51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu sumber karbohidrat sebagai bahan substitusi pangan. Karena, didukung oleh kandungan zat gizinya yang sangat baik.Buah sukun memiliki kandungan mineral dan vitamin yang lengkap dengan nilai kalori rendah, Buah sukun mengandung asam amino esensial yang tidak diproduksi oleh tubuh manusia seperti histidin, isoleusin, lisin, methionin, triptofan, dan valin.Buah sukun sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Karbohidrat yang dimiliki oleh buah sukun tua bekisar 9,2 gram/buah, 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat beras jika buah sukun diolah menjadi tepung sukunmaka kandungan karbohidratnya menjadi setara dengan beras. Dibandingkan dengan jenispangan lainnya seperti jagung,

Pendahuluan Proposal Penelitian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hguiu

Citation preview

Page 1: Pendahuluan Proposal Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu sumber karbohidrat sebagai

bahan substitusi pangan. Karena, didukung oleh kandungan zat gizinya yang sangat

baik.Buah sukun memiliki kandungan mineral dan vitamin yang lengkap dengan nilai

kalori rendah, Buah sukun mengandung asam amino esensial yang tidak diproduksi

oleh tubuh manusia seperti histidin, isoleusin, lisin, methionin, triptofan, dan

valin.Buah sukun sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh sebagai bahan

pangan sumber karbohidrat. Karbohidrat yang dimiliki oleh buah sukun tua bekisar

9,2 gram/buah, 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat beras jika buah sukun

diolah menjadi tepung sukunmaka kandungan karbohidratnya menjadi setara dengan

beras. Dibandingkan dengan jenispangan lainnya seperti jagung, ubikayu, dan

kentang, maka posisi sukunsebagai sumber karbohidrat masih berada di atas dari

komoditas tersebut.

Sejak pemerintah menggalakkan diversifikasi pangan, pemanfaatan buah

sukun sebagai bahan pangan semakin penting.Penganekaragamanprodukbuah sukun

perlu diupayakan lebih luas lagi.Jika dilihat buah sukun bisa diolah lebih

bermanfaat,yaitumenjadi tepung sukun dan pati sukun. Buah sukun juga bisa

dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan aneka makanan lain yang menarik,

Page 2: Pendahuluan Proposal Penelitian

termasuk french fries sukun. Saat inifrench fries berbahan baku kentang dan ubi

jalarmerupakan produk olahan yang digemari oleh masyarakat. Produkfrench fries

sukun belum begitu dikenal sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.Selain itu,

buah sukun juga lumayan murah sehingga sangat potensial untuk dikembangkan.

Produk ini dapat mensubstitusi kentang ataupun ubi jalar dalam pembuatan produk

french fries.

Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan untuk mempelajari potensi

pengembangan buah sukun menjadi french fries,dan juga melihat pengaruh bahan

perendaman dan waktu blancing terhadap kualitas french fries sukun yang

dihasilkan.Masalah utama yang biasa dihadapi pada pembuatan french fries adalah

sangat mudah mengalami perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan

(browning), selain itu, teksturnya juga menjadi lembek setelah diolah.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah tekstur yang kurang renyah pada produk

hasil pengolahan dilakukan dengan perendaman dalam larutan kalsium. Biasanya

digunakan garam Ca, seperti kalsium klorida, kalsium sitrat, kalsium laktat, kalsium

sulfat dan kalsium monofosfat. Kalsium klorida (CaCl2) banyak digunakan sebagai

bahan pengeras tekstur (Winarno, 1997).Dalam penelitian ini diperlukan bahan

perendaman yang berguna untuk bahan pengeras yang dapat mempertahankan tekstur

bahan agar tidak menjadi lunak pada waktublancing, dan juga untuk mencegah

terjadinya proses pencoklatan pada bahan. Alasan dilakukannya blancing sebelum

Page 3: Pendahuluan Proposal Penelitian

penggorengan yaitu untuk memperbaiki warna produk akhir, mengurangi absorpsi

minyak, dan memperbaiki tekstur produk akhir.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan

french fries berbahan baku sukun dan melihat pengaruh konsentrasi kalsium klorida

(CaCL2) sebagai bahan perendaman sertametode blancing terhadap kualitas dan

kerenyahan french fries sukun yang dihasilkan.

C.Hipotesis

Perbedaan konsentrasikalsium klorida (CaCL2) dan metode blancingdiduga

dapat mempengaruhi kualitas dan kerenyahan french fries yang dihasilkan.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan acuan bagi

masyarakat dan industri Pengolahan Pangan. Untuk meningkatkan pemanfaatan buah

sukun menjadi produk yang bernilai ekonomis seperti french fries.

Page 4: Pendahuluan Proposal Penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Sukun(Artocarpus Altilis)

Buah sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu bahan pangan sumber

karbohidrat di berbagai kepulauan di daerah tropis, terutama di Pasifik dan Asia

Tenggara. Sukun dapat ditanam hampir di segala jenis tanah, dan mampu tumbuh

pada ketinggian 600-1500 m dari permukaan laut. Tanaman sukun (Artocarpus

altilis) telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman sukun ini berasal dari

daerah New Guinea pasifik dan kemudian menyebar ke Indonesia (Suyanti et

al,2003).

