16
PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN Totong Heri (Dosen Fakultas Agama Islam UHAMKA) Abstract Is Al-Ghazali, a very well-known scholars in the world both in the West and the East. Scholars who love to figure this science, life tercurahkan only for the advancement of science. His works adorn the thinkers of his time or since. His work is never obsolete even swallowed time. Their thinking is widely used as a reference for the next generation. One of the pieces of his thinking in the field of education. He said: the glory of man because of its science. So great that he appreciates science and spent his days devoted to learning and teaching. Keywords: Thought, Al-Ghazali, Education. Abstrak Adalah Al-Ghazali, seorang ulama yang sangat terkenal baik di kalangan dunia Barat maupun di dunia Timur. Sosok ulama yang cinta terhadap ilmu pengetahuan ini, kehidupannya tercurahkan hanya untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Karya-karya beliau menghiasi para pemikir pada zamannya maupun sesudahnya. Karyanya tidak pernah lapuk walau ditelan waktu. Pemikirannya banyak dijadikan rujukan bagi generasi berikutnya. Salah satu buah pemikirannya dalam bidang pendidikan. Ia mengatakan: kemuliaan seseorang disebabkan karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Begitu besar ia menghargai ilmu pengetahuan sehingga hari-harinya dihabiskan dan dicurahkan untuk belajar dan mengajar. Kata Kunci: Pemikiran, Al-Ghazali, Pendidikan. A. Pendahuluan Tidak berlebihan jika dalam perjalanan sejarah pendidikai Islam nama Al-Ghazali selalu menjadi rujukan para pakar pendidikan. Al-Ghazali adalah seorang pakar

Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemikiran al-ghazali

Citation preview

  • PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN

    Totong Heri

    (Dosen Fakultas Agama Islam UHAMKA)

    Abstract

    Is Al-Ghazali, a very well-known scholars in the world both in the West and the East.

    Scholars who love to figure this science, life tercurahkan only for the advancement of

    science. His works adorn the thinkers of his time or since. His work is never obsolete even

    swallowed time. Their thinking is widely used as a reference for the next generation. One of

    the pieces of his thinking in the field of education. He said: the glory of man because of its

    science. So great that he appreciates science and spent his days devoted to learning and

    teaching.

    Keywords: Thought, Al-Ghazali, Education.

    Abstrak

    Adalah Al-Ghazali, seorang ulama yang sangat terkenal baik di kalangan dunia Barat

    maupun di dunia Timur. Sosok ulama yang cinta terhadap ilmu pengetahuan ini,

    kehidupannya tercurahkan hanya untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Karya-karya beliau

    menghiasi para pemikir pada zamannya maupun sesudahnya. Karyanya tidak pernah

    lapuk walau ditelan waktu. Pemikirannya banyak dijadikan rujukan bagi generasi

    berikutnya. Salah satu buah pemikirannya dalam bidang pendidikan. Ia mengatakan:

    kemuliaan seseorang disebabkan karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Begitu

    besar ia menghargai ilmu pengetahuan sehingga hari-harinya dihabiskan dan

    dicurahkan untuk belajar dan mengajar.

    Kata Kunci: Pemikiran, Al-Ghazali, Pendidikan.

    A. Pendahuluan

    Tidak berlebihan jika dalam perjalanan sejarah pendidikai Islam nama Al-Ghazali

    selalu menjadi rujukan para pakar pendidikan. Al-Ghazali adalah seorang pakar

  • pendidikan yang luas pemikirannya. Selain sebagai seorang pemikir pendidikan ia juga

    sebagai praktisi yang berkecimpung secara langsung. Pengalamannya sebagai guru besar

    di Madrasah Nidhamiyah mengantarkan ia terpilih menjadi Rektor Universitas

    Nidhamiyah di Bagdad. Bertahun-tahun lamanya ia mendidik dan mengajar, ia begitu

    cerdas dan seorang pemikir ulung. Al Ghazali tidak pernah mengklaim sesuatu

    pendidikan dari dirinya sendiri meskipun sebenarnya itu lahir dari dirinya.Banyak para

    pakar pendidikan modern yang mengambil teori dari Al-Ghazali.

    Melalui karya sederhana ini, penulis mencoba untuk merilis kembali tentang dasar-

    dasar atau teori-teori pendidikan menurut Al-Ghazali, yang mungkin selama ini dalam

    dunia pendidikan sering diabaikan.Padahal pendidikan yang dicanangkan merupakan

    dasar-dasar pendidikan yang masih up to date untuk dikonsumsikan pada dunia

    pendidikan dewasa ini.

