PIK - editan

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS MAKALAH

PROSES INDUSTRI KIMIA

D I S U S U N

Oleh : Kelas 3 KA Aliyah Indah oktaviana 0610 3040 0313 0610 3040 0322

DOSEN PEMBIMBING : Ir. Erlinawati , M.T

TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA TAHUN AJARAN 2011 / 2012

BAB 1 SABUN 1.1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, dan semakin majunya teknologi, maka tidak dapat dipungkiri banyak produk-produk baru yang terbentuk, bahkan produk-produk tersebut mampu membuat setiap orang menjadi ketergantungan dan sangat perlu untuk digunakan setiap hari. Contohnya adalah sabun dan deterjen. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen dan sabun, sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian) beberapa ribu tahun yang lalu. Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan sabun dilupakan orang pada Zaman Kegelapan (Dark Ages), namun ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad ke 18. Sedangkan deterjen sintetik baru mulai dikembangkan setelah Perang Dunia II, akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS. Deterjen dan sabun dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian. Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan. Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80100 C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun.

1.2 BAHAN BAKU Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dengan persentase komposisi terbesar yang membentuk bagian integral dari suatu produk jadi. Bahan baku untuk pembuatan sabun adalah : Minyak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : 1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease. 2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. 3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. 4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. 5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. 7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. 9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. 10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

-

Bahan Tambahan Bahan Tambahan adalah bahan yang digunakan dalam membantu kelancaran proses produksi dan bahan ini termasuk bagian dari produk. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut: Parfum Fungsi : Sebagai pemberi aroma pada sabun

Pewarna Fungsi : Sebagai pembentuk warna pada sabun Vaselin / petroleum Fungsi : Sebagai pelembab pada sabun Sodium Silikat TCC (Three Chloro Carbon) dan Irgasan Fungsi : Sebagai anti bakteri pada sabun kesehatan

-

Bahan Penolong Bahan penolong adalah bahan yang digunakan secara tidak langsung dalam produk dan bukan merupakan komposisi produk, tetapi digunakan sebagai pelengkap produk. Adapun yang menjadi bahan tambahan antara lain : Water (H2O) Fungsi : Sebagai kebutuhan proses untuk pengenceran Produk Pada proses pembuatan sabun terdapat produk utama dan produk samping, produk utamanya adalah sabun dan produk sampingannya adalah gliserin, yang merupakan hasil dari hidrolisis lemak oleh air.

-

1.3 SIFAT FISIK DAN KIMIA PRODUK DAN BAHAN BAKU 1. Minyak Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

2. Alkali NaOH Molecular formula Molar mass Appearance hygroscopic Density Melting point Boiling point Solubility in water Solubility in ethanol Solubility in methanol : NaOH : 39.99711 g/mol white 3 : 2.13 g/cm : 318 C, 591 K, 604 F : 1388 C, 1661 K, 2530 F : 1110 g/L (20 C) : 139 g/L : 238 g/L

solid,

Solubility in glycerol soluble Acidity (pKa) ~13 Refractive index (nD) : 1.412

1.4 REAKSI KIMIA Pemisahan lemak (RCOO)3C3H5 + 3H2O 3RCOO.H + C3H5(OH)3triglyceride fatty acid : glycerine

Reaksi 2 (Safonifikasi) R.COO.H + MOH RCOO.M + H2ODimana M adalah unsure K atau Na

1.5 KLASIFIKASI PROSES Proses pembuatan sabun meliputi : 1. Safonifikasi Pada proses ini minyak yang sudah dipucatkan (bleaching) dicampur dengan NaOH, kemudian dipanaskan dan diaduk sehingga terjadi tahap-tahap berikut: a. Tahap periode inkubasi lambat b. Tahap eksotermik cepat c. Tahap penyelesaian (completion) Safonifikasi dianggap selesai jika terbentuk sabun yang kental, kemudian ditambah garam kering supaya terjadi pemisahan antara sabun padat dan alkali. 2. Pencucian Untuk memisahkan sisa gliserol dalam sabun dilakukan dengan cara menambahkan air garam panas (85C) pada sabun. 3. Fitting Sabun yang didapatkan setelah mengalami pencucian selanjutnya mengalami pemanasan

