Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA PROPINSI
SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh :
TOMMET SIMBOLON 087004029/PSL
SEKOLAH PACASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA PROPINSI
SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
TOMMET SIMBOLON 087004029/PSL
SEKOLAH PACASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
Judul Tesis : PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA
PROPINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Tommet Simbolon Nomor Pokok : 087004029 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS
Anggota Prof. Dr. Ir. Sumono, MS
Anggota Dr. R. Hamdani Harahap, MS
Ketua Program Studi Direktur (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS)
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Tanggal Lulus : 18 Juli 2011
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Juli 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Sumono, MS 2. Dr. R. Hamdani Harahap, MS 3. Prof. Dr. Badaruddin, MSi 4. Prof. Dr. Erman Munir, MSc
PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA
PROPINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kesenjangan serta ketidakdisiplinan masyarakat terhadap lingkungannya maupun yang menyangkut kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan kota/kabupaten dalam pengaturan, pengorganisasian tata ruang dan sumberdaya yang dimiliki. Salah satunya di Dusun Sono Desa Lalang Kabupaten Batubara. Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu permukiman kumuh dengan berbagai macam karekteristik persoalan. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kondisi lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang sangat buruk. Hal ini dapat dilihat dari padatnya bangunan di daerah tersebut yang tidak sesuai dengan perencanan tata ruang yang dapat menimbulkan bahaya banjir serta kebakaran. Selain itu juga rendahnya tingkat kebersihan lingkungan serta sarana dan prasarana kebersihan di permukian kumuh di Dusun Sono Desa Lalang. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada dikawasan pemukiman kumuh antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.
Kata Kunci : Penataan, Permukiman Kumuh
SLUM SETTLEMENT ARRANGEMENT AT DUSUN SONO LALANG VILLAGE MEDANG DERAS SUB DISTRICT BATUBARA DISTRICT NORTH
SUMATRA
PROVINCE
ABSTRACT
Urban slums environment in in Indonesia is a very complex problem, such as problems related to poverty, low levels of public education, inequality and public indiscipline to the environment as well as those concerning the ability of governmental agencies city / county in the settings, the spatial organization of and resources. One of them at Dusun Sono Lalang Village Batubara District. The problems that occurred in the field is quite complex. Many of the things that influence arises and the process becomes a slum area with a variety of characteristics of the problem. From the research results can be seen that the environmental conditions of the slums in Dusun Sono Lalang Village is very bad. It can be seen from the density of buildings in the area that do not correspond to spatial planning that can cause flooding and fire hazards. In addition, low levels of environmental cleanliness and hygiene facilities in slums in the hamlet Dusun Sono Lalang Village Village. Socio-economic condition of the people who are slum region include the low income level, social norms are loose, the culture of poverty that characterizes life among others, appears from an apathetic attitude and behavior. These conditions often lead to poor health conditions, pollution sources, the source of the spread of illness and deviant behavior, which affects the whole city life
.
Key Words : Arrangement, Slum Settlement
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan bai yang
berjudul: “PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA
LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA
PROPINSI SUMATERA UTARA”.
Tulisan ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas akhir (tesis) penulis pada
Program Magister S-2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Di dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat arahan, bimbingan,
saran maupun petunjuk dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini secara khusus
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi.
2. Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi.
3. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, Prof. Dr. Ir. Sumono, MS; dan Bapak
Dr. R. Hamdani Harahap, MS selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa
memberikan arahan, petunjuk dan saran yang membangun kepada penulis
sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi dan Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc
selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran untuk penulisan
tesis ini.
5. Seluruh dosen dan pegawai yang telah banyak berjasa selama perkuliahan
penulis.
6. Bapak Camat Medang Deras yang telah membantu pelaksanaan penelitian
tesis ini di Kecamatan Medang Deras.
7. Masyarakat Dusun Soni Desa Lalang yang telah banyak memberikan
informasi untuk kepentingan penulisan tesis ini.
8. Istri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungannya baik
semangat, doa dan tentunya materil sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai
pihak yang turut membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya, penulis berharap
semoga tesis ini berguna bagi semua pihak terutama bagi perkembangan dunia
pendidikan.
Medan, September 2011 Penulis,
(Tommet Simbolon)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... i ABSTARCT ................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 3 1.3. Landasan Teori ....................................................................... 3 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................... 5 1.5. Hipotesis .................................................................................. 6 1.6. Manfaat ................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7 2.1. Permukiman Penduduk ............................................................ 7 2.1.1. Persyaratan Permukiman ........................................... 7 2.1.2. Karakteristik Permukiman Kumuh ............................ 8 2.1.3. Tipologi Permukiman Kumuh ................................... 10 2.2. Faktor yang Menyebabkan Terbentuknya Permukiman
Kumuh ..................................................................................... 13
2.3. Permasalahan yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh ....... 16 2.4. Pengaruh Permukiman Kumuh Terhadap Lingkungan ............ 20 2.5. Pengelolaan Permukiman Kumuh ........................................... 23 2.5.1. Penataan Wilayah Permukiman Kumuh ...................... 24 2.5.2. Kualitas Lingkungan Permukiman yang Ideal .............. 27 III. METODE PENELITIAN ................................................................. 30 3.1. Tempat dan Waktu .................................................................. 30 3.2. Rancangan Penelitian .............................................................. 30 3.2.1. Jenis Penelitian .......................................................... 30 3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ......................................... 30 3.2.3. Teknik Penentuan Sampel ......................................... 31 3.2.4. Analisis Data ............................................................. 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 33 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian Kabupaten Batubara ................. 33 4.1.1. Letak Geografis dan Batas ........................................ 33 4.1.2. Keadaan Fisik ............................................................ 33 4.1.3. Topografi Kabupaten Batubara ................................. 34
4.2. Deskripsi Daerah Penelitian Kecamatan Medang Deras ......... 35 4.2.1. Keadaan Fisik .............................................................. 35 4.2.2. Iklim ............................................................................. 35 4.2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja ........................................ 36 4.2.4. Pendidikan .................................................................... 37 4.2.5. Kesehatan ..................................................................... 38 4.2.6. Perikanan ..................................................................... 40 4.2.7. Listrik ........................................................................... 41 4.2.8. Ekonomi ........................................................................ 41 4.2.9. Pemerintahan ............................................................... 42 4.3. Deskripsi Daerah Penelitian Dusun Sono Desa, Kecamatan
Medang, Deras Kabupaten Batubara ..................................... 44
4.3.1. Fasilitas Kesehatan Permukiman Kumuh ..................... 45 4.3.2. Listrik Penduduk Permukiman Kumuh ....................... 45 4.3.3. Perekonomian Masyarakat Permukiman Kumuh ......... 46 4.3.4. Bantuan Pemerintah Terhadap Pembangunan di Dusun
Sono, Desa Lalang ........................................................ 46
4.3.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Permukiman Kumuh ....................................................
47
4.3.6. Penataan Permukiman Kumuh ..................................... 48 V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 49 5.1. Kesimpulan ............................................................................... 49 5.2. Saran .......................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54 LAMPIRAN ................................................................................................. 56
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Perkembangan dan Kepadatan Penduduk 1997-2008 ................ 36
2. Sepuluh Penyakit Terbesar di Kabupaten Batubara Tahun 2008 40
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuisioner Penelitian .............................................................. 56
2. Situasi Perumahan di Dusun Sono Desa Lalang ..................... 64
3. Fasilitas MCK Warga Dusun Sono Desa Lalang .................... 66
4 Situasi Pemukiman Kumuh di Sepanjang Aliran Sungai Padang 67
5. Laporan Penduduk Kecamatan Medan Deras Bulan November
2010 ..........................................................................................
69
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta, baik
yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui
pelaksanaan pekerjaan tertentu, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada
didalam organisasi tersebut, termasuk sumber daya manusia sebagai alat utama.
Berhasil tidaknya suatu organisasi terutama tergantung pada kemampuan Sumber
Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan aktivitasnya.
Rumah Sakit adalah salah satu institusi yang menggunakan sumber daya
manusia sebagai alat utama dalam menjalankan organisasi. Undang-undang No. 44
tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana
pelayanan kesehatan yang bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan per
orangan secara paripurna, lebih difokuskan pada upaya promosi kesehatan (promotif)
dan pencegahan (preventif) dengan tidak mengabaikan upaya kuratif-rehabilitatif
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pemerintah
bertanggungjawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat (UU No.44, 2009).
Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomi mempunyai fungsi
dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna. Jangkauan dan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat tergantung pada kapasitas dan
kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai kinerja yang optimal.
Kinerja para dokter di rumah sakit sebagai suatu organisasi selalu menjadi ukuran
keberhasilan dalam menjalankan organisasi.
Optimalnya mutu pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit sangat
ditentukan oleh optimalnya kinerja para dokter yang melayani di rumah sakit
tersebut. Tenaga dokter mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena bertanggung jawab penuh terhadap proses
pengobatan dan penyembuhan pasien karena hanya profesi dokterlah yang
mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menetapkan diagnosis pasien (Depkes RI,
2001).
Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari seorang dokter di
rumah sakit dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung
jawab dokter dalam melayani pasien. Dalam kondisi demikian maka terjadi interaksi
antara sifat seorang dokter, yaitu motivasi yang ada pada dirinya dan lingkungan
kerjanya dengan kinerjanya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai
berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi
kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang
untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu,
manajemen rumah sakit perlu memberikan balas jasa yang sesuai dengan kontribusi
mereka. Salah satu faktor pendorong untuk meningkatkan kinerja yang berkualitas
dalam pelayanan kesehatan adalah melalui pemenuhan motivasi.
Faktor lain yang tak kalah pentingnya yang harus diperhatikan oleh
manajemen rumah sakit adalah suasana yang kondusif dalam bekerja dengan cara
memelihara lingkungan kerja yang kondusif untuk meningkatkan kinerja. Oleh
karena itu memelihara lingkungan kerja yang kondusif merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan kinerja dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan
sekaligus dapat mempertahankan kelangsungan hidup industri jasa pelayanan rumah
sakit.
Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan, merupakan salah satu rumah sakit
milik Kesdam I/BB Medan. Kehadiran rumah sakit ini sangat berarti dalam pelayanan
kesehatan bagi anggota tentara dan keluarganya khususnya di wilayah Kesdam I/BB
Medan, Sumatera Utara, serta bagi masyarakat umum. Rumah Sakit Tingkat II Putri
Hijau Medan, sebagian besar memiliki tenaga dokter spesialis yang cukup untuk
menjalankan fungsi sebagai Rumah Sakit tingkat dua (sekelas rumah sakit tipe B
Depkes RI) namun sebagian besar dokter tidak setiap saat berada ditempat, hal
tersebut berdampak pada indikator pencapaian kinerja Rumah Sakit Tingkat II Putri
Hijau Medan. Juga ditemukan tidak aktifnya peran pengawasan komite medis Rumah
Sakit terhadap kinerja dokter.
Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau
Medan, rumah sakit ini memiliki beberapa permasalahan. Survei pendahuluan yang
dilakukan pada akhir tahun 2011, peneliti menemukan bahwa kinerja dokter dalam
memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap masih kurang optimal. Kekurangan
tersebut, seperti kurang memperhatikan jadwal jam pelayanan, dan tidak visite setiap
hari, sehingga banyak pasien rawat inap mengeluh, ada yang pulang atas permintaan
sendiri, atau pindah ke rumah sakit lain, sehingga berdampak kepada pencapaian
BOR (Bed Occupancy Rate / Pemanfaatan tempat tidur per tahun) pada tahun 2011
sebesar 48 % ; rendahnya pencapaian BOR merupakan salah satu indikator mutu
pelayanan yang kurang optimal.
Informasi lain yang ditemukan terkait survei pendahuluan adalah keluhan
pasien yang diperoleh melalui wawancara singkat terhadap pasien. Dari 10 pasien
umum rawat inap yang diwawancarai, 6 pasien menyatakan keluhan tentang
pelayanan dokter, seperti dokter kurang ramah, dokter tidak memiliki waktu cukup
untuk konsultasi dan dokter sulit diajak untuk berkomunikasi.
Berdasarkan beberapa informasi keluhan pasien tersebut tentu saja terkait
dengan kinerja dokter dan kinerja Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan secara
organisasi. Fenomena kinerja dokter yang belum optimal diduga terkait dengan
kombinasi antara motivasi dan lingkungan kerja yang berdampak terhadap kinerja
dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien di ruang rawat inap.
Berdasarkan beberapa permasalahan yang ditemui pada Rumah Sakit Putri
Hijau Medan saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Pengaruh Motivasi dan
Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Dokter dalam Memberikan Pelayanan Kepada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan
Medan ”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah: Apakah Motivasi dan Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap
Kinerja Dokter dalam Memberikan Pelayanan Kepada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan?.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja
Dokter dalam memberikan pelayanan kepada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
1.4 Hipotesis
Motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja Dokter dalam
Memberikan Pelayanan Kepada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri
Hijau Kesdam I/BB Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau
Kesdam I/BB Medan tentang kebijakan manajemen sumberdaya manusia di
rumah sakit.
2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
motivasi, lingkungan kerja, dan kinerja dokter di rumah sakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permukiman Penduduk
2.1.1. Persyaratan Permukiman
Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang
menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab perumahan dan
permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang
terdiri dari berbagai aspek. Sebingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang
ketentuan yang baik untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:
1) Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran
udara atau pencemaran lingkungan lainnya
2) Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain
3) Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat
dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat
sekalipun
4) Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
5) Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuat dengan sistem
individual yakni tangki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.
6) Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur
agar lingkungan permukiman tetap nyaman.
7) Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,
lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai
dengan skala besarnya permukiman itu.
8) Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon (Sinulingga, 2005).
2.1.2. Karakteristik Permukiman Kumuh
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
Menurut UU No.1 Tahun 2011, Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
adalah wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki
hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi
utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Menurut Silas, dkk (1991) Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua
bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses terbentukannya karena keterbatasan
kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam
menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi
rnerupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi
penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik,
lambat laun menjadi kumuh. Perkembangan kota yang kumuh disebabkan oleh
mobilitas sosial perekonomian yang stagnan.
Karakteristik Permukiman Kumuh:
1) Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6
m2
2) Permukiman ini secara fisik memberi
/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena
tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada,
maka fasilitas Iingkungantersebut tak sulit mendapatkannya.
3) Manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value) dan harga
rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat
permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah
kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa
syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar
apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana, termasuk masyarakat “residu”
seperti residivis dan lain-lain (Silas dkk, 1991).
Kriteria Umum Permukiman Kumuh:
1) Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang
perlu dibenahi.
2) Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas,
namum masih dapat ditingkatkan.
3) Para penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata
pencaharian tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan
rendah.
4) Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang
paling bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah,
kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
5) Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program
pembangunan kota pada umumnya.
6) Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu,
tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanent (Anonim, 2009).
Kriteria khusus permukiman kumuh:
1) Berada di lokasi tidak legal
2) Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah
(miskin)
3) Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota
4) Tidak diinginkan kehadirannya oleh umum, (kecuali yang berkepentingan)
5) Permukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada
sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau
tidak selalu murah (Anonim, 2009).
2.1.3. Tipologi Permukiman Kumuh
Berdasarkan kondisi dan permasalahan Iingkungan permukiman yang diamati
di lapangan, kawasan permukiman kumuh dapat dibedakan dalam 7 (tujuh) tipologi.
(Laporan Review Kawasan Permukiman Kumuh Sulawesi Selatan tahun 2002)
(Anonim, 2009). Masing-masing tipologi memiliki karakter khas yang memberi corak
kehidupan lingkungan permukiman tersebut.
Beberapa tipologi permukiman kumuh tersebut adalah sebagai berikut:
1) Permukiman kumuh nelayan
Merupakan permukiman kumuh yang terletak di luar arena antara garis pasang
terthiggi dan terendah, dengan bangunan-bangunan yang langsung bertumpu
pada tanah, baik itu bangunan rumah tinggal atau bagunan lainnya. Rata-rata
lokasinya ditepi pantai.
2) Permukiman kumuh dekat pusat kegiatan sosial ekonomi.
Merupakan permukiman kumuh yang terletak di sekitar pusat-pusat aktifitas
sosial-ekonomi. Seperti halnya lingkungan industri, sekitar pasar tradisional,
pertokoan, lingkungan pendidikan/kampus, sekitar obyek-obyek wisata dan
pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi lainnya.
3) Permukiman kumuh pusat kota
Merupakan permukiman kumuh yang terletak di tengah kota (urban core), yang
sebagai permukiman lama atau kuno atau tradisional. Permukiman yang
dimaksud disini adalah permukiman yang dahulu merupakan permukiman yang
diperuntukkan bagi hunian kalangan menengah ke bawah.
4) Permukiman kumuh pinggiran kota
Merupakan permukiman kumuh yang berada di luar pusat kota (urban fringe),
yang ada pada umumnya merupakan permukiman yang tumbuh dan berkembang
di pinggiran kota sebagai konsekuensi dari perkembangan kota, perkembangan
penduduk yang sangat cepat serta tingkat perpindahan penduduk dari desa ke
kota yang sangat tinggi.
5) Permukiman kumuh daerah pasang surut
Merupakan permukiman kumuh yang terletak didaerah antara garis pasang
tertinggi dan terendah yang secara berkala selalu terendam air pasang, dengan
sebagian besar tipe bangunan yang ada baik itu bagunan rumah tinggal maupun
bangunan lainnya adalah tipe panggung. Jalan penghubung antara bangunan yang
satu dengan bangunan lainnya adalah jalan titian. Karakter lain yang cukup
menonjol adalah perletakan dermaga atau tempat menambak perahu yang
berdekatan dengan permukiman.
6) Permukiman kumuh daerah rawan bencana
7) Permukiman kumuh tepian sungai
Merupakan permukiman kumuh yang terletak didaerah rawan bencana alam,
khususnya tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
8) Permukiman kumuh tepian sungai
Merupakan permukiman kumuh yang berada di diluar Garis Sempadan Sungai
(GSS). Permukiman kumuh tepian sungai ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
tipe. Tipe pertama apa bila sungai yang bersangkutan mempunyai tanggul, maka
dengan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, lingkungan permukiman yang dimaksud terletak sekurang-
kurangnya 5 (lima) meter sepanjang kaki tanggul sedangkan untuk sungai tidak
bertanggul, letak permukiman yang dimaksud berada diluar sempadan sungai
yang lebarnya ditetapkan oleh pemerintah setempat. Demikian juga permukiman
untuk sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul, yang berada diwilayah
perkotaan, letak permukiman yang dimaksud berada di luar sempadan garis
sempadan sungai yang lebamya ditetapkan oleh pemerintah setempat. Kedua
lingkungan permukiman yang kumuh yang berada dikota-kota yang secara
histories menetapkan sungai sebagai komponen prasarana yang sangat vital dan
masih berlangsung sampai saat ini. Pada umumnya letak permukiman kumuh
dikota-kota seperti ini berada di koridor tepian sungai. Karakteristik bangunan
dan lingkungan ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu tipe rakit,
panggung dan bertumpu langsung pada tanah. Unit-unit bangunan tipe panggung
pada umumnya merupakan transisi antara bangunan tipe rakit yang bertumpu
langsung pada tanah.
Melihat karakteristik sifat dan tipologi yang diuraikan diatas dapat dikatakan
bahwa tipologi penelitian yang dilaksanakan adalah kategori penelitan permukiman
kumuh pusat kota dan permukiman kumuh nelayan.
2.2 Faktor yang Menyebabkan Terbentuknya Permukiman Kumuh
Sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 sebagai suatu
tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta disepanjang pengalirannya oleh garis
sepadan. Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah
perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Pada awal pertumbuhannya telah
ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan membentuk
kelompok pemukiman tertentu di lembah sungai yang subur. Peranan sungai di dalam
kehidupan sehari-hari, dengan adanya air, manusia memanfaatkan untuk minum,
mandi dan mencuci.