    B. Pembahasan

    B.1. Biografi al-Ghazali

    Nama lengkapnya, Abu Hamid Muhammad ibn Muhammmad bn Muhammad al-

    Ghazali lahir di Ghazaleh, suatu desa di dekat Tus di daerah Khurasan (Persia) pada

    tahun 1059 M.1Ia keturunan persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja

    Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwaz.2Orang

    tuanya bekerja sebagai pemintal wol yang dalam bahasa Arab disebut gbazzal.Terdapat

    perbedaan pendapat tentangnama sebenarnya dari al-Ghazali ini. Pada umumnya ia

    dikenal lengan nama Al-Ghazali (satu z), nama ini berasal dari nama desatempat ia lahir.

    Tetapi ia dikenal pula dengan nama Al-Ghazzal (dua z), nama ini diambil dari profesi

    orang tuanya sebagai ghazzal.

    Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri dan ayahnya sering kali

    mengunjungi rumah alim ulama, menuntut Imu dan berbuat jasa kepada mereka.Ayahnya

    sering berdoa kepada Allah agar diberikan anak yang pandai dan berilmu. Tetapisebelum

    1Harun Nasution, 1957. Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, h. 52 2Zaenuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali.Jakarta: Bumi Aksara, Anggota IKAPI, h. 7

  • melihat hasil dari doanya, ia meninggal dunia terlebih dahulu ketika al-Ghazali masih

    kanak-kanak. Sebelum meningga dunia, ia pernah menitipkan kedua anaknya (di

    antaranya al-ghazali) kepada seorang sufi temannya sendiri, dengan harapananaknya

    kelak menjadi seorang yang pandai, sehingga penyesalandirinya sebagai seorang ayah

    yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dapat ditebus oleh kedua anaknya itu. Ia

    mengatakan: 'Peliharalah mereka dan pergunakanlah sampai habis harta warisan yang

    aku tinggalkan ini untuk mengajar mereka".

    Pendidikan selanjutnya diperoleh al-Ghazali dibawa impinan Imam al-Haramain di

    Madrasah al-Nizamiyah di Nisyapur. Di sinalah ia belajar teologi atau ilmu kalam dan

    filsafat. Matapelajaran lain yang diberikan di universitas itu ialahhukum Islam, sufisme,

    logika dan ilmu-ilmu alam. Bahkan al-Ghazalidapat bertukar pikiran dengan segala aliran

    dan agama, serta menulis beberapa buku di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan,

    sehinggakeahliannya itu diakui dapat mengimbangi gurunya.Dalam usianyayang baru

    mencapai 28 tahun, al-Ghazali telah menggemparkan kaum sarjana dan ulama dengan

    kecakapannya yang luar biasa.3

    Al-Ghazali tinggal di Nisyapur sampai wafatnya Imam al-Haramain di tahun 1085 M.

    Kemudian ia pindah ke Bagdad dan enam tahun kemudian ia diangkat menjadi Guru

    Besar di Madrasahal-Nizhamiyah yang ada di Bagdad. Tugas dan tanggungjawabnyaitu

    ia laksanakan dengan sangat berhasil. Ia mengajar selama empat tahun dan di waktu

    itulah ia mengarang buku Maqasid Al-Falasifah(pemikiran kaum filsafat). Karena itu,

    selain mengajar, ia juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap kaum filsafat dan

    lainnya.4

    Dalam menyampaikan perkuliahannya, al-Ghazali disukai banyak mahasiswa, karena

    begitu dalam dan luas ilmu pengetahuan yang ia miliki. Para mahasiswa dan sarjana yang

    tidak kurang jumlahnya dari 300 sampai 500 orang seringkali terpukau pada kuliah-

    kuliah yang disampaikan. Bahkan para ulama dan masyaraka pun mengikuti

    perkembangan pikiran dan pandangannya, sehingga tidak heran jika ia menjadi sangat

    3Ibid, h. 8 4A. Hanafi, Filsafat Islam. Jakarta Bulan Bintang, h. 197

  • termasyhur dan populer dalam waktu yang relatif singkat. Di dunia Barat abad

    pertengahan al Ghazali dikenal dengan Abuhamet dan Algazel, di dunia Islam ia diberi

    gelar Hujjatul Islam.5

    Pada saat hakekat ilmu pengetahuan ia kuasahi dan pahami, dalam pada itu pula al-

    Ghazali mulai diserang penyakit syak (keragu-raguan). Ia syak pada pengetahuan yang

    diperoleh melalui panca indera, karena panca indera terkadang berdusta. Ia juga syak

    terhadap pengetahuan yang diperoleh melalui pemikiran akal, karena dalam pemikiran

    akal itu akal mempergunakan pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera sebagai

    bahan. Dan bahan itu disyak kebenarannya.Penyakit syak di dalam hati ini menimbulkan

    penyakit jasmani dalam dirinya.Al-Ghazali tidak bisa berbicara lagi sebagai sediakala,

    dan oleh karena itu tak sanggup lagi memberi kuliah-kuliah.

