24
BAB I PENDAHULUAN 1 .1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai pembangunan nasional yang berkesinambungan. Dengan demikian dalam masyarakat diperlukan penggalian potensi yang ada baik potensi sosial, ekonomi maupun budaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat daerah bersama pada setiap daerah. Secara makro kebudayaan Bali merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia, struktur kebudayaan tersebut dimanfaatkan dan diaktualisasikan melalui lembaga-lembaga tradisional ini adalah Subak yang sekaligus sebagai potensi lokal atau lokal genius yang masih ada saat ini. Subak sebagai Lembaga irigasi tradisional di Bali sudah ada sejak 11 abad. Fungsi Subak adalah pengelolaan air memproduksi pangan, khususnya beras, yang merupakan makanan pokok utama bagi orang Bali. Karena subak tidak lepas dari kegiatan pengelolaan irigasi untuk bercocok tanam padi, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa subak 1

Pendahuluan proposal wira

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pendahuluan proposal wira

Citation preview

Page 1: Pendahuluan proposal wira

BAB I

PENDAHULUAN

1 .1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil

dan merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945 untuk

mencapai pembangunan nasional yang berkesinambungan. Dengan demikian dalam

masyarakat diperlukan penggalian potensi yang ada baik potensi sosial, ekonomi

maupun budaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat daerah bersama pada

setiap daerah. Secara makro kebudayaan Bali merupakan bagian dari kebudayaan

Indonesia, struktur kebudayaan tersebut dimanfaatkan dan diaktualisasikan melalui

lembaga-lembaga tradisional ini adalah Subak yang sekaligus sebagai potensi lokal

atau lokal genius yang masih ada saat ini.

Subak sebagai Lembaga irigasi tradisional di Bali sudah ada sejak 11 abad.

Fungsi Subak adalah pengelolaan air memproduksi pangan, khususnya beras, yang

merupakan makanan pokok utama bagi orang Bali. Karena subak tidak lepas dari

kegiatan pengelolaan irigasi untuk bercocok tanam padi, maka tidak keliru jika

dikatakan bahwa subak identik dengan budidaya padi/budaya padi (rice culture).

Keunikan subak adalah dalam pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan yang sangat

padat dan terkait erat dengan tahap pertumbuhan tanaman padi. Kegiatan ritual inilah

yang merupakan ciri khas subak dan membedakan dengan sistem irigasi tradisional

lainnya di dunia. Tepat jika dikatakan bahwa subak selama ini adalah lembaga irigasi

tradisional yang bercorak sosio agraris religius.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa akan datang subak

juga perlu mengembangkan dirinya menjadi organisasi yang berorentasi ekonomi

selain melakukan fungsi pokoknya sebagai pengelola air irigasi, tanpa harus

mengorbankan corak sosio-relegiusnya (Sutawan, 2000 : 29-43). Menurut Gertz

1

Page 2: Pendahuluan proposal wira

(1967) dan Pitana (1992), subak adalah areal persawahan yang mendapatkan air dari

satu sumber, sedangkan menurut Perda Bali Nomor 9 Tahun 2012, subak adalah

organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha

tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang

secara historis terus tumbuh dan berkembang.

Selanjutnya Sutawan, dan kawan-kawan (1986) menyatakan bahwa subak

adalah organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari satu sumber

bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul, serta memiliki kebebasan di dalam

mengatur rumah tangganya sendiri maupun didalam berhubungan dengan pihak luar.

Dari berbagai batasan tersebut, maka subak dapat dipandang dari segi fisik dan dari

segi sosial. Dari segi fisik subak menyangkut hamparan sawah dengan segenap

fasilitas irigasinya, sedangkan dari segi sosial subak merupakan organisasi petani

yang otonomi yang mempunyai ciri beberapa dasar, yaitu a). organisasi Petani yang

mengelola air irigasi untuk anggotanya; b). mempunyai suatu sumber air bersama; c).

mempunyai suatu areal persawahan; dan d). mempunyai otonomi baik internal

maupun eksternal (Ardana : 2007).