dan penambhan air sedikit demi sedikit sehingga didapatkan bentuk yang dikehendaki. Penentuan menggunakan trowel test. Setelah penyabunan lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan dari gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. (Sifat kelembaban timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu). Sabunnya dimurnikan dengan mendidihkan dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (additive) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat lalu dilelehkan dan dituang ke dalam suatu cetakan. (dikumpulkan dari berbagai sumber) 1.6 DIAGRAM ALIR SABUN 1.7 URAIAN PROSES Dari diagram alir di atas, maka dapat diuraikan proses pembuatan sabun, yaitu sebagai berikut : Bahan baku berupa trigliserin masuk ke dalam kolom hidrolizer dengan penambahan katalis ZPO, akan terjadi proses hidrolisis dengan ditambahkannya uap air panas yang masuk pada suhu 230-250C dan tekanan 40-45 atm, sehingga trigliserin terpisah menjadi asam lemak dan triglserin. Asam lemak yang terbentuk lalu dimasukkan ke dalam flash tank agar suhunya turun dan asam lemak yang dihasilkan menjadi lebih pekat, kemudian dimasukkan ke kolom high vacuum still hingga proses destilasi, pada proses ini asam lemak akan menguap sedangkan zat yang tidak diharapkan akan keluar melalui bawah kolom. Uap asam lemak yang terbentuk kemudian dilewatkan ke dalam cooler sehingga dihasilkan asam lemak yang berbentuk pasta dan murni lalu produk ini disimpan dalam holding tank. Pada proses pembuatan sabun, bahan baku merupakan lemak yang dipompakan ke dalam mixer, lalu ditambahakn NaOH dan diaduk dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi proses saponifikasi. Lalu dimasukkan ke dalam blender dengan kecepatan rendah agar campuran homogeny, Pada blender terjadi pencampuran dengan bahan-bahan lain yang dibutuhkan, seperti parfum, TCC, dan sebagainya. Kemudian produk sabun telah jadi, dan untuk finishing diteruskan dengan dipompa melalui jalur dipanaskan ke bar sabun, serpihan, atau peralatan pengeringan semprot diikuti dengan operasi kemasan. Sedangkan dari kolom hidrolizer bagian bawah akan terbentuk gliserin yang belum murni. Gliserin tersebut dimasukkan ke dalam ion exchange dan dilanjutkan kedalam triple effect evaporator pada bagian bawah yang dihasilkan berupa uap, lalu didinginkan dengan cooler sehingga terbentuk pasta dan ditampung dalam tangki penyimpanan. Produk gliserin yang dihasilkan berwarna kuning, untuk mendapatkan gliserin putih, maka dilakukan pemutihan dengan menambahkan carbon aktif dengan cara diaduk lalu dilakukan proses penyaringan dengan filter sehingga didapat gliserin putih. 1.8 KEGUNAAN PRODUK

Sabun berfungsi sebagai bahan pembersih, dalam penggunaannya sesuai dengan jenis sabun itu sendiri, yaitu : Sabun mandi, digunakan untuk membersihkan tubuh ketika mandi Sabun cuci batangan, dapat juga digunakan untuk mencuci pakaian dan barang lainnya Sabun colet, digunakan untuk mencuci berbagai peralatan rumah tangga 1.9 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

BAB II DETERJEN 2.1 PENDAHULUAN Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS.

2.2 BAHAN BAKU 1. Surfaktan (surface active agen) Zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Jenis jenis surfaktan : Surfaktant yang berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS, Fatty Alcohol Sulfonat),. Kationik (Garam Ammonium) Non ionik (Nonyl phenol polyethoxyle) Amfoterik (Acyl Ethylenediamines). 2. Suds Regulator (Pengatur Busa) Bahan ini digunakan untuk membantu surfactant dalam proses pencucian Jenis bahannya yaitu asam lemak 3. Builder (Pembentuk) Zat yang berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Jenis bahan : Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP) Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA) Silikat (Zeolit) Sitrat (asam sitrat). 4. Filler (Pengisi) Bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate 5. Additives (Zat Tambahan) Bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh deterjent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti redeposisi). Wangi wangian atau

parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat. Natrium Silicate digunakan untuk mencegah terjadinya korosi Carboxyl Merthyl Cellulose (CMC) anti redeposisi agent. Benzotrizole menghambat noda dan bercak Bluings dari jenis peroxygen, pemutih Carbonilides, salycyl anilides, sebagai anti microbial agent

2.3 SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN BAKU 2.4 REAKSI KIMIA C5H11ONa + H* ( * indicates active hydrogen ) R1CH2O OCH2 R1CH2O OCH2 R3CH2OOCH2 R1CH2OH + H2O R2CH2OH + C3H5OH)3 R3CH2OH