    Maka pada tahun 1095ia meninggalkan profesinya dan meninggalkan Bagdad pergi

    ke Damsyik dan di kotaini ia merenung membaca dan menulis selama kurang lebih dua

    tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya.6 Jalan sufi yang diambilnya

    menghilangkan perasaan syak yang sebelumnya mengganggujiwanya. Keyakinan yang

    hilang dahulu ia peroleh kembali. Tingkatma'rifat yang terdapat dalam tasawuf, menurut

    al-Ghazali jalan yang membawa kepada pengetahuan yang kebenarannya dapat diyakini.

    Setelah al-Ghazali menemukan pengetahuan yang hakiki pada akhir hidupnya, ia

    meninggal dunia di Thus pada 14 Jumadil Akhir505 H atau 19 Desember 1111M, di

    hadapan adiknya, Abu Ahmadi Mujidduddin. Al-Ghazali meninggalkan 3 orang anak

    perempuan sedang anak laki-lakinya (Hamid) telah meninggal dunia semenjak kecil.

    Karena anak inilah ia digelarkan "Abu Hamid" (bapak si Hamid).

    5Harun Nasution, Op-Cit. h. 54 6A. Hanafi, Op-Cit. h. 198

  • Al-Ghazali, banyak meninggalkan buku-buku hasil karyan) dah satu karyanya yang

    terkenal dalam dunia Islam adalah Ulum Al-Din yang mengandung ilmu-ilmu

    keagamaan dalam berbagai bidang, seperti tauhid, fikih, akhlak, dan taswuf. Buku besar

    ini banyak dibaca di dunia Islam dan oleh karena itu mempunyai pengaruh yang besar

    pada umat Islam. Risalah-risalah juga banyak dikarang oleh al-Ghazali terutama dalam

    bidang tasawuf seperti Misykat Al-Anwar, Mi'raj Al-Salikin, daiMinhaj Al- 'Arifin.

    B.2. Al-Ghazali dan Ilmu Pengetahuan

    Al-Ghazali adalah seorang yang cinta pada ilmu pengetahuan oleh karena itu ia telah

    menetapkan definisi tentang apa yang disebut pengetahuan yang pasti, ia mengatakan: "

    Akhirnya nyatalah, kepadaku bahwa arti ilmu atau tabu yang sesungguhnya itu adalah

    tersingkapnya sesuatu denganjelassehingga tidak ada lagi ruang untuk ragu-ragu, tak

    mungkin salah atau keliru, tak ada di hati tempat untuk itu. Keamanan dari bahaya salah

    atau keliru itu harus diperkuat dengan keyakinan sedemikian rupa sehingga andaikata

    disangkal oleh seseorang yang sakti, yang misalnya dapat mengubah batu menjadi emas

    atau mengubah tongkat menjadi ular, namun demikian itu tak akan menimbulkan ragu-

    ragu sedikit pun juga terhadap keyakinan tersebut7

    Ilmu atau pengetahuan menurut al-Ghazali tidak hanya menjauhkan dari segala

    keragu-raguan, tetapi juga dapat menghindari dari segala kemungkinan untuk salah atau

    sesat.Dalam mencari kebenaran perlu sekali adanya penelitian yang mendalam sehingga

    diperoleh pengetahuan yang benar.Dan hasil penelitian yang mendalam ini diyakini

    sebagai tingkat kebenarannya. Dengan kata lain, al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu

    pengetahuan dihasilkan dari proses yang panjang sehinggga mendapatkan ilmu

    pengetahuan yang benar atau hakiki.

    Inilah yang menjadi dasar, mengapa penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan itu

    harus digalakkan.Karena hanya dengan penelitian-penelitianlah ilmu pengetahuan dapat

    berkembang dengan pesat.Bukan sebaliknya, dengan tidak banyaknya para peneliti di

    bidang ilmu pengetahuan maka peradaban dalam dunia ilmu pengetahuan menjadi

    7Zaenuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali.Jakarta: Bumi Aksara, Anggota IKAPI, h.29

  • mandeg dan ketinggalan.Mungkin ini menjadi salah satu penyebab mengapa umat Islam

    mundur dan tertinggal.

    Dalam kajian ilmu pendidikan yang luas itu, memang al-Ghazali tidak spesifik dalam

    kajiannya, tetapi hampir tersebar dalam bidang garapannya.Di setiap hasil kajiannya

    selalu menyentuh aspek pendidikan. Keistimewaan dalam bidang ilmu pengetahuan ia

    menyatupadukan kepentingan-kepentingan jasmani, akal dan rohani, ilmiah dan jiwa

    agama. Memang disayangkan dalam teori pendidikannya yang luas dan mendalam itu

    tidak dikumpulkan dalam satu buku khusus. Namun demikian patut dihargai bahwa ia

    telah berjasa sangat besar dalam sumbangsihnya pada dunia pendidikan.