Seperti halnya lembaga tradisional lainnya yang tumbuh dan berkembang dalam

kehidupan masyarakat Bali, subak didasarkan atas filosofi Tri Hita Karana. Tri Hita

Karana adalah keseimbangan hubungan yang bersifat timbal balik antara manusia

dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan manusia

dengan alam lingkungannya (Palemahan). Jadi, penghayatan dan pengamalan yang

terpadu secara seimbang dari ketiga unsur Tri Hita Karana ini akan mengantarkan

pada keseimbangan, keselarasan, dan keserasian hidup yang memberi kebahagiaan

lahir batin (JAMNAS PKID, 2013). Kehidupan masyarakat Bali dewasa ini,

merupakan suatu kontinum dari tradisi dan pengalaman masyarakat dalam kehidupan

sosio historisnya di masa lampau. Faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk

kebudayaan Bali selanjutnya adalah terintegrasi kebudayaan Bali yang bersifat

komunal dan agraris, ke dalam Agama Hindu. Kebudayaan Bali memperoleh roh dan

jiwa, sehingga tumbuh dan berkembang sebagai sosok kebudayaan yang religius.

2

Page 3: Pendahuluan proposal wira

Dilihat dari aspek mata pencaharian, masyarakat Bali pada jaman dahulu

mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Raja-Raja di Bali

meminta rakyat untuk membuka sawah-sawah baru dan membuatkan fasilitas dan

sarana irigasi untuk pengairan. Raja tinggal memungut pajak dari hasil panen petani

melalui Sedahan Agung. Seiring dengan perkembangan jaman saat ini, timbul

mobilitas orientasi lapangan kerja sebagai akibat dinamika yang terjadi. Maka

tumbuhlah sikap-sikap yang memandang bahwa jenis pekerjaan membedakan status

sosial seseorang. Pekerjaan petani dinilai atau dianggap lebih rendah dari sektor

pekerjaan lain. Hal ini akan berpengaruh terhadap kesadaran budaya tentang tata

ruang, seperti munculnya konsepsi bahwa ruang diartikan sebagai wadah untuk

mendapat uang. Hal ini menimbulkan suatu dorongan yang amat kuat terhadap alih

fungsi lahan pertanian.

Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia.

Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan

eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat oleh manusia, seperti

untuk tempat tinggal, tempat melakukan usaha, pemenuhan akses umum dan fasilitas

lain akan menyebabkan lahan yang tersedia semakin menyempit. Timbulnya

permasalahan penurunan kualitas lingkungan nantinya akan mengganggu

keseimbangan ekosistem. Hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan yang tidak

memperhatikan kemampuan lahan, daya dukung dan bentuk peruntukannya. Lahan

selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu seiring meningkatnya kebutuhan

manusia akan lahan. Perubahan tersebut dikarenakan memanfaatkan lahan untuk

kepentingan hidup manusia. Kebutuhan akan lahan non pertanian cenderung terus

mengalami peningkatan, seiring pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia.

Maka penguasaan dan penggunaan lahan mulai beralihfungsi. Alih fungsi lahan

pertanian yang tidak terkendali apabila tidak ditanggulangi dapat mendatangkan

permasalahan yang serius, antara lain dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan

(Iqbal dan Sumaryanto, 2007). Kecenderungan terus meningkatnya kebutuhan akan

lahan ini menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit untuk dihindari.

3

Page 4: Pendahuluan proposal wira

Dilain pihak, Windia (2004) mencatat bahwa banyaknya petani yang

mengolah harga input tertinggi, pajak PBB terlalu tinggi dan tidak berdasarkan pada

jumlah/nilai produksi, harga output sering anjlok pada saat panen, dan banyak petani

mengeluh tidak mampu lagi memelihara pura-pura subak, terkait dengan iuran di

terima subak terus merosot. Selain itu, kebutuhan petani yang sangat banyak dan

tawaran investor yang membeli lahan sawah dengan harga cukup tinggi, membuat

petani menjual lahan sawahnya. Akibat dari itu, terjadinya alih fungsi lahan sawah.

Banyak kalangan yang menganggap subak sebagai pilar pendukung bagi

perekonomian Bali. Kendati demikian, pertanian Bali juga dihadapkan dengan

banyak kendala, salah satunya penyesuaian dan penggunaan lahan. Kebijakan

pemerintah dalam hal pembangunan sarana dan prasarana pendukung sektor

pariwisata yang memanfaatkan lahan pertanian. Hal ini membuat para investor dalam

maupun luar negeri banyak memburu lahan-lahan produktif di bidang pertanian.

Harga sawah yang tinggi membuat para pemilik lahan tergiur untuk menjual lahannya

yang digunakan untuk sektor pariwisata tanpa memikirkan dampak kedepan.

Hal ini hanya menguntungkan bagi pemilik tanah yang mengalihfungsikan

lahan pertanian nya ke non pertanian. Secara ekonomis lahan pertanian yang berada

pada tempat yang strategis harga jualnya sangat tinggi. Namun, bagi petani penggarap

dan buruh tani, alih fungsi lahan merugikan karena mereka tidak bisa beralih

pekerjaan. Jelas ini menimbulkan pengangguran dengan penyempitan lapangan

pekerjaan dan dapat mengurangi lahan-lahan pertanian yang produktif.

