Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DAN PERANNYA DALAM MEMBENTUK SIKAP DISIPLIN
SISWA MADRASAH ALIYAH NEGERI CIBINONG
s
Oleh:
Ahmad Fauji NIM. 102015024049
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dan Perannya dalam Membentuk Sikap Disiplin Siswa
Madrasah Aliyah Negeri Cibinong ” yang disusun oleh Ahmad Fauzi
Nomor Induk Mahasiswa: 102015024049, Jurusan Pendidikan (Tadris) IPS
telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah dan berhak
untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan
fakultas.
Jakarta, 26 Mei 2008
Yang mengesahkan
Drs. Banajid
NIP
PROGERAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 7
C. Pembatasan Masalah 8
D. Perumusan Masalah 8
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 9
BAB II KAJIAN TEORI
Pembelajaran PKn
1. Pengertian Pembelajaran 10
2. Tujuan dan Metode Pembelajaran 12
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran 17
4. Pendidikan Kewarganegaraan 19
Disiplin
1. Pengertian Displin 29
2. Tujuan Disiplin 33
3. Fungsi Disiplin 34
4. Jenis-jenis Disiplin 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Tempat, Waktu dan Sumber Penelitian 43
Teknik Pengumpulan Data 43
Teknik Analisis Data 45
Definisi Operasional 47
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Objek Penelitian 49
B. Deskripsi Data 53
C. Analisis Data 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 67
B. Saran 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ngalim Purwanto mengatakan bahwa “pendidikan sebagai sarana
memanusiakan manusia pada dasarnya adalah sebagai usaha mengembangkan
potensi individu, sehingga bisa hidup lebih optimal, baik secara pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat yang memiliki nilai-nilai moral dan hasil
sebagai pedoman hidup. Pendidikan dipandang sebagai usaha sadar yang
bertujuan dan berusaha mendewasakan anak”.1 Sedangkan Amir Daein Indra
Kusuma juga mengatakan bahwa ”pendidikan dipandang sebagai suatu usaha
sadar yang dilaksanakan secara teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh
orang-orang yang diserahkan tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar
mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan”.2
Fuad Hassan menegaskan bahwa “dalam arti yang luas pendidikan
terjadi melalui tiga upaya utama, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan
peneladanan. Hal ini perlu ditekankan agar tidak lagi-lagi terjadi penafsiran
yang mempersempit upaya pendidikan sekadar dalam lingkup penyekolahan
(Schooling), selanjutnya sistem pendidikan diartikan sistem persekolahan
belaka”.3
Menurut Piet A. Sahertian “pendidikan merupakan usaha sadar yang
secara sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia”.4
1 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998), Cet ke-1 h.11.
2 Amir Daein Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional,
tth.) h.27
3 Fuad Hassan, Pendidikan Manusia Indonesia, Editor Tonny D. Widastono, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta 2004, h. 52
4 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), cet. ke-1, h. 1
Pendidikan dapat dilakukan dimana saja tidak mengenal ruang, tempat dan
waktu, serta dapat dilakukan oleh siapa saja, karena pada dasarnya pendidikan
merupakan pemberian pengetahuan dan bimbingan dari orang yang lebih
dewasa kepada orang yang lebih muda.
Pengertian guru secara umum dapat diartikan sebagai "orang yang
menjadi panutan serta memberikan jalan yang baik demi kemajuan, atau
dengan kata Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani"5
Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi
seorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi
edukatif secara terpola, formal dan sistematis. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya mengajar).6 Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah
orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.7 Namun secara
luas guru dapat diartikan sebagai orang yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun klasikal, baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru menjadi
anutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh murid di ruang-ruang
kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam
menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat
dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-
5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Pedoman Guru Agama SD, (Jakarta:
Proyek Pembinaan Pendidikan Agama Pada Sekolah Umum, 1982/83 ), h. 33
6 Tim Penyusun Kamus P3B, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1996), edisi kedua, h. 330
7 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta:
Rhineka Cipta, 2000 ), Cet. I, h. 31
tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi. Ing
Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.8
Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru
diberikan tugas yang berat. Namun lebih berat lagi mengemban tanggung
jawab, sebab tanggung jawab itu tidak hanya terbatas di lingkungan sekolah
tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus diberikan guru tidak hanya
secara kelompok tetapi juga secara individual. Hal ini menuntut guru agar
selalu memperhatikan sikap, tingkah laku dan perbuatan anak didiknya tidak
hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.
Kaitannya dengan guru PKn, paling tidak ada tiga sikap yang
dilakukan guru dalam mengajar Civics seperti yang diungkapkan oleh Gross
sebagaimana dikutip oleh Somantri yaitu: (1) Extrem propagandist, i Netral,
(3) Dedicated dan well-in formed teachers9
Menjadi guru yang bersikap extrem propagandist bertentangan dengan
tujuan PKn, karena tidak melatih siswa untuk berpikir logis, kritis dan analitis,
sebagai salah satu kunci utama dalam demokratisasi sikap, pikiran dan
tindakan siswa.
Apabila bersikap netral dipertunjukkan di kelas Civics, maka hal ini
dapat menimbulkan kekeliruan bagi seluruh kelas. Maksud pelajaran tidak
menentu dan terapung menurut pikirannya masing-masing siswa. Dengan
demikian, proses mengambil keputusan tidak terjadi. Karena sikap tersebut
tidak dapat membangkitkan sikap demokratis dan menghalangi proses
pengambilan keputusan, maka sikap yang baik adalah yang didasari oleh
pengabdian dan pengetahuan yang memadai dari guru. Guru Civics harus
memiliki itikad baik dan pengabdian yang besar kepada bangsa dan negara.
Disamping itu, dia harus dapat memberikan bimbingan kepada siswa dengan
menunjukkan sumber-sumber pengetahuan yang berhubungan dengan apa
8 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2005), Cet. XVII, h. 7-8
9 Muhammad Numan Somantri , “Mengagas Pembaharuan Pendidikan IPS”, (Bandung:
Program Pasca Sarjanadan FPIPS UPI dengan PT. Remaja Rosda Karya, 2001), Cet. I, h. 310
yang sedang dibicarakan di dalam kelas Civics. Dengan demkian guru
membawa para siswanya ke arah suatu tingkatan pengambilan keputusan yang
terbaik dari berbagai macam alternatif yang dihadapi.
Untuk dapat berperan seperti itu, guru Civics harus menempatkan
metodenya dalam authority of method. Artinya, dia harus membuat metode
seefektif mungkin, sehingga dalam keadaan apapun metode dapat mengatasi
kesulitan guru, tanpa meninggalkan dasar-dasar mengajar yang demokratis.
Guru yang kewalahan dalam mengatasi masalah pelajaran Civics karena
kurang menyiapkan diri dalam authority of method-nya, sering menjadi
frustasi dan akhirnya menggunakan method of authority.
Method of authority mendasarkan kepada kewibawaan pribadi guru
dengan disiplin yang ketat di dalam kelas, dengan sedikit peluang untuk
berdiskusi dan merefleksikan bahan pelajaran. Sebaliknya, authority of method
dimaksudkan untuk mengungkapkan potensi-potensi kecerdasan, sikap dan
keterampilan siswa dengan memobilisasi segala usaha metodologis, agar
dicapai peningkatan hasil belajar yang sebaik-baiknya. Dalam method of
authority ini, peran guru adalah sebagai pembimbing dengan sikap bersahabat,
sehingga dapat menjadikan pelajaran Civics sebagai pelajaran yang disenangi.
Walaupun metode mengajar sudah menggariskan langkah-langkah
yang harus ditempuh oleh guru, tetapi masing-masing guru mempunyai
pertimbangan sendiri-sendiri. Mengenai tekanan peranan ini, bergantung pada
kondisi setempat. Apabila suatu tempat guru menganggap siswa mempunyai
latar belakang yang cukup dalam salah satu topik, maka peranan harus lebih
banyak kepada siswa. Tetapi apabila guru menganggap bahwa penguasaan
siswa kurang, maka guru hendaknya mendorong siswa dengan pertanyaan,
sehingga akhirnya para siswa akan lebih mengambil inisiatif dalam pelajaran
itu.
Dalam hal ini guru harus lebih banyak mengambil inisiatif dalam
permulaan pelajaran, maka tugas guru di sini jauh lebih berat. Guru harus
lebih banyak menyediakan sumber-sumber, motivasi harus lebih diperbanyak
dan guru harus lebih banyak menunjukkan perhatian besar dalam pelajaran itu.
Guru harus bersahabat, kooperatif, sopan, tetapi tegas dalam memelihara
wibawa, jujur dan menghargai setiap pendapat siswa, akan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Sungguh banyak tantangan yang dihadapi oleh guru Civics. Misalnya,
mereka harus memahami: berbagai macam teknik mengajar; hubungan bahan
pelajaran Civics dengan ilmu-ilmu sosial lainnya; lingkungan masyarakat,
agama, sains dan teknologi; dan mengenal karakter kata-kata ilmu-ilmu sosial
yang oleh Samuelson dilukiskan seringkali merupakan "tirani kata-kata".
Diakatakan demikian karena kata-kata atau istilah-istilah dalam ilmu-ilmu
sosial bisa ditafsirkan dari berbagai arti, apalagi kalau latar belakang siswa
berbeda-beda. Kalau pendapat Samuelson dihubungkan dengan pendapat F.M.
Mark yang berpendapat bahwa kesulitan mengajar Civics adalah "to steer
between dull memorization on the other".10
Artinya, di sini guru Civics harus
memadukan hafalan dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat.
Dengan memaduka dull memorization dengan kehidupan dan
kebutuhan dalam masyarakat, mak para siswa dapat dilatih untuk berpikir,
bersikap dan bertindak demokratis di dalam kelas. Dengan kata lain, guru-guru
Civics harus melatih para siswa untuk berlatih menemukan konsensus dalam
hidup bermasyarakat yang demokratis.
Nana Syaodih Sukmadinata mengatakan bahwa “ada tiga sifat penting
pendidikan. Pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan
pertimbangan nilai. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam
masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh
lingkungan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung”.11
Oleh karena itu,
baik aspek nilai dan kepribadian, pengetahuan, maupun keterampilan yang
dibina dan dikembangkan di sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat.
10 Somantri., h. 313
11
Nana Syaodih., Pengembangan Kurikulum”teori dan prektek”, (Bnadung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2005), cet. Ke-7, h. 58-59
Pendidikan di lingkungan sekolah mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertama, pendidikan
formal memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas bukan hanya segi
moral akan tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua, pendidikan
formal dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan
mendalam. Ketiga, memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan
tertulis, pendidikan formal dilaksanakan secara berencana, sistematis dan lebih
disadari.
Lingkungan sekolah mempunyai peran yang penting dalam
pembentukkan sikap, dan tingkah laku anak sebagai penuntun mereka sebelum
terjun ke lingkungan masyarakat.
Mungkin terlalu naif jika kita membebankan kondisi keterpurukan
moral hanya dilihat dari satu sisi, apalagi hanya dari aspek pembelajaran
kewarganegaraan saja,ada banyak faktor yang membuat penegakan disiplin
sangat sulit diterapkan dalam pembelajaran kita. Sumber daya manusia kita
baik dari guru maupun siswa adalah masalah yang sangat mendasar. Dari
pihak guru hal itu terjadi biasanya dikarenakan oleh rendahnya tingkat
kesejahteraan guru, dan kurangnya fasilitas yang menunjang pembelajaran
sehingga guru sangat terbatas pada akses informasi dan perkembangan
tekhnologi yang dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan. Dimana untuk
akses tersebut dibutuhkan biaya.
Tantangan bagi siswa adalah rendahnya penerapan sikap disiplin pada
masyarakat kita. Sekolah merupakan miniatur masyarakat, idealnya antara
masyarakat dan sekolah akan terjadi hubungan yang saling mempengaruhi,
namun dalam kenyataan dinegara kita kondisi masyarakatlah yang lebih
banyak mempengaruhi sekolah daripada sebaliknya, pengaruh sekolah
terhadap masyarakat kita sangatkecil. Setelah dari sekolah siswa belajar dan
dipengaruhi oleh masyarakatnya. Dibandingkan dengan negara maju, tingkat
disiplin dinegara kita sangat rendah.
Tentunya kajian ilmiah tidak harus sporadis dalam pembahasannya,
tetapi harus runut dan metodologis mengurai masalah yang mendistorsi antara
harapan dan kenyataan, antara apa yang diajarkan dalam pembelajaran
kewarganegaraan tentang disiplin dengan kenyataan sikap disiplin
dimasyarakat itu sendiri.
Adalah dipandang penting untuk melakukan koreksi pada kondisi
pendidikan kita. Apakah kita akhirnya semua terjebak pada pen-tidak
memanusiakan manusia dalam pendidikan kita. Pendidikan kewarganegaraan
hendaknya tidak larut dalam kondisi memprihatinkan tersebut. Pendidikan
kewarganegaraanan yang merupakan metamorphosis dari mata pelajaran budi
pekerti, kemudian menjadi pendidikan moral pancasila, lalu berganti nama
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan sampai sekarang, yang pada intinya
menekankan pada aspek afektif atau sikap.
Maka dari itu penulis menyusun skripsi ini dengan judul ”
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Perannya dalam
Membentuk Sikap Disiplin Siswa Madrasah Aliyah Negeri Cibinong ”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat diasumsikan identifikasi masalahnya sebagai berikut:
1. Lemahnya pengetahuan dan pemahaman guru PKn terhadap materi
pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan sikap kedisiplinan siswa
secara menyeluruh sehingga seringkali menimbulkan pemahaman yang
berbeda dalam diri siswa terhadap aplikasi dari materi pelajaran yang telah
dipelajari.
2. Minimnya ketarampilan guru PKn dalam mengembangkan antara teori
yang berhubungan dengan perilaku disiplin dengan kenyataan
sesungguhnya sehingga menimbulkan perbedaan persepsi antara guru PKn
dan siswa.
3. Kurang terbiasanya siswa menerapkan sikap disiplin dalam kehidupan
sehari-hari sehingga subtansi dari materi yang telah dipelajari hanya
berupa pengetahuan semata.