Kemudian peran sungai berkembang menjadi sarana transportasi, yang
mendorong pertumbuhan pennukiman seiring dengan laju pertumbuhan penduduk
dan aktifitas sosial ekonominya makin lama peranannya makin berkembang dan tidak
terpisahkan lagi dari keseluruhan sistem pelayan. Pesatnya pertambahan jumlah
penduduk di perkotaan akibat dari jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari
pedesaan ke kota, akan berpengaruh langsung terhadap kebutuhan sarana prasarana
kota dalam hal ini menyangkut kebutuhan akan perumahan dan permukiman di
perkotaan itu sendiri.
Hingga dewasa ini pembangunan perumahan dan permukiman di perkotaan,
baik yang ditangani pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat belum dapat
mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat di kota. Bahkan terdapat
kecenderungan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman di kota semakin
tertinggal dari cepatnya pertumbuhan penduduknya (Yudohusodo, 1991).
Perkembangan kota dipengaruhi kondisi topografis seperti perbukitan, lautan,
sungai dan rintangan alam lainnya yang dapat menghentikan laju perkembangan kota.
Daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang berlimpah dan ditangani
dengan baik merupakan daerah yang mempunyai daya tarik kuat untuk berkembang.
Secara historis sungai telah memiliki peranan yang cukup penting dalam
perkembangan sistem hubungan aktifitas dan struktur internal suatu kota. Untuk kota-
kota di kawasan tepi sungai mempunyai ciri fisik antara lain:
1) Kondisi Fisik Lingkungan.
Secara topografi, kawasan tersebut merupakan pertemuan antara darat dan air,
dataran rendah dan landai sehingga sering terjadi erosi dan sedimentasi yang
menimbulkan pendangkalan sungai.
Secara hidrologis, kawasan tersebut merapakan daerah pasang surut,
mempunyai air tanah tinggi. Kawasannya sebagian besar mempunyai struktur
batuan lepas, tanah lembut serta rawan terhadap bencana alam.
Secara klimatologis, kawasan ini mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin,
suhu dan kelembaban tinggi.
2) Kondisi Flora dan fauna
Kondisi flora dan fauna sangat spesifik seperti mangrove, kelapa, ikan,
bangau dll.
3) Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Kawasan ini mempunyai keunggulan lokasi sehingga menjadi pusat
pertumbuhan kegiatan ekonomi.
Penduduk kawasan mempunyai kegiatan sosial ekonomi yang khas dan
berorientasi ke air.
Terdapat peninggalan sejarah/budaya serta upacara keagamaan tertentu.
4) Kondisi Prasarana dan sarana
Drainase kawasan memerlukan pemecahan khusus karena daerah banjir atau
genangan air.
Air limbah dan persampahan buruk.
Air Limbah belum tercukupi karena kondisi air tanah yang buruk (payau/asin)
Memiliki aksessibilitas tinggi, sebab dapat dicapai dari darat maupun air
(sungai, pelabuhan menjadi titik pertumbuhan).
Permukiman dan perumahan biasanya berkembang sekitar badan sungai,
dengan fasilitas spesifik di dalamnya seperti dermaga, pasar terapung atau
tempat pelelangan ikan.
2.3 Permasalahan yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi
pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli
dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat, Sementara pada dampak sosial,
dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah
dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber
ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area.
Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan,
karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti
kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari
segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan
kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas
kehidupan yang serba mariginal ini temyata mengakibatkan semakin banyaknya
penyimpangan perilaku penduduk penghuninya.
Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis,
berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku
menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan
keahlian dan kemarnpuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan
bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan dikota tidak sesuai dan
ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kemampuan untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal
usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi
yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatmkan itu mendorong para
pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak
memenuni syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota,
perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk
di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang
sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman
ini adalah keija keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan
sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang
menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma
sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan
dan kurang diperhatikan.
Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan
yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi
pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya
perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri
maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang
mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi
sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku
menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut.
Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga
diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau
kelompoknya yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-
norma sosial dalam masyarakat. Perilaku menyimpang pada umumnya sering
dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-
norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian
besar anggota masyarakat.
Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan
tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang
tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP
dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan
kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya
penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang,
pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, begadang dan berjoget di pinggir
jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret dinding/bangunan fasilitas
umum, dan lain-lain.
Akibat lebih lanjut perilaku menyunpang tersebut bisa mengarah kepada
tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penodongan,
pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar,
mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya. Keadaan seperti itu cenderung
menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut: (a) masalah persediaan ruang
yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah
dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu
faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan
norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c)
masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan
norma pada masyarakat migran di perkotaan.
Di samping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan
pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan
peffiukiman-permukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan
tanpa penataan yang berarti.
Masalah yang terjadi akibat adanya perrnukiman kumuh ini, khususnya
dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor,
planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan
kebakaran sering melanda perrnukiman ini. Di sisi lain bahwa kehidupan
penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka
yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Susanto, 1974).
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh
adalah:
1) Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standar untuk
bangunan layak huni.
2) Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan
akan bahaya kebakaran.
3) Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai.
4) Tidak tersedianya jaringan drainase.
5) Kurangnya suplai air bersih.
6) Jaringan listrik yang semrawut.
7) Fasilitas MCK yang tidak memadai.
2.4 Pengaruh Permukiman Kumuh Terhadap Lingkungan
Lingkungan permukiman kumuh memberi dampak yang bersifat multi
dimensi diantaranya dalam dimensi penyelenggaraan pemerintahan, tatanan sosial
budaya, lingkungan fisik serta dimensi politis. Di bidang penyelenggaraan
pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman kumuh memberikan dampak citra
ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan ketidakpedulian pemerintah terhadap
pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup dan penghidupan warga kota
maupun pendatang dan pelayanan untuk mendukung kegiatan sosial budaya,
ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Dampak terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa
komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi
pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah,
seringkali dianggap sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan
ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial kemasyarakatan (Sri, 1988).
Di bidang lingkungan/hunian komunitas penghuni lingkungan permukiman
kumuh sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor
informal yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar/kuli
bangunan, sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan
tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan
dan permukiman sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang
pada gilirannya memunculkan terjadinya permukiman kumuh.
Dampak negatif permukiman kumuh daerah terpinggirkan adalah: menjadi
penyakit dari keindahan kota dan pemborosan sumber daya kota; sumber berbagai
jenis penyakit epidemi; sumber penyakit psikis atau kejiwaan, seperti tidak suka
tinggal di rumah dan kerawanan sosial. Solusi penataannya membutuhkan peran
semua pihak secara timbal balik, khususnya misi dinas terkait, LSM yang paham
kompleksitas permasalahan permukiman kumuh, baik dari segi teknis-teknologis
ataupun sosial-budaya, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat permukiman
kumuh itu sendiri. Faktor-faktor kendala pelaksanaan program: kendala dari pihak
penentu kebijaksanaan, dipecahkan dengan perbaikan mental dan pemahaman
terhadap kebutuhan dari masyarakat miskin kota. Kendala dari masyarakat sasaran
program dan alternatif yang harus dipecahkan, berupa: kepemilikan lahan, semangat
menetap, kemiskinan, kepribadian dan sikap fatalistik kelompok sosial ini
(Sulistyawati, 2007).
Keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini
akan cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat
dijadikan sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini apabila tidak
diantisipasi secara lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan kinerja
pelayanan kota. Upaya penanganan permukiman kumuh telah diatur dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, yang menyatakan
bahwa “untuk mendukung terwujudnya lingkungan permukiman yang memenuhi
persyarakatan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu
lingkungan permukiman yang tidak sesuai tata ruang, kepadatan bangunan sanggat
tinggi, kualitas bangunan sangat rendah, prasaranan lingkungan tidak memenuhi
syarat dan rawan, yang dapat membahayakan kehidupan dan penghidupan
masyarakat penghuni, dapat ditetapkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta yang
bersangkutan sebagai lingkungan permukiman kumuh yang tidak layak huni dan
perlu diremajakan”.
Penanganan peremajaan lingkungan permukiman kumuh yang diatur dalam
Inpres No. 5 Tahun 1990, tentang pedoman pelaksanaan peremajaan permukiman
kumuh di atas tanah negara dinyatakan bahwa “Pertimbangan peremajaan
permukirnan kumuh adalah dalam rangka mempercepat peningkatan mutu kehidupan
masyarakat terutarna bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang
bertempat tinggal di kawasan permukiman kumuh yang berada di atas tanah Negara”.
Hal ini disebabkan eksistensi permukiman kumuh tidak dapat dilepaskan dari
ekosistim kota, dan justro merupakan potensi ketenagakerjaan yang menunjang tata
perekonomian kota (Sri, 1988). Peremajaan permukiman kumuh dalam Inpres No. 5
Tahun 1990 tersebut adalah meliputi pembongkaran sebagian atau seluruh
permukiman kumuh yang sebagian besar atau selurahnya berada di atas tanah negara
dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas rumah susun
serta bangunan-bangunan lain sesuai dengan rencana tata ruang kota yang
bersangkutan (Koestoer, 1997). Untuk mempereepat pelaksanaan peremajaan
permukiman kumuh tersebut, perlu didorong keikutsertaan Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan dan Perusahaan Swasta serta
masyarakat luas yang pelaksanaannya perlu dilakukan secara terkoordinasi dengan
instansi-instansi terkait.
Selanjutnya kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai Surat Edaran
Menpera No. 04/SE/M/I/93 Tahun 1993, dinyatakan bahwa perumahan dan
permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang
keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif yang
penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikan/pemugaran, peremajaan maupun
relokasi sesuai dengan tingkat/ kondisi permasalahan yang ada.
2. 5. Pengelolaan Permukiman Kumuh
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di
kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan
dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok
miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan
pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi,
penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada
umumnya.
