Upload
uni
View
31
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangDalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD)
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan pembukaan UUD itu, batang tubuh konstitusi tersebut di antaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32, juga mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, gender, kemampuan dan lain-lain. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills), sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pembangunan pendidikan dilaksanakan dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 - 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 - 2014. Selanjtnya, RPPNJP telah dijabarkan ke dalam empat tema pembangunan pendidikan, yaitu tema pembangunan I (2005-2009) dengan fokus pada peningkatan kapasitas dan modernisasi; tema pembangunan II (2010-2015)
1
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
dengan fokus pada penguatan pelayanan; tema pembangunan III (2015-2020) dengan fokus pada penguatan daya saing regional; dan tema pembangunan IV (2020-2025) dengan fokus pada penguatan daya saing internasional.
Konvensi international tentang hak-hak penyandang disabilitas (Covention on the Right of Persons with Disabilities) telah ditandatangani oleh 147 negara termasuk Indonesia. Selanjutnya, Indonesia juga telah meratifikasi konvensi tersebut melalui undang-undang nomor 19 tahun 2011 tentang ratifikasi konvensi penyandang disabilitas yang disyahkan melalui sidang paripurna DPR-RI tanggal 18 Oktober 2011. Pada pasal 24 dari Convention tersebut disebutkan bahwa “Negara-negara pihak mengakui hak penyandang disabilitas atas pendidikan, dalam rangka memenuhi hak ini tanpa diskriminasi dan berdasarkan kesempatan yang sama, Negara-negara Pihak harus menjamin sistem pendidikan yang bersifat inklusif pada setiap tingkatan dan pembelajaran seumur hidup yang terarah”. Jauh sebelum dokumen tersebut diterbitkan, Indonesia telah memiliki Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa pemerintah Republik Indonesia harus dapat memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Realita di lapangan menunjukkan bahwa belum semua warga negara Indonesia memperoleh haknya mendapatkan pendidikan sesuai yang diamanahkan dalam undang-undang. Banyak faktor yang menjadi penyebab terbatasnya akses warga untuk mengikuti pendidikan, di antaranya adalah karena faktor (1) geografis, (2) ekonomi, (3) budaya, (4) disabilitas, (5) tuntutan pekerjaan, (6) bencana, (7) konflik, (8) bias gender dan lain-lain. Lebih lanjut, SEAMEO-UNESCO menyebutkan bahwa anak-anak yang memiliki peluang untuk tidak mendapatkan pendidikan dikenal sebagai the un-reach yang mencakup 11 kategori yaitu:
2
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
1. Peserta didik yang berada di daerah terpencil/ terisolasi;
2. Peserta didik dari kelompok minoritas agama/suku, dll.
3. Anak yang rentan Drop Out (DO). 4. Anak-anak dari keluarga migran, pengungsian, tidak
memiliki indentitas kewarganegaraan, penduduk nomaden,
5. Peserta didik penyandang cacat/berkebutuhan khusus 6. Pekerja anak/anak jalanan/anak yang diperdagang -
kan, anak korban kekerasan;7. Anak di lingkungan bermasalah (daerah konflik,
bencana, penjara, dll);8. Anak yatim/anak terlantar9. Peserta didik dari keluarga miskin 10. Anak-anak yang terkena HIV/AIDS11. Anak dan/atau penduduk di daerah perbatasan dan
para buruh migran Indonesia (TKI) di sejumlah negara.
Anak disabilitas adalah anak yang mengalami ketidakmampuan dalam melakukan fungsi tertentu disebabkan karena adanya kerusakan (ketunaan) pada aspek perkembangan tertentu. Kondisi ini sering juga disebut dengan istilah anak berkelainan, anak luar biasa dan atau anak berkebutuhan khusus. Undang-undang Pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional telah memberikan jaminan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (pasal 5 ayat 1). Dalam pasal 5 ayat 2 bahkan pemerintah telah memberikan instruksi bahwa mereka perlu memperoleh pelayanan pendidikan yang khusus. Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus (UU no. 20/2003, pasal 5:2).
Salah satu upaya untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas memperoleh pendidikan, pemerintah sudah sejak lama menyelenggarakan sekolah khusus atau sekolah luar
3
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
biasa (SLB). Data Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di 33 provinsi di Indonesia adalah 1.738 sekolah dan melayani 70.320 anak pada jenjang pendidikan dasar (SDLB dan SMPLB). Data tersebut selanjutnya menyimpulkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus (disabilitas) yang belum memperoleh layanan pendidikan jumlahnya mencapai 74.18%. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah mengambil langkah strategis yaitu melalui pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu sistem/strategi penyelenggaraan pendidikan, dimana anak-anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler dengan suatu layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak tersebut. Sebagai bukti keseriusan pemerintah terhadap gagasan ini, kementerian pendidikan dan kebudayaan telah mengeluarkan peraturan khusus tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif melalui Permendiknas No. 70 Tahun 2009, yang ditanda-tangani pada tanggal 5 Oktober 2009.
Pendidikan inklusif telah berjalan sejak satu dasawarsa yang lalu. Data direktorat PPK-LK tahun 2010 menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus yang memperoleh layanan pendidikan melalui pendidikan inklusif sebanyak 15.144 siswa pada 811 sekolah reguler, dengan rincian SD 13.590 siswa di 653 sekolah, SMP 1.309 siswa di 97 sekolah, dan SMA 245 siswa di 61 sekolah. jumlah tersebut belum ideal dibanding dengan jumlah siswa berkebutuhan khusus yang ada saat ini. Artinya pendidikan inklusif masih harus terus ditingkatkan supaya dapat memberi kesempatan kepada lebih banyak anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan. Di sisi lain, pelaksanaan pendidikan inklusif saat ini juga masih menghadapi sejumlah kendala dan tantangan, di antaranya adalah (1) pemahaman dan sikap yang belum merata di kalangan masyarakat tentang pendidikan inklusif, (2) keterbatasan pengetahuan dan keterampilan guru dalam memberi layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, (3) sarana dan lingkungan sekolah yang belum sepenuhnya aksesabel bagi disabilitas, dan lain-lain.
4
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Sehubungan hal tersebut, masih dibutuhkan upaya-upaya yang sistematik untuk membudayakan pendidikan inklusif, sehingga ke depan diharapkan pelaksanaan pendidikan inklusif dapat berjalan secara lebih baik. Untuk keperluan tersebut, perlu ada panduan tentang bagaimana upaya untuk membudayakan pendidikan inklusif di masyarakat.
B. Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan dari penerbitan naskah ini adalah:1. Untuk memberikan panduan atau rambu-rambu kepada
pemerintah daerah atau pihak mana pun yang ingin melakukan upaya pembudayaan pendidikan inklusif di daerahnya, dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang inklusif. Melalui naskah ini, pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait dapat melakukan upaya-upaya yang sistematik dan berkelanjutan untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang inklusif.
2. Mempermudah dan mempercepat upaya pembudayaan pendidikan inklusif di berbagai tempat di wilayah Indonesia.
3. Terlaksananya pendidikan inklusif secara baik di berbagai tempat di wilayah Indonesia.
4. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang inklusif.
C. Landasan hukumPenyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak
berkebutuhan khusus memiliki landasan hukum yang cukup banyak dan kuat, baik landasan hukum secara international maupun nasional. berikut adalah dokumen-dokumen hukum yang melandasi pelaksanaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, termasuk yang dilaksanakan melalui model pendidikan inklusif. Landasan hukum tersebut adalah:1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (Declara
-tion of Human Rights)2. Konvensi Hak Anak 1989 (Convention on the rights of
the Child)
5
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
3. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (Education for All) - Jomtien, Thailand, 1990.
4. Resolusi PBB Nomor 48/96 tahun 1993: Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas (Standard Rules on Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities).
5. Pernyataan Salamanca (UNESCO), Spanyol, 1994 6. Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention
on the Rights of Persons with Disabilities) (Resolusi PBB 61/106, 13 Desember 2006)
7. Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen), khususnya pasal 31 ayat (1) : “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan “, dan ayat (2) : “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
8. Undang-undang No: 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
9. Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
11. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
12. Undang-undang nomor 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabili-tas.
13. Undang-undang nomor 12 tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi.
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengga -raan Pendidikan.
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 70 tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
6
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
D. Manfaat1. Panduan ini diharapkan akan bermanfaat bagi berbagai
pihak (stake holders) yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu kementerian pendidikan dan kebudayaan, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, kelompok kerja (pokja) pendidikan inklusif, sekolah inklusif, sekolah luar biasa, pusat sumber, masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang terkait.
2. Pedoman bagi pihak-pihak tersebut, dalam upaya pembudayaan pendidikan inklusif, sehingga dapat mempercepat terwujudnya penyelenggaraan pendidikan inklusif di wilayah masing-masing.
3. Memberikan gambaran tentang arah, tahapan dan strategi kerja yang harus ditempuh, dalam proses pembudayaan pendidikan inklusif.
4. Sebagai rujukan dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan pembudayaan pendidikan inklusif.
E. Ruang lingkupSecara umum, naskah ini akan menyajikan informasi tentang lima (5) hal utama yaitu (1) latar belakang perlunya naskah pembudayaan pendidikan inklusif, (2) landasan konseptual, (3) kondisi pendidikan inklusif di Indonesia saat ini, (4) strategi pembudayaan pendidikan inklusif dan (5) rencana aksi dalam rangka pembudayaan pendidikan inklusif. Topik-topik tadi akan disajikan dalam lima (5) bab yaitu sebagai berikut:1. Bab I pendahuluan, yang di dalamnya mencakup
uraian tentang latar belakang, tujuan, landasan hukum, manfaat dan ruang lingkup.
2. Bab II landasan konseptual, yang didalamnya menyajikan uraian tentang konsep anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusif dan pembudayaan pendidikan inklusif.
7
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
3. Bab III kondisi pendidikan inklusif di Indonesia saat ini, yang di dalamnya menyajikan uraian tentang profil kebijakan pendidikan inklusif, implementasi pendidikan inklusif, dan tantangan/kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.