Buah sukun atau breadfruit yang dalam bahasa latinnya disebut Artocarpus

altilis termasuk dalam genus Artocarpus, family Moraceae, ordo Urticales dan sub

kelas Dicotyledone. Tanaman ini merupakan tanaman tropis sejati yang tumbuh baik

di daerah rendah (Sturrock, 1940). Tinggi pohon sukun bisa mencapai 9-18 meter

dan mulai berbuah setelah sekitar 6 tahun. Tanaman ini dapat memproduksi buah

selama lebih dari 50 tahun. Kulit kayunya licin, berwarna cerah dan diameter

batangnya bisa mencapai 1.2 m. diseluruh bagian dari tanaman ini terdapat getah

(Ragone, 1997). Daunnya memiliki ukuran yang besar, kasar dan panjangnya

mencapai lebih dari 30 cm. Menurut Pitojo (1992), tajuk daun rimbun, bentuk daun

Page 5: Pendahuluan Proposal Penelitian

oval panjang dengan belahan daun simetris karena didukung oleh tulang daun yang

menyirip simetris.

Tanaman sukun merupakan salah satu jenis buah-buahan yang potensial

sebagai sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat buah sukunadalah 27%

(Widowati, 2003). Bobot buah sukun rata-rata adalah 1500 g denganbobot daging

buah yang dapat dimakan sekitar 1.350 g (Widowati, 2004).Berarti satu buah sukun

dengan bobot daging 1.350 g mengandung karbohidratsebesar 365 g. Selain itu buah

sukun juga mengandung mineral dan vitamin yang sangatdiperlukan dalam

metabolisme zat gizi. Gambar buah dan tanaman sukun disajikan pada Gambar 1.

(a). Tanaman Sukun (b). Buah Sukun

Sukun sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, khususnya Aceh. Namun

pemanfaatannya masih sangat terbatas, biasanya hanya sekedar digoreng, dibuat

keripik, atau direbus sebagai makanan kecil.Buah sukun umumnya dikonsumsi dalam

Page 6: Pendahuluan Proposal Penelitian

keadaan matang jika dibuat untuk gorengan, dan untuk pembuatan keripik di gunakan

buah yang masih agak muda. Akan tetapi buah sukun pola respirasinya terjadi

demikian cepat, maka dalamselang beberapa hari buah sukun akan segera menjadi

lunak dan tidak dapatdimakan (Thompson et al., 1974). Pemanfaatan buah sukun saat

ini terus dikembangkan. Bukan hanya sekedar digunakan untuk makanan ringan, akan

tetapi buah sukun bisa diolah menjadi tepung sukun, pasta sukun dan pati sukun. Jika

dilihat dari penggunaanya tentu saja lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis.

Buah sukun yang berkualitas baik adalah yang hijau matang, keras, dengan

batang yang tetap utuh, dan bebas dari cacat(seperti cacat, pecah, bonyok dan

kerusakan akibat serangga) dan kebusukan. Keseragaman dari bentuk, ukuran, dan

berat juga penting sebagai faktor kualitas. Daging buah sukun (bagian yang dapat

dimakan) berisi 25-30% (basis berat segar) karbohidrat, separuhnya adalah pati

(Kader, 2002). Kandungan yang dimiliki pada buah sukun maka dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan mineral, vitamin, lemak dan asam amino buah sukunper 100 g bahan.

Mineral Vitamin Lemak Asam aminoKalsium : 17 mg Vitamin C : 29 mg Asam lemak

jenuh : 0,048 gThreonin : 0,052 g

Besi : 0,54 mg Thiamin : 0,11 mg Asam lemak tak jenuh tunggal : 0,034 g

Isoleucine : 0,064 g

Magnesium : 25 mg

Riboflavin : 0,03 mg Asam lemak tak jenuh jamak : 0,066 g

Lysine : 0,037 g

Potasium : 490 mg

Niacin : 0,9 mg Methionine : 0,01 g

Seng : 0,12 mg As Pantothenic : Cystine : 0,009 g

Page 7: Pendahuluan Proposal Penelitian

0,457 mgTembaga : 0,084 mg

Vitamin B6 : 0,1 mg Phenylalanine : 0,026 g

Mangan : 0,06 mg

Folate : 14 mg Tyrosine : 0,019 g

Selenium : 0,6 mg

Vitamin A : 40 IU Valine : 0,047 g

Vitamin A RE : 4 mg REVitamin E : 1,12 ATE

Sumber : Widowati (2003)

B. French Fries

French fries adalah hidangan yang dibuat dari potongan-potongan kentang yang

digoreng dalam keadaan terendam didalam minyak panas. Kentang goreng dapat

dikonsumsi sebagai makanan ringan atau sebagai makanan pelengkap menu utama.

Produk ini menjadi terkenal ke seluruh dunia sejak awal tahun 1950-an ketika sebuah

perusahaan menciptakan bahan baku french fries berupa potongan-potongan kentang

yang sudah dikupas dan dibekukan sehingga mempersingkat waktu penyiapan

makanan bagi beberapa restoran.

Kentang goreng memiliki banyak sekali variasi bentuk, tetapi biasanya kentang

beku untuk french fries dipotong memanjang. Kentang goreng dengan potongan yang

agak tebal di sebut “thick-out”, sedangkan potongan bergelombang disebut “curly”

dan kentang yang dipotong mirip kue wafel disebut “waffle-cut”. Kentang goreng dari

kentang yang tidak dikupas dan dibelah-belah saja menjadi potongan yang tebal-tebal

di sebut “potato wedges”.

Page 8: Pendahuluan Proposal Penelitian

Menurut Lisinska dan Leszcynski (1989) di dalam Liana (2007), faktor-faktor

yang mempengaruhi mutu frenh fries adalah warna, tekstur, kandungan minyak,

flavor (rasa dan aroma), dan penampakan. Warna french fries yang diinginkan harus

bercahaya, berwarna keemasan tanpa warna coklat (pencoklatan yang berlebih) atau

tanda hitam yang membekas. Tekstur french fries yang diinginkan adalah garing

(crispy) di luar dan bertepung (mealiness)di dalam. Lapisan luar dari french fries

tidak boleh keras, kasar atau lengket, sedangkan bagian dalam bertepung lembut

seperti bubur, dan tanpa adanya pemisahan antara inti dan kulit luar (yang garing)

atau lapisan kulitnya.