Adapun cara untuk mengatasi permukiman kumuh adalah :
1. Program perbaikan kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi
kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan
membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta
menggantinya dengan rurnah susun yang memenuhi syarat.
2.5.1. Penataan Wilayah Permukiman Kumuh
Kegiatan penataan lingkungan kumuh ini menerapkan konsep dasar Tridaya
yang meliputi aspek penyiapan masyarakat melalui pemberdayaan sosial
kemasyarakatan, pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman serta
pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi lokal/masyarakat.
Dalam penerapannya, kegiatan ini menggunakan pemberdayaan masyarakat
sebagai inti gerakannya, dengan menempatkan komunitas permukiman sebagai
pelaku utama pada setiap tahapan, langkah, dan proses kegiatan, yang berarti
komunitas pemukim adalah pemilik kegiatan. Pelaku pembangunan di luar komunitas
pemukim merupakan mitra kerja sekaligus sebagai pelaku pendukung yang
berpartisipasi pada kegiatan komunitas pemukim.
Dengan demikian, strategi program ini menitikberatkan pada transformasi
kapasitas manajemen dan teknis kepada komunitas melalui pembelajaran langsung
(learning by doing) melalui proses fasilitasi berfungsinya manajemen komunitas.
Penerapan strategi ini memungkinkan komunitas pemukim untuk mampu membuat
rencana yang rasional, membuat keputusan, melaksanakan rencana dan keputusan
yang diambil, mengelola dan mempertanggungjawabkan hasil-hasil kegiatannya,
serta mampu mengembangkan produk yang telah dihasilkan.
Melalui penerapan strategi ini diharapkan terjadi peningkatan secara bertahap
kapasitas sumberdaya manusia dan pranata sosial komunitas pemukim, kualitas
lingkungan permukiman, dan kapasitas ekonomi/usaha komunitas. Seluruh rangkaian
kegiatan dalam pernberdayaan masyarakat dalam program penataan lingkungan
kumuh ini memiliki pola dasar yang secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga
kelompok besar kegiatan fasilitasi, yaitu pengorganisasian dan peningkatan kapasitas
masyarakat, pelaksanaan pembangunan serta pengembangan kelembagaan komunitas
Dalam rangka menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan,
masyarakat yang terorganisasi memiliki peluang yang lebih besar dibandmgkan
secara individual. Selain itu kemampuan masyarakat dalam mengidentifikasi
kebutuhan dan potensinya, serta membuat rencana yang rasional juga menjadi
persyaratan keberhasilan kegiatan.
Oleh karenanya, fasilitasi kepada komunitas dalam pengorganisasian dan
peningkatan kapasitas masyarakat ini merupakan bagian dari konsep dasar khususnya
dalam aspek penyiapan masyarakat dan aspek pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi
dalam satu kesatuan. Dalam mengaktualkan rencananya, komunitas perlu melakukan
pengorganisasian peluang dan sumberdaya kunci yang ada. Dalam kaitannya dengan
fasilitasi ini, pemerintah memberikan stimulan dana kepada komunitas untuk
merealisasikan rencananya terutama dalam penataan lingkungan permukiman kumuh,
tanpa menutup kemungkinan adanya bantuan tidak mengikat dari pihak lain.
Selanjutnya fasilitasi terhadap komunitas dilakukan untuk pengelolaan hasil
pembangunan yang telah dilaksanakannya. Rangkaian fasilitasi ini merupakan bagian
dari konsep dasar Tridaya, khususnya dalam aspek pendayagunaan prasarana dan
sarana lingkungan dan aspek penyiapan masyarakat dalam satu kesatuan.
Pengembangan lembaga komunitas merapakan fasilitasi tahap akhir. Dalam
rangkaian kegiatannya, fasilitasi ini mengarah kepada pembuatan aturan main
lembaga komunitas, formalisasi lembaga komunitas dalam rangka peningkatan
kapasitas manajemen dan teknis kepada komunitas maupun lembaga. komunitas,
pembentukan jaringan kerja dengan komunitas lain, pemanfaatan akses sumber daya
kunci pembangunan dalam rangka kemitraan, dan pembukaan akses terhadap
pengabil kebijakan. Rangkaian fasilitas ini merupakan bentuk utuh dari penerapan
konsep dasar Tridaya.
Secara ringkas penataan wilayah untuk pengananan masalah permukiman
kumuh tersebut adalah:
1) Menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam penataan lingkungan
permukiman kumuh.
2) Mendorong usaha produktif masyarakat melami perkuatan jarmgan kerja dengan
mitra swasta dan dunia usaha.
3) Mencari pemecahan terbaik dalam penentuan kelayakan penataan lingkungan
permukiman kumuh.
4) Melaksanakan penegakkan dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang
tinggal di lingkungan permukiman kumuh.
5) Melakukan pemberdayaan kepada para pelaku untuk mencegah terjadinya
permasalahan sosial.
6) Menerapkan budaya bersih dan tertib di lingkungan perumahan dan permukiman.
Akhirnya, apabila upaya penataan pennukiman kumuh dapat dilaksanakan
maka hasil yang dapat diharapkan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat,
memperluas lapangan pekerjaan baru, meningkakan kualitas rumah tinggal bahkan
dapat memudahkan perolehan jasa-jasa dari penduduk yang tersedia, meningkatkan
kesehatan lingkungan, hal ini dapat berakibat meningkatnya hasrat penduduk untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dan bahkan dapat meningkatkan nilai tanah yang
ada.
2.5.2 Kualitas Lingkungan Permukiman yang Ideal
Sumunar (2000) berhasil mengklasifikasi lingkungan permukiman di Kota
Yogyakarta dalam tiga kelas, yakni pertama kelas permukiman dengan kualitas baik,
kedua kelas permukiman dengan kualitas sedang, dan ketiga kelas permukiman
dengan kualitas buruk. Lebih lanjut ia menyatakan kondisi sosial ekonomi penghuni
berpengaruh terhadap kualitas lingkungan permukiman. Variabel-variabel kondisi
sosial ekonomi seperti tahun sukses pendidikan, penghasilan dan besarnya rumah
tangga, menunjukkan adanya korelasi dengan kondisi kualitas lingkungan
permukiman. Lingkungan permukiman dengan kualitas buruk terutama terdapat di
daerah pusat Kota Yogyakarta, sepanjang sungai dan di sekitar jalur kereta api.
Biasanya permukiman ini dihuni oleh para penglaju atau commuter yang setiap waktu
tertentu pulang kampung.
Hasil penelitian Sumunar (2000) sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Marwasta (2001). Marwasta (2001) menyatakan penambahan agihan
permukiman kumuh di Kota Yogyakarta umumnya terjadi pada lahan permukiman di
sekitar badan sungai, yakni Sungai Winongo, Sungai Code dan Sungai Gajahwong,
meskipun terdapat juga agihan yang berasosiasi dengan jalur rel kereta api dalam
luasan yang relatif kecil. Penelitian Marwasta (2001) juga menunjukan proses
perkembangan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta cenderung berlangsung
lambat dan terus menerus. Proses perkembangan permukiman kumuh ini lebih
didominasi oleh proses pemadatan bangunan rumah dan proses penuaan bangunan
rumah mukim, yang keduanya merupakan penyebab terjadinya deteorisasi Iigkungan
permukiman.
Penelitian lain tentang kualitas lingkungan permukiman dilakukan oleh Yusuf
(2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa satuan lingkungan permukiman
kepadatan rapat tidak teratur cenderung memiliki kualitas lingkungan permukiman
jelek, sedangkan satuan lingkungan permukiman kepadatan jarang teratur memiliki
kualitas lingkungan permukiman baik. Keadaan ini membuktikan bahwa faktor
kepadatan dan keteraturan bangunan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan
permukiman.
Permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya bila memiliki
kelengkapan dasar fisik Iingkungan berupa prasarana lingkungan (Pasal 1 Butir 5
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Dalam bagian penjelasan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, sarana dasar yang utama
bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman ialah: 1) jaringan jalan untuk
mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk
menciptakan ruang dan bangunan yang teratur; 2) jaringan saluran pembuangan air
limbah dan tempat pembuangan sampan untuk kesehatan lingkungan; dan Ketiga
jaringan saluran air hujan untuk pengalusan (drainase) dan pencegahan banjir
setempat. Dalam keadaan tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jaringan
air bersih merupakan sarana dasar.
Selain prasarana lingkungan, permukiman juga memerlukan sarana
lingkungan. Sarana lingkungan diperlukan sebagai fasilitas penunjang yang berfungsi
untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya
(Pasal 1 Butir 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Fasilitas penunjang dapat
meliputi aspek ekonomi yang antara lain berapa bangunan perniagaan atau
perbelajaran yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang
meliputi aspek sosial budaya, antara lain berapa bangunan pelayanan urnum dan
pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga,
pemakaman, dan pertamanan.
Permukiman juga memerlukan utilitas umum sebagai sarana penunjang untuk
pelayanan lingkungan (Pasal 1 Butir 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992).
Utilitas umum meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan
telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum
membutuhkan pengelolaan secara berkelanjutan dan profesional oleh badan usaha
agar dapat memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Dusun Sono, Desa Lalang, Kecamatan Medang
Deras, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Batubara terletak
(± 0-50 meter) diatas permukaan laut. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
sengaja (purposive) disebabkan perlunya penataan permukiman kumuh di Dusun
Sono, Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.
Waktu penelitian bulan Januari 2011 sampai Maret 2011.
3.2 Rancangan Penelitian
3.2.1. Jenis Penelitian
Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan
permukiman kumuh dan kondisi sosial ekonomi & budaya masyarakat di Dusun Sono
Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data kondisi lingkungan permukiman kumuh dilakukan dengan
metode pengumpulan data primer.
Pengumpulan data kondisi sosial ekonomi & budaya masyarakat permukiman
kumuh menggunakan metode pengumpulan data primer dan pengumpulan data aktif
dengan wawancara langsung kepada responden.