4. Bab IV strategi pembudayaan pendidikan inklusif, yang mencakup pembahasan tentang tahapan, prinsip kerja, indikator keberhasilan dan strategi pembudayaan pendidikan inklusif.
5. Bab V rencana aksi pembudayaan pendidikan inklusif, yang di dalamnya menyajikan informasi tentang rencana kerja program pembudayaan pendidikan inklusif untuk lima tahun ke depan.
8
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
BAB II
LANDASAN KONSEPTUAL
A. Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan salah satu amanat di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam penjelasan Ps 15 ditegaskan bahwa “pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami hambatan belajar karena kelainan fisik, mental, intelektual, emosi dan sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, dapat diselenggarakan secara inklusif dan/atau berupa satuan pendidikan khusus.”
Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, pengertian pendidikan inklusif ditegaskan pada Permendiknas Nomor 70 tahun 2009. Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
B. Pembudayaan Pendidikan Inklusif1. Pengertian pembudayaan pendidikan inklusif
Pembudayaan pendidikan inklusif dimaksud adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan/atau satuan pendidikan untuk melakukan langkah-langkah konkrit dalam bentuk penyebaran informasi, edukasi, internalisasi, implementasi, dan/atau promosi tentang pendidikan inklusif secara berkesinambungan dan berkelanjutan sehingga menjadi budaya dalam mewujudkan masyarakat yang inklusif.
9
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
2. Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusif Mengutip Permendiknas nomor 70 tahun 2009, tujuan pendidikan inklusif adalah (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial, atau memiliki poternsi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
Berdasarkan rumusan tersebut, maka secara umum tujuan pembudayaan pendidikan inklusif dimaksud adalah menjadikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai pendidikan inklusif sebagai acuan dalam kebijakan dan implementasi pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan, dalam rangka peningkatan pemerataan, mutu dan relevansi pendidikan dalam suatu wilayah Kabupaten/Kota, Kecamatan dan/atau satuan pendidikan.Secara khusus tujuan yang ingin dicapai diantaranya:a. Pemenuhan hak pendidikan
Semua anak usia sekolah tanpa kecuali dapat memperoleh haknya mengikuti pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
b. Perluasan akses pendidikanMenyediakan layanan pendidikan yang merata dan terjangkau di semua wilayah agar dapat memberikan layanan pendidikan bagi semua anak sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
c. Peningkatan mutu pendidikanMenyediakan layanan pendidikan yang bermutu, berimbang, berwatak dan tidak diskriminatif bagi semua anak sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
10
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
d. Efisiensi pembiayaan pendidikanMeminimalisir pemborosan pembiayaan pendidikan sebagai akibat penggunaan sistem pendidikan yang segregatif.
e. Membangun karakter masyarakat inklusifSemua komponen masyarakat bersikap positif terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bermutu, berkarakter dan bermartabat.
11
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
BAB III
KONDISI PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
A. KebijakanKonvensi PBB atas Hak-hak orang dengan
kecacatan tubuh (Covention on the Right of Persons with Disabilities) yang ditandatangani oleh 147 negara termasuk Indonesia dan telah diratifikasi melalui sidang paripurna DPR-RI tanggal 18 Oktober 2011, adalah alat hukum terbaru mendukung hak anak berkebutuhan khusus terhadap pendidikan. Pada pasal 24 Convention tersebut menyebutkan bahwa: “Negara-negara pihak mengakui hak penyandang disabilitas atas pendidikan. Dalam rangka memenuhi hak ini tanpa diskriminasi dan berdasarkan kesempatan yang sama, Negara-negara Pihak harus menjamin sistem pendidikan yang bersifat inklusif pada setiap tingkatan dan pembelajaran seumur hidup yang terarah”. Jauh sebelum dokumen yang sudah diratifikasi oleh 99 negara tersebut keluar, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah Republik Indonesia harus dapat memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Proses mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan. Karenanya, pendidikan merupakan hak setiap warga Negera (UUD 1945 pasal 31 ayat 1). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian pendidikan dan kebudayaan telah mengembangkan sistem pendidikan yang dapat memberikan pelayanan dan akses yang sama bagi setiap warga Negara, tanpa kecuali.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, layanan pendidikan dilakukan melalui tiga (3) jalur yaitu: (1) Pendidikan Formal melalui sistem persekolahan dan perguruan tinggi, dan (2) Pendidikan
12
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Non Formal yang berbasis pada lembaga atau organisasi yang tumbuh di masyarakat, dan (3) Pendidikan Informal yang berbasis pada keluarga. Adanya tiga jalur ini mengindikasikan bahwa akses dan pelayanan pendidikan tidak hanya bisa dilakukan melalui jalur formal yang merupakan jalur “utama” pelayanan pendidikan yang memiliki standar yang baku dalam pelayanan pendidikan. Sebab, tidak semua penduduk dapat mengakses dan memperoleh pelayanan program dan kegiatan pendidikan formal karena berbagai alasan. Banyak faktor yang menjadi penyebab seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tidak dapat memiliki akses dan pelayanan pendidikan, baik teknis maupun nonteknis, antara lain: (1) geografis, (2) ekonomi, kemiskinan, (3) budaya, (4) disabilitas, (5) tuntutan pekerjaan, (6) bencana, (7) konflik, dan (8) bias gender, (9) dan lain-lain. Meskipun demikian, dalam rangka pemenuhan program wajib belajar 9 tahun (tamat SD dan SMP), Pemerintah sedapat mungkin memberikan layanan pendidikan formal dengan menambah sejumlah gedung sekolah baru di wilayah yang bisa dijangkau, membuka program “Sekolah Satu Atap” (One Roof Schools) dan membuka “sekolah terbuka” (Open Junior Secondary Schools) yang dapat menjangkau yang belum terlayani (Reaching The un-Reached).
Indonesia is truly “Unity in diversity”, selaras dengan prinsip dan nilai sosial “Bhineka Tunggal Ika” dan ideology Pancasila. Sesuai dengan kategori the un-reach yang telah ditentukan oleh SEAMEO-UNESCO yang dalam hal ini termasuk dalam ranah “Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”, terdapat 11 kategori yaitu:1. Peserta didik yang berada di daerah terpencil/
terisolasi;2. Peserta didik dari kelompok minoritas agama/suku,
dll. 3. Anak yang rentan Drop Out (DO).
13
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
4. Anak-anak dari keluarga migran, pengungsian, tidak memiliki indentitas kewarganegaraan, penduduk nomaden,
5. Peserta didik penyandang cacat/berkebutuhan khusus
6. Pekerja anak/anak jalanan/anak yang diperdagang -kan, anak korban kekerasan;
7. Anak di lingkungan bermasalah (daerah konflik, bencana, penjara, dll);
8. Anak yatim/anak terlantar9. Peserta didik dari keluarga miskin 10. Anak-anak yang terkena HIV/AIDS11. Anak dan/atau penduduk di daerah perbatasan dan
para buruh migran Indonesia (TKI) di sejumlah negara.
Kelompok the unreached yang dapat diidentifikasi di Indonesia yaitu: peserta didik yang berada di daerah terpencil, baik di pegunungan dan di daerah kepulauan serta penduduk di daerah daratan namun tersebar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Misalnya, di Provinsi Papua, terdapat kelompok masyarakat di daerah Yahukimo yang memiliki penduduk 110.080 jiwa belum terlayani pendidikan. Sekitar 70-80% penduduknya masih buta aksara (Directorate Educational Equivalency, MoNE, 2006). Di pulau Sulawesi, terdapat suku Bajo, merupakan suku nelayan yang hidup di atas di lepas pantai terdapat 17.000 lulusan SD tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMP karena belum ada sekolah. Untuk mengatasinya, diselenggarakan program SMP Terbuka, dan Program Paket A, dan B melalui penyelenggaraan “Mobile learning Services” yaitu “Kapal Pembelajaran” (Boat Schools), Motorcycle Learning Services, Mobile Classes Room atau “Smart Cars”, etc.
14
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Layanan pendidikan bagi kelompok agama dan suku asli (terasing) diberikan untuk menjangkau peserta didik yang ada di pesantren tradisional (pesantren salafiyah) yang hanya mengajarkan pelajaran agama dan menolak pendidikan “sekuler” sistem formal sekolahan. Terdapat 3.991 pesantren tradisional yang tersebar di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, kawasan Nusa Tenggara Barat, dan Pulau Sulawesi. Untuk itu, dilaksanakan program kerja sama antara Kementerian pendidikan dan kebudayaan dengan Kementerian Agama untuk menyelenggarakan program “SMP terbuka” dan Program Kejar Paket A, dan B dalam rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Sehingga, lulusan pesantren dapat memiliki pendidikan formal dan memiliki keterampilan tertentu sesuai dengan potensi diri dan lingkungannya.
