50
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI POKOK KUBUS DAN BALOK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 9 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pengajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya, peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Nurhadi, 2003). Studi intensif yang dilakukan oleh Direktorat Dikmenum mengenai pembelajaran dan pemahaman siswa SLTP sesuai dengan

Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHPADA MATERI POKOK KUBUS DAN BALOK UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 9 MATARAM

TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011

                                                                       

 BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pada

setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara

lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan

kurikulum, pengadaan buku dan alat pengajaran, perbaikan sarana dan prasarana

pendidikan lainnya, peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai

indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Nurhadi,

2003).

Studi intensif yang dilakukan oleh Direktorat Dikmenum mengenai pembelajaran

dan pemahaman siswa SLTP sesuai dengan tuntutan kurikulum, menyimpulkan bahwa

pembelajaran di SLTP cenderung text book oriented dan tidak terkait dengan kehidupan

sehari-hari siswa. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik

sebagaimana mereka biasa diajarkan, yakni menggunakan sesuatu yang abstrak dan

metode ceramah, mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang

berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan

Page 2: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

hidup dan bekerja. Akibatnya motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajar

mereka cenderung menghafal (Depdiknas, 2002).

Hasil observasi lapangan Tim MGMP (Depdiknas, 2004) menunjukkan bahwa guru

mengalami banyak hambatan dalam pembelajaran matematika di SLTP. Salah satu

faktornya adalah pendekatan pembelajaran masih dominan pendekatan pembelajaran

konvensional. Pembelajaran matematika masih dengan metode ceramah, ekspsitori telah

berdampak negatif bagi siswa. Mereka menganggap pelajaran matematika hanyalah

pelajaran yang menakutkan dan identik dengan hafalan rumus-rumus yang membosankan

tanpa ada kaitannya dengan kehidupan dunia nyata. Di samping, itu proses belajar

mengajar berlangsung monoton, kurang menarik dan membosankan. Hal ini dapat

menurunkan semangat belajar siswa yang dikhawatirkan nantinya akan menurunkan pula

daya serap atau penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru,

karena disini kedudukan siswa hanya sebagai penonton bukan sebagai pelakon.

Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat melaksanakan PPL (Praktek

Pengalaman Lapangan) di SMP Negeri 9 Mataram, terlihat bahwa aktivitas dan motivasi

siswa dalam proses belajar mengajar matematika masih kurang. Hal ini tampak dari

kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab

pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang kemudian berdampak pada hasil belajar

(daya serap) pada tiap-tiap materi ketuntasannya masih dibawah keriteria ketuntasan

klasikal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional sebesar 85%. Ketuntasan yang

diperoleh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Mataram dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel di atas menunjukkan bahwa kelas VIII F mendapatkan ketuntasan klasikal

paling rendah yaitu sebesar . Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama PPL

Page 3: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

berlangsung, menunjukkan bahwa daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang

diajarkan baik oleh peneliti maupun guru matematika masih di bawah Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah sebesar 60.

Berdasarkan informasi dari guru matematika bahwa prestasi siswa kelas VIII pada

materi pokok kubus dan balok belum mencapai ketuntasan. Nilai rata-rata yang diperoleh

siswa kelas VIII pada beberapa materi pokok yang diajarkan dalam semester genap

dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini.

Tabel 1.2. Nilai rata-rata siswa kelas VIII pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010.

No Materi pokok Rata-rata1 Lingkaran 66,252 Kubus dan balok 55,253 Prisma dan limas 66,09

Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa pada materi pokok kubus dan

balok belum mencapai KKM dengan nilai rata-rata 55,25. Berangkat dari hal tersebut

peneliti bermaksud mengadakan penelitian dalam pembelajaran guna mengoptimalkan

pemahaman siswa kelas VIII F pada konsep kubus dan balok.

Kemampuan siswa selama ini masih cenderung untuk menghafal fakta-fakta.

Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi

yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka sering kali tidak memahami secara

mendalam substansi materinya. Pertanyaannya, bagaimana pemahaman anak terhadap

dasar kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk

menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi dunia nyata?

Page 4: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka

pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan.

Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa

diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat

butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan

masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja (Depdiknas, 2002)

dalam (Nurhadi, 2003).

Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran

dengan melakukan tindakan yang dapat melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam

kegiatan belajar mengajar, yaitu pembelajaran kontekstual dengan pendekatan

pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu

meningkatkan hasil belajar siswa yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan

materi yang sedang dipelajari.

Untuk menjamin pemahaman konsep kubus, siswa harus membentuk konsep

melalui pengalaman sebelumnya yaitu konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat.

Konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat merupakan materi pembelajaran yang

harus dipahami siswa secara maksimal, karena materi ini merupakan konsep dasar yang

sangat menunjang untuk mempelajari materi-materi berikutnya, khususnya yang

berhubungan dengan pengerjaan hitung. Dengan adanya penerapan pembelajaran

berbasis masalah pada sub materi pokok kubus, diharapkan siswa akan lebih aktif dalam

kegiatan belajar mengajar terutama dalam pemahaman konsep kubus. Peningkatan

pemahaman tersebut dapat dilaksanakan oleh pendidik melalui tahapan-tahapan berikut :

Page 5: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

1.1.1.      Mengorientasikan siswa pada situasi masalah, di sini guru menyampaikan tujuan

mempelajari kubus, mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi

siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

1.1.2.      Mengorganisasikan siswa untuk meneliti permasalahan yang diberikan. Guru membantu

siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan

permasalahannya.

1.1.3.      Membantu penyelidikan individual dan kelompok. Ketika kelompok-kelompok siswa

mulai dengan pekerjaan mereka, guru membantu dalam semua aspek penyelidikan

mereka dalam hal: pengidentifikasian material, sumber daya, pengaturan ide-ide, berpikir

tentang pencarian solusi, pembuatan laporan atau pameran dan pengelolaan waktu.

1.1.4.      Mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran. Guru membantu siswa

dalam menyampaikan hasil penyelidikannya kepada orang lain.

1.1.5.      Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Selanjutnya, guru membantu siswa

melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Strategi pembelajaran berdasarkan masalah dapat diterapkan melalui kegiatan

individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang

akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya

pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka menemukan alternatif pemecahan

masalah pembelajaran, khususnya pada konsep kubus, perlu dilakukan penelitian tentang

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Kubus dan Balok untuk

Page 6: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram

Tahun Pelajaran 2010/2011.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini

adalah “ Apakah dengan Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok

Kubus dan Balok dapat Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII

SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.

1.3  Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas

ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP

Negeri 9 Mataram pada materi pokok kubus dan balok tahun pelajaran 2010/2011.

1.4  Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1.      Secara praktisPenelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam usaha

meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada sub pokok bahasan kubus di kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011. 1.4.2.      Secara teoritisSecara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1.4.2.1 SekolahHasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi upaya

peningkatan kualitas pembelajaran matematika di SMP Negeri 9 Mataram. Guru yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang strategi pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi nara sumber dan bekerja sama dengan guru lainnya dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah.

1.4.2.2            GuruDiharapkan dapat mengatasi kesulitan guru dalam mengajarkan konsep-konsep

matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah

1.4.2.3           SiswaDengan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran akan lebih

bervariasi, lebih menyenangkan dan tidak membosankan, siswa akan lebih aktif terlibat

Page 7: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

dalam proses belajar mengajar, serta siswa akan lebih memahami konsep materi yang diberikan.

1.4.2.4            PenelitiDapat memperluas pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan dapat

menambah ketrampilan dalam mengadakan variasi mengajar sehinggga pembelajaran akan lebih bermakna.

1.5      Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadi kesalahpahaman terhadap makna judul dalam penelitian

ini, perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut:

1.5.1        Aktivitas belajar

Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala

sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,

merupakan suatu aktifitas.

Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara

jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah

satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

1.5.2 Prestasi belajar

Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang

telah diusahakan (Badudu Dan Zain, 2001). Sedangkan belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001).

1.5.3        Belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman

(Hamalik, 2001).

1.5.4        Kubus

Page 8: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Kubus merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang sama

ukurannya (Ngapiningsih, 2010).

1.5.5        Balok

Balok merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi panjang.

Setiap pasang persegi panjang sama bentuk dan ukurannya (Ngapiningsih, 2010).

1.5.6        Pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran dengan

menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam

belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan (Made

Wena, 2009).

1.6  Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas untuk

memperlancar pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Adapun lingkup penelitian

ini adalah :

1.6.1        Subyek penelitian

Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F dengan jumlah

32 orang dari siswa SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/201

1.6.2        Obyek penelitian

Obyek penelitian terbatas pada penerapan metode Pembelajaran Berbasis Masalah

pada sub materi pokok kubus dan peningkatkan aktivitas dan prestasi belajar pada siswa

kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.

Page 9: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

1.6.3        Batasan masalah

Penerapan pembelajaran berbasis masalah mencakup dua hal, yakni : Aktivitas

Belajar dan Prestasi belajar siswa, selain itu peneliti membatasi permasalahan pada

beberapa aspek, yaitu :

1.6.3.1.         Penelitian dibatasi hanya pada materi pokok kubus.

1.6.3.2.         Kriteria keberhasilan pembelajaran materi pokok kubus, jika daya serap siswa mencapai

ketuntasan belajar yang diterapkan oleh Depdiknas yaitu ≥85 % dari siswa memperoleh

skor 60 atau lebih dari seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian ini.

