Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    1/21

    1

    PERCIKAN PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI

    DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

    Studi Kritis atas Kitab Ayyuh al-Walad

    ABSTRAK:

    Kajian tentang al-Quran dan al-Sunnah telah banyak dilakukan, baik yang bersifattematik maupun sejarah pemikiran tokoh, baik masa klasik maupun kontemporer, terutamayang berkaitan dengan al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam. Namun kajianatas kedua sumber ajaran Islam itu, yang dikaitkan dengan pemikiran tokoh di bidangpendi-dikan Islam, nampak tidak banyak dilakukan para ahli dewasa ini.

    Penelitian ini mencoba menyandingkan kedua sumber ajaran Islam itu dalamperspektif pemikiran Imam al-Ghazali, yang dikenal luas sebagai ulama terkemuka pembelaIslam (hujjah al-Islam), sehingga pemikirannya terus dikaji oleh khususnya umat Islam hinggadewasa ini. Pemikiran al-Ghazali yang demikian luas itu tentu berasal dari pendalamannya

    tentang kedua sumber ajaran itu. Dan pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan itudiketahui terdapat dalam kitabAyyuh al-Walad, yang menurut para ahli, kitab ini merupakanpenyem-purnaan dalam tema itu yang terdapat dalam kitabIhya al-Ulum al-Din, yangterkenal itu.

    Oleh karena itu, masalah utama penelitian ini adalah bagaimana menarik pemikiranal-Ghazali yang bersumber dari kedua ajaran Islam itu bagi pengembangan pendidikanIslam. Permasalahan ini, juga sekaligus merupakan tujuan yang hendak diketahui dalampenelitian ini.

    Adapun yang mendasari pemikiran dari masalah tersebut, antara lain bahwa pendi-dikan merupakan suatu bentuk perekayasaan sosial (social engeneering) dalam upaya memaju-kan kehidupan yang lebih bermartabat. Dan dalam konsep Islam orientasi peningkatankualiatas SDM itu harus berangkat dari ajaran al-Quran dan al-Sunnah. Di lain pihak, dik-

    etahui bahwa pemikiran al-Ghazali yangreligiousitu sesungguhnya berasal dari pendalamanbeliau atas kedua sumber ajaran Islam itu. Terbukti misalnya, al-Ghazali dalam memaparkantentang prinsip-prinsip pengembangan pendidikan Islam itu dikaitkan dengan sumber-sumber yang terdapat dalam al-Quran maupun sabda-sabda Nabi.

    Atas penelusuran pemikiran pendidikan menurut al-Ghazali itu, maka ditarik bebe-rapa kesimpulan, antara lain bahwa secara umum tujuan pendidikan Islam itu untuk mem-bentuk insan-insankamil, yang memiliki kemampuan lebih dalam mendekatkan diri kepadaAllah, dan bergaul dengan sesamanya dengan tanpa cacat, dalam arti mampu memegangprinsip akhlak yang telah diajarkan oleh Islam.

    Oleh karena itu, berpegang pada tujuan pendidikan seperti itu, maka metode pendi-dikan menurut al-Ghazali itu, misalnya menempatkan guru sebagai figur sentral keteladananpeserta didik, yang dibatasi oleh 10 kewajiban bagi peserta didik dan 8 kewajiban bagi

    pendi-dik, yang disebutnya sebagai wazhifah, yakni kewajiban yang berlandaskan nilai-nilaiIslam.Sementara dari segi materi pendidikan, al-Ghazali tidak membedakan antara ilmu

    agama dan ilmu umum yang dikotomis seperti sekarang ini, yang penting ilmu itu dapatmembawa kemaslahatan kehidupan selama di dunia maupun di akhirat kelak. Namun yangditekankan kuat dalam materi pembelajaran itu adalah menguasaan akhlak Islam, sebagaidasar pijakan berprilaku, baik ketika jadi murid maupun hidup di masyarakat.

    Pandangan-pandangan pendidikan yang dikemukakan oleh al-Ghazali itu nampaksangat relevansi dengan kebutuhan bagi pengembangan pendidikan Islam, khususnya di In-

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    2/21

    2

    donesia yang selalu terombang-ambing oleh berbagai kebijakan Pemerintah yang cenderungsekuler.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    3/21

    3

    A. IDENTIFIKASI MASALAH

    Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada siswa, peserta didik

    atau manusia lainnya, dengan harapan agar dengan pendidikan ini mereka kelak menjadi

    manusia yang shaleh yang berbuat sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi

    dengan apa yang tidak patut dilakukannya.

    Dengan pendidikan, maka manusia dapat menjadi makhluk Allah SWT yang

    istimewa. Walaupun saat dilahirkan dari kandungan ibunya belum tahu apa-apa, namun ia

    dibekali potensi berupa pendengaran, penglihatan serta akal, dan hati. Sebagaimana

    firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut

    ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sedikit apapun, dan Dia memberi kamu,

    pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.

    Dengan potensi yang diberikan oleh Allah SWT itu manusia diberikan

    kemampuan untuk melakukan kegiatan pendidikan, tentunya pendidikan itu harus

    berdasar atas kehendak yang penuh dengan tanggung jawab, karena hal ini menyangkut

    masa depan anak didik, masa depan masyarakat, masa depan suatu bangsa.

    Islam adalah agama yang begitu memperhatikan tentang penggunaan akal dan

    pendalaman dunia pendidikan. Islam mengajak kepada setiap individu untuk merasakan

    betapa beratnya tanggung jawab dalam pendidikan akal seorang anak manusia. Mengajak

    setiap manusia untuk turut serta berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebu-

    dayaan.

    Dari dasar inilah maka kita diajak untuk sadar, bahwa pendidikan itu menempati

    posisi yang sangat dominan dalam kegiatan dan aktivitas manusia. Sebab pendidikan

    merupakan bagian yang tak akan terpisahkan dari kehidupan manusia.

    Pendidikan dalam prinsip Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam

    kerangka meningkatkan kepribadian siswa, dengan jalan membina potensi-potensi yang

    ada padanya, baik itu potensi mental (rohani) maupun potensi fisik (jasmani).

    Sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Noor Syam dkk., bahwa pendidikan adalahaktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina

    potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budhi nurani) dan

    jasmani (panca indra serta keterampilan).

    Apabila pendidikan itu berjalan dengan baik dan lancar serta sesuai dengan apa

    yang ada dalam al-Quran, maka hasil yang dicapainyapun akan sesuai dengan yang

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    4/21

    4

    dicita-citakan. Sebaliknya apabila pendidikan itu dilaksanakan dengan tanpa adanya

    program dan keseriusan, maka hasilnyapun akan kita rasakan. Melalui pendidikan para

    pendidik Islam menghasilkan pribadi-pribadi yang nanti menjadi pendidik pula,

    menyebarkan Islam kepada generasi yang akan datang.