Indonesia memiliki sejumlah suku terasing yang terdapat pada 28 Kabupaten di 12 provinsi di seluruh Indonesia. Suku asli tersebut antara lain: Suku Baduy (Banten), Suku Anak Dalam (Jambi), Suku Dayak Punak (Kalimantan), Suku Bajo (Sulawesi Tenggara), dan sekitar 200 lebih suku-suku asli (terasing) di provinsi Papua dan Papua Barat. Bagi kelompok suku-suku asli (terasing) diberikan pula pelayanan pendidikan agar mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMP. Tentu saja tidak mudah bagi mereka untuk menerima pendidikan karena hambatan nilai dan budaya yang dianut dan dipercayainya sebagai warisan leluhurnya.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan, bahwa pekerja anak menegaskan adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Namun, karena alasan ekonomi anak-anak tersebut menjadi pekerja anak di sejumlah pabrik, pengamen di bis kota, menjadi peminta-minta di perempatan lampu merah. Kondisi ini banyak ditemui di daerah urban (perkotaan). Sedangkan di daerah
15
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
pedesaan, banyak anak-anak yang terpaksa meninggalkan sekolah untuk membantu orang tua mereka di sawah, ladang, menjadi anak buah kapal nelayan, menetap di pagan tempat jaring ikan, dll. Menurut data dari organisasi buruh internasional (ILO), jumlah pekerja anak di Indonesia usia 10-14 tahun mencapai 10,4 juta orang. Jumlah ini meningkat pada tahun 2007, menjadi 2,6 juta anak. Berdasarkan studi antara ILO dan Universitas Indonesia pada tahun 2003, jumlah pekerja anak domestik mencapai 700 ribu, sebanyak 90 persen adalah anak perempuan. Angka dari sensus kesejahteraan nasional (Susenas: 2003), di Indonesia terdapat 1.502.600 anak berusia 10 hingga 14 tahun yang bekerja dan tidak bersekolah. Sekitar 1.621.400 anak tidak bersekolah serta membantu di rumah atau melakukan hal lainnya. Sebanyak 4.180.000 anak usia sekolah lanjutan pertama (13-15) atau 19 persen dari anak usia itu, tidak bersekolah. Menurut data yang sama para pekerja anak di desa lebih banyak daripada di kota, yakni sebesar 79 persen untuk di desa dan 21 persen di kota. 62 persen bekerja di sektor pertanian, 19 persen di industeri dan, dan 19 persen di sektor jasa.
Sejumlah anak tertentu, terutama anak perempuan terpaksa mencari peruntungan ke kota besar untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi malah menjadi pekerja seks komersial dan bahkan ada yang sengaja dijual oleh majikannya. kementerian pendidikan dan kebudayaan bekerja sama dengan Kementerian Sosial serta sejumlah LSM untuk mengatasi kelompok miskin kota dengan mendirikan tempat penampungan “Rumah Singgah” sebagai tempat menampung dan tempat belajar bagi anak-anak jalanan tersebut. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar dan kota-kota lainnya disediakan sejumlah “Rumah Singgah”. Selain itu, disediakan “mobil pintar” di dekat lampu merah dan tempat aktivitas anak jalanan untuk dapat
16
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
belajar. Selain itu, pemerintah menyediakan beasiswa bagi kaum miskin dan menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) sehingga anak-anak kelompok miskin ini tidak lagi dikenakan biaya sekolah.
Selain itu, terdapat anak-anak yang tidak bisa masuk ke sekolah normal (biasa) karena menyandang “ketunaan” (disabilitas). Anak-anak disabilitas ini terkadang “disembunyikan” oleh orang tuanya sehingga tidak dapat mengikuti proses pendidikan. Anak-anak dengan cacat tubuh masih termasuk yang paling termarjinalkan dan paling kecil kemungkinannya bersekolah. Perbedaan tingkat kehadiran sekolah antara anak-anak berusia 8-11 tahun yang memiliki ketunaan dengan mereka yang normal berkisar enam puluh di Indonesia. Bagi anak-anak cacat, jarak fisik ke sekolah, tata letak dan desain fasilitas sekolah, dan kurangnya guru terlatih dapat menjadi rintangan untuk menghadiri sekolah. Perlakuan negatif kepada anak berkebutuhan khusus juga merupakan rintangan serius. Komitmen pemerintah, pemerintah daerah dan kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk membuat fasilitas lebih terakses dan mengubah perlakuan publik bagi para penyandang cacat. Salah satu contoh yang positif adalah di Uganda, di mana hak azasi manusia penyandang cacat dijamin oleh Konstitusi dan bahasa Isyarat “leakui” sebagai bahasa resmi. Anak-anak tuli menghadiri sekolah lokal, dengan dukungan yang tepat yang memungkinkan mereka untuk belajar.
Undang-undang Pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 32 ayat 1 memberikan jaminan bahwasannya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus memiliki hak pendidikan yang sama sebagaimana anak yang lainnya, yaitu melalui pendidikan khusus. Di Indonesia, pendidikan khusus dilaksanakan melalui dua jalur yaitu pada satuan pendidikan khusus (sekolah luar biasa) dan
17
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
pada sekolah reguler (program pendidikan inklusif). Anak berkebutuhan khusus Indonesia dan orang tua memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri jalur pendidikan yang dipilihnya dengan mempertimbang -kan peluang mengembangkan potensi anak secara maksimal dan kemudahan menjangkaunya. Kewajiban Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat swasta adalah menyediakan layanan dan sistem dukungan yang dibutuhkan.
Data Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah SLB di 33 provinsi di Indonesia adalah 1.738 sekolah dan melayani 70.320 anak pada jenjang pendidikan dasar (SDLB dan SMPLB). Sementara itu, jumlah ABK yang dilayani dalam program pendidikan inklusif sebanyak 15.144 siswa pada 811 sekolah reguler, dengan rincian: SD 13.590 siswa di 653 sekolah, SMP 1.309 siswa di 97 sekolah, SMA 245 siswa di 61 sekolah. Apabila dibandingkan dengan prevalensi anak berkebutuhan khusus yang disampaikan oleh BPS yaitu sebesar 0,7% dari anak berkebutuhan khusus usia sekolah (330.764) maka angka partisipasi murni ABK pada jenjang pendidikan dasar adalah 25.92%. artinya, sebanyak 74,18% ABK belum mendapatkan hak pendidikannya. Menyikapi hal tersebut, selain banyak memberikan bantuan beasiswa dan peningkatan daya tampung pada sekolah-sekolah luar biasa, Kementerian pendidikan dan kebudayaan terus mengupayakan pengembangan dan pelaksanaan program “Pendidikan Inklusif” di daerah-daerah tertentu yang banyak memiliki jumlah anak disabilitas. Untuk itulah, pada tanggal 5 Oktober 2009 telah diterbitkan Permendiknas tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif No. 70 Tahun 2009.
Selanjutnya, selama kurun waktu 2005-2009, Indonesia mengalami banyak bencana alam. Pada tahun 2005, terjadi bencana paling besar dalam sejarah Indonesia yaitu Tsunami di Aceh dan Nias. Ratusan
18
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
ribu penduduk meninggal dan hilang. Ratusan sekolah rusak berat. Pasca bencana telah didirikan 2.500 sekolah tenda. Rehabilitasi sarana pendidikan pada 65 TK, 250 SD, 156 SMP, 167 SMA, 14 SMK, dan 1 perguruan tinggi. Mengangkat 1.110 guru dan membangun 290 perumahan bagi guru. Melakukan pelatihan keterampilan untuk 5.600 orang dan 227 orang master trainer di Pulau Jawa. Selanjutnya, bencana di Yogyakarta dan Jawa Tengah, bencana Tsunami di Pangandaran, Tasikmalaya, dan Cilacap di pantai selatan Pulau Jawa. Dengan modus yang hampir sama didirikan sekolah tenda dan memperbaiki fasilitas pendidikan.
Disengaja ataupun tidak, terdapat 3,26% kasus HIV/AIDS dari 17.998 kasus HIV/AIDS di Indonesia. Mereka berusia 13-19 tahun (usia sekolah) yang tentunya berkeinginan untuk tetap sekolah. Namun, belum ada penganganan yang komprehensif bagi anak penyandang HIV/AIDS (ODHA) tersebut. Hal itu, terjadi karena masih adanya persepsi dan penyikapan yang keliru dari masyarakat, termasuk para pendidik di sekolah. Oleh karena itu, perlu ada kemauan politik dari para penentu kebijakan di pusat dan daerah. Untuk itu, perlu ada proses penjaminan bagi keberlanjutan pendidikan bagi anak yang terkena HIV/AIDS. Perlu juga dilakukan capacity building bagi para volunteer pencegahan HIV/AIDS untuk bidang pendidikan.
Dalam konteks Indonesia yang dimaksudkan dengan ABK adalah selain kelompok yang sudah dijelaskan di muka juga termasuk anak-anak yang memiliki kecerdasan istimewa dan bakat istimewa (CIBI). Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa adalah dengan menyelenggarakan program percepatan belajar (akselerasi) dan pengayaan (enrichment). Program akselerasi adalah layanan belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelesaikan
19
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
pendidikan lebih cepat dari waktu biasa, yaitu SD dari 6 tahun menjadi 5 tahun dan SMP dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Sedangkan program pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik dalam kurun waktu yang sama dengan siswa reguler tetapi materi yang diajarkan lebih luas dan mendalam. Sementara itu, layanan pendidikan bagi anak berbakat istimewa untuk sementara ini difokuskan pada pembinaan bakat musik dan olahraga.
B. Implementasi1. Implementasi sekolah model inklusif dengan sistem
gugus-satelitKondisi penyebaran sekolah di Indonesia yang
sangat luas dan sebagian besar berada di daerah yang sulit transportasi mengharuskan adanya satu model pengembangan yang mampu memberikan kemudahan kepada sekolah, orang tua dan ABK yang berkeinginan memahami dan mengimplemen-tasikan pendidikan inklusif, yaitu dengan mempersiapkan adanya sekolah model. Dalam setiap kabupaten/kota akan dipersiapkan satu (1) SD, satu (1) SMP dan satu (1) SMA/SMK yang akan menjadi sekolah model atau disebut sekolah gugus. Sekolah-sekolah ini akan didampingi oleh satu (1) SLB yang akan berfungsi sebagai pusat sumber.
2. Kampanye nasional pentingnya pendidikan inklusifPenerimaan masyarakat Indonesia secara umum
terhadap keberadaan ABK masih sangat rendah. Sebagian besar orang tua yang memeliki ABK merasa malu dan cenderung menyembunyikan dan mengucilkan anak mereka dari pergaulan termasuk membiarkan ABK tidak mendapatkan pendidikan. Di samping itu, masih sangat banyak juga masyarakat yang belum bisa menerima kehadiran ABK di tengah-tengah kehidupannya termasuk dalam lingkungan pendidikan dengan alasan
20
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
khawatir tertular atau menghambat perkembangan anaknya dll. Walaupun secara peraturan dan UU keberadaan ABK sudah mendapatkan perlindungan dari Pemerintah Indonesia tetapi secara implementasi masih banyak tantangan. Untuk itulah, kampanye nasional pendidikan inklusif menjadi isu yang sangat strategis saat ini.
