Penataan Kawasan Pesisir Selatan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penataan kawasan pesisir yang dilakukan setiap saat

Citation preview

PENATAAN KAWASAN PESISIR SELATANDIYOleh : Muhamad Kundarto, SP, MP

Kawasan pesisir selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memanjang lebih dari 100 Km dari ujung timur di wilayah Kabupaten Gunung Kidul sampai ujung barat di wilayah Kabupaten Kulon Progo, yang melalui wilayah Kabupaten Bantul. Sebagian kecil kawasan ini saat ini dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, ritual keagamaan, pelabuhan nelayan dan kegiatan pertanian. Sebagian besar kawasan ini belum dimanfaatkan secara optimal karena beberapa kendala dan keterbatasan dana pembangunan.Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan wilayah maka kawasan pesisir pantai mulai dilirik untuk dapat dimanfaatkan dan lebih bernilai guna. Sebagai bahan perenungan utama, penataan kawasan ini sebaiknya untuk apa dan sebenarnya untuk siapa?Setiap wilayah atau kawasan perlu ditata berdasarkan pada karateristik lahan dan kondisi masyarakat setempat untuk berbagai peruntukan, baik permukiman, pertanian, pariwisata, pertambangan, dll. Isue saat ini tentang rencana pembuatan jalan lintas selatan, pembangunan pelabuhan (laut-udara) dan penambangan pasir besi adalah contoh beberapa bentuk untuk memanfaatkan kawasan pesisir pantai selatan.Berdasarkan kondisi karakteristik lahan, maka kawasan ini terbagi menjadi 2 zona, yaitu zona perbukitan dan zona dataran rendah. Zona perbukitan berada di sepanjang wilayah Kabupaten Gunung Kidul ke arah barat sampai wilayah Kecamatan Imogiri (sekitar pantai Parangtritis) di Kabupaten Bantul. Zona perbukitan umumnya terdiri dari perbukitan kapur dengan akses jalan yang naik turun dan berkelok tajam. Bahkan jalan-jalan yang menuju kea rah pantai kebanyakan belum di aspal, kecuali yang menuju lokasi wisata pantai (Wediombo, Kukup, Krakal, Baron, dll.). Ketersediaan air tanah permukaan (sumur dangkal) di wilayah ini juga sangat terbatas. Air bawah tanah yang tersedia cukup banyak berada puluhan sampai ratusan meter jaraknya dari permukaan tanah, sehingga sulit dijangkau dengan pengeboran sumur biasa. Kondisi lahan di daerah perbukitan umumnya terdiri dari batuan kapur dan tanah yang dangkal, sehingga hanya jenis tanaman tertentu (tahan terhadap cekaman air) yang dapat dibudidayakan di kawasan ini.Zona dataran rendah berada di sebagian wilayah pesisir Kabupaten Bantul memanjang ke barat sampai wilayah pesisir Kabupaten Kulonprogo. Lahan di kawasan ini umumnya merupakan pasir pantai yang sangat porous (mudah meloloskan air) sehingga mudah kering dan tingkat kesuburan tanah yang relative rendah. Kondisi iklim, terutama angin, bertiup cukup kencang dan mampu merobohkan tanaman semusim apabila tanpa pelindung (pagar). Air tanah dengan pH (derajad kemasaman) relative netral berada pada kedalaman sekitar 6 meter. Kondisi air tanah yang netral ini hampir mendekati garis pantai dengan jarak sekitar 50-100 meter. Kondisi air tanah yang melimpah ini sangat berpotensi sebagai air minum maupun air irigasi untuk budidaya pertanian. Hamparan pasir yang bergelombang juga digunakan untuk menjemur tanaman enceng gondok yang berasal dari Rawa Pening untuk digunakan sebagai bahan baku kerajinan.Kondisi sosial masyarakat di kawasan pesisir pantai umumnya bercocok tanam, menjadi buruh dan berdagang. Pola bercocok tanam di zona perbukitan lebih banyak dilakukan pada musim hujan karena ketergantungan pada air hujan sebagai sumber pengairan bagi tanaman yang dibudidayakan. Sedangkan pertanian di zona dataran rendah dapat dilakukan sepanjang musim karena ketersediaan air tanah tetap tinggi walau berada di musim kemarau. Selain bertani, penduduk juga banyak menjadi buruh atau kuli bangunan dan berbagai usaha lainnya.Peruntukan LahanPeruntukan lahan sering mengalami konflik kepentingan di lokasi yang sama. Salah satunya yang terjadi di pesisir selatan Kabupaten Kulon Progo. Satu sisi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencanangkan sebagai lokasi Transmigrasi Lokal (lokasi