    Syekh Mustofa al-Maraghi mengatakan: Al-Ghazali seorang ahli dalam berbagai

    lapangan pengetahuan, yaitu ahli ilmu ushul yang mahir, ahli fikih yang berfikir

    merdeka, ahli teologi yang menjadi iman ahli sunnah, ahli sosiologi yang luas

    pengertiannya tentang masyarakat, ahlipsikologiyang luaspandangannya tentang jiwa

    manusia, ahli filsafat yang berani membongkar segala kesesatan filsafat, ahli pendidik

    yang ulung, dan seorang sufi yang sangat zuhud, anda berhak menamakannya laki-laki

    yang menjadi "Ensklopedi" hidup dari zamannya, lelaki yang haus untuk mengetahui

    segala sesuatu, yang dahaga mencari kebenaran di dalam segala cabang pengetahuan.

    Kebesaran al-Ghazali dapat dilihat dari beberapa segi dan keahliannya yang dimiliki,

    serta hampir setiap langkahnya, baik berhadapan dengan filosof, ulama kalam, para

    tasawuf dan masyarakat umumnya ia hanya mempunyai tujuan untukmenghidupkan

    semangat bagi umat Islam. Karena itu, al-Ghazali sering disebut sebagai seorang

    "Mujaddid" atau Pembaharu" sekaligus "Pembangun Agama".Bahkan, kalangan ilmuan

    Barat masih tetap mengakui jasa besar al-Ghazali beserta pemikir-pemikir Muslim

    lainnya dalam peranannya terhadap peradaban Barat.

    Dari kajian beberapa pembaharuan yang dilakukan al-Ghazali, Abul A'la Al-Maududi

    menyampaikan: Al-Ghazali memperbaharui pemahaman keagamaan umat dan

    menyatakan ketidakbergunaan keimanan seseorang yang tidak disertai dengan komitmen

    batin, mengkikis habis taklid buta di kalangan mereka dan berusaha mendorong umat

  • agar kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah yang bersih serta menghidupkan kembali

    semangat ijtihad. Dan melakukan kritik terhadap system pendidikan dan pengajaran

    yang telah usang, menggantikannya dengan system baru. Dalam system pendidikan dan

    pengajaran lama itu terdapat dua kelemahan; pertama, polarisasi ilmu agama dan ilmu

    umum yang tidak mustahil akan menyebabkan umat akan menerapkan hidup

    sekularisasi,pandangan dikotomi semacam ini, menurut al-Ghazali jelas amat keliru.

    Kedua, masuknya berbagai hal yang di atas memiliki ilmu syariatyangpada hakikatnya

    tidak memiliki kaitan apa pun dengan syari'at, yang bisa mengakibatkan munculnya

    pemahaman keagamaan dalam masyarakat yang menjurus pada kesesatan.

    Selain mencintai ilmu, al-Ghazali juga memuliakan ilmu pengetahuan. Dalam

    kaitanya dengan itu ia menafsirkan al-Qur'an surat Ali-Imran ayat 18."Maka pikirkanlah

    bagaimana Allah SWT, mula-mula menyebutDiri-Nya sendiri, kedua menyebut

    malaikatdan ketiga Dia menyebut ahli ilmu.Maka cukuplah kiranya dengan ini, suatu

    pertanda kemuliaan, keutamaan, kejelasan, dan ketinggian orang yang berilmu".Al-

    Ghazali tidak memasukan orang-orang berilmu kedalam kelompok manusia, karena

    cirikhas yang membedakan antara manusia dan binatang adalah ilmu pengetahuan.

    Manusia adalah manusia di mana ia menjadi mulia karena ilmu pengetahuan.8

    Demikianlah pentingnya ilmu pengetahuan.Dengan ilmu manusia bermartabat dan

    terhormat, dengan ilmu pengetahuan manusia dapat membangun peradaban dan dengan

    ilmu pula manusia memiliki peradaban. Firman Allah SWT: "Allah akan meninggikan

    orang-orangyang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu

    pengetahuan beberapa derajat". (QS. Al-Mujadilab: 11), dan Nabi Muhammad berpesan

    lewat Hadisnya, Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia maka harus dengan

    ilmu, dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat juga dengan ilmu, dan barang

    siapa menghendaki kedua-duanya juga harus dengan ilmu ".