3. Peningkatan kemampuan guru, kepala sekolah dan pengawas dengan penerapan pre-in service training.
Saat ini, Pemerintah sedang melaksanakan sertifikasi kompetensi guru dan kepala sekolah. Untuk itu, dorongan kuat agar kemampuan dalam mengajar siswa ABK bagi guru, kemampuan manajemen sekolah inklusif bagi kepala sekolah dan kemampuan melakukan supervisi bagi pengawas merupakan indikator penilaian yang harus dilakukan untuk menentukan kelulusannya. Bahkan layanan ABK pada sekolah reguler didorong untuk berpengaruh pada nilai akreditasi suatu sekolah. Untuk itulah, Ditjen PMPTK dan P4TK TK dan PLB didorong memiliki program peningkatan kemampuan guru, kepala sekolah dan pengawas dengan penerapan in-service training. Sedangkan bagi perguruan tinggi (LPTK) didorong untuk mengajarkan matakuliah pendidikan inklusif kepada para mahasisnya sebagai bekal sebelum terjun mengajar di sekolah. Untuk itulah, dalam program induksi bagi calon guru yang akan menjadi guru penuh diharuskan lulus dalam penilaian pengajaran kepada ABK baik yang berada di sekolah luar biasa maupun di sekolah inklusif (pre-service training).
4. Penyediaan peraturan dan pedoman teknis pendidikan inklusif yang implementatif
Sistem pendidikan di Indonesia menganut pola kenaikan kelas dan kelulusan. Pelaksanaan pendidikan inklusif khususnya bagi ABK yang
21
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
memiliki intelektualitas di bawah standar menghadapi kendala dari aspek penilaian ini. Untuk itu, dibuatnya pedoman teknis yang lebih operasional khususnya bidang kurikulum, pembelajaran dan penilaian untuk jenis-jenis kebutuhan khusus secara spesifik sangat dibutuhkan oleh pelaksana pendidikan inklusif di lapangan. Di samping itu, juga telah dikeluarkan Permendiknas tentang Pendidikan Inklusif bagi anak yang memiliki kelainan dan memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
C. Kendala/TantanganHambatan utama anak berkelainan untuk maju
termasuk dalam mengakses pendidikan setinggi mungkin bukan pada kecacatannya, tetapi pada penerimaan sosial masyarakat. Selama ada alat dan penanganan khusus, maka mereka dapat mengatasi hambatan kelainan itu. Justru yang sulit dihadapi adalah hambatan sosial. Bahkan, hambatan dari dalam diri anak yang berkelainan itupun umumnya juga disebabkan pandangan sosial yang negatif terhadap dirinya. Untuk itulah, Pendidikan yang terselenggara hendaknya memberikan jaminan bahwa setiap anak akan mendapatkan pelayanan untuk mengembangkan potensinya secara individual. Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
Pendidikan inklusif dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi isu yang sangat menarik dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan, pendidikan inklusif memberikan perhatian pada pengaturan para
22
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
siswa yang memiliki kelainan atau kebutuhan khusus untuk bisa mendapatkan pendidikan pada sekolah-sekolah umum atau reguler sebagai ganti kelas pendidikan khusus part-time, pendidikan khusus full-time, atau sekolah luar biasa (segregasi). D.K. Lipsky dan A.D. Gartner (2000) mengatakan: Inclusive education as: providing to all students, including those with significant disabilities, equitable opportunities to receive effective educational services, with the needed supplemental aids and support service, in age-appropriate classes in their neighborhood schools, in order to prepare students for productive lives as full members of society. Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya.
D. Isu-isu Penyelenggaraan Pendidikan InklusifBerdasarkan evaluasi yang dilakukan kesulitan
dalam pelaksanaan pendidikan inklusif selama ini, masih terdapat beberapa hambatan dalam merespon berbagai kebutuhan ABK yang berbeda, antara lain: 1. Belum semua provinsi, Kabupaten/Kota memiliki
Perda/Surat Edaran khusus tentang implementasi Pendidikan Inklusif
2. Kurangnya Komitmen Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif
3. Sebagian besar Komite Sekolah belum mengambil peran aktif dalam menunjang implementasi pendidikan inklusif
23
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
4. Organisasi-organisasi profesi dan yang terkait dengan ABK belum berperan secara aktif dalam implementasi pendidikan inklusif
5. Sebagian besar Perguruan Tinggi belum berperan aktif dalam implementasi pendidikan inklusif
6. Pemahaman Kepala Sekolah, guru dan pengambil kebijakan di daerah terhadap konsep dasar pendidikan inklusif masih terbatas dan bervariasi.
7. Terbatasnya jumlah guru pembimbing khusus/guru kunjung dari Sekolah Khusus terdekat ke sekolah inklusif
8. SDM yang ada di sekolah inklusif, sebagian besar mengalami kesulitan dalam melakukan modifikasi kurikulum, maupun assesmen akademik dan non akademik ABK .
9. Sebagian besar sekolah belum mempunyai ruang layanan khusus
10. Sistem penerimaan siswa baru yang menerapkan sistem on-line tanpa ada kuota untuk ABK, menyulitkan anak berkebutuhan khusus diterima di sekolah reguler
11. Sebagian besar orang tua dan masyarakat berpendapat bahwa anak cacat sebaiknya bersekolah di sekolah khusus, sedangkan sebagian berpendapat bahwa anak cacat sebaiknya bersekolah di sekolah regular untuk perkembangan sosialnya. Sikap ini mempengaruhi jumlah siswa yang masuk di sekolah reguler.Apabila dibandingkan antara data ABK yang
sudah mendapatkan layanan pendidikan baik yang berada sekolah khusus maupun inklusif, dengan data anak usia sekolah di atas maka perbandingannya sangat jauh. Menurut data Direktorat Pembinaan PK-LK Pendidikan Dasar, secara persentase, jumlah ABK yang telah bersekolah untuk jenjang SD hanya 0,00018% dan SMP hanya 0,00012% dari total seluruh anak usia sekolah. Sedangkan persentase sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk jenjang SD
24
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
adalah 0,39% dan jenjang SMP adalah 0,25%. Untuk itulah, perlu dilakukan upaya terobosan dalam menyebarluaskan pendidikan inklusif di Indonesia, diantaranya melalui program pembudayaan kota inklusif.
25
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
BAB IV
STRATEGI PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan dan kehidupan masyarakat inklusif di suatu daerah sebagaimana yang diharapkan, perlu dipikirkan dan ditempuh sejumlah strategi. Strategi dalam naskah ini dimaknai sebagai cara atau kegiatan yang harus dilakukan supaya ide atau konsep pendidikan inklusif benar-benar membudaya dalam praktik pendidikan dan kehidupan masyarakat secara luas. Di bawah ini disajikan beberapa strategi untuk membudayakan pendidikan inklusif dalam rangka mewujudkan masyarakat inklusif. Strategi-strategi tersebut harus dilihat dan diterapkan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Daerah yang pendidikan inklusifnya sudah relatif maju akan memilih dan menggunakan strategi yang berbeda dengan daerah yang baru memulai untuk mengembangkan pendidikan inklusif. Selain membahas secara spesifik tentang strategi pembudayaan inklusif, ada beberapa hal lain yang perlu disajikan pada bagian (bab) ini sebagai bagian dari upaya pembudayaan pendidikan inklusif, yaitu tahapan proses, prinsip kerja, dan indikator keberhasilan.
A. Tahapan Proses Pembudayaan InklusifTujuan akhir yang kita inginkan terkait upaya
pembudayaan pendidikan inklusif adalah terwujudanya masyarakat yang inklusif (inclusive society). Masyarakat inklusif adalah suatu kondisi kehidupan masyarakat yang terbuka, saling menerima dan saling menghargai dalam keberagaman serta perlakukan yang adil kepada setiap orang. Setiap daerah memiliki kondisi atau tahapan pencapaian yang berbeda dalam mewujudkan masyarakat inklusif. Secara umum, ada tiga tahapan proses menuju kepada terwujudnya masyarakat inklusif yaitu (1) tahap pengenalan, (2)
26
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
tahap pengembangan dan (3) tahap pembudayaan. Semua tahapan itu akan menuju dan bermuara kepada terwujudnya masyarakat inklusif.
Tiga tahapan tersebut dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut:
Gambar 4.1: tahapan proses menuju masyarakat inklusif
1. Tahapan pengenalanTahap pengenalan adalah suatu tahap atau
kondisi dimana masyarakat baru memulai mengenal atau memahami konsep dan filosofi pendidikan inklusif. Berbagai stake holders atau elemen yang ada di masyarakat sudah memperoleh informasi tentang konsep pendidikan inklusif melalui berbagai cara dan media. Misalnya melalui ceramah (sosialisasi), seminar, buku, leaflet, surat kabar, radio, televise dan lain-lain. Pada tahap ini, sekolah atau berbagai stake holders sudah memahami pendidikan inklusif tetapi belum memulai melakukan langkah-langkah konkrit untuk mengimplementasikan konsep pendidikan inklusif.
2. Tahap pengembanganTahap pengembangan adalah tahap atau
kondisi yang lebih maju dari tahap pengenalan. Pada tahap ini masyarakat dan berbagai stake holders sudah mulai melakukan aktivitas konkrit untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Misalnya, sekolah sudah mulai menerima dan melayani siswa berkebutuhan khusus, pemerintah atau pemerintah
27
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
daerah sudah mengeluarkan kebijakan atau regulasi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif, guru-guru sekolah inklusif sudah memahami dan memiliki sedikit kemampuan dalam memberi layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, sudah ada upaya untuk mengadakan sarana pendukung bagi pelaksanaan pendidikan inklusif, sudah ada upaya pelatihan untuk meningkatkan kapasitas guru di sekolah dan lain-lain.
