

ak 2

0 Ju

ni.

(2)

Dev

alua

si 2

5 A

gust

us.

(3)

Dev

alua

si 3

1 D

esem

ber

teta

pi n

ilai

tuka

r 45

,000

per

dol

lar

mas

ih t

erca

tat

dala

m p

embu

kuan

mes

kipu

n ti

dak

ada

guna

nya.

(4)

Dig

unak

an s

ebag

ai d

asar

unt

uk m

engh

itun

g se

mua

nila

i tuk

ar la

inny

a.

- 26 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 27: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Rp 250 per dollar AS, yang disebut “nilai tukar transaksi.”b. Para eksportir dan produsen-eksportir menerima 20% dari

total ekspor mereka dalam valuta asing. Sertifikat alokasi valutaasing sebesar 20% ini disebut “Surat Pendorong Produksi”(SPP). Para produsen-eksportir diperbolehkan mengambiltambahan 5% dari hasil ekspornya untuk mengimpor dalamjumlah terbatas barang-barang untuk digunakan sendiri.95

c. Lima kategori impor, menurut tingkat esensialitasnya,ditetapkan dengan nilai tambahan pajak mulai dari 0, 50,100, 300 dan 800%.

Perbaikan-perbaikan moneter yang berulang-ulang ini hanyamencerminkan lambannya pengakuan resmi terhadapperkembangan pasar gelap dan dengan cara yang bersifat setengah-hati dan agak kurang memadai.96 Hal ini dibuktikan dengankenyataan bahwa nilai tukar dollar di pasar gelap adalah Rp 2.000pada akhir Januari 1964 dan mencapai Rp 4.700 pada akhirDesember 1964.

Peristiwa-peristiwa yang kemudian terjadi sangat berakibat negatifbagi perekonomian Indonesia sepanjang 1965. Perolehan-perolehan dari aturan perdagangan luar-negeri dengan cepatterkikis oleh inflasi dalam negeri yang langsung terjadi lagi. Belanjapemerintah untuk pembangunan “Gedung Conefo (GedungKonperensi Kekuatan-Kekuatan Baru),” sebesar Rp 119.897 juta,melambungkan jumlah total belanja pemerintah.97 Pembelanjaanuntuk kebijakan konfrontasi Malaysia (proyek dwikora) naik dariRp 80.454 juta pada 1964 menjadi Rp 487.177 juta pada 1965atau 19,3% dari total belanja pemerintah. Dengan demikian,belanja pemerintah untuk pertahanan/keamanan adalah Rp1.009.088 juta atau sekitar 40% dari total pengeluaran.98

Pada 1965 defisit anggaran adalah Rp 1.565.554 juta atau 62%dari total pengeluaran. Penawaran uang beredar meningkat dariRp 725.000 juta pada 1964 menjadi Rp 2.572.000 juta pada 1965,atau suatu kenaikan sebesar 254,8%. Tingkat kenaikan indeks biayahidup di Jakarta diperkirakan sebesar 305%.95 S. Kanesa Thasan, op.cit., hal. 364.96 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1964/1965, hal. 260.97 Bank Indonesia, op.cit., hal. 34.98 Ibid., tabel 6a, hal. 34.

- 27 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 28: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Seperti diperlihatkan dalam tabel 5, tingkat pertumbuhan rata-rata penawaran uang sejak 1959 hingga 1965 setiap tahunnyaadalah 120,4%. Sementara tingkat kenaikan rata-rata indeks biayahidup di Jakarta adalah 166% dan indeks harga weighted 12 bahan-pangan setiap tahunnya adalah 125,6%.

Data tersebut menunjukkan kemerosotan umum perekonomianIndonesia. Semakin suramnya perekonomian juga diperlihatkanoleh indeks-indeks perkembangan GDP, produksi padi dan jumlahpenduduk. Peningkatan GDP hanya 10,2% dalam lima tahun,sementara pertambahan penduduk dalam periode yang sama lebihdari 12. Produksi padi (pangan utama) dapat dikatakan konstan.