    B.3. Teori al-Ghazali tentang Pendidikan Anak

    8Ibid, h. 25

  • Al-Ghazali berpendapat bahwa anak-anak haruslah dibiasakan sejak kecil kepada

    kebiasaan yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan pula bila ia sudah besar. Dalam

    karyanya, Ihya 'Ulumuddin, jilid II halaman 63, al-Ghazali berpendapat: Ketahuilah

    bahwa melatih pemuda-pemuda adalah suatu halyang terpenting danperlu sekali Anak-

    anak adalah amanah di tangan ibu bapaknya, hatinya masib suci ibarat permata yang

    mahal harganya, maka apabila ia dibiasakanpada suatu yang baik dan dididik, maka ia

    akan besar dengan sifat- sifat baik serta akan berbahagia dunia akhirat. Sebaliknya jika

    dibiasakan dengan adat-adat buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, ia akan

    hancur dan binasa.9

    Al-Ghazali mempergunakan istilah anak dengan beberapa kata, seperti al-Shobiy

    (kanak-kanak), al-Mutaallim (pelajar) danthalibul ilmi (penuntut ilmu).Oleh karena itu

    istilah anak didik di sini dapat diartikan anak yang sedang mengalami perkembangan

    jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan obyekutama dari pendidikan

    (dalamarti yang luas).10

    Nabi Muhammad SAW, bersabda -"Setiap manusia dilahirkan. dalam keadaanfitrah,

    banya kedua orang tuanya yang menjadikan. ia Yabudi, Nasrani, ataupun Majusi". (HR.

    Mutafaq 'alaih) Berkaitan dengan Hadis ini, al-Ghazali memberikan pendapai bahwa

    sesungguhnya seorang anak itu, dengan jauharnya diciptakan Allah dapat menerima

    kebaikan dan keburukan keduanya.Dan hanya kedua orang tuanya yang dapai menjadikan

    anak itu cenderung pada salah satu pihak".

    Dengan demikian, al-Ghazali berpendapat bahwa pada dasarnya manusia yang

    dilahirkan kedunia ini adalah memilik dua kemungkinan, kemungkinan untuk menjadi

    orang jahat dan kemungkinan kedua menjadi orang baik.Makna fitrah menurut al-Ghazali

    adalah baik dan sempurna dan merupakan dasar-dasar kemampuan untuk menerima

    pendidikan dan pengajaran.Kelebihan dan kebaikan manusia sebagai makhluk Allah

    adalah terletak pada kelengkapan potensi berupa akal, kemampuan dan kemauan atau

    kebebasan memilih dan melakukan sesuatu perbuatan {free will and free act).Lebih lanjut

    9 M. Athiyah Al-Abrasyi, 1970. Dasar-dasar Pendidikan Islam, Alih bahasa Prof. h. Bustami A. Ghani, Djohar Bhri LIS,

    Jakarta :Bulan Bintang, h. 115 10Zaenuddin dkk, Lok-Cit.h. 64

  • al-Ghazali mengatakan "sesungguhnya keistimewaan manusia karena itudiciptakan Allah

    adalah memiliki kekuatan akal dan kekuatan menemukan hakekat perkara".11

    Menurut al-Ghazali bahwa akhlak yang disebut sebagai tabiat manusia dapat dilihat

    dalam dua bentuk, pertama: tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh

    dan berkelanjutan selama hidup. Sebagian tabiat tersebut lebihkuat dan lebih lama

    dibandingkan dengan tabiat lainnya. Seperti tibiat syahwat yang ada pada manusia sejak

    ia dilahirkan, lebihkuat dan lebih sulit diluruskan dan diarahkan dibanding tabiat marah.

    Kedua: Akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan ditaati,

    sehingga menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat berakar pada dirinya.12

    Berpijak pada konsep fitrah al-Ghazali, maka sepatutnyalah anak-anak dibiasakan

    dengan hal-hal yang baik, dari mulai bertutur kata yang baik, bertingkah laku yang sopan

    dan santun. Jangan meludah di tempat-tempat pertemuan; jangan menguap didepan orang,

    jangan membelakangi orang lain, jangan ongkang-ongkang kaki, jangan bertopang dagu,

    jangan menyandar-nyandarkan kepala di atas tangan karena itu tanda-tanda pemalas,

    hendaklah anak itu diajari duduk yang sopan, jangan banyak bicara, jangan membiasakan

    anak-anak untuk bersumpah, apakah ia benar atau pun bohong, hingga jangan terbiasa

    bersumpah itu sejak kecilnya.

    M. Athiyah Al-Abrasy, secara terus terang dan fanatik kepada al-Ghazali

    mengatakan, bahwa buah pikirannya sangat berharga dalam dunia pendidikan moral

    dewasa ini, beliau menasehatkan menjauhkan anak-anak dari teman-teman yang buruk

    perangai dan beliau berkata bahwa pemeliharaan lebih baik dari perawatan, pendidikan

    dan tuntunan adalah hal yang sangat penting. Siapakah kiranya yang menyangsikan

    bahwa anak-anak adalah amanah Tuhan di tangan ibu-bapaknya dan sesuatu yang paling

    berharga dalam hidup ini?Adalah suatu kewajiban memelihara amanah ini. Hatinya yang

    suci, rohnyayang masih bersih, dapat dimasuki yang baik dan yang buruk, maka bila ia

    dibiasakandengan yang baik dan diajar sejak kecil, maka ia akan menjadi besar dengan

    sifat-sifat yang baik dan bila dewasa ia akan berbuat demikian pula, dengan arti

    11Ibid, h,.. 65 12H. Ramayulis, 2002, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Alam mulia .h. 89