4. Kurangnya keteladanan guru PKn dalam penanaman nilai moral kepada
siswa sehingga sosok guru kurang menjadi panutan siswa dalam
penegakan sikap disiplin
5. Kurangnya kreativitas guru PKn dalam memberdayakan sumber-sumber
belajar yang terdapat di lingkungan sekitarnya sehingga pengetahuan
siswa hanya terbatas pada sumber yang minim.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan ini masalah yang akan dibahas dibatasi hanya
mengenai masalah:
1. Lemahnya pengetahuan dan pemahaman guru PKn terhadap materi
pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan sikap kedisiplinan siswa
secara menyeluruh sehingga seringkali menimbulkan pemahaman yang
berbeda dalam diri siswa terhadap aplikasi dari materi pelajaran yang telah
dipelajari.
2. Minimnya ketarampilan guru PKn dalam mengembangkan antara teori
yang berhubungan dengan perilaku disiplin dengan kenyataan
sesungguhnya sehingga menimbulkan perbedaan persepsi antara guru PKn
dan siswa.
3. Kurang terbiasanya siswa menerapkan sikap disiplin dalam kehidupan
sehari-hari sehingga subtansi dari materi yang telah dipelajari hanya
berupa pengetahuan semata.
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, dapatlah dirumuskan suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran PKn di Madrasah Aliyah Negeri
Cibinong?
2. Bagaimana sikap disiplin siswa di Madrasah Aliyah Negeri Cibinong?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui:
a. Pelaksanaan pembelajaran PKn di Madrasah Aliyah Negeri Cibinong.
b. Kinerja guru dalam pembelajaran PKn Madrasah Aliyah Negeri
Cibinong.
c. Sikap kedisiplinan siswa Madrasah Aliyah Negeri Cibinong.
Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan penelitian ini
adalah:
1. Penelitian ini diharapkan berguna bagi penulis dalam menambah
wawasan, pengalaman, dan pengetahuan tentang materi atau kajian
yang dibahas.
2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para guru pada umumnya,
khususnya guru PKn di Madrasah Aliyah Negeri Cibinong dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
3. Penelitian ini diharapkan berguna bagi bagi pengelola sekolah dalam
mengambil kebijakan terkait dengan rekruitmen tenaga kependidikan
sehingga permasalahan yang sama tidak kembali terjadi.
BAB II
KAJIAN DAN TEORI
A. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Pengertian umum belajar adalah suatu upaya yang dimaksudkan
untuk menguasai sejumlah pengetahuan. Belajar memiliki arti yang
berhubungan dengan perubahan yang meliputi tingkah laku, mental
emosional, spiritual, seorang dikatakan belajar jika pada dirinya terjadi
proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Menurut Winkel, “Belajar adalah aktifitas mental seseorang yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan
perubahan dan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai
sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas”.12
Pembelajaran menurut H.D. Sudjana diartikan “Sebagai upaya
yang sistematis dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-
kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar”.13 Kegiatan
pembelajaran menurut Abdul Rachman Shaleh adalah “Suatu usaha yang
bersifat sadar tujuan, yang dengan sistematik terarah pada perubahan
tingkah laku”.14 Perubahan yang dimaksud menunjuk pada suatu proses
yang harus dilalui. Tanpa proses perubahan, tidak mungkin terjadi dan
tujuan taj dapat dicapai.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa “Pembelajaran adalah
12
W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1996), h. 36
13
H.D. Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah
Production, 2001), h. 8
14
Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa “Visi, Misi dan
Aksi”, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005), Cet. Ke-1, h. 211
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar”.15
Menurut Wina Sanjaya pembelajaran adalah “Proses interaksi baik
antara manusia dengan manusia ataupun manusia dengan
lingkungannya”.16 Sedangkan menurut Sudirman Am, Pembelajaran
adalah “Proses pemberian bimbingan/ bantuan kepada siswa dalam
melakukan proses belajar mengajar”.17
Sedangkan pembelajaran menurut Abdul Gafur, “Suatu kegiatan
dimana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud
agar ia dapat bertingkah laku dan bereaksi terhadap kondisi tertentu”.18
Pembelajaran dapat “Diberi arti sebagian disetiap upaya yang
sistematik dan disengaja oleh pendidikan untuk menciptakan kondisi-
kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar”.19 Dalam kegiatan
ini terjadi interaksi edukatif antara dua pihak yaitu antara peserta didik
(siswa, peserta didik, peserta latihan dan sebagainya) yang melakukan
kegiatan belajar dengan pendidik (guru, tutor, pelatih) yang melakukan
kegiatan pembelajaran.
Adreas Harefa dalam bukunya menjadi pembelajar “Pembelajaran
membuka pintu gerbang kemungkinan untuk menjadi manusia dewasa dan
mandiri”.20 Pembelajaran memungkinkan seorang anak manusia berubah
dari tidak mampu menjadi mampu atau dari tak berdaya menjadi sumber
daya tanpa pembelajaran semua itu tidak mungkin.
15
Tim Redaksi Fokus, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas 2003,
(Bandung: Fokus Media, 2006), h. 4
16
Ahmad Rohani, Media Intruksional Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), cet.
Ke-1, h. 105
17 Sudirman Am. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada 1994), Cet ke-5, h. 5
18
Abdul Gafur, Desain Instruksional, (Solo: Tiga Serangkai, 1989), h.22.
19
Sudjana., h. 8
20
Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar (Jakarta:PT Kompas Media Nusantara,
2000), Cet ke-1, h.36
Melihat keterangan diatas bahwa pembelajaran merupakan proses
berlangsungnya interaksi antara seorang guru dengan murid dengan tujuan
menjadikan perubahan pada diri murid.
Sedangkan menurut Gagne “Pembelajaran didefinisikan sebagai
perangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung
terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya eksternal”.21
Proses pembelajaran juga disebut proses mengajar dan belajar yang
terdiri dari kegiatan mengajar. Proses belajar mengajar atau pembelajaran
membantu pelajar mengembangkan potensi intelektual yang ada padanya.
Jadi tujuan utama pengajar adalah usaha agar intelektual setiap pelajar
berkembang sepenuhnya sesuai ukuran tertentu.
Sedangkan Piet A sahertian dalam bukunya supervisi pendidikan
berpendapat “Proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa, kegiatan belajar yang dilaksanakan siswa
dibawabimbingan guru. Guru merumuskan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai pada saat mengajar”.22
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang dilakukan secara sengaja
antara guru dan siswa untuk mengelola lingkungan agar memungkinkan
anak untuk belajar dan memberikan respon terhadap situasi tersebut.
2. Tujuan dan metode Pembelajaran
a. Tujuan Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar dikenal adanya tujuan
pengajaran yang sudah umum dikenal dengan tujuan instruksional
bahkan ada juga yang menyebutnya tujuan pembelajaran. Tujuan
adalah arah haluan (jurusan) yang dituju maksud tuntutan yang
dituntut.
21
Margaret Ebell Gledies, Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta. Raja Grafindo Persada
1994), Cet ke-3 h. 205
22
Piet A Sahertian dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 21-22
Dalam pendidikan dan pengajaran tujuan dapat diartikan
sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan
dari siswa/subyek belajar. Setelah menyelesaikan atau memperoleh
pengalaman belajar. Winarno Surakhmad sebagaimana yang dikutip
oleh Sardiman Am, memberikan keterangan bahwa “Rumusan dan
taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah merupakan petunjuk praktis
tentang sejauh manakah interaksi educatif itu harus dibawa untuk
mencapai tujuan akhir”.23
Berdasarkan rumusan diatas dapat diketahui bahwa tujuan
pengajaran atau pembelajaran memiliki peranan sangat penting, sebab
menentukan arah proses belajar mengajar. Tujuan ini jelas akan
memberikan petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan bahan
pelajaran, penetapan metode mengajar dan alat bantu pengajaran serta
memberi petunjuk terhadap penilaian.
Ada 3 alasan mengapa tujuan pendidikan dan pengajaran perlu
dirumuskan
1) Jika suatu pekerjaan atau tugas tidak disertai tujuan yang jelas dan
benar maka akan sulit untuk memilih atau merencanakan bahan dan
strategi yang hendak di tempuh dan dicapai
2) Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah
pengawasan dan penilaian hasil belajar sesuai dengan yang
dikehendaki dari subyek belajar.
3) Perumusan tujuan yang benar akan memberikan pedoman bagi
siswa dalam menyelesaikan materi dan kegiatan belajarnya.24
Berdasarkan rumusan diatas maka penulis akan menguraikan
beberapa tujuan pembelajaran :
1) Tujuan Instraksional Umum (tujuan pembelajaran umum)
Tujuan instraksional umum ialah tujuan yang akan dicapai oleh
siswa setelah menyelesaikan satu bidang pengajaran tertentu.
23
Sardiman., h.57
24 Sardiman., h. 57
Perumusan tujuan instruksional umum hendaknya mem-
pertimbangkan tiga hal yaitu:
a) Tujuan instruksional umum hendaknya dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
b) Tujuan instruksional umum merupakan hasil belajar c) Tujuan instruksional umum hendaknya dirumus cukup
spesifik, maksudnya mengandung arti yang dapat memberi arah dan pegangan dalam menyusun kegiatan belajar yang
kongkrit.25 Ada beberapa ahli yang merumuskan pengertian tujuan
instruksional umum diantaranya:
a) Menurut Gene E Hall dan Howarld. L. Jones tujuan
instruksional umum adalah pernyataan umum mengenai
hasil suatu program pengajaran.
b) Dick dan Corey mengemukakan bahwa tujuan instruksional
umum adalah suatu pernyataan yang jelas mengenai apakah
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa setelah Ia
selesai mengikuti suatu pengajaran
c) Briggs mengatakan bahwa tujuan instruksional umum
adalah pernyataan umum mengenai tujuan akhir dari tujuan
pengajaran.26
2) Tujuan Instruksional Khusus (Tujuan pembelajaran khusus)
Tujuan instruksional khusus adalah tujuan yang hendak di
capai setelah para siswa menyelesaikan satu-satuan pelajaran pada
suatu bidang pengajaran tertentu. Tujuan ini nantinya harus dicapai
guru maupun siswa setelah melaksanakan interaksi belajar mengajar
pada setiap akhir pertemuan. Oleh karena itu perumusan tujuan
instruksional khusus ini harus benar-benar diperhitungkan secara
matang, operasional dan nyata.
Beberapa ketentuan dalam merumuskan tujuan instruksional
khusus yaitu:
a) Rumusan tujuan instruksional khusus harus menggunakan
istilah-istilah yang opersional sehingga dapat diukur tingkat
keberhasilannya.
25 Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h.1
26 Sahertian dan Mataheru., h. 68
b) Rumusan tujuan instruksional harus dalam bentuk hasil
belajar
c) Rumusan tujuan instruksional harus berapa tingkah laku
siswa d) Rumusan tujuan instruksional harus hanya meliputi satu
tingkah laku.27
Pembelajaran sebagai suatu sistem proses merupakan satu kesatuan komponen
yang saling berinteraksi secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan
inilah yang merupakan hasil yang diharapkan setelah pengajaran itu berakhir.
Adapun tercapai tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh jalannya proses
pembelajaran itu sendiri, apakah proses tersebut berjalan efektif atau tidak.
Tujuan pembelajaran dapat berhasil apabila proses belajar
mengajar dialami oleh guru dan siswa dapat berjalan dengan baik.
Berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya
dipengaruhi oleh keahlian guru dalam mengajar atau memilih metode
yang tepat akan tetapi dalam penggunaan alat atau media yang sesuai
dengan materi sebagai penunjang pencapaian hasil, serta kondisi siswa
juga harus diperhatikan. Disini di butuhkan guru yang benar-benar
mampu memahami keadaan siswa-siswanya terutama dalam
penggunaan metode dan media.
b. Metode Pembelajaran
Dalam mencapai tujuan instruksional guru harus mengenal dan
mengetahui jenis metode mengajar, Berbagai macam metode mengajar
dapat digunakan dalam interaksi belajar mengajar.
Secara etimologi metode adalah cara yang teratur dan sistemtis
untuk mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan.28
27
Sardiman., h. 23 – 24 28
M. Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: PT. Pustaka Amani
1990), Cet ke -5, h. 193
Metode pembelajaran adalah segala usaha yang sistematis
pragmatis yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
melalui berbagai aktifitas baik di dalam maupun diluar kelas diluar
lingkungan sekolah.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam proses belajar
mengajar Dr. A.L. Backer mengemukakan sejumlah metode dalam
pengajaran sebagai berikut:
1) Metode tiruan
2) Metode percobaan
3) Metode pengalaman pembuatan
4) Metode conditioning
5) Metode ceramah atau kuliah
6) Metode buku
7) Metode deelektrik atau pembahasan
8) Metode elektronik29
Selain metode mengajar diatas penulis juga akan
mengemukakan metode mengajar menurut Drs. Soetomo dalam buku
“dasar-dasar interaksi belajar mengajar”yaitu sebagai berikut:
1) Metode Ceramah
2) Metode Tanya Jawab 3) Metode Diskusi
4) Metode pemberian tugas (resitasi) 5) Metode Demonstrasi dan eksperiment
6) Metode Pemecahan masalah (Problem Solving Metode) 7) Metode Karya Wisata
8) Metode kerja kelompok
9) Metode Sosiodrama dan bermain peran.30
Apapun penggunaan suatu metode hendaknya dapat membawa
suasana interaksi atau pembelajaran yang edukatif, menempatkan peserta
didik pada keterlibatan aktif belajar maupun menumbuhkan
mengembangkan minat belajar serta membangkitkan semangat belajar dan
menghidupkan proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
29
Sahertian dan Mataheru., h. 166
30
Soetomo. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar (Surabaya: Usaha Nasional, 1993),
Cet. Ke-1, h.138
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat
mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran, pengetahuan
tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam
memilih tindakan yang tepat. Guru dapat terhindar dari tindakan-tindakan
yang kelihatannya baik tetapi nyatanya tidak berhasil meningkatkan proses
belajar mengajar, ia memiliki dan mengembangkan sikap yang diperlukan
untuk menunjang peningkatan belajar siswa.
Terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat
kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik siswa yang perlu
meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya
meningkatkan mengajarnya.
Proses pembelajaran itu sangat komplek dengan hal-hal yang
terkait dengannya tetapi pada kenyataannya masih bias dianalisa dan
diklasifikasi dalam bentuk prinsip-prinsip atau azas-azas belajar. Hal ini
perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan tekhnik belajar yang
baik.