Ketidakpuasan dan frustasi terhadap kondisi ekonomi, yangdiperburuk oleh kebijakan pemerintah yang tidak menentu,meningkat tajam sampai pada tingkat yang berbahaya dan meledakmenjadi suatu ketegangan sosial yang sangat keras. Masalah politiktersebut memiliki dampak lanjutan yang merugikan terhadappendapatan devisa. Harga-harga di dalam negeri membumbungsejalan dengan berlanjutnya defisit anggaran.99

Sistem nilai tukar yang digunakan kemudian menjadi sistem yangpaling tidak pasti di dunia, sejalan dengan berbagai laporan sporadistentang terjadinya perubahan nilai tukar yang terfragmentasi dantidak pasti.100 Aktifitas pasar gelap di Indonesia semakinberkembang. Seperti diperlihatkan dalam tabel 6, setelah didaftarpada Rp 230,00 per dollar pada akhir tahun 1961, rupiah bergerakmerosot secara progresif, jatuh hingga Rp 1.000 per dollar di akhirtahun 1962, menjadi Rp 1.900 per dollar pada akhir tahun 1963dan Rp 4.700 per dollar pada akhir tahun 1964. Keruntuhantersebut berakibat pada nilai tukar Rp 35.000 per dollar pada akhirDesember 1965 atau 14.000% dari nilai tukar transaksi resmi.

99 Sukadji Ranuwihardjo, op.cit., hal. 42.100 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1966, hal. 246.

- 28 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 29: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Tabel 5Kecenderungan beberapa indikator ekonomi 1960-1965

1960 1961 1962 1963 1964 19651. Prosentasepeningkatanjumlah totalpenawaranuang tahun1960 0 41,4 195,7 365,4 1.323,4 5.294,92. Prosentase pe-ningkatan jumlahtotal penawaranuang tahun sebe-lumnya 37,1 41,4 100,9 93,8 175,3 254,83. Tingkat kena-ikan indeks biayahidup di Jakarta(1953 = 100) 31 33 172 146 108,6 3054. Tingkat kena-ikan indeks hargaweighted 12 bahanpangan(1953 = 100) 28,4 64,4 206,6 105,2 108,4 240,75. Produk domes-tik Bruto pada saatharga konstan ta-hun 1960(1960 = 100) 100 105,7 107,7 105,3 109,0 110,26. Ekspor barang-barang dan jasa-jasa non-faktor(1960 = 100) 100 109,1 99,5 93,8 104,8 108,07. Impor barang-barang dan jasa-jasa non-faktor(1960 = 100) 100 134,6 132,1 97,0 105,0 96,98. PembentukanModal DomestikBruto(1960 = 100) 100 143,6 130,6 99,7 113,3 117,99. Indeks produk-si padi(1960 = 100) 100 94,3 101,5 90,6 96 101,310. Indeks jumlah penduduk(1960 = 100) 100 102,2 104,5 107,0 109,5 112,3Sumber: Biro Pusat Statistik, Jakarta.Kenaikan rata-rata produk domestik bruto 1960 - 1965 = 1,7%.Kenaikan rata-rata jumlah penduduk 1960 - 1965 = 2,5%.

- 29 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 30: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

b. Pembersihan moneter.

Reformasi moneter yang dilakukan pada 13 Desember 1965, yangdisebut “Pengguntingan Chairul Saleh,” dilaksanakan melaluiKeputusan Presiden nomor 27/1965 (Lembaran Negara 1965nomor 102).

Keputusan Presiden ini menetapkan suatu pengurangan mata-uangberdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. nilai rasio uang-kertas adalah:Rp 1.000 lama = Rp 1 baruRp 500 lama = Rp 0,50 baru

2. penukaran uang-kertas harus dilakukan dalam tempo:a. Sebulan untuk uang-kertas Rp 10.000 dan Rp 5.000.b. Tiga bulan untuk uang-kertas Rp 2.500, Rp 1.000 dan Rp

500.c. Enam bulan untuk uang-kertas, uang-kertas dan uang-logam

pemerintah Rp 100 ke bawah (uang receh).3. Seluruh uang-kertas, uang-kertas pemerintah dan uang-logam

pemerintah tersebut dapat ditukarkan dengan rupiah baruyang diterbitkan oleh Bank Negara Indonesia, dipotongsejumlah “iuran revolusi.”

