11
Oleh: Anisa Estika 0202507008 Universitas Al Azhar Indonesia Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Bioteknologi 2010 Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal Organisme Laut Penghasil Antifoulant Pengganti TBT (Tri-n-butyl tin)

Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

  • Upload
    kanam16

  • View
    791

  • Download
    21

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

Oleh:

Anisa Estika

0202507008

Universitas Al Azhar Indonesia Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Bioteknologi

2010

Penanggulangan Biofouling

di Dasar Kapal

Organisme Laut Penghasil Antifoulant

Pengganti TBT (Tri-n-butyl tin)

Page 2: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

1

Pendahuluan

Penampakan umum dari penyangga dermaga, dinding dermaga, lambung

kapal, pipa bawah laut, atau apapun buatan manusia yang dimasukkan ke dalam laut

memberi perhatian pada pelaku industri maritim yang memiliki masalah dengan

biofouling.

Biofouling secara umum didefinisikan sebagai penempelan dan akumulasi

organisme hidup pada struktur fisik buatan manusia yang ditempatkan di lingkungan

perairan atau laut. Istilah ini biasanya mengacu pada organisme stasioner

makroskopik seperti makroalga, teritip, kerang, bryozans, sea squirts, dan sejenisnya,

tapi biofouling juga terjadi sangat cepat pada skala mikroskopis. Buktinya,

pembentukan 'biofilm' mikroba dianggap merupakan langkah awal yang penting

dalam pembentukan sebuah komunitas fouling laut. Jadi, biofouling dapat dibagi

menjadi 2, mikrofouling yaitu pembentukan biofilm dan pelekatan oleh bakteri,

makrofouling yaitu penyerangan organisme lebih besar dan bersifat merusak.

Keberadaan biota penempel (biofouling) pada kapal dan berbagai konstruksi

buatan manusia di laut dapat menimbulkan masalah baik secara ekonomis maupun

operasional yaitu adanya biota penempel pada lambung kapal yang telah berlayar 6-

8 bulan dapat menyebabkan kecepatan kapal berkurang sampai 50% sehingga

konsumsi bahan bakar meningkat sampai dengan 40%. Berkurangnya kecepatan

kapal mengakibatkan tertundanya waktu berlayar selama 10-15% dari total waktu

berlayar. Keberadaan biota penempel pada dasar atau lambung kapal juga

mempercepat kerusakan mesin dan hilangnya waktu sekitar satu bulan setiap tahun

untuk docking kering (Maley, 1947; dalam Puspitasari, 1997). Berbagai metode

sebagai upaya penanggulangan untuk mencegah dan menghilangkan biofouling terus

dikembangkan. Dalam rangka memperkecil dampak pencemar (foulers), banyak

struktur di dalam air dilindungi dengan mantel antifouling.

Page 3: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

2

Pada pertengahan tahun 1800, telah dikembangkan cat antifouling yang

mengandung tembaga sebagai pelindung terhadap organisme penempel.

Penggunaan cat ini memiliki masa waktu yang pendek walaupun telah banyak inovasi

yang dilakukan selama beberapa dekade namun belum ada cat yang mampu

bertahan lebih dari 1,5 tahun. Cat tembaga modern memiliki daya tahan yang lebih

baik yaitu sampai 4 tahun, tapi setelah itu perlu dilakukan pengecatan ulang.

Tahun 1960 muncul cat antifoulant yang komponen utamanya adalah logam

berat seperti, TBT (tri-n-butyl tin). Sayangnya, belakangan ini banyak penelitian telah

membuktikan bahwa senyawa TBT tidak hanya toksik terhadap biota penempel

tetapi juga membahayakan berbagai organisme non-target lainnya. Oleh karenanya,

untuk mencegah terjadinya gangguan atau kerusakan yang lebih besar terhadap

lingkungan hidup di laut, beberapa negara maju telah melarang penggunaan cat yang

mengandung senyawa TBT ini untuk kapal dan instalasi marikultur.

Pencarian alternatif bagi aplikasi senyawa antifoulant yang berbasis logam

berat sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Penanganan biofouling di

lingkungan laut serta pemanfaatan senyawa antifoulant yang ramah lingkungan

harus segera ditangani dengan serius. Salah satu rute yang ditempuh dalam mencari

senyawa antifouling yang ramah lingkungan adalah dengan melihat bagaimana cara

alami organisme laut dalam mengatasi masalah fouling.

Permasalahan

Bagaimana Biofouling terjadi?

Organisme laut apa saja yang dapat menghasilkan antifoulant?

Organisme jenis apa yang lebih baik digunakan?

