21
1 PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Latar Belakang Pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah mempunyai tujuan umum yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5). memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Soedjadi, 1999:44). Menurut Suherman (2003:58), tujuan pendidikan matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah antara lain: 1). mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan

Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

Citation preview

Page 1: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

1

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Latar Belakang

Pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

mempunyai tujuan umum yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara

luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) menggunakan

penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika. (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh. (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5). memiliki

sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet

dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Soedjadi, 1999:44).

Menurut Suherman (2003:58), tujuan pendidikan matematika di jenjang

pendidikan dasar dan menengah antara lain: 1). mempersiapkan peserta didik agar

sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan nyata yang selalu

berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional,

kritis, cermat, efektif, efisien dan jujur, 2). mempersiapkan peserta didik agar

dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan

sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Berdasarkan tujuan tersebut tampak bahwa arah atau orientasi

pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika,

penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa, juga pada

keterampilan dalam penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari,

maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Pengajaran matematika di sekolah juga dimaksudkan untuk pembentukan

sikap yang positif terhadap matematika, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari

matematika. Sikap positif terhadap matematika ini merupakan prasyarat

Page 2: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

2

keberhasilan belajar matematika dan meningkatnya minat siswa terhadap

matematika pada kelas-kelas selanjutnya. Dengan kata lain jika penguasaan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika di kelas-kelas awal sangat rendah

disertai dengan sikap negatif terhadap pelajaran matematika, sulit diharapkan

siswa akan berhasil dengan baik dalam pembelajaran matematika di kelas-kelas

selanjutnya.

Untuk mencapai tujuan agar siswa mempunyai minat dan kemampuan

yang baik terhadap matematika berimplikasi pada tugas dan tanggung jawab yang

sangat strategis pada guru-guru matematika di kelas-kelas awal di sekolah.

Mereka dituntut membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang baik

terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk memudahkan

mereka mempelajari matematika di kelas yang lebih tinggi. Di samping itu guru di

kelas-kelas awal diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap

matematika serta membangkitkan minat mereka terhadap matematika. Ini berarti

proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru hendaknya memungkinkan

terjadinya pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan meningkatkan minat

siswa terhadap pelajaran matematika.

Kenyataan yang ada, masih banyak pembelajaran yang dilakukan oleh

guru tidak dimulai dari pengamatan fenomena matematika atau penalaran secara

kualitatif dalam pengembangan konsep-konsep/prinsip-prinsip penting. Masih

banyak guru yang tidak memahami metode penyelesaian masalah-masalah atau

soal-soal secara sistematis, hanya mengikuti apa yang ada di buku yang belum

tentu cocok dengan lingkungan siswa. Bentuk-bentuk tes ujian akhir sekolah/ujian

akhir nasional yang umumnya hanya mengukur aspek kognitif siswa, telah

mengilhami guru untuk tidak melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan

aspek afektif dan psikomotor. Guru lebih tertarik pada jawaban siswa yang benar

tanpa menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dan prosedur

penyelesaiannya. Sehingga target kurikulum dapat tercapai, namun tidak dapat

mengembangkan kemampuan belajar siswa.

Secara umum partisipasi siswa dalam pembelajaran relatif rendah.

Sebagian besar siswa cenderung hanya mampu meniru apa yang dikerjakan guru.

Page 3: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

3

Siswa tidak mampu menggunakan buku teks secara efektif, mereka cenderung

mencatat kembali konsep-konsep yang sudah ada dalam buku teks, sehingga

menghabiskan banyak waktu dan pembelajaran menjadi tidak efisien. Siswa

cenderung tidak men unjukkan minat yang baik terhadap pelajaran matematika.

Motivasi belajar mereka tampak sangat rendah dapat dilihat dari hasil belajar yang

ditunjukkan oleh hasil ulangan yang masih tergolong rendah.

Akar-akar masalah di atas dapat diatasi dalam waktu yang segera dan

berlanjut dalam batas kewenangan, komitmen dan tanggung jawab guru. Oleh

karena itulah, guru perlu melakukan perbaikan pada proses pembelajaran yakni

dengan memperbaiki model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan membentuk sikap positif

siswa terhadap matematika adalah model pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berdasarkan masalah membantu siswa mengembangkan

kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual berupa

belajar berbagai peran orang dewasa dan melalui keterlibatan mereka dalam

pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar otonom.