Keputusan Presiden nomor 28/1965 (Lembaran Negara 1965nomor 107) dan Instruksi Presiden nomor 20/1965 (LembaranNegara 1065 nomor 109) menetapkan suatu langkah devaluasi.Menurut peraturan-peraturan tersebut, nilai tukar transaksi resmiRp 250 (lama) atau Rp 0,25 (baru) per dollar masih sah. Tidakada transaksi yang terjadi dengan menggunakan nilai tukar resmiini.101 Nilai tukar efektif yang dihasilkan setelah dikenakan “iuranimpor dan premi ekspor” atau Rp 9.750 lama atau Rp 9,75 baruper dollar telah menciptakan suatu nilai tukar resmi aktual Rp10.000 lama atau Rp 10 baru per dollar. Sistem pendorong eksporyang ada dalam bentuk SPP dan alokasi devisa ditiadakan.102

Ketika pengguntingan moneter diumumkan pada 13 Desember1965, penawaran uang beredar diperkirakan sekitar Rp 2.200milyar, di mana Rp 550 milyar adalah rekening giro dan Rp 1.650

101 Lihat: Bank Indonesia, op.cit., hal. 117.102 Bank Indonesia, loc.cit.

- 30 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 31: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

milyar adalah mata-uang yang beredar. Dari jumlah mata-uangini, 76% di antaranya terdiri dari uang kertas Rp 5.000 ke atas,sementara hanya 24% terdiri uang-kertas Rp 2.500 ke bawah.103

Sehubungan dengan fakta ini, dapat dikatakan bahwapengguntingan moneter tidak memiliki efek yang signifikanterhadap pengurangan penawaran uang. Penawaran uang sangatterpusat di Jakarta, sementara daerah lain menghadapi masalahdaya beli. Dan persiapan uang tidak memperhitungkan kebutuhanuang kecil bagi rakyat biasa.104

c. Situasi ekonomi setelah pembersihan moneter.

Ciri khusus situasi moneter Indonesia selama tiga tahun terakhir(1964-1966) adalah ciri paradoks hiper-inflasi total: kekuranganuang.105 Dengan harga-harga yang naik lebih cepat dari kenaikanjumlah penawaran uang dan diikuti oleh hilangnya kepercayaanmasyarakat terhadap mata-uang dalam-negeri, nilai uang merosotlebih cepat lagi, sehingga selalu ada kesenjangan atau ketertinggalanantara jumlah uang beredar yang sesungguhnya dengan kebutuhanakan alat tukar atau volume riil daya beli. Tabel 7 dengan jelasmenunjukkan kapan penawaran uang menciut menurut indeksharga 19 bahan-pangan. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlahuang pada saat harga-harga konstan pada tahun 1953 mencapaitingkat puncaknya pada tahun 1961 yakni sejumlah Rp 12,93milyar dan turun menjadi Rp 8,36 milyar dan Rp 6,78 milyarberturut-turut pada tahun 1965 dan 1966.

Data menunjukkan bahwa jumlah uang pada saat harga-hargakonstan pada tahun 1966 adalah lebih rendah daripada tahun1952. Di lain sisi, sementara pada tahun 1951 dan 1952 jumlahuang pada saat harga-harga konstan masih lebih tinggi daripadajumlahnya pada saat harga pasar yang berlaku saat itu, tahun 1954adalah saat dimulainya suatu periode di mana jumlah uang riilpada saat harga-harga konstan akhirnya mulai jatuh jauh di bawahjumlahnya pada saat harga pasar yang berlaku saat itu.

103 Emil Salim, op.cit., hal. 2.104 Loc.cit.105 Heinz Arndt, op.cit., hal. 39.

- 31 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 32: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Tabel 7Penawaran uang pada tingkat harga tahun 1953

Penawaran uangAkhir Indeks Harga Pada saat tahun 19 jenis saat itu harga konstan

bahan pangan (dalam milyar Rp) tahun 1953 (1953 = 100) (dalam milyar Rp)

1950 - 4,96 -1951 89 5,13 5,651952 94 6,72 7,151953 100 7,49 7,491954 106 10,96 10,341955 141 12,78 9,061956 161 13,39 8,321957 177 18,91 10,681958 258 29,37 11,381959 311 34,88 11,211960 384 47,84 12,461961 523 67,65 12,931962 1.453 135,90 9,351963 3.264 263,36 8,071964 7.037 725,00 10,301965 30.782 2.572,00 8,361966 327.053 22,21106 6,78Sumber: Dihitung dari tabel VI.1 dan VI.3. [Syamsuddin Mahmud: MonetaryDevelopments and Policy in The Republic of Indonesia After World War II]