Bugel dan Karangsewu) yaitu permukiman sementara bagi masyarakat yang terkena bencana. Namun dalam perkembangannya permukiman ini cenderung bersifat sebagai tempat tinggal tetap. Kemudian sisi yang lain, 2 tahun terakhir ini issue nasional mengarah pada upaya penanggulangan tsunami dan program nasional biodiesel, maka dilakukan penanaman Cemara Laut/Udang dan Jarak Pagar di sepanjang pantai. Sektor pertambangan juga melihat potensi pasir besi sehingga dilakukan upaya penambangan pasir besi.Tiga program ini, yang notabene sama-sama difasilitasi oleh instansi pemerintah, terkesan tumpang tindih pada lokasi yang sama. Biasanya tujuan masing-masing pihak berkisar pada pelestarian lingkungan, peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat. Untuk untuk perlu dicari benang merah agar program yang dijalankan tetap pada tujuan mulia dan tidak selalu merugikan rakyat kecil yang 24 jam berada di lokasi. Studi kelayakan yang dilakukan umumnya lebih menguntungkan pihak pemerintah dan perusahaan sebagai pelaksana lapangan. Masyarakat berdalih mereka sering terpinggirkan dari banyak program yang dilaksanakan. Ini artinya bahwa masyarakat sesungguhnya kurang menikmati realisasi slogan mensejahterakan rakyat.Sementara itu pihak ketiga seperti LSM, sering terjebak pada sebuah keyakinan bahwa rakyat kecil selalu benar, dan pemerintah selalu salah tanpa mau lebih obyektif memandang permasalahan yang ada. Kelebihan dan kekurangan, kebenaran dan kesalahan, secara alamiah selalu berjalan beriringan tetapi berbeda prosentasenya. Pihak yang dikatakan selalu salah, tentu pasti pernah berbuat benar. Demikian juga pihak yang dianggap selalu benar tentu pernah melakukan kesalahan.Pihak peneliti terkadang juga terlalu asyik dengan keilmiahannya sehingga kurang mempertimbangkan kepentingan lain yang punya keinginan berbeda. Misalnya keberadaan gumuk pasir di pantai selatan Bantul memang sangat menarik secara ilmiah karena merupakan fenomena langka, sehingga perlu dilindungi. Tetapi pihak lain mungkin menginginkan pemanfaatan lahan yang lebih menghasilkan secara ekonomi, misalnya permukiman, budidaya pertanian, perhotelan, dll. Sehingga perlu dilakukan penataan di suatu kawasan yang sebisa mungkin mengakomodir berbagai kepentingan.Pembangunan PartisipatifPelaksanaan konsep pembangunan partisipatif lebih banyak dilaksanakan secara formalitas belaka karena keterbatasan waktu dan beaya. Program partisipatif yang dilaksanakan secara ideal biasanya memerlukan waktu minimal 1 tahun, sehingga masyarakat tahu persis apa dan bagaimana potensi diri dan lingkungannya, sehingga mampu menyusun perencanaan pembangunan.Konsep pembangunan partisipatif seharusnya dilaksanakan secara menyeluruh. Tahap penyusunan dimulai dari mendengarkan dan merangkum keinginan masyarakat setempat. Selanjutnya dikoreksi dengan hasil penelitian ilmiah, karena boleh jadi ada diantara keinginan itu yang kurang berwawasan lingkungan, atau ada potensi sumderdaya alam yang belum diketahui oleh masyarakat setempat.Tahap berikutnya pemerintah dengan melibatkan berbagai pihak, menyusun rencana pembangunan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Semua pihak secara kolaburatif atau duduk bersama berbagi peran, seperti penyandang dana, pendamping, dan pelaksana lapangan. Setiap target yang sudah tercapai perlu dievaluasi untuk menentukan perencanaan berikutnya yang lebih baik.Target akhirnya, pemerintah akan dapat meningkatkan PAD karena pengelolaan pembangunan dilaksanakan mengikuti aturan yang ditetapkan. Masyarakat pun akan nyaman karena progam yang dilaksanakan hakekatnya merupakan ide mereka dan hasilnya pun akan dinikmati bersama. Para pendamping, seperti LSM dan perguruan tinggi, tetap dapat melaksanakan perannya sebagai control dengan selalu memberikan masukan yang konstruktif. Pelaksanaan pembangunan secara kolaburatif akan lebih menghindarkan pada penyimpangan dana dan lebih menertibkan dalam pelaksanaannya. Sehingga tujuan bersama yang dicita-citakan dapat tercapai, terutama dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pesisir pantai selatan untuk berbagai pihak.