    Pendidikan yang baik merupakan modal utama dalam kemajuan peradaban

    manusia, terutama dalam hal pengembangan nilai-nilai yang normatif, sehingga

    pendidikan tidak hanya menciptakan manusia-manusia yang pintar akan tetapi juga

    menciptakan manusia yang tahu akan tanggungjawabnya sebagai makhluk pribadi dan

    makhluk sosial.

    Pendidikan harus tetap berjalan, berkembang dan maju sesuai dengan

    perkembangan zaman, namun tetap tak terbawa arus oleh gejolak-gejolak zaman, sebab

    perkembangan zaman manusia tidak selamanya membawa kebaikan, namun juga

    terkadang membawa kepada kejelekan. Untuk itulah maka diperlukan pengontrol dan

    pengantisipasi, yaitu yang disebut dengan pendidikan.

    Pendalaman tentang pendidikan Islam yang dipelajari oleh para siswa,

    memerlukan adanya pemahaman dan pengamatan yang mendalam pula, dengan demikian

    pendidikan tidak hanya menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan aspek kognitif

    saja, melainkan juga menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan aspek afektif dan

    psikomotor. Walaupun untuk hal ini memang diperlukan usaha-usaha yang besar dan

    serius. Ilmu memang tidak mudah didapat tapi bila sudah dapat melaksanakannya, banyak

    manfaat yang kita peroleh.

    Dalam pengembangan tentang pendidikan agama Islam yang kita harapkan

    bersama, yaitu pendidikan yang mampu memberi nilai yang baik dan mulia, maka

    memang perlu diperhatikan segala hal yang bersangkut paut dengan apa yang ada dalam

    al-Quran. Dalam hal ini pendidikan disempurnakan dan dipenuhi dengan hal-hal yang

    sifatnya nyata dalam bentuk pengalaman.

    Dalam melaksanakannya, pendidikan merupakan suatu proses yang terdiri daribeberapa komponen, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling

    komplementer atau saling pengaruh mempengaruhi kepada tujuan.

    Dalam kaitan antara pendidikan agama Islam dengan hal-hal yang menyangkut

    penerapan moral atau akhlak, dalam hal ini yang terangkum dalam al-Quran, maka kita

    akan menemukan permasalahan-perma-salahan itu dalam permasalahan atau pembahasan

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    5/21

    5

    yang selalu digeluti oleh Ulama besar Hujatul Islam Abi Hamid Muhammad bin

    Muhammad al-Ghazali. Dialah tokoh umat Islam yang tidak sedikit waktunya dicu-

    rahkan untuk kegiatan-kegiatan dan penelaahan-penelaahan yang masih ada sangkut

    pautnya dengan permasalahan yang ada di dalam al-Quran terutama dalam bidang

    pendidikan. Wawasan keilmuannya yang se-demikian luas dan mendalam serta sikap

    hidupnya sebagai hamba Allah yang konsisten, terbaca dalam karya-karyanya yang

    jumlahnya sekitar seratus buah, serta transfaran pula dalam pola perilakunya sehari-hari.

    Mengingat betapa pentingnya mengetahui pemikiran Imam al-Ghazali untuk

    pengembangan pendidikan Islam, maka secara spesifik perumusan masalah penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    1.

    Apakah yang dimaksud dasar pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali?

    2.

    Bagaimana al-Ghazali meletakkan al-Quran dan Sunnah sebagai dasar dalam

    penentuan tujuan pendidikan Islam itu?

    3.

    Bagaimana pandangan al-Ghazali tentang al-Quran dan Sunnah sebagai dasar dalam

    penentuan metode dan materi pendidikan Islam itu?

    4. Kualifikasi apa yang menjadi prioritas bagi al-Ghazali dalam pendidikan Islam?

    B. LANGKAH-LANGKAH DAN METODE PENELITIAN

    Setelah diketahuinya permasalahan yang ada, yakni berkenaan dengan al-Quran dan

    Sunnah sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali, maka

    langkah selanjutnya adalah menyusun atau merumuskan permasalahan-permasalahan tersebut

    secara sistematis sesuai dengan prosedur yang berlaku.

    1. Menginventarisasi Data.

    Upaya untuk mengetahui secara mendalam mengenai pembahasan al-Quran dan Sunnah

    sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali diperlukan

    berbagai sumber data, baik data yang bersifat kewahyuan seperti al-Quran dan Sunnah,

    ataupun data yang berhasil dihimpun dari berbagai buku-buku, sesuai dengan penelitian ini.

    2. Teknik PenelitianTeknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu studi kepustakaan (books survey),

    yakni berupa penelitian yang menitikberatkan pada penelaahan buku-buku karangan para ahli

    yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Dilihat dari teknik analisisnya, penulis

    menggunakan teknik analisis data sebagai berikut:

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    6/21

    6

    a. Teknik Induktif, yaitu penelitian dengan menggunakan premise dari fakta yang bersifat

    khusus menuju ke arah yang bersifat umum sebagai kesimpulannya.

    b. Teknik Dedutif, yaitu penelitian dengan menggunakan premise dari fakta yang bersifat

    umum menuju ke arah yang bersifat khusus sebagai kesimpulannya.

    c. Teknik Konvergentif, yaitu suatu teknik penelitian dengan memadukan kedua unsur teknik

    yang bersifat kualitatif di atas.

    3. Pengolahan atau Analisis Data

    Hal ini berarti membuat suatu formulasi dari data yang telah di dapat secara variabel,

    sehingga menghasilkan suatu rumusan mengenai al-Quran dan Sunnah sebagai dasar bagi

    pengembangan pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali secara kualitatif.

    4. Membuat Kesimpulan

    Dari sejumlah uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya, kemudian ditarik

    suatu kesimpulan dari penelitian yang berkenaan dengan masalah yang diangkat dalam

    penelitian ini, yakni al-Quran dan Sunnah sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan Islam

    menurut Imam al-Ghazali. Dengan terselesaikannya langkah ini diharapkan akan terjadinya

    suatu deskripsi tentang al-Quran dan Sunnah sebagai dasar bagi pengembangan pendidikan

    Islam, sebagai sebuah sumbangan pemikiran dari Imam al-Ghazali.

    C. TEMUAN DALAM PENELITIAN

    1. Konsep dan Tujuan Pendidikan dalam al-Quran dan al-Sunnah

    Jargon bahwa al-Quran sebagai sumber pokok ilmu pengetahuan dan al-Sunnah

    sebagai sumber inspirasi bagi kebangkitan umat, yang intinya menempatkan bahwa al-

    Quran sebagai petunjuk global dan al-Sunnah sebagai petunjuk praktis bagi kehidupan

    umat Islam, maka nilai-nilai universalitasnya masih memungkinkan untuk dapat dipakai

    hingga akhir zaman. Oleh karena itu, kedua sumber ajaran Islam tersebut dapat dijadikan

    dasar bagi pendidikan Islam.