C5H11OH + Na R1COOCH2 R2COOCH + 6 H* R3COOCH2

R-CH2OH + H2SO4 R-CH2O.SO3H NaOH R-CH2O.SO3Nasodium salt CnH2n+2 + Cl2 CnH2n+1Cl + HCL CnH2n+1Cl + CnH2n+1Cl CnH2n+1Cl + H2SO4 + SO3 CnH2n+1Cl SO3 + HCl

2.5 KLASIFIKASI PROSES Dua metode produksi dari deterjen yang paling menonjol yang digunakan saat ini, yaitu : Sulfosi lemak alkohol Alkohol berat molekul tinggi, seperti kelompok dari lauril alkohol sampai dengan alkohol oleyl, berasal dari minyak kelapa dengan baik pengurangan natrium atau hidrogenasi katalitik.

-

alkil - aril sulfonates proses disusun dalam tiga - langkah menggunakan bahan baku minyak bumi murah. Minyak Tanah feedstock dapat difraksinasi oleh sebuah molekul. Kemudian dilakukan proses penyaringan fasa uap. Penyaringan molekul dengan menggunakan adsorben berupa sintesis zeolit. Ukuran pori dikendalikan seperti parafin normal teradsorbsi internal, tetapi isoparaffins dan hidrokarbon siklik tidak teradsorpsi. Deserption menghasilkan struktur parafin normal requered untuk detergens biologis degredable. Desorpsi menghasilkan struktur parafin normal diperlukan untuk didegradasi biologis deterjen. Dimana fraksinasi tidak digunakan, cheapter akibat senyawa aril dicampur dengan fraksi besar sebagai isoparafin (bio - keras).

2.6 DIAGRAM ALIR 2.7 URAIAN PROSES Minyak kelapa ditambah dengan katalis dihidrogenasi pada suhu 200 3000C dan tekanan 100-200 atm. Katalis yang digunakan adalah katalis garam tembaga. Selain hydrogenasi pada tangki ini juga terjadi penjenuhan ikatan ikatan rangkap yang tidak diinginkan agar deterjenasi berjalan baik. Kumudian dilakukan reaksi reduksi natrium. Cairan natrium ditambahkan perlahanlahan ke dalam minyak kelapa yang telah dicampur dengan pelarut alifatik (xilen atau toluen), dan terjadi esterifikasi alkohol seperti amyl alkohol. Reaksi yang terjadi adalah: C5H11OH + Na R1COOCH2 R2COOCH + 6 H* R3COOCH2 C5H11ONa + H* ( * indicates active hydrogen ) R1CH2O OCH2 R1CH2O OCH2 R3CH2OOCH2 R1CH2OH + H2O R2CH2OH + C3H5 ( OH )3 R3CH2OH

Setelah reaksi selesai, produk dipompa ke dalam tangki air di mana campuran mengendap ke dalam 3 lapisan, yaitu : lapisan atas adalah alcohol dengan berat molekul tinggi, lapisan menengah berisi campuran alcohol, dan bagian bawah soda dan gliserin untuk pemulihan. Sulfanasi dari lemak alcohol. Oleum dengan kemurnian 98% akan ditambahkan ke lemak alkohol murni, asam sulfat kemudian dikonversi menjadi garam sodium. R-CH2OH + H2SO4 R-CH2O.SO3H NaOH R-CH2O.SO3Nasodium salt Kemudian dilanjutkan dengan sulfonasi Alkil-Aril, proses disusun dalam tiga langkah menggunakan bahan baku minyak bumi murah. Minyak Tanah feedstock dapat

difraksinasi oleh sebuah molekul. Kemudian dilakukan proses penyaringan fasa uap. Penyaringan molekul dengan menggunakan adsorben berupa sintesis zeolit. Ukuran pori dikendalikan seperti parafin normal teradsorbsi internal, tetapi isoparaffins dan hidrokarbon siklik tidak teradsorpsi. Deserption menghasilkan struktur parafin normal requered untuk detergens biologis degredable. Desorpsi menghasilkan struktur parafin normal diperlukan untuk didegradasi biologis deterjen. Dimana fraksinasi tidak digunakan, cheapter akibat senyawa aril dicampur dengan fraksi besar sebagai isoparafin (bio - keras). CnH2n+2 + Cl2 CnH2n+1Cl + HCL CnH2n+1Cl + CnH2n+1Cl + HCl CnH2n+1Cl + H2SO4 + SO3 CnH2n+1Cl SO3 2.8 KEGUNAAN PRODUK Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti: Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan, dll. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci piring. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.

