18
Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids) Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah: · Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) · Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) · Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) · “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

Pemberian Cairan Infus Intravena

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemberian Cairan Infus Intravena

Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan

ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)

untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.

Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus

adalah:

· Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)

(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

· Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

· Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

· Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah)

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

Page 2: Pemberian Cairan Infus Intravena

· Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung

masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam

peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan

memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika

intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan

antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa

melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama

efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi

kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.

· Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika

dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan

intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang

susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap

melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka

harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

· Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat

menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu

dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di

bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

· Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke

pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

· Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan

melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat

konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami

hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan

Page 3: Pemberian Cairan Infus Intravena

ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun

perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan

mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous

Cannulation)

· Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

· Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah

terbatas.

· Pemberian kantong darah dan produk darah.

· Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

· Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi

besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika

terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

· Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi

(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps

(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

Page 4: Pemberian Cairan Infus Intravena

Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah

Vena

· Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

· Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan

untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci

darah).

· Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran

darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:

· Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya

pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat

saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.

· Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh

darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.

· Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus

yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

· Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat

masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.

Page 5: Pemberian Cairan Infus Intravena

Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:

· Rasa perih/sakit

· Reaksi alergi

Jenis Cairan Infus9

· Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion

Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan

osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke

jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas

tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel

“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi

diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan

ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba

cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan

peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya

adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

· Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian

cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,

sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload

(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam

fisiologis (NaCl 0,9%).

Page 6: Pemberian Cairan Infus Intravena

· Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga

“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.

Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi

edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya

Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%

+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

· Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan

(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan

berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan

garam fisiologis.

· Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan

keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya

hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah

albumin dan steroid.

Pemberian Cairan Infus pada Anak

Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat?

Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan

yang masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan

“maintenance”.

Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan

“insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui

keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari

feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea,

Page 7: Pemberian Cairan Infus Intravena

kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama

dengan plasma darah.

Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang secara proporsional seiring

meningkatnya usia (dan berat badan). Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan

cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat bdan dalam kilogram (kg).

Cairan yang digunakan untuk infus maintenance anak sehat dengan asupan cairan

normal adalah:

NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter

Penyalahgunaan cairan infus yang banyak terjadi adalah dalam penanganan diare

(gastroenteritis) akut pada anak.

Pemberian cairan infus banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat

(UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani

diare, dan mengurangi lama perawatan di RS.5

Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal),

terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam,

dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah

menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani dehidrasi.6

Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak

ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam

nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di RS.6

Terapi cairan yang diberikan harus mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi

(mengembalikan cairan tubuh), mengganti kehilangan cairan yang sedang

berlangsung, dan “maintenance”.3 Terapi cairan ini berdasarkan penilaian derajat

dehidrasi yang terjadi.

Page 8: Pemberian Cairan Infus Intravena

Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)3

Tanpa Dehidrasi:

· diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui

diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).

Dehidrasi Ringan (< 5%)

· Kotoran cair (watery diarrhea)

· Produksi urin (air seni) berkurang

· Senantiasa merasa haus

· Permukaan lapisan lendir (bibir, lidah) agak kering

Dehidrasi Sedang (5-10%)

· Turgor (kekenyalan) kulit berkurang

· Mata cekung

· Permukaan lapisan lendir sangat kering

· Ubun-ubun depan mencekung

Dehidrasi Berat (>10%)

Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah:

· Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan darah menurun)

· Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin

· Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma

Page 9: Pemberian Cairan Infus Intravena

Penggantian Cairan pada Anak dengan Gastroenteritis5

Derajat dehidrasi (persentase kehilangan berat badan/BB)

Cairan Rehidrasi Oral (CRO)

Cairan intravena/infus

Ringan (< 5%)

50 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam

Tidak direkomendasikan

Sedang (5 - 10%)

100 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam

Tidak direkomendasikan

Berat ( > 10%)

100 – 150 ml/kg BB dalam 3 – 4 jam (jika masih mampu minum CRO)

20 ml /kg, Bolus dalam satu jam (NaCl atau RL)

Kehilangan BB berlanjut

10 ml/kg setiap habis BAB atau muntah

10 ml/kg setiap habis BAB atau muntah

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian CRO dalam

penatalaksanaan diare (gastroenteritis) pada anak dengan dehidrasi derajat ringan-

sedang. Penggunaan cairan infus hanya dibatasi pada anak dengan dehidrasi berat,

syok, dan ketidakmampuan minum lewat mulut.5

Terapi rehidrasi (pemberian cairan) oral (oral rehydration therapy) seperti oralit dan

Pedialyte® terbukti sama efektifnya dengan cairan infus pada diare (gastroenteritis)

dengan dehidrasi sedang.4 Keuntungan tambahan lain adalah waktu yang dibutuhkan

Page 10: Pemberian Cairan Infus Intravena

untuk memberikan terapi CRO ini lebih cepat dibandingkan dengan harus memasang

infus terlebih dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Bahkan dalam analisis

penatalaksanaan, pasien yang diterapi dengan CRO sedikit yang masuk perawatan

RS. Hasil penelitian ini meyarankan cairan rehidrasi oral menjadi terapi pertama pada

anak diare di bawah 3 tahun dengan dehidrasi sedang.4

Pada anak dengan muntah dan diare akut, apakah pemberian cairan melalui infus

(intravenous fluids) mempercepat pemulihan dibandingkan dengan cairan rehidrasi

oral (oral rehydration therapy/solution/CRO/oralit)?

Ternyata pemberian cairan infus tidak mempersingkat lamanya penyakit, dan bahkan

mampu menimbulkan efek samping dibandingkan pemberian oralit.5

Sebuah penelitian meta analisis internasional yang membandingkan CRO (oralit)

dengan cairan intravena/infus pada anak dengan derajat dehidrasi ringan sampai berat

menunjukkan bahwa CRO mengurangi lamanya perawatan di RS sampai 29 jam.5

Sebuah studi lain juga menyimpulkan CRO menangani dehidrasi (kekurangan cairan

tubuh) dan asidosis (keasaman darah meningkat) lebih cepat dan aman dibandingkan

cairan infus.5 Penelitian lain menunjukkan keuntungan lain oralit pada diare dengan

dehidrasi ringan-sedang adalah mengurangi lamanya diare, meningkatkan

(mengembalikan) berat badan anak, dan efek samping lebih minimal dibandingkan

cairan infus.6

Pengawasan (Monitoring)

· Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8

jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.

· Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur kadar elektrolit dan

glukosa serum sebelum pemasangan infus, dan 24 jam setelahnya.

Page 11: Pemberian Cairan Infus Intravena

· Bagi anak yang tampak sakit, periksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah

pemasangan, dan sekali sehari sesudahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s Hospital

Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm

C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80;

1-6.

Nutrition Committee, Canadian Paediatric Society. Oral Rehydration Therapy and

Early Refeeding in the Management of Childhood Gastroenteritis. The Canadian

Journal of Paediatrics 1994; 1(5): 160-164.

Spandorfer PR, Alessandrini EA, Joffe MD, Localio R, Shaw KN. Oral Versus

Intravenous Rehydration of Moderately Dehydrated Children: A Randomized,

Controlled Trial. Pediatrics Vol. 115 No. 2 February 2005. American Academy of

Pediatrics.

Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical

Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of

Family Physicians.

D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3. BMJ

Publishing Group Ltd 2004.

Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of Diagnosis and

Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academy of Family

Physicians.

Revision of Intravenous Infusion

Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program.