Menurut Wicaksono (2007), faktor lain penyebab alih fungsi lahan pertanian

terutama oleh hal-hal berikut.

1. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent)lahan sawah yang berada di sekitar pusat

pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman dan

industri.

2. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.

3. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yang memperbesar pendapatan asli

4

Page 5: Pendahuluan proposal wira

daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability) sumberdaya

alam di era otonomi.

Karena banyaknya terjadi alih fungsi lahan sawah sistem subak dan alih

fungsi lahan pasti menimbulkan hal-hal yang negatif. Maka perlu diteliti bagaimana

dampak alih fungsi lahan terhadap kehidupan petani.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang muncul bagaimana

dampak alih fungsi lahan terhadap kehidupan petani di Subak Lange, Kecamatan

Denpasar Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan terhadap

kehidupan petani di Subak Lange, Kecamatan Denpasar Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian bagi pemerintah adalah dapat mengambil kebijakan

terhadap dampak alih fungsi lahan tersebut. Sedangkan kepada peneliti selanjutnya

adalah sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam memahami dampak alih fungsi

lahan terhadap kehidupan petani di Subak Lange, Kecamatan Denpasar Barat.

5

Page 6: Pendahuluan proposal wira

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah meneliti dampak alih fungsi lahan terhadap

kehidupan petani yang nantinya dilakukan penelitian dengan menggunakan pedoman

wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada beberapa informan kunci yaitu,

petani yang menjual lahan sawahnya di Subak Lange, Kecamatan Denpasar Barat.

6

Page 7: Pendahuluan proposal wira

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Alih Fungsi dan Faktor-Faktor Penyebabnya

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai

konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari

fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi

dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih

fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain

disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya

tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Agus (2004) konversi lahan sawah adalah suatu proses yang

disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami. Kita ketahui

bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi

lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah system produksi pada lahan sawah

tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari

peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya.

Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada

kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian

yang masih produktif.

Menurut Kustiawan (1997) dalam kolokiumkpmipb.wodrpress.com, konversi

lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara umum menyangkut transformasi

dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.

Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi

lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non

7

Page 8: Pendahuluan proposal wira

pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa

setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan

sawah sebagai berikut.

1. Faktor eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika

pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.

2. Faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial

ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor kebijakan; yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan.

Dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan untuk penelitian

berdasarkan peneliti-peneliti sebelumnya adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan,

dan status lahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani

dalam mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah),

kebijakan tata ruang dan harga lahan.

Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan

pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal,

pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin

meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu

kehidupan yang lebih baik.

Menurut Lilis Nur Fauziah (2005), menyebutkan bahwa alih fungsi lahan

yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang

tidak efektif, baik itu segi substansi ketentuannya yang tidak jelas dan tidak tegas,

maupun penegaknya yang tidak di dukung oleh pemerintah sendiri sebagai pejabat

yang berwenang memberikan izin pemfungsian suatu lahan. Tetapi juga tidak

didukung oleh “tidak menarik”nya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya

pupuk, alat-alat produksi laiinnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta

diperkuat dengan harga hasil pertanian yang fluktuatif, bahkan cenderung terus

8

Page 9: Pendahuluan proposal wira

menurun drastis mengakibatkan minat penduduk (atau pun sekedar mempertahankan

fungsinya) terhadap sektor pertanian pun menurun.

2.2 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Kehidupan Petani

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak

terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih

luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial,

budaya, dan politik masyarakat. Menurut Somaji (1994), konversi lahan juga

berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan sektor pertanian petani pelaku

konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non – pertanian.

Sihaloho (2004) menjelaskan konversi lahan berimplikasi atau berdampak

pada perubahan struktur agrarian. Adapun perubahan yang terjadi, yaitu :

1. Perubahan pola penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari

kepemilikan tanah dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang lain.

Perubahan yang terjadi akibat alih konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah

penguasaan tanah. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa petani pemilik berubah

menjadi penggarap dan petani penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi

dari perubahan ini yaitu buruh tani sulit mendapatkan lahan dan terjadinya proses

maginalisasi.

2. Perubahan pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari bagaimana

masyarakat dan pihak – pihak lain memanfaatkan sumber daya agrarian tersebut.