3. Tahap pembudayaan
Tahap pembudayaan adalah suatu tahap dimana ide, ciri atau karakteristik pendidikan inklusif sudah dijalankan secara sistemik, konsisten dan melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Pada tahap ini, semua stake holders dan elemen masyarakat memiliki cara pandang, sikap dan prilaku yang inklusif. Semua warga Negara dalam berbagai kondisi (termasuk anak berkebutuhan khusus) memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pendidikan dan bidang kehidupan lainnya. Setiap orang memperoleh pengakuan dan penghargaan yang sama serta perlakukan yang adil sesuai dengan kebutuhannya. Pada tahap ini, konsep dan aturan pendidikan inklusif yang tertuang dalam aturan perundangan sudah dilaksanakan secara konsekuen dalam kehidupan masyarakat. Ketika kondisi ini sudah tercapai, maka pada saat yang bersamaan sudah terbangun kehidupan masyarakat yang inklusif (inclusive society).
B. Prinsip KerjaAgar proses pembudayaan pendidikan inklusif
berhasil untuk menuju masyarakat inklusif, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan dijadikan landasan kerja yaitu:
28
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
1. KolaborasiUpaya untuk membudayakan pendidikan
inklusif harus dilaksanakan secara kolaboratif (kerja bersama) antara berbagai elemen yang ada di masyarakat. Elemen-elemen tersebut adalah pihak sekolah, pengawas, unsur pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan, unsur kementerian pendidikan, orang tua siswa, komite sekolah, dewan pendidikan, dan masyarakat secara lebih luas. Prinsip kerja ini penting dijadikan acuan karena akan sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan upaya pembudayaan pendidikan inklusif. Semua elemen tersebut harus memperoleh informasi serta pemahaman yang sama tentang pendidikan inklusif dan diikutsertakan dalam upaya pengembangannya.
2. Bertahap dan berkelanjutanUpaya pembudayaan pendidikan inklusif dalam
rangka mewujudkan masyarakat inklusif merupakan upaya yang dilakukan secara bertahap, dari mulai upaya pengenalan, pengembangan dan pembudayaan. Jangan tergesa-gesa untuk menginginkan hasil yang baik dalam waktu yang cepat, karena ini terkait dengan upaya perubahan cara berpikir dan kultur. Perlu waktu dan upaya yang terus menerus dan bertahap untuk sampai kepada terwujudnya masyarakat inklusif.
3. Kemauan dan KomitmenUpaya pembudayaan pendidikan inklusif hanya
akan berjalan secara baik jika diawali dengan adanya kemauan dan komitmen untuk peduli terhadap pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif bukan sekedar melaksanakan program atau kewajiban dari pemerintah tetapi lebih merupakan bentuk komitmen kita untuk memberi kesempatan kepada
29
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
siswa berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan supaya mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal, sebagai bekal hidup di masyarakat. Kita perlu membantu dan memfasilitasi mereka untuk berkembang sesuai dengan kondisinya.
4. FleksibelUpaya pembudayaan pendidikan inklusif harus
dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah. Tujuan yang ingin dicapai boleh sama yaitu terwujudnya masyarakat yang inklusif, tetapi cara, alat dan prosedur pelaksanaannya bisa berbeda tergantung kepada kondisi yang ada di setiap daerah. Pendekatan yang digunakan untuk membudayakan pendidikan inklusif di daerah pedesaan tentu akan berbeda dengan daerah perkotaan, demikian juga antara daerah industri dengan daerah pertanian atau nelayan. Setiap pelaksana pengembang pendidikan inklusif harus arif di dalam mencermati situasi lingkungan setempat sebagai dasar dalam memilih dan menentukan cara dalam melaksanakan pembudayaan pendidikan inklusif.
5. Right-basedUpaya pembudayaan pendidikan inklusif harus
berangkat dari pemikiran bahwa anak-anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan dan hak yang sama untuk memperoleh pendidikan dan hidup secara layak sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Mereka perlu difasilitasi dan diberikan pelayanan dengan cara yang berbeda supaya dapat memenuhi hak-haknya secara baik.
30
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
C. Indikator KeberhasilanIndikator adalah petunjuk atau ciri yang menandai
bahwa proses pembudayaan dianggap sudah berhasil. Indikator keberhasilan penting untuk ditunjukkan supaya semua pihak yang terkait dengan program pembudayaan pendidikan inklusif dapat mengetahui dan mengukur sejauh mana program yang telah dijalankannya telah mencapai hasil. Indikator keberhasilan program pembudayaan pendidikan inklusif dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1Indikator Keberhasilan Program Pembudayaan
Pendidikan Inklusif
Bidang Kegiatan
Indikator
Kebijakan/Regulasi
Tersedia peraturan/perun-dangan yang memberi landasan hukum terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif.
Kebijakan/peraturan di tingkat nasional (UU, PP, Permen, dll.)
Kebijakan/peraturan di tingkat propinsi (Perda,Pergub, SK, edaran, panduan, dll)
Kebijakan/peraturan di tingkat kabupaten/kota (Perda, Perbup/perwali, SK, edaran, panduan dll)
Kebijakan/peraturan di tingkat satuan
31
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Bidang Kegiatan
Indikator
pendidikan (pembentukan kordinator pelaksana pendidikan inklusif, panduan, job deskripsi dll.)
Tersedia minimal 1 SD inklusif di setiap kecamatan
Tersedia minimal 1 SMP di setiap kecamatan
Tersedia minimal 1 SMA/SMK di tingkat kabupaten/kota
Tersedia minimal 1 SD inklusif model di tingkat kabupaten
Tersedia minimal 1 SMP inklusif model di tingkat kabupaten
Tersedia minimal 1 SMA/SMK inklusif model di tingkat kabupaten
Sistem dukungan
Terbentuk Pokja di tingkat nasional/propinsi/ kab/kota/kecamatan
Terbentuk pusat sumber untuk mendukung sekolah inklusif
Tersedia dukungan sarana prasaran untuk sekolah inklusif
Tersedia dukungan pendanaan khusus (Bansos) untuk sekolah inklusif
Tersedia GPK di setiap sekolah inklusif
Terselenggara bimbingan teknis (pelatihan) untuk guru di sekolah inklusif
32
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Bidang Kegiatan
Indikator
Tersedia tenaga ahli pendukung di sekolah inklusif (psikolog, terafis dll)
NSPK Tersedia Pedoman/Panduan/Juklak/Juknis/SPM/SOP tentang pelaksanaan pendidikan inklusif.
Networking Tersedia MoU dengan lembaga lain untuk mendukung pendidikan inklusif
Terselenggara kegiatan bersama dengan pihak lain untuk mendukung pendidikan inklusif
tersedia Forum GPK tersedia Forum guru sekolah
inklusif Forum kepala sekolah inklusif Forum orang tua ABK
Pemahaman dan
Kesadaran
Terlaksana sosialisasi melalui seminar/ceramah/pelatihan/workshop
Terlaksana sosialisasi melalui Brosur/leaflet/poster
Terlaksana sosialisasi melalui Spanduk/Banner/Baliho
Terlaksana sosialisasi melalui media Radio
Terlaksana sosialisasi melalui media TV
Terlaksana sosialisasi melalui Koran/majalah/bulletin
Terlaksana sosialisasi melalui kegiatan deklarasi/pencanangan
Terlaksana sosialisasi melalui media Facebook/twitter/blog
33
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Bidang Kegiatan
Indikator
Data dan sistem
informasi
Terlaksana pendataan/sensus ABK
Tersedia dokumen/ Pangkalan data tentang ABK dan pendidikan inklusif
Tersedia Website/blog sebagai media informasi tentang pendidikan inklusif
D. Strategi PembudayaanUntuk mewujudkan masyarakat yang inklusif
perlu ada upaya pembudayaan pendidikan inklusif. Agar upaya pembudayaan pendidikan inklusif dapat dilaksanakan secara efektif perlu ditempuh strategi kerja yang tepat. Berikut disajikan beberapa strategi kerja dalam pembudayaan pendidikan inklusif.
1. Penguatan Kebijakan/Regulasi
Faktor penting yang dapat mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pendidikan inklusif adalah adanya komitmen bersama yang dituangkan dalam sebuat regulasi yang memiliki kekuatan hukum dan bersifat mengikat. Oleh karena itu diperlukan adanya dasar hukum (regulasi) yang secara eksplisit memberikan pengaturan tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dasar hukum tersebut bisa pada tingkat nasional misalnya berupa Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan/ keputusan Presiden, Peraturan Menteri dan lain-lain. Regulasi pendidikan juga bisa pada tingkat provinsi misalnya berupa peraturan daerah, Peraturan Gubernur, surat keputusan, surat edaran dan lain-lain. Regulasi juga bisa pada tingkat kabupaten/kota, berupa Peraturan Bupati/Wali Kota, surat keputusan, surat edaran, surat penunjuk-kan, pedoman dan lain-lain. Bentuk kebijakan yang
34
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
dapat dibuat oleh pemerintah daerah di antaranya adalah peraturan daerah, peraturan gubernur/bupati, surat keputusan, instruksi atau apapun yang memiliki kekuatan yang mengikat bagi semua pihak/elemen untuk menjalankan pendidikan inklusif secara bermutu. Ada dua jenis kebijakan yang dapat dibuat di tingkat pemerintah daerah yaitu: (1) kebijakan yang bersifat umum yang berfungsi sebagai payung hukum bagi pelaksanaan pendidikan inklusif, (2) kebijakan yang bersifat teknis yang berfungsi sebagai rambu-rambu atau pedoman bagi para pelaksana pendidikan inklusif di lapangan. Materi atau kandungan dari kebijakan yang dibuat harus mencakup jaminan atau pengaturan tentang hal-hal pokok berikut:a. Penerimaan siswa anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah regular.b. Aksesisibilitas lingkungan dan sarana bagi ABK
di sekolah inklusif.c. Modifikasi kurikulum dan pembelajaran.d. Modifikasi evaluasie. Dukungan pembiayaan, dan lain-lain.