Sebelum dikonsumsi biasanya french fries digoreng terlebih dahulu. Menurut

Gaman dan Sherrington (1993), proses penggorengan adalah cara pengolahan yang

cepat karena suhu yang digunakan tinggi dan perpindahan panas dari minyak ke

bahan pangan berlangsung cepat. Makanan yang digoreng mempunyai warna dan

flavor yang khas dan diterima oleh hampir semua orang. Pada umumnya suhu

penggorengan adalah sekitar 177-221o C (Winarno, 1997). Sedangkan Sulistyowati

(1999) menyatakan bahwa untuk menggoreng keripik dan sejenisnya, suhu harus

diatas titik didih air (163-196oC). SNI dari French friesdapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar kualitas untuk industri kentang goreng (french fries)

NO Karakter Kualitas Standar French fries1 a. Ukuran umbi <170 g : 20 %

199 g-284 g : 40 %>284 g : 40 %

Page 9: Pendahuluan Proposal Penelitian

b. Variasi ukuran -2 Specific gravity 1,081 (min. 1,079)

3 Total bahan padat Min. 20,5 %

4 Bentuk umbi Oval

5 Uji goreng : tingkat kerusakan -6 Kedalaman mata Dangkal

Sumber: PT. Indofood dalam Ameriana (1998)

C. Kalsium Klorida (CaCl2)

Kalsium Klorida termasuk bahan pengeras atau Firming Agent untuk buah

dan sayuran. Biasanya digunakan pada kadar 1-5% berat bahan yang dipakai. Selain

dapat memperkuat tekstur, garam CaCl2 juga dapat mencegah reaksi pencoklatan non

enzimatis yang disebabkan oleh efek khelasi (chelation) ion Ca terhadap asam-asam

amino. Hal tersebut disebabkan karena ion Ca++ bereaksi dengan asam amino,

sehingga menghambat reaksi asam amino dengan gula reduksi yang menyebabkan

pencoklatan pada saat bahan pangan dipanaskan (Faust dan Klein, 1973).Berdasarkan

penelitian Anggraini (2005), konsentrasi CaCl2 yang digunakan untuk menghasilkan

french fries dengan kualitas yang baik yaitu maksimal 2 persen. Apabila digunakan

CaCl2 lebih dari 2 persen, maka akan menghasilkan french fries yang berasa kapur

Menurut Winarno (1997), kalsium dapat mempertinggi kekerasan gel karena

adanya ikatan kalsium dengan gugus karboksil melalui jembatan kalsium. Umumnya

digunakan garam Ca, seperti kalsium klorida, kalsium sitrat, kalsium laktat, kalsium

sulfat dan kalsium monofosfat. Kalsium klorida banyak digunakan sebagai bahan

pengeras tekstur. Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara kalsium dengan

Page 10: Pendahuluan Proposal Penelitian

pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air (Winarno, 1997).

Pembentukan kalsium pektat disebabkan oleh ion Ca2+ yang bereaksi dengan masing-

masing gugus karbonil dari dua asam pektinat. Ikatan yang terbentuk akan mencegah

kelarutan substansi pektin dan menghasilkan produk yang lebih keras (Eskin, 1979).

Kalsium klorida berbentuk bubuk putih, mudah larut dalam air, dan

membentuk larutan yang tidak berwarna. Kalsium klorida dapat bersifat higroskopis

dan sering digunakan sebagai zat pengering (Handayana dan Nugroho,1985). Adapun

penggunaan kalsium klorida (CaCl2) sebagai bahan pengawet maksimum berkisar 1-5

g per1 kg atau 1 liter air. Senyawa tersebut tidak menyebabkan efek samping akan

tetapi jika berlebihan dapat menimbulkan rasa pahit (Anonim, 2007).

Adapun batasan maksimum penggunaan pengeras (firming agent) pada sayur

kaleng, apel kaleng sebanyak 260 mg/kg, dihitung sebagai Ca, pada jem dan jeli 200

mg/kg, tunggal atau campuran dengan bahan pengeras lain, dan untuk irisan tomat

iris kalengan yang menggunakan kalsium glukonat digunakan sebanyak 800 mg/kg,

tunggal atau campuran dengan pengeras lain dihitung sebagai Ca (Cahyadi, 2006).

D. Proses Pengolahan French fries

1. Blancing

Blancing adalah proses pemanasan secara langsung pada suhu kurang dari

100o C selama lebih kurang dari 10 menit, blancing biasanya dilakukan pada

permukaan bahan pangan atau sistem jaringan sebelum dibekukan, dikeringkan, atau

dikalengkan (Muchtadi, 1989). Menurut Winarno dan Fardiaz (1980)

Page 11: Pendahuluan Proposal Penelitian

blancingbiasanya dilakukan pada suhu 82-93o C selama 3-5 menit. Sulistyowati

(1980) menyatakan bahwa blancing adalah proses pencelupan produk dalam air panas

atau uap panas untuk waktu yang cepat (selama beberapa menit).