  • berbahagia di dunia dan di akhirat. Begitu pula sebaliknya, jika sejak kecil dibiasakan

    dengan yang buruk dan jelek, dan tidak diperhatikan dengan pendidikan dan pengajaran

    seperti membiarkan seekor binatang, maka ia akan menderita dan celaka dalam

    hidupnya.13

    Menurut al-Ghazali sifat pemalu pada anak-anak adalah nikmat dan karunia dari

    Tuhan, membuktikan atas tingkah lakunya yang wajar, menunjukkan atas kebersihan

    hatinya, pertanda bagi kesempurnaan pemikirannya bila ia dewasa. Karena itu bagi

    pemalu sepantasnyalah jangan diremehkan, tetapi sebaiknya sifat-sifat itu dimanfaatkan

    dalam mendidik dan mengajar.

    Berkata al-Ghazali: Sepatutnya anak-anak dibiasakan berjalan, bergerak dan

    berlatih pada sebagian waktu siang hari, supaya ia jangan malas. Sepatutnya ia

    diizinkan bermain dengan permainan yang indah, sesudah selesai dari Kuttab, untuk

    beristirahat dari kelelahan. Tetapi permainan itu jangan terlampau melelahkan anak-

    anak.Melarang anak-anak bermain dan memaksanya belajar terus, adalah mematikan

    hati anak-anak dan merusakkan kecerdasannya dan menyusahkan kehidupannya,

    sehingga ia mencari jalan, supaya bebas dari pelajaran itu sama sekali14.Demikianlah

    al-Ghazali.

    Pada zaman modern sekarang ini, para pakar pendidikan sepakat bahwa periode anak-

    anak adalah periode yang sangat penting untuk menentukan proses pendidikannya.

    Apabila anak-anak kurang mendapat perhatian dalam soal pendidikan moral, maka

    sedikit kemungkinan anak akan tumbuh dewasa menjadi anak yang kurang dibanggakan,

    ia akan memiliki akhlak yang buruk, suka bohong, pencuri, pencela, bahkan menjadi

    perusak generasi berikutnya.

    Pesan terbaik yang disampaikan al-Ghazali dalam pendidikan anak-anak ialah

    memperhatikan masalah pendidikannya itu sejak dari permulaan umurnya, oleh karena

    bagaimana adanya seorang anak, begitulah besarnya nanti. Bila diperhatikan tentang

    pendidikannya semenjak kecil, maka pasti memiliki sifat baik bila ia besar nanti. Dari sini

    13Athiyah, Al-Abrasyi, Loc-Cit, h. 117 14 H. Mahmud Yunus, 1981. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. Ketiga. Jakarta : PT Hidakarya Agung . h. 53

  • dapat dikatakan bahwa apa yang disampaikan oleh al-Ghazali adalah suatu pendekatan

    dan metode yang terbaik dalam pendidikan anak-anak dengan pendidikan akhlak dan

    moral yang tinggi, atau dengan kata lain pesan-pesan al-Ghazali itu adalah peraturan-

    peraturan dasar dalam pendidikan Islam.

    B.4. Guru/PendidikMenurut Ghazali

    Adalah menjadi hal yang umum apabila manusia memerlukan figure identifikasi

    (uswah al-Hasanah) yang dapat membimbing manusia ke arah yang benar, karena itu

    Allah SWT, mengutus Nabi Muhammad menjadi suri tauladan bagi umat manusia.

    Kemudian sebagai umatnya kita diwajibkan untuk mengikuti atau meneladani sifat-sifat

    Nabi tersebut. Allah SWT, memerintahkan kepada manusia selaku khalifah di bumi

    mengerjakan perintah Allah dan Rasul sebelum mengajarkannya kepada orang yang

    dipimpinnya. Termasuk dalam hal ini sosok pendidik (guru) yang dapat diteladani oleh

    anak didik.

    Pendidik dalam kontek ilmu pendidikan Islam, berfungsi sebagai warasah al-ambiya

    yang pada hakikatnya mengemban misi sebagi rahmatan lilalamin, yaitu suatu misi yang

    mengajak manusia untuk tunduk dan taat pada hukum-hukum Allah.Kemudian misi ini

    dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal

    shaleh serta bermoral tinggi.Sebagai warasah al-anbiya seorang pendidik harus memiliki

    sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).