Page 10: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1    Landasan Teori

2.1.1        Pengertian pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang

berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual yaitu sebuah strategi pembelajaran yang

mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut

digunakan, serta hubungannya dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa

belajar (Nur,2000).

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan dikembangkan

untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalahan

dan ketrampilan intelektual ; belajar menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri

melalui pengalaman nyata. Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah

menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan

lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka (Ibrahim

dan Nur, 2000).

Moffit (2001) dalam (Nurhadi, 2003) menyatakan bahwa Problem Based

Instruction (pembelajaran berdasarkan masalah) merupakan suatu model pengajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar

tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat

Page 11: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan ketrampilan dan

konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan

informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis dan mempresentasikan.

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk

pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk

memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan

mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk

mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002).

Peran seorang guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan

masalah-masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan

dan dialog. Hal yang paling penting, guru itu menerapkan scaffolding (suatu kerangka

dukungan) yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual. Pembelajaran

berdasarkan massalah tidak dapat terlaksana kecuali guru menciptakan lingkungan kelas

yang di dalamnya dapat terjadi suatu proses pertukaran dan berbagi ide secara terbuka,

tulus, dan jujur (Nur, 2008).

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL)

adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran

yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan

memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-

kenyataan sebagai berikut:

2.1.1.1  Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya

kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.

Page 12: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

2.1.1.2  Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam

ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan

belajar.

2.1.1.3 

2.1.2        Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah

Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997),

antara lain :

2.1.2.1  Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran

yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk

pembelajarannya.

2.1.2.2  Pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan

pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan

kesimpulan yang benar dan nyata.

2.1.2.3  Belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan

siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting

dalam konsteks kehidupan nyata.

Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti

metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

2.1.3        Ciri-ciri pembelajaran berdasarkan masalah

ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001),

antara lain :

2.1.3.1      Pengajuan pertanyaan atau masalah.

2.1.3.2      Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.

Page 13: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

2.1.3.3      Penyelidikan autentik.

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan

penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian yata terhadap masalah nyata. Mereka

harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan

membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika

diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

2.1.3.4      Menghasilkan produk dan memamerkannya.

2.1.3.5      Kolaborasi.

Menurut Agus dalam buku cooperative learning, strategi pembelajaran berbasis

masalah terdiri dari 5 fase atau langkah. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan

tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan

pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan. Sintaks PBL adalah sebagai berikut :

Menurut Johnson dalam suchaini (2008) mengemukakan 5 langkah strategi PBL

melalui kegiatan kelompok :

1.             Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang

mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.

Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu

hangat yang menarik untuk dipecahkan.

2.             Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta

menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang

dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam

diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-

Page 14: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang

diperkirakan.

3.             Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan

melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir

mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang

dapat dilakukan.

4.             Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang

strategi mana yang dapat dilakukan.

5.             Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah

evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi

terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan (Wina, 2008).

Menurut John Dewey, penyelesaian masalah dilakukan melalui 6 tahap :

Berdasarkan pendapat dari ketiga tokoh tersebut, maka dapat di simpulkan

bahwa sintaks strategi pembelajaran berbasis masalah terdiri dari memberikan orientasi

permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses

pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil

karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil.

Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan

individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang

akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya

pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya

Page 15: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada

siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna dan dapat memberikan kemudahan

kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Nurhadi, 2003).

Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1.      Pengajuan pertanyaan atau masalah

Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau

ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan

pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting

dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

2.      Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam

pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3.      Penyelidikan autentik

Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis

dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan

eksperimen jika diperlukan, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan.

4.      Menghasilkan produk/karya dan dipamerkan

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu

dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili

bentuk penyelsaian masalah yang mereka temukan.

Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain

(paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama

Page 16: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks

dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan

ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir.

2.1.4        Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan

masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,

pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa

melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar

yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000). Menurut Sudjana manfaat khusus yang

diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah

membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas

pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di

sekitarnya.

2.1.5        Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah

Menurut Ibrahim (2003), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas

tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:

2.1.5.1.         masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan

nyata sehari-hari.

2.1.5.2.         /membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan

eksperimen/ percobaan.

2.1.5.3.         dialog siswa.

2.1.5.4.         belajar siswa.