Tujuan perlakuan blancing ini antara lain untuk megeluarkan oksigen yang

terdapat dalam jaringan, mengurangi populasi jamur, bakteri, menginaktifkan enzim

yang akan mempengaruhi perubahan warna flavor dan nilai gizi yang terkandung

dalam bahan. Adanya oksigen dalam bahan dapat memacu adanya oksidasi terhadap

senyawa terpena dalam buah sukun sehingga dapat mengakibatkan perubahan warna

dan berat jenis, tetapi proses blancing yang berlebihan dapat mengakibatkan

hidrolisis senyawa pati dalam sukun dan mengurangi rendemennya. Lama blancing

tergantung sedikit banyaknya bahan, antara 10-20 menit.

Hampir seluruh bahan pangan yang mengalami proses pengolahan akan

berhubungan dengan panas. Tinggi rendahnya panas yang dipakai lama pemanasan,

dan sumber panas yang digunakan tergantung kepada tujuan pemanasan dan sifat

yang dipanaskan (Lund, 1989; Purba dan Rusmarilil, 1985).Blancing terlalu lama

dapat mengakibatkan perubahan warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak

dikehendaki selama pemanasan maupun pada saat penyimpanan. Pada tahapan

blancing ini terdapat dua cara yaitu pengukusan dan perebusan.

a. Pengukusan

Page 12: Pendahuluan Proposal Penelitian

Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkanenzim yang

akan merubah warna, cita rasa dan nilai gizi. Pengukusan dilakukandengan

menggunakan suhu air lebih besar dari 66o C dan lebih rendah dari 82O C.Pengukusan

dapat mengurangi zat gizi namun tidak sebesar perebusan.Pemanasan pada saat

pengukusan terkadang tidak merata karena bahan makanandibagian tepi tumpukan

terkadang mengalami pengukusan yang berlebihan danbagian tengah mengalami

pengukusan lebih sedikit. Pengukusan bertujuan membuat bahan makanan menjadi

masak dengan uap air mendidih (Laily, 2010).

b. Perebusan

Proses perebusan adalah memanaskan bahan makanan dalam cairan hingga

mendidih. Cairan yang dapat digunakan untuk perebusan berupa air, santan, susu atau

kaldu. Bahan makanan yang akan direbus dapat dimasukkan dalam air yang masih

dalam keadaan dingin atau yang telah mendidih. Proses perebusan dapat merubah

warna serta aroma, terutama jika dalam cairan ditambahkan garam, atau gula.

Perebusan merupakan metode yang sering dilakukan untuk memasak sayuran.

2. Penggorengan

Menggoreng merupakan satu dari cara memasak yang tertua untuk menciptakan

aroma (flavor) dan tekstur yang unik. Keuntungan pemrosesan bahan pangan dengan

tehnik menggoreng menurut Thompson dalam Hui(1996) adalah sebagai berikut :

Page 13: Pendahuluan Proposal Penelitian

1) Rasa dan tekstur yang enak dimulut dengan flavor lebih baik,

2) Adanya bahan pelapis (coating), karena perlakuan pra penggorengan ,

3) Warna yang lebih tajam,

4) Penambahan minyak,

5) Kemudahan alat

6) Suhu pada proses penggorengan akan membuat bahan menjadi pucat,

7) Inaktivasi mikroorganisme dan bakteri pathogen,

8) Adanya pindah panas,

Proses penggorengan secara merendam (deep frying) menggunakan lemak

atau minyak sebagai media pindah panas yang menghantarkan energi dari permukaan

wajan penggorengan ke minyak panas , dan dari minyak panas kepermukaan bahan

yang terendam. Terdapat dua cara pindah panas yang terjadi selama proses

penggorengan, yaitu konduksi dan konveksi. Pindah panas secara konduksi pada

kondisi tidak tunak (unsteady state) terjadi di dalam bahan, di pengaruhi oleh kondisi

thermal bahan , seperti difusifitas thermal, konduktivitas thermal , panas spesifik dan

densitas, Pindah secara konveksi terjadi antara bahan dengan minyak (Sharma et al.,

2000).

Deep frying adalah proses pengolahan pangan yang lazim dilakukan sehari-

hari yang menghasilkan produk dengan warna, aroma, serta rasa yang khas sehingga

digemari oleh hampir setiap orang.Sebelum bahan di goreng terlebih dahulu minyak

dipanaskan sampai menapai suhu penggorengan agar bahan tidak terlalu lama

Page 14: Pendahuluan Proposal Penelitian

merendam dalam minyak, dimana minyak akan meresap ke dalam bahan. Pada proses

penggorengan kadar air produk menurun akibat penguapan selama penggorengan.

Produk hasil penggorengan juga mengandung minyak yang sebagian besar meresap

setelah penggorengan (Bouchon et al., 2005).

Pemilihan suhu penggorengan merupakan faktor yang menentukan mutu hasil

gorengan, yang dinilai berdasarkan rupa, flavor, lemak yang terserap dan stabilitas

penyimpanan serta faktor ekonomi. Mutu hasil gorengan dengan stabilitas

penyimpanan yang baik dihasilkan pada suhu menggoreng yang paling rendah.

Walaupun penggunaan suhu yang lebih rendah dapat memperbaiki mutu hasil

gorengan, namun jarang diterapkan karena pertimbangan ekonomis. Hal ini

disebabkan karena penggunaan suhu tinggi memerlukan biaya produksi yang lebih

murah, dan waktu penggorengan relatif lebih singkat (Ketaren, S 2005). Suhu

penggorengan biasanya 170o-190o C (Tangduangdee et al., 2003). Sedangkan

menurutElham tabee et all( 2009) suhu penggorengan yang sesuai untuk french fries

adalah sekitar ± 180o C.