Dra.Roestiyah dalam bukunya masalah-masalah ilmu keguruan
menjelaskan tentang prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:
a Dalam kelas setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional.
b Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki
struktur, penyajian yang sderhana sehingga mudah menangkap
pengertiannya.
c Belajar harus dapat menimbulkan reinforcemen dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
d Belajar itu harus kontinue maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.
e Belajar adalah proses organisasi dan adaptasi. f Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu
sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. g Belajar memerlukan sarana yang yang cukup sehingga anak
dapat belajar dengan tenang.
h Belajar memerlukan lingkungan yang menantang dimana anak
dapat mengembangkan kemempuannya berekplorasi dan
belajar dengan efektif.
i Belajar perlu ada interaksi anak dengan lingkungannya.31
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa dalam
pembelajaran siswa dituntut untuk ikut berpartisipasi secara aktif, artinya
siswa tidak hanya mengandalkan guru sebagai mediator dan fasilitator
tetapi murid secara aktif mencari referensi lainnya sebagai penyempurnaan
dan pengajaran terhadap materi yang bersangkutan, dalam hal ini guru
juga harus bisa membangkitkan minat siswa dan memotivasi siswa agar
tujuan-tujuan yang ditetapkan bisa terealisir.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan
seperti yang diungkapkan oleh Abu Ahmadi dalam bukunya cara belajar
yang mandiri dan sukses yaitu sebagai berikut:
a Pembelajaran harus bertujuan dan terarah.
b Pembelajaran memerlukan pemahaman atas hal-hal yang
dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
c Pembelajaran memerlukan latihan dan ulangan agar apa yang dipelajari dapat dikuasai.
d Pembelajaran adalah suatu proses aktif dimana terjadi pengaruh secara dinamis antara murid dan lingkungan.
e Disertai kemauan dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan.
f Pembelajaran dianggap berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam praktek sehari-hari.
g Pembelajaran memerlukan bimbingan baik bimbingan dari
guru buku pelajaran itu sendiri. 32
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip
pembelajaran itu memuat tujuan, implikasi prinsip belajar bagi siswa dan
guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses
pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahwa
31
Roestiyah N. K., Masalah-masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara 1989), Cet
ke-3 h. 159-160
32 Abu Ahmedi, Cara Belajar yang Mandiri dan Sukses (Solo: CV Aneka, 1993), h. 22
implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi bagi siswa dan
guru.Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian “Sebagai
citizenship education, secara substantif dan pedagogis didesain untuk
mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur
dan jenjang pendidikan”.33 Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi
bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional
Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah.
Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah
satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka
program pendidikan guru. Keempat, sebagai “program pendidikan politik
yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah
dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program”.34 Kelima,
sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan
kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan
kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status
pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Dalam status pertama, yakni sebagai mata pelajaran di sekolah,
pendidikan kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang
fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Pengalaman
tersebut di atas menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1975, di
Indonesia kelihatannya terdapat kerancuan dan ketidakajekan dalam
konseptualisasi PKn, pendidikan kewargaan negara, dan pendidikan IPS.
Hal itu tampak dalam penggunaan ketiga istilah itu secara bertukar-pakai.
Sebagai implikasinya, dalam Kurikulum persekolahan tahun 1994
diperkenalkan mata pelajaran “Pendidikan Pancasila dan Ke-
33 Arnie Fajar, Portopolio Dalam Pelajaran IPS, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005), Cet. IV, h. 142
34
Udin Saripudin Winataputra, Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Sistemik Pendidikan Demokrasi, Disertasi Pasca Sarjana UPI Bandung (Bandung: Pogram Pasca
Sarjana UPI, 2001), h. 1
warganegaraan (PPKn) yang berisikan materi dan pengalaman belajar
yang diorganisasikan secara spiral/artikulatif atas dasar butir-butir nilai
yang secara konseptual terkandung dalam Pancasila”.35
Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai,
isi yang dipilih dan diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang
digunakan untuk “Mata pelajaran PKn atau PMP atau PPKn yang berkem-
bang secara fluktuatif hampir empat dasawarsa (1962-1998) itu,
menunjukkan indikator telah terjadinya ketidakajegan dalam kerangka
berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual,
yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler”.36
Menurut Kuhn (1970), menjelaskan bahwa:
Dislocation bersifat konseptual tersebut tercermin dalam
ketidakajegan konsep seperti: PKn tahun 1962 yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik; PKn tahun 1968 sebagai unsur dari
pendidikan kewarganegaraan yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial; PKn tahun 1969 yang tampil dalam bentuk
pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS; PKn tahun 1973 yang diidentikkan dengan pengajaran IPS.37
PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggantikan PKn
dengan isi pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan
kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam
bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan
P4. Krisis operasional tercermin dalam terjadinya perubahan isi dan
format buku pelajaran, penataran guru yang tidak artikulatif, dan
fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada proses
kognitif memorisasi fakta dan konsep.
Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap
diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum
35
Paulina Pannen, dkk, Cakrawala Pendidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h.
386
36
Winataputra., h. 1
37 Paulina., h. 385
efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran serta secara konseptual,
karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang
secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan
konseptual dan operasional.
Kini pada era reformasi pasca jatuhnya sistem politik Orde Baru
yang diikuti dengan tumbuhnya komitmen baru kearah perwujudan cita-
cita dan nilai demokrasi konstitusional yang lebih murni, keberadaan dan
jati diri mata pelajaran PPKn kembali dipertanyakan secara kritis.
Dalam status kedua, yakni sebagai mata kuliah umum (MKU)
pendidikan kewarganegaraan diwadahi oleh mata kuliah Pancasila dan
Kewiraan. Mata kuliah Pancasila bertujuan untuk mengembangkan
wawasan mahasiswa mengenai Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia, sedangkan kewiraan, yang mulai
tahun 2000 namanya berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaran,
bertujuan untuk mengembangkan wawasan mahasiswa tentang makna
pendidikan bela negara sebagai salah satu kewajiban warganegara sesuai
dengan Pasal 30 UUD 1945. Kedua mata kuliah ini merupakan “mata
kuliah yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa, yang mulai tahun 2000
disebut sebagai Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian atau MKPK”.38
Dalam status ketiga, yakni sebagai pendidikan disiplin ilmu,
pendidikan kewarganegaraan merupakan “program pendidikan disiplin
ilmu sosial sebagai program pendidikan guru mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan di LPTK Jurusan atau Program Studi PKn dan Hukum
pada tahun 1960-an, atau Pendidikan Moral Pancasila dan
Kewarganegaraan (PMPKn) pada saat ini”.39 PKn dalam program
pendidikan guru tersebut pada dasarnya merupakan program pendidikan
disiplin ilmu pengetahuan sosial bidang pendidikan kewarganegaraan.
Secara konseptual pendidikan disiplin ilmu ini memusatkan perhatian
38
Somantri., h. 153
39
Somantri., h. 153
pada program pendidikan disiplin ilmu politik, sebagai substansi
induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini berorientasi kepada
pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan
kewarganegaraan.
Dampaknya, secara akademis dalam lembaga pendidikan tinggi
keguruan itu pusat perhatian riset dan pengembangan cenderung lebih
terpusat pada profesionalisme guru. Sementara itu riset dan
pengembangan epistemologi pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu
sistem pengetahuan, belum banyak mendapatkan perhatian.
Dalam status keempat, yakni sebagai crash program pendidikan
politik bagi seluruh lapisan masyarakat, Penataran P-4 mulai dari Pola 25
jam sampai dengan Pola 100 jam untuk para Manggala yang telah berjalan
hampir 20 tahun dengan Badan Pembina Pelaksanaan Pendidikan P-4)
atau BP7 Pusat dan Propinsi sebagai pengelolanya, dapat dianggap
sebagai suatu bentuk “pendidikan kewarganegaraan yang bersifat non-
formal”.40 Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan demokratisasi
melalui gerakan reformasi baru-baru ini, dan juga dilandasi oleh berbagai
kenyataan sudah begitu maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme selama
masa Orde Baru, tidak dapat dielakkan tudingan pun sampai pada
Penataran P-4 yang dianggap tidak banyak membawa dampak positif, baik
terhadap tingkat kematangan berdemokrasi dari warganegara, maupun
terhadap pertumbuhan kehidupan demokrasi di Indonesia. Sebagai
implikasinya, sejalan dengan jiwa dan semangat Ketetapan MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara, kini semua bentuk penataran P-4 telah dibekukan,
dan pada tanggal 30 April 1999 BP7 secara resmi dilikuidasi”.41
40
Winataputra., h. 2 41 Winataputra., h. 2
Kini tumbuh kebutuhan baru untuk mencari bentuk pendidikan
politik dalam bentuk pendidikan kewarganegaraan yang lebih cocok untuk
latar pendidikan non formal, yang diharapkan benar-benar dapat
meningkatkan kedewasaan seluruh warganegara yang mampu berpikir,
bersikap, dan bertindak sesuai dengan cita-cita, nilai dan prinsip
demokrasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas kehidupan
demokrasi di Indonesia. Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan adanya
sistem pendidikan demokrasi untuk seluruh lapisan masyarakat, terasa
menjadi sangat mendesak.
Dalam status kelima, yakni sebagai suatu kerangka konseptual
sistemik pendidikan kewarganegaraan terkesan masih belum solid karena
memang riset dan pengembangan epistemologi pendidikan kewar-
ganegaraan belum berjalan secara institusional, sistematis dan sistemik.
Paradigma pendidikan kewarganegaraan yang kini ada kelihatannya masih
belum sinergistik. Kerangka acuan teoritik yang menjadi titik tolak untuk
merancang dan melaksanakan pendidikan kewarganegaraan dalam
masing-masing statusnya sebagai mata pelajaran dalam kurikulum
sekolah, atau sebagai program pendidikan disiplin ilmu dan program guru,
atau sebagai pendidikan politik untuk masyarakat mengesankan satu sama
lain tidak saling mendukung secara komprehensif. Sebagai akibatnya,
program pendidikan kewarganegaraan di sekolah, di lembaga pendidikan
guru, dan di masyarakat terkesan belum sepenuhnya saling mendukung
secara sistemik dan sinergistik.
Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai
aspek kajian dalam pendidikan kewarganegaraan, penulis merincinya
menjadi tiga bagian, yaitu: aspek ontologis, aspek epistimologis dan aspek
aksiologis.
1) Aspek Ontologis Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan memiliki dua dimensi ontologi,
yakni obyek telaah dan obyek pengembangan.42 Yang dimaksud
dengan obyek telaah adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan
praksis pendidikan kewarganegaraan yang secara internal dan
eksternal mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran PKn di
sekolah dan di luar sekolah, serta format gerakan sosial-kutural
kewarganegaraan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan
obyek pengembangan adalah keseluruhan ranah sosio-psikologis
peserta didik, yakni ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik
yang menyangkut status, hak, dan kewajibannya sebagai warganegara,
yang perlu dimuliakan dan dikembangkan secara programatik guna
mencapai kualitas warganegara yang “cerdas, dan baik, dalam arti
demokratis, religius, dan berkeadaban dalam konteks kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Obyek Telaah meliputi tiga aspek yakni: Aspek Idiil,
Instrumental, dan Praksis.43 Aspek idiil pendidikan kewarganegaraan
adalah landasan dan kerangka filosofik yang menjadi titik tolak dan
sekaligus sebagai muaranya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
yakni landasan dan tujuan Pendidikan Nasional, sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR tentang Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN), tahun 1973, 1978, 1983, 1988,
1993, 1998, 1999, dan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, serta perundangan lainnya yang relevan.
Aspek instrumental pendidikan kewarganegaraan adalah sarana
programatik kependidikan yang sengaja dibangun dan dikembangkan
untuk menjabarkan substansi aspek-aspek idiil. Yang termasuk ke
dalam aspek instrumental tersebut adalah kurikulum, bahan belajar,
guru, media dan sumber belajar, alat penilaian belajar, ruang belajar,
42
Winataputra., h. 16
43 Winataputra., h. 17
dan lingkungan. Aspek idiil merupakan obyek telaah yang tepat bagi
studi kualitatif historis atau filosofik. Sedangkan, aspek instrumental
dan praksis merupakan obyek telaah yang tepat bagi penelitian
deskriptif dan penelitian eksperimental.
Obyek Pengembangan dalam aspek ontologis adalah ranah
Sosial dan psikologis. Ranah sosial-psikologis, adalah keseluruhan
potensi sosial-psikologis peserta didik yang oleh Bloom dkk (1956),
Kratzwohl (1962) dikategorikan kedalam ranah kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik, yang secara programatik diupayakan untuk
ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya melalui kegiatan pendidikan.44
Ranah-ranah tersebut, seperti dapat disimak dalam perkembangan
citizenship/civic education atau pendidikan kewarganegaraan dikemas
dalam berbagai label kompetensi atau kemampuan dan atau
kepribadian warganegara. Yang termasuk kategori kompetensi atau
kemampuan itu adalah pengetahuan, dan keterampilan (UU 20/2003);
kecerdasan aqliyah (otak logis-rasional), kecerdasan membuat putusan
dan memecahkan masalah (decision making and problem solving).
Kesemua itu dapat direkonseptualisasi menjadi pengetahuan
kewarganegaraan, keterampilan berpikir kritis/reflektif, keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan membuat keputusan bernalar, dan
keterampilan sosial.
Mengenai kepribadian dirumuskan dalam berbagai rincian,
seperti beriman dan bertaqwa, berbudi luhur, mantap dan mandiri,
bertanggung jawab (PP 19/2005);45 berahlak mulia ; kecerdasan
ruhaniyah, kecerdasan naqliyah, kecerdasan emosional, kecerdasan
menimbang, cinta kepada negara, cinta kepada bangsa dan
kebudayaan, ikut memajukan negara, keyakinan hidup tak terpisah
44
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2005), Cet. XVII, h. 34-36
45
Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, (Jakarta: Asa Mandiri), Cet. III, h. 160
dari masyarakat, keyakinan untuk tunduk pada tata tertib, jujur dalam
pikiran dan tindakan (BP KNIP: 1945), manusia susila yang cakap,
demokratis, dan bertanggung jawab tentang masyarakat dan tanah air
(UU No 4/1950).
Kesemua itu dapat direkonseptualisasi bahwa aspek
kepribadian warganegara yang perlu dikembangkan adalah keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa/kecerdasan ruhaniyah,
kecerdasan emosional sebagai warganegara (kepekaan sosial, cinta
tanah air, tertib, memiliki integritas, partisipatif), keberadaban/ahlak
mulia, kepercayaan diri, komitmen terhadap kehidupan berdemokrasi
(sadar akan kewajiban dan hak, menjunjung tinggi hukum,
menjunjung tinggi hak azasi manusia, dan terbuka), dan tanggung
jawab sebagai warga negara (socio-civic responsibility).