2.9 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. 2. Bahan utama untuk pembuatan detergen yaitu Surfaktan (surface active agen), Pengatur Busa (Suds Regulator), Builder (Pembentuk), Filler (Pengisi), dan Additives (Zat Tambahan). 3. Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam teknik misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik representatif lainnya tergantung dari efektifitas kebutuhan dan efisiensi financial.

SARAN Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

BAB III GLISERIN

3.1 PENDAHULUAN Gliserin pertama sekali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang diperoleh dengan memanaskan minyak zaitun (olive oil). Pada tahun 1784, Scheel melakukan penelitian yang sama terhadap beberapa sumber minyak nabati lainnya dan lemak hewan seperti lard. Scheel menamakan hasil temuannya ini dengan sebutan the sweet principle of fats. Nama gliserin baru dikenal setelah pada tahun 1811. Nama ini diberikan oleh Chevreul (orang yang melanjutkan penelitian Scheele) yang diambil dari bahasa Yunani (Greek) yaitu dari kata glyceros yang berarti manis. Pada tahun 1836, Pelouze menemukan formula dari gliserol dan pada tahun 1883 Berthlot dan Luce mempublikasikan formula struktur gliserol. Tahun 1847, Sobrero menemukan nitoglycerine, suatu senyawa yang tidak stabil yang mempunyai potensi besar untuk berbagai aplikasi komersial. Tahun 1836, Alfred Nobel mendemostrasikan kemampuan daya ledak nitroglycerine. Pada tahun 1875, Alfred Nobel menemukan suatu peledak yang disebut gelatin yaitu campuran dari nitroglycerine dan nitrocellulose. Penemuan bahan peledak ini membuat permintaan akan gliserin sangat meningkat terutama pada saat revolusi industri. Pada tahun 1883, Runcon mematenkan recovery gliserin dari sabun alkali hasil distilasi. Gliserol merupakan tryhydric alcohol. Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki 3 gugus hidroksil. Gliserol memiliki nama baku 1,2,3-propanatriol. Senyawa ini berwujud cair, tidak berwarna dengan titik didih 290oC. Titik didih tinggi yang dimiliki oleh senyawa dengan bobot molekul 92,09 g/mol ini disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat antar molekul gliserol. Gliserol merupakan bahan baku pembentuk trigliserida, yang dapat membentuk ikatan ester dengan asam lemak. 3.2 BAHAN BAKU 1. 2. 3.

Crude Palm Oil (CPO) Air Gliserol

3.3 SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN BAKU DAN PRODUK 1. Crude Palm Oil (CPO) Sifat Fisika

Rumus Molekul : CH2RCOO,CHRCOO,CH2RCOO Rumus Kimia : C3H5(COOR)3 Berat Molekul : 847,28 g/mol Titik Didih : 298oC Titik Beku : 5oC Specific Gravity (37,8oC) : 0,9 Densitas : 0,895 g/cm3 Panas Jenis : 0,497 kal/goC Angka Sabun : 198 Angka Asam : 8 Tegangan Muka : 35,4 dyne/cm (20oC) 27,3 dyne/cm (60oC) Kenampakan : Cairan kuning jingga Kemurnian : 98% Impuritas : Air 2% Sifat Kimia a. Hidrolisis Reaksi hidrolisis antara minyak dan air akan menghasilkan asam lemak dangliserol, menurut reaksi: C3H5(COOR)3 + H2O C3H5(OH)3 + 3HOOCR b. Esterifikasi Esterifikasi asam lemak adalah kebalikan dari hidrolisis, dibuat secara lengkap secara kontinyu penyingkiran air dari zona reaksi. c. Interesterifikasi Ester beralkohol rendah diperoleh dengan mereaksikan alkohol secara langsung dengan lemak untuk menggantikan gliserol, biasanya menggunakan katalis alkali. Reaksinya adalah sebagai berikut: C3H5(COOR)3+3CH3OH 3CH3OOCR+ C3H5(OH)3 Reaksi ini biasa disebut alkoholisis. d. Saponifikasi Jik lemak direaksikan dengan alkali untuk menghasilkan gliserol dan garam atau sabun atau logam alkali maka reaksinya sebagai berikut: C3H5(COOR)3 + 3NaOH C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Reaksi ini adalah dasar reaksi yang digunakan pada industri sabun. 2. Air Sifat Fisika Rumus Molekul : H O H Rumus Kimia : H2O Berat Molekul : 18, 0153 g/mol Titik Didih : 100C Titik Beku : 0C Temperatur Kritis : 374,15oC