2.Pembekuan

Sebenarnya pembekuan hanya merupakan salah satu cara untuk mengawetkan

bahan pangan terutama dari pengaruh mikroba sebelum dikonsumsi. Dengan

pembekuan populasi mikroba yang ada pada suatu bahan pangan akan menurun

secara tajam ( Widianarko, 2002). Menurut Buckle et al., (1987), walaupun jumlah

mikroba biasanya menurun selama pembekuan dan penyimpanan beku (kecuali

Page 15: Pendahuluan Proposal Penelitian

spora), makanan yang tidak steril sering kali masih tetap membusuk seperti produk

yang tidak dibekukan jika disimpan cukup lama.

Gaman dan Sherrington (1991) menyatakan bahwa pengawetan pangan dengan

pembekuan melibatkan dua metode pengendalian pertumbuhan organisme yaitu :

1) Laju pertumbuhan mikroorganisme dikurangi oleh suhu rendah, juga laju

perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki amat berkurang pada suhu rendah

2) Sejumlah besar air dalam bahan pangan diubah menjadi es, sehingga tidak

dipergunakan oleh mikroorganisme.

Pembekuan (freezing) melibatkan proses perubahan fase dari cair menjadi

padat. Pengaturan suhu menjadi memiliki peranan yang sangat penting dalam

pengawetan pangan. Suhu rendah dan suhu tinggi sangat berpengaruh dalam

menentukan mutu. Penyimpanan bahan pangan pada suhu sekitar -2 sampai -10o C

diharapkan dapat memperpanjang masa simpannya, karena pada suhu yang relative

lebih rendah kerusakan bahan pangan dapat ditekan seminimum mungkin

(Wikartakusumah et al., 1992).

Perubahan fisik yang mungkin terjadi selama penyimpanan beku adalah : (a)

degradasi pigmen dan vitamin, (b) hilangnya sifat kelarutan dan kestabilan protein,

(c) adanya reaksi-reaksi yang menyebabkan meningkatnya drip(cairan yang keluar

sewaktu thawing), dan (d) reaksiyang terjadi akibat pembekuan lambat misalnya

kerusakan tekstur bahan. Kerusakan tersebut dapat di cegah dengan perlakuan

Page 16: Pendahuluan Proposal Penelitian

pendahuluan seperti pencucian dan pengecian ukuran, blancing, penambahan atau

pencelupan dalam larutan asam askorbat atau sulfur dioksida untuk mempertahankan

warna dan mengurangi pencoklatan, dan untuk mencegah adanya freeze burn, yaitu

kerusakan karena sublimasi selama pembekuan ( Marliyati et al., 1992).

Freeze burn atau perubahan cita rasa, perubahan warna, kehilangan zat gizi,

dan perubahan tekstur bahan pangan beku akan cepat terjadi jika bahan pangan

disimpan pada suhu di atas -9o C. Hasil terbaik diperoleh jika suhu penyimpanannya

konstan dan tidak lebih dari -17o C. Pada saat thawing atau pencairan kembali

sebaliknya menggunakan tempat atau wadah tertutup untuk menghindari penambahan

jumlah mikroba yang tajam (Widiarnako, 2002).

3. Thawing

Muchtadi (1997). Menyatakan bahwa Thawing atau juga sering disebut dengan

penyegaran kembali terhadap bahan yang telah dibekukan sebelum dilakukan

penggorengan. Sayuran beku yang akan dikonsumsi perlu di segarkan kembali

(thawing). Cara yang terbaik adalah memasukkan langsung ke dalam air mendidih

sehigga warna, flavor, dan zat gizi lebih banyak yang tertahan.

Penyegaran kembali daging, ikan, dan unggas dapat dilakukan di dalam lemari

pendingin, pada suhu ruang, di depan kipas angin, atau direndam di dalam air

mengalir. Untuk lebih mempercepat proses penyegaran kembali, dapat dilakukan

mula-mula dilemari pendingin, lalu diikuti penyegaran kembali di dalam air dingin

yang mengalir tetapi bahan harus dalam keadaan yang terbungkus rapat. Hal yang

Page 17: Pendahuluan Proposal Penelitian

harus di perhatikan adalah memasak segera bahan yang telah disegarkan (thawing).

Penyegaran kembali diluar lemari pendingin menyebakan terlalu banyak kehilangan

air dari jaringan.

4. Pencoklatan (browning)

Dalam ilmu pangan, perubahan warna pada buah umbi yang dikupas disebut

browning atau pencoklatan, yaitu terbentuknya warna coklat pada makanan secara

alami atau karena proses tertentu dan bukan akibat penambahan zat warna

(Widianarko, 2002). Reaksi pencoklatan juga sering di sebut dengan reaksi

Maillard(Winarno, 1997), Menurut Muchtadi et al.,(1992), reaksi maillard ini di beri

nama dari nama seorang ahli kimia Prancis, Louis Maillard yang untuk pertama

kalinya menemukan pigmen coklat (melanoidin) ketika memanaskan glukosa da

glisin. Reaksi maillard biasanya terjadi antar gugus amina, asam amino,dan protein

dengan gula pereduksi aldehid atau keton.

Reaksi ini menghasilkan warna coklat pada bahan yang sering tidak

dikehendaki, akan tetapi warna coklat ini dapat juga menjadi pertanda penurunan

mutu. Warna coklat pada pembuatan sate atau pemanggangan daging adalah warna

yang dikehendaki karena menimbulkan aroma dan citarasa yang khas, demikian juga

halnya pada ubi jalar dan ubi kayu (singkong) goreng serta pencoklatan yang indah

dari berbagai roti, kopi, dan caramel. Namun dilihat dari segi gizi, sebenarnya

browning menurunkan nilai gizi dari bahan makanan (Winarno, 1997).