3.2.3. Teknik Penentuan Sampel
Sampel penelitian untuk mengetahui kondisi lingkungan permukiman kumuh
yakni masyarakat yang tinggal di Dusun Sono Desa Lalang, Kabupaten Medang
Deras, Kabupaten Batubara.
Sampel penelitian untuk keadaan sosial ekonomi & budaya masyarakat
permukiman kumuh diambil dengan cara memilih 50 orang informan dari 70 orang
kepala keluarga di Dusun Sono Desa Lalang. Jumlah sampel sebanyak 71% dari
jumlah masyarakat yang menghuni permukiman kumuh dan dipilih secara acak
(random sampling).
3.2.4. Analisis Data
Analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan dan pengaruh
kondisi sosial ekonomi masyarakat permukiman kumuh yakni Uji Validitas
Kuisioner. Tahapan kegiatan Uji Kuisioner meliputi:
1) Pengukuran respon subyek ke dalam 4 poin skala dengan interval yang sama.
Tipe data yang digunakan adalah tipe Interval Skala Likert (Likert
Scale).Selanjutnya data responden yang telah diklasifikasikan dalam skala likert,
dihitunga frekuensi untuk tiap variable.
2) Interpretasi hasil. Pengukuran interpretasi hasil penelitian menggunakan uji
validitas isi (content validity) dilakukan berdasarkan nilai interval Skala Likert
untuk menunjukkan tingkat besaran item-item dari instrument yang mewakili
konsep yang diukur. Jika instrumen yang digunakan mencakup topik yang
didefinisikan sebagai dimensi dan elemen yang relevan menggambarkan
konsepnya, maka dapat dikatakan bahwa instrument tersebut memiliki validitas
isi yang baik.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian Kabupaten Batubara
4.1.1 Letak Geografis dan Batas
Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera
Utara yang baru terbentuk pada Tahun 2007 dengan letak astronomis 2003’00’’-
3026’00’’ LU dan 99.001-100.000 BT, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Asahan. Kabupaten Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang
mempunyai batas-batas administratif Kabupaten Batu Bara antara lain:
a. Utara : Kabupaten Serdang Bedagai
b. Selatan : Kabupaten Asahan
c. Barat : Kabupaten Simalungun
d. Timur : Selat Malaka
(Batubara Dalam Angka, 2009).
4.1.2. Keadaan Fisik
Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera
Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007, yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Asahan. Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang
berbatasan dengan Selat Malaka. Kabupaten Batu Bara memiliki luas wilayah 90.496
Ha yang terdiri dari 7 Kecamatan serta 93 desa dan 7 kelurahan yang terdiri dari 1
desa swadaya mula, 25 desa swakarya mula, 6 swakarya madya, 62 desa swasembada
mula dan 6 desa swasembada madya yang seluruhnya telah definitif. Dari 100 kepala
desa atau lurah, 9 diantaranya dikepalai oleh perempuan atau sekitar 9 %.
Kabupaten Batubara dibagi menjadi 7 Kecamatan sebagai berikut:
1. Kecamatan Sei Balai
2. Kecamatan Tanjung Tiram
3. Kecamatan Talawi
4. Kecamatan Lima Puluh
5. Kecamatan Air Putih
6. Kecamatan Sei Suka
7. Kecamatan Medang Deras
Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan, Kecamatan Lima Puluh
Kabupaten Batu Bara merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah mencapai
239.55 km² atau 26.47 % dari luas total Kabupaten Batu Bara. Sedangkan Kecamatan
Medang Deras merupakan wilayah terkecil dengan luas 65.47 km² atau 7.23% dari
luas total Kabupaten Batu Bara (Batubara Dalam Angka, 2009).
4.1.3. Topografi Kabupaten Batubara
Kabupaten Batu Bara terletak 0-50 meter dpl dengan prosentase kemiringan
yakni:
a. 0 – 7 m = 28,56 %
b. 7 – 25 m = 22,69 %
c. 25 – 100 m = 23,60 %
d. 100 – 500 m = 15,89 %
e. 500 – 1 000 m = 4,27 %
4.2 Deskripsi Daerah Penelitian Kecamatan Medang Deras
4.2.1 Keadaan Fisik
Kecamatan Medang Deras merupakan bagian Kabupaten Batubara. Deskripsi
daerah penelitian Kecamatan Medang Deras adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Selat Malaka
b. Sebelah Timur : Selat Malaka
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Sei Suka
d. Sebelah Barat : Kabupaten Serdang Bedagai
(Batubara Dalam Angka, 2009).
4.2.2 Iklim
Seperti umumnya daerah-daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera
Utara, Kabupaten Batu Bara termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua
musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Pos Pengukuran
Perkebunan Sei Bejangkar, pada Tahun 2008 terdapat 95 hari hujan dengan volume
curah hujan sebanyak 1.736 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Nopember
yaitu 233 mm dengan hari hujan sebanyak 12 hari. Sedangkan curah hujan paling
kecil terjadi pada bulan Pebruari sebesar 18 mm dengan hari hujan 2 hari. Rata-rata
curah hujan tahun 2008 mencapai 144,67 mm/bulan.
4.2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk Batu Bara keadaan Bulan Juni Tahun 2008 diperkirakan
sebesar 380.570 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 421 jiwa per km2
.
Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar 77.11 %
dan sisanya 22.89 % tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak
85.364 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4.5 jiwa,
laju pertumbuhan penduduk dari Tahun 2008 sebesar 1.80 %. Keadaan
perkembangan dan kepadatan penduduk Tahun 1997-2008 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1. Perkembangan dan Kepadatan Penduduk 1997-2008
Tahun Penduduk Pertumbuhan Kepadatan
Populasi
{1} {2} {3} {4}
1998 926.884 0.42 200
1999 931.807 0.53 201
2000 935.855 0.87 202
2001 943.886 0.57 204
2002 961.444 1.08 207
2003 990.230 2.01 214
2004 1.009.856 1.92 218
2005 1.024.369 1.82 222
2006 1.038.554 1.75 225
2007 373.836 1.66 413
2008 380.570 1.80 41
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, Batubara Dalam Angka, 2009
Bila dilihat per Kecamatan maka, Kecamatan Lima Puluh merupakan
Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk
sebesar 22.85% sedangkan Kecamatan Sei Balai adalah yang tekecil yaitu 7.63%.
Untuk Kecamatan terpadat urutan pertama adalah Kecamatan Medang Deras dengan
kepadatan mencapai 705 jiwa per km2 disusul dan yang terjarang adalah Kecamatan
Sei Suka mencapai 311 jiwa per km2.
Penduduk Kabupaten Batubara yang menganut agama Islam pada Tahun 2008
sebesar 85.37%, Katolik sebesar 2.27%, Protestan sebesar 11.59%, Budha sebesar
0.74% dan Hindu sebesar 0.04%. Untuk suku bangsa yang terbanyak adalah Jawa
sebesar 39.34%, kedua suku Melayu sebesar 37.99% dan urutan ketiga adalah suku
Batak sebesar 18.44% sedangkan sisanya adalah suku Minang, Banjar, Aceh dan
lainnya.
Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Tahun 2008 sebanyak 524 orang
yang terdiri dari 128 pencari kerja laki-laki dan sisanya 396 adalah pekerja
perempuan dan semuanya sudah ditempatkan (Batubara Dalam Angka, 2009).
4.2.4. Pendidikan
Penyediaan sarana fisik pendidikan dan jumlah tenaga guru yang memadai
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi sekolah dan kualitas
pendidikan masyarakat. Pada Tahun 2008 di Kabupaten Batubara terdapat 16 buah
Taman Kanak-kanak dengan jumlah murid 1.410 orang dan guru sebanyak 97 orang.
Sementara itu untuk tingkat Sekolah Dasar terdapat 239 sekolah dengan
jumlah murid dan guru masing-masing 52.381 orang dan 2.383 orang. Untuk tingkat
Lanjutan Pertama (SLTP) terdapat 50 sekolah, 14.930 orang murid dan 1.019 orang
guru. Untuk SLTA umum terdapat 19 sekolah dengan jumlah murid 6.681 orang dan
guru 436 orang, untuk SLTA kejuruan terdapat 10 sekolah, 234 orang guru dan 3.719
orang murid. Jumlah sekolah menurut jenis dan status sekolah (Batubara Dalam
Angka, 2009).
Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tentang kondisi sekolah yang ada di
Desa Long Uro, tidak ada perubahan sejak dulu hanya satu sekolah dasar. Sedangkan
kondisi bangunannya berkurang. Adapun proyek rehabilitasi yang masuk, hanya
menambal bukan diganti bahannya. Untuk alat dan buku, menurut Kepala Sekolah,
ada peningkatan dengan adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Jumlah staf
pengajar ada penambahan dan honor guru juga ada peningkatan.
Selain itu tingkat pendidikan guru menurut Kepala Sekolah, belum ada
peningkatan, tapi dari diskusi informal dengan guru lain terjawab bahwa mereka ada
yang mengikuti kuliah di Universitas Terbuka dengan bantuan biaya dari pemerintah
daerah. Keaktifan guru dikatakan oleh Kepala Sekolah, menurun. Namun persentase
kelulusan meningkat. Jumlah orang yang bisa baca tulis juga ada peningkatan.
Menurut Kepala Sekolah, masih ada juga anak sekolah yang meninggalkan
sekolah dengan alasan ikut orang tua ke ladang namun jumlahnya berkurang.
Mengenai anak yang putus sekolah dalam tahun terakhir ada dua orang tapi alasannya
masih umum karena masalah ekonomi.
4.2.5. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia.
Dengan tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai sangat membantu
dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Di Kabupaten Batubara hanya terdapat satu buah Rumah Sakit
milik swasta yaitu milik PT. Inalum di Kecamatan Sei Suka. Sedangkan Puskesmas
yang ada berjumlah 9 buah juga terdapat Puskesmas Pembantu dan Posyandu masing-
masing berjumlah 64 dan 496 buah semuanya tersebar di tiap Kecamatan. Sedangkan
jumlah klinik mencapai 145 unit.
Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Long Uro adalah Puskesmas Pembantu
dan baru dibangun tahun 2000. Sumber dana untuk operasional selama ini diberikan
oleh Pemerintah Kabupaten. Keterjangkauan terhadap perawatan kesehatan telah
berubah selama 5 tahun terakhir. Jumlah fasilitas kesehatan menurut hasil wawancara
bertambah karena dulu kalau mau berobat harus ke Long Ampung atau Long
Nawang. Namun jumlah staf masih kurang, juga mengenai alat dan ketersediaan obat
masih diharapkan ada penambahan oleh pemerintah. Kalau gaji/honor staf kesehatan
dikatakan sama saja belum ada perubahan.
Tenaga Medis yang tersedia di Kabupaten Batubara baik negeri maupun
swasta ada 24 orang dokter umum, 8 orang dokter gigi dan tidak ada dokter spesialis.
Sementara itu tenaga medis pemerintah lainnya seperti bidan ada 133 orang, perawat
dan pembantu perawat ada 94 orang, juga terdapat 21 orang bidan swasta dan 101
perawat swasta (Data Tahun 2006). Keadaan penyebaran penyakit di Kabupaten
Batubara Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Sepuluh Penyakit Terbesar di Kabupaten Batubara Tahun 2008
Jenis Penyakit Jumlah Kasus
(1) (2)
1. Infeksi akut lain pada saluran pernafasan bagian atas 14.167
2. Rematik 5.996
3. Penyakit tekanan darah tinggi 5.328
4. Penyakit kulit infeksi 4.52
5. Diare 3.959
6. Gastritis 3.312
7. Penyakit gigi dan mulut 3.215
8. Demam tinggi 2.448
9. Penyakit kulit alergi 2.041
10. Asma 1.998
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Batubara, Batubara Dalam Angka, 2009
4.2.6. Perikanan
Produksi ikan laut di Batubara pada Tahun 2008 sebesar 17.800 ton
sedangkan produksi ikan darat sebesar 401 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh
Kecamatan Tanjung Tiram yaitu sebesar 10.866 ton disusul Kecamatan Medang
Deras dengan produksi sebesar 7.111 ton. Jumlah nelayan di Kabupaten Batubara
Tahun 2008 adalah 15.538 orang yang terdiri dari 10.989 orang nelayan penuh, 3.128
orang nelayan sambilan utama dan 1.421 orang nelayan sambilan tambahan.
Jumlah rumah tangga budidaya perikanan darat ada sebanyak 709 rumah
tangga, terdiri dari 553 rumah tangga petambak dan 156 rumah tangga budidaya
kolam. Jumlah alat penangkap ikan menurut jenis yang terdapat di Kecamatan
Medang Deras yaitu menggunakan alat jenis sero sebesar 10, jenis pancing rawai
hanyut 8, jenis pancing rawai tetap 7, jenis insang hanyut 140, jenis bubu 20 dan alat
pengumpul kerang sebanyak 40 (Batubara Dalam Angka, 2009).
4.2.7. Listrik
Kebutuhan listrik penduduk Kabupaten Batubara sebagian besar dipasok oleh
PLN Ranting Tanjung Tiram. Pada tahun 2008 pada PLN Ranting Tanjung Tiram
terdapat 45.288 pelanggan. Sedangkan untuk penjualan listriknya sebesar 24,01
miliar rupiah. Karena sulit untuk memisahkan data, pada cabang Tanjung Tiram
mencakup sebagian data daerah Kabupaten Simalungun.
4.2.8. Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan
yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut
merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor ekonomi yang
menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Untuk melihat fluktuasi
pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun, disajikan melalui
PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala. Pertumbuhan
yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila
negatif menunjukkan terjadinya penurunan.
Masyarakat Kabupten Batu Bara sebahagian besar memiliki mata pencaharian
antara lain nelayan, petani, PNS (Pegawai Negeri Sipil), Pekerja Pabrik. Produk yang
dihasilkan juga merupakan komoditi ekspor melalui pelabuhan yang ada di
Kabupaten Batu Bara, selain itu juga Kabupaten Batu Bara memiliki pelabuhan yang
dikelola oleh pihak swasta yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung (PT. Inalum), Pelabuhan
PT. Multimas Nabati, Pelabuhan PT. Domba Mas dan Pelabuhan penumpang di
Tanjung Tiram (Rute Prt Klang – Tanjung Tiram).
Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan
sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk
dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor menggambarkan
ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari masing - masing
sektor. Struktur perekonomian Kabupaten Batu Bara didominasi oleh sektor industri
pengolahan. Hal ini berkaitan dengan adanya perusahaan pengolahan biji aluminium,
serta pengolahan hasil-hasil perkebunan seperti pengolahan minyak kelapa sawit dan
karet (Crumb Rubber).
Konstribusi persektor terhadap total nilai PDRB Kabupaten Batu Bara
berturut-turut sebagai berikut: industri pengolahan; pertanian; perdagangan, hotel dan
restoran; jasa-jasa; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan
40
dan jasa perusahaan; listrik, gas dan air minum serta penggalian (Batubara dalam
Angka, 2009).
4.2.9. Pemerintahan
Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah mengupayakan pemberdayaan potensi
daerah dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia untuk meningkatkan produksi
dan produktifitasnya, dengan melaksanakan pembangunan dan merehabilitasi sarana
dan prasarana pada segala sektor pembangunan seperti jalan dan jembatan, sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana pemukiman, sarana pelayanan masyarakat dan
sarana pada sektor lainnya guna mewujudkan visi dan misi Pemerintah Kabupaten
Batu Bara yaitu: “Sejahtera Berjaya”.
Kabupaten Batu Bara yang terletak di Sebelah Timur Pulau Sumatera,
mempunyai jarak tempuh + 100 Km dari Kota Medan Ibu Kota Provinsi Sumatera
Utara, memiliki satu kawasan strategis untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) yang terletak di Dua Kecamatan yaitu Sei Suka dengan luas wilayah 17.147
Ha dan Kecamatan Medang Deras dengan luas wilayah 6.547 Ha sehingga jumlah
luas wilayah kedua kecamatan yang terletak di kawasan strategis tersebut adalah
23.694 Ha, dan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai Kawasa Ekonomi Khusus
(KEK) adalah seluas ± 1000 Ha, disebabkan di daerah tersebut telah berdiri
perusahaan–perusahaan industri berskala besar seperti PT. Inalum, PT. Multi Mas
Nabati, PT. Domba Mas dan masing-masing perusahaan tersebut telah memiliki
pelabuhan khusus yang dapat digunakan untuk eksport/import hasil-hasil produknya.
41
Disamping perusahaan-perusahaan yang sudah eksis beroperasional ada juga
perusahaan-perusahaan yang sedang melakukan pembangunan di Kawasan strategis
tersebut, antara lain: PT. Citra Raya Perkasa Abadi bergerak di bidang Pengolahan
Aspal, PT. Gunung Pantasa Barisan bergerak di bidang Pengolahan Semen dan PT.
Ranyza energi bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap, sementara yang
sudah mengajukan permohonan untuk mendirikan perusahaan di kawasan strategis
tersebut sudah ada beberapa perusahaan, antara lain: Japan Cilicon Ltd, Kawashima
Group, Sungai Lang Marine and Supply Sdn. Bhn. Bhd dan Sungai Pulai
Construction and Trading (Batubara dalam Angka, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, bantuan pemerintah Kabupaten
Batubara masih tergolong minim dalam hal fasilitas kesehatan. Sedangkan pihak
swasta/perusahan penanam modal asing (PMA) telah memberikan bantuan dalam
bentuk pengobatan gratis sekali dalam 1 tahun dan pelaksanaannya hanya 1 hari di
Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara. Pemberian bantuan fasilitas
kesehatan oleh pihak swasta merupakan penyaluran dari tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap lingkungan di sekitar perusahaan yang dikenal dengan istilah
Corporate Social Responsibility (CSR) yang harus diberikan oleh setiap perusahaan
setiap tahun kepada masyarakat sekitar.
4.3 Deskripsi Daerah Penelitian Dusun Sono Desa, Kecamatan Medang, Deras
Kabupaten Batubara
Dusun Sono Desa Lalang termasuk di dalam wilayah Kecamatan Medang
Deras. Jarak dari Dusun Sono ke Kecamatan Medang Deras sekitar 20 menit dengan
alat transportasi angkutan umum. Desa ini terletak di pinggiran Sungai Padang. Pada
umumnya mata pencaharian masyarakat Dusun Sono adalah nelayan sebesar 80%,
bertani padi sebesar 15% dan pegawai sebesar 5%. Luas Desa Lalang sebesar 697 Ha.
Dari 50 orang Kepala Keluarga yang diwawancarai, hampir seluruhnya tergolong usia
produktif.
4.3.1. Fasilitas Kesehatan Permukiman Kumuh
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, penyakit Malaria, diare dan
TBC merupakan penyakit umum yang diderita oleh masyarakat permukiman kumuh
di lokasi penelitian, dan perkembangan penyakit ini berfluktuasi dari hari-ke hari. Hal
ini disebabkan karena kurangnya kebersihan di sekitar areal permukiman, sehingga
penyakit dapat menyebar secara luas di tempat yang kotor. Penyakit malaria dan diare
umumnya menyerang anak-anak, sedangkan penyakit TBC umumnya menyerang
orang dewasa/lanjut usia.
Perkembangan penyakit tersebut dapat disebabkan karena keterbatasan
sulitnya mendapatkan air bersih oleh warga, minimnya fasilitas MCK warga
permukiman kumuh di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian kondisi
fasilitas posyandu yang ada di Dusun Sono, Desa Lalang masih sangat minim terbukti
karena hanya ada tempat posyandu namun, staf, obat-obatan dan fasilitas lainnya
tidak tersedia, posyandu ini aktif hanya pada saat ada bantuan dari pihak pemerintah
dan swasta dalam hal pengobatan gratis untuk warga permukiman kumuh.