Kemampuan berfikir telah dimiliki oleh siswa sejak lahir. Makin sering

orang berhadapan dengan sesuatu yang menuntutnya untuk berfikir makin

berkembang dan makin meningkat kemampuan berfikirnya. Seseorang yang tidak

memiliki pendidikan formal sekalipun, kemampuan berfikirnya akan meningkat

apabila dia sering berhadapan dengan berbagai masalah yang harus difikirkannya.

Jika proses belajar hanya melatih siswa menghafal atau memecahkan soal tertulis

saja, maka kemampuan berfikir siswa hanya akan meningkat dalam kemampuan

menghafal atau mengerjakan soal tertulis saja. Untuk dapat menghadapi masalah-

masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari maka siswa dalam proses

belajarnya harus dilatih berfikir untuk memecahkan masalah-masalah autentik

yang ada disekitarnya.

Page 4: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

4

Pembelajaran Berbasis Masalah yang dalam bahasa Inggris diistilahkan

Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham

konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan

pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan

pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi

kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah,

mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi

argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau

kolaborasi dalam pemecahan masalah.

Secara garis besar Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menyajikan

suatu masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat memberikan

kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model

Pembelajaran Berbasis Masalah diterapkan untuk membantu siswa belajar dan

memperoleh keterampilan pemecahan masalah dengan melibatkan mereka dalam

situasi masalah dalam kehidupan nyata.

1. Sintaks, Sistem Sosial, Sistem Sosial, Prinsip Reaksi, Dampak Pembelajaran dan Dampak Pengiring

a. Sintaks

Menurut Ismail (dalam Ratnaningsih,2003) pembelajaran berbasis masalah

biasanya terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:

1. Orientasi siswa pada masalah dengan cara guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa

terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan cara guru membantu siswa

dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok dengan cara guru

mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Page 5: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

5

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan cara guru membantu

siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti

laporan.

5. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara guru

membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan siswa dan proses yang digunakan.

Lima langkah pembelajaran Model PBM menurut Arend et al., (dalam

Santyasa:2007) yaitu:

1. Guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan

(masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu,

dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi

siswa),

2. Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana

masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar,

informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran),

3. Guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan

masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan

apa rasionalnya),

4. Pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer,

dan lain-lain), dan

5. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan

administator dan anggota masyarakat).

b. Sistem Sosial

Sistem Sosial yang mendukung model ini adalah kedekatan guru dengan

siswa dalam proses teacher-asisted instruction, minimnya peran guru sebagai

transmitter pengetahuan, adanya interaksi sosial yang efektif dan latihan

investigasi masalah kompleks.

Page 6: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

6

c. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah peranan guru sebagai

pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan

selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah.

d. Dampak Pembelajaran

Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan

dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan

masalah kompleks.

e. Dampak Pengiring

Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated

learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam

mengatasi keragaman siswa.

2. Ciri-Ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah

Ibrahim dan Nur (2005) mengemukakan beberapa ciri dari model PBM,

sebagai berikut

Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah

mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-

duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban

sederhana, dan memungkinkan adanya berbagi macam solusi untuk situasi

itu.

Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBM digunakan pada

mata pelajaran tertentu, masalah yang dipilih benar-benar nyata, agar dalam

pemecahannya siswa dapat meninjau hal itu dari banyak mata pelajaran.

Penyelidikan autentik. PBM mengharuskan siswa melakukan penyelidikan

autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka

harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis

dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi,

Page 7: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

7

melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan

kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan,

bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. PBM menuntut siswa

untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak

dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah

yang mereka temukan. Produk dapat berupa laporan, model fisik, atau video.

Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk didemonstrasikan

kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan

menyediakan suatu alternatif laporan atau makalah.

Kerjasama. PBM dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang

lainnya, paling sering secara berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja sama

memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas

kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta

untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

3. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen

Lingkungan belajar dan sistem manajemen pada PBM dicirikan oleh

terbuka, proses demokrasi dan peranan siswa aktif. Dalam kenyataan keseluruhan

proses membantu siswa untuk mandiri, siswa yang otonom yang percaya pada

keterampilan intelektual mereka sendiri, memerlukan keterlibatan aktif dalam

lingkungan berorientasi inkuiri yang aman secara intelektual. Meskipun guru dan

siswa melakukan tahapan pembelajaran PBM yang terstruktur dan dapat

diprediksi, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas

mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan pada peranan sentral

siswa bukan guru.