Page 17: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

2.1.6        Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah

Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah menurut Yazdani (2002) dalam

(Nur, 2008) adalah sebagai berikut :

2.1.6.1            Menekankan pada makna, bukan fakta.

Dengan mengganti ceramah dengan forum diskusi, pemonitoran guru, dan

penelitian kolaboratif, siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran bermakna.

2.1.6.2            Meningkatkan pengarahan dini.

Ketika siswa berupaya keras mencari solusi atas masalah kelas mereka, mereka

cenderung menganggap tanggung jawab untuk pem belajaran mereka meningkat.

2.1.6.3           Pemahaman lebih tinggi dan pengembangan keterampilan yang lebih baik.

Siswa dapat berlatih pengetahuan dan keterampilan dalam konteks fungsional,

sehingga diharapkan mereka akan lebih baik dalam penerapan pengetahuan dan

keterampilan itu dalam bekerja kelak.

2.1.6.4           Keterampilan-keterampilan interpersonal dan kerja tim

Metode ini mengutamakan interaksi antara siswa dan keterampilan-keterampilan

interpersonal.

2.1.6.5           Sikap memotivasi diri sendiri

Siswa berpikir pembelajaran berdasarkan masalah lebih menarik, merangsang,

menyenangkan, dan PBM menawarkan cara belajar yang lebih fleksibel dan mengasuh.

2.1.6.6           Hubungan guru-siswa

Dosen juga memandang pembelajaran berdasarkan masalah lebih menekankan

pada pembimbingan dan merupakan pembelajaran yang menyenangkan, dan yakin bahwa

peningkatan kontak antara siswa itu bermanfaat bagi pertumbuhan kognitif siswa.

Page 18: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

2.1.6.7           Tingkat pembelajaran.

Mahasiswa-mahasiswa kesehatan yang belajar dengan model pembelajaran

berdasarkan masalah memperoleh skor lebih baik dari pada mahasiswa-mahasiswa

tradisional dalam keterampilan-keterampilan belajar, pemecahan masalah, teknik-teknik

evaluasi diri, pengumpulan data, ilmu perilaku, dan hubungan mereka dengan masalah-

masalah sosial-emosional pasien.

2.1.7        Pengertian belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.

Menurut pengertiann ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan

suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu

yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan

pengubahan kelakuan.

Dalam praktek pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi

merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk

segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berebeda dan cocok

untuk situasi tertentu. Gagne (1970) mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu

kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne belajar

mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam masing-

masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.

Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut :

2.1.7.1       Belajar isyarat (signal learning)

Belajar isyarat mirip dengan respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan

telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian

Page 19: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam

ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat

umum, kabur dan emosional. Menurut Therndike (1961), bentuk belajar seperti ini

biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar.

2.1.7.2       Belajar stimulus-respons (stimulus respons learning)

Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional.

Tipe belajar S-R, respons bersifat spesifik.  adalah bentuk suatu hubungan S-R. Mencium

bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S-R.

2.1.7.3       Belajar rangkaian (chaining)

Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai

S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik seperti gerakan dalam

mengikat sepatu.

2.1.7.4       Asosiasi verbal (verbal asosiation)

Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada

sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal “pyramide itu berbangun limas” adalah contoh

tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa pyramide berbangun

limas kalau ia mengetahui berbagai macam bangun, seperti balok, kubus kerucut, atau

yang lainnya.

2.1.7.5       Belajar diskriminasi (discrimination learning)

Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti

membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

2.1.7.6       Belajar konsep (konsep learning)

Page 20: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran

terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat

diklasifikasi berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung,

konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila

orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.

2.1.7.7       Belajar aturan (rule learning)

Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang

dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil. Misalnya

seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segitiga besar sudut seluruhnya 180

derajat.

2.1.7.8       Belajar penyelesaian masalah (problem solving)

Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah

mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang

dihadapinya.

2.1.8        Aktivitas belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang sadar tujuan, artinya sadar diarahkan utnuk

mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan utama dari kegiatan belajar di sekolah adalah

mengalihkan sebagian pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, sehingga

pengetahuan itu menjadi milik siswa (Bharat, 1996).

Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala

sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,

merupakan suatu aktifitas.

Page 21: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara

jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah

satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

2.1.9        Pengertian prestasi belajar

Menurut Badudu dan Zain (2001) dalam kamus umum bahasa Indonesia, prestasi

adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan.

Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan baik

secara individu maupun kelompok dan pretasi tidak akan pernah berhasil apabila seorang

tidak melakukan suatu kegiatan yang diinginkan tersebut. Sedangkan belajar adalah

modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). Belajar

bisa dikatakan sebagai rangkaian kegitan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, psikomotor (Djamarah, 2002).