Tindakan moneter pada bulan Desember 1965 jelas merupakanlangkah yang diambil pemerintah untuk mengatasiketidakmampuan perusahaan pencetak uang memasok sejumlahbesar uang bagi pemerintah. Dengan adanya reformasi moneterini, pemerintah dapat menerbitkan uang-kertas Rp 50 dan Rp100. Sebetulnya uang-kertas tersebut telah dicetak pada tahun1960, namun tidak dapat diedarkan karena nilainya merosot sangattajam.107

Kelangkaan uang-kertas mengganggu pula aktifitas bank-bank danperusahaan-perusahaan pada tahun 1965. Bank-bank didoronguntuk membatasi pembayaran dengan cek.108 Karena kesulitanini, orang ragu untuk menerima pembayaran dalam bentuk cek.Konsekuensinya, cek terkadang diberi nilai di bawah nilai tunainya.Meskipun tidak ada satupun lembaga di Indonesia yang106 Rupiah baru.107 Heinz Arndt, op.cit., hal. 40.108 Loc.cit.

- 32 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 33: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

menerbitkan uang darurat, seperti di Jerman pada tahun 1923misalnya, ada beberapa pengusaha swasta di Jakarta yangmenciptakan semacam lembaran giro versi mereka sendiri untukkelompok-kelompok terbatasnya.109

Pengguntingan moneter yang dilakukan untuk menciptakanrupiah keras benar-benar merupakan suatu langkah khayalan. Halitu ternyata tidak efektif dan tidak realistis. Pengeluaran keputusanrupiah keras menyebabkan terjadinya kepanikan belanja bahan-pangan dan barang-barang lain yang berada di bawah pengawasanpemerintah yang lebih ketat. Suatu defisit anggaran yang besar,tempat penyimpanan uang Bendahara yang kosong sertameningkatnya jumlah mata-uang yang beredar, yang tampakseperti industri pertumbuhan yang terbaik di Indonesia, meskpundilakukan perbaikan mata-uang, menjadi ciri perekonomianmenjelang akhir tahun.110

Keputusan pemerintah nomor Aa/D/144/1965 yang menetapkaniuran revolusi sebesar 10% terhadap uang-kertas bank lama, uangkertas dan uang logam pemerintah111 telah mempercepatperputaran uang, karena rakyat berupaya keras menghindari pajakpenyimpanan uang.

Keputusan Presiden nomor 1/1966 (Lembaran Negara 1966nomor 4) menghapus iuran revolusi 10% terhadap uang kertasbank Rp 2.500 ke bawah dan mempertahankan fungsinya sebagaialat penawaran sah, sementara uang kertas Rp 10.000 dan Rp5.000 dinyatakan tidak berlaku sejak 25 Pebruari 1966.112

Pertukaran uang kertas diatas jumlah Rp 500.000 dianggap sebagai“panas” atau spekulatif dan disimpan dalam sebuah “rekeningkhusus” bagi pemilik deposito.113

Pada akhir Desember 1965, dua minggu setelah pengguntinganmoneter, jumlah total penawaran uang beredar telah melebihijumlah uang beredar sebelum pengguntingan. Pada akhir

109 Ibid., hal. 41.110 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1966, hal. 248.111 Bank Indonesia, op.cit., hal. 295.112 Bank Indonesia, Annual report 1966-1967, Jakarta, hal. 316.113 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., hal. 246.

- 33 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 34: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Desember 1965 total jumlah penawaran uang adalah Rp 2.572milyar.114 Jumlah penawaran uang naik menjadi Rp 3.000 milyarpada akhir Januari 1966 dan Rp 5.771 milyar pada akhir Maret1966.

Tabel 8 menampilkan perkembangan penawaran uang dan biayahidup selama periode 1965-1970. Tabel tersebut memperlihatkanbahwa tingkat kenaikan rata-rata penawaran uang mulai tahun1965 hingga 1970 adalah 227%. Sementara tingkat pertumbuhanrata-rata biaya hidup selama periode yang sama adalah 269,3%.