Konversi lahan menyebabkan pergesaran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber

agraria, khususnya tenaga kerja wanita. Konversi lahan mempengaruhi

berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian. Selain itu, konversi lahan

menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian

yang makin tinggi. Implikasi langsung dari perubahan ini adalah dimanfaatkannya

lahan tanpa mengenal sistem “bera”, khususnya untuk tanah sawah.

9

Page 10: Pendahuluan proposal wira

3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang makin terbatas menyebabkan

memudarnya sistem bagi hasil tanah “maro” menjadi “mertelu”. Demikian juga

dengan munculnya sistem tanah baru yaitu sistem sewa dan sistem jual gadai.

Perubahan terjadi karena meningkatnya nilai tanah dan makin terbatasnya tanah.

4. Peruban pola nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem mata

pencaharian masyarakat dan hasil – hasil produksi pertaanian dibandingkan

dengan hasil non pertanian. Keterbatasan lahan dan keterdesakan ekonomi rumah

tangga menyebabkan pergeseran sumber mata pencaharian dari sektor pertanian

ke sektor non pertanian.

5. Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan kemunduran

kemampuan ekonomi (pendapatan yang makin menurun).

Adapun alih fungsi lahan di Kecamatan Denpasar Barat dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Luas Lahan Persawahandi Kecamatan Denpasar Barat

No Tahun Luas Lahan (Ha)

1 2009 269,00

2 2010 256,00

3 2011 256,00

4 2012 256,00

5 2013 256,00

Sumber : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014

Tabel 2.1. menggambarkan hanya tahun 2009 sampai tahun 2010 mengalami

penyusutan seluas 13 hektar. Sedangkan tahun 2010 sampai tahun 2013 tercatat tidak

ada alih fungsi lahan sawah.

BAB III

10

Page 11: Pendahuluan proposal wira

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kota Denpasar yaitu di Subak Lange pada

Kecamatan Denpasar Barat dengan cara purposive, yakni pemilihan lokasi dengan

alasan tertentu. Alasan dipilihnya subak ini dipergunakan sebagai lokasi penelitian

karena peneliti tinggal di Kecamatan Denpasar Barat, dan alih fungsi pada Subak

Lange sangat drastis sebanyak 13 hektar antara tahun 2009 sampai tahun 2010. Dari

alih fungsi lahan tersebut sangat berpengaruh kepada kehidupan petani.

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data

kualitatif, yaitu data yang berupa non angka dalam hasil wawancara kepada beberapa

informan kunci yang mendeskrpisikan dengan kalimat atau kata-kata tentang

kehidupan petani yang menjual lahan sawahnya. Data kuantitatif, yaitu data berupa

angka seperti jumlah anggota Subak Lange, luas lahan sawah beberapa informan

kunci yang dijual dan harganya pada saat itu.

3.2.2 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber

data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber aslinya yaitu pada beberapa informan kunci. Sumber data sekunder adalah

sumber data yang diperoleh secara tidak langsung yang sumbernya berasal dari

catatan-catatan yang ada di Subak Lange, dan kantor-kantor pemerintah lainnya.

3.3 Penentuan Informan Kunci

11

Page 12: Pendahuluan proposal wira

Penentuan informan kunci yaitu seseorang yang secara lengkap mengetahui

informasi yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian. Informan kunci, terdiri

dari Pekaseh, anggota subak, dll. Namun sebagai informan kunci dalam penelitian ini

adalah seorang petani yang mengetahui proses penjualan sawahnya dan paham

tentang kehidupannya hingga saat ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang dipergunakan

adalah observasi, wawancara mendalam, telaah pustaka (dokumentasi).

1. Observasi (pengamatan)

Observasi (pengamatan) dilakukan di Subak Lange, Kecamatan Denpasar

Barat. Observasi dilakukan, bertujuan untuk mengamati kehidupan beberapa

informan kunci yang menjual lahan sawahnya.

2. Wawancara mendalam (in-depth interviews)

Wawancara mendalam pada penelitian ini dilakukan dalam bentuk

wawancara terstruktur, dengan menggunakan pedoman wawancara yang

isinya berupa pertanyaan-pertanyaan untuk beberapa informan kunci. Tujuan

yang hendak dicapai dalam teknik wawancara mendalam ini adalah berusaha

mendapatkan berbagai informasi sebanyak-banyaknya yang dilakukan secara

mendalam pada beberapa informan kunci, baik secara formal, maupun

informal. Wawancara mendalam dilakukan pada beberapa anggota Subak

Lange yang dijadikan informan kunci.

3. Dokumen.

Dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai sumber informasi dalam

penelitian ini dapat berupa kuitansi atau alat-alat bukti yang dilakukan pada

beberapa informan kunci saat penjualan sawah dilakukan, dll.