    Al-Quran sebagai sumber nilai dari pedoman bagi ummat Islam memiliki sistem

    kehidupan yang sempurna, karenanya dalam persoalan pendidikan yang merupakan aspek

    pokok dalam kehidupan hampir dua pertiga dibicarakan dalam al-Quran.

    Di dalam al-Quran didapatkan pembahasan mengenai pendidikan bagi manusia.

    Kata Rabbul Alamin dalam ayat Alhamdu lillahi robbil Alamin memiliki arti

    murobbil Alamin (pendidikan alam semesta). Term Tarbiyah yang sering dipakai

    dalam kalangan pendidikan Islam merupakan bantuan dari kata kerja rabba yurobbi

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    7/21

    7

    tarbiyatan; yang memiliki arti pendidikan dan pemeliharaan. Hal ini digambarkan di

    dalam surat al-Isra: 24, yang artinya: Ya Tuhanku kasihanilah mereka keduanya,

    sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku semasa kecil.

    Karena al-Quran memberikan pandangan yang mengacu kepada kehidupan di

    dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam.

    Adalah mustahil jika seseorang berbicara tentang pendidikan Islam bila tanpa mengambil

    al-Quran sebagai rujukannya.

    Dengan demikian dapat diperoleh suatu kejelasan bahwa pendidikan menurut al-

    Quran adalah merupakan konsekuensi logis dari usaha pemenuhan kebutuhan hidup

    manusia, baik dilihat dari kebutuhan fisiologis maupun psikologis yang memungkinkan

    tercapainya perbaikan dan kualitas hidup manusia berdasarkan ajaran Islam melalui upaya

    pendidikan yang bersumber dari ajarannya yang asli, yaitu al-Quran. Lebih dari itu al-

    Quran juga merupakan tuntunan dan pedoman hidup manusia dalam berbagai bidang dan

    aspek hubungan, termasuk di dalamnya hubungan yang berfungsi untuk membudidaya-

    kan sumber daya manusia, yaitu melalui pendidikan. Adapun term yang selalu dipakai

    untuk istilah pendidikan ini, al-Quran menyebutnya dengan istilah Tarbiyah

    (memelihara dan mendidik), meskipun oleh beberapa ahli pendidikan penggunaan istilah

    ini kurang tepat. Namun yang pasti, al-Quran dengan segenap konsep yang paripurna dan

    komprehensif telah memberikan dasar-dasar pokok bagi acuan dan usaha pendidikan

    yang mesti dilakukan umat manusia menuju kebaikan di dunia dan di akhirat kelak. Hal

    ini berarti memastikan manusia agar menjalani proses kehidupannya dengan usaha

    pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan hidupnya, yang memiliki falsafah

    dasar yang kuat serta tidak berubah-ubah, yakni landasan al-Quran sebagai acuan

    nilainya.

    Pembinaan manusia, ataudengan kata lainpendidikan al-Quran terhadap,

    anak didiknya dilakukan secara bersamaan. Satu contoh sederhana adalah sikap al-Quran

    ketika menggambarkan puncak kesucian jiwa yang dialami oleh seorang Nabi pada saat iamenerima wahyu. Di sana al-Quran mengaitkan pelaku yang mengalami puncak

    kesucian tersebut dengan suatu situasi yang bersifat material.

    Dengan demikian, konsep pendidikan yang dikehendaki oleh al-Quran dan al-

    Sunnah itu adalah pendidikan sepanjang hayat. Misalnya sifat pendidikan al-Quran

    adalah rabbani, yakni yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT, yang oleh

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    8/21

    8

    al-Quran dijelaskan cirinya antara lain mengajarkan Kitab Allah, baik yang tertulis (al-

    Quran), maupun yang tidak tertulis (alam raya), serta mempelajarinya secara terus

    menerus.

    Adapun tujuan Pendidikan dalam al-Quran dan al-Sunnah adalah dapat

    dijelaskan bahwa setiap usaha pendidikan tentunya akan memiliki prinsip-prinsip yang

    mendasari pendidikan itu berlangsung. Dasar pendidikannya sudah barang tentu harus

    sesuai dengan model, proses dan orientasi pendidikan yang direncanakan.

    Demikian pula halnya dengan pendidikan dalam Islam, dengan melihat namanya

    saja (pendidikan Islam) sudah nampak jelas bahwa pendidikan itu didasarkan pada

    sumber ajaran Islam, yakni al-Quran sebagai sumber pokoknya, dan al-Sunnah dan

    ditambah beberapa pemikiran para ahli di bidangnya.

    Dalam hubungan ini, Abdurrahman Shaleh Abdullah menjelaskan bahwa jika al-

    Quran memberikan pandangan yang mengacu kepada kehidupan di dunia ini, maka asas-

    asas dasarnya harus dapat memberikan petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang

    tidak mungkin dapat berbicara tentang pendidikan Islam bila tanpa mengambil al-Quran

    sebagai satu-satunya rujukan.

    Kutipan beberapa ayat-ayat al-Quran dan dua sabda Nabi di atas, yang dijadikan

    rujukan dalam merumuskan suatu tujuan pendidikan yang terkandung dalam al-Quran

    dan al-Sunnah itu, antara lain:

    1. Mengenalkan manusia akan peranannya di antara sesama makhluk Allah dan tanggung

    jawab pribadinya di dalam hidup ini.

    2. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup

    bermasyarakat.

    3. Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah

    diciptakannya serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil

    manfaat dari alam tersebut.

    4.

    Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadahkepada-Nya.

    5. Membimbing manusia agar berakhlak baik, dan melarang berakhlak munafik.

    6.

    Membimbing manusia agar menjadi orang yang pintar dan mampu menjadi pemimpin

    yang tidak menyesatkan masyarakat.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    9/21

    9

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan dalam al-Quran

    dan al-Sunnah itu adalah menumbuhkan kemampuan dalam mengembangkan tiga

    kekuatan rohaniah pokok pada manusia (trichotomi), yaitu untuk dapat berkomunikasi

    secara baik dengan Tuhannya, dengan sesamanya, maupun dengan alam sekitarnya.

    Kemampuan berkomunikasi dengan Tuhan, manusia dan alam sekitarnya yang

    bermakna demikian luas itulah tampak yang hendak dicapai dalam tujuan pendidikan

    dalam al-Quran dan al-Sunnah. Dan dalam proses berkomunikasi dengan tiga aspek itu,

    al-Quran dan al-Sunnah dilandasi dengan akhlak yang baik.