    Menurut Al-Ghazali, ada beberapa sifat yang penting yang harus dimiliki oleh

    seorang pendidik (guru) sebagai seorang yang diteladani. yaitu: 1) amanah dan tekun

    bekerja, 2) bersifat lemah lembut dan kasih sayang terhadap murid, 3) dapat memahami

    dan berlapang dada dalam ilmu serta orang-orang yang mengajarkannya, 4) tidak rakus

    pada materi, 5) berpengetahuan luas, 6) istiqomah dan memegang teguh prinsip.15

    Dalam karyannya "Ihya 'Ulumuddin, al-Ghazali melukiskan betapa pentingnya

    kepribadian seorang guru: Seorang guru mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya

    jangan membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya Ilmu itu dapat dilihat dengan

    15 H. Ramayulis, 2002. Op-Cit, h. 207

  • kata hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang

    mempunyai mata kepala adalah lebih banyak.".

    Pernyataan al-Ghazali itu mengandung pengertian bahwa amal perbuatan, perilaku,

    akhlak, dan kepribadian seorang pendidik adalah lebih penting dari pada ilmu

    pengetahuan yang dimilikinya. Sebab, kepribadian pendidik akan diteladani oleh anak

    didiknya, baik secara sengaja ataupun tidak disengaja, dan secara langsung ataupun tidak

    langsung. Al-Ghazali mengibaratkan seorang pendidik dengan muridnya bagaikan

    tongkat dengan bayang-bayangnya. Artinya bagaimana bayang-bayang akan lurus jika

    tongkatnya bengkok.

    Kemudian al-Ghazali memberikan beberapa syarat kepribadian yang harus dimiliki

    oleh seorang pendidik, antara lain: Sabar menerima masalah-masalah yang ditanyakan

    murid dan harus diterima baik. Senantiasa bersifat kasih sayang dan tidak pilih kasih, Jika

    duduk harus sopan dan tunduk, tidak riya atau pamer, Tidak sombong, terkecuali

    terhadap orang yang dhalim dengan maksud mencegah dari tindakannya, Bersikap rendah

    hati dalam pertemuan-pertemuan, Sikap dan pembicaraanya tidak main-main.

    Menanam sifat bersahabat di dalam hatinya terhadap semua muridnya.

    Menyantuni serta tidak membentak-bentak orang-orang bodoh.

    Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya.

    Berani berkata: Saya tidak tahu terhadap masalah yang tidak dimengerti.

    Menampilkan hujjah yang benar. Apabila berada dalam hal yang salah bersedia

    kembali kepada kebenaran.

    Dari paparan di atas dapat dikemukakan bahwa persyaratan kepribadian seorang

    pendidik meliputi berbagai aspek, antara ain: tabiat dan perilaku pendidik, minat dan

    perhatian terhadap proses belajar dan mengajar, kecakapan dan keterampilan mengajar

    dan sikap ilmiah dan cinta terhadap kebenaran.16

    Selain persyaratan yang telah disebut di

    atas, ada beberapa kewajiban yang harus diperhatikan oleh pendidik.Di bawah ini

    16Zaenuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Loc-Cit, h. 57

  • beberapa kewajiban yang harus diperhatikan oleh guru menurut al-Ghazali.17

    Harus

    menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan mereka seperti perlakuan

    terhadap anak sendiri. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat

    bapak dengan anak". Oleh karena itu si guru melayani murid seperti melayani anaknya

    sendiri.

    Tidak mengharapkan balas jasa atau pun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud

    dengan mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

    Berikanlah nasihat kepada murid pada tiap kesempatan bahkan gunakanlah setiap

    kesempatan untuk menasihati dan menunjukinya.

    Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika

    mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela.

    Al-Ghazali menganjurkan pencegahan itu dengan isyarat atau sindiran. jangan dengan

    terus terang sekiranya terjadi pada murid itu sesuatu yang merupakan akhlak kurang baik.

    Memperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka

    menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi daya nalarnya,

    agar ia tidak lari dari pelajaran, singkatnya bicaralah dengan bahasa mereka. Ini prinsip

    yang terbaik yang kini tengah dipakai.

    Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai salah satu cabang ilmu,

    tetapi seyogyanya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut.

    Dengan kata lain, murid jangan terlalu fanatik pada salah satu cabang ilmu (jurusan).

    Kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan

    pantas buat dia, tidak perlu disebutkan akan rahasia-rahasia di belakang sesuatu itu,

    hingga tidak terlalu dingin kemauannya atau gelisah pikirannya.