4. Melaksanakan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Konsep tentang PBM adalah sangat jelas. Tidak sulit untuk memahami ide

dasar yang berkaitan dengan model ini. Namun bagaimanapun juga model itu

secara efektif lebih sulit. Hal ini membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat

Page 8: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

8

keputusan-keputusan khusus pada saat fase-fase perencanaan, interaksi, dan fase

setelah pembelajarannya. Berikut ini diberikan ciri unik model PBM.

a. Tugas-tugas perencanaan

Pada tingkat paling mendasar, PBM dicirikan oleh siswa bekerja dalam

pasangan atau kelompok kecil untuk melakukan penyelidikan masalah-masalah

kehidupan nyata yang belum terdefinisi dengan baik. Perencanaan untuk PBM

seperti halnya dengan pembelajaran interaktif yang lain dimana pendekatan

berpusat pada siswa, membutuhkan supaya perencanaan yang lebih banyak dari

pembelajaran konvensional. Perencanaan guru ini memudahkan pelaksanaan fase-

fase PBM dan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Penetapan tujuanPenetapan tujuan pembelajaran untuk PBM merupakan bagian penting

dalam perencanaan. PBM direncanakan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan

seperti keterampilan intelektual dan keterampilan menyelidiki, memahami peran

orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri. Beberapa

pembelajaran dalam model PBM mungkin diarahkan untuk mencapai semua

tujuan ini secara bersamaan. Bagaimanapun juga, kemungkinan guru akan

memberikan penekanan pada satu atau dua tujuan pada pembelajaran tertentu.

Merancang situasi masalah yang sesuai

PBM didasarkan pada anggapan dasar bahwa situasi teka-teki dan masalah

yang tidak terdefinisi secara ketat akan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga

melibatkan mereka pada inkuiri. Merancang situasi masalah yang sesuai atau

merencanakan cara-cara untuk memberikan kemudahan proses perencanaan

adalah tugas perencanaan yang penting bagi guru. Beberapa pengembang PBM

yakin bahwa siswa seharusnya memilki keleluasaan dalam mendefinisikan

masalah yang akan dipelajarinya, sebab proses ini akan menumbuhkan rasa

memiliki atas masalah tersebut. Sementara itu pengembang lain memberi bantuan

Page 9: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

9

siswa mempertajam masalah-masalah yang terlebih dahulu diseleksi yang berasal

dari kurikulum sekolah dan peralatan yang cukup.

Situasi masalah yang baik harus memenuhi paling sedikit lima kriteria

penting. Pertama, masalah itu harus autentik. Ini berarti bahwa masalah harus

lebih berakar pada pengalaman dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-

prinsip disiplin ilmu tertentu. Kedua, permasalahan seharusnya tak terdefinisi

secara ketat dan menghadapkan suatu makna misteri atau teka-teki. Masalah yang

tidak terdefinisi secara ketat mencegah jawaban sederhana dan menghendaki

alternatif pemecahan, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan.

Hal ini sudah barang tentu, menyediakan umpan untuk dialog dan debat. Ketiga,

masalah itu seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat

perkembangan intelektual mereka. Keempat, masalah seharusnya cukup luas

untuk memungkinkan guru menggarap tujuan instruksional mereka dan masih

cukup terbatas untuk membuat suatu pelajaran layak dalam waktu, tempat, dan

sumber daya yang terbatas. Kelima, masalah yang baik haruslah memperoleh

keuntungan dari usaha kelompok dan tidak terhambat oleh masalah itu.

b. Tugas interaktif

Berikut adalah kegiatan guru dan siswa yang diinginkan berkait dengan

setiap tahap PBM yang diberikan pada tabel di bawah:

Tahap Kegiatan Guru

Tahap - 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik yang dibutuhkan,

memotivasi siswa terlibat pada aktivitas

pemecahan masalah yang dipilihnya.

Tahap – 2

Mengorganisasi siswa untuk

belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap – 3

Membimbing penyelidikan

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai melaksanakan

Page 10: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

10

individu maupun kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah.

Tahap – 4

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan

dan menyiapkan karya yang sesuai seperti

laporan, video dan model serta membantu

mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap – 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

mereka dan proses-proses yang mereka

laksanakan.

Orientasi siswa pada masalah

Pada saat pembelajaran berdasarkan masalah dimulai, sama dengan tipe

pembelajaran yang lain terlebih dahulu mengkomunikasikan tujuan pelajaran

secara jelas, menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap pelajaran, dan

memberikan apa yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Kepada siswa yang

lebih muda atau siswa yang belum pernah terlibat dalam PBM, guru harus

memberikan penjelasan tentang proses-proses dan prosedur-prosedur model

tersebut secara rinci. Tegaskan bahwa yang membutuhkan elaborasi meliputi hal-

hal berikut.