Menurut pengertian tersebut, belajar merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu

hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas daripada itu, yaitu

mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan

kelakuan. Selanjutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto,

2003). Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh si pembelajar untuk

mendapatkan hasil dari apa yang telah dipelajari dan hasil dari aktivitas belajar ini

menimbulkan terjadinya perubahan dari dalam diri individu pembelajaran itu sendiri.

2.1.10    Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Page 22: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Belajar (khususnya belajar matematika) akan berhasil baik bila faktor-faktor berikut

dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Faktor-faktor tersebut adalah : Peserta didik,

pengajar, prasarana dan sarana, penilaian (Hudoyo, 1987).

Faktor-faktor tersebut diatas,akan dijelaskan secara singkat satu persatu.

2.1.10.1          Peserta didik

Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung pada peserta

didik.Misalnya bagaimana kemampuan dan kesiapan pesrta didik untuk mengikuti

kegitan belajar matematika,bagaimana sikap dan minat peserta didik terhadap

matematika,disamping itu juga bagaimana kondisi peserta didik misalnya kondisi

psikologisnya,seorang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan lebih baik belajarnya

daripada orang dalam keadaan lelah.Kondisi fisikologisnya seperti perhatian

pengamatan,ingatan dan sebagainya juga berpengaruh terhadap kegitan belajar

seseorang.Intelegensinya juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya.

2.1.10.2          Pengajar

Pengajar melaksanakan kegiatan mengajar sehingga proses belajar dapat

berlansung efektif. Kemampuan pengajar dalam menyampaikan matematika dan

sekaligus menguasai materi yang di ajarkan sangat mempengaruhi proses belajar.

Kepribadian, pengalaman, dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika juga

berpegaruh terhadap efektifitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara

penyampaian merupakan isyarat yang tidak dapat di tawar lagi bagi pengajar matematika.

Seseorang yang tidak menguasai materi yang akan di ajarkan tidak mungkin ia dapat

mengajar matematika dengan baik. Demikian juga seorang pengajar yang tidak

Page 23: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

menguasai berbagai cara penyampaian, ia hanya mengejar terselesaikannya bahan yang

di ajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik.

2.1.10.3          Sarana dan prasarana

Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat Bantu belajar merupakan

fasilitas belajar yang sangat penting. Demikian pula prasarana yang mapan seperti

ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih

memperlancar proses belajar. Penyediaan sumber belajar yang lain, seperti majalah

tentang pengajaran matematika, laboratorium matematika, dan lain-lain akan

meningkatkan kualitas belajar peserta didik.

2.1.10.4          Penilaian

Penilaian digunakan disamping untuk melihat bagaimana hasil belajarnya, juga

untuk melihat bagaimana berlangsunnya interaksi anatara pengajar dan peserta didik.

Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan

memperbaiki hasil belajar. Disamping itu, penilaian juga mengacu kepada proses belajar.

Hasil belajar yang di capai siswa, banyak dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu

sendiri dan lingkungan belajar terutama kualitas pengajaran. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat yang dikemukan oleh Clark dalam Sudjana (1995) Bahwa “hasil belajar siswa

disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh

lingkunganya”. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh metode atau strategi yang

digunakan oleh pengajar. Dalam hal ini agar prestasi belajar dapat tercapai maka pengajar

harus menggunakan berbagai macam metode dan salah satu metode yang digunakan

adalah penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah.

Page 24: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan dalam

tingkah laku kecakapan.Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata

lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung dari bermacam-macam faktor yang

mempengaruhinya.

Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1      Faktor yang ada pada diri individu itu sendiri :

a.             Kematangan /pertumbuhan

b.             Kecerdasan/intelegensi

c.             Latihan dan ulangan

d.            Motivasi

e.             Sifat-sifat pribadi seseorang

2      Faktor yang ada diluar individu :

a.             Keadaan keluarga

b.             Guru dan cara mengajar

c.             Alat-alat pelajaran

d.            Motivasi sosial

e.             Lingkungan dan kesempatan (Purwanto, 2002)

2.1.11    Kubus

Kubus merupakan sebuah bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang

sama ukurannya. Penamaan suatu kubus berdasarkan titik sudutnya, berurutan dari

bidang alas ke bidang tutup. Kubus di bawah ini disebut kubus ABCD.EFGH.

Gambar 2.1 (kubus ABCD.EFGH)

Page 25: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

2.1.11.1  Unsur-unsur kubus

Beberapa unsur kubus adalah sisi, rusuk dan titik sudut. Kubus mempunyai 6 sisi,

12 rusuk dan 8 titik sudut.

1.         Sisi kubus

Sisi kubus adalah bidang persegi yang membatasi bangun ruang kubus.