Tabel 8Perkembangan Total Penawaran Uang dan Indeks Biaya Hidup 1965-1970.

Indeks biaya hidupAkhir Total Pergerakan Prosentase September Prosentasetahun Penawar- (milyar Rp) perubahan 1966 = 100 kenaikan

an uang (milyar Rp)

1965 2,572 + 1,847 255 7 20,3041966Maret 5,771 + 3,199 124Juni 10,672 + 4,901 85September 15,338 + 4,666 44Desember 22,208 + 6,870 45Total 1966 + 19,636 763 76 9861967Maret 24,160 + 1,952 9Juni 32,429 + 8,269 34September 38,972 + 6,543 20Desember 51,471 + 12,499 32Total 1967 + 29,263 132 463 1251968Maret 62,832 + 11,361 22Juni 85,884 + 23,052 36September 94,824 + 8,940 10Desember 113,894 + 19,070 20Total 1968 + 62,423 121 463 1251969Maret 130,850 + 16,956 15Juni 146,402 + 15,552 12September 169,549 + 23,147 16Desember 179,973 + 10,424 6Total 1969 + 66,079 58 545 181970Maret 210,739 + 30,766 17Juni 216,413 + 5,674 3September 226,913 + 10,500 5

- 34 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 35: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Desember 241,053 + 14,140 6Total 1970 + 61,080 34 612 12Sumber:Bank Indonesia, Annual Report.Bank Indonesia, Indonesian Financial Statistics, Buletin bulanan, Agustus 1973.

Situasi tersebut memburuk pada awal 1966 ketika harga-hargamembumbung dan cadangan devisa praktis tidak ada. Dalamperiode 1965-1968 tingkat pertumbuhan rata-rata biaya hidupadalah sekitar 370%, sementara dalam periode 1969-1970 tingkatkenaikan tersebut hanyalah 15%. Cadangan emas dan devisaberkurang dari US$ 280 juta pada 1961 menjadi – US$ 3 jutapada akhir tahun 1965 dan menjadi – US$ 48 juta pada Maret1966.115

Guna mempromosikan ekspor, pemerintah mencanangkan satusistem nilai tukar baru pada 11 Pebruari 1966. Komoditas-komoditas ekspor dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompokI, II dan III.116 Sistem baru ini memperkenalkan suatu bonusekspor atau BE. Para eksportir diperbolehkan menyimpan 10, 20dan 50% berturut-turut dari hasil ekspornya sebagai BE. Sisanyaharus diserahkan kepada Dana Devisa dengan nilai tukar Rp10.000 lama atau Rp 10 baru per dollar.117 Valuta asing dalambentuk BE digunakan untuk impor yang termasuk dalam kategoriesensial dan semi-esensial. Suatu promosi ekspor lanjutandiberlakukan pada 24 Mei 1966, ketika prosentase BE berturut-turut dinaikkan menjadi 20, 60 dan 100% untuk kelompok eksporI, II dan III.

Situasi di bidang politik pun tidak lebih baik, sebab suatu kabinetbaru dibentuk dalam bulan Juli 1966. Meskipun demikian, tanda-tanda perbaikan mulai muncul pada saat itu ketika semacamprogram stabilisasi disusun. Sebuah konsesi lain digunakan padabulan Oktober 1966 untuk mendorong ekspor, ketika bonus-bonus atau sertifikat B.E. dikenakan revisi prosentase, kali ini 50,

114 Bank Indonesia, op.cit., tabel 1, hal. 4.115 Bank Indonesia, Annual report 1966-1967, Jakarta, tabel 32, hal. 103.116 Bank Indonesia, Annual report 1966-1967, Jakarta, hal. 117.117 Kelompok I termasuk: karet, kopra, tembakau. Kelompok II termasuk:binatang peliharaan, benda yang bersifat hiburan/mahal, bahan-pangan.Kelompok III termasuk: produk-produk hutan, produk industri-rumahan danindustri.

- 35 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 36: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

75 dann 90% dibanding angka prosentase sebelumnya yakni 20,60 dan 100% untuk kelompok I, II dan III. Para eksportirdiwajibkan menyerahkan 50, 25 dan 10% dari hasil ekspor merekadan bebas untuk membuang sertifikat B.E. mereka. Hasil eksporyang melampaui harga yang ditetapkan tidak perlu diserahkandan dapat dengan bebas dibuang sebagai D.P. (Devisa Pelengkap).