Tujuan

Mengeksplorasi sumber hayati laut yang dapat menghasilkan senyawa

antifoulant yang ramah lingkungan dengan bahan dasar yang mudah didapat sebagai

upaya penanggulangan masalah biofouling di laut.

Page 4: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

3

Pembahasan

Biofouling dapat berupa lendir (slime) atau lumut (algae) dan bakteri atau

mikroorganisme lain yang tumbuh di sistem pendingin. Biofouling sebagai hasil dari

proses penempelan organisme fouling pada berbagai struktur di lingkungan laut

telah menimbulkan banyak kerugian bagi pelaku industri kelautan. Biofouling dapat

terjadi di sumur-sumur bawah tanah, dan di bagian luar dan bagian dalam pipa

bawah laut, serta di dasar kapal. Biofouling juga terjadi pada permukaan tempat

hidup organisme laut, dikenal sebagai epibiosis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan biofouling diantaranya:

Intensitas cahaya. Cahaya matahari yang jatuh di permukaan laut akan diserap

dan diseleksi oleh air laut, sehingga cahaya dengan panjang gelombang yang

panjang seperti cahaya merah, ungu dan kuning akan hilang lebih dahulu.

Banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam laut berubah-ubah tergantung

pada intensitas cahaya, banyaknya pemantulan di permukaan, sudut datang dan

transparasi air laut

Temperatur. Organisme laut umumnya bersifat polikilotermik sehingga

penyebarannya mengikuti perbedaan suhu lautan secara geografis, Organisme

biofouling dapat hidup dari perairan dengan perubahan suhu berkisar antara 15-

30 °C atau dari perairan eustarina sampai laut terbuka, iklim tropik sampai dengan

iklim sedang. Air mempunyai daya muat panas yang lebih tinggi daripada daratan.

Akibatnya untuk menaikan suhu sebesar 1 °C, air akan membutuhkan energi yang

lebih besar daripada yang dibutuhkan oleh daratan dalam jumlah massa yang

sama.

Sedimentasi : merupakan salah satu faktor penting pertumbuhan organisme

biofouling.

Kedalaman laut : di perairan Eropa ditemukan biofouling jenis bivalvia, Pada

kedalaman lebih dari 15 m, koloni biofouling yang ditemukan antar lain byrozoa,

serpulids, hydroid, dan oysters.

Arus dan gelombang perairan : Arus dan gelombang mengakibatkan kegagalan

penempelan organisme biofouling pada substrat.

Page 5: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

4

Salinitas : Salinitas (kadar garam) adalah berat semua garam yang terlarut dalam

1000 gram air laut, Organisme biofouling dapat hidup dari perairan estuaria

sampai laut terbuka di mana salinitas pada perairan estuaria antara 5-30°/oo

sedangkan salinitas pada laut terbuka dapat mencapai 41°/oo.

Tipe subtrat : disebabkan oleh sifat fisik dan kimia dari subtrat tersebut.

Pasang surut : Salah satu fenomena fisik dan dinamis yang selalu dijumpai di

lautan adalah naik turunnya permukaan air yang bersifat periodik selama satu

interval waktu tertentu yang disebut pasang surut

Pembentukan Biofouling

Terbentuknya biofilm seringkali dianggap sebagai tahap pertama

pembentukan biofouling. Kontak dan kolonisasi antara mikroorganisme dengan

permukaan distimulus oleh pergerakan air melalui gerakan Brown, sedimentasi dan

transportasi konveksi, walaupun organisme juga dapat aktif mencari substrat akibat

propulsi menggunakan flagela. Koloni bakteri dan mikroorganisme lainnya

mengeluarkan zat polimer ekstraseluler (EPS) untuk menyelubungi dan melekatkan

mereka ke substrat sehingga mengubah kimia permukaan lokal yang dapat

merangsang pertumbuhan lebih lanjut seperti rekrutmen dan penempelan

makroorganisme. Biofilm yang dihasilkan adalah massa mikroorganisme dan EPS

mereka yang membentuk matriks gel, menyediakan interaksi enzimatik, pertukaran

nutrisi, perlindungan terhadap tekanan lingkungan dan resistensi meningkat menjadi

biosida.

Biofilm juga mengganggu aliran ion dan air ke dan dari permukaan substrat

dengan bertindak sebagai penghalang difusi. Penurunan oksigen lokal oleh reaksi

katodik dalam elektrolit dapat mempercepat korosi substrat logam dengan

menciptakan sebuah sel aerasi diferensial.

Sumber: Chambers et.al, 2006

Page 6: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

5

Alternatif Cat Antifoulant

Berbagai metode dilakukan untuk menanggulangi masalah biofouling.