Page 18: Pendahuluan Proposal Penelitian

E. Bahan Tambahan

F. Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal

yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida

(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat,

Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis

yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9

dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (Burhanuddin, 2001).

Garam khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan

yang penting. Konsumsi NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan, dan

tradisi daripada keperluan. Di beberapa negara maju, dilakukan pengaturan konsumsi

yang ketat agar konsumsi NaCl berada dibawah 1 g per hari, angka itu kira-kira

memenuhi kebutuhan minimal untuk seorang dewasa dengan keaktifan normal pada

daerah subtropis.

Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 % natrium akan terasa hambar

sehingga tidak disenangi. Konsumsi natrium bervariasi terhadap suhu dan daerah

tempat tinggal, dengan kisaran dari 2 gram sampai sebanyak 10 gram per hari.

Pengaturan konsentrasi natrium, cairan badan, dan kandungan natrium dilakukan

melalui ginjal. Lebih dari 8 kali jumlah kandungan natrium dalam badan dan 250 kali

konsumsi natrium disaring melalui ginjal setiap hari. Untuk mempertahankan

Page 19: Pendahuluan Proposal Penelitian

keseimbangan kira-kira 95,5 % garam natrium klorida yang telah tersaring disaring

oleh tubuh (Winarno, 1997).

3.Minyak Goreng

Minyak merupakan campuran dari ester asam lemakdengan gliserol. Jenis

minyak yang umumnya dipakaiuntuk menggoreng adalah minyak nabati seperti

minyaksawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dansebagainya. Minyak goreng

jenis ini mengandungsekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat danlinoleat,

kecuali minyak kelapa. Proses penyaringanminyak kelapa sawit sebanyak 2 kali

(pengambilanlapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asamlemak tak jenuh

menjadi lebih tinggi Tingginyakandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan

minyakmudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying)karena selama proses

menggoreng minyak akandipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta

terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yangmemudahkan terjadinya reaksi

oksidasi pada minyakvakum frying (Ketaren S, 1996).

Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan

nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi

dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita

rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial

yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi,

disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi (Ketaren. S, 2005).

Page 20: Pendahuluan Proposal Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Page 21: Pendahuluan Proposal Penelitian

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian iniakan dilaksanakan pada bulan Juni-Jul i di Laboratorium

Pengolahan Nabati, Laboratorium Analisis Pangan,dan Laboratorium Organoleptik

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala.

B. Bahan dan Alat

Bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah buah sukun,

garam, kalsium klorida (CaCl2), minyak goreng, dan air.Sedangkan alat-alat yang

digunakan selama penelitian adalah pisau, talenan, timbangan, baskom, kompor,

wajan,freezer, sendok, panci, peniris minyak, toples, penyaring, nampan

plastik,timbangan digital (And), stopwatch serta alat untuk analisis seperti cawan

porselin, oven, desikator, pemanas listrik, tanur, labu lemak, alat soxhlet,corong,

erlenmeyer (pyrex).

C. Prosedur Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial

dengan 2 faktor yaitu konsentrasi kalsium klorida (CaCl2) dan metode blancing .

Faktor konsentrasi kalsium klorida (CaCl2) terdiri atas empat (4) taraf, yaitu K1= 0, 2

%, K2= 0, 4 %, K3= 0, 6 % dan K4= 0, 8 %. Metode blancing terdiri dari dua taraf

yaitu P1= Pengukusan dan P2= Perebusan. Dengan demikian terdapat 8 kombinasi

Page 22: Pendahuluan Proposal Penelitian

perlakuan dengan menggunakan 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 24 satuan

percobaan. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Susunan Kombinasi Perlakuan Antara Konsentrasi Kalsium Klorida (CaCl2) dan Metode Blancing.

Metode Blancing

Ulangan Konsentrasi Kalsium klorida ( CaCl2)

K1 K2 K3 K4

P1

U1 P1U1K1 P1U1K2 P1U1K3 P1U1K4

U2 P1U2K1 P1U2K2 P1U2K3 P1U2K4

U3 P1U3K1 P1U3K2 P1U3K3 P1U3K4

P2

U1 P2U1K1 P2U1K2 P2U1K3 P2U1K4

U2 P2U2K1 P2U2K2 P2U2K3 P2U2K4

U3 P2U3K1 P2U3K2 P2U3K3 P2U3K4

2. Pembuatan french fries( modifikasi Aswan, 2010 )

Pembuatanfrench fries terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut

1. Pertama buah sukun dikupas, setelah itu dicuci dan dipotong dengan ukuran

(tebal 1 cm dan panjang 6 cm).

2. Lalu direndam dengan larutan garam ( 0,5 gr/kg ) dan dengan kalsium klorida

(CaCl2), sesuai perlakuan (0,2 %, 0,4%, 0,6% dan 0,8%) . perendaman dilakukan

kira ± 15 menit

Page 23: Pendahuluan Proposal Penelitian

3. Setelah direndam kemudianpotongan sukun diblanching pada suhu 100ºC

selama 5-10 menit.Blancing dilakukan dengan metode perebusan dan

pengukusan.

4. Setelah proses blancing selesai baru dilakukan penggorengan dengan suhu ±

180o C selama ± 6 menit.

5. Setelah sukun dilakukan penggorengan,kemudian sukun dikemas dalam plastik

dan disimpan pada freezer bersuhu -20ºC Sebagai french friessukun.

6. Penyiapan untuk konsumsi french fries beku dikeluarkan dari lemari pembeku

(freezer), dan kemudian digoreng dalam minyak panas hingga matang. Bahan ini

dapat juga dibumbui dengan cabe, merica, dan lain-lain sesuai dengan selera.