2. Pembentukan dan Pemberdayaan POKJA Pendidikan InklusifKelompok Kerja (POKJA) pendidikan inklusif adalah suatu tim yang terdiri dari beberapa orang yang bertugas untuk membantu pemerintah dalam mengendalikan pelaksanaan pendidikan inklusif di suatu daerah/wilayah. Tugas utama POKJA inklusi adalah merancang konsep pengembangan pendidikan inklusif, memantau pelaksanaannya serta mengkordinasikan berbagai elemen untuk mengotimalkan pelaksanaan pendidikan inklusif. POKJA sebaiknya merupakan sebuah unit yang bertanggung jawab langsung kepada pimpinan tertinggi yang ada di suatu daerah, atau lembaga,
35
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
supaya lembaga ini memiliki kekuatan untuk mendorong dan mengkordinasikan berbagai elemen struktural yang ada di bawah pemerintah daerah. Anggota pokja sebaiknya meliputi berbagai unsur yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di lapangan, yaitu unsur birokrasi, akademisi dan praktisi. Keanggotaan POKJA mencakup para Profesional, tokoh masyarakat, pejabat/pimpinan dari unit yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan pendidikan di TK, SD, SMP, SMA/SMK dan PLB, dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. POKJA di tingkat pusat dibentuk berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan, sedangkan di tingkat Daerah dibentuk berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh gubernur/bupati/walikota atau pimpinan tertinggi lembaga yang menjadi mitra dalam pembudayaan pendidikan inklusif.
3. Penyusunan grand design pendidikan inklusifSalah satu indikator besarnya komitmen
terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif ditandai adanya grand design pendidikan inklusif baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Grand design pendidikan inklusif adalah cita-cita dan rencana kerja mengenai pendidikan inklusif di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam lima tahun ke depan, bagaimana kondisi pendidikan inklusif yang diharapkan terjadi dan bagaimana strategi atau rencana kerja untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, suatu grand design biasanya memuat rumusan visi, misi, tujuan, sasaran, analisis SWOT, strategi pencapaian dan program kerja (rencana aksi) untuk jangka panjang (5 tahun atau lebih), menengah (2-3 tahun) dan pendek (1-2 tahun). Grand design disusun disusun
36
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
oleh pokja pendidikan inklusif dengan melibatkan berbagai unsur pendidikan yang ada di wilayah tersebut. Grand design yang sudah disusun selanjutnya dicermati dan disetujui oleh pimpinan daerah setempat (bupati atau kepala dinas pendidikan).
4. Sosialisasi dan publikasi Menyadari bahwa pendidikan inklusif adalah
sebuat filosofi baru dalam dunia pendidikan yang humanis, tidak diskriminatif dan berbasis pada pengembangan kompetensi anak, maka program penyelenggaraan pendidikan inklusif perlu dilakukan publikasi secara komprenhensif dan berkelanjutan. Melalui publikasi yang tepat diharapkan semua lapisan masyarakat khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan baik para pemegang kebijakan, praktisi maupun stake holder, dapat memahami dengan benar tentang konsep, prinsip-prinsip serta strategi penyelenggaraan pendidikan inklusif. Media yang dapat dipergunakan untuk mempublikasikan pendidikan inklusif ini, diantaranya melalui: (1) pemanfaatan media elektronik, baik dalam bentuk pembuatan web maupun jejaring sosial berbasis ICT; (2) media cetak, baik berupa jurnal, maupun dalam bentuk, leaflet, spanduk, binder, baleho dan sejenisnya; (3) kegiatan ilmiah, seperti, seminar, lokakarya, simposium, dialog interaktif, diskusi, maupun kegiatan ilmiah lainnya; (4) Pameran dan promosi, yang dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab.
5. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Strategi potensial dalam mempercepat pembudayaan pendidikan dapat dilakukan melalui program peningkatan kapasitas SDM melalui
37
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
beberapa kegiatan strategis, seperti, diklat, workshop, seminar, symposium, lokakarya, temukarya dan sejenisnya. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi pelaku penyelenggaraan pendidikan inklusif diutamakan pada dua bidang utama, yaitu penguatan pemahaman konsep dan prinsip-prinsip pendidikan inkluaif dan keterampilan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di antaranya keterampilan dalam, penyusunan program kegiatan, pelaksanaan layanan (di antaranya, identifikasi dan asesmen, penyusunan planning matrix, penyusunan kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan layanan kompensatoris, evaluasi dan monitoring, serta keterampilan dalam membuat laporan kegiatan).
6. Program Pendampingan Sekolah InklusifPendampingan sekolah inklusif adalah suatu
layanan profesional yang diberikan kepada lembaga penyelenggara pendidikan inklusif yang diberikan oleh lembaga perguruan tinggi, sekolah luar biasa, organisasi profesi, organisasi sosial kemasyarakatan yang relevan, atau lembaga-lembaga lain yang kompeten di bidang pendidikan khusus. Tujuan kegiatan pendampingan ini adalah untuk mempercepat perluasan akses dan peningkatan mutu layanan pendidikan inklusif yang diselenggarakan oleh suatu lembaga/ sekolah. Program pendampingan bentuknya bisa berupa pelatihan guru-guru di sekolah inklusif, pengadaan sarana dan peralatan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, dan lain-lain. Program ini lebih mendalam dan detail daripada sekedar pelatihan, workshop atau seminar. Tujuan akhirnya supaya terwujud pelaksanaan pendidikan inklusif yang ideal di suatu sekolah. Pendanaan untuk program pendampingan dapat diperoleh dari subsidi
38
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
pemerintah, swadaya sekolah dan atau sumber lain yang syah dan tidak bersifat mengikat.
7. Pengembangan Model Sekolah InklusifBudaya meniru diakui sangat kuat dalam
pembudayaan suatu konsep atau kebijakan di Indonesia, oleh sebab itu pengadaan sekolah model pendidikan inklusif baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dipandang cukup strategis. Sekolah model yang ada di tingkat provinsi menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, sedangkan sekolah model tingkat Kabupaten/Kota menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten/kota. Pengadaan sekolah model dimaksudkan agar dapat dipergunakan sebagai rujukan bagi lembaga/ sekolah lain yang akan mengembangkan pendidikan inklusif. Keberadaan sekolah model, juga diharapkan dapat memotivasi bagi berbagai pihak dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan inklusif. Ada beberapa aspek penting yang harus dipenuhi ketika sebuah sekolah akan dikembangkan menjadi sekokah model inklusif yaitu:a. Guru-guru, kepala sekolah dan staf sekolah
lainnya harus sudah memperoleh pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus dan pendidikan inklusif, sehingga ada kesamaan persepsi, sikap dan prilaku terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif.
b. Guru-guru sudah memperoleh pelatihan dasar tentang bagaimana memahami dan melayani anak berkebutuhan khusus.
c. Tersedia guru pembimbing khusus sebagai pendamping di sekolah tersebut.
d. Tersedia ruang sumber (resource room) sebagai sarana pendukung.
e. Lingkungan fisik sekolah ditata supaya aksesible bagi siswa berkebutuhan khusus (disabilitas)
39
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
f. Sistem pelayanan pembelajaran divariasikan sehingga bisa mengakomodir (melayani) siswa berkebutuhan khusus.
g. Tersedia sejumlah sarana dan peralatan khusus untuk mendukung pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus.
h. Ada kerjasama dengan (mendapat dukungan dari) pusat sumber.
8. Pemberian penghargaan Penghargaan diberikan kepada seseorang atau
lembaga yang sukses menyelenggarakan pendidikan inklusif. Pemberian penghargaan baik dalam bentuk anugerah, lomba, unjuk gelar, maupun festival dapat dilakukan secara berkala mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat maupun internasional. Pemberian penghargaan ini bertujuan untuk memberikan motivasi bagi siapa saja yang terbukti berprestasi atau memiliki kontribusi besar dalam upaya penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia. Pada sisi lain pemberian penghargaan adalah bentuk pendidikan tidak langsung bagi masyarakat agar senantiasa selalu berupaya yang terbaik dalam member pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus sesuai dengan profesi/bidang kerjanya. Selain itu pemberian penghargaan juga memiliki nilai sosialisasi bagi masyarakat luas. Program pemberian penghargaan dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan dan lain-lain. Program ini harus menjadi agenda rutin tahunan, sehingga akan memacu pemahaman dan semangat semua pihak dalam melaksanakan pendidikan inklusif. Hal yang penting diperhatikan ketika akan memberikan penghargaan adalah (1) jelas kriterianya (2) jelas sasarannya, (3) jelas
40
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
mekanisme dan prosedurnya, (4) publikasi yang efektif, (5) ada tim evaluasi yang independen.
9. Pemberian bantuan sosial Bantuan sosial adalah salah satu bentuk
pembinaan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif baik berupa finansial maupun bentuk lain yang bersifat tidak mengikat. Bantuan sosial dapat diberikan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota, maupun sumber lain baik dalam negeri maupun luar negeri yang dapat dipertanggung jawabkan dan tidak mengikat. Alur dan mekanisme pemberian bantuan sosial disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku bagi lembaga pemberi bantuan serta kesepakan bersama (MoU), dari pihak-pihak terkait. Bantuan sosial sangat penting dan strategis untuk diadakan karena akan sangat berguna bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk membangun sistem pendidikan yang inklusif di sekolahnya. Bantuan sosial misalnya akan digunakan oleh sekolah untuk melatih guru-guru, membangun dan mengadakan fasilitas fisik sekolah yang aksesible, mengadakan guru pembimbing khusus, membangun ruang sumber dan lain-lain. Bantuan sosial juga akan menjadi pemicu semangat dan keyakinan pihak sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif, karena merasa ada perhatian dan dukungan yang serius dari pihak lain.