    2. Percikan Pemikiran Imam Al-Ghazali

    Pandangannya terhadap dunia pendidikan, Imam al-Ghazali lebih banyak

    berorientasi pada penekanan bathiniyah (aspek afektif) daripada berorientasi pada

    pengetahuan inderawi belaka. Hal ini tampak dari buah karyanya seperti Fatihat al-

    Kitab, Ayyuh al-Walad dan Ihya Ulumuddin.

    Imam al-Ghazali memandang pendidikan sebagai sarana atau media untuk

    mendekatkan diri (taqarrub) kepada Sang Pencipta (Allah), dan untuk mencapai

    kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak yang lebih utama dan abadi. Hal ini terlihat dari

    tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni: (1) Insan Purna yang bertujuan

    mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan (2) Insan Purna yang bertujuan untuk

    mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    Di samping itu, terdapat hal yang penting mendapat perhatian dalam mengkaji

    pemikiran Imam al-Ghazali dalam bidang pendidikan ini, yaitu pandangannya tentang

    hidup dan nilai-nilai kehidupan yang sejalan dengan filsafat hidupnya, meletakkan dasar

    kurikulum sesuai dengan proporsinya serta minatnya yang besar terhadap ilmu

    pengetahuan.

    Dengan demikian, corak pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan itu cenderung

    sufistik dan lebih banyak bersifat rohaniah. Karena menurutnya ciri khas pendidikan

    Islam itu lebih menekankan pentingnya menanamkan nilai moralitas yang dibangun darisendiri-sendi akhlak Islam.

    Namun demikian, al-Ghazali menekankan pula pentingnya penguasaan ilmu

    pengetahuan untuk kepentingan hidup manusia. Ilmu pengetahuan menurut Imam al-

    Ghazali adalah sebagai kawan di waktu sendirian, sahabat di waktu sunyi, penunjuk jalan

    kepada agama, merupakan pendorong ketabahan di saat dalam kekurangan dan

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    10/21

    10

    kesukaran. Sedemikian agung Imam al-Ghazali memandang ilmu pengetahuan sebagai

    tolok ukur keberhasilan pendidikan Islam pada masa kini dan yang akan datang, sehingga

    Abdul Razak Naufal menyebut Imam al-Ghazali sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan

    tentang kejiwaan (Psikologi) di dunia ini. Hal ini sejalan dengan corak dan filsafat

    pendidikannya yang bersifat sufistik atau kerohanian itu.

    Lebih spesifiknya pandang al-Ghazali tentang pendidikan itu antara lain

    dinyatakan: Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan mendekatkan diri kepada

    Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan

    berhampiran dengan malaikat tinggi Dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu

    yang berkembang melalui pengajaran dan bukan ilmu yang beku yang tidak

    berkembang.

    Menurut analisis Abidin Ibnu Rusn, Kata hasil, seperti tertera dalam kutipan

    pertama di atas, adalah menunjukkan pada proses, dan kata mendekatkan diri kepada

    Allah menunjukkan pada tujuan. Dan kata ilmu menunjukkan pada alat. Sedangkan

    pada kutipan kedua di atas merupakan penjelasan mengenai alat, yakni disampaikannya

    dalam bentuk pengajaran.

    Dengan demikian pandangan al-Ghazali mengenai pendidikan Islam itu adalah

    sarana bagi pembentukan manusia yang mampu mengenal Tuhannya dan berkakti

    kepadaNya. Sehingga dalam pandangan al-Ghazali dinyatakan bahwa manusia yang

    dididik dalam proses pendidikan hingga pintar, namun tidak bermoral, maka orang

    tersebut dikategorikan sebagai orang bodoh, yang dalam hidupnya akan susah. Demikian

    pula orang yang tidak mengenal dunia pendidikan, dipandangnya sebagai orang yang

    binasa. Pandangan ini berdasarkan penyataan Abu Darda, salah seorang sahabat Nabi,

    yang dikutip oleh al-Ghazali dalam bukunya:

    Orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu berserikat pada kebaikan.

    Dan manusia lain adalah bodoh dan tak bermoral. Hendaklah engkau menjadi orang

    yang berilmu atau belajar atau mendengar, dan jangan engkau menjadi orang keempat(tidak masuk salah seorang dari ketiga itu), maka binasalah engkau.

    Berdasarkan pernyataan ini al-Ghazali menekankan betapa pentingnya manusia

    itu berilmu dan ilmu itu harus diajarkan kepada yang lainnya. Dengan kata lain, al-

    Ghazali menghendaki bahwa pendidikan itu menjadi suatu kebutuhan pokok umat Islam.

    Karena Islam menghendaki pendidikan itu berlangsung sepanjang hayat manusia. Dan

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    11/21

    11

    dengan pendidikan itu pula umat Islam dapat berproses hingga mencapai predikat sebagai

    insan kamil, yakni manusia yang memiliki integritas moral yang tinggi, yang dibangun

    dari nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh Islam.

    3. Pandangan al-Ghazali tentang al-Quran dan al-Sunnah sebagai Sumber

    Pendidikan Islam

    Pendidikan yang boleh dikatakan sebagai bentuk rekayasa sosial (social

    engeneering) yang telah dicanangkan oleh ajaran Islam dalam pembentukan masyarakat

    yang bermartabat sebagai kebalikan dari masyarakat Jahiliyah, maka sudah tentu

    sumbernya adalah dari ajaran Islam itu sendiri, yakni dari al-Quran dan al-Sunnah telah

    disepakati oleh umat Islam (ijma jamai) sebagai sumber pokok ajaran Islam.

    Berangkat dari pemikiran ini, al-Ghazali yang dikenal luas sebagai Hujjah al-

    Islam, dan telah bergumul langsung dengan pendidikan Islam itu, pemikirannya tentang

    pendidikan dapat dicermati dalam kedua bukunya:Ihya Ulum al-Din dan Ayyuh al-

    Walad.

    Dalam kedua buku ini, al-Ghazali menekankan pemikiran pendidikan itu harus

    mengedepankan pembersihan jiwa dari noda-noda akhlak dan sifat tercela. Sebab, ilmu

    itu merupakan bentuk ibadah hati, shalatnya nurani dan pendekatan jiwa menuju Allah

    SWT. Pandangan sufistik demikian itu, tampak berangkat dari krisis kepercayaan al-

    Ghazali terhadap ilmu-ilmu rasional sebelumnya yang digumuli oleh al-Ghazali, seperti

    kalam dan filsafat yang tidak memuaskan aspek religinya.

    Al-Ghazali memformulasikan teori kependidikannya dalam karya Ayyuh al-

    Walad. Namun prinsip-prinsip pokok pendidikan di karya ini banyak yang sudah

    diungkapannya dalam karyaIhya', sehingga sebagian yang ada dalamAyyuh al-Walad itu

    hanya merupakan pengulangan terhadap apa yang telah ada dalamIhya'.