    Guru harus satu kata dengan perbuatannya. Artinya ucapannya harus sesuai

    dengan apa yang diperbuat. "Dosa besar di sisi Allah ialah mengucapkan apa yang tidak

    anda kerjakan ". (QS. al-Shaaf: 3)

    B.5. Sangsi atau Hukuman Menurut al-Ghazali

    17 Athiyah, Al-Abrasyi, Loc-Cit, h. 150

  • Di kalangan dunia pendidikan sekarang ini, seringkali dikejutkan dengan perilaku

    pendidik yang memberikan sangsi atau hukuman kepada murid yang tidak mendidik,

    bahkan sampai berbuat kasar seperti memukul atau lain sebagainya.Hal ini tidak

    mencerminkan perilaku akhlak sebagai seorang guru yang mesti digugu dan ditiru. Kasus

    demi kasus yang terjadi pada sekolah atau lembaga pendidikan sering kali membuat nama

    baik atau citra guru menjadi buruk, akibat ulah oknum guru yang tidak menghargai

    profesinya sebagai seorang juru didik yang berkepribadian luhur.

    Menurut al-Ghazali, seorang juru didik harus mengetahui jenis penyakit, umur si sakit

    dalam hal menegur dan mendidik mereka.18

    Al-Ghazali memandang bahwa seorang guru

    diibaratkan sebagai seorang dokter yang mengobati segala macam penyakit dengan satu

    macam obat, seorang pasien akan mati dan hati mereka akan jadi beku. Artinya, setiap

    anak harus diperlakukan dengan layanan yang sesuai, diselidiki latar belakangnya yang

    membuat ia berbuat kesalahan, serta mengenai umur yang berbuat kesalahan itu, harus

    dibedakan mana anak kecil dan mana yang sudah besar dalam kaitannya menjatuhkan

    hukuman. Juru didik hendaknya ibarat dokter yang mahir dalam mendiagnosa penyakit

    pasiennya dan sanggup menganalisa penyakit dan mengetahui obat apa yang paling tepat

    untuk menyembuhkannya.

    Sekiranya terjadi seorang anak dihukum, jangan sampai menimbulkan keributan,

    jeritan dan jangan sampai ia berteriak minta tolong, sebaliknya harus ia bersabar

    menderita dan mengingatkan kepadanya bahwa tahan menderita itu adalah sifatorang

    jantan, sedangkan berteriak-teriak itu adalah sifat wanita dan hamba sahaya. Al-Ghazali

    tidak sependapat dengan cepat-cepat menghukum seorang anak yang salah, bahkan

    meryerukan supaya diberikan kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannya.,

    sehingga ia menghormati dirinya dan merasakan akibat perbuatannya. Di sisi lain bagi

    murid yang telah melakukan hal-hal terpuji, mereka harus memperoleh pujian atau

    sanjungan, dorongan, bahkan ia berhak memperoleh ganjaran atau pun penghargaan.

    Janganlah anak-anak itu dicela, dibentak dan dihardik oleh karena dorongan rasa ingin

    memasukkan rasa suka ke dalam jiwa anak, supaya anak menjadi maju dan akan berbuat

    18Ibid, h. 155

  • yang lebih baik. Padahal sebaliknya celaan akan membangkitkan suasana resah, takut dan

    kurang percaya diri pada anak.

    C. Penutup

    Memang indah dan sangat luar biasa, jika para praktisi pada dunia pendidikan

    mengamalkan pesan-pesan atau nilai-nilai pemikiran al-Ghazali. Rasanya akan tercipta

    suasana proses pembelajaran yang tertib, nyaman, menyenangkan dan membanggakan.

    Bukan saja berdampak pada pelayanan yang diharapkan para stickholder, tetapi lebih dari

    itu program misi dan visi yang diharapkan suatu lembaga pendidikan tertentu, terutama

    lembaga pendidikan Islam, akan membuahkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa

    tujuan pendidikan telah berhasil.

    Mungkin, inilah kemajuan peradaban umat Islam dalam bidang pendidikan, yang dulu

    telah hilang, kini hadir kembali menghiasi tatanan kehidupan yang ditandai dengan

    kebangkitan dan kemajuan umat Islam. Bolehlah sistem pendidikan Islam kita ambil dari

    teori-teori modern bangsa Barat. Tetapi ingat, kemajuan peradaban Barat tidak terlepas

    dari mata rantai kemajuan belahan Timur Tengah. Dengan kata lain bahwa kemajuan-

    kemajuan Bangsa Barat karena andil besar para tokoh-tokoh dunia belahan Timur

    (Islam).

    Daftar Kepustakaan

    Al-Abrassyi, Mohd. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan

    Bintang, 1970.

    Daradjat, Zakiah dkk., //ran Pendidikan Islam, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara dan Depag,

    2004

    Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an Dan Terjemahannya.

  • Hanafi, A, Pengantar Filsafat Islam., Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1976.

    Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jilid II. Jakarta: Penerbit

    Universitas Indonesia, 1979.

    Ramayulis, limit Pendidikan Islam, Cet. Kelima. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.

    Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam. Cet. Ketiga. Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

    1981.

    Zaenuddin dkk. Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,

    1991