Metode yang banyak digunakan adalah dengan cat pelindung antifoulant yang

komponen utamanya adalah logam berat TBT. Namun penggunaan logam berat ini

mencemari biota laut disekitarnya, oleh karena itu dikembangkan Produk Alami

Antifoulants (Natural Product Antifoulants atau NPA) yang ramah lingkungan sebagai

alternatif TBT.

NPA lebih menguntungkan dibandingkan dengan biosida konvensional yang

beracun; NPA kurang beracun, efektif pada konsentrasi rendah, biodegradable,

memiliki aktivitas spektrum luas, dan efek antifouling yang reversible. Selain itu,

mereka telah berevolusi dalam sistem melalui jutaan tahun evolusi. NPA, terutama

mereka yang memiliki anestesi, properti penghambatan penolak atau penyelesaian,

tanpa biosidal, adalah yang paling dicari. Secara umum, pencarian NPA sangat

didorong oleh kenyataan bahwa pengaruh senyawa ini lebih didasarkan pada mode

pencegahan daripada toksisitas kuat.

Sebagian besar NPA yang diidentifikasi sejauh ini adalah terpenoid, steroid,

karotenoid, fenolat, furanones, alkaloid, peptida dan lakton. Mereka telah diisolasi

dari berbagai organisme yang merupakan kelompok besar spons, koral lunak,

sebagaimana telah dikenal memiliki lapisan antifouling. Kelompok lain termasuk

rumput laut, lamun, tunicata, bryozoan, bakau dan mikroorganisme. Dalam studi

terbaru, crustasea seperti kepiting, lobster, echinodermata seperti bintang laut dan

bulu babi, moluska dan dogfish diteliti untuk mengetahui agen antifouling mereka.

Avertebrata Iaut diketahui menghasilkan metabolit sekunder dimana jenis,

konsentrasi serta fungsinya amat beragam antar spesies. Metabolit sekunder pada

organisme Iaut berperan penting dalam ekologi karang Iunak tersebut, terutama

untuk perlindungan terhadap predator, kompetisi ruang hidup, reproduksi dan

antifouling (Sammarco dan Coll, 1990 dalam Sabdono, 2005).

Kendala Penggunaan Avertebrata Laut sebagai Bahan Dasar untuk Antifoulant

Salah satu aspek yang menarik tentang avertebrata Iaut adalah bahwa

permukaan tissue biasanya tidak ditempeli oleh organisme penempel. Avertebrata

Page 7: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

6

Iaut mensintesis senyawa metabolit sekunder yang diduga dapat digunakan untuk

mencegah penempelan oleh organism fouling (Hadheld dan Ciereszko, 1978; Schsur,

1985 dalam Sabdono, 2005). Dengan mengidentifikasi kandungan senyawa bioaktif

yang berperan dalam proses pengontrolan biofouling, metabolit sekunder pada

avertebrata Iaut dapat menjadi suatu senyawa baru, non-lethal sebagai alternatif

bagi senyawa antifoulant yang sementara ini mengandung senyawa logam berat

yang toksik (Sabdono, 2005).

Setelah dievaluasi ternyata penggunaan avertebrata laut untuk produksi

antifouling kurang efisien, karena keterbatasan bahan baku dasar. Zat aktif yang

dihasilkan sangat sedikit rata-rata di butuhkan 1 ton berat basah bahan baku untuk

mendapatkan 1 gram zat aktif. Bila dilakukan terus menerus maka akan terjadi

eksploitasi sumber hayati laut besar-besaran. Maka solusi lain adalah dengan

menggunakan mikroba yang bisa dibiakkan dengan banyak dalam waktu singkat.

Sel mikroba menempel kuat pada hampir seluruh permukaan benda yang

terendam di lingkungan laut. Sel-sel tersebut tumbuh, bereproduksi, dan

menghasilkan polimer ekstraseluler yang memberikan kontribusi pada struktur yang

disebut biofilm. Permukaan karang di laut dilapisi oleh lendir yang banyak sekali

mengandung mikroorganisme tapi tidak merusak inangnya. Bakteri yang diisolasi

dari permukaan organisme di lingkungan laut merupakan sumber yang menjanjikan

untuk mendapatkan senyawa bioaktif antifouling.

Metode

Pencarian untuk senyawa bioaktif dari organisme laut dimulai pada 1960-an.