    Pembicaraan al-Ghazali mengenai pendidikan yang terdapat dalamIhya' berkisar

    pada tiga hal pokok:

    1.

    Penjelasan tentang keutamaan ilmu pengetahuan atas kebodohan2.

    Pengklasifikasian ilmu-ilmu yang termasuk ke dalam program kurikuler.

    3. Kode etik bagi pendidik (guru) dan peserta didik.

    Terkait dengan hal pertama, al-Ghazali memaparkan serangkaian ar-gumen-

    argumen naqli dan aqli. Argumen-argumen naqli yang dikemukakan-nya mempunyai

    kesamaan dengan argumen-argumen naqliyang dikemukakan oleh para ahli pendidikan

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    12/21

    12

    Muslim lain dalam karya-karya mereka, karena memang bersumber dari al-Quran, Hadis

    dan pendapat para pakar yang sama.

    Adapun argumen-argumen naqli yang dikemukakannya banyak ber-beda dengan

    ahli pendidikan lain; argumen-argumen naqlinya berorientasi pada tujuan tunggal berupa

    pengarahan individu menuju kedekatan diri dengan Allah. Dikatakannya, karena

    dunia merupakan sawah ladang bagi akhirat; ia adalah wahana pengantar menuju Allah

    bagi orang-orang yang memang menjadikannya sebagai alat dan sarana, tidak

    menjadikannya sebagai tempat tinggal dan tujuan.

    Dengan kerangka pikir semacam itu, al-Ghazali melihat ilmu pengetahuan itu

    merupakan keutamaan bernilai manfaat yang bersifat internal, sehingga ia dicari karena

    manfaat internalnya dan ia merupakan sarana untuk menggapai kebahagiaan di akhirat.

    Selain itu, ia juga merupakan jalan utama yang mengantarkan seseorang dekat dengan

    Allah semulia-mulianya segala sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang dekat dengan-

    Nya. Untuk bisa dekat dengan Allah seseorang perlu beramal dan seseorang tidak dapat

    beramal dengan baik dan benar kecuali dengan ilmu pengetahuan mengenai bagaimana

    cara beramal. Jadi, pangkal kebahagiaan di dunia dan di akhir adalah ilmu, sehingga

    merupakan amal yang terbaik. Sesuatu dapat diketahui kadar keutamaannya melalui

    akibat (manfaat) yang ditimbulkan; sementara sudah dimaklumi bahwa manfaat ilmu

    adalah kedekatan diri dengan Allah, para malaikat dan kalangan orang-orang mulia

    lainnya di akhirat. Adapun di dunia, (hal yang bisa diraih dengan ilmu) adalah kemuliaan,

    kahormatan dan kewibawaan, bahkan dari kalangan masyarakat pun, menghormati dan

    memuliakan guru-guru mereka lantaran keilmuan yang dimiliki. Tidak hanya itu, hewan

    pun tunduk kepada manusia lantaran memandang manusia lebih tinggi tingkatannya.

    Inilah keutamaan ilmu secara umum. Memang ada perbedaan dan hirarki keilmuan yang

    berimplikasi pada variasi keutamaan masing-masing.

    Bila ilmu merupakan hal yang paling mulia, maka mempelajari ilmu berarti

    menuntut sesuatu yang utama, dan mengajar tujuan pokok hidup kita bermuara padalingkup agama dan dunia. Harmoni agama memerlukan har-moni sawah ladang akhirat

    (dunia) yang merupakan sarana menuju Allah yang menjadikannya sebagai alat dan

    media, bukan bagi orang yang menjadi-kannya sebagai orientasi dan tujuan hidup. Dan

    urusan dunia hanya dapat diatur bila ada karya usaha (amal) manusia.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    13/21

    13

    Dan pemikiran al-Ghazali tentang keutamaan orang yang berilmu itu, terdapat

    relevansinya dengan firman Allah, misalnya ayat yang menyatakan, artinya:Allah akan

    meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

    pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

    (Q.S. al-Mujadalah, 58: 11).

    Bahkan orang yang mengabdikan dirinya dalam pengembangan ilmu

    pengetahuan, dipandang oleh Allah sebagai bentuk inventasi masa depan di akhirat kelak.

    Allah menyatakan: Barangsiapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang

    baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan

    memperoleh pahala yang banyak (Q.S. al-Hadid, 57: 11).

    Itu sebabnya, karya usaha (profesi) termulia setelah profesi kenabian adalah

    mengajarkan ilmu, membersihkan jiwa manusia dari akhlak tercela dan merusak dan

    membimbing mereka menuju akhlak terpuji dan menyejah-terakan. Profesi inilah yang

    disebut al-Ghazali dengan talim.(pengajaran). Menurut Muhammad Jawwad Ridha,

    mengurai alasan profesi ini sebagai profesi termulia menurut al-Ghazali itu adalah

    berdasar tiga hal. Yang merupakan parameter penilaian suatu profesi:

    1. Intrumen daya insani yang dipergunakannya. Ilmu pengetahuan intelektual lebih

    utama dibandingkan ilmu pengetahuan kebahasaan, karena yang pertama

    menggunakan instrumen daya insani akal, sedangkan yang kedua menggunakan

    instrumen daya insani sama. Akal lebih utama dibandingkan dengan sama

    2. Scop kemanfaatannya seperti keutamaan pertanian atas penyablonan.

    3. Objek yang digarapnya, seperti keutamaan penyepuhan atas penyamakan, karena

    yang pertama objeknya adalah emas, sedangkan yang kedua objeknya adalah kulit.

    Jelaslah bahwa ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan menuju akhirat

    hanya dapat diperoleh dengan menggunakan kesempurnaan akal dan kejernihan pikir.

    Akal adalah instumen daya insani yang termulia karena dengannyalah manusia menerima

    amanat dari Allah dan dengannya juga manusia mendekatkan diri kepadaNya.Dalam hubungannya dengan kurikulum, al-Ghazali membagi ragam ilmu (sebagai

    program kurikuler) menjadi dua bagian: Ilmu yang pardu ain dan Ilmu yang pardu

    kifayah. Sedangkan dalam hubungannya dengan ilmu yang pardu ain, ia membaginya

    menjadi: Ilmu muamalah (empiris praktis) dan Ilmu mukasyafah.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    14/21

    14

    Dalam kitab Ihya, al-Ghazali menuturkan beberapa kewajiban pendidik dan

    peserta didik yang disebutnya sebagai kode etik pendidikan ditemukan ada beberapa

    konklusi edukatif yang mencirikan pola umum pemikiran al-Ghazali dalam

    pendidikannya, antara lain sebagai berikut:

    1. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada pencapaian ridla Allah. Karena,

    ilmu berfungsi membersihkan jiwa manusia dari ambisi dan tujuan yang rendah. Ilmu

    menyeru pada keluhuran jiwa dan kemuliaan rohani.