2) Aspek Epistemologi Pendidikan Kewarganegaraan.
Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan berkaitan
erat dengan aspek ontologi pendidikan kewarganegaraan, karena
memang proses epistemologis, yang pada dasarnya berwujud dalam
berbagai bentuk kegiatan sistematis dalam upaya membangun
pengetahuan bidang kajian ilmiah “Pendidikan kewarganegaraan
sudah seharusnya terkait pada obyek telaah dan obyek
pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan
kewarganegaraan mencakup metodologi penelitian dan metodologi
pengembangan”.46 Metodologi penelitian digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan baru melalui: (1) metode penelitian
kuantitatif yang menonjolkan proses pengukuran dan generalisasi
untuk mendukung proses konseptualisasi, dan (2) metode penelitian
kualitatif yang menonjolkan pemahaman holistik terhadap fenomena
alamiah untuk membangun suatu teori. Sedangkan, metodologi
pengembangan digunakan untuk mendapatkan paradigma pedagogis
46 Winataputra., h. 19
dan rekayasa kurikuler yang relevan guna mengembangkan aspek-
aspek sosial-psikologis peserta didik, dengan cara mengorganisasikan
berbagai unsur instrumental dan kontekstual pendidikan.
Winataputra menjelaskan bahwa:
Tercatat berbagai kegiatan epistemologis penelitian,
pengembangan, dan penelitian dan pengembangan. Yang khusus merupakan kegiatan penelitian antara lain yang dilakukan oleh Capra
(1998) tentang titik balik peradaban; Sanusi (1998) tentang 10 pilar demokrasi Indonesia; Bahmueller (1996) tentang perkembangan
demokrasi; Welzer (1999) tentang konsep civil society; Gandal dan
Finn (1992) tentang education for democracy; Barr, Bart, dan
Shermis (1977) tentang konsep social studies; Remmers dan Radles
(1960 dalam Shaver 1991) tentang kesadaran politik dan hukum
peserta didik; Stanley (1985) tentang perkembangan social studies;
Shaver (1991) tentang penelitian dan pembelajaran social studies;
Winataputra (1978) tentang pelaksanaan kurikulum PMP, CERP
(1972) tentang pemikiran mengenai pendidikan IPS dan
kewarganegaraan; Djahiri dkk (1998) tentang profil kurikulum dan
pembelajaran PPKn 1994, dan CICED (1999 dan 2000) tentang
konsep civic education for civil society dan tentang the needs for new
Indonesian civic educatio. Yang bersifat pengembangan kurikulum
dan pembelajaran, tercatat antara lain yang dilakukan oleh: PPSP IKIP Bandung (1973) tentang kurikulum IPS/PKn, Depdikbud (1974)
tentang kurikulum IPS dan PMP 1975, Depdikbud (1983) tentang penyempurnaan kurikulum PMP, Depdikbud (1993) tentang
kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Depdikbud (1999) tentang pengembangan suplemen dan petunjuk
teknis PPKn untuk masa transisi; CICED (1999) tentang civic
education content mapping.47
3) Aspek Aksiologi Pendidikan Kewarganegaraan.
Yang termasuk ke dalam aspek aksiologi pendidikan
kewarganegaraan adalah berbagai manfaat dari hasil penelitian dan
pengembangan dalam bidang kajian pendidikan kewarganegaraan
yang telah dicapai, bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan
persekolahan dan pendidikan tenaga kependidikan.
47
Winataputra., h. 20
Hasil-hasil penelitian dan pengembangan social
studies, citizenship education dan civic education” dalam dunia
persekolahan banyak memberi manfaat dalam merancang program
pendidikan guru, meningkatkan kualitas kemampuan guru,
meningkatkan kualitas proses pembelajaran, meningkatkan kualitas
sarana dan sumber belajar, dan meningkatkan kualitas penelitian dan
pengembangan.
B. Disiplin
1. Pengertian Disiplin
Istilah disiplin berasal dari bahasa Latin discere yang berarti
belajar. Dari kata dasar ini timbul disciples yang artinya "Murid atau
pelajar, dan kata discliplina yang berarti pengajaran atau latihan”.48
Moekijat menambahkan arti disiplin “Dengan pendidikan kesopanan dan
kerohanian serta pengembangan tabiat”.49
Dalam bahasa Arab disiplin adalah diambil dari kata ت���� –�����
yang artinya teratur, tertib. Sedangkan kegiatan disiplin atau -ت���
kedisiplinan merupakan “bentuk masdarnya, yaitu ن��-ن��م yang artinya
peraturan ”. 50
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah disiplin mengandung
beberapa arti yaitu:
a. Tata tertib (di sekolah kemiliteran, dsb)
b. Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib.
48
Neiny, Ratmaningsih, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMU Kelas
2, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 1997), h. 58.
49
Moekijat, Manajemen Kepegawaian (Personel Manajemen), (Jakarta: PT. Hidakarya,
1989), h. 458.
50
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya, 1989), h. 458.
c. Tata tertib di bidang studi yang memiliki obyek, sistem dan metode
tertentu.51
Secara terminologi, pengertian disiplin menurui beberapa ahli
berpendapat sebagai berikut:
1) Menurut Sukadi, beliau memberikan pengertian tentang disiplin,
diantaranya "Sikap mental yang mengandung kerelaan raematuhi
ketentuan, peraturan, dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas
dan tanggung jawab".52
2) Menurut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, dalam buku Pengelolaan
Pengajaran berpendapat: "Dalam arti luas disiplin adalah mencakup
setiap macam pengaturan yang ditujukan untuk mernbantu setiap
peserta didik agar dia dapat memenuhi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan juga penting tentang penyelesaiannya tuntutan
yang ini ditujukan kepada peserta didik terhadap lingkungannya".53
3) Menurut Peter Salim dan Yeny Salim dalani kamus bahasa Indonesia
kontemporer mengartikan istilah disiplin sebagai “Kepatuhan kepada
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan".54
4) Menurut Soerjono Soekanto “Disiplin kepatuahan terhadap peraturan
yang telah ditetapkan sehingga dalam pembicaraan sehari-hari istilah
tersebut biasanya dikaitkan dengan kcadaan tertib, suatu keadaan di
mana perilaku seseorang mengikuti pola-pola tertentu yang telah
ditetapkan terlebih dahulu”.55
51
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai staka, 1990), h. 208.
52 Sukadi, Pemmtun Pelqjaran PPKN 2 untuk SLTP Kelas; 2, (Bandung: Ganeca Exact,
1996), Get. ke-2, h. 150
53
Ahmud Rohani dan A.bu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, Loc.Cit
54 Peter SaHm dan Yeny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
English Press. 1991),h. 359
55
Soerjono Sukanto, Remaja dan Masalah-Maaalahnya. (Jakarta. Balai Pustaka, 1990),
Get. ke-2, h. 79
5) Menurut Komarudin yaitu: "Suatu keadaan yang inenunjukan suasana
tertib dan teratur yang dihasilkan oleh orang-orang yang berbeda di
bawah naungan sebuah organisasi karena peraturan-peraturan yang
berlaku dihormati dan diikuti".56
6) Menurut Amir Achin dalam membahas pengertian disiplin dalam
bukunya Pengelolaan Kelas dan Interaksi Belajar Mengajar
menyimpulkan disiplin sebagai "Pematuhan secara sadar akan aturan-
aturan yang telah ditetapkan”.57
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengertian disiplin adalah segala peraturan atau tata tertib yang telah di
tetapkan oleh lembaga (keluarga, sekolah dan lain sebagainya) yang harus
dijalankan. ditegakkan dan dipatuhi oleh semua personil yang ada dalam
lembaga tersebut, sehingga kedisiplinan atau kegiatan disiplin dapat
berjalan dengan baik. Karena kegiatan disiplin berjalan dengan baik, maka
tujuan yang diharapkan serta dicita-citakan itu akan dapat tercapai pula.
Disiplin di satu sisi adalah sikap hidup dan perilaku yang
mencerminkan tanggung jawab terhadap kehidupan tanpa paksaan dari
luar. Sikap dan perilaku ini dianut berdasarkan keyakinan bahwa hal itulah
yang benar, dan kesadaran bahwa hal itu bermanfaat bagi dirinya sendiri
dan masyarakat. Di dalamnya tekait dengan kemauan dan kemampuan
seseorang menyesuaikan keinginan dan mengendalikan diri untuk
menyesuaikan dengan norma yang berlaku dalam lingkungan sosial
budaya setempat. Di sisi lain, disiplin adalah alat untuk menciptakan
perilaku dan tata tertib manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok
atau masyarakat. Dalam konteks ini disiplin berarti “Hukuman atau sangsi
yang berbobot mengatur dan mengendalikan perilaku manusia”.58
56 Komarudin, Ensiklopedi Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. ke-l, h. 239
57
Amir Achin, Pengelolaan Kelas dan Interaksi Belajar Mengajar, (Ujung Pandang:
IKJP Ujung Pandang Press, 1990), Cet. ke-2, h. 62
58
Ami., h. 67
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan wadah
yang potensial untuk mengembangkan sikap disiplin. Bila dihubungkan
dengan sekolah, Soegarda berpendapat bahwa: "Disiplin sekolah dapat
diartikan sebagai pengawasan langsung terhadap tingkah laku bawaan
(pelajar-pelajar) dengan mempergunakan sistem hukuman atau hadiah".59
Pada dasarnya dibuatnya peraturan atau tata tertib diterapkannya
disiplin “Untuk mematuhinya yaitu untuk mencapai kondisi yang baik
guna rnemenuhi fungsi pendidikan”.60
Hal ini menunjukan bahwa disiplin sekolah bukan bermaksud
mempersulit kehidupan peserta didik dan bukan pula menghalangi
kesenangan orang-orang yang tergabung dalam lembaga tersebut.
Pengawasan secara langsung mengandung arti bahwa guru secara
langsung mengawasi dan mengontrol serta membatasi tingkah laku peserta
didik, karena terdapat kemungkinan peserta didik tidak dapat
mengarahkan, mengontrol atau membatasi tingkah lakunya sendiri.
Pengawasan dan pengarahan oleh guru diperlukan dalam beberapa
kegiatan dan situasi tertentu. Besar kecilnya pengawasan dan pengarahan
dari guru menurut Amir Achin “Tergantung pada sifat-sifat dan jenis
kegiatan serta situasi belajar yang memerlukan pengawasan dan
pengarahan itu”.61
59 Soegarda Poerbakawatja dan AH. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung
Agung, 1981), Cet. Ke-2, h.81
60
Amir., h. 62
61
Amir., h.62
Dari pengertian yang disebutkan di atas memberikan kesan bahwa
disiplin sekolah dirasakan sebagai suatu hal yang mengekang kebebasan
peserta didik. Akan tetapi sebagaimana dikatakan oleh Ahmad Rohani dan
Abu Ahmadi dalam bukunya Pengelolaan Pengajaran bahwa: "Bila aturan
ini dirasakan sebagai suatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar
untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama, maka lama kelamaan
akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju ke arah disiplin diri
sendiri (self discipline)".62 Penciptaan disiplin diri sendiri ini yang pada
hakikatnya menjadi inti dari diterapakannya disiplin sekolah, karena hal
tersebut merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan
2. Tujuan Disiplin
Secara umum tujuan disiplin adalah mendidik seseorang agar dapat
mengendalikan diri misalnya melatih anak mengatur din sendiri sehingga
ia memiliki rasa percaya pada diri sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan
oleh Sarumpaet dalam bukunya "Rahasia Mendidik Anak" bahwa:
Tujuan disiplin ialah melatih anak itu agar ia dapat mengatur diri
sendiri. Ia hams diajar untuk percaya diri sendiri serta mengendalikan diri sendiri. Sebab itu segera sesudah ia sanggup mengerti, pertitnbangannya
harus dilatih untuk menurut. Biarlah segala perlakauan terhadap anak itu sedemikian rupa supaya menunjukkan penurutan untuk menjadi benar dan
mempunyai pertimbangan yang sehat.63
Dalam kaitan ini, lebih lanjut Sarumpaet mengatakan bahwa
“Orang-orang yang telah dididik hidup berdisiplin akan memiliki kuasa
pengendalian diri yang baik. Mereka dapat menguasai diri. Mereka dapat
mengontrol emosinya. Dapat pula mengekang keinginannya yang meluap-
luap. Yang lebih penting lagi ialah bahwa mereka dapat mengatur dan
memanfaatkan bakat yang ada pada mereka”.64
62
Rohani dan Ahmadi., h. 139
63
Sarumpaet, Rahasia Mendidik Anak, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1990),ke-
21, h. 105
64 Sarumpaet., h. 160
Di sekolah, disiplin mutlak diperlukan. Segenap program sekolah
harus dijalankan menurut peraturan yang telah ditetapkan. Baik guru
maupun peserta didik bahkan orang tua murid harus patuh kepada tata
tertib dan peraturan yang berlaku. Tanpa disiplin dalam sekolah,
kemungkinan besar tidak diperoleh ketertiban, ketentraman, keteraturan
serta keberhasilan penyelenggaraan program-program sekolah, seperti
menyebabkan terganggunya proses belajar mengajar dikarenakan siswa
tidak berdisiplin dan tanpa adanya tindakan pencsgaban dari pihak
sekolah. Oleh karena itu hidup berdisiplin barus dipraktekan dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan di sekolah, terutama kegiatan belajar
mengajar
Bagi peserta didik, pembinaan dengan disiplin sekolah akan
mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan mereka dimasa yang akan
datang. Melalui pembiasaan ini, peserta didik akan terlatih dalam upava
mengendalikan diri sendiri sehingga pada akhirnya akan terbentuk disiplin
diri sendiri.
Secara lebih khusus, menurut Rohani dan Ahmadi tujuan disiplin
sekolah adalah “Untuk mengontrol tingkah laku peserta didik agar tidak
menyimpang dari ketentuan atau tata tertib yang berlaku di sekolah
tersebut”. Hal ini seperti dikemukakan oleh Ahmad Rohani dan Abu
Ahmadi bahwa : "Di sekolah, disiplin banyak digunakan untuk mengontrol
tingkah laku peserta. didik yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah
dapat berjalan dengan optimal”.65
65
Rohani dan Ahmadi., h. 126
3. Fungsi Disiplin
Disiplin selain memiliki tujuan sebagaimana di atas, juga
mengandung fungsi tertentu yang berguna bagi perkembangan anak.