Pada awal tahun 1967, upaya stabilisasi yang terus berlanjutberhasil sedikit membantu posisi rupiah. Modal dan bantuantehnis luar negeri perlahan mulai menetes masuk akibat adanyapenilaian yang lebih optimis terhadap kebijakan baru pemerintah.Hampir sema kontrol terhadap harga telah dihilangkan, subsidikepada perusahaan-perusahaan negara dipotong dan harga-hargaproduk minyak dan jasa kebutuhan dasar dinaikkan ke tingkatyang lebih realistis.118

Suatu revisi besar terhadap sistem nilai tukar terjadi pada 8 Mei1967. Nilai tukar resmi Rp 0,25 dan nilai tukar transaksi Rp 10per dolar dihilangkan. Nilai impor utama adalah nilai tukar B.E.dan hal ini diberlakukan bagi perdagangan dan pengalihan modal.Suatu nilai tukar B.E. khusus diciptakan untuk “membantu impor”yang diberlakukan bagi impor dan jasa yang dibayar dengan danabantuan.

Pada bulan Juli 1967, suatu struktur nilai tukar lagi-lagi direvisiuntuk menambah insentif ekspor. Ekspor kemudian dibagi kedalam kelompok A dan B.119 Untuk ekspor kelompok A, paraeksportir diperbolehkan menyimpan 75% sebagai sertifikat B.E.,15% harus diserahkan kepada Dana Devisa dan 10% kepada pihakpemerintah propinsi sebagai suatu alokasi valuta asing otomatistingkat propoinsi, yang dikenal dengan sebutan devisa A.D.O.Dan para eksportir produk kelompok B menerima 980% sebagaisertifikat B.E. dan 10% diserahkan kepada pemerintah propinsisebagai devisa A.D.O.

Impor dikelompokkan kembali agar dapat didanai oleh kredit B.E.umum atau B.E. khusus yang dikeluarkan untuk impor barang-barang bantuan atau oleh Devisa Pelengkap (D.P.)120 Namun

118 Bank Indonesia, op.cit. hal. 292.119 Kelompok A mencakup: karet, kopra, kopi, minyak kelapa sawit, bijih timahdan lain-lain; Kelompok B mencakup: teh, kayu dan lain-lain.

- 36 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4

Page 37: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

sistem ini tidak dapat berjalan lama. Pada 27 Mei 1968, pemerintahkembali melakukan perubahan nilai tukar. Sejak hari itu terdapatsuatu nilai tukar yang seragam yang diberlakukan bagi impor yangdibiayai oleh hasil ekspor serta bagi impor yang dibiayai olehbantuan asing. Tingkat perdagangan ekspor utama adalah tingkatnilai tukar B.E. efektif minus 15% pajak pertukaran dan 10%A.D.O. Suatu dorongan ekspor lanjutan diperkenalkan dengancara mengubah prosentase hasil ekspor. Pada 19 September 1968semua eksportir kelompok A diperbolehkan menyimpan 85% hasilekspor mereka sebagai sertifikat B.E.; 5% harus diserahkan kepadaDana Devisa (pajak ekspor) dan 10% adalah devisa A.D.O. Posisipara eksportir kelompok B tetap tidak berubah.121

Tabel 9 menunjukkan perkembangan nilai tukar resmi dan nilaitukar di pasar bebas sejak 1966 hingga 1970.

Tabel 9Nilai tukar resmi dan bebas dan di pasar bebas atau gelap

uang-kertas AS 1966-1970.(dalam Rupiah Indonesia per Dollar AS)

1966 1967 1968 1969 1970Nilai resmiNilai transaksi 101) 10 - - -Nilai B.E. yang fluktuatif 852) 2353) 326 327 -Nilai D.P. yang fluktuatif 1052) 2603) 414 378 -Nilai tukar kredit fleksibel mata uang asing (D.K.) - - - - 3264)

Nilai tukar umum fleksibel mata uang asing (D.U.) - - - - 3784)