3. Analisis Data

Data analisis menggunakan Analysis of Variance ( ANOVA). Model matematis

rancangan penelitian menggunakan persamaan berikut (Sastrosupadi, 2000) :

Yijk = µ + Jj + Ji + Kj + (BK)ij + Ԑijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor , taraf ke-j dari faktor bahan

dasar)

µ = Nilai tengah populasi

Jj = Pengaruh kelompok pada ulangan ke-j

Page 24: Pendahuluan Proposal Penelitian

Bi = Pengaruh jenis blansir ke-i (i = 1, 2, )

kj = Pengaruh konsentrasi kalsium klorida ( CaCl2) taraf ke-j (j = 1, 2, 3 , 4)

(BJ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan jenis blansir taraf ke-i dan perlakuan

bahan dasar taraf ke-j

ɛijk = Pengaruh galat dari kelompok ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan ij.

Bila uji perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata antar perlakuan maka

akan diteruskan dengan uji lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan rumus

sebagai berikut :

Keterangan :

Tα db galat (v) = Nilai baku t-student pada taraf uji α dan derajat bebas galat v

KT = Nilai kuadrat tengah

t = Jumlah perlakuan

r = Jumlah ulangan

4.Analisis

Analisis kimia yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kadar

air,kadar pati, kadar abu dan kadar lemak.Sedangkan mengenai derajat penerimaan

konsumen digunakan pegujian organoleptik yang meliputi warna, tekstur, rasa dan

kerenyahan.

Page 25: Pendahuluan Proposal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Kentang Goreng. http://digilib.brawijaya.ac.id ( 5 Desember 2013).

Anggraini, K. 2005. Pengaruh Metode Blanching dan Pencelupan dalam Lemak Jenuh terhadap Kualitas French Fries Kentang Varietas Hertha dan Granola. Skripsi.Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (TidakDipublikasikan)

Page 26: Pendahuluan Proposal Penelitian

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H, Fleet, dan M. Woolton. 1987. Ilmu Pangan. UI Prees, Jakarta.

Burhanuddin, 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Faust, M and JD Klein. 1973. Levels and Sites of Metabolically Active Ca in Apple Fruit. CRC Press. Boca Raton Florida dalam Studi tentang Pembuatan French Fries Ubi Jalar (Ipomoea batatasL) Kajian Perlakuan Blanching dan Konsentrasi CaCl2 sebagai Larutan Perendam. oleh Idan Darmawan dkk Jakarta.

Fardiaz D, Srikandi F, FG Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

Handayana, P, A, dan F. Nugroho.1985. Buku Teks Analisis Anorganik kualitatif Makro dan Semi Mikro. Kaman media pustaka,Jakarta.

Kader, A.A. 2002. Breadfruit. Recommendation for Maintaining Postharvest Quality. www.ucdavis.eduJakarta.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Lund, B, D. 1989. Pengaruh Pengolahan Panas Terhadap Zat Gizi. Terjemahan Suminar Achmadi, ITB,Bandung.

Liana, M. 2007. Kajian Pembuatan French Fries Ubi Jalar ( Ipomea batatas L ). Skripsi Jurusan Tekhnologi Hasil Pertanian, Darussalam, Banda Aceh.

Lisinska, G , dan W. Leszcynski, 1989. Potato Science and Technlogy. Elvesier Applied Science, London and New York.

Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU Pangan dan Gizi IPB,Bogor.

Muchtadi, D., N.S. Palupi, dan M. Astawan. 1992. Metoda Kimia, Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Bahan Pangan Olahan. Departemen Pendidikan dan kebudayaan PAU pangan dan gizi IPB,Bogor.

Page 27: Pendahuluan Proposal Penelitian

Muchtadi T, R. 1997. Teknologi Pengolahan Pisang. PT Gramedia Bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta.

Marliyati, S. A. A, Sulaeman, dan F, Anwar. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. PAU Pangan dan gizi IPB, Bogor.

Purba, A dan H. Rusmarilil. 1985. Dasar Pengolahan Pangan. FP USU, Medan.

Pitojo. S. 1992. Budidaya Sukun. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ragone, D. 1997. Breadfruit : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Promoting the conservation and used of underutilize and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome, Italy.

Sulistyowati. 1999. Membuat Kripik Buah dan Sayur. Puspa swara, Jakarta.

Satuhu, S, 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suyanti, S. widowato dan Suismono, 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Sun dan Pemanfaatannya untuk berbagai Produk Makanan Olahan. Warta Penelitian dan pengembangan pertanian, Vol. 25 No 2, Hal 12-13.

Sturrock, D.1940.Tropical Fruits for Southern Florida and Cuba and Their Uses the Arnold Arboretum of Hazard.University Jamaica Plain, Mass., USA.

Thompson, A.K., B. O. Been, dan C. Perkins. 1974. Storage of Fresh Breadfruit.Trop. Agric. 51 (3) : 407-415.

Widianarko, B. 2002.Tips Pangan Teknologi Nutrisi dan Keamanan Pangan. Grasindo, Jakarta.

Wirakartakusumah, A, Sukarna, M. Arpah, D. Syah dan S.I. Budiawati. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. IPB, Bogor.

Widowati, S. 2003.Prospek Tepung Sukun untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan.http://tumotou.net/70207134 /sri_widowati.htm.

Winarno, FG., 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 28: Pendahuluan Proposal Penelitian

Wibowo, Condro, Hidayah Dwiyanti, dan Pepita Hariyanti. 2006. Peningkatan Kualitas Keripik Kentang Varietas Granola dengan Metode Pengolahan Sederhana. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Soedirman,Surabaya.