Menurut Alex Sobur, bahwa "Fungsi utama dari disiplin adalah untuk
mengajar mengendalikan diri, menghormati dan mematuhi otoritas.
Disiplin diperlukan dalam mendidik anak tegas terhadap hal yang
dilakukan dan dilanggar”.66
Dengan demikian disiplin bagi seorang anak akan membiasakan
diri untuk bisa niciup secara teratur, dengan adanya keteraturan dalam
hidup diharapkan ia mampu mengendalikan diri, dengan memiliki
pengendalian diri tersebut maka ia tidak melakukan pelanggaran terhadap
tata tertib yang telah ditetapkan dengan kata lain mematuhinya,
Untuk menegakkan disiplin dalam diri anak yaitu dengan
menunjukan kerja sama dalam menghargai kebebasan dan tanggung jawab
pribadinya, sehmgga mereka mampu mengembangkan sikap dan tingkah
laku yang dapat diterima dalam masyarakatnya.
Pemberian disiplin kepada anak dimaksudkan supaya anak kelak
bertindak dewasa dalam kehidupannya terutama dalam hal menguasai dan
mengendalikan diri, membangkitkan bakat yang masih terpendam serta
mengarahkan kemauan dan perasaan anak.
Setiap orang perlu memiliki kemampuan untuk menguasai dan
mengendalikan dirinya sendiri. Hal ini akan dapat menentukan
keberhasilannya dalam kehidupan. Jika tidak dapat menguasai dan
mengendalikan dirinya sendiri, ia tidak akan dapat menentukan jalan mana
yang akan ditempuhnya dalam kehidupan ini, serta tidak dapat
menentukan langkah-langkah keberhasilannya kelak. Ia tidak mempunyai
pendirian yang teguh untuk membawa diri dari kehidupannya pada saat
diperlukan ketegasan bertindak.
66 Alex Sobur, Pembinaan Aitak daiam Kehiarga, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
1988), Cet. ke-2, h.
Demikian pula dengan peserta didik di sekolah, mereka perlu
memiliki kemampuan untuk mengarahkan kemauannya. Kemauan ini
harus dibina dan dituntun sesuai dengan tingkat perkembangannya, dengan
demikian apabila mereka berbuat salah mereka akan sadar dengan
kesalahan yang dilakukan, untuk kemudian tidak mengulanginya kembali.
Di samping itu, di sekolah peserta didik banyak menghadapi dan
mendapatka tugas-tugas dari guru mereka. Tugas-tugas tersebut harus
diselesaikan tepat pada waktunya. Ketepatan penyesuaian tugas tersebut
mendorong peserta didik untuk melaksanakan kewajiban dengan sebaik-
baiknya. Dalam kaitan ini, disiplin berfungsi untuk mengarahkan dan
membimbing peserta didik untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-
baiknya.
4. Jenis-Jenis Disiplin
Dalam kehidupan sehari-hari dikenal adanya disiplin diri, disiplin
sosial, disiplin nasional. Demikian pula dikenal adanya disiplin belajar dan
disiplin kerja menurut Neiny Ratmaningsih bahwa hakikat disiplin diri
adalah: "Kemampuan mengendalikan diri, muncul dari hati nurani
individu untuk senantiasa mematuhi semua peraturan dan tata tertib yang
berlaku dalam kehidupan".67
Seseorang dikatakan memiliki disiplin diri yang kuat bila dapat
mengendalikan dirinya sendiri. Kerugian akibat dilanggarnya disiplin
lazimnya tidak langsung, tetapi berjangka panjang. Oleh karena itu orang
yang berdisiplin diri adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
menjangkau ke depan akibat tindakannya, bukan hanya pada akibat
langsung.
Sikap mental disiplin diri tersebut muncul akibat tidak dengan
sendirinya, rnelainkan melalui suatu proses yang panjang yaitu mulai sejak
67
Neiny Ratmaningsih, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMU Kelas
2, Op.Cit., 59
kanak-kanak sampai dewasa. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Neiny
Ratmaningsih bahwa "Disiplin diri itu tcrbentuk melalui pembiasaan dan
pengalaman.68
Berhubungan dengan hal tersebut, Soedijarto dalam bukunya
Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, mengatakan
bahwa:
Kuat tidaknya disiplin diri seseorang akan dipsngaruhi oleh pengalaman pribadinya dalam melatih dan mempribadikan disiplin
kedalam dirinya. Seorang anak yang inenginjak dewasa akan memiliki
disiplin pribadi yang kuat apabila dalam proses perkembangannya
memperoleh pengalaman yang positif dari usahanya melaksanakan
disiplin. tetapi sebaliknya akan goyah kalau dalam perjalanan menuju ke
kedewasaaan mengalami kekecewaan dalam mencoba disiplin.69
Kutipan di atas menunjukan bahvva pengalaman dasar dalam
berdisiplin akan memberikan kerangka dalam keteraturan hidup
selanjutnya. Di sekolah, disiplin diri akan tumbuh dan berkembang apabila
tercipta suatu suasana di mana antara guru dan peserta didik terjalin sikap
persahabatan yang bcrakar pada dasar saling hormat menghormati dan
saling mempercayai.
Menumbuhkan dan menciplakan suasana yang memberi
kesempatan untuk memupuk pertumbuhan sikap disiplin diri peserta didik,
membutuhkan peran guru sebagai suri tauladan bagi peserta didik pada
khususnya dan sekolah pada umumnya. Untuk menunjang tercapainya hal
tersebut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi menyarankan delapan sikap
yang hams dilakukan dan dimiliki oleh guru yaitu:
a. Guru bersikap "hangat" dalam menerima sikap persahabatan
dengan semua peserta didik. Menghargai mereka dan
menenma mereka dengan berbagai keterbatasannya,
b. Guru bersikap adil sehingga mereka diperiakukan sama tanpa
tumbuh rasa dianak-tirikan atau di sisihkan.
68
Neiny., h. 59
69
Soedijarto, Menuju Pendidikan yang Relevan dan Bermutu, (Jakarta: Balai Pustaka,
1989), h. 165
c. Guru bersikap obyektif terhadap kesalahan peserta didik
dengan melakukan sangst sesuai dengan tata tertib bila peserta
didik melanggar disiplin yang telah disetujui bersama.
d. Guru tidak menuntut peserta didik untuk mengikuti aturan-aturan yang di luar kemampuan peserta didik untuk mengikuti.
e. Guru tidak menghukum peserta didik di depnn teman-temannya sehingga menyebabkan mereka kehilangan muka.
f. Dengan diciptakan suatu kondisi sehingga setiap peserta didik merasakan berhasil dalam segi-segi tertentu dan tidak
senantiasa berada dalam situasi kegagalan dan kekecewaan. g. Suasana kehidupan di sekolah tidak mendorong peserta didik
ke arah tingkah laku yang tidak dikehendaki.
h. Pada saat terlenm disediakan perighargaan dan hadiah bagi
peserta didik yang bertingkah laku sesuai dengan tuntutan
disiplin yang berlaku sebagi suri tauladan yang baik.70
Beberapa sikap yang harus dimiliki oleh guru sebagai tersebut di
atas akan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk ikut terlibat
dalam upaya menerapkan dan menegakkan sikap disiplin sekolah, ikut
bertanggung jawab dan ikut mempertahankan aturan yang telah ditetapkan.
Dengan beberapa sikap yang dimiliki guru tersebut maka diharapkan akan
tertanamnya disiplin diri pada diri perserta didik sangat besar.
Disiplin diri seorang sangat penting artinya. Hal ini karena disiplin
diri akan menunjang tercapainya disiplin sosial dan disiplin nasional.
Mengenai disiplin sosial Neiny Ratmaningsih mengatakan bahwa
“Disiplin sosial yaitu gambaran tentang suatn sikap mental masyarakat
yang memiliki ketaatan atau kepatuhan terhadap pcraturan atau tata tertib
hidup bermasyarakat. Disiplin sosial ini tercermin dari sikap dan perilaku
warga masyarakat yang selaiu hidup tertib, dan taat terhadap norma-norma
masyarakatnya”.71
Sedangkan disiplin nasional Nainy Ratmaningsih mengatakan:
"Merupakan suatu sikap mental bangsa yang tercennin dalam perbuatan
70
Rohani dan Ahmadi., h. 134-135
71 Neiny., h. 56
dan tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan terhadap norma-norma
kehidupan yang berlaku dalam berbangsa dan bernegara".72
Disiplin nasional tersebut terbentuk meiaiui suaixi proses dimulai
penanaman terhadap diri pribadi dan disiplin sosial. Artinya, kualitas
disiplin nasional akan sangat tergantung pada tinggi rendahnya disiplin
pribadi dan disiplin sosial warga negaranya.
Dan uraian di atas nampak adanya keterkaitan yang sangat erat
antara ketiga jenis disiplin tersebut. Ketiga jenis lersebut membentuk suatu
proses yang berawal dari penanaman dan pembentukan disiplin diri pribadi
yang berlanjut pada terbentuknya disiplin sosial dan disiplin nasional.
Sclain demikian, disiplin diri sendiri juga mcndorong terbentuknya
kedisiplinan dalam menjalankan berbagai aktifitas sehari-hari seperti
belajar dan bekerja.
Berkenaan dengan disiplin belajar, Soedijarto bcrpendapat bahwa:
"Disiplin belajar merupakan kemampuan seserang untuk secara tsratur
belajar dan tidak raelakukan sesutau yang dapat merugikan tujuan akhir
dari proses belajarnya".73 Demikian halnya dengan disiplin kerja yang
merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dalam bentuk
tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merugikan hasil pekerjaannya
dan secara teratur melakukan sesuatu yang mendukung dan melancarkan
pekerjaannya, sehingga akan diperoleh hasil pekerjaaan yang diinginkan.
Selain beberapa jenis disiplin di atas, terdapat pula empat jenis
disiplin yang dibedakan berdasar sumber pembuatnya. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Amir Achin bahwa: "Disiplin dapat
dibedakan atas empat jenis menurut sumber pembuatnya".74
Keempat jenis disiplin tersebut adalah disiplin buatan guru, disiplin
buatan kelompok, disiplin yang dibuat oleh diri sendiri dan distplin karena
72
Neiny., h. 06
73
Sodijarto., h. 62
74 Amir., h. 62
tugas. Disiplin yang dibuat oleh guru tersebut menurut Amir Achin
dimaksudkan “untuk menciptakan situasi yang baik demi berlangsungnya
proses belajar mengajar. Situasi yang beistruktur itu (the structured
situation) diciptakan dan dibina serta dikembangkan oleh guru dengan
baik, tanpa melupakan kepentingan peserta didik”.75 Kepentingan peserta
didik dalam hal ini merupakan dasar bagi disiplin yang dibuat oleh guru.
Berdasarkan hal itu, guru berupaya menciptakan situasi yang kondusif.
Situasi yang menguntungkan bagi peserta didik. Situasi ini harus
dipertahankan dan dimanfaatkan secara terus menerus oleh guru dan
peserta didik, sehingga lama kelamaan peserta didik merasa ikut memiliki
dan bertanggung jawab dalam memelihara situasi tersebut.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai
peranan untuk mengembangkan kepribadian peserta didik sersuai dengan
kemamapuan dan pengaruhnya untuk melaksanakan tugas di masyarakat.
Tujuan ini akan berhasil apabila guru berhasil mendorong dan
mengarahkan pesena didiknya untuk belajar mengembangkan kreatifitas
pengetahuan dan keterampilannya. Selain itu adalah tugas penting seorang
guru untuk membanru peserta didik agar dapat mengembangkan
pengendaiian diri mereka, menumbuhkan tingkah laku yang selalu
berorientasi pada tugas, dan mengembangkan sifat-sifat lain menunjukan
kematangan sosial.
Seorang guru akan berhasil dalam menjalankan tugas tersebut
apabila guru itu dapat meinanfaatkan kelompok peserta didik sebagi
patnernya. Menurut Amir Achin, "Kelompok peserta didik itu memiliki
peranan penting dalam memasukan nilai dan norma masyarakat kepada
setiap diri peserta didik".76
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa setiap kelompok
sekecil apapun selalu memiliki peraturan yang harus ditaati oleh setiap
75
Amir., h. 62
76 Amir., h. 64
anggotanya, maka demikian halnya dengan kelompok yang terbentuk di
antara para peserta didik di sekolah. Kelompok ini dapat membuat aturan-
aturan yang sama ditaati oleh para anggotanya. Maka untuk mentaati
aturan-aturan tersebut diperlukan sikap disiplin dari setiap anggota
kelompok tersebut. Disiplin inilah yang dinamakan dengan istilah disiplin
kelompok.
Mengenai jenis disiplin yang dibuat oleh din sendiri pada dasamya
telah disinggung pada bahasan tentang disiplin diri sendiri. Disiplin yang
dibuat oleh diri sendiri mengandug pengertian bahwa disiplin itu muncul
dan beikembang dalam diri seseorang. Seseorang yang membuat dan
menanamkan sikap disiplin dalam dirinya Sendiri dalam inenjalankan
tugas-tugas atau lainnya menunjukkan adanya suatu kematangan sosial
dan emosional orang tersebut
Kematangan sosial dan emosional seseorang pada awal mula dapat
dilihat apabila misalnya seorang anak telah dapat bereaksi secara baik
terhadap pengarahan orang dewasa. Indikasi adanya kemajuan dari proses
ini dapat dipertahankan lebih lanjut pada anak tersebut bahwa ia telah
dapat merespon dengan baik terhadap pengaruh kelompoknya.
Dalam kaitan ini Amir Achin berpendapat bahwa “Apabila proses
ini bertumbuh terus di mana anak itu semakin menjadi remaja yang
bertanggung jawab dan matang berfikir, maka ia akan mulai berfikir
bagaimana menyumbang dan mengembangkan serta bertanggung jawab
terhadap kelompoknya, dan akhirnya terhadap masyarakat dan
lingkungannya”.77
Sekolah sebagai lembaga sosialisasi nilai-mlai dan norma-norma
dalam masyarakat, harus menumbuhkan dan membina peserta didiknya
agar memperoleh kematangan sosial dan emosional yang memadai sesuai
tarap petumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. Kematangan sosial
dan emosional tersebut lebih lanjut akan berperan dalam pembentukan
disiplin diri sendiri.