    2. Kode etik tersebut memperkuat teori ilmu ilhami yang oleh al-Ghazali dijadikan

    sebagai landasan teori pendidikannya. Pada banyak tempat ia menandaskan, bahwa

    ilmu adalah cahaya yang dilimpahkan Allah ke dalam hati manusia.

    3.

    Peneguhan tujuan agamawi dalam kegiatan menuntut ilmu. Bahkan tujuan agamawi

    merupakan tujuan puncak kegiatan menuntut ilmu.

    4.

    Terdapat poin penting berupa pembatasan term al-ilmhanya pada ilmu tentang Allah.

    Al-Ghazali menegaskan, Ilmu merupakan keutamaan pada dirinya sendiri tanpa

    syarat. Sebab, ia adalah atribut kesempurnaan yang dimiliki Allah dan dengannya

    pula para Malaikat dan para Nabi menjadi mulia.

    Al-Ghazali juga berpandangan idealistik terhadap profesi guru. Idealisasi guru,

    menurutnya, adalah orang yang berilmu, beramal dan mengajar. Orang seperti ini adalah

    gambaran orang yang terhormat di kolong langit. Dari sini al-Ghazali menekankan

    perlunya keterpaduan ilmu dengan amal. Ia menyerupakan guru sejati dengan matahari

    yang menyinari sekelilingnya, dan dengan minyak wangi (misk) yang membuat harum di

    sekitarnya. Adapun orang berilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya, maka ia ibarat

    lembar kertas yang bermanfaat bagi lainnya, namun dirinya sendiri kosong. Atau ibarat

    jarum yang menjahit baju untuk yang lain, sementara dirinya sendiri justru telanjang. Atau

    ibarat lilin yang menerangi lainnya, namun dirinya sendiri justru meleleh terbakar.

    Berangkat dari perspektif idealistik profesi guru tersebut, al-Ghazali menandaskan

    bahwa orang yang sibuk mengajar merupakan orang yang bergelut dengan sesuatu yangamat penting. Sehingga ia perlu menjaga etiket dan kode etik profesinya.

    Demikianlah prinsip-prinsip umum yang dikemukakan al-Ghazali ber-kenaan

    dengan teori pendidikannya dalam kitab Ihya. Namun demikian, konsep filosofis

    pendidikannya tampak lebih banyak tertuang dalam kitabAyyu al-Walad. RisalahAyyuh

    al-Walad, dalam bentuknya yang ringkas itu, terdiri dari pengantar dan enam bagian

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    15/21

    15

    pembahasan. Bagian pengantar merupakan prolog yang berisi seputar nasihat dan

    perdebatan para filosof tentang tujuan ilmu, kaitan ilmu dengan amal, ilmu sebagai

    ketaatan dan ibadah sebagai pelaksanaan tuntunan syara.

    Bagian pertama meliputi pembahasan tentang kebenaran itikad, taubat, usaha

    menjauhi debat kusir dalam masalah ilmu dan perolehan ilmu syari. Sementara bagian

    kedua berisi seputar amal salih, pelatihan jiwa, remehnya dunia, pembersihan jiwa dari

    sifat rakus (tamak) dan perlawanan terhadap syetan.

    Adapun bagian ketiga berisi tentang seputar pendidikan, yaitu terkait dengan

    pentingnya pengikisan akhlak tercela dan penanaman akhlak terpuji. Bagian keempat

    mengulas tentang etika peserta didik yang banyak kesamaan-nya dengan paparan al-

    Ghazali dalam kitabIhya. Sementara bagian kelima memuat topik perihal penganut sufi

    sejati, syarat-syarat keistiqamahanber-sama Allah dan ketenangan (al-sukun) bersama

    makhluk. Sedangkan bagian keenam oleh al-Ghazali diisi dengan beberapa nasihat

    penting bagi para peserta didik. Keharusan mereka memadukan antara ilmu dan amal;

    larangan berdebat kecuali untuk tujuan mencari kebenaran; larangan terlalu intim

    dengan para penguasa; larangan untuk menerima hadiah dari mereka, karena keintiman

    yang seharusnya hanyalah dengan Allah dan dengan sesuatu yang diridlai-Nya melalui

    ketekunan dalam berbuat kebaikan.

    4. Relevansi Pandangan al-Ghazali bagi Kebutuhan Pengembangan Pendidikan

    Islam Dewasa Ini

    Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan secara umum dapat dinilai

    dari out put-nya, yakni orang-orang sebagai produk pendidikan. Bila pendidikan

    menghasilkan orang-orang yang dapat bertanggung jawab atas tugas-tugas kemanusiaan

    dan tugas-tugasnya kepada Tuhan, bertindak lebih bermanfaat baik bagi dirinya sendiri

    maupun bagi orang lain, maka pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil. Sebalilknya,

    bila out put-nya adalah adalah orang-orang yang tidak mampu melaksanakan tugas

    hidupnya, pendidikan tersebut dianggap mengalami kegagalan.Ciri-ciri utama dari kegagalan suatu proses itu ialah, manusia-manusia produk

    pendidikan itu lebih cenderung mencari kerja dibandingkan dengan orang yang dapat

    menciptakan lapangan kerja sendiri. Kondisi demikian itu seperti terlihat dewasa ini,

    kemudian melahirkan berbagai budaya yang tidak sehat bagi masyarakat luas. Hanya

    karena ingin mendapat kerja yang layak, kemudian secara kondisional orang terpaksa

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    16/21

    16

    menyuap. Sebaliknya, orang yang tidak dapat bekerja yang dianggap sesuai dengan

    pendidikannya, juga melakukan tindak budaya yang lebih tidak sehat lagi, misalnya,

    mencuri dan tindakan negatif lainnya.

    Secara inplisit al-Ghazali menekankan bahwa tujuan pendidikan itu adalah dalam

    upaya membentuk insan yang paripurna, yakni insan yang tahu akan kewajibannya baik

    sebagai hamba Allah, maupun sebagai sesama manusia. Hal ini misalnya terlihat dalam

    nasihat yang diberikan oleh al-Ghazali, yang diungkapkannya dalam uraian akhir buku

    Ayyuh al-Walad.

    Untuk mewujudkan insan sempurna (insan kamil) seperti itulah tampaknya yang

    menjadi tujuan pendidikan dalam pandangan al-Ghazali, yakni melalui pendidikan akal,

    pendidikan kejiwaan (afeksi) dan pendidikan jasmani atau lebih dikenal dengan sebutan

    pendidikan keterampilan.