Tekanan Kritis : 218,3074 atm Densitas : 0,998 g/cm3 (cair, 20oC) 0,92 g/cm3 (padatan) Panas Jenis : 0,9995 kal/goC Kenampakan : Cairan jernih Kemurnian : 100% Sifat Kimia a. Hidrolisis Reaksi hidrolisis antara minyak dan air akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, menurut reaksi: C3H5(COOR)3 + H2O C3H5(OH)3 + 3HOOCR

3. Gliserol Sifat Fisika Rumus Molekul : CH2OH CHOH CH2OH Rumus Kimia : C3H5(OH)3 Nama Lain : 1,2,3-Propanatriol, 1,2,3-Trihidroksipropana, Gliserin, Gliseritol, Glisil Alkohol Berat Molekul : 92,095 g/mol Titik Didih : 290oC Titik Leleh : 18oC Temperatur Kritis : 451,85oC Tekanan Kritis : 65,82778 atm Specific Gravity (25oC) : 1,262 Densitas : 1,261 g/cm3 Viskositas : 1,5 Pa.s Panas Jenis : 0,497 kal/goC Energi : 4,32 kkal/g Flash Point : 160oC Kenampakan : Cairan kuning pucat Kemurnian : 99% Impuritas : 1% Air Sifat Kimia a. Hidrolisis Reaksi hidrolisis antara minyak dan air akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, menurut reaksi: C3H5(COOR)3 + H2O C3H5(OH)3 + 3HOOCR b. Saponifikasi Jika lemak direaksikan dengan alkali untuk menghasilkan gliserol dan garam atau sabun atau logam alkali maka reaksinya sebagai berikut: C3H5(COOR)3 +3NaOH C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Reaksi ini adalah dasar reaksi yang digunakan pada industri sabun.

c. Interesterifikasi Ester beralkohol rendah diperoleh dengan mereaksikan alkohol secara langsung dengan lemak untuk menggantikan gliserol, biasanya menggunakan katalis alkali. Reaksinya adalah sebagai berikut: C3H5(COOR)3+3CH3OH 3CH3OOCR+ C3H5(OH)3 Reaksi ini biasa disebut alkoholisis. 4. Asam Lemak Sifat Fisika Rumus Molekul : R C - OH Rumus Kimia : RCOOH Berat Molekul : 283,7667 g/mol Titik Didih : 215oC (pada 15mmHg) Titik Leleh : 63-64oC Densitas : 0,853 g/cm3 (pada 62oC) Kenampakan : Cairan kuning muda Kelarutan : Tak larut dalam air Kemurnian : 88% Impuritas : CPO 3% Air 9% Sifat Kimia a. Hidrolisis Reaksi hidrolisis antara minyak dan air akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, menurut reaksi: C3H5(COOR)3 + H2O C3H5(OH)3 + 3HOOCR b. Saponifikasi Jika lemak direaksikan dengan alkali untuk menghasilkan gliserol dan garam atau sabun atau logam alkali maka reaksinya sebagai berikut: C3H5(COOR)3+ 3NaOH C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Reaksi ini adalah dasar reaksi yang digunakan pada industri sabun. c. Interesterifikasi Ester beralkohol rendah diperoleh dengan mereaksikan alkohol secara langsung dengan lemak untuk menggantikan gliserol, biasanya menggunakan katalis alkali. Reaksinya adalah sebagai berikut: C3H5(COOR)3+3CH3OH 3CH3OOCR+ C3H5(OH)3 Reaksi ini biasa disebut alkoholisis. 3.4 REAKSI KIMIA a.CH2 = CHCH3 + Cl2 CH2 = CHCH2Cl + HCl propylene allyl chloride b.CH2 = CHCH2Cl + HOCl CH2OH.CHCl.CH2Cl chlorhydrin glycerol dichlorhydrin

H H H c.CH2OH.CHCl.CH2Cl + Ca(OH)2 HCCCCl H C Epichlorhydrin H H H CH2OH d.HCCCCl + NaOH + H2O CHOH + NaCl O H CH2OH Glycerine (75-80%) yield Catatan: Proses ini menghasilkan epichiorhydrin menengah, bahan dasar pembuatan resin epoksi. Gliserin sintetis dari Propylene melalui akrolein CH3CH = CH2 + H2O CH3CHOH.CH3 Propylene isopropanol