77 Amir., h. 64
Jenis disiplin yang terakhir adalah disiplin karena tugas, disiplin ini
terjadi karena adanya suatu tugas. Sebenarnya disiplin ini bukan sernata-
mata karena adanya suatu tugas, akan tetapi keteraturan dalam segala
bidang untuk melaksanakan suatu proses dalam rangka mencapai suatu
tujuan, yang merupakan pendorong untuk berdisiplin terutama dalam
melaksanakan tugas tertentu. Hal ini seperti peserta didik mendapatkan
tugas dari guru mereka untuk meringkas suatu pokok bahasan tertentu dari
suatu mata pelajaran. Peserta didik yang menyadari akan tugas yang
diberikan oleh guru tersebut akan mendisiplinkan dirinya sendiri untuk
menyelesaikan tugas itu tepat pada waktunya, sehingga untuk
menyelesaikan tugas itu kemungkinan besar peserta didik akan
meninggalkan kegemarannya atau kegiatan lain.
Keberhasilan seseorang dalam mendisiplinkan dirinya untuk
menyelesaikan tugas tertentu dipengaruhi oleh kadar kematangan
seseorang tersebut. Artinya semakin tinggi kadar kematangan seseorang,
semakin baik ia mendisiplinkan dirinya dan semakin mudah baginya
menentukan keperluan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas itu.
Demikian sebaliknya seseorang yang kurang matang akan tidak dapat
menerima tuntutan disiplin tersebut dan bahkan dapat menjadi frustrasi,
putus asa dan menyerab.
Di sekolah terdapat peserta didik yang memiliki tingkat
kematangan yang berbeda-beda antara yang satu dan yang lainnya. Para
guru diharuskan mengetahui adanya perbedaan kadar kematangan para
siswanya. Pengetahuan ini penting karena akan membantu guru dalam
mempersiapkan dan memberikan tugas kepada siswanya. Supaya tugas
yang diberikannya dapat sesuai dengan tingkat kematangan siswanya.
Selain itu perm diperhatikan pula tentang motivasi para siswa dalam
mengerjakan tugas. Hal ini karena motivasi yang positif akan mendasari
terjadinya disiplin diri peserta didik dalam mengerjakan tugas tersebut.
Oleh karena itu, menurut Amir Achin bahwa "Yang terpenting bagi
seorang murid adalah bagaimana mempersiapkan dan memberikan tugas
yang sesuai dengan tingkat kematangan siswa, yang dapat memotivasi
siswa agar di dalam mengerjakan tugas para siswa dapat mendisiplinkan
diri sendiri sehingga tujuan intniksional dapat tercapai dan pembentukan
keadilan disiplin pribadi dapat terbentuk secara wajar dan sehat".78
78 Amir., h. 62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Waktu Penelitian dan Sumber Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi yang dijadikan penelitian adalah Madrasah Aliyah Negeri
(MAN)Cibinong, yang terletak di Jl. Kayu Manis No. 30 Cibinong, Bogor.
2. Waktu Penelitian
Proses penelitian ini dilaksanakan secara bertahap dimulai dari
perencanaan, persiapan dan penentuan alat pengumpulan data penelitian,
yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti
penelitian, dan rentang waktu yang dibutuhkan selama 3 (tiga) bulan,
mulai pada bulan Januari sampai dengan Maret 2008.
3. Sumber Penelitian
Responden sebagai sumber data adalah siswa MAN Cibinong.
Menurut Arikunto, sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana
data dapat diperoleh.
Dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah:
a. Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung dari responden
b. Data Skunder yakni data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari instansi yang terkait.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi
Observasi adalah “Pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala yang diteliti”.79 Observasi ini dilakukan secara langsung
79 Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-
3, hal. 54
untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai objek yang
sedang diteliti. Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi di MAN
Cibinong, Bogor.
2. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang langsung diberikan kepada
responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Angket dibuat
dengan model likert yang mempunyai empat opsi jawaban yang berjumlah
genap ini dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan responden
bersikap ragu-ragu dan tidak mempunyai jawaban yang jelas.
Tabel 2
Instrumen Pembelajaran dan Disiplin Siswa
No Variabel Dimensi Indikator Butir Soal Jml
Apersepsi 1 1 Kegiatan awal
Memotivasi Siswa 2 1
Metode diskusi 9, 11, 13,
14 4
Menegur siswa yang tidak
membawa buku 5 1
Penggunaan media secara
variatif 3, 12 2
Memperhatikan kondisi kelas 6, 7, 15 3
Kegiatan inti
Mencontohkan dengan praktek 8 1
Memberikan tugas 4 1
1. Pembelajaran PKn
Kegiatan penutup Memberikan ulangan 10 1
Hadir 10 menit sebelum jam
pelajaran 16 1
Tidak terlambat 20 1
Disiplin waktu
Pulang tepat waktu 29 1
Menyelesaikan tugas 18, 27 2
Belajar malam 24 1 Disiplin belajar
Mengulang pelajaran 25 1
Memakai seragam 17 1
Rapi berpakaian 19 1
Tidak bolos sekolah 23 1
Ijin jika keluar kelas 26 1
Mengikuti upacara bendera 28 1
Membuat surat keterangan jika
tidak hadir 21 1
2. Disiplin Siswa
Disiplin mentaati
peraturan
Memebri tahu jika terlambat
pulang 30 1
Jumlah total item soal 30 30
3. Studi Kepustakaan
Untuk memberikan hasil yang maksimal dalam penelitian ini,
peneliti juga menggunakan dan membaca literatur-literatur baik berupa
buku-buku, majalah, surat kabar, dan media internet sebagai pencari data
yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian.
C. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan-keterangan atau data-data yang diperoleh, agar data-
data tersebut dapat dipahami tidak hanya oleh peneliti, akan tetapi dapat
dipahami juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian ini.
Penggunaan teknik analisa data dalam penelitian ini disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk mengetahui apakah
pembelajaran kewarganegaraan mempunyai peran dalam pembentukan sikap
disiplin siswa, khususnya yang terjadi di sekolah yang diteliti.
Setelah data yang penulis butuhkan diperoleh, kemudian data tersebut
akan diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah editing
yaitu meneliti satu persatu kelengkapan, pengisian dan kejelasan
penulisannya, dalam tahap ini dilakukan dengan pengecekan terhadap
kelengkapan, kebenaran pengisian kejelasan penulisannya.
2. Coding
Memberikan kode (coding) terhadap item-item alternative jawaban
agar memudahkan dalam memahami pernyataan yang akan dijawab oleh
responden. Penulis menggunakan kuesioner dengan memberikan empat
alternative jawaban dengan menggunakan skala likert, yaitu:
a Untuk alternatif jawaban SL (selalu adalah kegiatan terus menerus
dilakukan secara terprogram dan terjadwal dengan mengikuti norma
dan tradisi yang ada)
b Untuk alternative jawaban SR (sering adalah kegiatan yang biasa
dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan)
c Untuk alternative jawaban KD (kadang-kadang adalah kegiatan yang
dilakukan dengan menyesuaikan moment)
d Untuk alternative jawaban TD (tidak pernah adalah kegiatan yang
tidak dilakukan sama sekali)
3. Tabulasi dan Analisis
Tabulasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam
setiap item yang penulis kemukakan, untuk itu dibuatlah suatu tabel yang
mempunyai kolom setiap bagian angket, sehingga terlihat jawaban yang
satu dengan yang lainnya.
4. Skoring
Memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang terdapat pada
angket perlu diberi skor. Format angket yang digunakan menggunakan
“Skala Likers”. Skala ini mempunyai lima alternatif jawaban, tiap-tiap
item di-skor berdasarkanjawaban dari jenis pernyataan favorable atau
unfavorable. Untuk data favorable skor bergerak dari 5, 4, sampai 1.
Selalu (SL) = 4
Sering (SR) = 3
Kang-kadang (KD) = 2
Tidak Pernah (TP) = 1
5. Presentase
Penghitungan dilakukan untuk mengetahui besar kecilnya tingkat
keberhasilan yang dilakukan guru. Angka presentasi diperoleh dengan cara
frekuensi jawaban dibagi jumlah responden dikalikan 100% dengan rumus
statistik presentasi sebagai berikut:
%100xN
fP =
Keterangan :
P : Presentasi jawaban
f : Frekuensi
N : Number of Cases (jumlah frekuensi/ banyaknya individu)80
Sedangkan dalam menganalisis data yang sudah terkumpul, penulis
menggunakan metode statistik deskriptif dengan kategori sebagai berikut:
0% - 25% = kurang
26% - 50% = cukup baik
51% - 75% = baik
76% - 100% = sangat baik
D. Definisi Operasional dan Kisi-kisi Instrumen Penelitian
1. Definisi Operasional
a. Pembelajaran PKn
Pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang
terjadi yang melibatkan guru dan siswa. Kegiatan pembelajaran
meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Kegiatan inti meliputi apersepsi, dan memberi motivasi kepada
siswa agar siswa lebih siap menerima pelajaran dan serius mengikuti
pelajaran PKn. Kegiatan inti meliputi; kegiatan diskusi, mengecek
peralatan belajar siswa, penggunaan media secara variatif,
memperhatikan kondisi kelas, menerangkan pelajaran dengan disertai
pada hal-hal yang kongkrit. Hal ini dilakukan agar proses belajar
mendapatkan hasil yang dituju. Kegiatan penutup meliputi; pemberian
tugas dan ulangan setiap akhir sub pokok bahasan untuk menguatkan
dan meningkatkan kualitas belajar siswa.
b. Disiplin
Disiplin siswa adalah segala peraturan atau tata tertib yang
telah di tetapkan oleh sekolah yang harus dijalankan oleh siswa.
80
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Persada, 1994), Cet.
ke-5, h. 43
Disiplin juga meliputi aturan yang tertulis maupun tidak tertulis.
Peraturan yang tertulis berupa tata tertib sekolah. Sedangkan peraturan
tidak tertulis adalah kebiasaan dan norma-norma yang tidak tertulis,
tetapi kebiasaan itu merupakan kebaikan umum.
Disiplin meliputi; Pertama, disiplin waktu yang meliputi hadir
10 menit sebelum jam sekolah dimulai, tidak terlambat sekolah, pulang
sekolah tepat waktu. Kedua, disiplin belajar yang meliputi; siswa
selalu menyelesaikan tugas, belajar malam, dan mengulang pelajaran
diwaktu luang. Ketiga, disiplin dalam mentaati peraturan yang
meliputi; memakai seragam sesuai peraturan, memakai pakaian dengan
rapi, tidak bolos sekolah, ijin jika keluar kelas, mengikuti upacara
bendera, membuat surat keterangan jika tidak masuk sekolah, dan
memberi tahu orang tua jika terlambat pulang kerumah.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum MAN Cibinong
1. Sejarah Berdirinya MAN Cibinong
Pada tahun 1986 sejumlah tokoh masyarakat memprakarsai
pendirian PGAP (Pendidikan Guru Agama Pertama) berstatus swasta
melalui panitia pembangunan PGAP Cibinong (selanjutnya disebut
panitia) dengan ketua Bapak M. Ismail Taufiq, sekretaris Bapak M. Imron
Rosadi (Alm) dan selaku bendahara Bapak K. Mahpudin. Kini ketiganya
telah meninggal dunia, semoga Allah SWT menerima amal salihnya
beserta sejumlah guru agama yang menjadi anggota panitia. Panitia
dengan dukungan penuh dari instansi terkait, baik instansi sektoral
maupun lintas sektoral mengajukan usul kepada Departemen Agama Pusat
melalui kepala jawatan Pendidikan Agama Propinsi Jawa Barat agar
PGAP (S) Cibinong dijadikan PGAN filial dari PGAN 6 tahun Bogor.
Usul tersebut mendapat tanggapan positif ddengan turunnya SK Menteri
Agama No. 29/1968 yang ditandatangani langsung oleh menteri Agama
saat itu, K.H.M. Dahlan (Alm).
Sehubungan dengan lahirnya SK. Menteri Agama No. 17/1978
tentang susunan dan tata kerja MAN dan No. 19/1978 tentang susunan dan
tata kerja PGAN, maka atas usul kepala PGAN Bogor yang kemudian
diteruskan oleh kabid Binrua Islam Kanwil Depag. Jawa Barat, pada tahun
1982 turunlah SK direktur Jenderal Binbaga Islam Depag No.
Kep./e/302/1982 tanggal 23 Oktober 1982 yang menetapkan pembentukan
kelas jauh (filial) MAN Jl. Raya Jakarta- Bogor KM 43 Cibinong
Kabupaten Bogor dengan MAN Bogor sebagai induknya. Kepala MAN
Bogor pada waktu itu Bpk Dudung menunjuk Bapak Zubaidi Mukhtar,
BA. Sebagai pimpinan filial Cibinong dengan tugas khusus
menjajaki/mencari tanah disekitar Cibinong untuk pembangunan dan
pengembangan MAN Bogor. Berkat peran dan upaya Kakandepag.
Kabupaten Bogor, Bapak H. Abdurrahman Amir, MAN Bogor
memperoleh ijin dari Pemda Kabupaten Bogor membeli tanah Kas Desa
Cirimekar seluas 8.065m2 yang dibelidengan dana DIP. (7.500m2) dan
dana swadaya BP3 (565m2) yang dibeli dari H. Abdul Fatah luas tanah
menjadi 9065m2. Sejak tahun anggaran 1985/ 1986 MAN induk Bogor
mulai membangun prasarana gedung di Kampus Bumi Cirimekar dengan
danan DIP dan swadaya BP3. Setelah proyek gedung tahap satu selesai,
MAnFilial Cibinong berpindah dari kampus Pos Jalan Raya Jakarta –
Bogor kekampus Bumi Cirimekar. Mulai tahun pelajaran 1986/1987
sebagai siswa MAN induk Bogor ditempatkan di Cirimekar bersama siswa
Filial. Untuk memudahkan koordinasi dan keterpaduan antara program
induk dengan filial, maka terhitung 01-11-1986 kepala MAN induk Bogor
menunjuk Bapak M. Taufiqurrahman, BA sebagai coordinator wakil MAN
induk Bogor dilokasi Cibinong mulai 01-11-1986 menggantikan pimpinan
sebelumnya, Bapak Zubaidi Mukhtar, BA. Mengingat semakin
berkembangnya volume kegiatan lembaga termasuk melakukan kegiatan
pembinaan terhadap MA-MA swasta kota madya Bogor yang secara
kuantitatif berkembang pesat, maka pusat kegiatan administrasi kantor
induk dialihkan dari jalan pahlawan kodya Bogor kekampus Cirimekar
sedangkan komplek dijalan pahlawan dijadikan kelas jauh /lokasi kodya
Bogor dengan ibu Dra. Fachriah sebagai koordinator. Pada tahun 1990 dan
1991 MAN Cibinong diusulkan oleh Kakanwil Sepag Jawa Barat untuk
ditingkatkan statusnya sebagai MAN yang mandiri. Usul itu al
Hamdulillah berhasil dengan turunnya SK. Menteri Agama No. 224/1993
tanggal 25 Oktober 1993 sehingga MAN Cibinong terpisah dari induknya
dan berubah menjadi MADRASAH ALIYAH NEGERI CIBINONG.