Pengumpulannya menggunakan alat Scuba diving. Metodologi yang umum

digunakan dalam isolasi senyawa antifouling adalah ekstraksi pelarut diikuti oleh

fraksinasi dan purifikasi. Zat antifouling alami dari organisme laut biasanya dievaluasi

dengan cara bioassay yang menentukan apakah senyawa efektif dalam penyelesaian

menghambat organisme uji tertentu.

Page 8: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

7

Setelah itu, analisis

spektroskopi dilakukan untuk

memperjelas struktur kimia dari

senyawa hasil isolasi. Organisme

antifouling yang biasa digunakan

termasuk bakteri dan mikroalga, dan

teritip sebagai perwakilan dari

mikrofouling dan makrofouling.

Properti antifouling dari NPA dinilai

menggunakan mode uji 'hambatan

pertumbuhan' untuk fouling bakteri

dan mikroalga dan 'hambatan koloni'

untuk teritip.

Beberapa Organisme Laut Penghasil Antifoulant

Spons

Spons telah lama menjadi pusat perhatian karena kemampuannya dalam

menghasilkan beragam metabolit sekunder, senyawa-senyawa kimia yang tidak biasa

dengan konsentrasi tinggi dan sifat bioaktif yang ampuh. Hal ini lebih diperkuat oleh

fakta bahwa sampai saat ini lebih dari 50% dari NPA terisolasi dari spons. Namun

spons tetap menjadi salah satu kelompok organisme yang masih sedikit dieksplorasi

(tidak kurang dari 100 spesies dari lebih dari 10.000 spesies) sejauh penelitian NPA

yang bersangkutan.

Sejak tahun 1990 telah diisolasi NPA dari spons laut , seperti terpenoid

kalihinin dan 10β-formamidokalihinol A dari Acanthella cavernosa dan axinyssimide

A, B and C dari Axinyssa sp.; steroid peroxidase dari A. cavernosa; asam lemak

derivative, callytriol C, dari Callyspongia truncata; derivat bromotyrosine seperti

ceratinamide A and psammaplysin dari Pseudoceratina purpurea dan senyawaan

heterocyclic seperti pseudoceratidine from P.purpurea dan mauritiamine dari Agelas

mauritiana. Semua yang disebutkan diatas dilaporkan dapat menghambat

penempelan Balanus amphitrite.

Sumber: Reveendran & Limna Mol , 2009

Page 9: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

8

Lebih dari 70 NPA telah diisolasi dari spons laut seperti A. cavernosa, Agelas

mauritiana, Aplysina fistularis, Axinyssa sp., Callyspongia truncata, Crambe crambe,

Crella incrustans, Dysidea avara, Dysidea herbacea, Erylus formosus, Geodia barretti,

Haliclona exigua, H. koremella, Haliclona sp., Phyllospongia papyracea,

Protophlitaspongia aga, P. purpurea, Reniera sarai and Stylotella aurantium

(Raveendran & Limna Mol, 2009).

Koral Lunak

Penyelidikan properti antifouling dari koral lunak bergerak pesat pada tahun

1980-an dengan banyaknya laboratorium yag memfokuskan penelitian ke arah

ini.Beberapa NPA utama yang diisolasi dari koral lunak antara lain; Homarine dari

Leptogorgia virgulata and Leptogorgia setacea, muricin dari Muricea fruticosa,

renillafoulins dari Renilla reniformis, pukalide dan epoxypukalide dari L. virgulata, 11-

episinulariolide dan sinulariolide dari Sinularia flexibilis, 12α-acetoxy-13,17-seco-

cholesta-1,4-dien-3-ones dari Dendronephthya sp., juncins dari Juncella juncea, dsb

(Raveendran & Limna Mol, 2009).

Rumput laut

Baru-baru ini, Furanon terhalogenasi dari rumput laut merah Delisea pulchra

yang diisolasi oleh Stefan Kjelleberg and Peter telah terbukti memiliki senyawa

antifoulant yang paling ampuh dibandingkan dengan senyawa aktif yang diperoleh

dari biosida-biosida komersil. Juga dictyols dari Dictyota menstrualis dan

sesquiterpen dari Laurencia rigida menghambat penempelan makrofouler seperti

Bugula neritina dan Bugula Amphitrite (Raveendran & Limna Mol, 2009).

Mikroorganisme

Keuntungan menggunakan mikroorganisme sebagai sumber NPA adalah

kecepatannya dalam memproduksi bioaktif dalam waktu singkat dengan jumlah yang

banyak dengan bantuan bioreactor, tidak seperti avertebrata lainnya yang hanya

mampu menghasilkan bioaktif dalam jumlah sedikit namun memerlukan bahan baku

yang banyak.