Lampiran 1. Proses pembuatanfrench fries sukun

sukun

Pengupasan

Pemotongan

Page 29: Pendahuluan Proposal Penelitian

Lampiran 2. Analisis kimia

a. Kadar air (Sudarmadji et al., 1997)Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah diketahuiberatnya.

Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3-5 jamtergantung

bahannya. Selanjutnya didinginkan dalam desikator sampai mencapaisuhu kamar,

kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit,didinginkan

Pencucian

PerendamanGaram dan CaCl2

Pemblansiran selama ± 7 menit dengan suhu 100o C

Penggorengan pertama selama ± 6menit dengan suhu 120o C

Pembekuan

french fries

Analisis kimia kadar air

Kadar lemak

Kadar pati

Kadar abu

Uji organoleptik

french fries

Page 30: Pendahuluan Proposal Penelitian

dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang beberapa kalisampai mencapai

berat yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air = B – C x 100 %

B – A

Keterangan:

A = berat cawan (gram)

B = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (gram)

C = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram)

b. Kadar abu (Metode pemanasan tanur, Sudarmadji et al., 1997)

Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2-5 gram dalam cawan yang

telah diketahui beratnya, kemudian diabukan dalam tanur pada temperatur 500oC

selama 4-5 jam. Selanjutnya dibiarkan dingin sampai suhu 100oC dalam tanur.

Kemudian didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang.

Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kadar abu (% bb) = kadar abu (gram) x 100%berat sampel awal (gram)

Kadar abu (% bk) = kadar abu (% bb) x 100%(100 – kadar air (% bb)

c. Kadar lemak (Metode Soxhlet, Modifikasi Metode Sudarmadji et al., 1997)

Sampel french fries sukun dihaluskan dan ditimbang dengan telitisebanyak 2

gram, kemudian dibungkus dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya dan

Page 31: Pendahuluan Proposal Penelitian

dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet yang telahdialiri dengan air kran

sebagai pendingin. Labu Erlenmeyer yang telah diisi 30 mlpelarut petroleum eter

dipasangkan pada tabung ekstraksi selama 4 jam. Setelahwaktu ekstraksi cukup,

kertas saring dan sampel dimasukkan dalam oven padasuhu 105 °C, didinginkan

dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitungdengan rumus sebagai berikut:

Kadar lemak (% bb) = C – B x 100 %A

Kadar lemak (% bk) = kadar lemak (% bb) x 100%(100 – kadar air (% bb)

Keterangan:

A = berat sampel awal (gram)

B = berat sampel setelah diekstraksi dan dikeringkan (gram)

C = berat sampel awal setelah dikeringkan (gram)

d. Kadar pati

Sampel disiapkan, kemudian ditimbang 2,5 g sampel kedalam labu ukur 100

ml, gunakan 2 dan 3 desimal dan catat semua angka. Masukkan 25 ml HCL 1,125%

lalu diaduk perlahan hingga merata. Masukkan lagi 25 ml HCL 1.125%. masukkan

labu ukur kedalam waterbath dengan air mendidih pastikan bahwa air di dalam

waterbath lebih tinggi sedikit daripada tinggi HCL di dalam labu ukur. Goyang secara

horizontal pada 8 menit pertama dan setelah itu goyangan di hentikan untuk 7 menit

selanjutnya (total waktu pendidihan 15 menit). Keluarkan labu ukur dari waterbath

lalu tambahkan aquadest hingga ± 75 ml sambil didinginkan hingga mencapai suhu

Page 32: Pendahuluan Proposal Penelitian

ruangan. Setelah dingin, tambahkan 1.25 ml carrez II dan aduk merata dengan

menggoyang labu ukur tersebut. Setelah diaduk merata, tambahkan lagi 1.25 ml

carrez II dan aduk merata dengan cara yang sama. Terakhir tambahkan 2.5 ml NaOH

0,1 N dan aduk merata. Kemudian tambahkan aquadest hingga tanda tera dan aduk

lagi hingga merata dengan cara diatas. Saring larutan tersebut kedalam Erlenmeyer

100 ml tetean pertama harus dibuang dan jangan dimasukkan kedalam erlenmayer.

Larutan yang telah disaring dimasukan kedalam polarimeter dan diukur sudut putar

optiknya (perhatikan tidak boleh ada gelembung udara didalam tabung polimeter).

Untuk pengukuran selanjutnya, cuci tabung polimeter dengan sedikit larutan yang

akan diukur berikutnya sebanyak 2-3 kali, sebelum diisi hingga penuh. Setelah

pengukuran cuci tabung polarimeter dengan menggunakan aquadest.

Perhitungan

Kadar pati (g/100g) = nx104

203x5

n = hasil pembacaan polarimeter pada 20o C dalam tabung 2 dan (α)D = 203

e. Uji organoleptik

Sifat organoleptik merupakan tanggapan atau ksan pribadi seorang panelis

atau pengujinmutu. Pelaksanaan pengujian organoleptik ini dilakukan oleh 20 orang

panelis ( mahasiswa) yang mempunyai tingkat kemampuan sebagai panelis yang agak

terlatih. Dalam penilaian organoleptik ini, karakteristikyang diperhatikanadalah

Page 33: Pendahuluan Proposal Penelitian

warna, ciarasa dan tekstur dari masing-masingfrench fries. Uji yang dilakukan adalah

uji hedonik dengan skala numeric sebagai berikut:

Nilai kategori

5 = sangat suka

4 = suka

3 = agak suka

2 = tidak suka

1 = sangat tidak suka

BNTα=t α ( v ) ×√ 2( KTgalat)n

Page 34: Pendahuluan Proposal Penelitian
Page 35: Pendahuluan Proposal Penelitian