3.5 KLASIFIKASI PROSES Berdasarkan Shreve, 1986, ada 3 cara pembuatan Gliserol. Penggolongan ini didasarkan pada perbedaan bahan baku yang digunakan. Ketiga cara itu antara lain: 1. Twitchell Pada proses ini minyak dihidrolisis dengan menggunakan proses batch pada suhu 100-105oC, tekanan vakum, konversi yang diperoleh 85-98% dengan kemurnian gliserol 5-15% dan waktu tinggal 12-48 jam. Proses ini menggunakan katalis alkyl aryl sulfonic acid atau cycloaliphatic sulfonic acid. Dalam proses ini, proses hidrolisis dilakukan dengan 2 stage berlawanan arah, menggunakan reaktor tangki berpengaduk. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH2RCOO CH2OH CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3RCOOH CH2RCOO CH2OH Trigliserida air gliserol asam lemak Gliserol akan dipisahkan dari asam lemak melalui bagian bawah tangki hidrolisis. Sedangkan asam lemak bersama katalis akan keluar melalui bagian atas. Hasil bawah reaktor disebut sweetwater dengan kandungan gliserol sekitar 15%. Untuk menetralkan asam lemak yang terbawa dan memekatkan gliserol sampai konsentrasi yang dikehendaki dilakukan proses lanjutan yaitu netralisasi, filtrasi, evaporasi, distilasi, dan kondensasi. Adapun kelebihan proses ini antara lain: a. Temperatur dan tekanan rendah. b. Biaya awal rendah, karena alat yang dibutuhkan mudah dan murah. Sedangkan kelemahannya antara lain: a. Perlu adanya pengendalian katalis. b. Waktu reaksi lama.

c. d. e. f. g.

Untuk persediaan bahan baku harus segera disuling untuk menghindari kontaminasi katalis. Terjadi penguapan yang tinggi dan bertendensi membentuk asam yang berwarna gelap. Membentuk lebih dari satu tahapan untuk mendapatkan hasil yang baik, serta konsentrasi gliserol yang tinggi. Tidak dapat beradaptasi dengan pengendalian yang otomatis serta biaya karyawan yang tinggi. Proses hanya menguntungkan untuk skala kecil.

2. Batch Autoclave Proses ini meliputi hidrolisis asam lemak dengan air pada fase cair dengan menggunakan katalis Seng Oksida (ZnO) dan Magnesium Oksida (MgO) atau tanpa katalis. Proses ini akan memberikan konversi sebesar 98%. Reaksi hidrolisis tanpa katalis berlangsung pada suhu 220-240oC dan tekanan 29-31 atm dengan waktu tinggal 2-4 jam. Reaksi hidrolisis dengan menggunakan katalis berlangsung pada suhu 150-175oC dan tekanan 52-100 atm dengan waktu tinggal selama 5-10 jam. Kelebihan proses ini adalah: a. Waktu tinggal lebih sedikit dibanding dengan Proses Twitchell. b. Adanya pengendalian katalis. c. Biaya awal lebih murah, untuk produksi berkapasitas rendah. Kelemahan proses ini antara lain: a. Reaksi lebih lama jika dibandingkan dengan proses kontinyu. b. Biaya karyawan tinggi. c. Tidak dapat beradaptasi dengan pengendalian yang otomatis, seperti halnya proses kontinyu. d. Proses ini membutuhkan lebih dari 1 tahapan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik serta gliserol yang mempunyai konsentrasi tinggi. 3. Continuous Pada proses ini, minyak dihidrolisis pada suhu 250oC dan tekanan 41-48 atm. Proses ini memberikan konversi 97-99% dengan waktu tinggal 2-3 jam. Reaksi hidrolisis dapat berlangsung dengan atau tanpa katalis. Adapun kelebihan dari proses ini adalah: a. Proses tidak membutuhkan ruangan yang besar. b. Kualitas produk beragam. c. Asam lemak yang dihasilkan mempunyai konsentrasi tinggi. d. Harga labor rendah. e. Proses lebih akurat, karena pengendalian dilakukan secara otomatis. f. Biaya tahunan rendah.