12

Page 13: Pendahuluan proposal wira

3.5 Pengukuran Variabel

Variabel dalam penelitian ini, diukur dengan menggunakan indikator dan

pengukuran, seperti terlihat dibawah ini pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Variabel, Indikator, Pertanyaan dan Pengukuran Penelitian

No. Variabel Indikator Pertanyaan Pengukuran

1. Kehidupan

Petani

1. Pola Pikir a. Tujuan menjual sawah

b. Alasan menjual sawah

c. Perasaan setelah

menjual sawah

d. Memang ada

sebelumnya

merencanakan menjual

sawah

e. Manfaat apa yang

dirasakan setelah

menjual lahan sawah

Kualitatif

2. Sistem

Sosial

a. Kehidupan setelah

menjual sawah

b. Interaksi dengan

keluarga dan

lingkungan sekitar

setelah menjual sawah

Kualitatif

3. Artefak / a. Pendapatan perbulan Kualitatif

13

Page 14: Pendahuluan proposal wira

kebendaan sebelum dan sesudah

menjual sawah

b. Luas lahan yang

punya sebelum dijual

c. Per arenya dijual

berapa

d. Hasil penjualan lahan

sawah dipakai untuk

apa

3.6 Definisi Operasional Variabel

Pada definisi operasional variabel menggunakan wawancara mendalam

mengenai “Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Kehidupan Petani” yang memakai 3

(tiga) indikator yaitu pola pikir, sistem sosial, dan artefak/ kebendaan dengan masing-

masing pertanyaan pada indikator tersebut. Dari wawancara tersebut diukur dengan

pengukuran kualitatif.

Kehidupan petani adalah kehidupan seseorang yang menggantungkan

hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya.

3.7 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Bagaimana kehidupan beberapa informan kunci yang saat itu menjual sawahnya akan

dianalisis dengan metode analisis deskripitif. Demikian juga akan di analisis

kehidupan petani yang bersangkutan pada saat ini.

14

Page 15: Pendahuluan proposal wira

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. 2004. “Konvensi dan Hilangnya Multi Fungsi Lahan Sawah”. Balai Penelitian Tanah, Bogor, dalam Tabloid Sinar Tani, 29 Januari 2004.

Ardana, I G. G. 2007. Pemberdayaan Kearifan Local Masyarakat Bali dalam Budaya Global Denpasar : Pustaka Tarukan Agung.

BPS Provinsi Bali. 2014. Luas lahan persawahan di Kecamatan Denpasar Barat.

Fauziah, L N. 2005. “Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian (Studi Komparatif Indonesia dan Amerika)”. Yogyakarta : FH UGM

Geertz, C. 1967.Organisation of the Balinese Subak, in Irrigation and Agricultural Development, E. Walter Coward (ed), Cornell University Press, London.

Iqbal, M dan Sumaryanto, 2007. Strategi Pngendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Volume 5 No. 2, Juni 2007 : 167-182. Bogor.

Kustiawan, I. 1997. Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara dalam Prisma No.1. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. IPB. Bogor

Pitana, I G. 1992. Subak: Sistem irigasi Tradisional di Bali. Sebuah Canangsari. Penerbit Upada Sastra, Denpasar.

Sihaloho. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. (Tesis). Sekolah Pascasarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Somaji RP. 2004. Perubahan Tata Guna Lahan dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Petani di Jawa Timur. (Tesis). Sekolah Pascasarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Supriyadi, A. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi Lahan Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Sutawan, N; M. Swara; N. Sujipta; W. Suteja; dan W. Windia; 1986. Struktur dan Fungsi Subak. Makalah Seminar Peranan Berbagai Program Pembangunan dalam Melestarikan Subak di Bali, Universitas Udayana, Denpasar.

Sutawan, N. 2000, Mengembangkan Organisasi Ekonomi Petani Berbasis Subak: Corposotil Farming ataukah ada alternative lain. Visi No. 19 September.

15

Page 16: Pendahuluan proposal wira

Tirta, A. 2013. Pengertian Tri Hita Karana. http://www.parkourbali.com/2013/02 /jamnas-parkour-indonesia-2013.html

Wahyunto (Dalam Tinjauan Pustaka Universitas Sumatra Utara). 2001. Pengertian Alih Fungsi Lahan. UNSU.

Wicaksono. 2007. Penyebab Alih Fungsi Lahan. http//repository.usu.ac.id.

Windia, W. 2004. Mengatasi Kemiskinan di Sekitar Pertanian, Denpasar : Makalah yang Disampaikan dalam Seminar yang Diselenggarakan oleh PDP-IPB.

16