Bapak Drs. Encum Ma’sum yang menjadi kepala MAN Cibinong yang
pertama. Tanggal 10 Maret 1997 bertempat diBalai Binarum kodya Bogor
, kedua pejabat bertukar pos, Drs. H. Encum Maksum dialih tugaskan
menjadi kepala MAN Bogor, sedangkan Drs H. Nandang, kepala MAN
Kodya Bogor beralih tugas menjadi kepala MAN Cibinong.81
2. Visi Misi dan Strategi Madrasah Aliyah Negeri Cibinong
a. Visi
Terbentuknya anak didik yang berkualitas, berakhlak terpuji
dengan landasan iman dan takwa sertya mampu berwawasan ilmu dan
teknologi82
b. Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan secara integral dari keseluruhan proses yang pendidikan yang berkualitas.
2. Meningkatkan kualitas lulusan yang cerdas, terampil, kreatif,
inovatif, berdedikasi, mandiri, cinta almamater dan tanah air.
3. Mewujudkan lingkungan yang agamis, bersih, asri, nyaman dan
aman.
4. Mewujudkan keteladanan dalam berbicara, bersikap dan
bertindak.83
c. Strategi
1. Peningkatan sarana dan prasarana dan fasilitas pendidikan
2. Peningkatan profesionalisme Sumber Daya manusia (SDM) 3. Penyempurnaan system dan kinerja dalam standar pelayanan
pendidikan 4. Peningkatan dan pengembangan pelaksanaan wawasan wiyata
mandala 5. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, tertib, aman dan
agamis.84
81
Album civitas akademika dan alumni 2007 MAN Cibinong. 82
Waka Kurikulum MAN Cibinong 2008
83
Waka Kurikulum MAN Cibinong 2008
84 Waka Kurikulum MAN Cibinong 2008
3. Keadaan Guru dan Karyawan
a. Keadaan Guru dan Karyawan
Posisi guru dalam dunia pendidikan memiliki tugas dan kewajiban yang cukup berat, atau ditangannya kekuasaan
penyelenggaraan pendidikan ditentukan maju mundurnya suatu Madrasah tergantung pada tanggung jawab dan profesionalisme para guru.
Dalam dunia pendidikan memang ada faktor-faktor lain yang menjadi pendukung keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan, tetapi faktor guru lebih dominan, guru bertanggung jawab membimbing dan membina aktualisasi potensi
anak didik agar mampu mengatasi segala persoalan yang dihadapi kelak setelah dewasa. Kemampuan dan
kemandirian anak didik dalam mengatasi masalah hidupnya dapat menjadi ukuran keberhasilan pendidikan yang
dilakukan. Jumlah guru MAN Cibinong pada tahun 2007-2008 sebanyak 58 orang (28 laki-laki dan 30 wanita), guru
tetap 40 orang dan tidak tetap 18 orang.
4. Administrasi Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana MAN Cibinong berdiri diatas
lahan seluas 9.065 m2 yang sangat strategis jaraknya dari pusat
pemerintahan kabupaten Bogor. Letak MAN Cibinong juga berdekatan
dengan pusat perbelanjaan dan terminal yang jaraknya kurang lebih 500 m
kelokasi Madrasah,sehingga mudah dijangkau dengan kendaraan. Secara
umum sarana dan prasarana MAN Cibinong melliputi : ruang kelas, ruang
kantor, sarana olah raga dan lain –lain, secara rinci akan terlihat dalam tael
berikut :
5. Keadaan Siswa MAN Cibinong
Jumlah siswa MAN cibinong pada tahun ajaran 2007-2008
berjumlah 740 orang dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1
Keadaan Siswa MAN Cibinong Tahun 2007-2008
No. Kelas Jumlah
1 X 257
2 XI IPA 80
3 XI PKn 125
4 XI Bahasa 34
5 XII IPA 80
6 XII PKn 126
7 XII Bahasa 38
Deskripsi Data
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan dan perannya dalam membentuk sikap disiplin
siswa madrasah aliyah negeri cibinong dapat diperoleh data dan informasi
dengan cara menyebarkan angket yang diberikan kepada siswa-siswi kelas XI
sebagai responden dalam penelitian ini.
Angket penelitian terdiri dari 30 item yang meliputi pembelajaran dan
disiplin. Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 36
orang, semuanya diambil 15 % dari jumlah keseluruhan siswa kelas XI yaitu
239 orang.
Analisis Data
Persepsi siswa tehadap upaya guru PKn dalam memotivasi belajar
siswa dengan cara memberikan apersepsi, penggunaan metode yang
bervariasi, memberikan pujian, memberikan ulangan, memberikan tugas,
memberikan hukuman dan hadiah serta menyarankan kerja sama dengan siswa
lain dapat dilihat pada tebel berikut:
Tabel 2
Guru PKn Mengadakan Apersepsi Sebelum Menyampaikan Materi
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 21 58
b. sering 13 36
c. kadang-kadang 2 6 1
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 58
%, sering 36 %, Kadang-kadang 6 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengajar guru PKn
selalu mengadakan apersepsi sebelum menyampaikan materi
Tabel 3
Guru PKn Mendorong Siswa Untuk Mau Belajar
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 25 69
b. sering 11 31
c. kadang-kadang 0 2
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 69
%, sering 31 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0% responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan guru PKn selalu mendorong siswa untuk belajar.
Tabel 4
Guru PKn Menggunakan Metode Yang Bervariasi
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 20 56
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 5 14 3
d. tidak pernah 1 2
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 56
%, sering 28 %, Kadang-kadang 14 % dan Tidak pernah 2 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengajar guru PKn
selalu menggunakan metode yang bervariasi.
Guru PKn mengungkapkan selalu menggunakan dalam proses belajar
mengajar beliau selalu menggunakan metode bervariasi seperti tanya jawab,
berdiskusi, observasi, presentasi dan mengadakan bazar dari hasil karya siswa
sendiri.
Tabel 5
Guru PKn Memberikan Tugas Setelah Materi Selesai
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 19 53
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 7 19 4
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 53
%, sering 28 %, Kadang-kadang 19 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan guru PKn selalu memberikan tugas setelah materi selesai.
Tabel 6
Guru Menegur Siswa Yang Tidak Membawa Buku PKn
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 18 50
b. sering 8 22
c. kadang-kadang 8 22 5
d. tidak pernah 2 6
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 50
%, sering 22 %, Kadang-kadang 22 % dan Tidak pernah 6 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn selalu menegur
siswa yang tidak membawa buku PKn.
Tabel 7
Guru Menciptakan Kondisi Belajar Yang Kondusif
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 15 42
b. sering 12 34
c. kadang-kadang 6 17 6
d. tidak pernah 2 6
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 42
%, sering 34 %, Kadang-kadang 17 % dan Tidak pernah 6 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan guru PKn selalu menciptakan kondisi belajar yang kondusif
Guru PKn mengungkapkan dengan memberikan pujian dan hadiah
terhadap siswa yang bersikap positif dalam belajar akan menambah semangat
belajar dan memotivasi mereka untuk lebih baik lagi.
Tabel 8
Guru Menegur Siswa Yang Tidak Memperhatikan Pelajaran
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 10 28
b. sering 15 42
c. kadang-kadang 7 19 7
d. tidak pernah 4 11
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 28
%, sering 42 %, Kadang-kadang 19 % dan Tidak pernah 11 % responden
yang ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru guru sering
menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran
Tabel 9
Guru Menjelaskan Materi Diikuti Dengan Praktek
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 10 28
b. sering 12 33
c. kadang-kadang 8 22 8
d. tidak pernah 6 17
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 28
%, sering 33 %, Kadang-kadang22 % dan Tidak pernah 17 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa menyatakan guru
sering menjelaskan materi diikuti dengan praktek
Tabel 10
Guru Memberi Kesempatan Siswa Untuk Bertanya
Tentang Materi Yang Belum Di mengerti
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 22 61
b. sering 12 33
c. kadang-kadang 2 6 9
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 61
%, sering 33 %, Kadang-kadang 6 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn selalu memberi
kesempatan siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti
Tabel 11
Guru PKn Memberikan Ulangan Setiap Sub Pokok Bahasan Selesai
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 20 56
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 6 17 10
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu56
%, sering 28 %, Kadang-kadang17% dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn selalu memberikan
ulangan setiap sub pokok bahasan selesai
Tabel 12
Guru Memberi Kesempatan Siswa Untuk Memahami Materi
Sebelum berlanjut ke materi selanjutnya
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 17 47
b. sering 13 36
c. kadang-kadang 6 17
11
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 47
%, sering 36 %, Kadang-kadang 17 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn selalu memberi
kesempatan siswa untuk memahami materi sebelum berlanjut ke materi
selanjutnya
Tabel 13
Guru menggunakan berbagai media untuk memudahkan pemahaman siswa
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 8 22
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 17 47
12
d. tidak pernah 1 3
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 22
%, sering 28%, Kadang-kadang 47 % dan Tidak pernah 3 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn kadang-kadang
menggunakan berbagai media untuk memudahkan pemahaman siswa
Tabel 14
Guru memberi kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapatnya
tentang materi yang sedang dipelajari
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 21 58
b. sering 13 36
c. kadang-kadang 2 6
13
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 58
%, sering 36 %, Kadang-kadang 6 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn selalu memberi
kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang materi yang
sedang dipelajari
Tabel 15
Guru Menggunakan Metode Diskusi Kelas Ketika Ada Materi
Yang lebih sesuai dengan metode diskusi
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 16 44
b. sering 15 42
c. kadang-kadang 5 14
14
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 44
%, sering 42 %, Kadang-kadang 14% dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru PKn selalu
menggunakan metode diskusi kelas ketika ada materi yang lebih sesuai dengan
metode diskusi.
Tabel 16
Guru Memperhatikan Kondisi Kelas Ketika Mengajar
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 23 64
b. sering 8 22
c. kadang-kadang 5 14
15
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 64
%, sering 22%, Kadang-kadang 14 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan guru PKn selalu memperhatikan kondisi kelas ketika mengajar
Tabel 17
Siswa Hadir Dikelas 10 Menit Sebelum Sebelum Jam Pelajaran
Dimulai
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 12 33
b. sering 14 39
c. kadang-kadang 8 22
16
d. tidak pernah 2 6
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 39
%, sering 33 %, Kadang-kadang 22% dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan dirinya sering hadir dikelas 10 menit sebelum sebelum jam
pelajaran dimulai.
Tabel 18
A. Siswa Memakai Seragam Sesuai Peraturan
B.
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 25 69
b. sering 11 31
c. kadang-kadang 0 0
17
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 69
%, sering 31 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu memakai seragam sesuai peraturan
Tabel 19
Siswa Menyelesaikan Tugas Yang Diberikan Guru PKn
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 26 72
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 0 0
18
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 72
%, sering 28 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu menyelesaikan tugas yang diberikan guru PKn.
Tabel 20
Siswa Rapi Dalam Berpakaian
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 24 67
b. sering 7 19
c. kadang-kadang 5 14
19
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu
67%, sering 19 %, Kadang-kadang 14 % dan Tidak pernah 0 % responden
yang ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu selalu rapi dalam berpakaian
Tabel 21
Siswa Tidak Datang Terlambat
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 23 64
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 2 6
20
d. tidak pernah 1 3
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 64
%, sering 28 %, Kadang-kadang 6 % dan Tidak pernah 3 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa menyatakan
selalu tidak datang terlambat
Tabel 22
Siswa Memberi Surat Pemberitahuan Jika Berhalangan Hadir
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 15 42
b. sering 8 22
c. kadang-kadang 10 27
21
d. tidak pernah 2 6
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 42
%, sering 22 %, Kadang-kadang 27 % dan Tidak pernah 6 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa menyatakan
selalu memberi surat pemberitahuan jika berhalangan hadir
Tabel 23
Siswa Mentaati Peraturan Sekolah
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 24 68
b. sering 12 19
c. kadang-kadang 2 6
22
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 68
%, sering 19 %, Kadang-kadang 6 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa menyatakan
selalu mentaati peraturan sekolah
Tabel 24
Siswa Tidak Bolos Sekolah
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 26 72
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 0 0
23
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 72
%, sering 28 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa menyatakan
Selalu tidak bolos sekolah
Tabel 25
Siswa Menggunakan Waktu Belajar Malam Dengan Baik
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 10 28
b. sering 8 22
c. kadang-kadang 13 36
24
d. tidak pernah 5 14
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab
selalu28%, sering 22 %, Kadang-kadang 36 % dan Tidak pernah 14 %
responden yang ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagiab
besar siswa menyatakan Kadang- kadang menggunakan waktu belajar malam
dengan baik
Tabel 26
Siswa Mengulang Pelajaran Pada Waktu Luang
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 11 31
b. sering 14 39
c. kadang-kadang 9 25
25
d. tidak pernah 2 6
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 31
%, sering 39 %, Kadang-kadang 25 % dan Tidak pernah 6 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan Sering mengulang pelajaran pada waktu luang.
Tabel 27
Siswa Minta Izin Sebelum Keluar Kelas
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 14 39
b. sering 13 36
c. kadang-kadang 9 25
26
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 39
%, sering 13 %, Kadang-kadang 25 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu minta izin sebelum keluar kelas
Tabel 28
Siswa Mengerjakan Tugas Yang Diberikan Guru Tepat Waktu
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 20 56
b. sering 13 36
c. kadang-kadang 3 8
27
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 56
%, sering 36 %, Kadang-kadang 8% dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu
Tabel 29
Siswa Mengikuti Upacara Bendera
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 27 75
b. sering 9 13
c. kadang-kadang 0 0
28
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 75
%, sering 13 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagiab besar siswa
menyatakan selalu mengikuti upacara bendera.
Tabel 30
Siswa Langsung Pulang Kerumah Setelah Kegiatan Sekolah Selesai
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 22 61
b. sering 9 25
c. kadang-kadang 5 14
29
d. tidak pernah 0 0
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 61
%, sering 25 %, Kadang-kadang 14 % dan Tidak pernah 0 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu langsung pulang kerumah setelah kegiatan sekolah selesai.
Tabel 31
Siswa Memberitahu Keluarga Jika Tidak Bisa Langsung Pulang
Kerumah Setelah Kegiatan Sekolah Selesai
No Alternatif jawaban F %
a. selalu 16 44
b. sering 10 28
c. kadang-kadang 8 22
30
d. tidak pernah 2 6
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat responden yang menjawab selalu 44
%, sering 28 %, Kadang-kadang 22 % dan Tidak pernah 6 % responden yang
ada. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
menyatakan selalu memberitahu keluarga jika tidak bisa langsung pulang
kerumah setelah kegiatan sekolah selesai.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan
penelitain, yang menunjukkan pada rumusan permasalahan dan tujuan dari
penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Guru PKn pada tahap pendahuluan dalam pembelajaran dapat menjalankan
tugasnya awalnya dengan baik. Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam
pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk menciptakan kondisi-
kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan kegiatan
apersepsi (apperception), dan penilaian awal (pre-test). Penciptaan kondisi
awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau memeriksa
kehadiran peserta didik (presence (attendance), menumbuhkan kesiapan
belajar peserta didik (readiness), menciptakan suasana belajar yang
demokratis, membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan
membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan apersepsi
(apperception) dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang
bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan
komentar terhadap jawaban peserta didik, dilanjutkan dengan mengulas
materi pelajaran yang akan dibahas.
Hal ini sesuai dengan jawaban responden yang menyatakan guru
melakukan apersepsi, selalu 58 % begitu juga dengan memotivasi belajar
siswa, responden menjawab selalu sebanyak 69 %., dari hasil angket juga
dapat diketahui bahwa 50 % siswa selalu ditegur jika tidak membawa buku
PKn. Ini menandakan guru sangat memahami apa yang harus dilakukan
diawal penyampaian materinya.
Pada tahap pembelajaran inti, dapat penulis kategorikan sebagai guru yang
professional karena ia mampu memberdayakan banyak sumber belajar yang
dapat digunakan dalam pembelajaran, memberdayakan potensi yang
dimiliki siswa pada proses pembelajaran terlebih pada penempatan dirinya
untuk tidak menjadi sumber ilmu melainkan fasitator dan motivator siswa-
siswanya. Hal ini dapat kita lihat dari jawaban responden yang menyatakan
selalu sebanyak 58 % bahwa guru memberi kebebasan siswa untuk
mengungkapkan pendapatnya tentang materi yang sedang dipelajari.
Pada tahap penutup pembelajaran, guru PKn dapat mengevaluasi
pembelajaran dengan baik sesuai dengan pengalaman belajar yang dialami
siswanya dan memiliki keterampilan dalam menentukan berbagai macam
jenis evaluasi yang benar-benar relevan dengan kondisi siswanya. Hal ini
sesuai dengan jawaban responden yang menyatakan bahwa guru selalu
memberi ulangan setiap akhir bahasan. Sebanyak 56 % menjawab selalu.
2. Dalam hal kedisiplinan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa siswa
dalam fokus penelitian ini dapat dikategorikan berdisiplin dalam dimensi
displin waktu, disiplin belajar dan disiplin mentaati peraturan sekolah. Dlm
disiplin waktu, hal ini terllihat dari jawaban responden yang menyatakan
siswa tidak datang terlambat. Sebanyak 64 % enjawab selalu. Siswa juga
menyatakanpulang tepat waktu, 64 % siswa mnjawab selalu. Dalam
disiplin belajar, siswa selalu disiplin, hal ini terungkap dari jawaban
responden yang menyatakan 72 % siswa menjawab selalu menyelesaikan
tugas yang diberikan guru. 56 % siswa juga menjawab selalu mengerjakan
tugasnyatepat waktu. Dalam sisiplin mentaati peraturan sekolah siswa juga
cukup disiplin. Hal ini dapat diketahui dari jawaban siswa yang
menyatakan selalu sebanyak 69% siswa menjawab memakai seragam
sesuai aturan. 67 % siswa juga menjawab selalu rapi berpakaian. 72 %
siswa menjawab selalu tidak bolos sekolah. 75 % siswa menjawab selalu
mengikuti upacara bendera. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa
pembelajaran PKn yang diselenggarakan dengan baik berperan dalam
pembentukan sikap disiplin siswa. MAN Cibinong.
B. Saran
1. Bagi peneliti dapat menindak lanjuti lebih jauh hasil penelitian ini, dengan
mengembangkan variable-variabel bebas yang dapat meningkatkan kinerja
guru dalam pembelajaran agar pembelajaran yang tercipta adalah benar-
benar pembelajaran yang mencerdaskan.
2. Bagi guru-guru PKn untuk terus meningkatkan kinerjanya, beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh guru adalah penggunaan media pembelajaran.
Sebagaimana kita ketahui informasi kini menjadi kebutuhan bagi orang
banyak. Mengakses informasi juga semakin mudah. Guru hendaknya tidak
gugup menghadapi era informasi., karena guru harus mampu memberi
pemahaman bagi siswanya terhadap informasi. karena dengan kinerja yang
baik akan menghasilkan produk pembelajaran yang bermutu yang pada
akhirnya akan melahirkan sebuah pendidikan yang mencerdaskan. Di
samping itu jangan pernah merasa puas untuk terus mengembangkan diri.
Pemahaman tentang PKn yang tidak hanya menekankan aspek kognitif,
tetapi lebih kepada aspek afektif hendaknya menjadi pemahaman yang
selalu dipegang oleh guru PKn. Memberi pembelajaran selalu disertai
dengan praktek hendaknya diperhatikan. Disini guru dituntut untuk
senantiasa profesional.
3. Bagi siswa diharapkan untuk terus bersemangat dalam belajar dan
berdisiplin dalam segala hal karena dengan disiplin banyak hal-hal posistif
yang dapat diraih terlebih berprestasi. Terutama dalam hal disiplin belajar,
dari hasil penelitian siswa kurang memperhatikan belajar malam dan
belajar diwaktu luang. Meminta izin ketika keluar kelas juga sering
dilanggar siswa.
4. Untuk semua guru-guru seluruhnya, diharapkan untuk mengutamakan
kedisiplinan di dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, sebab salah satu
dari keberhasilan pendidikan itu terletak pada kedisiplinan kerja dari
semua guru.
5. Bagi kepala sekolah agar mengintensifkan supervisi dan kunjungan kelas
untuk memotivasi semua guru mata pelajaran agar kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan efektif dan mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, et. al.., Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1
Ahmedi, Abu, Cara Belajar yang Mandiri dan Sukses (Solo: CV Aneka 1993)
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka cipta, 1996) Cet
ke-10
_______, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001)
Buchari, Mochtar, Ilmu Pendidikan Dalam Renungan, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 1994)
Dananjaya, Utomo, Sekolah Gratis; Esei-esei Pendidikan Yang Membebaskan,
(Jakarta: Paramadina, 2005), Cet, Ke-1
Djamarah, Syaeful Bahri., dan Aswan Zain, Strategi Balajar Mengajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), Cet ke-1
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis “sebuah model perlibatan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan” (Jakarta: Prenada media, 2004), cet. ke-1
Gledies, Margaret, Ebell, Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta. Raja Grafindo
Persada 1994)
Harefa, Adrias, Menjadi Manusia Pembelajar (Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2000),
Hallen A., Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)
Imran, Ali, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1996)
Lunadi, A.G, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta: Gramedia, 1981)
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21
(the new maind of national in the 12th century), (Yogyakarta: Safira insani
Press, 2003), Cet. Ke-1
Mudjijo, Tes Hasil Belajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Nurdin, Muhammad, Kiat Menjadi Guru Professional, (Yogyakarta: Prisma Sofie,
2004)
Nurdin, Syarifuddin dan Basyiruddin, Usman, Guru Professional dan
Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003)
N.K., Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan (Jakarta:Bina Aksara 1989),
Cet ke – 3
Nawawi, Hadari, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Pt. Gunung Agung, 1996)
________, Pengaruh Hubungan Manusia Terhadap Prestasi Belajar Di SD, (Jakarta: Depdikbud Th. II No. 1, 1986)
Pirdaus, Yunus, M, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, (Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2004)
Purwadarminta, WJS., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988)
Purwanto, M. Nganlim., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1986), cet ke-2
Rohani, Ahmad, Media Intruksional Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997)
Sahertian, Piet, Dimensi Administrasi Pendidikan Di Sekolah., (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1994)
Sahertian, Piet, A, dan Mataheru, Frans, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidkan
(Surabaya: Usaha Nasional, 1981)
_______, Profil Pendidikan Professional, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994)
Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999) Cet ke-1
SJ, J. Drost, Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan (Jakarta:
Garamedia 1999)
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995)
Soejanto, Agus, Bimbingan ke Arah Belajar yang Sukses, (Surabaya: Aksara
Baru, 1990 )
Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994)
Sukardi, Dewa, Ketut, Bimbingan dan Penyuluhan Belaja Di Sekolahr,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1983)
Sudirman Am, Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar Mengajar (Jakarta:Raja
Grafindo Persada 1994)
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000 )
_______, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Algesindo, 2002 )
Subroto, Suryo, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 1997)
Soetomo. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar (Surabaya. Usaha Nasional
1993), CetKe-1
Somantri, N. Masalah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) FPIPS-Pasca
Sarjana IKIP sebagai “ Synthetic Discipline”, Bandung : Lembaga
Penelitian IKIP Bandung, 1998
Angket Penelitian
Pembelajaran PKn dan Peranannya dalam Pembentukan Sikap Disiplin
Siswa MAN Cibinong
PETUNJUK PENGISIAN
I. Identitas Responden
1. Nama :
2. Kelas : 3. Jenis kelamin :
II. Petunjuk Pengisian
Pilihlah jawaban dengan menuliskan tanda silang (X) pada huruf pilihan yang
telah disediakan!
Jika membatalkan jawaban, silakan jawaban yang dibatalkan diberi tanda (=), kemudian beri tanda checklist (X) pada jawaban yang dimaksud!
1. Apakah guru anda memberi gambaran singkat tentang materi yang hendak
disampaikan sebelum memulai pembelajaran?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
2. Apakah guru PKn anda memberi semangat kepada anda untuk semangat
belajar?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
3. Apakah guru PKn anda menggunakan metode yang bervariasi dalam
menjelaskan materi? a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
4. Apakah guru pkn memberikan tugas setelah materi pembelajaran selesai dibahas?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
5. Apakah guru anda menegur anda yang tidak membawa buku pkn?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
6. Apakah guru PKn anda menciptakan kondisi belajar yang kondusif?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
7. Apakah guru anda menegur anda yang tidak memperhatikan pelajaran?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
8. Apakah guru anda menjelaskan materi diikuti dengan praktek?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
9. Apakah guru anda memberi kesempatan anda untuk bertanya tentang
materi yang belum dipahami?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
10. Apakah guru pkn anda memberikan ulangan setiap sub pokok bahasan
selesai dibahas?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
11. Apakah guru anda memberi kesempatan anda untuk memahami materi
sebelum berlanjut kemateri selanjutnya? a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
12. Apakah guru menggunakan berbagai media untuk memudahkan pemahaman anda?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
13. Apakah guru anda memberi kesempatan anda untuk mengemukakan
pendapatnya tentang materi yang sedang dipelajari?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
14. Apakah guru anda menggunakan metode diskusi kelas ketika ada materi
yang lebih sesuai dengan metode diskusi?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
15. Apakah guru anda memperhatikan kondisi kelas ketika mengajar?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
16. Apakah anda hadir dikelas 10 menit sebelum sebelum jam pelajaran
dimulai?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
17. Apakah anda memakai seragam sesuai peraturan? a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
18. Apakah anda menyelesaikan tugas yang diberikan guru pkn? a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
19. Apakah anda rapi dalam berpakaian?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
20. Apakah anda tidak datang terlambat?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
21. Apakah anda memberi surat pemberitahuan jika berhalangan hadir?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
22. Apakah anda mentaati peraturan sekolah?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
23. Apakah anda tidak bolos sekolah?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
24. Apakah anda menggunakan waktu belajar malam dengan baik?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
25. Apakah anda mengulang pelajaran pada waktu luang?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
26. Apakah anda minta izin sebelum keluar kelas?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
27. Apakah anda mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
28. Apakah anda mengikuti upacara bendera?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
29. Apakah anda langsung pulang kerumah setelah kegiatan sekolah selesai?
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. Tidak pernah
30. anda memberitahu keluarga jika tidak bisa langsung pulang kerumah
setelah kegiatan sekolah selesai?
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
Terimakasih Atas Partisipasi Anda!
Tabel 5
Keadaan Sarana dan Prasarana
No Sarana Jumlah Kondisi
1 Ruang Belajar 19 Ruang Baik
2 Ruang Kepala Sekolah 1 Ruang Baik
3 Ruang Guru 1 Ruang Baik
4 Ruang Wakasek 1 Ruang Baik
5 Ruang Piket 1 Ruang Baik
6 Ruang BK 1 Ruang Baik
7 Ruang TU 1 Ruang Baik
8 Ruang Perpustakaan 1 Ruang Baik
9 Laboratorium bahasa 1 Ruang Baik
10 Laboratorium Komputer 1 Ruang Baik
11 Laboratorium IPA 1 Ruang Baik
12 Ruang Band/Gamang Kromong 1 Ruang Baik
13 Ruang Tata Busana 1 Ruang Baik
14 Ruang Ibadah / Mushallah 1 Ruang Baik
15 Aula 1 Ruang Baik
16 Ruang Osis 1 Ruang Baik
17 Ruang UKS 1 Ruang Baik
18 Ruang penjaga 18 Ruang Baik
19 Gudang 1
20 Kantin 1
21 Dapur 1
22 Toilet guru 3
23 Toilet siswa 27
24 Lapangan olah raga 1