Sementara, kelemahannya antara lain: a. Biaya awal produksi tinggi. b. Kemampuan mengoperasikan besar. c. Tekanan dan suhu yang dibutuhkan tinggi. Proses ini dijalankan dalam reaktor lawan arah pada suhu dan tekanan tinggi. Reaksi yang terjadi pada reaktor sama dengan yang terjadi pada proses Twitchell, bedanya tidak menggunakan katalisator. Jenis reaktornya pun berbeda, yaitu berupa menara dengan ketinggian tertentu. Hasil atas dan bawah reaktor serupa dengan hasil pada proses Twitchell. Produk gliserol diambil dari bawah reaktor dan selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan multiplate effect evaporator. Proses selanjutnya adalah penetralan kandungan asam lemak yang masih tersisa dengan basa, kemudian difiltrasi untuk memisahkan produk gliserol dari endapan garam. Gliserol yang dihasilkan selanjutnya tentu telah berkurang kemurniannya karena adanya air dari larutan basa penetral, dari reaksi penetralannuya sendiri dan dari air pencuci di filter. Oleh karena itu, perlu dipekatkan lagi dengan sebuah evaporator sebelum disimpan di tangki produk. 3.6 DIAGRAM ALIR

3.7 URAIAN PROSES

3.8 KEGUNAAN PRODUK Kegunaan gliserol antara lain: 1. Kosmetik Digunakan sebagai body agent, emollient, humectant,lubricant, solven. Biasanya dipakai untuk skin cream and lotion, shampoo and hair conditioners, sabun dan detergen 2. Dental Cream Digunakan sebagai humectant. 3. Peledak Digunakan untuk membuat nitrogliserin sebagai bahan dasar peledak. 4. Industri Makanan dan Minuman Digunakan sebagai solven, emulsifier, conditioner, freeze, preventer and coating serta dalam industri minuman anggur. 5. Industri Logam Digunakan untuk pickling, quenching, stripping, electroplatting, galvanizing dan solfering. 6. Industri Kertas Digunakan sebagai humectant, plasticizer, dan softening agent. 7. Industri Farmasi Digunakan untuk antibiotik dan kapsul.

8. Fotografi Digunakan sebagai plasticizing. 9. Resin Digunakan untuk polyurethanes, epoxies, pthalic acid dan maleic acid resin. 10. Industri Tekstil Digunakan untuk lubricating, antishrink, waterproofing dan flameproofing. 11. Tobacco Digunakan sebagai humectant, softening agent dan flavor enhancer. Berikut ini adalah persentase pemakaian gliserol untuk keperluan industri, yaitu: 1. Alkil resin 36% 2. Cellophone 17% 3. Untuk kebutuhan obat-obatan dan pasta gigi 16% 4. Industri tembakau 13% 5. Monogliserida dan bahan makanan 3% 6. Bahan peledak 5% 7. Untuk penggunaan lain (seperti pelumas, sabun detergen, keramik, produk fotografi, dan kosmetik) 14%. 3.9 KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV MINYAK ESENSIAL 4.1 PENDAHULUAN Minyak esensial adalah cairan yang mengandung senyawa hidrofobik terkonsentrasi aroma volatil dari tanaman. Minyak esensial juga dikenal sebagai minyak atsiri, minyak halus atau aetherolea, atau hanya sebagai "minyak" tanaman dari mana mereka diekstraksi, seperti minyak cengkeh. Minyak adalah "penting" dalam arti bahwa hal itu membawa aroma yang khas, atau esensi, dari tanaman. Minyak atsiri umumnya diambil dengan distilasi. Proses lainnya termasuk ekspresi, atau ekstraksi pelarut. Mereka digunakan dalam parfum, kosmetik, sabun dan produk lainnya, untuk penyedap makanan dan minuman, dan untuk menambah aroma dupa untuk produk pembersih dan rumah tangga. Berbagai minyak esensial telah digunakan sebagai obat pada periode yang berbeda dalam sejarah. Aplikasi medis yang diusulkan oleh mereka yang menjual minyak berkisar dari obat perawatan kulit untuk obat untuk kanker, dan sering didasarkan pada apa-apa lebih baik dari catatan sejarah penggunaan minyak esensial untuk tujuan ini. Klaim untuk kemanjuran pengobatan medis dan pengobatan kanker pada khususnya, kini tunduk pada peraturan di kebanyakan negara.