Page 10: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

9

Diantara sekian banyak bakteria, Pseudoalteromonas tunicata, diisolasi dari

permukaan tunica, memperlihatkan aktifitas antifouling melawan larva B. amphitrite

and Ciona intestinalis. Ia memproduksi setidaknya 5 senyawaan yang menghambat

penempelan atau perkembangan sejumlah spesies biofouling. Sementara

ubiquinone dari Alteromonas sp. (diisolasi dari permukaan Halichondria okadai)

menghambat penempelan teritip, juga antifouling diketopiperazine, yang diisolasi

dari bakterik laut dalam Streptomyces fungicidicus (Raveendran & Limna Mol, 2009).

Bakau

Terdapat sedikit informasi mengenai isolasi senyawa antifouling dari jenis

bakau. Satu diterpen baru, methoxy-ent-8(14)-pimarenely-15-one, dan tiga

metabolit yang sudah dikenal, ent-8(14)-pimarene-15R,16-diol, stigmasterol dan β-

sitosterol diisolasi dari akar Ceriops tagal. Senyawa-senyawa ini memperlihatkan

aktivitas antifouling yang tidak beracun yang dapat melawan penempelan B.

albicostatus (Raveendran & Limna Mol, 2009).

Lain-lain

No Organisme Senyawa Aktivitas

1. Bryozoa

Orthoscuticella ventricosa

Zoobotryon pellucidum

Crude extract

TBG

Bact.

B. larvae

2.

Cyanobacteria

Calothrix brevissima

Nostoc commune

Scytonema hofmanni

Crude extract

Comnostins

Cyanobacterin

N.p.

S.e.

N.sp

3. Fungi

Cladosporium sp.

Arthrinium c.f. saccharicola

Sec. met

Sec. met

B.a.

B.a.

4. Gastropoda

Trimusculus reticulatus

Labdane diterpene

P.c.

5. Anemon laut

Condylactis gigantea

Crude extract .

Alg.

6. Nemertin

Haplonemertines

Nemertine pyridyl alkaloid

B.a.

Page 11: Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal

10

7.

Echinodermata

Astrocyclus caecilian

Astropecten articulatus

Holothuria leucospilota

Crude extract

Crude extract

Crude extract

H.i.

H.i.

N.su.; N.c. B.a., Balanus amphitrite ; tbwrm, Tubeworm; S.e., Staphylococcus epidermis; P.c., Phragmatopoma californica; Alg., Algae; H.i., Hincksia irregularis. N.sp. Navicula; N.su., Navicula subinflata; N.c., Navicula crucicula; (Raveendran & Limna Mol, 2009)

Kesimpulan

Untuk menanggulangi biota penempel yang terdapat di dasar kapal tidak

hanya dengan menggunakan bahan-bahan antifoulant komersial yang terbuat dari

logam berat yang dampaknya mematikan bagi biota laut non-target tetapi banyak

alternatif lain penanggulangan yang lebih aman, kita dapat memanfaatkan biota

yang telah ada di dalam laut itu sendiri sebagai agen antifouling. Agen antifouling

dari laut dapat berupa avertebrata laut maupun bakteri yang manempel pada

permukaan avertebrata. Penggunaan bakteri untuk menghasilkan zat bioaktif

antifouling lebih menguntungkan daripada menggunakan avertebrata laut, hal ini

menyangkut ketersediaan avertebrata laut yang semakin langka.

Referensi

Chambers L.D, K.R. Stokes, F.C. Walsh, R.J.K. Wood. 2006. Modern approaches to marine antifouling coating. Surface & Coatings Technology 201 (2006) 3642–3652.

Miftahurrahma. 2009. Manfaat Ekstrak Antifouling Bakteri Karang Pelagiobacter variabilis untuk Penanggulangan Biofouling di Dasar Kapal. Universitas Sriwijaya: Sumatra Selatan.

Puspitasari, L.F. Ida Ayu. 1997. Pengaruh Kelimpahan Biota Penempel pada Lambung Kapal Terhadap Pertambahan Berat Kapal Feri. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Rariya, Budiharta. 2010. Studi Penempelan Biofouling dengan Variasi Jenis Material di Laut Tropis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya.

Raveendran T. V. Limna Mol V. P. 2009. Natural Product Antifoulants. Review Article. National Institute of Oceanography (Regional Centre): India

Sabdono, A. 2005. Laporan Akhir Tahun Hibah Perguruan Tinggi: Eksplorasi Senyawa Antifoulant Bakteri yang Berasosiasi dengan Avertebrata Laut sebagai Alternatif Penanganan Biofouling di Laut. Universitas Diponegoro: Semarang.