Nilai di pasar gelapJanuari 48.000 160 290 460 386Pebruari 63.000 130 280 450 385Maret 68.000 122 265 440 380April 71.000 112 325 420 380Mei 120x) 165 360 400 390Juni 135 168 350 395 390Juli 125 165 425 400 395Agustus 115 175 405 390 392September 108 205 470 390 393Oktober 115 195 500 389 393Nopember 140 230 495 380 392Desember 160 240 475 387 387Sumber: Pick’s Currency Yearbook, 1971.1) Nilai tukar transaksi yang dasarnya direvisi, tidak berlaku sejak 1968.2) Diperkenalkan pada 11 Pebruari, diubah pada 3 Oktober.3) Direvisi dan ditetapkan sebagai nilai dasar pada 28 Juli.4) Devaluasi 17 April, menggabungkan nilai tukar B.E. dan D.P. ke dalam nilaitukar valuta asing (DU) dan nilai tukar kredit subsider valuta asing (DK);Penyatuan struktur nilau tukar pada 10Desember dengan menghapus nilai kreditvaluta asing.x) Selanjutnya dihitung dalam rupiah baru.

- 37 -Penebar e-newS

no. 4, mei 2004

Page 38: pEnEbar Reformasi Moneter Di - oocities.org fileSyamsuddin Mahmud Pada bab sebelumnya telah kita bahas masalah serius inflasi yang dialami perekonomian Indonesia. Masalah tersebut

Untuk mempertahankan stabilitas rupiah dan menyederhanakansistem pertukaran, struktur nilai tukar mengalami devaluasi pada17 April 1970. Nilai tukar B.E. dan D.P. digabungkan ke dalamsuatu “nilai tukar devisa umum (DU) yang fleksibel”, yangditetapkan sebesar Rp 378 per dollar.122 Lebih jauh lagi, kewajibanmenyerahkan 10% devisa A.D.O. dihapus. Sejak saat itu, eksportirakan dapat menyimpan 90% pendapatan mereka, dan hanyamenyerahkan 10% kepada pemerintah pusat. Dua jenis nilai tukarvaluta asing diperkenalkan, yakni (1) nilai tukar devisa umumsebesar Rp 378 per dollar dan (2) nilai tukar bantuan asing, yangdisebut sebagai nilai tukar B.E. Kredit sebesar Rp 326 per dollar.123

Namun mekanisme struktur nilai tukar ini hanya bertahan hidupselama 8 bulan. Pada 10 Desember 1970, suatu devaluasi parsialterhadap rupiah menghapus nilai tukar kredit devisa Rp 326 perdollar dan menggabungkannya dengan nilai tukar devisa umumsebesar Rp 378 per dollar.124 Dengan demikian tercipta suatu nilaitukar yang seragam untuk semua transaksi.

Sejak April 1970 akhirnya rupiah sepenuhnya dapat dipertukarkan.Ciri utama reformasi perdagangan dan valuta asing yang dilakukanpada bulan April 1970 adalah suatu devaluasi formal terhadaprupiah ke tingkat nilai tukar di pasar bebas. Selama periode 1968- 1970 nilai ekspor tahunan (kecuali minyak) berubah sebanyak2, 4, 8 dan 48% berturut-turut.125

Yayasan Penebar adalah institusi nir-laba independen. Kamiberharap saudara/i (individu) maupun organisasi bersedia

mendukung aktivitas kami. Kami menerima donasi, hibah dandukungan tak mengikat dalam bentuk apapun. Bila saudara/ibermaksud mendukung kami dengan mendonasikan uang,

rekening bank kami adalah: BCA (Cabang Cimanggis), rekeningTahapan BCA, nomor account: 166 1746276.

120 Pick’s Currency Yearbook, op.cit., 1968, hal 271.121 Bank Indonesia, Annual Report 1968, Jakarta, hal. 97.122 Bank Indonesia, Annual Report 1970/1971, Jakarta, hal. 40.123 Ibid., hal 39.124 Pemerintah melakukan devaluasi sebesar 10% terhadap rupiah pada bulanAgustus 1971 dan menciptakan suatu nilai tukar Rp 415 per dollar. Devaluasiini jelas berada di luar periode yang dibahas dalam thesis ini.125 Sukadji Ranuwihardjo, op.cit. hal. 49.

- 38 -Penebar e-newS

no. 4

, mei

200

4