Sebagai penggunaan minyak esensial telah menurun dalam kedokteran berbasis bukti, salah satu buku pelajaran harus berkonsultasi lebih tua untuk banyak informasi tentang penggunaan karya modern kurang cenderung untuk generalisasi;. Bukan mengacu pada "minyak atsiri" sebagai kelas sama sekali, mereka lebih memilih untuk membahas senyawa tertentu, seperti metil salisilat, bukan "minyak wintergreen". Minat minyak esensial telah dihidupkan kembali dalam beberapa dekade terakhir dengan popularitas aromaterapi, cabang pengobatan alternatif yang mengklaim bahwa minyak esensial dan senyawa aromatik lainnya memiliki efek kuratif. Minyak diuapkan atau diencerkan dalam minyak pembawa dan digunakan dalam pijat, menyebar di udara dengan nebulizer, dipanaskan di atas api lilin, atau dibakar sebagai dupa. Teknik dan metode pertama digunakan untuk menghasilkan minyak esensial pertama kali disebutkan oleh Ibn al-Baitar (1188-1248), seorang dokter Andalusia, apoteker dan ahli kimia. 4.2 BAHAN BAKU 4.3 SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN BAKU DAN PRODUK 4.4 REAKSI KIMA 4.5 KLASIFIKASI PROSES 1. Distilasi Hari ini, minyak esensial yang paling umum, seperti lavender, peppermint, dan eucalyptus, yang disuling. Tanaman bahan baku, yang terdiri dari bunga , daun , kayu , kulit kayu , akar , biji , atau kulit , yang dimasukkan ke dalam alembic (alat distilasi) di atas air. Seperti air dipanaskan, uap melewati bahan tanaman, menguapkan senyawa volatil. Aliran uap melalui koil, di mana mereka mengembun kembali ke cair, yang kemudian dikumpulkan dalam bejana penerima. Kebanyakan minyak suling dalam suatu proses tunggal. Satu pengecualian adalah ylang-ylang ( Cananga odorata ), yang memakan waktu 22 jam untuk menyelesaikan melalui distilasi fraksional . Air recondensed disebut sebagai hydrosol, hydrolat, distilat herbal atau esensi tanaman air, yang dapat dijual sebagai produk lain harum. Hydrosols populer meliputi air mawar , lavender air, lemon balm , clary sage dan jeruk air bunga . Penggunaan sulingan herbal dalam kosmetik meningkat.

2. Ekstrasi pelarut

Bunga yang paling mengandung minyak atsiri terlalu sedikit untuk menjalani ekspresi dan komponen kimia mereka terlalu rapuh dan mudah didenaturasi dengan panas tinggi yang digunakan dalam penyulingan uap. Sebaliknya, pelarut seperti heksan atau karbon dioksida superkritis digunakan untuk mengekstrak minyak. Ekstrak dari heksana dan hidrofobik pelarut lainnya disebut beton , yang merupakan campuran minyak esensial, lilin , resin , dan lainnya lipofilik (larut minyak) bahan tanaman. Meskipun sangat harum, beton mengandung jumlah besar lilin dan resin nonfragrant. Seringkali, pelarut lain, seperti etil alkohol , yang lebih polar di alam, digunakan untuk mengekstrak minyak wangi dari beton. Alkohol dihilangkan dengan penguapan, meninggalkan mutlak . Karbon dioksida superkritis digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi fluida superkritis. Metode ini memiliki banyak manfaat termasuk menghindari petrokimia residu dalam produk dan hilangnya beberapa "catatan atas" ketika distilasi uap digunakan. Ini tidak menghasilkan mutlak secara langsung. Karbon dioksida superkritis akan mengekstrak kedua lilin dan minyak esensial yang membentuk beton. Pengolahan selanjutnya dengan karbon dioksida cair, dicapai dalam ekstraktor yang sama hanya dengan menurunkan suhu ekstraksi, akan memisahkan lilin dari minyak esensial. Proses suhu yang lebih rendah mencegah denaturasi dekomposisi dan senyawa. Ketika ekstraksi selesai, tekanan berkurang untuk ambien dan karbon dioksida beralih ke gas, meninggalkan residu. Sebuah presentasi animasi menggambarkan proses tersedia untuk dilihat. Karbon dioksida superkritis juga digunakan untuk membuat kopi tanpa kafein . Meskipun menggunakan prinsip-prinsip dasar yang sama, itu adalah proses yang berbeda karena perbedaan dalam skala.

4.6 DIAGRAM ALIR 4.7 URAIAN PROSES 4.8 KEGUNAAN PRODUK 4.9 KESIMPULAN DAN SARAN