4.3.2. Listrik Penduduk Permukiman Kumuh
Penduduk memperoleh listrik kampung sebanyak 37 orang, listrik kelompok
sebanyak 5 orang, listrik milik pribadi sebanyak 6 orang dan listrik yang berasal dari
PLN sebesar 2 orang. Berdasarkan hasil penelitian listrik PLN semakin sulit
dijangkau oleh masyarakat, hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendapatan masyarakat permukiman kumuh di dusun sono, desa lalang, Kecamatan
Medang Deras, Kabupaten Batubara.
4.3.3. Perekonomian Masyarakat Permukiman Kumuh
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, sekitar 40% warga masyarakat
tidak mengalami perubahan perekonomian, sekitar 26% masyarakat menyatakan
bahwa perekonomiannya semakin membaik dan 34% masyarakat mengalami
penurunan perekonomian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dari hasil survei
diperoleh bahwa pendapatan penduduk rata-rata berkisar antara Rp. 500.000 –
Rp. 1.000.000,- per bulan.
Namun berdasarkan hasil penelitian kondisi kesehatan masyarakat di Dusun
Sono, Desa Lalang, banyak masyarakat yang masih terserang penyakit malaria, TBC,
dan diare. Berdasarkan hal tersebut diperoleh bahwa penyaluran CSR oleh pihak
swasta dinilai kurang efektif untuk daerah permukiman kumuh di lokasi penelitian.
4.3.4. Bantuan Pemerintah Terhadap Pembangunan di Dusun Sono, Desa Lalang
Berdasarkan hasil kuisioner kepada masyarakat, dalam kurun waktu selama 5
tahun terakhir, pemerintah Kabupaten Medang Deras dinilai tidak ada memberikan
bantuan ke masyarakat dalam bentuk apapun. Sedangkan bantuan fasilitas
pengobatan gratis selama 2 kali dalam satu tahun diberikan oleh perusahaan swasta
seperti PT. Inalum, PT. Domba Mas dan PT. Multi Nabati Asahan.
4.3.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Permukiman Kumuh
Berdasarkan hasil penelitian kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada
dikawasan pemukiman kumuh antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah,
norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang
antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi tersebut sering juga
mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber
penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan
kota keseluruhannya.
Oleh karena itu kawasan pemukiman kumuh dianggap sebagai penyakit kota
yang harus diatasi. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mendorong
pertumbuhan permukiman, sedang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas pemukiman yang terwujud.
Permukiman kumuh adalah produk pertumbuhan penduduk kemiskinan dan
kurangnya pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan
pelayanan kota yang memadai.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, terdapat beberapa konflik sosial
antar keluarga yang terjadi di masyarakat permukiman kumuh, dan konflik tersebut
disebabkan karena pengaruh faktor ekonomi sehingga warga permukiman kumuh
sulit untuk mendapat kesejahteraan dalam hal ekonomi keluarga. Banyak anak yang
mengalami putus sekolah karena keterbatasan ekonomi dan anak tersebut harus
bekerja untuk membantu perekonomian keluarga mereka masing-masing.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, kerjasama masyarakat dalam
hal gotong-royong di lading dan acara adat mengalami penurunan selama 5 tahun
terakhir. Hal ini merupakan dampak kompleks yang terjadi karena situasi kemiskinan
yang dialami masyarakat permukiman kumuh.
4.3.6. Penataan Permukiman Kumuh
Solusi penataan permukiman kumuh membutuhkan peran semua pihak secara
timbal balik, khususnya misi dinas terkait, LSM yang paham kompleksitas
permasalahan permukiman kumuh, baik dari segi teknis-teknologis ataupun sosial-
budaya, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat permukiman kumuh itu
sendiri. Faktor-faktor kendala pelaksanaan program: kendala dari pihak penentu
kebijaksanaan, dipecahkan dengan perbaikan mental dan pemahaman terhadap
kebutuhan dari masyarakat miskin kota. Kendala dari masyarakat sasaran program
dan alternatif yang harus dipecahkan, berupa perbaikan ekonomi, pelayanan
kesehatan bagi masyarakat permukiman kumuh di Dusun Sono, Desa Lalang,
kemiskinan, kepribadian dan sikap fatalistik kelompok sosial ini, hal ini sesuai
dengan literatur yang dikemukakan oleh Sulistyawati (2007).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari berbagai masalah yang terjadi pada permukiman kumuh di Dusun Sono,
Desa Lalang, Kabupaten Batubara, sejak lima tahun terakhir yaitu bahwa hanya dua
faktor yang bisa dientaskan yaitu masalah ekonomi dan kesehatan. Penanganan
pemukiman kumuh tersebut merupakan program pemerintah yang membutuhkan
kerjasama antara pemerintah tingkat pusat, Kabupaten dan pihak swasta di Kabupaten
Batubara. Pemerintah Kabupaten hanya sebagai pelaksana, atau paling jauh
menanggapi prakarsa pemerintah pusat dan pihak swasta/LSM. Namun bila kedua
masalah tersebut tidak dientaskan, maka akan dapat terjadi penurunan kualitas hidup
masyarakat permukiman kumuh, meningkatnya wabah penyakit menular di daerah
tersebut, dan dampak yang lebih jauh, maka kualitas sumber daya manusia di
permukiman kumuh akan mengalami penurunan pada tingkat pendidikan.
Harusnya permukiman kumuh di Desa Lalang, harus dilakukan penataan
bentuk bangunan penduduk agar terlihat lebih rapi. Perumahan penduduk harus
dilengkapi dengan listrik yang memadai di setiap rumah sehingga penduduk
permukiman kumuh dapat penerangan/lampu. Penyaluran CSR harusnya dilakukan
melalui berbagai bentuk tindakan yaitu; menyalurkan air bersih melalui pembuatan
sumur bor di lokasi permukiman kumuh sehingga kesehatan penduduk dapat lebih
sejahtera dan terhindar dari berbagai penyakit malaria, diare, TBC dan beberapa
penyakit kronis lainnya, pemberian beasiswa bagi anak yang putus sekolah agar dapat
memperoleh pendidikan sehingga sumber daya masyarakat permukiman kumuh dapat
meningkat dengan demikian juga akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat
permukiman kumuh tersebut di masa depan. Penyaluran CSR ini tidak dapat
terlaksana bila tidak didukung oleh pemerintah Kabupaten Batubara selaku
pengambil keputusan dalam pembangunan bersama dengan seluruh perusahaan yang
ada di seputaran desa lalang Dusun Sono untuk membangun rumah penduduk dan
menata permukiman dengan tertib dan teratur serta PERBUP (Peraturan Bupati)
dalam membangun perumahan di Dusun Sono harus dilaksanakan tegas oleh Pemkab
Batubara.
Oleh sebab itu maka, untuk mencapai tujuan dalam mensejahterakan
masyarakat permukiman kumuh maka permukiman kumuh tersebut harus ditata
sebaik-baiknya berdasarkan beberapa faktor dari hasil penelitian ini. Penulis
mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Batubara dapat menindaklanjuti hasil
penelitian ini sehingga terwujud pembangunan dan penataan permukiman kumuh
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
5.2 Saran
Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-
hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu permukiman
kumuh dengan berbagai macam karakteristik persoalan. Berbagai usaha telah
dilakukan pemerintah dalam menangani hal ini namun masih banyak kita jumpai
kawasan kawasan kumuh seperti ini di Dusun Sono, Desa Lalang, saat ini.
1. Aspek Lokasi.
Melihat kondisi permukiman kumuh yang ada suatu tempat akan berbeda pula
karakteristik permasalahannya dengan di tempat lainnya. Ini dapat disebabkan
oleh banyak hal yang cukup kompleks. Dari hasil kajian yang telah ada
sebelumnya, beberapa karekter fisik yang muncul pada kawasan permukiman
kumuh ini antara lain adalah adanya kerawanan terhadap kemiskinan.
2. Aspek Bangunan.
Penataan pembangunan permukiman di Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten
Batubara yakni:
a. Menyiapkan hidran air dan MCK yang memadai sehingga dapat
dimanfaatkan untuk keamanan lingkungan. Dengan padatnya bangunan,
resiko kebakaran sangat tinggi maka akan sulit pemadaman kebakaran
untuk menjangkau kawasan kumuh ini, sehingga perlu sumber air yang
siap dimanfaatkan setiap saat.
b. Pemberlakuan peraturan secara lebih ketat pada daerah yang sudah
dilakukan perencanaan tata ruangnya. Adanya upaya penegakan hukum
dan instrumen pengendalian pembangunan.
3. Aspek Ekonomi.
Memberikan pelatihan kepada masyarakat yang memang ingin meningkatkan
pekerjaan sambilan. Dengan meningkatnya ekonomi maka dengan sendirinya
mereka mampu meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lapangan
pekerjaan yang dapat dikaitkan dengan kondisi kualitas lingkungan adalah aspek
pariwisata yang ada di Kabupaten Batubara. Untuk mendukung pariwisata itu
tentu sungai di sekitar Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara harus
bersih dari sampah dan kotoran-kotoran rumah tangga. Untuk itu dalam penataan
permukiman kumuh maka harus melibatkan warga masyarakat permukiman
kumuh yang ada sekitar sungai tersebut.
4. Aspek Kesehatan
Membangun posyandu dengan peralatan kesehatan, ketersediaan obat-obatan
dalam jumlah besar dan staf kesehatan yang lengkap di Dusun Sono, Desa
Lalang, sehingga warga dapat terhindar dari wabah penyakit menular, sehingga
kualitas hidup masyarakat permukiman kumuh dapat tertata dengan baik, serta
memberikan penyuluhan kesehatan yang intensif dan terpadu kepada masyarakat
permukiman kumuh melalui Lembaga Kesehatan yang ada di Kabupaten
Batubara. Hal ini tentunya membutuhkan kerjasama antara pemerintah
Kabupaten Batubara dan beberapa pihak swasta yakni perusahaan yang
berdomisili di sekitar Dusun Sono, Desa Lalang.