10. Penguatan pangkalan data informasi (PADATI)Permasalahan mendasar di Indonesia dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah lemahnya data pendukung yang valid dan reliable. Kondisi ini perlu segera diatasi melalui pengadaan pangkalan data dan informasi (PADATI) yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan
41
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
inklusif. Pusat pangkalan data dan informasi ini diharapkan tersedia di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi maupun tingkat pusat. Data yang dikelola pada PADATI ini diharapkan dikemas dengan berbasis ICT, dengan tujuan agar semua lapiran masyarakat dapat mengakses secara mudah tanpa harus terikat oleh waktu dan tempat. Ada tiga tahapan kegiatan yang perlu dilakukan terkait dengan penguatan pangkalan data yaitu (1) pendataan, (2) data based dan (3) sistem informasi berbasis web.a. Pendataan. Pada tahap ini, pemerintah daerah
atau pokja melakukan pendataan (sensus) ke sekolah atau masyarakat untuk mendapatkan data tentang jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK), baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Data yang diperlukan di antaranya adalah jumlah ABK yang dirinci menurut jenis ketunaannya, jenis kelamin, usia, alamat tinggal, status pendidikan dll.
b. Data based. Data based berkaitan dengan sistem penataan dan penyimpanan data yang telah dikumpulkan. Sangat disarankan bahwa data ABK yang sudah terkumpul disimpan dalam bentuk data based berbasis computer (misalnya visual basic). Sehingga akan sangat memudahkan untuk menampilkan data apapun tentang ABK. Misalnya akan menampilkan data ABK menurut jenis kelamin, data ABK menurut jenis kelainannya, dll.
c. Sistem informasi berbasis web. Sistem informasi berkaitan dengan system penyajian data sebagai informasi yang dapat diakses oleh masyarakat secara luas. Sangat disarankan bahwa data-data tentang ABK dan tentang pendidikan inklusif disajikan dalam suatu website, sehingga mudah diakses oleh siapapun yang memerlukan. Untuk supaya hemat, maka
42
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
informasi tentang pendidikan inklusif dapat disisipkan pada website pemerintah daerah yang sudah tersedia, atau jika karena suatu alasan bisa juga dibuatkan web khusus. Informasi yang dapat disajikan dalam website di antaranya adalah data ABK, data sekolah luar biasa, data sekolah inklusif, peraturan yang terkait dengan pendidikan inklusif, foto-foto kegiatan, grand design pendidikan inklusif dll.
11. Membangun komitmen bersama melalui networking
Upaya pembudayaan pendidikan inklusif juga dapat dilakukan dengan cara membangun dan memperkuat kerjasama antar berbagai pihak yang terkait. Pihak-pihak dimaksud di antaranya adalah sekolah inklusif, sekolah luar biasa, perguruan tinggi, pokja pendidikan inklusif, dinas pendidikan, komite sekolah, orang tua murid, tokoh masyarakat, dewan pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, kementerian pendidikan, dunia usaha dan lain-lain. Unsur-unsur tadi harus diikat dalam suatu forum atau sekedar pertemuan yang rutin dilakukan dengan maksud untuk menyatukan pemahaman dan sikap serta memperkuat komitmen terhadap pelaksanaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, termasuk melalui jalur pendidikan inklusif. kegiatan ini sangat penting karena akan sangat mempengaruhi kelancaran dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan inklusif.
12. Monitoring dan evaluasiHal yang tidak boleh dilupakan sebagai bagian
dari upaya pembudayaan pendidikan inklusif adalah kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan perkembangan pendidikan inklusif dari waktu ke waktu. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh pokja pendidikan inklusif setempat
43
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
atau oleh dinas pendidikan setempat. Tujuannya adalah supaya dapat diketahui tingkat kemajuan yang telah dicapai serta kendala-kendala yang dihadapi selama dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat dirumuskan strategi untuk memperbaiki program ke depan, sehingga pendidikan inklusif dapat berjalan secara lebih baik dari sebelumnya. Pelaksanaan monitoring harus dilakukan oleh tim khusus yang kredibel dan didasari oleh instrument monev yang valid. Aspek-aspek yang harus ditemukan (terjawab) melalui monev ini di antaranya adalah:a. Apakah program-program yang telah disusun
sebelumnya sudah dapat dilaksanakan?.b. Apakah sudah berjalan sesuai dengan jadwal
waktu yang telah ditetapkan?.c. Apakah semua indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan telah dapat dicapai?. Kenapa?d. Berapa persen sasaran telah dapat dicapai?
Kenapa?e. Apa kendala yang terjadi selama pelaksanaan
program?f. Bagaimana sebaiknya pelaksanaan program ke
depan?
44
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
BAB V
RENCANA AKSI PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Untuk mendukung keberhasilan pembudayaan pendidikan inklusif diatur strategi sinergis melalui: (i) Rencana aksi pembudayaan pendidikan inklusif tingkat nasional dan; (ii) Rencana aksi pembudayaan pendidikan inklusif tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
A. RENCANA AKSI PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF TINGKAT NASIONAL
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
Regulasi Terdapat Payung Hukum UU, PP, Permen, tentang PI
Melakukan peninjauan terhadap Permendiknas RI No. 70/2009 tentang PI untuk disesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat
Menerbitkan Permendiknas terbaru tentang PI
Sosialisasi Permendiknas terbaru tentang PI
V
V
V
V
V
Sistem Dukungan
Pokja PI Pembentukan Pokja PI tingkat Nasional
Menyusun pedoman pendirian dan
V
V
45
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
pengelolaan Pokja PI untuk tingkat Nas, Prov, dan Kab/Kota
Sosialisasi tentang Pokja PI bagi Dinas Pendidikan Prov, dan Kab/Kota.
Menyusun grand design nasional pengemangan PI
Pencanangan Kab/Kota Inklusi
Monev kinerja Kab/Kota Inklusi
Inclusie education award
Pameran dan seminar nasional PI tingkat nasional
Penerbitan jurnal nasional PI
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pusat Sumber
Penyusunan Pedoman Pusat Sumber PI
Sosialisasi pendirian Pusat Sumber di tinggkat Kab/Kota
V
V V V V V
46
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
Bantuan sosial pendirian Pusat Sumbr Percontohan di tingkat Kab/Kota
V V V V V
Bansos Bantuan sosial operasional PI
Bantuan sosial IT sekolah Inklusi
Bantuan sosial fasilitas perpustakaan sekolah inklusi
Bantuan sosial aksesibilitas ABK di sekolah inklusi
Bantuan sosial beasiswa ABK
Bantuan sosial RKB Pusat Sumber di sekolah inklusi
Bantuan sosial sarana pembelajaran ABK
Bantuan sosial pengembangan sekolah inklusi model
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
GPK Menyusun regulasi tentang keberadaan GPK di sekolah inklusi
Penyusunan materi Bintek calon GPK
V
V V V V V
47
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
Bimbingan teknis kompetensi GPK tingkat nasional
V
Bimbingan Teknis PI
Menyusun materi Sosialisasi PI untuk Pengambil Kebijakan
Menyusun materi Bimbingan teknis PI bagi Guru di sekolah regular dan SLB
Sosialisasi PI bagi Dinas, Pengawas dan Kepala Sekolah
Bimbingan teknis PI bagi Guru sekolah regular dan SLB
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
NSPK (Norma, Standar, Prosedur, Kriteria)
SPM Sekolah Inklusi
Menyusun SPM Sekolah Inklusi
Sosialisasi SPM Sekolah Inklusi
Monitoring dan evaluasi serta akreditasi sekolah inklusi
Menyusun pedoman system pelaporan sekolah inklusi
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
48
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
SSN Sekolah Inklusi
Menyusun SSN Sekolah Inklusi
Sosialisasi SSN Sekolah Inklusi
Monitoring dan evaluasi serta akreditasi sekolah inklusi
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Juknis Pendidikan Inklusif
Menyusun juknis manajemen sekolah inklusi
Menyusun juknis system dukungan pendidikan inklusif
Menyusun juknis Identifikasi dan asesmen ABK
Menyusun juknis modifikasi kurikulum, pembelajaran dan penilaian ABK di sekolah inklusi
Menyusun juknis model-model perangkat pembalajaran ABK di kelas inklusi
Menyusun juknis UAS dan UAN ABK di sekolah inklusi
V
V
V
V
V
V
49
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
Network- ing
Networking dengan pihak terkait
Menyusun naskah SKB 3 Menteri (Mendagri, Mendikbud, Menag) dalam PI
Menyusun MoU dengan LSM Nasional dan Internasional yang peduli terhadap PI
Sarasehan forum PI dengan stakeholders
V
V
V V V V V
Pemaham- an,
Kesadaran dan
komitmen
Penerbitan buku-buku panduan, juknis dll
Pencetakan perangkat pedoman PI
Penyebarluasan perangkat pedoman PI
Sosialisasi perangkat pedoman PI
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Publikasi Penerbian brosur, lieflet, poster dan VCD Player PI dan penyebarluasan Program
website, twiter, blog, facebook nasional PI
Program siaran nasional PI melalui TV dan Radio
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
50
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
Penerbitan majalah dan bulletin PI
V V V V V
Data dan Sistem
Informasi
Pangkalan data
Menyusun Juknis pangkalan data dan informasi (PADATI) PI tingkat Nas, Prov, Kab/Kota
Sosialisasi nasional PADATI PI
Bantuan sosial penyediaan PADATI PI tingkat nasional, Provinsi, dan Kab/Kota
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pendaaan ABK
Menyusun insrumen dan panduan pendataan ABK belum sekolah
Sosialisasi Instrumen dan pendataan ABK belum sekolah ke Pokja PI Kab/Kota Inklusi
Bantuan sosial pendataan ABK belum sekolah ke Pokja PI Kab/Kota
Penyusunan data base ABK di sekolah inklusi dan ABK belum sekolah tingkat nasional
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
\
V
V
V
V
V
V
51
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Aspek/Dimensi
Indikator Keberhasilan
Kegiatan
Target Tahun Pelaksanaan
2013 2014 2015 2016 2017
Sistem Informasi dan Manajemen (SIM) PI
Menyusun panduan SIM PI tingkat Nasional, Prov, Kab/Kota
Menyediakan perangkat SIM PI tingkat nasional, provinsi, kab/kota
Operasionalisa-si SIM PI tingkat nasional, provinsi, kab/kota.