    Dalam sudut pandang Ilmu Pendidikan Islam, aspek pendidikan akal ini harus

    mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini dimaksudkan untuk melatih dan mendidik

    akal manusia agar dapat berpikir dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk dari Allah

    dan Rasul-Nya. Sebaliknya, akal yang tidak mendapatkan pendidikan akan berakibat

    langsung ataupun tidak langsung kepada pemiliknya untuk melakukan hal-hal diluar

    kemampuannya. Adapun mengenai pendidikan hati seperti dikemukakan oleh al-Ghazali

    di atas, adalah merupakan suatu keharusan bagi setiap insan.

    Dengan demikian keberadaan pendidikan bagi manusia yang meliputi berbagai

    aspeknya adalah mutlak diperlukan bagi kesempurnaan hidup manusia dalam upaya

    membentuk wujud pribadi manusia paripurna, berbahagia di dunia dan di akhirat kelak.

    Hal ini berarti bahwa tujuan yang telah ditetapkan oleh Imam al-Ghazali memiliki

    koherensi yang dominan dengan upaya pendidikan yang melibatkan kepada pembentukan

    seluruh aspek pribadi manusia secara utuh.

    Demikian pula secara umum, pandangan al-Ghazali tentang pendidikan Islam,

    tampak perlu dicermati. Keutuhan pandangan al-Ghazali tentang ilmu misalnya, nampaktidak dikotomi seperti sekarang ini ada ilmu agama dan ilmu umum seperti itu. Sehingga

    dari segi kualitas intelektual, secara umum umat Islam jauh tertinggal dari umat yang lain.

    Hal ini barangkali salah satu dari akibat sempitnya pandangan umat terhadap ilmu

    pengetahuan yang dikotomis seperti itu.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    17/21

    17

    D. KESIMPULAN

    Beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:

    1.

    Pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali adalah sarana perekayasaan sosial bagi

    umat Islam yang berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah untuk menuju kesempurnaan

    hidup manusia hingga mencapai insan kamil, yang bertujuan untuk mendekatkan diri

    kepada Allah (taqarrub) dalam arti kualitatif, dan kesempurnaan manusia yang

    bertujuan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Pencapaian

    kesempurnaan hidup melalui proses pendidikan itu juga merupakan tujuan dari

    pendidikan Islam itu sendiri.

    2.

    Materi pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali yang berdasarkan al-Quran dan al-

    Sunnah itu ialah berisikan tentang berbagai macam ilmu pengetahuan sebagai sarana

    yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya, dengan itu ia mendekatkan diri secara

    kualitatif kepada-Nya, dan dengan begitu si penuntut ilmu dapat mencapai

    kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.Namun yang menjadi prioritas materi yang

    terpenting dari pendidikan Islam itu adalah bidang akhlak.

    3.Metode pendidikan Islam menurut Imam al-Ghazali yang berdasarkan al-Quran dan

    al-Sunnah ialah mengandung pengertian yang sangat luas. Tidak hanya di tafsirkan

    sebagai kegiatan mengajar saja kepada anak didik, namun lebih dari itu yang dimak-

    sudkan dengan metode pendidikan menurut Imam Al-Ghazali ini adalah juga menjadi-

    kan guru (al-muallim) sebagai figur sentral untuk dapat dijadikan teladan bagi anak

    didiknya. Dalam hal ini, metode pendidikan yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali

    adalah sejenis pendidikan guru atau pelatihan guru (teacher education or trainning).

    Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, berikut ini beberapa implikasi bagi

    pengembangan pendidikan Islam, antara lain sebagai sebagai berikut:

    1. Pendidikan agama Islam sebagai suatu sistem hendaklah diinterpretasikan sebagai

    satu kesatuan yang utuh dan bulat terdiri dari berbagai komponen yang saling

    menunjang, tidak dipisah-pisahkan.2.

    Untuk memahami tentang sistem pendidikan agama Islam dengan baik dan benar

    hendaknya merujuk kepada acuan nilai yang mendasarinya, yaitu al-Quran dan al-

    Sunnah supaya terhindar dari kekeliruan yang dibuat.

    3.

    Di samping penelaahan terhadap acuan nilai tersebut, diperlukan pula acuan lainnya,

    seperti para pemikir pendidikan muslim lainnya, seperti Imam al-Ghazali. Oleh

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    18/21

    18

    karena itu pemikiran Imam al-Ghazali mengenai pendidikan Islam hendaknya dapat

    juga dijadikan sandaran bagi pengembangan pendidikan itu, baik pendidikan yang

    bersirikan agama maupun non agama. Dan bahkan al-Ghazali tidak membedakan

    sama sekali ilmu-ilmu itu. Karena baginya ilmu adalah alat untuk mencapai

    keridhaan Allah.

    4.

    Upaya untuk mengaktualisasikan pemikiran Imam al-Ghazali mengenai pendidikan

    hendaknya diambil dari sumber rujukannya yang asli untuk menjaga keorsinilan

    pemikiran tersebut.

    Dengan demikian, pemikiran Imam al-Ghazali ini hendaknya dijadikan rujukan

    bagi pengembangan ilmu pendidikan di masa sekarang dan yang akan datang, terutama

    pengembangan pendidikan bagi masyarakat Islam, yang kualitasnya tidak pernah bisa

    mencapai ukuran berhasil yang memadai.

    E. DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah, Abdurrahman Shaleh.,Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-

    Quran serta Implementasinya, Bandung: Duponegoro, 1991.

    Abdul Baqi, Muhammad Fuad., al-Lulu wal Marjan jilid 2, terjemahan Indonesia

    oleh H. Salim Bahresy, Surabaya: Bina Ilmu, 1996.

    Ahmad As-Sayid, Mahmud., Mendidik Generasi Qurani, Jakarta: Pustaka al-

    Husna, 1991.

    Ahmad Hidayat, Pengembangan Pendidikan Islam Menurut Imam Ghazali,

    Bandung: Puslit, 1997.

    Ahmad, Jamil., Seratus Tokoh Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.

    Ahmadi Rn., Ali., Artikel: Bimbingan Akhlak Muslim dalam Majalah Media

    Dawah, Jakarta: DDII, 1987.

    Ali, Hamdani., Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka kembang, 1987.

    An-Nahlawi, Abdurrahman., Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam,Bandung: Diponegoro, 1989.

    Anshari, H.E. Saefudin., Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1986.

    Al-Asqalani, Ibnu Hajjar., Fath al-Bari, juz VI & XII, T.tp.: Dar al-Fikr wa

    Maktabah al-Salafiyah, T.tp.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    19/21

    19

    Al-Ghanimi al-Taftazani, Abu al-Wafa., Sufi dari Zaman ke zaman, Bandung:

    Pustaka, 1974.