Tujuan utama dari pelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah

informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-

masalah penting dan bagaimana menjadi pebelajar yang mandiri. Untuk siswa

yang lebih muda, konsep ini mungkin dapat dijelaskan sebagai pelajaran

tersendiri di mana mereka akan diminta untuk mengungkapkan sesuatu hal

menurut pendapat mereka sendiri.

Pertanyaan atau masalah yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak

“benar,” sebuah masalah yang kompleks memiliki banyak penyelesaian dan

seringkali saling bertentangan.

Selama tahap penyelidikan dari pelajaran ini, siswa akan didorong untuk

mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai

Page 11: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

11

pembimbing yang menyediakan bantuan, namun siswa harus berusaha untuk

bekerja mandiri atau dengan temannya.

Selama tahap analisis dan penjelasan dari pelajaran ini, siswa harus didorong

untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang

akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa akan diberi

kesempatan untuk menyumbang kepada penyelidikan dan mengemukakan ide

mereka.

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

PBM membutuhkan pengembangan keterampilan kolaborasi di antara

siswa dan membantu mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama. Oleh

karena itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan

mereka dan tugas-tugas pelaporan.

Kelompok studi. Banyak saran untuk mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok belajar kooperatif. Dengan sendirinya, bagaimana tim siswa dibentuk

akan berbeda tergantung kepada tujuan yag ditetapkan guru untuk proyek tertentu.

Seringkali guru dapat menentukan bahwa penting bagi tim penyelidikan untuk

mewakili berbagi tingkat kemampuan, keragaman ras, dan etnis atau jenis

kelamin. Bila keragaman ini penting, guru akan membutuhkan untuk membuat

tugas kelompok. Pada waktu lain guru dapat memutuskan mengorganisasikan

siswa sesuai dengan kesamaan minat atau jalinan persahabatan. Jadi tim

penyelidikan dapat dibentuk secara sukarela. Selama tahap pelajaran ini guru

seharusnya membekali siswa dengan alasan yang kuat tentang mengapa siswa

harus dikelompokkan seperti itu.

Perencanaan kooperatif. Setelah siswa diorientasikan kepada situasi

masalah dan telah membentuk kelompok studi, guru dan siswa harus

menyediakan waktu yang cukup untuk menetapkan subtopik-subtopik yang

spesifik, tugas-tugas penyelidikan, jadwal waktu. Untuk beberapa proyek, tugas

perencanaan utama adalah akan membagi situasi masalah lebih umum menjadi

subtopik-subtopik yang sesuai kemudian membantu siswa menentukan subtopik

mana yang akan mereka selidiki.

Page 12: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

12

Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Penyelidikan, apakah dilakukan secara mandiri, dalam pasangan, atau

dalam tim studi kecil adalah inti teknik-teknik penyelidikan yang berbeda,

kebanyakan melibatkan pengumpulan data dan eksperimentasi, berhipotesis dan

menjelaskan dan memberikan pemecahan.

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,

video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Assesmen dan evaluasi

Prosedur assesmen harus selalu disesuaikan dengan tujuan instruksional

model yang dimaksudkan untuk dicapai, dan itu selalu merupakan hal penting

bagi guru untuk mengumpulkan informasi assesmen yang valid dan reliable.

Tugas-tugas assesmen untuk pembelajaran PBM tidak dapat semata-mata terdiri

dari tes kertas dan pensil. Kebanyakan teknik assesmen dan evaluasi yang sesuai

untuk PBM adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil

penyelidikan mereka.

Page 13: Pembelajaran Berbasis Masalah Wana

13

P E N U T U P

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah diterapkan untuk membantu

siswa belajar dan memperoleh keterampilan pemecahan masalah dengan

melibatkan mereka dalam situasi masalah dalam kehidupan nyata.

2. Lingkungan belajar PBM ditandai dengan keterbukaan, siswa aktif

terlibat, dan atmosfir kebebasan intelektual.

3. Model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan

membentuk sikap positif siswa terhadap matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Muslimin dan Nur, Mohammad. 2005. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA Press

Ratnaningsih, N. (2003). Pengembangan Kemampuan Berfikir Matematik Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Santyasa, I Wayan. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2009.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.