50
5. Perlu ada ketegasan dari pihak Pemkab Batubara setiap membangun rumah harus
memenuhi aturan yang berlaku. Dalam membangun perlu ada arahan dari Desa
supaya masyarakat Batubara membangun permukiman kumuh dengan tertib dan
teratur serta berwawasan lingkungan.
6. Perlu ada pengawasan dari pihak pemerintah bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) agar supaya dari pihak perusahaan benar-benar menyalurkan
dana CSR kepada masyarakat permukiman kumuh yang berada di Dusun Sono,
Desa Lalang, Kabupaten Batubara.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham dan M. Francis. 1991. Modernisasi di Dunia Ketiga, Suatu Teori Umum Pembangunan. PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta.
Anonim, 2009. “Permukiman Kota”. http://ami-archuek06.blogspot.com Diakses 23 Desember 2009.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan. 2009. Batubara Dalam Angka. BPS Asahan.
Budiharjo dan Eko. 1992. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Alumni, Bandung.
Budiharjo dan Eko. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Alumni. Bandung.
Blaang dan Djemabut. 1986. Perumahan dan Permukiman Sebagai Kebutuhan Dasar. Yayasan Obor. Jakarta.
Catanese, A. S and James. 1989. Perencanaan Kota. Airlangga. Jakarta.
Clare A.G. 1988. Vacationscape Designing Tourist Regions. UNR Company. New York.
Daljoeni N. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota, Pusparagam Sosiologi Kota dan Ekologi Sosial. Alumni. Bandung.
Doxiadis, A, Constantinos and Ekisties. 1971. An Introduction to The Science of human Settlement, Edisi Ke-3.
Esmara dan Hendra. 1975. Kesenjangan Pendapatan Daerah, Padang. Universitas Andalas. Ringkasan Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Koesoemowmoto dan Soeripto. 1996. “Kebijakan Nasional Pembangunan Perumahan Dan Permukiman Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah”. Makalah Disampaikan Pada Seminar P2BPK, Surakarta.
Komaruddin. 1997. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Yayasan REI PT Rakasindo. Jakarta.
Marwasta, D. 2001. “Perkembangan Permukiman Kumuh di Kota Yogyakarta Tahun 1970-2000”. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Silas, J, Cahyo, P.N dan Sastrohutomo, S.A. 1991. Laporan Penelitian Keadaan Perumahan Kumuh di Desa Pinggiran Surabaya. Pusat Penelitian ITS. Surabaya.
Sinulingga, B., 2005. Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal. Hlm.187-189.
Sumunar, D.R.S. 1997. “Kajian Kualitas Lingkungan dan Kondisi Sosial Ekonomi Penghuni di Kota Yogyakarta dengan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis”. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sri, P. 1988. Permukiman Kumuh, Pertimbangan Pengusiran Atau Perbaikan. Kongres Ikatan Peminat Dan Ahli Demografi Indonesia IV, Jakarta.
Sulistyawati, 2007. “Arsitektur dan Permukiman Kelompok Sosial Terpinggirkan di Kota Denpasar, Perspektif Kebudayaan Kemiskinan”. Jurnal Permukiman Natah. Vol.5; 2. 62.
Undang-Undang No.4 tahun 1992, Tentang Perumahan dan Permukiman.
Yaetes, M. 1980. The North American City. Harper and Row Publusher. San Fransisco.
Yusuf, A.A. 2005. “Kajian Kualitas Lingkungan Permukiman Kota di Kelurahan Kiduldalem dan Bandulan Kota Malang”. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yunus, H. S. 2005. Manajemen Kota. Perspektif Spasial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Yudohusodo dan Siswono. 1992. Rumah Untuk seluruh Rakyat. Yayasan Padat Negeri. Jakarta.
Lampiran 1
KUSIONER PENELITIAN PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI SEKITAR ALIRAN SUNGAI PADANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA
SUMATERA UTARA
Kuisioner ini dibuat untuk memenuhi pencarian data Penelitian Tesis dan dibuat
tertutup tanpa nama responden.
No Responden :
Tanggal Pengisian :
Dusun :
A. UMUM
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu tinggal di kawasan aliran sungai Padang Dusun
Sono Desa Lalang Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara ini?
a. Dibawah 5 tahun
b. 5 tahun
c. Antara 5 tahun sampai 20 tahun
d. Diatas 20 tahun
2. Apa pekerjaan utama Bapak/Ibu?
a. Nelayan
b. Petani
c. Pedagang
d. Guru
e. PNS
3. Penghasilan perbulan Bapak/Ibu berkisar:
a. 100 ribu – 500 ribu rupiah/bulan
b. 500 ribu – 1 juta rupiah/bulan
c. Di atas 1 juta rupiah/bulan
d. Dibawah 500 ribu rupiah/bulan
4. Cukupkah penghasilan Bapak/Ibu untuk kebutuhan keluarga?
a. Lebih dari cukup
b. Cukup
c. Tidak cukup
d. Sangat kurang
5. Berapa anggota keluarga Bapak/Ibu dalam satu rumah?
a. 3 orang
b. 3- 5 orang
c. 5- 10 orang
d. Lebih dari 10 orang
6. Berapa orang dalam keluarga yang bekerja?
a. 1 orang
b. 2 orang
c. 2 – 5 orang
d. Semua anggota keluarga
B. LINGKUNGAN ALIRAN SUNGAI
1. Sukakah Bapak/Ibu tinggal di pinggir aliran sungai Padang ini?
a. Suka
b. Tidak suka
c. Terpaksa suka
2. Status rumah yang Bapak/Ibu tinggal saat ini adalah:
a. Milik sendiri
b. Sewa/Kontrak
c. Pinjam
3. Sarana yang ada di pinggir aliran sungai Padang ini adalah:
a. Air bersih
b. Listrik
c. Telepon
4. Bagaimana kondisi sarana yang ada?
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup
d. Kurang
e. Sangat kurang
5. Bagaimana menurut Bapak/Ibu kondisi Lingkungan sekitar aliran sungai
Padang?
a. Bersih dan tertata
b. Bersih tidak tertata
c. Tidak Bersih (Kotor/Jorok)
d. Sangat Kotor/Jorok
6. Adakah Kegiatan Pembersihan sekitar aliran sungai Padang yang dilakukan?
a. Ada
b. Tidak Ada
7. Jika Ada,oleh siapa?
a. Pemerintah
b. Masyarakat
c. Pemerintah dan Masyarakat
8. Pernahkah sungai Padang mengalami Banjir yang sampai pada rumah
Bapak/Ibu?
a. Pernah tahun :……..
b. Tidak Pernah
9. Menurut Bapak Ibu,peran sungai Padang adalah sebagai :
a. Transportasi air
b. Tempat MCK
c. Tempat perahu
d. Tempat Pendaratan ikan
e.Tempat berjualan (boleh contreng lebih dari satu!)
C. PENATAAN PERMUKIMAN
1. Adakah usaha penataan permukiman di desa ini yang Bapak/Ibu lihat?
a. Ada
b. Tidak Ada
c. Jarang
2. Jika Ada, penataan seperti apa yang dilakukan ?
a. Perbaikan jalan
b. Perbaikan rumah warga
c. Penyediaan Sarana dan Prasarana
d. Pembuatan MCK
e. embuatan Tempat Akhir Sampah (boleh contreng lebih dari satu!)
3. Siapakah yang turut berperan dalam penataan permukiman tersebut?
a. Pemerintah daerah
b. Masyarakat
c. Pemerintah daerah dan masyarakat
4. Apakah yang harus ditata di permukiman masyarakat sekitar aliran sungai ini?
a. Rumah-rumah masyarakat yang tidak teratur
b. Ruang terbuka
c. Pinggir sungai
d. Antara rumah dan sungai (boleh contreng lebih dari satu!)
5. Menurut Bapak/Ibu berhasilkah usaha penataan permukiman sekitar aliran sungai
Padang ini?
a. Sangat berhasil
b. Berhasil
c. Kurang berhasil
d. Tidak berhasil
D. RUMAH TINGGAL :
1. Berapa luas ukuran rumah Bapak/Ibu?
a. 36m2
b. 45m2
c. 50-70m2
d. 70-100m2
e. Lebih dari 100m
2. Bagaimana kondisi rumah Bapak/Ibu?
a. Permanen
b. Tidak Permanen
c. Dari bahan apa rumah Bapak/Ibu?
d. Batu dan Seng
e. Batu dan Papan
2
d. Papan dan Seng
e. Tepas dan Seng
f. Bahan lain yaitu :……………………………………………
3. Ruang-ruang yang terdapat di rumah Bapak/ibu adalah :
a. Ruang tamu,ruang tidur,dapur dan kamar mandi
b. Ruang tamu,ruang tidur dan kamar mandi
c. Ruang tidur,dapur dan kamar mandi
d. Ruang tidur dan kamar mandi
4. Adakah sarana untuk MCK (Mandi Cuci Kakus) di rumah Bapak/Ibu?
a. Ada
b. Tidak Ada
5. Jika Ada,bagaimana kondisinya?
a. Baik
b. Tidak baik
c. Sangat Tidak baik
6. Jika Tidak Ada,kemana Bapak/Ibu melakukan MCK (Mandi cuci Kakus)?
a. Sungai
b. WC Umum
c. Rumah Tetangga
d.Balai Desa
7. Apakah Bapak/Ibu membuka kedai di rumah?
a. Ya
b. Tidak
c. Pernah
8. Adakah Halaman/pekarangan di rumah Bapak/Ibu?
a. Ada
b.Tidak Ada
9. Merasa nyaman dan betahkah Bapak Ibu tinggal di rumah?
a. Betah
b. Tidak Betah
c. Tidak Tahu
Saran dan Pendapat Bapak/Ibu :
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………........................................
Terima Kasih Atas Partisipasi bapak/Ibu dalam Pengisian Kuisioner ini.Atas Bantuannya Saya ucapkan banyak terimakasih.
Penulis. TOMMET SIMBOLON
Lampiran 2
Lampiran 3. Fasilitas MCK Warga Dusun Sono Desa Lalang
Lampiran 4. Situasi Permukiman Kumuh di Sepanjang Aliran Sungai Padang