    Al-Ghazali, Imam., al-Munqidz min al-Dhalal, Istambul: Darussafeka, T.th.

    -----------, Ihya Ulum al-Din,jilid I, al-Nasir Se-rikat an-Nur Asia, T.tp., T.th.

    -----------,Ayyuh al-Walad, Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, T.th.,

    Al-Jurjani, Ali., al-Tarifat., Singapore: al-Haramain T.th.

    Al-Mawla, Mohammad Jad., al-Khuluq al-Kamil, Kairo: al-Maktabah, 1971

    Al-Thohar Ben Asyur, Syaikh Muhammad., Tafsr al-Tahrr wa al-Tanwr.

    Tunis: al-Dar al-Tunisiyyah, 1984.

    Al-Utsaimin,Muhammad Ibn Shalih., Mushthalah al-Hadis, Saudi Arabia: Dar

    al-Fatah al-Syariqah, 1994

    Al-Suyuthi, Imam., al-Jami al-Shaghir jilid V, diterjemahkan oleh H. Nadjih

    Ahjad, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996.

    Ar-Rosi, Abdurrahman., Keberadaan Manusia di Muka Bumi, Bandung:

    Rosdakarya,1988.

    Ash-Shiddieqy, TM. Hasby., Pengantar Ilmu Tafsir/al-Quran, Jakarta: Bulan

    Bintang, 1986.

    -----------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1988.

    Asyraf, Ali.,Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984.

    Barnadib, Sutari Imam.,Ilmu Pendidikan Teoritis, Jakarta: Kalam Mulia, 1987.

    Chalil, Munawar., Kembali kepada al-Quran dan As-Sunnah,Jakarta: Bulan

    Bintang, 1989.

    Daen Indrakusuma, Amir., Pengantar Ilmu Pendidikan, Bandung: Usaha

    Nasional, T.th.

    Effendi, Usman., Pengantar Psikologi, Bandung: Angkasa, 1984.

    Fatah Jalal, Abdul.,Azas-azas Pendidikan Islam, Bandung: Diponegoro,1987.

    Fadhil al-Jamali, Muhammad., Filsafat Pendidikan dalam al-Quran, Jakarta:Kalam Mulia, 1986.

    Faturrahman, Fuh., Wawasan Ilmu Pendidikan, Bandung: Fak. Tarbiyah IAIN

    SGD, 1985.

    Farida,Susan Noor.,Makalah: Hadits-hadis tentang Pendidikan, Program

    Pascasarjana IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 1999.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    20/21

    20

    Feisal, Yusuf Amir., Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press,

    1995, hlm. 118-119.

    ------------,Makalah: Pokok-pokok tentang Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:

    Yayasan Ulul Albab, 1992

    Fikry, Ali., al-Insan, Beirut: Dar al-Fikr, T.th.

    Ghazali, M. Bahri., Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, Jakarta: Pedoman Ilmu

    Jaya, cet.II, 1996.

    Hasan Sulaeman, Fathiyah., Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan,

    Bandung: Diponegoro, 1989

    ------------, Konsep Pendidikan al-Ghazali, Bandung: Diponegoro, 1986.

    Hidayat, A., al-Quran sebagai Konsep Dasar dalam Sistem Pendidikan Islam,

    Bandung: Puslit IAIN, 1998.

    Ibn Hanbal, Ahmad.,Musnad Ahmad Ibn Hanbal,jilid III, dengan Hasyiah oleh

    Ali Ibn Hisam al-Din al-Mutqi, Beirut: al-Maktab al-Islam, 1978.

    Ibnu Rusn, Abidin., Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar, 1998.

    Jawwad Ridha, Muhammad., Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan, Terjemah

    Mahmud Arif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.

    Jabir al-Alwani, Thoha., The Quran and the Sunnah: The Time-Space Factor,

    USA: International In-stitute of Islamic Thought (IIIT), 1991.

    Jaya, Yahya., Spiritualisasi Islam dalam Mengembangkan Kepribadian dan

    Kesehatan Mental, Jakarta: Ruhama, 1994

    Langgulung, Hasan.,Asas-asas Pendidikan Islam,Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989.

    --------------,Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Almaarif,

    1980.

    --------------,Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986.

    Madjid, Nurcholish.,Masyarakat Religius, Jakarta Paramadina, 1997Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Almaarif,

    1989.

    Mudhar, Atho., Fiqh dan Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Budhy Munawar-

    Rachman (ed.) Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1994.

    Naufal, Abdul Razak., Umat Islam dan Sains Modern, Bandung: Husaini, 1987.

  • 7/26/2019 Percikan Pemikiran Imam Al Ghazali

    21/21

    21

    Quesem,Etika al-Ghazali, Bandung: Pustaka, 1998

    Ramdhan al-Buthi, Muhammad., Fiqh al-Sirah, Beirut: Dar al-Fikr, 1980.

    Razak, Nasrudin.,Dienul Islam, Bandung: Almaarif, 1986.

    Schimmel, Annemarie.,Dimensions of Islam, terjemahan Sapardi Djoko Damono,

    dan diberi judul:Dimensi Mistik Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000

    Shaleh Abdullah, Abd al-Rahman., Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut

    al-Quran serta Implemen-tasinya, Bandung: Diponegoro, 1991

    Shihab, M.Quraisy.,Membumikan al-Quran, Bandung: Mi-zan, 1994.

    Soetari Ad., H. Endang., Problematika Hadis, Bandung: Gunung Djati Press,

    1997.

    ------------,Ilmu Hadis, Bandung: Gunung Djati Press, 1998.

    Soenarjo, dkk., al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI. 1993.

    Sudjana, Nana., dan Daeng Arifin, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,

    Bandung: Sinar Baru, 1988.

    Supardi, Ahmad., Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Fak. Tarbiyah

    IAIN SGD 1986.

    Syaefullah, Ali., Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Surabaya: Pustaka al-

    Ikhlas, 1982.

    Syafii, Imam., al-Risalah, terjemahan Ahmadi Toha, Jakarta: Pustaka Firdaus,

    1987.

    Umdirah, Abdurrahman., Metoda al-Quran dalam Pendidikan, Surabaya:

    Mutiara Ilmu, T.th.

    Vondeffer, Ahmad.,Ilmu al-Quran Pengenalan Dasar, Jakarta: Rajawali Press,

    1988.

    Wahab, Salwa.,Membina Muslim Sejati, Jakarta: Karya Indonesia, 1989.

    Yahya, Mukhtar., dan Fathurrahman Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam

    Bandung: Almaarif, 1986.Yaqub, Hamzah., Filsafat Ketuhanan, Bandung: Almaarif, 1987.

    Zainuddin, Seluk beluk Pendidikan al-Ghazali, Jakarta: Bumi Angkasa, 1991.

    Zuhairini dkk.,Methodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional,

    1983.