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
B. Rencana Aksi Pendidikan Inklusif Tingkat Provinsi dan Kab/ Kota
Mengacu pada Rencana Aksi PI tingkat nasional tersebut pada butir A, maka setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota, melalui Dinas Pendidikan dan Pokja Pendidikan Inklusif setempat, dapat menyusun Rencana Aksi Pendidikan Inklusif tingkat Provinsi/ Kab/Kota masing-masing.
Sinkronisasi antara rencana aksi nasional, dengan rencana aksi provinsi dan kab/kota, harus dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam mengimplementasikan berbagai program pendidikan inklusif di daerah. Di bawah ini dibuatkan contoh model Rencana Aksi Pendidikan Inklusif tingkat Provinsi dan Kab/Kota. Penyesuaian dan pengembang -annya harus dilakukan oleh masing-masing Pokja Pendidikan Inklsuf di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
52
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
Contoh Rencana Aksi Pendidikan Inklusif tingkat Provinsi/Kab/ Kota
Program Strategis
Indikator Keberhasilan
Nama dan Uraian Kegiatan
Tahun2013 2014 2015 2016 2017
Pemben-tukkan dan pemberda- yaan Pokja PI
Terbentuk-nya Kelompok Kerja PI di tingkat Prov/Kab/Kota dengan memenuhi persyaratan : ada SK Gubernur/ Walikota/ Bupati, Dicatatkan di Notaris, memiliki NPWP, No. Rekening Bank Pemerintah- an. Pokja, dan memiliki alamat sekretariat yang jelas.
1. Workshop pembentukan Pokja PI
2. Penyusunan AD dan ART dan legalisasi Notaris Pokja PI
3. Pengadaan sarana dan prasarana Perkantoran Pokja PI
4. Pengadaan kelengkapan Administrasi Sekretariat Pokja PI
V
V
V
V
V
V
Pokja PI diberdaya-kan oleh Pemkot/ Pemkab/ Dinas Dikpora setempat
1. Pelatihan untuk Peningkatan kapasitas kelembagaan Pokja PI Kab/Kota
2. Pelaksanaan akreditasi/sertifikasi sekolah penyelenggara PI oleh Pokja
3. Bimbingan, supervisi dan pendampingan berkelanjutan terhadap sekolah inklusi
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Penyusun- an Grand Design Pengem-bangan PI
Tersusunnya Buku Biru Grand Design Pengembangan PI Prov/Kab/ Kota untuk jangka waktu 5 tahun ke
1. Hearing dengan stake holders untuk penyusunan Grand Design PI
V
53
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
depan 2. Perumusan draf Grand Design PI oleh Tim Ahli
3. Workshop finalisasi Grand Design PI dilanjutkan pengesahan oleh Kepala Dinas Pendidikan Prov/Kab/ Kota setempat.
V
V
Memba- ngun Network- ing
Semua stake holders PI menyadari pentingnya PI dan berkomitmen untuk mendukung implementasi nya sesuai dengan peran, fungsi dan kewenangan masing-masing
1. Workshop Sistem Dukungan untuk Implementasi PI
V
Peningka tan Kapasitas SDM PI
1. Tersedia-nya Guru Pembimbing Khusus di setiap sekolah inklusi
1. Bimbingan teknis Guru SLB calon GPK di Sekolah Inklusi
2. Penugasan GPK di sekolah inklusi
3. Pelatihan Kompetensi GPK bagi relawan/guru reguler PI
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
2. Guru kelas, dan Guru Mapel mema-hami dan memiliki keteram-pilan dasar dalam mengelola kelas inklusi
Pelatihan keterampilan pembelajaran dan manajemen kelas inklusi bagi guru kelas dan guru mata pelajaran pada Sekolah Inklusi
V V V V V
54
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
3. Guru sekolah reguler memiliki wawasan komparatif dan inspiratif tentang PI di sekolah lain
1. Studi banding ke sekolah penyelenggara PI di tempat lain yang telah maju dan dapat dijadikan percontohan
2. Seminar nasional/ regional tentang Implementasi PI di masing-masing daerah (succes story dari lapangan)
V
V
V
V V V V
Publikasi dan kampanye PI
Seluruh stake holders PI dan masyarakat luas serta birokrasi memahami, berkomit-men, dan mampu mengambil peran untuk mengem-bangkan PI menuju kehidupan masyarakat yang inklusif
1. Lomba poster dan CD PI tingkat Prov/Kab/Kota
2. Penerbitan dan pengedaran brosur, leaflet dan poster, CD tentang PI kepada masyarakat stake holders.
3. Pameran karya dan pentas apresiasi ABK dari sekolah inklusi dan SLB
4. Manajemen Outbound Training (MOT) gabungan siswa ABK sekolah inklusi dan SLB
5. Talk show radio dan TV lokal tentang program PI
6. Kampanye aksesibilitas fasilitas publik untuk kaum
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
55
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
difabel 7. Pemasangan
Web khusus PI oleh Pokja Inklusi Prov/Kab/Kota.
V V V V V
Penguatan Institusi dan Regulasi tentang PI
Semua sekolah inklusi memiliki payung hukum dan petunjuk teknis operasional penyeleng-garaan PI yang dikeluarkan oleh Pemerintah Prov/Kab/ Kota setempat
1. Penerbitan SK tentang penunjukan sekolah penyelenggara PI
2. Penyusunan Perda/Perbub/ Perwali tentang PI
3. Penyusunan POS penyelenggara-an PI
4. Penyusunan petunjuk teknis kelulusan akhir sekolah bagi ABK di sekolah inklusi
V
V
V
V
V
Bantuan Sosial operasio nal PI
Sekolah penyeleng-gara PI mendapat-kan dukungan pembiayaan untuk operasional sekolah inklusi
1. Penyusunan panduan penerimaan Bantuan Sosial sekolah inklusi
2. Penyerahan bantuan sosial operasional sekolah inklusi
V
V V V V V
Penyusu nan Pangkalan Data dan Informasi (PADATI)
Tersedia pangkalan data dan informasi tentang ABK di tingkat Kab/Kota untuk mengukur APM Pendidikan ABK
1. Survei/ pendataan ABK usia sekolah berbasis Kecamatan dan Kab/Kota.
2.Pengembangan sistem PADATI berbasis IT
V
V
V
V V V V
Penguatan sistem dukungan
Tersedianya institusi dan sumber daya
1. Penyusunan pedoman pengelolaan
V
56
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
lainnya serta sistem dan mekanisme dukungan dalam penyeleng-garaan PI
Pusat Sumber2. Penunjukan
dan pembinaan sekolah (SLB) sebagai Pusat Sumber
3. Bantuan sosial untuk operasional sekolah (SLB) sebagai Pusat Sumber
V
V V V V V
Monito-ring dan evaluasi penyelenggaraan PI
Terlaksana-nya monitoring dan evaluasi secara periodik terhadap implemen-tasi Kab/Kota Inklusi
1. Penyusunan panduan dan instrumen Monitoring dan Evaluasi PI
2. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi berkala PI
3. Penyusunan laporan hasil monev PI
V
V
v
V
V
v
V
v
V
v
Pengem-bangan model sekolah inklusi
Setiap Kab/Kota sekurang-kurangnya tersedia 1 SD dan 1 SMP dan 1 SMA yang ditunjuk sebagai sekolah percontohan penyeleng-garaan PI dengan pembinaan khusus dari Pemerintah
1. Penyusunan panduan sekolah model
2. Penunjukan dan pembinaan SD, SMP, SMA sebagai sekolah model
3. Pemberian bantuan sosial operasional sekolah model
4. Bimbingan teknis manajemen sekolah model
5. Dukungan sarana dan prasarana sekolah model
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pendam pingan sekolah penyelenggara PI
Implementasi PI di tingkat satuan pendidikan berlangsung secara efektif dan efisien
1. Bimbingan teknis manajemen sekolah inklusi bagi kepala sekolah
V V V V V
57
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
2. Bimbingan teknis pembelajaran di kelas inklusi bagi guru
V V V V V
Pemberian penghar-gaan dan anugerah PI
Terseleng-garanya pemberian penghargaan terhadap lembaga dan perorangan yang memiliki jasa dan kepedulian tinggi terhadap program PI di tingkat Kab/Kota.
1. Penyusunan pedoman pemberian penghargaan PI
2. Publikasi dan penilaian calon penerima penghargaan PI
3. Gebyar PI dan penyerahan anugerah PI.
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
58
STRATEGI UMUM PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA
BAB VI
PENUTUPPanduan pembudayaan pendidikan inklusif
dimaksudkan untuk memberikan arah agar pemerintah pusat, pemerintah daerah Provinsi/Kota/Kabupaten dalam rangka mengembangkan pendidikan inklusif dapat terlaksana dengan lancar baik pada tataran makro sampai pada tataran mikro. Secara umum, ada tiga tahapan proses menuju kepada terwujudnya masyarakat inklusif yaitu (1) tahap pengenalan, (2) tahap pengembangan dan (3) tahap pembudayaan. Semua tahapan itu akan menuju dan bermuara kepada terwujudnya masyarakat inklusif.
Pedoman ini diterbitkan dengan harapan agar semua pihak yang terkait, baik dinas pendidikan, guru dan pihak-pihak terkait dapat melaksanakan kegiatan dengan persepsi yang sama, sehingga setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan ini dapat berperan secara aktif dan bekerja secara proposional sesuai dengan bidang kontribusinya agar tujuan dan sasaran dapat dicapai dengan baik.
Isu-isu penting yang belum tercantum dalam panduan ini akan diatur kemudian sesuai dengan kebutuhan. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan panduan ini.
59