Kubus ABCD.EFGH di atas dibatasi oleh bidang ABCD, ABFE, BCGF, CDHG,

ADHE, dan EFGH. Bidang-bidang tersebut disebut sisi-sisi kubus ABCD.EFGH.

Gambar 2.2 (sisi, rusuk, dan titik sudut kubus)

Rusuk kubus

Rusuk kubus adalah ruas garis yang merupakan perpotongan dua sisi pada sebuah

kubus. Rusuk kubus ABCD.EFGH di atas (gambar 2.2) adalah AB, BC, CD, AD, AE,

BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan EH.

3.         Titik sudut kubus

Titik sudut kubus adalah titik potong antara tiga rusuk pada kubus. Titik sudut

ABCD.EFGH pada gambar 2.2 di atas adalah A, B, C, D, E, F, G, dan H.

2.1.11.2  Diagonal bidang, diagonal ruang, dan diagonal pada kubus

1.         Diagonal bidang

Diagonal bidang kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang

berhadapan pada setiap bidang atau sisi kubus.kubus mempunyai 12 diagonal bidang

yang sama panjang. Diagonal pada kubus ABCD.EFGH adalah AC, BD, AF, BE, BG,

CF, CH, DG, AH, DE, EG, dan FH.

Gambar 2.3 (diagonal bidang kubus)

Page 26: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

2.         Diagonal ruang

Diagonal ruang pada kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut

yang berhadapan dalam satu ruang pada kubus. Kubus mempunyai 4 diagonal ruang yang

sama panjang. Diagonal ruang pada kubus ABCD.EFGH adalah AG, BH, CE, dan DF.

Gambar 2.4 (diagonal ruang kubus)

3.         Bidang diagonal

Bidang diagonal pada kubus adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk kubus yang

saling berhadapan pada kubus. Kubus mempunyai 6 bidang diagonal yang sama luas,

yaitu ABGH, BCHE, CDEF, ADGF, ACGE, dan BDHF.

Gambar 2.5 (diagonal bidang kubus)

2.1.11.3  Jaring-jaring kubus

Apabila kubus diiris sepanjang rusuk EH, EF, FB, BA, HG, GC, dan CD, kemudian

dinding-dinding (sisi-sisi) direbahkan mendatar, diperoleh bentuk seperti gambar 2.6.

Bentuk itu dinamakan jaring-jaring kubus. (Ngapiningsih dkk, 2010:46)

Gambar 2.6 (jaring-jaring kubus)

2.2    Kerangka Berpikir

Observasi yang dilakukan di SMP Negeri 9 Mataram menunjukkan bahwa

aktivitas dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang. Hal ini tampak

dari kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab

pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang berdampak pada hasil belajar pada tiap-

tiap materi yang diajarkan. Data ketuntasan siswa kelas VIII pada semester ganjil tahun

pelajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal terendah ada pada kelas

Page 27: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

VIII F. Daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang telah diajarkan baik oleh

peneliti maupun guru matematika masih dibawah kriteria ketuntasan minimal yang

ditetapkan sekolah sebesar 60.

Berdasarkan data nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VIII pada beberapa

materi pokok yang telah diajarkan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010,

terlihat bahwa daya serap siswa pada materi pokok kubus dan balok belum mencapai

kriteria ketuntasan minimal. Rendahnya daya serap ini diakibatkan oleh beberapa faktor,

salah satunya metode pengajaran yang diterapkan oleh pendidik masih cenderung pasif.

Kemampuan siswa selama ini masih cenderung unruk menghafal fakta-fakta, siswa tidak

mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan

tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan.

Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran

dengan melakukan tindakan yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan

belajar mengajar. Untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada konsep kubus

diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang bisa menghubungkan pengetahuan awal

siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Untuk menjamin pemahaman konsep kubus,

siswa harus membentuk konsep melalui pengalaman sebelumnya, yaitu konsep persegi

dan operasi hitung bilangan bulat yang harus dipahami siswa secara maksimal, karena

materi ini merupakan konsep dasar yang sangat menunjang untuk mempelajari materi

berikutnya khususnya yang berhubungan dengan pengerjaan hitung. Pendekatan belajar

berbasis masalah adalah salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang sedang

dihadapi sekarang. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah

diharapkan agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang

Page 28: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

dipelajarinya, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, dapat

meningkatkan daya serap belajar yang maksimal dalam pembelajaran matematika pada

umumnya dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bangun ruang

khususnya serta dapat mendorong siswa belajar dengan bermakna. Untuk meningkatkan

keaktifan dan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika perlu dilakukan proses

belajar yang lebih baik yaitu dengan memperhatikan perkembangan anak didik melalui

pembelajaran yang digunakan.

Berdasarkan uraian diatas maka penerapan pembelajaran berbasis masalah

dianggap perlu untuk membantu dalam rangka memahami konsep atau isi pelajaran guna

meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

2.3    Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas, maka

hipotesis tindakan penelitian ini adalah : Dengan menerapkan pembelajaran berbasis

masalah pada materi pokok kubus dan balok dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi

belajar siswa kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011.

Page 29: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh

guru/peneliti di dalam kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga

hasil belajar siswa menjadi meningkat. Metode penelitian tindakan kelas ini menekankan

pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah kelas sehingga mampu

memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar mengajar. Penelitian tindakan kelas

merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang

sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut

diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto,

2008)

3.2  Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

mengolah data hasil belajar, sedangkan Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengolah

data hasil wawancara dan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran.

3.3  Tempat dan Waktu Penelitian

3.3.1        Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 9 Mataram

3.3.2        Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II Tahun pelajaran 2010/2011.

3.4  Rancangan Penelitian

Page 30: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Penelitian tindakan Kelas (PTK) yang dimaksud direncanakan dalam 2 (dua)

siklus. Setiap siklus terdiri dari 5 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi,

evaluasi dan refleksi. Berikut akan diuraikan tentang alokasi waktu kegiatan

pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

Untuk lebih jelasnya secara rinci prosedur tindakan ini dijabarkan sebagai berikut:3.4.1.      Siklus I

3.4.1.1.      Perencanaan Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah:

a.       Menyiapkan Skenario Pembelajaran (SP).b.      Menyiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa dan guru selama

pembelajaran berlangsungc.       Peneliti mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah kepada guru matematikad.      Membentuk kelompok yang heterogen baik dari segi kemampuan akademik, suku dan

jenis Kelamin yang terdiri dari 4 sampai 5 orange.       Menyusun lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi.f.       Mendesain alat evaluasi dalam bentuk tes essayg.      Merencanakan analisis hasil tes

3.4.1.2.      Pelaksanaan tindakanDalam tahap pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah melaksanakan skenario pembelajaran berbasis masalah yang telah disusun dan guru sebagai observer. Tahap-tahap pelaksanaan tindakan antara lain: a) Pendahuluan, b) pengembangan, c) penerapan, d) penutup.

3.4.1.3.      ObservasiKegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati kegiatan guru dan aktivitas siswa.

3.4.1.4.      EvaluasiKegiatan evaluasi dilakukan setelah akhir setiap siklus dengan memberikan tes soal essay yang dikerjakan secara individual.

3.4.1.5.      RefleksiHasil yang diperoleh dari observasi dan hasil evaluasi belajar siswa dikumpulkan serta dianalisis, sehingga dari hasil tersebut peneliti dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi, yaitu: identifikasi kekurangan, analisis sebab kekurangan sehingga dapat menentukan perbaikan pada siklus berikutnya.

3.4.2.      Siklus IIJika refleksi siklus I memperoleh hasil yang kurang optimal maka pada siklus II

perlu melakukan revisi atau perbaikan/penyempurnaan pada siklus sebelumnya.

3.5 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 31: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

3.5.1.           Skenario pembelajaran (SP) dan lembar observasi Skenario pembelajaran dan lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru.

3.5.2.           Tes evaluasi hasil belajar berbentuk uraian (essay)Instrumen ini disusun oleh peneliti yang sudah disetujui guru dengan berpedoman

pada kurikulum dan buku paket matematika. Tes hasil belajar digunakan essay, yang diambil dari beberapa buku paket, ini dibuat guna mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa dalam menguasai materi yang telah disampaikan, pengamatan dilakukan oleh teman peneliti dan guru matematika untuk mengetahui keberhasilan tindakan. 3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.6.1.      Sumber data Sumber data penelitian ini berasal dari guru, dan siswa Kelas VIII semester II SMP

Negeri 9 Mataram.3.6.2.      Jenis data

Jenis data yang didapatkan adalah kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari: Data evaluasi hasil belajar siswa (data kuantitatif) Data aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru (data kualitatif)

3.6.2.3.   Data hasil observasi pelaksanaan pembelajaran (data kualititatif)

3.6.3.      Cara pengambilan dataCara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:

3.6.3.1.      Data hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada siswa setiap akhir siklus.

3.6.3.2.      Data tentang situasi belajar mengajar diperoleh dari lembar observasi.3.6.3.3.      Data tentang bagaimana tanggapan subjek terhadap proses pembelajaran diperoleh dari

pedoman wawancara dengan guru bidang studi yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan di lapangan.3.7 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas ini dianalisis dengan cara

penilaian aktivitas siswa dan guru secara klasikal dan individu. Untuk lebih jelasnya

diuraikan sebagai berikut:

3.7.1.      Data hasil observasi siswaData hasil observasi siswa dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

3.7.1.1.    Menentukan skor yang diperolehSkor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh siswa dari sejumlah indikator yang diamati dengan aturan sebagai berikut:Skor 4 diberikan jika 76% - 100% yang melakukan deskriptorSkor 3 diberikan jika 51% - 75% yang melakukan deskriptor

Page 32: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Skor 2 diberikan jika 21% - 50% yang melakukan deskriptorSkor 1 diberikan jika 10% - 20% yang melakukan deskriptor

3.7.1.2.    Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal.MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah)SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah)Keterangan:MI : Mean IdealSDI : Standar Deviasi Ideal

3.7.1.3.    Menentukan kriteria aktivitas belajar siswa.Kriteria aktifitas belajar siswa adalah sebagai berikut:

3.7.2.      Data hasil observasi guruData hasil observasi guru selama pembelajaran berlangsung dianalisis dengan

langkah-langkah sebagai berikut:3.7.2.1. Menentukan skor yang diperoleh

Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh guru dari sejumlah indikator yang diamatiSkor 4 diberikan jika 3 deskriptor yang nampakSkor 3 diberikan jika 2 deskriptor yang nampakSkor 2 diberikan jika 1 deskriptor yang nampakSkor 1 diberikan jika tidak ada deskriptor nampak yang dilakukan oleh guru. (Nurkencana, 1999)

3.7.2.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah)SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah)Keterangan:MI : Mean IdealSDI : Standar Deviasi Ideal

3.7.2.3. Menentukan criteria aktivitas guru.Kriteria aktifitas belajar guru adalah sebagai berikut: (Nurkencana, 1999)

3.7.3.      Data tes hasil belajarSetelah memperoleh data tes hasil belajar, maka data tersebut dianalisa dengan

mencari ketuntasan belajar dan daya serap, kemudian dianalisa secara kuantitatif.

3.7.3.1.        Ketuntasan Individu.Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 60. Nilai ketuntasan minimal sebesar 60 dipilih karena sesuai dengan kemampuan individu, hal ini sesuai dengan standar ketuntasan belajar siswa pada SMP Negeri 9 Mataram.

3.7.3.2.        Ketuntasan Klasikal.Data tes hasil belajar proses pembelajaran dianalisis dengan menggunakan analisis ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 85% dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 keatas. Dengan rumus ketuntasan belajar klasikal adalah:

KK =  x 100 %Dimana:

Page 33: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

KK = Ketuntasan klasikalX = Jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas Z = Jumlah seluruh siswa (Nurkencana, 1999)

Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika ≥85% siswa memperoleh skor minimal 60 yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.

3.8 Indikator Penelitian

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

3.8.1  Prestasi belajar siswa dikatakan meningkatkan apabila ketuntasan klasikal pada tiap-tiap

siklus meningkat.

3.8.2  Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat

adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari minimum aktivitas belajar siswa

berkategori aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, Prof. 2006. Prosedur Penelitia . Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto Suharsimi, Prof. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Arikunto, S., 2000. Manajemen Penelitian : Depdikbud. Jakarta.

Delisle Robert. 1997. How to use Problem-Based Learning In The Classroom. Virginia :

Association for Supervision and Curriculum Depelopment.

Depdikbud, 1995. Petunjuk Teknis Penilaian. Depdikbud. Jakarta.

I Wayan Winaja, M.Si, dkk. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi. Mataram : Fakultas Pendidikan

Matematika dan IPA IKIP Mataram.

Page 34: Penerapan pembelajaran berbasis masalah

Ibrahim Muslimin dan Nur Mohamad.,2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah : Universitas

Negeri Surabaya.

Irzani. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bantul : Media grafindo.

Linda Torp and Sara Sage. 2002. Problems as Possibilities. Virginia : Association for Supervision

and Curriculum Depelopment.

Margono S, Drs. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.

Mohamad Nur, Prof. Dr. 2008. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Universitas

Negeri Surabaya.

Ngapiningsih, dkk. 2010. Matematika untuk SMP/MTs. Klaten : Intan Pariwara.

Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad.,2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and

Learning/ CTL ) dan Penerapannya Dalam KBK.

Nurkencana, Sumartana, 1990. Evaluasi Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya

Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Oon-Seng Tan, Ph.D, dkk. 2003. Problem-Based Learning Innovation. Singapore : A Division of

Cengage Learning Asia Pte Ltd.

Sugiyono, Prof. Dr. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suryanti, dkk. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Tilaar, Prof. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Uno B Hamzah, Dr. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara