42
BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan, peta, dan grafik. Sementara itu Spasser (1997:78), mengatakan bahwa “peta adalah alat relasi (relational tools) yang menyediakan informasi antar hubungan entitas yang dipetakan.” Definisi pemetaan yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia menekankan ungkapan perasaan dalam bentuk gambar, tulisan, peta, dan grafik. Definisi ini menekankan produk atau output dari peta. Sedangkan Spasser lebih menekankan proses kegiatan pemetaan. Kedua pendapat ini tidak berbeda melainkan saling melengkapi, karena sebuah produk atau output pemetaan dihasilkan melalui proses. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemetaan merupakan sebuah proses yang memungkinkan seseorang mengenali elemen pengetahuan serta konfigurasi, dinamika, ketergantungan timbal balik dan interaksinya. Pemetaan pengetahuan digunakan untuk keperluan manajemen teknologi, mencakup definisi program penelitian, keputusan menyangkut aktivitas yang berkaitan dengan teknologi, disain, struktur berbasis pengetahuan serta pemrograman pendidikan dan pelatihan. Output dari kegiatan pemetaan adalah gambar, tulisan, peta, dan grafik yang menunjukkan hubungan antar elemen pengetahuan. Menurut Chen dalam Ristiyono (2008: 21) bahwa “peta ilmu pengetahuan menggambarkan suatu hubungan ruang antara batas penelitian dalam bidang kegiatan yang signifikan, juga dimana bidang penelitian itu didistribusikan serta dapat memberikan makna dari hubungan tersebut”. Peta ilmu pengetahuan dapat menggambarkan dan memberikan makna dari hubungan ruang antara batas penelitian yang bidang kegiatannya signifikan dan bidang kegiatan tersebut dapat didistribusikan. Peta ilmu pengetahuan tidak hanya merupakan suatu alat yang praktis untuk menyampaikan informasi mengenai aktivitas ilmiah, tetapi juga dapat dijadikan sebagai suatu dasar untuk mengkaji atau memahami aktivitas UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pemetaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wajib

Citation preview

Page 1: pemetaan

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah

pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan,

peta, dan grafik. Sementara itu Spasser (1997:78), mengatakan bahwa “peta

adalah alat relasi (relational tools) yang menyediakan informasi antar hubungan

entitas yang dipetakan.”

Definisi pemetaan yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia

menekankan ungkapan perasaan dalam bentuk gambar, tulisan, peta, dan grafik.

Definisi ini menekankan produk atau output dari peta. Sedangkan Spasser lebih

menekankan proses kegiatan pemetaan. Kedua pendapat ini tidak berbeda

melainkan saling melengkapi, karena sebuah produk atau output pemetaan

dihasilkan melalui proses.

Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemetaan merupakan sebuah proses yang

memungkinkan seseorang mengenali elemen pengetahuan serta konfigurasi,

dinamika, ketergantungan timbal balik dan interaksinya. Pemetaan pengetahuan

digunakan untuk keperluan manajemen teknologi, mencakup definisi program

penelitian, keputusan menyangkut aktivitas yang berkaitan dengan teknologi,

disain, struktur berbasis pengetahuan serta pemrograman pendidikan dan

pelatihan. Output dari kegiatan pemetaan adalah gambar, tulisan, peta, dan grafik

yang menunjukkan hubungan antar elemen pengetahuan.

Menurut Chen dalam Ristiyono (2008: 21) bahwa “peta ilmu pengetahuan

menggambarkan suatu hubungan ruang antara batas penelitian dalam bidang

kegiatan yang signifikan, juga dimana bidang penelitian itu didistribusikan serta

dapat memberikan makna dari hubungan tersebut”. Peta ilmu pengetahuan dapat

menggambarkan dan memberikan makna dari hubungan ruang antara batas

penelitian yang bidang kegiatannya signifikan dan bidang kegiatan tersebut dapat

didistribusikan. Peta ilmu pengetahuan tidak hanya merupakan suatu alat yang

praktis untuk menyampaikan informasi mengenai aktivitas ilmiah, tetapi juga

dapat dijadikan sebagai suatu dasar untuk mengkaji atau memahami aktivitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: pemetaan

ilmiah dengan menggambarkannya secara tersusun dan terstruktur. Visualisasi

ilmu pengetahuan dapat diwujudkan dalam bentuk peta, sehingga muncullah

bidang pemetaan ilmu pengetahuan atau knowledge mapping. Pemetaan ilmu

pengetahuan dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yang terkait erat dengan

subjek dokumen.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1) bahwa “pemetaan pengetahuan dapat

dilakukan dengan bentuk pemetaan kronologis, pemetaan berbasis co-word,

pemetaan kognitif dan pemetaan”. Dari pendapat Sulistyo-Basuki tersebut dapat

diketahui pemetaan pengetahuan terdiri dari 4 (empat) bentuk yakni kronologis,

berbasis co-word, kognitif dan konseptual.

2.2 Sejarah Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Sejarah pemetaan ilmu pengetahuan sudah lama dikenal. Namun menurut

pencatatan sejarah pemetaan, pertama kali dikenal adalah pemetaan geografis.

Pemetaan geografis menghasilkan sebuah peta geografis.

Sebagai contoh, yakni sekitar tahun 30.000 SM dimulai dari peta geografis

yang ditarik oleh kartografer kuno yang menggambarkan apa yang mereka tahu,

bagaimana ditata dan dimana berada. Seperti yang dipaparkan oleh Stanford

(2001:1), yakni :

Knowledge mapping quite simply is any visualization of knowledge beyond textual for the purpose of eliciting, codifying, sharing, using and expanding knowledge. Thus it began as geographical maps drawn by ancient cartographers who depicted what they knew, how it was laid out and where it was located. Actually it could have originated long before that as ancient pictographs found in caves believed to date around 30,000 B.C. show various animals and might have been a way of recording the strategy of the hunt to share with others or to record for later use. One of the oldest maps was found engraved on a silver vase dating from 3,000 B.C. Sebenarnya itu bisa berasal jauh sebelumnya sebagai piktograf kuno yang

diyakini ditemukan di gua-gua. Pitograf menunjukkan berbagai hewan dan

mungkin telah menjadi cara merekam strategi berburu dan berbagi dengan orang

lain atau untuk merekam kemudian digunakan. Sekitar tahun 3.000 SM

ditemukan salah satu peta tertua terukir pada sebuah vas perak di Makam Maikop

(Lihat Gambar 1). Ini menggambarkan sebuah badan air, beberapa pohon dan

jalan setengah lingkaran menuju dan dari lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: pemetaan

Dapat dilihat pada gambar bahwa di dalam air, di antara pohon-pohon dan

di sepanjang jalan bahwa ada hewan yang berbeda dengan tanah perburuan yang

paling banyak ditampilkan sebagai persimpangan ada di bagian bawah peta. Ini

jelas merupakan sarana kodifikasi pengetahuan untuk membantu pemburu dan

yang lainnya dalam melacak langkah-langkah kembali ke jarahan terbaik.

Sumber: Stanford (2001:1)

Gambar 1: Peta dari Vas Ditemukan di Makam Maikop

Perkembangan selanjutnya konsep pemetaan berkembang pada militer.

Namun konsep pemetaan ini masih merupakan peta geografis. Kegunaannya

adalah untuk melihat kekuatan musuh, menunjukkan kemungkinan rute jalan yang

berbahaya menuju benteng musuh. Peta militer lebih dari peta geografis karena

peta digunakan untuk merencanakan dan menyusun strategi bagaimana mengatasi

musuh dan memenangkan perang. Kemudian tentara juga menggunakan peta

sebagai alat pertempuran setelah menganalisis dan menyusun suatu strategi

perang. Masih di dalam tulisan Stanford (2001:2) menjelaskan bahwa :

The one often called the most perfect example of military mapping for debriefing purposes was that of M. Charles Minard (1781-1870), a retired civil engineer. His map showed the path of the 1812 march of 422,000 of Napoleon's troops leaving Paris for Moscow and the retreat of the decimated ranks. On this map Minard shows the temperatures and other challenges affecting the dwindling size.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: pemetaan

Berdasarkan pendapat Stanford dapat diketahui bahwa salah satu contoh

yang paling sempurna dari pemetaan militer untuk tujuan pembekalan adalah peta

yang dibuat oleh M. Charles Minard (1781-1870), seorang pensiunan insinyur

sipil. Petanya pada tahun 1812 menunjukkan jalan dari barisan, 422.000 pasukan

Napoleon meninggalkan Paris untuk mundur dari jajaran yang akan hancur. Pada

peta ini Minard menunjukkan suhu dan tantangan lain yang mempengaruhi

berkurangnya jumlah pasukan. Visualisasi ini menangkap informasi dalam satu

gambar, bukan volume dari teks. Militer melanjutkan penggunaan peta untuk

strategi pra-perang dan pasca-perang.

Pada akhir abad kesembilan belas pendidik dan sosiolog mulai

menggunakan pemetaan pengetahuan sebagai cara memfasilitasi pembelajaran

dan pemahaman kelompok sosial. Sekarang ini beberapa perusahaan mulai

melihat hal ini sebagai alat berharga untuk memunculkan pengetahuan tacit dan

eksplisit. Sekarang orang lain memanfaatkan pemetaan pengetahuan untuk

melacak aliran pengetahuan, strategi peta dan membuat keputusan bijaksana.

Menurut Bahr dan Dansereau dalam Ahlberg (2007 : 2-3) bahwa: Knowledge mapping was created in the research group of Dansereau in 1970s. In the 1970’s it was however called network. It is related to concept maps, but it has rigidly labelled links. Nowadays, spider maps (spider diagrams) are very popular in UK. The same term is used for many different types of graphic knowledge representation techniques. Forgotten seems to be the history of this term in educational research. The earliest example is probably Hanf who himself uses only term ‘mapping’. Jones & al. named her technique as spider mapping, but they do not refer to Hanf. They present the idea of spider map as their own. The same unethical and unprofessional behaviour is still very common among educationalists.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan pengetahuan

diciptakan dalam kelompok penelitian Dansereau di tahun 1970-an. Namun pada

tahun 1970-an itu disebut jaringan peta. Saat ini, peta laba-laba (diagram laba-

laba) sangat populer di Inggris. Istilah yang sama digunakan untuk berbagai jenis

teknik representasi pengetahuan grafis. Contoh paling awal mungkin Hanf yang

sendiri hanya menggunakan istilah pemetaan. Jones dan kawan-kawannya yang

mereka sebut sebagai teknik pemetaan laba-laba, tetapi mereka tidak mengacu

pada Hanf. Mereka menyajikan ide peta laba-laba untuk mereka sendiri. Perilaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: pemetaan

tidak etis dan tidak profesional adalah sama dan masih sangat umum dikalangan

pendidik.

2.3 Jenis-Jenis Peta Ilmu Pengetahuan

Menurut Hasibuan dan Mustangimah dalam Ristiyono (2008:22),

mengemukakan bahwa “pemetaan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam

bidang bibliometrika, antara lain peta journal intercitation, bibliographic

coupling, co-citation, co-word dan co-classification”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan ilmu

pengetahuan dikembangkan dalam bidang bibliometrika, jenis peta ilmu

pengetahuan terbagi menjadi 5 (lima) bagian yakni journal intercitation,

bibliographic coupling, co-citation, co-word dan co-classification.

Menurut Jones dalam Journal of Translational Medicine (2011:2), bahwa

“Journal inter-citation is the relation established when an article in Journal A

cites an article in Journal B. Analysis of inter-citation patterns reveals how

closely journals are related based on the journals cited by articles that they

publish”. Berdasarkan pendapat di Jones dapat diketahui bahwa Journal

intercitation (jurnal inter-sitasi) merupakan jurnal kutipan antar jurnal (jurnal

antar-kutipan)”. Jurnal antar-kutipan adalah hubungan yang dibuat saat artikel di

Jurnal A mengutip sebuah artikel di Jurnal B. Artikel jurnal A mengutip artikel

yang ada di jurnal B maka jurnal A dan jurnal B merupakan jurnal inter-sitasi atau

merupakan jurnal kutipan antar jurnal.

Pola jurnal antar-kutipan mengungkapkan seberapa dekat jurnal terkait

berdasarkan jurnal yang dikutip oleh artikel yang mereka publikasikan. Jurnal

antar-kutipan hanya menunjukkan hubungan antara jurnal tanpa memberikan

informasi tentang konten yang sebenarnya.

Menurut Garfield (2001:1-3), bahwa “Bibliographic coupling this reservse

co-citation analisis by asking the questions about the internal citation structure of

a document set”, artinya pasangan bibliografi merupakan lanjutan dari analisis ko-

sitasi.. Berdasarkan pendapat Garfield dapat diketahui bahwa pasangan bibliografi

merupakan lanjutan dari analisis ko-kutipan dengan mengajukan pertanyaan

tentang struktur kutipan internal dari suatu set dokumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: pemetaan

Menurut Mustangimah (2002:1) bahwa: “Jika 2 (dua) dokumen menyitir

paling sedikit satu dokumen yang sama maka dikatakan bahwa kedua dokumen

tersebut merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)”. Berdasarkan

pendapat tersebut terkapling secara bibliografi (bibliographic coupling) adalah

suatu dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit

kemudian, maka apabila pada kedua dokumen tersebut terdapat paling sedikit satu

referensi yang sama dapat dikatakan kedua dokumen tersebut terkapling secara

bibliografi. Hal ini dapat dilihat pada daftar referensi kedua dokumen tesebut.

Ungern-Sternberg (1995:308) menyatakan bahwa: “Bibliographic coupling

is that two articles which both cite the same previously published article have

something in common”. Berdasarkan pernyataan Sara von Ungern-Stenberg

tersebut dapat diketahui bahwa jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu

dokumen yang sama dikatakan bahwa kedua dokumen tersebut terpasang secara

bibliografi. Secara praktis hal ini dapat dilihat pada daftar referensi yang terdapat

pada kedua dokumen tersebut. Apabila pada kedua dokumen terdapat paling

sedikit satu referensi yang sama maka dikatakan kedua dokumen tersebut

terpasang secara secara bibliografi. Adapun dokumen yang tercantum secara

bersama-sama dalam referensi kedua dokumen tersebut dinamakan pasangan

bibliografi.

Menurut Mustangimah (2002:1), bahwa: Banyaknya dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit kemudian disebut frekuensi pasangan bibliografi atau kekuatan pasangan (coupling strength). Semakin banyak jumlah dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh kedua dokumen atau semakin besar frekuensi pasangan bibliografi maka semakin tinggi kekuatan pasangan kedua dokumen tersebut. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pasangan bibliografi

terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi

yang sama. Dengan demikian maka dalam pasangan dokumen dimana salah satu

atau kedua dokumen tidak mempunyai referensi, otomatis pasangan dokumen

tersebut tidak memiliki pasangan bibliografi. Namun jika semakin banyak

referensi yang sama terdapat pada kedua dokumen maka kekuatan pasangan

bibliografi kedua dokumen tersebut semakin tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: pemetaan

Berdasarkan 4 (empat) pendapat di atas terdapat beberapa persamaan dan

perbedaan pendapat. Persamaan yang terdapat pada pendapat-pendapat di atas

adalah bahwa pasangan bibliografi terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling

sedikit memiliki satu referensi yang sama atau suatu pasangan dokumen paling

sedikit memiliki satu referensi yang sama. Perbedaan yang terdapat dari pendapat-

pendapat di atas adalah pendapat Garfield yang lebih menekankan bahwa

pasangan bibliografi merupakan lanjuan dari analisis sitasi, pendapat

Mustangimah lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi terjadi jika 2 (dua)

dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama (kedua dokumen

tersebut terkapling secara bibliografi). Pendapat

Ungern-Sternberg lebih

menekankan bahwa pasangan bibliografi secara praktis dapat dilihat dari dapat

dilihat pada daftar referensi yang terdapat pada kedua dokumen tersebut dan

dokumen yang tercantum secara bersama-sama dalam referensi kedua dokumen

tersebut dinamakan pasangan bibliografi. Pendapat Mustangimah juga lebih

menekankan bahwa frekuensi pasangan bibliografi (bibliographic coupling)

adalah jumlah referensi yang dimiliki bersama oleh pasangan dokumen

menunjukkan kekuatan pasangan (coupling strength).

Gambar 2. Pasangan Bibliografi (Biliographic Coupling)

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan

dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir)

dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B,

C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua

bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa

dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)

A B C D E F

1 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: pemetaan

atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D

dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga

karena tiga dokumen yang sama dikutipnya.

Ko-sitasi (co-citation) merupakan salah satu metode analisis dalam tinjauan

bibliometrika. Mustangimah (2002:2) menyatakan bahwa, “Ko-sitasi adalah dua

dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit satu dokumen yang

terbit kemudian”. Berdasarkan pernyataan Mustangimah dapat diketahui bahwa

kositasi terjadi jika terdapat dua dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh

satu atau lebih dokumen yang terbit kemudiannya.

Pasangan kositasi adalah metode yang digunakan untuk menetapkan subjek

yang sama antara dua dokumen. Jika dokumen A dan B sama-sama dikutip oleh

dokumen lainnya, mereka memiliki hubungan yang lebih kuat. Banyak dokumen-

dokumen yang mereka dikutip maka hubungan mereka lebih kuat.

Jika 2 (dua) dokumen disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit 1

(satu) dokumen maka dikatakan bahwa kedua dokumen disebut ko-sitasi. Secara

praktis suatu pasangan yang terdiri dari dokumen dikatakan ko-sitasi apabila

ditemukan paling sedikit satu dokumen yang meyitir pasangan dokumen secara

bersama-sama dapat dilihat dari daftar pustaka/ cantuman bibliografi.

Banyaknya dokumen yang menyitir 2 (dua) dokumen sebelumnya secara

bersama-sama disebut frekuensi atau kekuatan ko-sitasi. Dua dokumen yang

mempunyai kekuatan ko-sitasi yang tinggi apabila semakin banyak dokumen yang

terbit kemudian yang menyitir kedua dokumen tersebut. Oleh karena itu, pola ko-

sitasi berubah dari waktu ke waktu.

Ko-sitasi terjadi apabila suatu pasangan dokumen disitir secara bersama-

sama oleh paling sedikit satu dokumen yang terbit kemudian. Dengan demikian,

dalam pasangan dokumen dimana salah satu atau kedua dokumen tidak

mempunyai sitasi atau tidak pernah disitir oleh dokumen lain, otomatis pasangan

dokumen tersebut tidak memiliki ko-sitasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: pemetaan

Ko-sitasi berhubungan dengan bibliographic coupling. Hubungannya dapat

digambarkan seperti pada bagan di bawah ini.

Sumber: Mustangimah (2002:2)

Gambar 3. Hubungan antara Pasangan Bibliografi dengan Ko-sitasi

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan

dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir)

dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B,

C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua

bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa

dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)

atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D

dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga

karena tiga dokumen yang mengutipnya.

Dari gambar 3 di atas, dokumen 1 disitir oleh dokumen P, Q, R, S dan U.

Dokumen 2 disitir oleh dokumen P, S dan T. Dari semua sitiran tersebut terlihat

bahwa dokumen 1 dan dokumen 2 disitir secara bersama-sama oleh dokumen P

dan S. Oleh karena itu, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan kositasi karena

sama- sama disitir oleh dokumen P dan S. Adapun kekuatan ko-sitasinya adalah

dua karena dua dokumen yang menyitir dokumen 1 dan dokumen 2.

Co-word dilakukan melalui analisis kemunculan istilah yang dipakai

bersama oleh suatu pasangan dokumen dengan melihat kata-kata yang dipakai

P Q R S T U

A B C D E F

1 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: pemetaan

secara bersama oleh suatu dokumen. Menurut Kopesa dalam Ristiyono (2008:13)

bahwa:

Kopesa dalam penelitiannya menyajikan pemetaan co-word berdasarkan kata kunci yang dimiliki oleh artikel yang ditelitinya. Dia menggunakan kata kunci dari suatu artikel yang dipasangkan dengan artikel lainnya untuk menentukan co-word. Hasilnya adalah pemetaan co-word yang oleh Kopesa dinamakan technology map. Analisis co-word didasarkan ada analisis co-occurance dari dua atau lebih

kata kunci atau kata-kata yang terdapat dalam teks yang digunakan untuk

mengindeks artikel atau dokumen lainnya. Analisis co-word ditujukan untuk

menganalisis, pola dan kecenderungan (trend) dari suatu kumpulan dokumen

dengan mengukur hubungan kekuatan istilah (term).

Analisis co-word adalah suatu teknik analisis isi dokumen yang efektif

dalam pemetaan, kekuatan antara kata kunci dalam data tekstual. Analisis co-word

mengurangi ruang dari deskriptor (kata kunci) untuk satu set grafik jaringan yang

secara efektif menggambarkan terkuat asosiasi antara descriptor. Teknik ini

menggambarkan hubungan antara kata kunci dengan membangun beberapa

jaringan yang menyoroti hubungan antara kata kunci, dan dimana hubungan

antara jaringan yang mungkin terjadi.

Ko-klasifikasi (co-classification) adalah situasi dua dokumen atau lebih

tergabung dalam satu gugus karena notasi klasifikasi yang sama. Ko-klasifikasi

digunakan untuk mengumpulkan dokumen yang sama serta menunjukkan bahwa

bibliografi secara kuantitatif menunjukkan subjek yang sama dengan judul

dokumen. Untuk klasifikasi dapat digunakan sistem klasifikasi UDC dan/ atau DDC.

Hasil analisis ko-klasifikasi dituangkan dalam grafik.

Co-classification menggunakan analisis classification yaitu dengan

memasangkan satu dokumen dengan dokumen lainnya berdasarkan notasi

klasifikasi yang dimiliki bersama oleh kedua dokumen yang dipasangkan.

Selanjutnya membandingkan kemunculan notasi klasifikasi yang dimiliki bersama

oleh kedua dokumen yang dipasangkan, kemudian menghitung frekuensi

kemunculan notasi klasifikasi tersebut secara bersama-sama pada setiap pasangan

dokumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: pemetaan

2.4 Jenis Metode Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Ada beberapa jenis metode pemetaan ilmu pengetahuan, menurut Sulistyo-

Basuki (2002:1) bahwa “metode pemetaan ilmu pengetahuan terdiri dari empat

yaitu pemetaan kronologis, pemetaan kognitif, pemetaan berbasis co-word dan

pemetaan konseptual.”

2.4.1 Pemetaan Kronologis

Refresentasi grafis atau peta terdiri dari simpul yang mewakili peristiwa dan

panah atau cabang yang mewakili pengaruh dan kaitan. Pemetaan ini biasanya

digunakan untuk kajian historis sains dan teknologi, menelusur sumber

pengetahuan yang digunakan masa kini sebagai alat untuk pertimbangan strategi

teknologi.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), bahwa:

Pemetaan kronologis merupakaan pemetaan yang memberikan urutan kronologis berbagai penemuan dalam bentuk yang berkaitan dengan interdependensi temporer dan logis. Hasilnya adalah representasi berbagai sumbangan pengetahuan yang mengarah teknologi mutakhir (state-of-the-art). Setiap fakta ilmiah individual, dihubungkan dengan pengikutnya sesuai dengan kronologis kejadiannya.

Menurut Suharto (2007:13), “kronologi adalah ilmu untuk menentukan

waktu terjadinya tempat dan suatu peristiwa secara tepat berdasarkan urutan

waktu. Tujuan kronologi adalah untuk menghindari kerancuan waktu dalam

sejarah atau anakronisme”. Maka pemetaan kronologis ialah peta yang isinya

menunjukkan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa yang secara berurutan,

untuk menghindari kerancuan waktu dalam sejarah.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), “Dalam praktek perlu analisis

perkembangan simultan, sekuensial, dan jaman dalam beberapa bidang penelitian

serta berbagai inovasi untuk sampai ke situasi sekarang”. Pemetaan ini bermanfaat

untuk kajian historis sains dan teknologi, menelusur sumber pengetahuan yang

digunakan masa kini serta sebagai alat untuk pertimbangan strategi teknologi.

Dalam hal demikian kombinasi analisis historis dengan pilihan strategi bagi

perusahaan dan negara. Pemetaan kronologi memerlukan sejumlah besar

informasi teknis dikombinasikan dengan pendapat pakar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: pemetaan

2.4.2 Pemetaan Kognitif

Defenisi pemetaan kognitif menurut Sulistyo-Basuki (2002:1), bahwa

“Pemetaan kognitif merupakan pemetaan yang berisikan metode presentasi

pengetahuan personal, kemudian dikembangkan sebagai kerangka kerja pemikiran

sistem dan kajian dinamika system”. Pemetaan kognitif merupakan cara

pemaparan suatu grafis/ grafik dari seseorang mengenai pemahamannya tentang

hubungan kasual antara elemen atau faktor yang mempengaruhi situasi dalam

lingkungan tertentu yang kini juga digunakan sebagai alat dalam suatu

manajemen.

Menurut Tolman dalam Intraspec (2002:1) bahwa “Cognitive map is the

term used to refer to one's internal representation of the experienced world.

Cognitive mapping includes the various processes used to sense, encode, store,

decode, and use this information”. Peta kognitif adalah suatu istilah yang

digunakan untuk merujuk pada representasi internal seseorang tentang dunia yang

berpengalaman. Pemetaan kognitif mencakup berbagai proses yang digunakan

untuk merasakan, mengkodekan, menyimpan, membaca kode, dan menggunakan

informasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa sebuah peta

kognitif adalah representasi berpikir seseorang yang mencakup berbagai proses

yang digunakan untuk merasakan, mengkodekan, menyimpan, membaca kode

serta menggunakan informasi yang ada. Peta kognitif telah dipelajari di berbagai

bidang ilmu pengetahuan, seperti psikologi, perencanaan, geografi dan

manajemen.

Menurut Downs dan Stea dalam Intraspec (2002:1) bahwa:

Cognitive mapping may be defined as a process composed of a series of psychological transformations by which an individual acquires, codes, stores, recalls, and decodes information about the relative locations and attributes of phenomena in their everyday spatial environment. Pemetaan kognitif dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri dari

serangkaian transformasi psikologis yang digunakan seseorang untuk memperoleh

kode, suatu kenangan, panggilan, dan informasi menerjemahkan tentang lokasi

relatif dan atribut dari fenomena dalam lingkungan sehari-hari kehidupan mereka.

Berdasarkan pendapat Downs dan Stea tersebut dapat diketahui bahwa pemetaan

kognitif adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian transformasi psikologis,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: pemetaan

dimana isinya terdapat kode, kenangan, panggilan dan informasi yang

menerjemahkan tentang lokasi, atribut dari suatu fenomena dalam lingkungan

sehari-hari kehidupan seorang individu.

Menurut McGraw-Hill Ryerson dalam Intraspec (2002:1), bahwa:

In more general terms, a cognitive map may be defined as an overall mental image or representation of the space and layout of a setting, which means that the act of cognitive mapping is the mental structuring process leading to the creation of a cognitive map.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa dalam istilah yang

lebih umum peta kognitif dapat didefinisikan sebagai sebuah gambaran mental

yang secara keseluruhan atau mewakili dari pengaturan ruang dan tata letak.

Gambar tersebut memiliki arti bahwa kegiatan pemetaan kognitif adalah proses

penataan jiwa yang mengarah kepembentukan sebuah pemetaan

Dalam kaitannya dengan manajemen teknologi pada setiap tingkat,

pemetaan ini menciptakan model situasi masalah. Bila situasi masalahnya kurang

rumit, maka kita dapat memulai dengan representasi dampak dan masukan antara

sejumlah elemen, dibuat berdasarkan intuisi, tanpa perlu membuat daftar dan tabel

dan kemudian membuat graf dengan menambahkan elemen baru atau

menambahkan panah. Dengan cara demikian kita dapat melakukan latihan

pemodelan mental menyangkut situasi masalah, mengidentifikasi elemen kritis

kognitif.

Menurut Langfield-Smith dan Wirth dalam Sulistyo-Basuki (2002:2) bahwa,

“peta kognitif kausal adalah representasi jaringan terarah dari keyakinan

seseorang menyangkut domain tertentu pada titik tertentu dalam perjalanan waktu.

Simpul dan lengkungan yang digunakan dalam pemetaan menunjukkan keyakinan

kausal.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta kognitif kausal

merupakan representasi jaringan terarah dari keyakinan seseorang, terdapat simpul

dan lengkungan pada peta untuk menunjukkan keyakinan kausal.

Keunggulan pemetaan kognitif ialah memungkinkan berlangsungnya

mekanisme balikan (positif maupun negatif) serta simpul kausal pada setiap

tingkat kerumitan. Berdasarkan keunggulan itu, pemetaan kognitif merupakan alat

representasi pengetahuan untuk menunjukkan hubungan kausal dalam masalah

teknis dan manajerial.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: pemetaan

atau menemukan hubungan kausal yang paling penting. Dalam hal demikian

pemetaan kognitif dapat dipandang sebagai alat untuk analisis langsung atau

perkiraan tentang setiap masalah dalam manajemen teknologi.

2.4.3 Pemetaan Berbasis Co-word

Metode ini dapat digunakan untuk pemetaan ilmu bilamana kita punya akses

pangkalan data publikasi yang besar, dapat diakses sehingga penelusuran kata

serta perkiraan dan perulangannya dapat digunakan secara automatic.

Menurut Sulistyo-Basuki (2002:4), “pemetaan berbasis co-word merupakan

pemetaan berbasis frekuensi kata yang muncul dalam dokumen (atau judul

dan/atau abstraknya)”. Frekuensi kata yang muncul dalam dokumen ini

memungkinkan kita menentukan intensitas informasi yang terdapat pada masing-

masing subjek suatu dokumen. Intensitas dapat digunakan sebagai indikator

penting atau tidaknya bidang tertentu untuk dimunculkan dalam peta. Bila

kalkulasi tersebut meliputi densitas relatif dari publikasi dimana terjadi

perulangan beberapa istilah atau kata, maka kita dapat menemukan efek

penggugusan clustering dan menentukan kedekatannya elemen pengetahuan yang

berkaitan. Kedekatan ini diukur dengan frekuensi perulangan istilah atau kata.

Semakin dekat subjek, semakin tinggi frekuensi kata.

Jumlah suatu pertumbuhan pengetahuan didasarkan atas jumlah publikasi

dan paten yang dihasilkan pada periode tertentu. Melalui cara ini kita dapat

memantau dinamika aktivitas penelitian dalam berbagai disiplin ilmu, bidang

subjek, perubahan akses yang berpengaruh terhadap domain publik (paten dan

publikasi). Data yang sama dapat digunakan untuk memetakan ilmu pengetahuan.

“Analisis co-word didasarkan pada analisis co-occurrence dari dua atau

lebih kata kunci atau kata-kata yang terdapat dalam teks yang digunakan untuk

mengindeks artikel atau dokumen lainnya”, (Todorov dalam Arwendria, 2009:1).

“Analisis co-word ditujukan untuk menganalisis isi, pola dan kecenderungan

(trend) dari suatu kumpulan dokumen dengan mengukur hubungan kekuatan

istilah/ term”, (De Looze dan kawan-kawan dalam Arwendria, 2009:1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: pemetaan

2.4.4 Pemetaan Konseptual

Metode pemetaan konseptual merupakan metode pemetaan dengan

menggunakan konsep-konsep yang akan digambarkan pada sebuah rangkaian-

rangkaian suatu pernyataan. Seperti yang dipaparkan oleh Suparno dalam Rulam

(2010:1) bahwa:

Peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah suatu bagan

skematik yang menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam

suatu rangkaian pernyataan, namun bukan hanya menggambarkan konsep-konsep

melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep tersebut.

Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (2002:3), bahwa “pemetaan konseptual

dapat digunakan untuk memaparkan seluruh domain pengetahuan guna

mengidentifikasikan bidang yang menarik. Objek pemetaan konseptual dapat

berupa disiplin ilmiah atau teknologi atau domain interdisipliner”. Dari pendapat

tersebut dapat diketahui bahwa pemetaan konseptual adalah pemetaan yang

memaparkan seluruh domain pengetahuan dan yang merupakan objek untuk

melakukan pemetaan secara konseptual ini dapat berupa disiplin ilmiah atau

teknologi atau domain interdisipilner.

Ada juga pendapat dari Arends dalam Rulam (2010:1) menjelaskan bahwa

“penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan

mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik

maka siswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi”.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah alat

penyajian sejumlah informasi yang informasi tersebut dapat mudah dipahami dan

dapat diingat lebih lama. Hal ini merupakan suatu cara yang baik untuk siswa

memahami dan mengingat sejumlah informasi.

Menurut Williams dalam Rulam (2010:1), bahwa:

Peta konsep dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang. Dengan mengacu pada peta konsep maka guru dapat membuat suatu program pengajaran yang lebih terarah dan berjenjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: pemetaan

Sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah suatu alat

yang dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang. Peta

konsep dapat digunakan guru untuk membuat suatu program pengajaran yang

lebih terarah dan berjenjang, sehingga dalam pelaksanaan proses belajar mengajar

daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan meningkat.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas maka dapat dilihat beberapa persamaan

tentang peta konsep. Ketiga pendapat tersebut sama-sama merupakan suatu alat

yang merupakan bagan untuk mengetahui pemahaman konseptual seseorang,

dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar sehingga siswa mudah

mengerti dan memahami materi atau sejumlah informasi yang disampaikan dalam

proses belajar mengajar.

Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan

konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi

fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Selain itu, suatu peta konsep

merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian

dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan

proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar

bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan

hubungan antara konsep-konsep.

Menurut Gertner dalam Haryanto (2007:36). “sebuah konsep dapat

didefinisikan sebagai setiap unit berpikir, setiap ide yang terbentuk di pikiran kita.

Pemetaan konseptual kadang-kadang juga disebut taksonomi. Pemetaan

konseptual adalah metode mengatur suatu hirarki dan mengklasifikasi konten”.

Hal yang melibatkan dalam pelabelan potongan pengetahuan dan hubungan antara

pengetahuan-pengetahuan tersebut. “Seringkali, kata benda digunakan untuk

merujuk kepada konsep-konsep” (Roche dalam Haryanto, 2007:36).

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan koseptual

adalah suatu pemetaan yang menggunakan metode hierarki dan mengklasifikasi

konten, dimana hirarki tersebut berisikan konsep-konsep, konsep-konsep yang

digunakan merupakan kata benda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: pemetaan

Menurut Sowa dalam Haryanto (2007:36) bahwa:

Hubungan membentuk kelas khusus dari konsep adalah menggambarkan hubungan antara konsep-konsep lainnya. Salah satu hubungan yang paling penting antara konsep-konsep adalah hubungan hirarkis (subsumption), di mana satu konsep (superconcept) lebih umum daripada konsep lain (subconcept). Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa hubungan yang paling

penting antara konsep-konsep adalah hubungan hirarki (subsumption), di mana

satu konsep (superconcept) lebih umum daripada konsep lain (subconcept).

Menurut Dahar (2001:5) bahwa:

Penggunaan konsep dalam pembelajaran dapat diketahui dengan pertolongan peta konsep. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep yang berbentuk preposisi-preposisi. Preposisi-preposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik”. Sebagai contoh: ”langit itu biru” mewakili peta konsep sederhana yang membentuk proposisi yang sahih tentang konsep ”langit” dan ”biru”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa peta konsep

adalah suatu gambar (visual), tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan

sebagai hasil dari pemetaan konsep. Pemetaan konsep disini adalah suatu proses yang

melibatkan identifikasi konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang

paling inklusif kemudian yang kurang inklusif setelah itu baru konsep-konsep yang

lebih spesifik. Pemetaan konsep merupakan salah satu cara untuk

mengeksternalisasikan konsep-konsep yang telah diperoleh beserta hubungannya.

Melalui peta konsep yang dibuat dapat dilihat suatu keutuhan (unity) dari

bangunan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dari peta konsep juga dapat

diketahui keluasan dan kedalaman pemahaman akan konsep-konsep yang dipelajari.

Untuk membuat peta konsep kita harus mengetahui terlebih dahulu domain

pengetahuan dan hubungan antara domain tersebut. Dalam hal demikian ada tiga

kategori dasar elemen pengetahuan dalam setiap domain pengetahuan yaitu :

1. Himpunan istilah dan konsep, sebuah kamus, thesaurus dan sebagainya

2. Himpunan pernyataan, informasi dan data deskriptif dan preskriptif, laporan

tentang observasi, eksperimen, fakta, peristiwa dan sebagainya

3. Kumpulan alat metodologi, model dan teori

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: pemetaan

Kategori tersebut secara fungsional saling berkaitan. Istilah dan konsep

digunakan untuk merumuskan pernyataan. Selanjutnya digunakan untuk

menciptakan pernyataan atau konsep baru. Semua proses dan interaksi ini

diwujudkan dalam publikasi, makalah, laporan penelitian, dokumen, pangkalan

data (database) dan sebagainya.

Hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain disebut proposisi.

Peta konsep menggambarkan jalinan antar konsep yang saling berhubungan.

Konsep dapat dinyatakan dalam bentuk istilah atau label konsep. Konsep-konsep

dijalin secara bermakna dengan kata-kata penghubung sehingga dapat membentuk

proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep dan kata penghubung. Konsep

yang satu mempunyai makna yang lebih luas daripada konsep yang lain. Dengan

kata lain konsep yang satu lebih inklusif daripada konsep yang lain.

Keseluruhan konsep-konsep tersebut disusun menjadi sebuah tingkatan dari

konsep yang paling umum, khusus dan akhirnya sampai pada konsep yang paling

khusus. Tingkatan-tingkatan dari konsep-konsep disebut dengan hirarki.

Pada peta konsep, konsep yang lebih inklusif diletakkan di atas. Konsep

yang kurang inklusif kemudian dihubungkan dengan kata penghubung. Konsep

yang khusus ditempatkan di bawahnya dan dihubungkan lagi dengan kata

penghubung. Konsep yang inklusif dapat dihubungkan dengan beberapa konsep

yang kurang inklusif. Konsep yang paling inklusif diletakkan pada pohon konsep.

Konsep ini disebut kunci konsep. Konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan

dengan konsep pada jalur yang lain dengan kata penghubung. Hubungan ini

disebut dengan kaitan silang.

Yamin dalam Sutiman (2008:12), mengemukakan ciri-ciri peta konsep

sebagai berikut:

1. Peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau preposisi-preposisi suatu bidang ilmu agar lebih jelas dan bermakna, misalnya dalam ilmu kimia dikenal konsep stoikiometri, konsep energitika dan konsep reaksi.

2. Peta konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi yang memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Selain itu, peta konsep juga memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari cara belajar bentuk lain yang tidak memperlihatkan antar konsep.

3. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. 4. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat

beberapa konsep, maka konsep itu akan lebih terurai secara jelas sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: pemetaan

apapun yang berkaitan dengan konsep tersebut akan timbul, seperti: fungsi, bentuk, contoh, tempat dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri peta konsep

mempunyai 4 (empat) ciri, yakni peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep

atau preposisi-preposisi suatu bidang ilmu agar lebih jelas dan bermakna. Peta

konsep merupakan suatu gambaran yang berbentuk dua dimensi yang

memperlihatkan tata hubungan antara konsep-konsep. Setiap konsep memiliki

bobot yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Peta konsep berbentuk

hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat beberapa konsep.

Sedangkan menurut Dahar (1989:125-126) bahwa:

Ciri-ciri peta konsep adalah : 1. Pertama, peta konsep atau pemetaan konsep ialah suatu cara untuk

memperlihatkan konsep-konsep dan preposisi-preposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, dan lain-lain.

2. Kedua, suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri ini lah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep tersebut.

3. Ketiga, cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Berarti, ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep yang lain.

4. Keempat, tentang hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa ciri peta konsep

ada 4 (empat) ciri. Ciri pertama adalah peta konsep merupakan suatu cara

memperlihatkan konsep dan preposisi yang terdapat pada suatu bidang studi. Ciri

kedua adalah peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang,

memperlihatkan hubungan proposisional antara konsep-konsep. Ciri ketiga adalah

tiap konsep yang terdapat pada peta konsep tidak sama bobotnya sehingga

terdapat konsep-konsep yang lebih inklusif. Dan ciri keempat adalah terdapat

suatu hirarki pada peta konsep.

Menurut Novak dan Canas (2008:3) bahwa:

Since concept map structures are dependent on the context in which they will be used, it is best to identify a segment of a text, a laboratory activity, or a particular problem or question that one is trying to understand. This

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: pemetaan

creates a context that will help to determine the hierarchical structure of the concept map. It is also helpful to select a limited domain of knowledge for the first concept maps.

Artinya ialah awalnya struktur konsep peta tergantung pada konteks di mana

mereka akan digunakan, yang terbaik adalah untuk mengidentifikasi segmen teks,

sebuah kegiatan mengolah atau masalah tertentu atau satu pertanyaan yang sedang

dicoba untuk mengerti. Hal ini yang akan membantu menciptakan konteks yang

akan ditentukan nya suatu struktur hirarkis dari peta konsep. Hal ini juga berguna

untuk memilih sebuah domain pengetahuan yang terbatas

Concept mapping was developed at Cornell University in 1970s, but the version that spread all over the world was invented in 1980s. Novak and Gowin (1984) made it very popular among science educators. There are false claims who invented, what and when. The timing is claimed to be

untuk konsep peta yang

pertama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa suatu peta konsep yang

baik adalah peta konsep yang menunjukkan suatu hirarki dan organisasi konsep-

konsep yang tepat, menggunakan kata atau kalimat penghubung antar konsep

yang sederhana namun bermakna dan penampilan yang menarik perhatian

pembaca.

2.4.4.1 Sejarah Singkat Peta Konseptual

Adapun sejarah singkat peta konseptual yakni menurut Metawai (2009:1)

bahwa:

Konsep teknik pemetaan pertama kali dikembangkan oleh Joseph D. Novak di Cornell University pada tahun 1960-an. Konsep ini didasarkan pada teori Ausubel Daud, yang menekankan pentingnya pengetahuan dalam sebelum dapat belajar tentang konsep-konsep baru. Novak menyimpulkan bahwa, meaningful belajar melibatkan penulis baru dan konsep propositions yang ada dalam struktur kognitif.

Berdasarkan pendapat diketahui bahwa konsep teknik pemetaan pertama

kali dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Novak di Cornell University. Konsep

ini didasarkan oleh teori Ausubel daud. Berdasarkan teori tersebut, novak

menyimpulkan bahwa meaningful belajar melibatkan penulis baru dan konsep

propositions.

Menurut Ahlberg (2007:1) bahwa:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: pemetaan

1960s or 1970s, and there are other people who claim to be inventors of concept mapping. Åhlberg (1993 and 2004) has studied published documents from the beginning of concept mapping research and he came to conclusions presented above. Novak tried to trademark his version of concept mapping in 1998. The name of his book (Novak 1998) is ‘Learning, creating and using knowledge. Concept Maps™ as facilitating tools in schools and corporations’. He did not get the trademark, although in the cover page trademark is already announced. There are hundreds of research reports of usefulness and accuracy of concept maps in education.

Teknik pemetaan konseptual kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph D.

Novak beserta tim penelitiannya Cornell University ditahun 1970-an. Akan tetapi

di Indonesia, pemetaan konseptual baru dikenal pada tahun 1980-an. Pada tahun

1984 Novak dan Gowin membuat peta konseptual semakin popular di kalangan

dunia pendidikan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1998 Novak mencoba menjual

suatu produk mengenai pemetaan konsep, yang diterbitkan melalui sebuah buku

dengan judul “Belajar, menciptakan dan menggunakan pengetahuan : Konsep Peta

sebagai fasilitasi alat di sekolah dan perusahaan”.

Pengenalan terbaru dan instruksi dari jenis produk adalah peta konsep

yang diterbitkan sebagai laporan teknis yang dimuat di web (www) Novak dan

Canas (2006:1) menyatakan bahwa:

Concept maps are graphical tools for organizing and representing knowledge. They include concepts, usually enclosed in circles or boxes of some type, and relationships between concepts indicated by a connecting line linking two concepts. Words on the line, referred to as linking words or linking phrases, specify the relationship between the two concepts. Artinya ialah peta konsep adalah alat grafis untuk mengatur dan mewakili

pengetahuan. Mereka mencakup konsep-konsep, biasanya tertutup dalam

lingkaran atau kotak dari beberapa jenis, dan hubungan antara konsep-konsep

yang ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan menghubungkan dua konsep.

Kata-kata pada baris, disebut sebagai menghubungkan kata atau frase

menghubungkan, menentukan hubungan antara dua konsep.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa peta konsep adalah

alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan, mencakup konsep-konsep.

Kata-kata yang menghubungkan konsep dapat menentukan suatu hubungan antara

dua konsep.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: pemetaan

Novak dan Canas (2008:1) menyatakan bahwa:

Another characteristic of concept maps is that the concepts are represented in a hierarchical fashion with the most inclusive, most general concepts at the top of the map and the more specific, less general concepts arranged hierarchically below. The hierarchical structure for a particular domain of knowledge also depends on the context in which that knowledge is being applied or considered. Artinya ialah karakteristik lain dari peta konsep adalah bahwa konsep-

konsep yang diwakili secara hirarkis dengan konsep yang paling inklusif yang

paling umum di bagian atas peta dan konsep lebih spesifik (kurang umum) diatur

secara hirarki di bagian bawah. Struktur hirarkis untuk domain pengetahuan

tertentu juga tergantung pada konteks di mana pengetahuan yang sedang

diterapkan atau dianggap.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa karakteristik dari peta

konsep adalah konsep-konsep diwakili secara hirarki dengan konsep yang paling

umum terletak di bagian atas dan konsep yang lebih spesifik (lebih khusus)

diletakan di bagian bawah. Suatu struktur hirarki untuk domain pengetahuan

tertentu tergantung pada konteks dimana pengetahuan yang sedang diterapkan

atau dianggap.

Perkembangan selanjutnya peta konsep digunakan sebagai alat untuk

meningkatkan pembelajaran agar lebih bermakna dalam mata pelajaran science

maupun pelajaran lainnya. Semula, peta konsep dikenal juga dengan pembelajaran

konstruktivisme karena para konstruktivis berpendapat bahwa dalam

pembelajaran peta konsep, peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya

sendiri.

2.4.4.2 Cara Membuat Peta Konseptual

Dalam praktiknya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh

seseorang yang akan membuat peta konsep. Ernest dalam Rulam (2010),

berpendapat bahwa untuk menyusun suatu peta konsep dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

1. Tentukan dahulu topiknya, 2. Membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk konsep tersebut, 3. Menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: pemetaan

4. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk suatu proposisi,

5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat.

Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) cara untuk

menyusun suatu peta konsep. Lima cara tersebut yakni menentukan topik,

membuat daftar konsep-konsep yang relevan, menyusun konsep-konsep menjadi

sebuah bagan, menghubungkan konsep-konsep dengan kata-kata agar

membentuk suatu proposisi, dan mengevaluasi hubungan konsep-konsep yang

telah dibuat.

Pendapat lain menyatakan bahwa langkah-langkah dalam membuat peta

konsep, yaitu:

1. Memilih suatu bahan bacaan/ sumber bacaan. 2. Tentukan konsep-konsep yang relevan. 3. Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke

yang paling tidak inklusif. 4. Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang

paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut. 5. Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata

hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain. (Ivonyerniwaty, 2011:1)

Dari pendapat di atas diketahui bahwa terdapat 5 (lima) cara untuk membuat

peta konsep. Lima cara tersebut yakni memilih suatu bahan bacaan/sumber

bacaan, menentukan konsep-konsep yang relevan, mengurutkan konsep-konsep

secara hirarki, mulai dari konsep paling inklusif sampai konsep paling khusus.

Kemudian menyusun konsep-konsep tersebut dalam kertas dengan cara

menempatkan konsep paling inklusif pada bagian paling atas, lalu

menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung.

Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (2002:4) bahwa untuk membuat peta

konseptual, ada 6 (enam) langkah yang dapat dilakukan adalah:

1. Masing-masing subdisiplin ilmu atau spesialisasi dianggap sebagai elemen pengetahuan dari domain tertentu, dinyatakan di peta dalam bentuk kotak/ kerangka tunggal.

2. Besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen, misalnya diukur dengan jumlah publikasi, paten, pengarang aktif dan lain-lain. Dinyatakan berdasarkan besaran (atau ketebalan kotak) elemen di peta. Dengan demikian besaran tersebut bersifat relatif.

3. Tingkat pengetahuan diungkapkan berdasarkan ketebalan atas warna masing-masing elemen. Tingkat pengetahuan ini terbagi atas 5 tingkatan yaitu: (1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: pemetaan

tingkat 1: realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi; (2) tingkat 2: realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan pemodelan; (3) tingkat 3: Model, merupakan representasi realita diwujudkan dalam model; (4) tingkat 4: Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan ketentuan penalaran; (5) tingkat 5: pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan dan penilaian.

4. Kedekatan elemen pengetahuan, dinilai oleh pakar atau diukur berdasarkan indeks kedekatan bibliometrika. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi relatif masing-masing elemen.

5. Lokasi elemen di peta hendaknya mencerminkan asal usul dan daya tarik menarik dengan disiplin eksternal (sumber pengetahuan)

6. Koneksi antara elemen pengetahuan hendaknya mencerminkan arah dan intensitas dampak atau arus pengetahuan. Koneksi ditunjukkan dengan panah dan garis. Asesmen terhadap hubungan dilakukan dengan menggunakan data sitasi, pengulangan kata dan/ atau pendapat pakar dalam bidang tersebut.

Berdasarkan pendapat Sulistyo di atas diketahui bahwa terdapat 6 langkah

untuk membuat peta konsep. Enam langkah tersebut yakni masing-masing

subdisiplin ilmu atau spesialisasi dianggap sebagai elemen pengetahuan dari

domain tertentu, besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen, misalnya diukur

dengan jumlah publikasi, paten, pengarang aktif dan lain-lain. Dinyatakan

berdasarkan besaran atau ketebalan kotak elemen di peta, tingkat pengetahuan

diungkapkan berdasarkan ketebalan atas warna masing-masing elemen, kedekatan

elemen pengetahuan, dinilai oleh pakar atau diukur berdasarkan indeks kedekatan

bibliometrika. Lokasi elemen di peta hendaknya mencerminkan asal usul dan daya

tarik menarik dengan disiplin eksternal (sumber pengetahuan), dan koneksi antara

elemen pengetahuan hendaknya mencerminkan arah dan intensitas dampak atau

arus pengetahuan. Koneksi ditunjukkan dengan panah dan garis.

Dari ketiga pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa metode atau cara

untuk membuat peta konsep adalah sebagai berikut:

1. Memilih suatu bahan bacaan/ sumber bacaan,

2. Mencatat semua judul artikel dari masing-masing judul artikel yang terdapat

di dalam suatu bahan bacaan/ sumber bacaan yang telah dipilih, serta

memahami isi artikel-artikel tersebut,

3. Menentukan konsep-konsep yang akan dijadikan sebuah elemen pengetahuan,

misalnya saja subdisiplin ilmu sebagai elemen pengetahuan dari domain

tertentu; besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen yang mencakup

jumlah publikasi, jumlah pengarang, asal pengarang, dan bahasa artikel;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: pemetaan

tingkat pengetahuan, ada 5 (lima) tingkat pengetahuan yakni tingkat 1.

realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi, tingkat 2. realita ke

model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan, asumsi dan

pemodelan,tingkat 3. Model, merupakan representasi realita diwujudkan

dalam model, tingkat 4. Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan

ketentuan penalaran, tingkat 5 pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan

dan penilaian,

4. Menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung,

5. Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat,

6. Hubungan antara konsep hendaknya mencerminkan arah dan intensitas

dampak atau arus pengetahuan, ditunjukkan dengan panah dan garis.

Keenam langkah-langkah tersebut merupakan metode atau cara yang

dirumuskan berdasarkan perpaduan antara pendapat Ermest, Dahar dan Sulistyo-

Basuki. Selanjutnya keenam langkah-langkah tersebut akan diterapkan atau

digunakan dalam penelitian ini.

Adapun konsep-konsep yang akan dijadikan sebagai elemen pengetahuan

adalah:

1. Subdisiplin ilmu sebagai elemen pengetahuan dari domain tertentu;

Untuk menentukan subdisiplin ilmu masing-masing artikel, digunakan

pedoman peta ilmu informasi yang telah dibuat oleh Sulistyo-Basuki

(Sulistyo-Basuki, 2006: 29). Peta ilmu informasi dapat dilihat pada

Lampiran 3.

2. Besaran isi pengetahuan dalam sebuah elemen yang mencakup jumlah

publikasi, jumlah pengarang, asal pengarang, dan bahasa artikel;

3. Tingkat pengetahuan, ada 5 (lima) tingkat pengetahuan yakni:

a. Tingkat 1. realita-data empiris mengenai realita, persepsi, deskripsi,

Maksudnya ialah apakah realita-data empiris yang terdapat dalam

artikel-artikel tersebut merupakan suatu realita, persepsi atau kah

merupakan deskripsi.

Adapun defenisi yang dimaksud dengan realita, persepsi, dan

deskripsi adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Kata Serapan (2001:

504), realita adalah kenyataan. Maka realita-data empiris yang merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: pemetaan

realita adalah suatu data empiris yang datanya merupakan data yang nyata/

real sesuai dengan data yang ada atau nyata.

Berdasarkan Kamus Kata Serapan (2001: 449), persepsi adalah

suatu proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera atau

suatu kesadaran/ tanggapan akan sesuatu yang diterima melalui panca

indera. Maka realita-data empiris yang merupakan persepsi adalah suatu

data empiris yang datanya diperoleh seseorang melalui proses tanggapan

akan sesuatu yang dtangkap oleh panca indera seseorang tersebut.

Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 74), deskripsi

adalah paparan dengan kata-kata secara terperinci. Dari pengertian tersebut

dapat kita ketahui bahwa realita-data empiris yang merupakan deskripsi

adalah suatu data empiris yang data nya merupakan atau hasil dari

paparan-paparan dengan kata-kata yang terperinci.

b. Tingkat 2. realita ke model-syarat dan kondisi persamaan, perkiraan,

asumsi dan pemodelan,

Maksudnya ialah apakah realita ke model-syarat yang terdapat

dalam artikel-artikel tersebut merupakan suatu persamaan, perkiraan,

asumsi ataukah pemodelan.

Adapun defenisi yang dimaksud dengan persamaan, perkiraan,

asumsi dan pemodelan adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Umum

Bahasa Indonesia (1984: 858), persamaan adalah perihal sama atau

keadaan yang sama, serupa dengan yang lain. Berdasarkan defenisi

tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan

kondisi yang merupakan persamaan adalah realita ke model-syarat dan

kondisinya berupa perihal/ keadaan yang sama ataupun serupa dengan

yang lainnya.

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 511),

perkiraan adalah perhitungan, pertimbangan. Berdasarkan defenisi tersebut

maka dapat kita ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang

merupakan perkiraan adalah realita ke model-syarat dan kondisi nya

berupa perhitungan, pertimbangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: pemetaan

Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 26), asumsi

adalah anggapan, dugaan.

c. Tingkat 3. Model, merupakan representasi realita diwujudkan dalam

model,

Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita

ketahui bahwa realita ke model-syarat dan kondisi yang merupakan asumsi

adalah realita ke model-syarat dan kondisi nya berupa anggapan, dugaan.

Menurut Herawati (2010: 16), pemodelan adalah suatu bentuk

penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek

untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa realita ke

model-syarat dan kondisi yang merupakan pemodelan adalah realita ke

model-syarat dan kondisi nya berupa suatu penyederhanaan dari sebuah

elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan

pemahaman dari informasi yang dibutuhkan.

Maksudnya ialah apakah model dalam artikel-artikel tersebut,

merupakan representasi realita yang diwujudkan dalam model atau tidak

diwujudkan dalam model. Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia

(1995: 188), model adalah ragam, contoh, acuan. Berdasarkan defenisi

tersebut dapat kita ketahui bahwa representasi realita yang diwujudkan

dalam model adalah representase realitanya berupa/ diwujudkan dengan

contoh, seperti gambar.

Adapun defenisi model menurut Herawati (2010: 11), model

adalah representasi penyederhanaan dari sebuah realita yang complex

(biasanya bertujuan untuk memahami realita tersebut) dan mempunyai

feature yang sama dengan tiruannya dalam melakukan task atau

menyelesaikan permasalahan.

d. Tingkat 4. Model ke pernyataan-teknik verifikasi, algoritma, dan

ketentuan penalaran,

Maksudnya ialah model ke pernyataan dalam artikel-artikel tersebut

merupakan teknik verifikasi, algoritma, atau kah ketentuan penalaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: pemetaan

Adapun defenisi yang dimaksud dengan verifikasi, algoritma dan

penalaran adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa

Indonesia (1995: 238), verifikasi pemeriksaan tentang kebenaran laporan.

Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke

pernyataan-teknik yang berupa verifikasi adalah teknik yang berisikan

tentang kebenaran akan suatu laporan.

Berdasarkan Kamus Pintar Bahasa Indonesia (1995: 15) Algoritma

adalah urutan logis pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah

e. Tingkat 5. Pernyataan berupa teori, inferensi, penjelasan dan penilaian,

.

Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa model ke

pernyataan-teknik yang berupa algoritma adalah teknik yang berisikan

tentang urutan logis untuk pemecahaan suatu masalah..

Menurut Herdiyanti (2012: 1), penalaran adalah suatu proses

berfikir, yang menghubungkan fakta-fakta dari suatu data hingga

memperoleh suatu kesimpulan. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat

kita ketahui bahwa model ke pernyataan-teknik yang berupa penalaran

adalah teknik yang berisikan tentang proses berfikir.

Maksudnya ialah apakah pernyataan dalam artikel-artikel tersebut

berupa teori, inferensi, penjelasan atau kah berupa penilaian.

Adapun defenisi yang dimaksud dengan teori, inferensi, penjelasan

dan penilaian adalah sebagai berikut. Berdasarkan Kamus Kata Serapan

(2001: 621), teori adalah pendapat/ gagasan umum sebagai suatu

kebenaran yang diperoleh dari serangkaian kenyataan/ pemikiran.

Berdasarkan defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan yang

berupa teori adalah pernyataan yang berisikan pendapat/ gagsan umum

yang kebenaran nya diperoleh dari serangkaian kenyataan pemikiran.

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 382), inferensi

adalah suatu proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang

diketahui. Berdasarkan defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan

yang berupa inferensi adalah pernyataan yang berisikan informasi yang

bersal dari fakta yang diketahui.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: pemetaan

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 410),

penjelasan adalah suatu keterangan yang lebih jelas, uraian untuk

menjelaskan. Berdasarkan defenisi tersebut makan dapat kita ketahi bahwa

pernyataan yang berupa penjelasan adalah pernyataan yang berisikan suatu

keterangan-keterangan atau uraian-uraian yang menjelaskan lebih jelas

lagi.

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984: 677),

penilaian adalah suatu perbuatan menilai/ memberi nilai. Berdasarkan

defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pernyataan yang berupa penilaian

adalah pernyataan yang isi nya memberi nilai terhadap suatu hal.

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Riduan (2010:4,5,9):

Sumber: Riduan (2010:4)

Gambar 4. Contoh sederhana peta konsep

Sumber: Riduan (2010:9)

Gambar 5. contoh peta konsep yang menggunakan topik sederhana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: pemetaan

Sumber: Riduan (2010:9)

Gambar 6. contoh lain peta konsep sederhana

Sumber: Riduan (2010:5)

Gambar 7. Peta konsep disusun secara hirarki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: pemetaan

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Fatmawati (2005:23):

Sumber: Fatmawati (2005:23)

Gambar 8. Bagan Peta Konsep Materi Daur Air dan Peristiwa Alam

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Taufiqurohman (2011:1):

Sumber: Taufiqurohman (2011:1)

Gambar 9. Peta Konsep Zat Adiktif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: pemetaan

Sumber: Taufiqurohman (2011:1)

Gambar 10. Peta Konsep Zat Psikotropika

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Dahar (1989:127):

Sumber : Dahar (1989:127)

Gambar 11. Peta Konsep Sampah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: pemetaan

Contoh peta konsep yang pernah dibuat oleh Aslam (2012:1):

Sumber: Aslam (2012:1)

Gambar 12. Peta Konsep Plantae

2.5 Pengertian Jurnal

Jurnal merupakan salah satu koleksi perpustakaan yang paling dibutuhkan

oleh pengguna untuk menemukan informasi tentang penemuan ilmiah terkini

(current). Dalam hal pengelompokkan koleksi perpustakaan, pada dasarnya jurnal

termasuk ke dalam kategori koleksi atau terbitan serial/ berseri/ berkala.

Menurut Lasa (1994:13) bahwa : “terbitan berseri biasanya direncanakan

untuk terbit terus menerus dalam jangka waktu yang tidak terbatas, dikelola oleh

sekelompok orang yang pada umumnya disebut redaksi.” Menurut pendapat di

Lasa tersebut dapat diketahui bahwa terbitan berseri adalah terbitan yang

direncanakan untuk terbit secara terus menerus dalam waktu tidak terbatas serta

dikelola dengan sekelompok orang.

Adapun pengertian jurnal menurut Zen (2009:15) adalah Journals yaitu

terbitan berkala memuat artikel ilmiah (learned periodicals). Artinya bahwa jurnal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: pemetaan

merupakan suatu koleksi dari terbitan berkala yang berisikan artikel-artikel

ilmiah.

Definisi lain menurut Koswara (2000:3) bahwa:

Jurnal adalah terbitan berkala yang berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan . Bila dikaitkan dengan kata ilmiah di belakang kata jurnal dapat terbitan berarti berkala yang berbentuk pamflet yang berisi bahan ilmiah yang sangat diminati orang saat diterbitkan.

Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa jurnal merupakan salah satu

terbitan berkala, berisikan bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan. Jika

kata jurnal dikaitkan dengan kata ilmiah maka menjadi jurnal ilmiah dan artinya

bahwa jurnal tersebut berisikan bahan ilmiah namun tetap saja diminati orang saat

diterbitkan.

Berdasarkan tiga pendapat di atas dapat dilihat beberapa kesamaan dan

beberapa perbedaan pendapat tentang pengertian Jurnal. Pendapat di atas memiliki

persamaan yakni, jurnal merupakan terbitan yang terbit secara berlanjut atau

berkala. Perbedaan dari tiga pendapat di atas yakni, pendapat dari Lasa lebih

menekankan bahwa jurnal adalah terbitan berkala yang dikelola oleh sekelompok

orang. Pendapat dari Zen lebih menekankan bahwa isi jurnal adalah terbitan

berseri yang berisi artikel-artikel ilmiah, sedangkan pendapat dari Koswara lebih

menekankan bahwa jurnal sangat diminati orang saat diterbitkan.

2.6 Jenis Jurnal berdasarkan Format Media

Berdasarkan format media, jurnal terbagi atas 2 jenis yakni jurnal tercetak

dan jurnal elektronik. Jurnal tercetak adalah suatu koleksi berkala atau serial yang

formatnya masih tercetak seperti buku.

Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, jarak, ruang

dan waktu menjadi tidak ada batasan. Hal ini pun telah mengubah pola perilaku

pengguna perpustakaan dalam mencari informasi. Pengguna membutuhkan

informasi terkini, yang bisa diperoleh dengan cara cepat. Perpustakaan perguruan

tinggi sebagai badan pengelola informasi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan

perkembangan yang sedang terjadi. Salah satu solusi perpustakaan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: pemetaan

melayani serta memenuhi kebutuhan informasi pengguna adalah dengan

menyediakan koleksi jurnal elektronik.

Jurnal elektronik merupakan salah satu terbitan serial (terbitan berkala)

seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga

format , yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf). Jurnal

elektronik juga merupakan bagian dari koleksi terbitan berseri dimana memiliki

kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan jurnal tercetak.

Jurnal elektronik atau jurnal online menurut LIPI (2006:1) adalah sarana

berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal. Sarana ini disediakan sebagai wadah

bagi pengelola, penulis dan pembaca karya-karya ilmiah. Dari pendapat ini dapat

diketahui bahwa jurnal elektronik adalah sebuah sarana yang berbasis web.

Adapun pengertian jurnal elektronik menurut Rushendi (2010:59) adalah

“terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi bentuk elektronik, biasanya terdiri

dari tiga format, yaitu teks, teks, grafik, serta full image (dalam bentuk pdf)”. Dari

pendapat ini dapat diketahui bahwa jurnal elektronik adalah terbitan serial yang

berbentuk elektronik.

Dari kedua pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa jurnal elektronik

adalah suatu sarana yang berbasis web, yang merupakan terbitan serial yang

berbentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format yakni teks, grafik dan full

image (dalam bentuk pdf)

Sedangkan Rushendi (2010:59) menyatakan bahwa dibandingkan dengan

jurnal tercetak jurnal elektronik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dari

segi kemuktahiran. Jurnal elektronik sering kali sudah terbit sebelum jurnal cetak

diterbitkan.

Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui dalam kecepatan penerimaan

informasi jurnal elektronik jauh lebih cepat dibandingkan dengan jurnal tercetak.

Hal ini menyebabkan pengguna lebih memilih menggunakan jurnal elektronik

dibandingkan jurnal tercetak. Pengguna membutuhkan informasi yang terkini, hal

itu dapat diperoleh dari jurnal elektronik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: pemetaan

Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal cetak disajikan dalam tabel

berikut:

Tabel 1. Perbandingan Jurnal Elektronik dengan Jurnal Tercetak

No. Kriteria Elektronik Tercetak

1 Kemuktakhiran Mutahir Mutahir

2 Kecepatan diterima Cepat Lambat

3 Penyimpanan Sangat mengirit

tempat

Memakan tempat

4 Pemanfaatan 24 jam Terbatas jam buka

5 Kesempatan akses Bisa bersamaan Antri

6 Penelusuran Otomatis tersedia Harus dibuat

7 Waktu penelusuran Cepat Lama

8 Keamanan Lebih aman Kurang aman

9 Manipulasi dokumen Sangat mudah Tidak bisa

10 Bila langganan dengan

dana yang sama

Judul bias lebih

banyak

Judul lebih sedikit

11 Harga total langganan Jauh lebih murah Lebih mahal

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jurnal elektronik lebih banyak

memiliki nilai lebih dibandingkan dengan jurnal tercetak baik itu dari aspek

kemuktahiran, penyimpanan, serta pemanfaatannya. Dengan adanya kelebihan

yang dimiliki jurnal elektronik dapat lebih memudahkan pengguna dalam mencari

informasi khususnya dalam hal penelusuran jurnal online/elektronik, namun

disamping itu jurnal elektronik memiliki kelemahan dimana untuk mengakses

jurnal harus melalui media yaitu komputer yang tentunya membutuhkan listrik,

jadi apabila terjadi pemadaman listrik jurnal online pun tidak dapat diakses.

Perpustakaan dalam hal ini tentunya perlu meyediakan koleksi selain

koleksi tercetak yang sudah ada demi memenuhi tuntutan perkembangan IPTEK

yang sedang terjadi yaitu salah satunya dengan menyediakan koleksi elektronik.

Menurut Galvin (2004:1) bahwa:

Advantage of electronic journals that comes to mind is the financial savings, the threats to scholarly communication and to academic careers that are created by the expense of print journals, these costs included

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: pemetaan

maintenance of technology and staff time spent in selecting and reviewing electronic subscriptions, From the scholar/author's point of view, other benefits of electronic publication are speed and freedom from constraints of journal length. Publication delays are no longer necessary, nor do worthy articles need to be eliminated from journals due to space restrictions. Berdasarkan pendapat Galvin dapat diketahui bahwa keuntungan dari jurnal

elektronis adalah bagi pihak penerbit dapat menghemat biaya cetak, bagi

perpustakaan akan menghemat biaya pemeliharaan seperti penjilidan dan

pemeliharaan di rak, dan bagi penulis dapat mengurangi panjangnya waktu/proses

penerbitan naskah dalam suatu jurnal sehingga penundaan penerbitan dapat

dihindari. Juga kekhawatiran artikel dieliminasi dari jurnal yang disebabkan

terbatasnya ruang jurnal dapat dikurangi.

Jurnal saat ini tidak hanya terdiri dari jurnal bentuk cetak namun telah

tersedia pula dalam bentuk digital atau CD-ROM, dan jurnal yang memang hanya

diterbitkan secara online (jurnal elektronik berbasis web).

Jurnal elektronik dalam bentuk CD-ROM merupakan jurnal yang

penyediaannya dalam bentuk CD (Compact Disc), yaitu disket yang berbentuk

cakram yang hanya bisa diakses dengan menggunakan sistem penelusuran

informasi.

Siregar (1997:1) mendefinisikan CD-ROM yaitu “sebagai jenis disket yang

diciptakan dengan teknologi optical (laser) yang terbuat dari bahan plastik dan

silikon, berbentuk piringan dengan diameter 12 cm dan tebal 1 mm”. Pendapat

yang hampir sama dinyatakan oleh Bamford dalam Muntashir (2005:10):

CD-ROM merupakan temuan baru teknologi informasi, berbentuk fisik cakram, dengan diameter 120 mm (12cm), dengan ketebalan 1,2 mm, yang terbuat dari polycarbonate, dengan lapisan mengkilat, tempat informasi disimpan, dan hanya satu sisi dari disc itu yang dapat digunakan untuk menyimpan informasi.

Dari beberapa definisi di atas diketahui bahwa definisi CD-ROM adalah

suatu benda berbentuk cakram dimana informasi tersedia didalamnya tergantung

informasi apa yang disimpan termasuk jurnal, dengan media aksesnya

menggunakan komputer.

Bradley dalam Muntashir (2005:9) menyatakan bahwa pada dasarnya

“jurnal online adalah suatu jurnal yang dikonversi kedalam bentuk digital dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: pemetaan

ditempatkan pada database yang hanya biasa diakses melalui internet”. Sesuai

dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jurnal berbasis web atau yang

kita kenal dengan jurnal online merupakan jurnal yang dalam waktu kita

mengaksesnya membutuhkan media yaitu internet. Jurnal dalam internet bisa kita

download secara berlangganan dengan ataupun secara gratis (free).

2.7 Jurnal sebagai Objek yang dikaji dalam Pemetaan Ilmu Pengetahuan

Jurnal sering digunakan sebagai objek untuk pemetaan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, jurnal

dapat dijadikan sebagai objek yang dikaji dalam pemetaan ilmu pengetahuan.

Misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Helon Taro pada tahun 2000 dengan

judul penelitian Analisis Komponen Dokumen untuk Pemetaan Disiplin Ilmu

Pengetahuan Bidang Nuklir. Objek dalam penelitian Helon tersebut adalah Jurnal

yang terdapat di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang

terbitan tahun 1981-1991. Pemetaan Ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Helon

adalah dengan cara bibliographic coupling, co-word dan co-citation.

2.8 Penelitian Terdahulu yang Pernah Dilakukan

Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan antara lain:

1. Penelitian dengan judul penelitian Analisis Komponen Dokumen untuk

Pemetaan Disiplin Ilmu Pengetahuan Bidang Nuklir (Tesis S2) yang

dilakukan oleh Helon Taro pada tahun 2000. (Taro, 2000).

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan

ilmu pengetahuan bidang nuklir melalui dokumen hasil-hasil

Penelitian ini dilakukan terhadap 107 dokumen untuk melihat

keterkaitan bibliographic coupling, co-word dan co-citation terhadap

kedekatan hubungan subjek dari dokumen yang diteliti. Pemasangan

dokumen dilakukan dengan memasangkan dokumen baik dengan dokumen

yang berasal dari query dan unit kerja yang sama maupun dengan dokumen

yang, berasal dari query dan unit kerja yang lain untuk menghasilkan

bibliographic coupling dan co-word. co-citation diperoleh dengan cara

meneliti dokumen hasil-hasil penelitian yang terdapat di 11 terbitan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: pemetaan

lingkungan BATAN selama periode 5 tahun (1995-1999). Hasil penelitian

menunjukkan kontribusi bibliographic coupling, co-word dan co-citation

yang lemah.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sekalipun kontribusi co-

words juga lemah, namun kekuatan co-words lebih akurat menunjukkan

kedekatan hubungan subjek dokumen daripada bibliographic coupling,

maupun co-citation. Bibliographic coupling dan co-words dapat dijadikan

dasar untuk pemetaan disiplin atau perkembangan ilmu yang diteliti,

sedangkan ko-sitiran hanya menghasilkan pemetaan ko-sitiran pengarang.

2. Penelitian dengan judul penelitian Pemetaan ilmu pengetahuan pada laporan

penelitian dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi tahun 1991 – 2000 oleh

Sokhiaro Daeli. (Daeli, 2003).

Dari 406 judul laporan penelitian dosen Fakultas Ekonomi

Universitas Jambi yang diterbitkan tahun 1991 - 2000, ditarik sampel

sebanyak 197 dokumen. Berdasarkan analisis co-words diperoleh 671 kata

kunci atau dengan rata-rata 3,39 kata kunci per laporan penelitian. Kemudian

dilakukan pengelompokan pada tahun 1991-1995, 1996-1998 dan 1999-2000

masing-masing 6 (enam) kelompok yakni pengelompokan laporan penelitian

dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jambi tahun 1991-1995 terdiri dari:

Koperasi, Demografi, Tenaga Kerja, Keuangan, Ekonomi-Keadaan, dan

Perdagangan. Pada tahun 1996-1998 terdiri dari: Koperasi, Tenaga Kerja,

Industri, Ekonomi-Keadaan, Keuangan, dan Pendapatan. Kemudian tahun

1999-2000 terdiri dari: Ekonomi-Keadaan, Wanita Pekerja, Perdagangan,

Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Investasi.

Sedangkan berdasarkan co-classification dengan kriteria yang sama,

dilakukan pengelompokan terhadap laporan penelitian dosen Fakultas

Ekonomi Universitas Jambi tahun 1991-1995, 1996-1998 dan 1999-2000

masing-masing terbagi 5 (lima) kelompok yakni laporan penelitian dosen

Fakultas Ekonomi Universitas Jambi tahun 1991-1995 terdiri dari: Keuangan,

industri, Tenaga Kerja, Koperasi, Ekonomi-Keadaan. Pada tahun 1996-1998

terdiri dari: Industri, Tenaga Kerja (Pekerja Wanita), Koperasi, Investasi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: pemetaan

Ekonomi-Keadaan. Kemudian tahun 1999-2000 terdiri dari: Investasi,

Produksi, keuangan dan perkembangan ekonomi.

3. Penelitian dengan judul penelitian Pemetaan Majalah Ilmiah Indonesia Tahun

2000-2009; Studi Kasus Lembaga Pemerintah Non Kementerian Dan

Perguruan Tinggi Negeri oleh Ir. Rochani Nani Rahayu M.Si. dan Agus

Permadi M.Sc. (Nashihuddin, 2011).

Kajian yang berjudul Pemetaan Majalah Ilmiah Indonesia Tahun

2000–2009; Studi Kasus Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Pemerintah

Non Kementerian ini ditujukan untuk mengetahui: Peta majalah ilmiah yang

diterbitkan oleh lembaga penelitian di bawah Kementerian Riset dan

Teknologi yaitu LIPI, BPPT, BATAN, dan LAPAN, beserta klasifikasi

bidang, kapan majalah terbanyak diterbitkan pada periode 2000-2009, berapa

tiras majalah, bagaimana tingkat akreditasi majalah dan frekuensi terbit

Peta majalah yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri (PTN) di

Indonesia, serta mengetahui kelas majalahnya. Analisis dilakukan terhadap 31

PTN ternama terdiri atas Jawa 6 PTN, Sumatra 9 PTN, Kalimantan 4 PTN,

Nusa Tenggara 3 PTN, Sulawesi 5 PTN, Maluku & Papua 4 PTN. Kajian

dilakukan secara deskriptif terhadap pangkalan data Majalah Ilmiah Indonesia

2000-2009, dan disajikan dalam bentuk tabel. Berdasarkan hasil kajian

disimpulkan bahwa:

a. Selama 2000–2009 institusi penelitian yang berada di bawah Kementerian

Riset dan Teknologi telah menerbitkan 31 judul Majalah Ilmiah Indonesia,

terdiri atas sebanyak 8 judul diterbitkan berturut–turut oleh LIPI, BPPT,

BATAN, dan 7 judul diterbitkan oleh LAPAN.

b. LIPI menerbitkan majalah sebanyak 8 judul terdiri atas kelas komputer

sebanyak 1 judul, sosiologi 2 judul dan 2 judul majalah tentang sains, 2

judul majalah bidang teknologi dan 1 judul bidang manajemen.

c. BPPT menerbitkan 8 judul majalah terdiri atas 2 judul kelas sosial dan

layanan sosial , 1 judul bidang sain, 2 judul bidang kebumian, dan 2 judul

kelas teknik dan teknik lingkungan.

d. BATAN menerbitkan majalah sebanyak 8 judul semua di kelas 600

terutama di bidang nuclear engineering.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: pemetaan

e. LAPAN menerbitkan majalah di kelas teknik sebanyak 7 judul terdiri atas

bidang aeronautica 2 judul, aerospace engineering 3 judul, material bahan 1

judul, dan ilmu kebumian 1 judul.

f. Terdapat 8 judul Majalah Ilmiah Indonesia terbitan LPNK yang

menyandang tingkat akreditasi B, 3 judul berpredikat C dan sebanyak 20

judul tidak disebutkan tingkat akreditasinya

g. LIPI, BPPT, dan BATAN memiliki majalah yang bertiras antara 300–499

eksemplar. Adapun untuk tiras 500–1000 eksemplar diterbitkan oleh

LAPAN dan BPPT. Sementara itu terdapat majalah yang tidak disebutkan

tirasnya masing-masing di LIPI 6 judul, BPPT 5 judul, BATAN 5 judul

dan LAPAN 3 judul.

h. Berdasarkan frekuensi terbit diketahui bahwa 23 judul (74,19%) Majalah

Ilmiah Indonesia yang diterbitkan oleh LPNK terbit enam-bulanan, adapun

sisanya 7 judul (22,58%) terbit empat bulanan, tiga bulanan, dua bulanan

dan 1 judul (3,23%) tidak menyebutkan frekuensi terbit.

i. Tahun 2006 merupakan puncak penerbitan majalah dari LPNK yaitu

sebanyak 6 judul (19,35%). Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 terjadi

penurunan jumlah majalah yang diterbitkan berturut- turut 2, 2 dan 0

judul.

j. Indonesia yang diwakili oleh 31 PTN menerbitkan 351 judul majalah

terdiri atas Jawa 89 judul (6 PTN), Sumatra 108 judul (9 PTN),

Kalimantan 27 judul (4 PTN), Nusa Tenggara 44 judul (3 PTN), Sulawesi

57 judul (5 PTN), Maluku & Papua 26 judul (4 PTN). Rata-rata produksi

majalah secara nasional sumbangan PTN adalah 35 judul setiap tahun.

k. Berdasarkan produktifitas setiap wilayah maka selama 10 tahun di Jawa

diterbitkan sebanyak 15 judul, Sumatra 12 judul, Kalimantan 6 judul, Nusa

Tenggara 15 judul, Sulawesi 11 judul, Maluku dan Papua 6 judul.

Penerbitan majalah terbanyak terjadi pada tahun 2005, dengan jumlah 51

judul (14,40%) dan penerbitan paling rendah pada tahun 2008 yaitu

sebanyak 19 judul (5,36%).

l. Berdasarkan pengamatan kelas, terlihat bahwa 351 judul majalah yang

diterbitkan terbagi dalam 35 kelas. Sebanyak 172 judul (49%) masuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: pemetaan

kategori 8 besar yaitu berturut-turut adalah ekonomi 26 judul, sosiologi 25

judul, kedokteran 24 judul, pertanian 22 judul, sain secara umum 21 judul,

teknik 21 judul, hukum 17 judul, industri 16 judul. Adapun sisanya

sebanyak 179 judul (51%) terbagi menjadi 27 kelas. Terlihat berbeda

untuk kelas kedokteran, dari 24 judul majalah sebanyak 15 judul (62,50%)

diterbitkan di Jawa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA