140
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan tanah dapat menimbulkan beberapa fungsi tanah, yaitu fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Fungsi ekonomis atas tanah dimana tanah berfungsi untuk mendirikan rumah, diperjualbelikan, disewakan atau dikontrakkan dan lain sebagainya. Sedangkan tanah dalam fungsi sosial adalah hak atas tanah yang dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum, tidak semata mata boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi dengan sewenang wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat ataupun mentalitas tanah tersebut sehingga tidak ada manfaatnya. 1 Secara aksiologis, tanah sangat berguna bagi kehidupan manusia karena tanpa tanah manusia tidak bisa hidup. Sejarah perkembangan atau kehancurannya ditentukan oleh tanah, masalah tanah dapat menimbulkan persengketaan dan peperangan yang dahsyat karena manusia- manusia atau sesuatu bangsa ingin menguasai tanah orang/bangsa lain karena sumber-sumber alam yang terkandung di dalamnya”. 2 Manusia akan dapat hidup senang serba berkecukupan jika mereka mampu menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tenteram dan damai kalau mereka dapat menggunakan hak-hak 1 K. Wantjik Saleh, 1997, Hak Anda Atas Tanah , Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.16. 2 G.Kartasapoetra, dkk, 1991, Hukum Tanah : Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1.

pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

  • Upload
    vutuyen

  • View
    249

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan antara manusia dengan tanah dapat menimbulkan beberapa

fungsi tanah, yaitu fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Fungsi ekonomis atas tanah

dimana tanah berfungsi untuk mendirikan rumah, diperjualbelikan, disewakan

atau dikontrakkan dan lain sebagainya. Sedangkan tanah dalam fungsi sosial

adalah hak atas tanah yang dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum, tidak

semata – mata boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi dengan sewenang –

wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat ataupun mentalitas tanah

tersebut sehingga tidak ada manfaatnya.1Secara aksiologis, tanah sangat berguna

bagi kehidupan manusia karena tanpa tanah manusia tidak bisa hidup. Sejarah

perkembangan atau kehancurannya ditentukan oleh tanah, masalah tanah dapat

menimbulkan persengketaan dan peperangan yang dahsyat karena manusia-

manusia atau sesuatu bangsa ingin menguasai tanah orang/bangsa lain karena

sumber-sumber alam yang terkandung di dalamnya”.2 Manusia akan dapat hidup

senang serba berkecukupan jika mereka mampu menggunakan tanah yang

dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia

akan dapat hidup tenteram dan damai kalau mereka dapat menggunakan hak-hak

1K. Wantjik Saleh, 1997, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta,hal.16.

2G.Kartasapoetra, dkk, 1991, Hukum Tanah : Jaminan UUPA bagiKeberhasilan Pendayagunaan Tanah, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1.

Page 2: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

2

dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum

yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam bermasyarakat. Hukum

alam telah menentukan bahwa :

a. Keadaan tanah yang statis itu akan menjadi tempat tumpuan manusia yang

tahun demi tahun akan berkembang dengan pesat.

b. Pendayagunaan tanah dan pengaruh-pengaruh alam akan menjadikan

instabilitas kemampuan tanah tersebut. 3

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah dalam kehidupan manusia

mempunyai peranan yang sangat penting baik karena sifatnya yang tetap maupun

sebagai tempat tinggal. Sehubungan dengan ini, Surojo Wignjodipuro,

mengemukakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan tanah itu memiliki

kedudukan yang sangat penting yaitu : 4

a. Karena sifatnya.

Yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami

keadaan yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap dalam keadaannya,

bahkan terkadang menjadi lebih menguntungkan. Contohnya : sebidang tanah

itu dibakar, di atasnya terdapat bom, tanah tersebut tidak akan lenyap; setelah

api padam ataupun setelah pemboman selesai sebidang tanah tersebut akan

muncul kembali tetap berwujud tanah seperti semula. Jika dilanda banjir

misalnya, setelah airnya surut muncul kembali sebagai sebidang tanah yang

lebih subur dari semula.

3Ibid.4Surojo Wignjodipuro, 1982, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat,

PT.Gunung Agung, Jakarta, hal. 197.

Page 3: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

3

b. Karena fakta :

Yaitu suatu kenyataan, bahwa tanah itu :

− merupakan tempat tinggal persekutuan.

− memberikan penghidupan kepada persekutuan.

− merupakan tempat di mana para warga persekutuan yang meninggal

dunia dikebumikan.

− merupakan pula tempat tinggal kepada dayang-dayang pelindung

persekutuan dan roh para leluhur persekutuan.

Dengan demikian, di atas tanah manusia “dapat mencari nafkah seperti

bertani, berkebun dan berternak. Di atas tanah pula manusia membangun rumah

sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan lainnya untuk

perkantoran dan sebagainya. Tanah juga mengandung berbagai macam kekayaan

alam yang dapat dimanfaatkan manusia”.5

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (selanjutnya disingkat UUPA) pada pokoknya menentukan jenis-jenis hak

atas tanah yang dapat dimiliki oleh subyek hukum. Beberapa diantaranya yaitu:

Hak Milik, Hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak

membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk

dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta

hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

Namun lebih lanjut yang akan dibahas adalah mengenai Hak Milik atas tanah.

5Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum DalamPengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 45.

Page 4: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

4

Hak Milik adalah hak atas tanah yang paling kuat, sesuai dengan

penjelasan UUPA bahwa pemberian sifat terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa

hak itu merupakan hak yang mutlak tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat,

sebagaimana hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dahulu, karena sifat

yang demikian tentu akan bertentangan dengan hukum adat dan fungsi sosial dari

tiap-tiap hak. Kata terkuat dan terpenuh itu untuk membedakan dengan hak atas

tanah yang lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah

yang dapat dimiliki orang, hak miliklah yang paling terkuat dan terpenuh.6 Hak

Milik adalah hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepada pemiliknya

untuk memberikan kembali suatu hak lain diatas bidang tanah hak milik yang

dimilikinya tersebut (dapat berupa hak guna bangunan, hak pakai, dengan

pengecualian hak guna usaha), yang hampir sama dengan kewenangan negara

(sebagai penguasa) untuk memberikan hak atas tanah kepada warganya. Hak ini

meskipun tidak mutlak sama, tetapi dapat dikatakan mirip dengan eigendom, atas

tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat

KUHPer), yang memberikan kewenangan yang paling luas pada pemiliknya,

dengan ketentuan harus memperhatikan ketentuan Pasal 6 UUPA, yang

menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Peralihan atau pemindahan hak yaitu berpindahnya Hak Milik atas tanah

dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum,

yaitu: jual-beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalam modal

perusahaan. Setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk

6A.P. Parlindungan, 1998, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disebut A.P. Parlindungan I), hal. 137

Page 5: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

5

jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT).Dengan merujuk pada Pasal 23Ayat (1) UUPA, mewajibkan

peralihan hak ini untuk didaftarkan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional

kabupaten/kota setempat untuk dicatat di dalam buku tanah dan dilakukan

perubahan nama dalam sertipikat dari pemilik tanah yang lama kepada pemilik

tanah yang baru.

Peralihan hak milik atas tanah karena proses jual beli dapat dilakukan

dengan berbagai cara baik itu dilakukan dengan cara pembayaran tunai mapun

pihak pembeli tanah dapat meminta bantuan dari pihak bank untuk mendanai

pembayaran tanah tersebut. Dalam proses yang kedua ini yang dimaksud dengan

meminta bantuan kepada bank adalah dengan cara peminjaman sejumlah dana

atau yang biasa dikenal dengan istilah kredit.

Bank memiliki peran dalam bidang bisnis untuk menyimpan dana

masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kembali ke masyarakat. Berdasarkan

pengertian bank sebagimana diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan Juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut

UU Perbankan), maka ada dua fungsi utama bank yaitu :

a. Menghimpun dana dari masyarakat

Fungsi utama perbankan adalah melakukan penghimpunan dana dari

masyarakat. Dana yang dikumpulkan oleh bank pada dasarnya berasal dari

beberapa sumber, yaitu dari masyarakat yang mempunyai kelebihan pendapat

dalam bentuk : simpanan giro, simpanan deposito, tabungan, dana yang

Page 6: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

6

mengendap sebagai akibat pembukaan L/C, dana jaminan garansi bank,

pengiriman uang nasabah yang belum diambil dari lembaga-lembaga

penanaman modal yang mempunyai kelebihan dana sementara.

b. Memberikan kredit

Selain menghimpun dana dari masyarakat bank mempunyai fungsi

memberikan atau menyalurkan kredit (pinjaman) kepada masyarakat. Dengan

dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat, maka selanjutnya bank

menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit.

Pemberian kredit oleh bank dapat berupa kredit jangka pendek yang

memberikan pengaruh langsung terhadap pasar uang, atau kredit jangka

menengah dan panjang yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pasar

modal dalam arti luas.7

Pemberian kredit dilihat dari sudut bahasanya berarti kepercayaan, dalam

arti bahwa apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari Bank

maka orang atau badan hukum tersebut mendapat kepercayaan dari bank. dalam

hal pemberian kredit adanya persyaratan penyertaan barang jaminan oleh debitur,

yang pelaksanaan dilakukan pada saat pengikatan jaminan yaitu pada saat akad

kredit. Bank umumnya menerima barang jaminan berupa : hak-hak atas tanah,

rumah/bangunan, deposito, emas, kendaraan, piutang dagang, mesin-mesin

pabrik, bahan baku, stok barang dagangan, saham dan masih banyak lagi. Hak

atas tanah merupakan jaminan yang lebih diminati oleh bank, karena hak atas

tanah dapat memberikan kepastian dan perlindungan bagi kreditur karena adanya

7Sinungan Muchdarsyah,1990,Manajemen Dana Bank, Rineke Cipta,Jakarta, hal 3.

Page 7: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

7

ketentuan atau dasar hukum yang lebih jelas dan pasti serta nilai ekonomis selalu

meningkat terus.

Tanah sebagai agunan kredit sangat diminati oleh bank, tentunya

mempunyai tujuan yaitu untuk menjamin pelunasan kredit melalui penjualan

agunan secara umum yang dikenal dengan lelang, ataupun dengan cara lain yang

dapat dimungkinkan yaitu secara dibawah tangan dalam hal debitur wanprestasi.

Namun upaya tersebut adalah upaya terakhir sebelumnya telah dilakukan dengan

melalui cara pendekatan kekeluargaan, ataupun peringatan sebelumnya. Sehingga

didapatkan suatu lembaga pengikatan jaminan yang memberikan kepastian dan

perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait.

Hukum Jaminan secara umum yang berlaku di Indonesia, dapat membagi

jaminan atas 2 (dua), yaitu Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan.8

Jaminan kebendaan adalah hak dari kreditur mendapatkan prioritas untuk

memperoleh pelunasan piutangnya didahulukan dari kreditur yang lain.

Sedangkan Jaminan perorangan adalah jaminan perorangan secara pribadi atas

utang tertentu dari seorang debitur. Khusus mengenai jaminan berupa tanah

akhirnya setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, lahir juga Undang-

Undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 51 UUPA yaitu Undang–Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda –

benda yang berkaitan dengan Tanah (yang selanjutnya disebut UUHT).

Benda-benda yang dapat dijadikan jaminan tentunya adalah benda-benda

yang memiliki nilai ekonomis, baik benda tak bergerak yang dapat menjamin

8Habib Adjie, 2000, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan AtasTanah, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disebut Habib Adjie I), hal. 1.

Page 8: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

8

pelunasan utang secara utuh. Salah satu benda jaminan tersebut adalah berupa

tanah melalui haknya.Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran yang

paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit, sebab

tanah pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda

bukti, sulit digelapkann dan dapat dibebani Hak Tanggungan yang memberikan

hak istimewa pada kreditur.9 Namun tidak semua Hak Atas Tanah yang akan

diserahkan sebagai jaminan memiliki dokumen kepemilikan yang sempurna atau

yang sudah bersertipikat atas nama debitur sendiri atau atas nama orang lain

sebagai peminjam. Bukti kepemilikan yang belum sempurna dapat berupa pipil,

Grik, Petuk D selain itu sering pula terjadi hak-hak atas tanah yang akan

diserahkan debitur masih berupa akta jual-beli yang artinya Hak Atas Tanah yang

bersangkutan sudah terdaftar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya

disingkat BPN) namun belum di balik nama atas nama Debitur tersebut.

Bank (kreditur) terlebih dahulu melakukan penelitian dan apabila

dianggap cukup sesuai standar kelayakan pemberian kredit dengan kriteria bank,

kemudian pihak bank dan pemilik tanah datang ke Kantor Notaris/Pejabat

Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) yang wewenangnya meliputi

daerah dimana tanah tersebut terletak, untuk membuat Akta Pemberian Hak

Tanggungan (selanjutnya disebut APHT). Pemberian Hak Tanggungan itu

dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Akta Pemberian Hak Tanggungan

tersebut ditandatangani oleh pemilik tanah selaku pemberi hak tanggungan,

9Effendi Perangin, 1989, Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah DariSudut Pandang Praktisi Hukum, CV Rajawali, Jakarta, hal. 10

Page 9: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

9

pemegang Hak Tanggungan yaitu pihak bank, dua orang saksi, dan PPAT sendiri.

Selanjutnya APHT ini wajib didaftarkan pada kantor pertanahan yang wilayahnya

meliputi daerah tempat dimana tanah yang dibebani Hak Tanggungan itu terletak

disertai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Pasal 6 dan Pasal 7 UUHT memberikan kepastian hukum kepada

kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan. Pasal 6 UUHT menyatakan bahwa

“Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai

hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut. Kemudian Pasal 7 UUHT menyatakan bahwa “Hak Tanggungan tepat

mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada”.

Substansi dari Pasal 6 UUHT menunjukkan hak yang dipunyai pemegang

Hak Tanggungan untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri

apabila debitur cidera janji. Kemudian Pasal 7 UUHT menunjukkan jaminan

kepentingan pemegang Hak Tanggungan, walaupun objek Hak Tanggungan sudah

berpindah tangan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat

menggunakan haknya untuk mengeksekusi.

Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama

dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan

berlaku sebagai pengganti Groose Acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas

tanah. Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dimaksudkan

untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak

Tanggungan. Sehingga apabila debitur cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti

Page 10: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

10

halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai

dengan Pasal 14 ayat (3) UUHT.10

Hak Tanggungan memang dirancang sebagai hak jaminan yang kuat,

dengan ciri khas eksekusi mudah dan pasti, akan tetapi dalam praktiknya banyak

menimbulkan kendala-kendala. Seperti terjadi dalam hal nasabah bank (debitur)

wanprestasi, dan tanah yang dijadikan jaminan oleh nasabah bank (debitur)

tersebut telah dibangun rumah, kemudian dijual kepada pihak lain (pembeli tanah

dan rumah) yang hasil penjualannya tidak diberikan kepada bank sebagai

kewajiban pembayaran kredit debitur. Jadi dapatlah dikatakan bahwa debitur telah

cidera janji sehingga Bank berhak untuk sekaligus menagih pelunasan atas seluruh

sisa hutang debitur serta untuk setiap saat melaksanakan hak eksekusi atas tanah

dan rumah yang digunakan sebagai jaminan. Pihak bank (kreditur) kesulitan

dalam mengeksekusi jaminan yang telah ditempati oleh pihak lain selaku pembeli

tanah serta rumah yang tetap ingin mempertahankan tanah dan rumah yang telah

dibelinya.

Jaminan yang masih berupa akta jual beli atau belum di balik nama atas

nama debitur saat ini masih bisa diterima sebagai jaminan kredit karena proses

balik nama masih bisa dimungkinkan diselesaikan dengan proses yang tidak

terlalu lama namun dalam menerima jaminan ini bank sebagai pihak kreditur

harus mempertimbangkan matang-matang dan melakukan analisa yang baik

terhadap pihak debitur dan aspek-aspek lainnya karena bank akan memikul resiko

10Ardian Sutedi ,Op.cit hal.118

Page 11: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

11

yang cukup besar dimana pembebanan Hak Tanggungan atas jaminan tersebut

baru dapat dilakukan setelah proses balik nama selesai dilakukan oleh BPN.

Dalam prakteknya pihak BPN rata-rata tidak mampu menyelesaikan balik nama

satu sertipikat dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh UUHT pada pasal 15

ayat (3). Sehingga dengan demikian pihak notaris/PPAT biasanya membuat

pembaharuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disebut

SKMHT) apabila jangka waktu tersebut telah habis dan begitu seterusnya. Maka

para pihak harus kembali datang kehadapan notaris/PPAT untuk membuatkan

SKHMT yang baru.

Dalam pembuatan SKMHT yang objeknya sedang dalam proses balik

nama belum terlahirnya tujuan hukum dimana kepastian hukum mengenai

sertipikat atas Hak Milik atas tersebut sedang dalam proses pengerjaan BPN yang

akan memakan waktu yang cukup lama, sedangkan keadilan hukum mengenai

SKMHT ini sebenarnya tidak memberikan rasa keadilan bagi pihak debitur

dimana debitur telah menandatangani perjanjian baku yang telah dibuatkan oleh

Pihak Bank. Mengenai kemanfataan hukum dimana pembebanan sertipikat yang

sedang dalam proses balik nama dapat saja dibuatkan SKMHT oleh pihak

Notaris/PPAT namun hal akan memakan waktu yang cukup lama karena

Notaris/PPAT akan mengerjakan proses balik nama terlebih dahulu setelah hal

tersebut selesai barulah sertipikat tersebut dapat dibebankan Hak Tanggungan,

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUHT menyebutkan bahwa “Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar

Page 12: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

12

wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-

lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan”. Apabila dalam jangka waktu

tersebut sertipikat belum juga selesai maka SKMHT tersebut akan menjadi gugur

dan tidak dapat dipergunakan untuk pembuatan APHT atas objek jaminan

tersebut. Namun biasanya SKMHT yang sudah habis jangka waktunya akan

diperbaharui lagi dengan dibuatkan SKMHT yang baru di hadapan notaris. Dalam

prakteknya pihak debitur akan menandatangani SKMT dalam beberapa rangkap,

itu dilakukan agar pihak bank dan Notaris/PPAT tidak perlu mendatangkan

debitur. Hal tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan apabila dikemudian hari

hal tersebut dipertanyakan maka tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dalam

UUHT tidak disebutkan berapa kali SKMHT yang dapat diperbaharui oleh

Notaris/PPAT apabila SKMHT yang pertama telah jatuh tempo. Sehingga dalam

UUHT terjadi kekaburan norma mengenai berapa kali SKMHT yang dapat

diperbaharui oleh Notaris/PPAT.

Melihat permasalahan-permasalahan tersebut maka penulis terdorong

untuk mengangkat masalah ini ke dalam Penelitian Hukum yang berjudul

“PEMBEBANAN HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI OBJEK HAK

TANGGUNGAN YANG SEDANG DALAM PROSES BALIK NAMA”. Melalui

penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaturan mengenai Hak Milik Atas

Tanah yang dijadikan objek hak tanggungan, serta akibat hukum bagi penjual

yang tanahnya dijadikan objek hak tanggungan oleh pembeli yang belum dibalik

nama ke nama pembeli.

Page 13: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

13

Setelah ditelusuri judul-judul tesis yang ada di Indonesia melalui

penelusuran dengan media internet, ditemukan judul tesis yang menyangkut

pembebanan hak milik atas tanah dan objek hak tanggungan. Penelitian ini

merupakan penelitian yang masih original atau asli karena belum ada penelitian

secara khusus menulis tesis dengan judul ini meskipun demikian ada sejumlah

tulisan yang mirip tetapi tidak sama secara substansial. Adapun judul beserta

rumusan masalah penelitian lain yang tidak sama dengan penelitian ini adalah:

1. Tesis yang berjudul “Kendala-Kendala Pembebanan Hak Tanggungan

Bagi Tanah Yang Belum Bersertipikat” oleh Ni Luh Gede Purnamawati,

mahasiswa S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universistas Udayana

Denpasar Tahun 2012. Dengan permasalahnya: kapankah terjadinya peristiwa

hukum pembebanan hak tanggungan dari debitur ke kreditur terhadap tanah yang

masih dalam proses pensertipikatan dan apakah kendala-kendala pembebanan hak

tanggungan atas tanah yang dalam proses pensertipikatan. Dalam tesis yang di

bahas berikut ini lebih menekankan pada pembebanan peralihan hak milik atas

tanah yang dijadikan objek hak tanggungan yang sedang dalam proses balik nama.

2. Tesis yang berjudul “Efektivitas Pemberian Hak Tanggungan Terhadap

Hak Atas Tanah Berasal Dari Konversi Hak Lama Yang Belum Terdaftar Dalam

Praktek Perbankan Di Kota Denpasar” oleh I Putu Darma Aditya Westa,

mahasiswa S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universistas Udayana

Denpasar Tahun 2013. Dengan permasalahnya: bagaimana efektivitas

pelaksanaan pemberian hak tanggungan terhadap hak atas tanah berasal dari

konversi hak lama yang belum terdaftar dalam praktek perbankan di kota

Page 14: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

14

Denpasar dan apakah faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemberian hak

tanggungan terhadap hak atas tanah berasal dari konversi hak lama yang belum

terdaftar dalam praktek perbankan di Kota Denpasar. Dalam tesis yang di bahas

berikut ini lebih menekankan pada pembebanan hak milik atas tanah yang

dijadikan objek hak tanggungan yang sedang dalam proses balik nama.

3. Tesis yang berjudul “Proses Pembebanan Hak Tanggungan Terhadap

Tanah Yang Belum Bersertipikat (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Unit

Bekasi Kota)” oleh Nur HAyatun Nufus, mahasiswa S2 Program Studi Magister

Kenotariatan Universistas Diponegoro Semarang Tahun 2010. Dengan

permasalahnya: bagaimana pelaksanaan pembebanan hak tanggungan terhadap

tanah yang belum bersertipikat dan bagaimana penyelesaiannya apabila pemberi

Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertipikat tersebut meninggal dunia

dan memiliki ahli waris, sementara piutang kredtur tidak terbayar. Dalam tesis

yang di bahas berikut ini lebih menekankan pada pembebanan peralihan hak milik

atas tanah yang dijadikan objek hak tanggungan yang sedang dalam proses balik

nama.

4. Tesis yang berjudul “Penetapan Pengadilan Dalam Proses Pelaksanaan

Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Warisan (Studi Kasus Penetapan Nomor

729/PDT.P/2003/PN.SBY Oleh Pengadilan Negeri Surabaya)” oleh Petrus Dibyo

Yuwono, mahasiswa S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universistas

Diponegoro Tahun 2009. Dengan permasalahnya: bagaimanakah cara

penyelesaian secara yuridis mengenai ketidakhadiran seseorang dari salah satu

pihak (penjual) sebelum proses pelaksanaan jualbeli hak milik atas tanah warisan

Page 15: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

15

dilakukan dan bagaimanakah proses pelaksanaan jual beli hak milik atas tanah

warisandengan berdasarkan Penetapan Nomor: 729/Pdt.P/2003/PN.Sby oleh

Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam tesis yang di bahas berikut ini lebih

menekankan pada pembebanan hak milik atas tanah yang dijadikan objek hak

tanggungan yang sedang dalam proses balik nama.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat diambil beberapa rumusan masalah

yang akan dibahas lebih lanjut. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan peralihan hak milik atas tanah sebagai objek hak

tanggungan yang sedang dalam proses balik nama?

2. Bagaimanakah kedudukan pihak kreditur terhadap objek hak tangungan yang

sertipikatnya sedang proses balik nama?

1.3 Tujuan Penelitian

Agar penulisan karya ilmiah ini memiliki maksud yang jelas, maka harus

memiliki suatu tujuan guna mencapai target yang dikehendaki. Adapun tujuan

penelitian ini dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang

bersifat khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melatih diri dalam menyampaikan

pikiran secara tertulis,melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya

pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa mengenai suatu

permasalahan hukum, sebagaimana yang dibahas dalam penelitian ini terkait

Page 16: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

16

dengan pembebanan hak milik atas tanah yang dijadikan objek hak tanggungan

yang sedang dalam proses balik nama. Selain itu penelitian ini juga bertujuan

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan Hukum, khususnya bidang hukum

Kenotariatan, sebagai media untuk mengemukakan pendapat secara tertulis, kritis

dan sistematis serta objektif, serta sebagai pemenuhan syarat untuk menyelesaikan

jenjang strata dua (2) di Magister Kenotariatan Universitas Udayana.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan khusus, untuk mengkaji dan menganalisis lebih

dalam mengenai pengaturan peralihan hak milik atas tanah yang dijadikan

objek hak tanggungan yang sedang proses balik nama. Selain itu bertujuan pula,

untuk mengkaji dan menganalisis mengenai kedudukan kreditur terhadap objek

hak tangungan yang sertipikatnya sedang proses balik nama.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan pasti diharapkan agar dapat memberikan

manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya bidang Hukum Kenotariatan,

memberikan sumbangan yang berarti dalam bentuk kajian kritis, asas-asas, teori-

teori serta kajian teoritis tentang pembebanan hak milik atas tanah yang sedang

dalam proses balik nama. Hal ini secara keilmuan diharapkan dapat membantu

pengembangan teori-teori yang terkait.

Page 17: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

17

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada para pihak yang terkait dengan penulisan dan pembahasan tesis ini. Para

pihak yang dimaksud adalah:

1. Bagi penulis sendiri, disamping untuk penyelesaian studi pada program

Magister Kenotariatan, juga untuk menambah wawasan di bidang Hukum

Kenotariatan mengenai pengaturan peralihan hak milik atas tanah yang

sertipikatnya sedang proses balik nama dijadikan objek hak tanggungan serta

kedudukan kreditur terhadap objek hak tanggungan yang sertifikatnya sedang

dalam proses balik nama.

2. Bagi Perbankan, hasil penelitian ini diharapkan manambah pemahaman

mengenai pembebanan hak tanggungan yang objeknya sedang dalam proses

balik nama agar lebih cermat dan berhati-hati.

3. Bagi pembuat kebijakan, maka diharapkan agar dapat membentuk ketentuan

yang dapat memberikan kejelasan mengenai pengaturan peralihan hak milik

atas tanah yang dijadikan objek hak tanggungan yang sedang dalam proses

balik nama.

1.5 Landasan Teoritis

Duane R.Munette mengemukakan teori adalah seperangkat proposisi atau

keterangan yang saling berhubungan dengan sistem deduksi, yang mengemukakan

penjelasan atas suatu masalah.11Jan Gijssels dan Mark van Hoccke juga

mengemukakan pengertian teori adalah sebuah sistem pernyataan-pernyataan

11H.Salim, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers,Jakarta, hal.9.

Page 18: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

18

(klaim-klaim), pandangan-pandangan dan pengertian-pengertian yang saling

berkaitan secara logikal berkenaan dengan suatu bidang kenyataan, yang

dirumuskan sedemikian rupa sehingga menjadi mungkin untuk menjabarkan

(menurunkan) hipotesis-hipotesis yang dapat diuji.12Adapun teori yang

dipergunakan dalam penulisan ini adalah Teori Perundang-undangan, Teori

Penafsiran Hukum, Teori Perjanjian, dan Konsep Kepastian Hukum sebagai

berikut:

1.5.1 Teori Perundang-undangan

Dalam Teori Perundang-Undangan disebutkan bahwa dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas yang

diperlukan untuk memastikan bahwa suatu perundang-undangan yang dihasilkan

merupakan suatu produk kekuasaan yang berdasarkan konsep negara hukum

secara baik, atau disebut sebagai peraturan perundang-undangan yang baik.13

Adapun asas-asas tersebut antara lain:

1. asas undang-undang tidak berlaku surut;

2. Asas hierarki, atau tata urutan peraturan perundang-undangan menurut

teori jenjang norma hukum atau Stufenbautheorie yang dikemukakan Hans

Kelsen.14 Asas ini menyebutkan bahwa undang-undang yang dibuat oleh

12Ibid.13Bagir Manan, 1992, Dasar-dasar Perundang-Undangan Indonesia,

Penerbit IND-HILL.CO, Cetakan Pertama, Jakarta, hal. 13-1514Natabaya, 2008, Sistem Peraturam Perundang-Undangan Indonesia,

Penerbit Konstitusi Press dan Tatanusa, Jakarta, hal. 23-32.

Page 19: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

19

Penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi

pula.15

3. Asas lex posteriore derogate lex priori (hukum yang baru mengalahkan

hukum yang lama).16

4. Asas hukum lex spesialis derogate legi generalis (hukum yang lebih

khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum jika pembuatnya sama).

Teori Stufenbau adalah teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen,

yang menyatakan bahwa sistem hukum yang berbentuk perundang-undangan

merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum

yang paling rendah harus berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, dan

kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegang pada norma

hukum yang paling mendasar (grundnorm). Menurut Kelsen norma hukum yang

paling mendasar (grundnorm) bentuknya tidak konkrit (abstrak),17 contoh norma

hukum paling dasar dan abstrak adalah Pancasila.

Salah seorang tokoh yang mengembangkan Teori Stufenbau adalah Hans

Nawiasky. Teori Nawiasky disebut dengan theorie von stufenufbau der

rechtsordnung. Susunan norma menurut teori ini adalah:18

1. Norma fundamental negara

2. Aturan dasar negara

3. Undang-undang formal. dan

15Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1986, Bahan P.T.H.I:Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 16.

16 Ibid, hal 17.17Hans Kelsen, 2006, Teori tentang Hukum (Penerjemah Soemadi),

Konstitusi Press, Jakarta, hal. 124-126.18 Ibid.

Page 20: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

20

4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom.

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi

pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar atau (staatsverfassung) dari

suatu negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai

syarat bagi berlakunya suatu konstitusi.

Struktur hierarki tata hukum Indonesia dan dikaitkan dengan Pasal 7

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, struktur tata hukum Indonesia adalah:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketepatan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden; dan

6. Peraturan Daerah, Provinsi, dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten Kota.

Pancasila dilihatnya sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan

pengemudi. Hal ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk

mencapai ide-ide yang tercantum dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk

menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila

sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan

pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari apa yang tercantum dalam Pancasila.

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa keberadaan suatu

norma hukum harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan sudah

Page 21: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

21

semestinya antara tingkatan norma hukum yang satu dan yang lain saling

mendukung dan melengkapi bukan saling mematahkan, atas dasar pancasila

sebagai cita hukum bangsa. Selanjutnya untuk menghasilkan peraturan

perundang-undangan yang baik, juga perlu diperhatikan dari aspek peraturan

peralihan dan ketentuan penutup tentang pemberlakuan atau pengundangannya.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan asas-

asas, selain itu diperlukan pula syarat bahwa suatu perundang-undangan (undang-

undang) harus memiliki :

1. Landasan yuridis, berarti bahwa dalam membentuk undang-undang atau

suatu peraturan perundang-undangan, harus lahir dari pihak yang

mempunyai kewenangan membuatnya (landasan yuridis formal),

mengakuan terhadap jenis peraturan yang diberlakukan (landasan yuridis

material).

2. Landasan sosiologis berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang

diberlakukan harus sesuai dengan keyakinan umum dan kesadaran hukum

masyarakatnya agar ketentuan tersebut dapat ditaati karena pemahaman

dan kesadaran hukum masyarakatnya sesuai dengan hal-hal yang diatur.

3. Landasan filosofis berarti bahwa hukum yang diberlakukan mencerminkan

filsafat hidup masyarakat (bangsa) di mana hukum tersebut diberlakukan

yang intinya berisi nilai-nilai moral, etika, budaya maupun keyakinan dari

Page 22: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

22

bangsa tersebut,19 sebagaimana dikenal dalam adagium quid legex sine

moribus (apa jadinya hukum tanpa moralitas).

Teori Perundang-undangan dalam pengadaan tanah, undang-undang

memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengatur penggunaan tanah,

termasuk untuk kepentingan umum. Teori ini dipergunakan untuk membahas

rumusan masalah pertama yaitu pengaturan peralihan hak milik atas tanah sebagai

objek hak tanggungan yang sedang dalam proses balik nama. Dimana peraturan

mengenai hak tanggungan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Bekaitan

Dengan Tanah apabila ada peraturan yang lainnya dapat mengetahui yang mana

lebih di khususkan atau peraturan yg lebih tinggi dari UUHT.

1.5.2 Teori Penafsiran Hukum

Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-

daalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki

serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.

Untuk menjamin kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan

yang diaanggap kabur normanya, hakim dapat melakukan penemuan-penemuan

nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Selain itu, hakim dapat pula

melakukan interpretasi-interpretasi hukum dalam menyelesaikan kasus yang

dihadapinya, khususnya dalam hal ketentuan undang-undang yang sudah

ketinggalan zaman dan ketentuan undang-undang yang memakai istilah-istilah

19Sukanda Husin, 2009, Hukum dan Perundanga-undangan, PusatPengembangan Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru, hal. 17-18.

Page 23: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

23

yang tidak jelas atau yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-

beda.20Hakim dapat menggunakan beberapa cara penafsiran,antara lain21:

1. Menafsirkan undang-undang menurut arti perkataan (istilah) atau biasa

disebut penafsiran gramatikal. Antara bahasa dengan hukum terdapat

hubungan yang erat sekali. Bahasa merupakan alat satu-satunya yang

dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya. Karena

itu, pembuat undang-undang yang ingin menyatakan kehendaknya secara

jelas harus memilih kata-kata yang tepat. Kata-kata itu harus singkat, jelas

dan tidak bisa ditafsirkan secara berlainan. Adakalanya pembuat undang-

undang tidak mampu memakai kata-kata yang tepat. Dalam hal ini hakim

wajib mencari arti kata yang dimaksud yang lazim dipakai dalam

percakapan sehari-hari, dan hakim dapat menggunakan kamus bahas atau

meminta penjelasan dari ahli bahasa.

2. Menafsirkan undang-undang menurut sejarah atau penafsiran historis.

Setiap ketentuan perundang-undangan mempunyai sejarahnya. Dari

sejarah peraturan perundang-undangan hakim dapat mengetahui maksud

pembuatnya. Terdapat dua macam penafsiran sejarah yaitu penafsiran

menurut sejarah dan sejarah penetapan sesuatu ketentuan perundang-

undangan. Penafsiran secara historis ada dua macam, yaitu:22

20Chainur Arrasjid, 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika,Jakarta, hal. 87

21Yudha Bhakti Ardiwisastra, 2008, Penafsiran dan Konstruksi Hukum,Bandung, PT Alumni, hal. 9

22Chainur Arrasjid, Op.cit, hal. 91

Page 24: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

24

a. Penafsiran menurut sejarah hukum (rechtshistorische

interpretatie) yaitu merupsksn suatu cara penafsiran hukum dengan

jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah perkembangan segala

sesuatu yang berhubungan dengan hukum seluruhnya. Penafsiran

tersebut adalah penafsiran yang luas yang meliputi penafsiran

menurut sejarah penetapan perundang-undangan.

b. Penafsiran menurut sejarah penetapan ketentuan perundang-

undangan (wetshistorische interpretatie) yaitu penafsiran yang

sempit, yaitu dengan cara melakukan penafsiran undang-undang

dengan menyelidiki perkembangannya sejak dibuat dan untuk

mengetahui apa maksud ditetapkannya peraturan itu.

3. Menafsirkan undang-undang menurut sistem yang ada didalam hukum

atau biasa disebut dengan penafsiran sistematik. Perundang-undangan

suatu Negara merupakan kesatuan, artinya tidak sebuah pun dari peraturan

tersebut dapat ditafsirkan seolah-olah ia berdiri sendiri. Pada penafsiran

peraturan perundang-undangan selalu harus diingat hubungannya dengan

peraturan perundangan lainnya. Penafsiran sistematis tersebuit dapat

menyebabkan kata-kata dalma undnag-undang diberi pengertian yang

lebih luas atau yang lebih sempit daripada pengertiannya dalam kaidah

bahasa yang biasa. Hal yang pertama disebut penafsiran meluaskan dan

yang kedua disebut penafsiran menyempitkan.23

23Yudha Bhakti Ardiwisastra, Op.cit.hal 20

Page 25: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

25

4. Menafsirkan undang-undang menurut cara tertentu sehingga undang-

undang itu dapat dijalankan sesuai dengan keadaan sekarang yang ada di

dalam masyarakat, atau biasa disebut dengan penafsiran sosilogis atau

penafsiran teologis. Setiap penafsiran undnag-undang yang dimulai

dengan penafsiran gramatikal harus diakhiri dengan penafsiran sosiologis.

Apabila tidak demikian, keputusan yang dibuat tidak sesuai dengan

keadaan yang benar-benar hidup dalam masyarakat. Karena itu, setiap

peraturan hukum mempunyai suatu tujuan sosial, yaitu membawa

kepastian hukum dalam pergaulan anatar anggota masyarakat. Hakim

wajib mencari tujuan sosial baru dari peraturan yang bersangkutan.

Apabila hakim mencarinya, masuklah ia ke dalam lapangan pelajaran

sosilogi. Melalui penafsiran sosiologi hakim dapat menyelesaikan adanya

perbedaan atau kesenjangan antara sifat positif dari hokum

(rechtspositiviteit) dengan kenyataan hukum (rechtswekelijkheid),

sehingga penafsiran sosiologis atau teologis menjadi sangat penting.24

5. Penafsiran otentik atau penafsiran secara resmi. Adakalnya pembuat

undang-undang itu sendiri memberikan tafsiran tentang arti atau istilah

yang digunakannya didalam perundangan yang dibuatnya. Tafsiran ini

dinamakan tafsiran otentik atau tafsiran resmi. Disini hakim tidak

diperkenakan melakukan penafsiran dengan cara lain selain dari apa yang

telah ditentukan pengertiannya didalan undang-undang itu sendiri.25

24Ibid.25Ibid, hal 20

Page 26: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

26

6. Penafsiran interdisipliner. Penafsiran jenis ini biasa dilakukan dalam suatu

analisis masalah yang menyangkut berbagai disiplin ilmu hukum. Disini

digunakan logika lebih dari satu cabang ilmu hukum, misalnya adanya

keterkaitan asas-asas hukum dari satu cabang ilmu hukum, misalnya

hukum perdata dengan asas-asas hukum publik.26

7. Penafsiran multidisipliner. Berbeda dengan penafsiran interdispliner yang

masih berada dalam rumpun disiplin ilmu yang bersangkutan, dalam

penafsiran multidisipliner seorang hakim harus juga mempelajari suatu

atau beberapa disiplim ilmu lainnya diluar ilmu hukum. Dengan lain

perkataan, disini hakim membutuhkan verifikasi dan bantuan dari lain-lain

disiplin ilmu.27

Teori ini dipergunakan untuk membahas rumusan masalah pertama yaitu

pengaturan peralihan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan yang

sedang dalam proses balik nama. Dengan adanya ketentuan Pasal 15 Ayat (3)

UUHT terdapat norma kabur mengenai berapa banyak pembaharuan mengenai

pembuatan SKMHT jika jangka waktu 1 (satu) bulan yang ditetapkan oleh

undang-undang tidak terlaksana oleh pihak BPN.

1.5.3 Teori Perjanjian

Dalam KUHPerdata hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang

Perikatan, dimana dalam tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan

yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau

26Ibid.27Ibid.

Page 27: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

27

pihak tertentu.28Perjanjian dalam pengaturan Pasal 1313 KUHPer menyebutkan

bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengaitkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.Menurut Abdul

Kadir Muhammad merumuskan kembali definisi Pasal 1313 KUHPer tersebut

sebagai berikut “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau

lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan

harta kekayaan”29

Pasal 1338 menyebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang.” Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi unsur

pada Pasal 1320 KUHPer yaitu:

1. Sepakat mereka mengikatkan diri;

2. Cakap untuk membuat suatu peikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal;

Keempat syarat tersebut harus terpenuhi dengan tidak adanya paksaan

seperti yang disebutkan dalam pasal 1321 KUHPer yaitu “tiada sepakat yang sah

apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan

paksaan (dwang) atau penipuan. Sehingga dalam hal ini jika perjanjian tersebut

ada paksaan dari pihak lain maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.

28R Subekti dan R Tjitrosudibio, 1996, Kitab Undang-Undang HukumPerdata terjemahan Burgerlijk Wetboek, Cet 28, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,hal 323.

29Abdul Kadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,Bandung, hal 34.

Page 28: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

28

Linda A. Spagnola berpendapat mengenai perjanjian, bahwa “A contract

must be certain in its terms. It is generally accepted that there are four elements

that must be certain in a contract in order for there to be a valid offer : parties,

price, subject matter, and time for performance”30. (Terjemahannya: Persyaratan-

persyaratan sebuah kontrak harus pasti. Agar sebuah kontrak dapat dikatakan sah,

terdapat empat elemen yang pada umumnya diterima sebagai sesuatu yang harus

pasti dalam sebuah kontrak, yaitu: para pihak, harga, permasalahan dan waktu

pelaksanaannya).

Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi perjanjian itu adalah suatu

perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan anatara dua pihak, dimana satu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak

melakukan suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksaaan janji

itu.31 Perjanjian juga dapat dipersamakan dengan kontrak. Menurut Catherine

Elliott dan Frances Quinn, bahwa:32

Normally a contract is formed when a effective acceptance has beencommunicated to be offeree. A communication will be treated as an offer if itindicates the terms on which the offeror is prepared to make a contract (suchas the price of the goods for sale), and gives a clear indication that theofferor intends to be bound by those terms if they are accepted by the offeree.Acceptance of an offer means unconditional agreement to all the terms of thatoffer.(Terjemahan bebasnya: Biasanya sebuah kontrak terbentuk ketika penerimaanefektif telah dikomunikasikan kepada pihak penerima penawaran.Komunikasi akan dianggap sebagai penawaran apabila penawaran tersebutmembuat persyaratan-persyaratan yang dibuat oleh pihak yang menawarkan

30 Linda A. Spagnola, 2008, Contacts For Paralegals (Legal Principlesand Practical Applications), McGraw-Hill Companies, United States, hal. 4

31Wirjono Prodjodikoro, 1985. Hukum Perdata Tentang PersetujuanTertentu. Cet.VIII, Sumur, Bandung. hal.11

32Catherine Elliott and Frances Quinn, 2005, Contract Law, PerasonEducation Limited, England, hal. 10

Page 29: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

29

untuk membuat sebuah kontrak (misalnya, harga barang yang akan dijual),dan memberikan pernyataan yang jelas bahwa pihak yang menawarkanbermaksud untuk terikat dengan persyaratan-persyaratan tersebut apabilapersyaratan-persyaratan tersebut diterima oleh pihak penerima penawaran.Penerimaan suatu penawaran berarti kesepakatan tanpa syarat terhadap semuapersyaratan yang ditawarkan tersebut).

Terminologi kontrak adalah, pertama dengan kontrak akan dapat

menunjukkan hak dan kewajiban masing-masing pihak, kedua suatu saat nanti ada

perselisihan antara pihak kontrak ini dapat memutuskan yang mana pihak yang

menyalahi kontrak, sehingga perselisihan itu dapat dipecahkan. Menurut

R.Subekti, dalam bukunya:“The debtor has done something what is in

contravention of the contract, it is obvios that he is default. Also when in the

contract is fixed a time limit for carrying out the duty and the debtor has elapsed

this time limit, it is clear that the debtor is in default”.33(Terjemahan

bebasnya:Debitur yang telah melakukan tindakan yang berlawanan dengan

kontrak itu dinyatakan menyalahi kontrak. Begitu pula apabila dalam kontrak

ditentukan batas waktu pemenuhan kewajiban, akan tetapi debitur tidak

mengindahkan limit waktu tersebut, maka debitur dinyatakan bersalah).

Teori perjanjian menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah perjanjian

mengandung asas kekuatan mengikat. Para pihak tidak semata-mata hanya terikat

sebatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain

sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.34

33 R. Subekti, 1982. Law In Indonesia, Centre For Strategic AndInternational, And Studies. Third Edition, Jakarta. hal.55

34Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan,PT Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam DarusBadrulzaman I), hal.87-88.

Page 30: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

30

Teori perjanjian ini kiranya dapat digunakan untuk mengkaji rumusan

masalah kedua yaitu kedudukan kreditur terhadap objek hak tangungan yang

sertipikatnya sedang proses balik nama yang akan dibebankan hak tanggungan.

Pihak Notaris/PPAT akan membuatkan akta berupa SKMHT agar tanah yang

masih dalam proses balik nama dapat dijadikan objek hak tanggungan.

1.5.4 Konsep Kepastian Hukum

Keberlakuan hukum dalam masyarakat harus memperhatikan kepastian

hukum didalamnya agar hukum tersebut diterima oleh masyarakat. Kepastian

hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten, dan

konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaaan

yang sifatnya subjektif. Kepastian hukum menurut Gustav Radbruch dalam Theo

Huijbers adalah:

Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Olehsebab itu kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, makahukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau jugakurang sesuai dengan tujuan hukum. tetapi terdapat kekecualian, yaknibilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitubesar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum ituboleh dilepaskan.35

Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan

dengan makna kepastian hukum, yaitu :36

1. bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalahperundang-undangan.

2. bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan padakenyataan.

35Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius,Yogyakarta, hal 163.

36http://ngobrolinhukum.com/2013/02/05/memahami-kepastian-dalam-hukum/, diakses tanggal 01 April 2015.

Page 31: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

31

3. bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehinggamenghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudahdilaksanakan.

4. hukum positif tidak boleh mudah diubah.

Menurut Peter Mahmud Marzuki mengenai konsep kepastian hukum

mengemukakan:

Kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan

yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang

boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang bersifat

umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya

berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya

konsistensi dalam putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang

telah diputus.37

Menurut L.JVan Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua segi.

Pertama, mengenai soal dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam

hal-hal uang konkret. Artinya pihak-pihak yang mencari keadilan ingin

mengetahui apakah yang menjadi hukumnya dalam hal yang khusus, sebelum

ia memulai perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum.

Artinya, perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim.38

37Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I)hal 158.

38Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran KerangkaBerfikir PT Revika Aditama, Bandung, hal. 82-83.

Page 32: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

32

Menurut Jan Michiel Otto, kepastian hukum yang sesungguhnya

memang lebih berdimensi yuridis. Untuk itu ia mendefinisikan kepastian

hukum sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu:

a. Tersedia aturan-aturan yang jelas, konsisten dan mudah diperoleh

(accessible), diterbitkan oleh dan diakui negara;

b. Instansi-instansi pemerintahan menerapkan aturan-aturan hukum tersebut

secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;

c. Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan-

aturan tersebut;

d. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan

aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka

menyelesaikan sengketa hukum, dan;

e. Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.39

Lawrence M. Friedmen, berpendapat bahwa untuk mewujudkan kepastian

hukum terdapat unsure-unsur sistem hukum yang harus terpenuhi. Unsur-unsur

sistem hukum itu terdiri dari:40

a. Substansi hukum, yaitu tentang isi daripada ketentuan-ketentuan tertulis

dalam hukum itu sendiri

b. Aparatur hukum, adalah perangkat berupa sistem tata kerja dan pelaksana

daripada apa yang diatur dalam substansi hukum tadi

39Ibid, hal 8540H. Syafruddin Kalo, 2007, “Penegakan Hukum Yang Menjamin

Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan Masyarakat Suatu Sumbangan Pemikiran”,Makalahpada Pengukuhan Pengurus Tapak Indonesia Koordinator DaerahSumatera Utara, Sumatera Utara, Tanggal 27 April 2007, hal 2.

Page 33: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

33

c. Budaya hukum, yaitu yang menjadi pelengkap untuk mendorong

terwujudnya kepastian hukum adalah bagimana budaya hukum masyarakat

atas ketentuan hukum dan aparatur hukumnya. Unsur budaya hukum ini

juga tidak kalah pentingnya dari kedua unsur yang lain karena tegaknya

peraturan-peraturan hukum akan sangat tergantung kepada budaya hukum

masyarakatnya.

Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu.41

Kepastian hukum berkaitan dengan supremasi hukum, karena hukumlah

yang berdaulat. Teori kedaulatan hukum menurut Krabbe42 : bahwa hukumlah

memiliki kedaulatan tertinggi. Bahwa hukum dalam konteks kredit adalah

Perjanjian Kredit yang telah dibuat oleh para pihak (Kreditur-Debitur), sehingga

para pihak terikat dan tunduk dalam suatu perjanjian yang telah mereka buat

Keterkaitan teori kepastian hukum dengan tesis ini dipergunakan untuk

memberikan kepastian hukum kepada kreditur selaku pemberi kredit dimana

jaminannya berupa tanah masih dalam proses balik nama sehingga kreditur

merasa yakin untuk memberikan kreditnya kepada debitur.

41Peter Mahmud Marzuki I, Op.cit, hal.13742Soehino, 1998.Ilmu Negara. Liberty, Yogyakarta. hal.156

Page 34: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

34

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara mengkaji bahan-bahan yang berasal dari berbagai peraturan

perundang-undangan dan bahan lain dari berbagai literatur. Dengan kata lain

penelitian ini meneliti bahan pustaka atau data sekunder.43 Penelitian hukum yang

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

- Beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma/asas hukum dengan praktek;

- Tidak menggunakan hipotesis

- Menggunakan landasan teori

- Menggunakan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder.44

Jenis penelitian ini digunakan dalam penelitian ini karena berangkat dari

adanya kekaburan norma mengenai pengaturan berapa kali SKMHT dapat

diperbaharui oleh pihak Notaris/PPAT terkait dengan ketentuan pasal 15 ayat (3)

UUHT yang menyatakan bahwa SKHMT mengenai hak atas tanah yang sudah

terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu)

bulan sesudah diberikan namun dalam jangka waktu 1 (satu) bulan pihak BPN

tidak dapat melakukan proses balik nama maka notaris akan membuat SKMHT

yang baru.

43Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif(Suatu Tinjauan Singkat), PT. Rajagrafindo Persada.hal.13.

44Ibid. hal 15.

Page 35: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

35

1.6.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian45.

Dalam penelitian ini dipergunakan 3 pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach)

Dalam pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach) dilakukan

penelitian sinkrunisasi perundang-undangan baik vertical maupun horizontal.

Morris L. Cohen and Kent C. Olson mengatakan bahwa “ legal research is an

essential component of legal practise. It is the process of finding the law that

governs an activity an mateials that explain or analyze that law.”46 Dalam

penulisan tesis ini pendekatan ini digunakan untuk mensinkrunkan peraturan

perundang-undangan yang akan digunakan dalam hal pemberian hak

tanggungan yang objeknya masih sedang dalam proses balik nama.

2. Pendekatan Konsep (Conceptual Approach)

Konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan

bagi analisis penelitian hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi

suatu fakta hukum. Pendekatan konsep ini dimana konsep-konsep hukum

dapat membantu menjawab masalah yang muncul baik mengenai pengaturan

pengalihan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan dan

kedudukan kreditur terhadap objek hak tanggungan yang sedang dalam

proses balik nama.

45Suharsini Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian : Suatu PendekatanPraktek, Rieneka Cipta,Jakarta, hal. 23

46Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group,T. Paul Minn. Printed in the United States of America, hal 1

Page 36: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

36

3. Pendekatan Analitis (Analytical Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum

yang terdapat didalam perundang-undangan dengan begitu peneliti

memperoleh pengertian atau makna baru istilah-istilah hukum dan menguji

penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-putusan hukum.

Dalam penulisan tesis ini pendekatan ini digunakan untuk mengetahui

maksud dari pasal 15 Ayat 3 yang menyatakan SKMHT mengenai hak atas

tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan APHT selambat-lambatnya 1

(satu) bulan sesudah diberikan. Mengenai apabila jangka waktunya telah

habis tidak dijelaskan lebih lanjut, disini penulis mencari tahu apabila jangka

waktu 1 (satu) bulan ini habis SKMHT tersebut berapa kali dapat

diperbaharui oleh Notaris/PPAT

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif tidak dikenal adanya data, sebab dalam

penelitian hukum khususnya normatif sumber penelitian hukum diperoleh dari

kepustakaan bukan dari lapangan, untuk itu istilah yang dikenal adalah bahan

hukum47. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum yang bersumber dari penelitian Kepustakaan (Library Research),

bertujuan untuk mencari data sekunder yaitu dengan menggali data dari bahan-

bahan bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, maupun

47 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana PrenadaMedia Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki II) hal. 41

Page 37: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

37

pendapat para sarjana yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Data

sekunder terdiri dari48 :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu Bahan hukum primer ini diperoleh dari sumber

yang mengikat dalam bentuk peraturan perundang-undangan, antara lain :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer);

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok AgrariaUndang-Undang No 5 Tahun 1960

Tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok Agraria (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104);

3. Undang-Undang No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182);

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117);

6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3);

48Amarudin dan Zainal Asikin,2004, Pengantar Metodologi PenelitianHukum, Raja Grafindo Persada, hal. 31.

Page 38: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

38

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

Nomor 59);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1998 Nomor 52);

9. Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun

1997 Tentang Pendaftaran Tanah; dan

10. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M-01.HT.03.01 Tahun

2003 Tentang Kenotarisan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal lain yang berkaitan

dengan isi dari sumber bahan hukum primer serta implementasinya dan dapat

membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang dapat berupa :

- Buku-buku literatur;

- Jurnal hukum dan Majalah Hukum;

- Makalah, hasil-hasil seminar, majalah dan Koran

- Tesis, artikel ilmiah dan disertasi.49

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan-bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Ensiklopedia.

49Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit. hal. 33

Page 39: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

39

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan(library research),

yaitu memperoleh bahan hukum dengan mempelajari perundang-undangan dan

buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dengan

melakukan kegiatan membaca secara kritis permasalahan dan isu hukum yang

akan diteliti dan mengumpulkan semua informasi yang ada kaitannya dengan

permasalahan yang diteliti, kemudian dipilih informasi yang relevan dan esensial.

1.6.5 Teknik Analisa Bahan Hukum

Metode analisa bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

deskripsi, teknik arumentasi dan teknik sistematisasi. Teknik deskripsi yakni

teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaanya. Deskripsi yang

memaparkan situasi atau peristiwa, dalam teknik ini tidak mencari atau

menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.50

Teknik argumentasi adalah teknik yang tidak dapat dilepaskan dari teknik

evaluasi yang artinya penilaian harus didasrkan pada alasan-alasan yang bersifat

penalaran hukum. Dalam pembahasan masalah hukum makin banyak argumen

makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum.

Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan konsep

hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat

maupun antara yang tidak sederajat.

50M. Hariwijaya, 2007, Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, TesisDan Disertasi,Azzagrafika, Yogyakarta, hal.48.

Page 40: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

40

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK

TANGGUNGAN

2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak Milik

2.1.1 Pengertian Hak Milik

Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa “Hak milik

adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas

tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”. Kemudian pada ayat (2)

disebutkan “Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Pada

paragraf sebelumnya tertulis bahwa hak milik adalah hak turun-temurun yang

maksudnya adalah hak milik dapat diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli

warisnya. Selanjutnya disebutkan bahwa hak milik adalah hak terkuat dan

terpenuh, maksud dari kata-kata tersebut tersebut mununjukkan bahwa diantara

hak-hak atas tanah, hak milik adalah hak yang paling kuat dan paling penuh dan

bukan berarti hak tersebut bersifat mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu

gugat. Hak milik sebagai hak yang terkuat dibandingkan dengan hak atas tanah

lainnya berarti hak milik tidak mudah dihapus dan lebih mudah dipertahankan

terdap gangguan dari pihak lain51.

Arti kata tepenuh pada pengertian Hak Milik diatas berarti hak milik

memberikan wewenang yang paling luas dibandingkan dengan hak atas tanah

lainnya, hak milik dapat dapat menjadi induk dari hak atas tanah lainnya,

51Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya,Jakarta, Sinar Grafika, (selanjutnya disebut Adrian Sutedi II), hal. 60

Page 41: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

41

misalnya pemegang hak milik dapat menyewakannya kepada pihak lain.

Wewenang seorang pemegang hak milik tidak terbatas selama tidak dibatasi oleh

penguasa. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bemaksud untuk membedakannya

dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak pakai dan hak-hak lainnya,

yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki

orang, hak miliklah yang “ter” (paling kuat dan penuh). Begitu pentingnya hak

milik, pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan

hak milik atas tanah52.

Hak milik atas tanah di dalam UUPA termasuk ke dalam konsep hak atas

tanah yang bersifat primer. Hak atas tanah yang bersifat primer ini maksudnya

adalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh

seseorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat

dipindahtangankan kepada orang lainatau ahli warisnya53. Selain Hak Milik atas

Tanah yang termasuk ke dalam hak atas tanah yang bersifat primer ini adalah Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.

Hak Milik adalah hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepada

pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain diatas bidang tanah hak

milik yang dimilikinya tersebut (dapat berupa hak guna bangunan, hak pakai,

dengan pengecualian hak guna usaha), yang hampir sama dengan kewenangan

negara (sebagai penguasa) untuk memberikan hak atas tanah kepada warganya.

Hak ini meskipun tidak mutlak sama, tetapi dapat dikatakan mirip dengan

52 A.P. Parlindungan I, Op.cit. hal. 12453 Supriadi, 2012, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya

disebut Supriadi I), hal. 64

Page 42: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

42

eigendom, atas tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang

memberikan kewenangan yang paling luas pada pemiliknya, dengan ketentuan

harus memperhatikan ketentuan Pasal 6 UUPA, yang menyatakan bahwa semua

hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

2.1.2 Subyek Hak Milik

Hak Milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia

saja, dan tidak dapat dimiliki oleh warga negara asing selain itu Hak Milik atas

Tanah juga dapata diberikan kepada badan-badan hukum tertentu yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan

Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Pasal 1 Peraturan

Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tersebut menyebutkan badan badan hukum

tersebut antara lain:

1. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara)2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan

atas UU No. 79 Tahun 19583. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria,

setelah mendengar Menteri Agama4. Badan-badan Sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah

mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.

Hak milik atas tanah tidak dapat dimiliki oleh warga negara asing ataupun

oleh orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (warga negara Indonesia dan

juga warga negara asing). Menurut Pasal 21 ayat (3) UUPA warga negara asing

yang memperoleh hak milik karena pewarisan atau pencampuran harta karena

perkawinan, demikian juga bagi warga negara Indonesia yang mempunyai hak

milik dan kemudian kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak

Page 43: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

43

tersebut dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau

hilangnya kewarganeraannya itu.

Ketentuan mengenai pemilikan hak atas tanah terdapat gambaran bahwa

hak milik atas tanah merupakan persoalan yang perlu mendapatkan perlindungan

yang sangat ketat. Perlindungan ketat dimaksudkan agar pemberian status hak

kepada peorangan harus dilakukan dengan seleksi ketat, agar betul-beul terjadi

pemerataan atas status hak tersebut54.

2.1.3 Sifat dan Ciri Hak Milik

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya Hak Milik atas

Tanah memiliki sifat terkuat dan terpenuh yang membedakannya dengan Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak-hak lainnya. Hak milik itu

hak terkuat artinya bahwa hak milik itu tidak mudah hapus dan mudah

dipertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Terpenuh artinya hak milik

dapat memberikan wewenangyang lebih luas dibandingkan hak-hak lainnya. Ini

berarti hak milik dapat menjadi induk dari hak-hak lainnya, seperti misalnya

pemegang hak milik dapat menyewakannya kepada pihak lain.Sedangkan ciri-ciri

hak milik, antara lain:

1. Wajib didaftarkan

2. Dapat beralih kepada ahli waris

3. Dapat dialihkan

4. Dapat diwakafkan

5. Turun Termurun

54Ibid., hal.66-67

Page 44: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

44

6. Dapat dilepaskan

7. Dapat dijadikan induk hak lain

8. Dapat dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan

2.1.4 Terjadinya Hak Milik

Terjadinya hak milik atas tanah dpat dengan berbagai macam peristiwa.

Terjadinya hak milik atas tanah diatur di dalam Pasal 22 UUPA yang isinya

sebagai berikut :

1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan

Pemerintah;

2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, hak

milik terjadi karena :

a. Penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah

b. Ketentuan Undang-Undang.

Menurut pandangan Edy Ruchyat dalam bukunya yang berjudul Politik

Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, Hak milik dapat terjadi karena55:

1. Menurut Hukum Adat

Menurut Pasal 22 UUPA, hak milik menurut hukum adat harus diatur

dengan peraturan pemerintah supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan

kepentingan umum dan Negara. Terjadinya hak atas tanah menurut hukum adat

lazimnya bersumber pada pembukuan hutan yang merupakan bagian tanah ulayat

suatu masyarakat hukum adat.

55Edy Ruchyat, Politik Pertanahan Nasional Sampai orde Reformasi,Alumni, Bandung, hal.47-51

Page 45: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

45

2. Penetapan Pemerintah

Hak milik yang terjadi karena penetapan pemerintah diberikan oleh

instansi yang berwenang menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan

peraturan pemerintah. Tanah yang diberikan dengan hak milik itupun dapat

diberikan sebagai perubahan daripada yang sudah dipunyai oleh pemohon,

misalnya hak guna bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai, hak milik ini

merupakan pemberian hak baru.

3. Pemberian Hak Milik Atas Negara

Hak milik tersebut diberikan atas permohonan yang bersangkutan.

Permohonan untuk mendapatkan hak milik itu diajukan secara tertulis kepada

pejabat yang berwenang dengan perantara Bupati Walikota kepala Daerah ke

kepala Kantor Agraria Daerah yang bersangkutan. Oleh instansi yang berwenang

hak milik yang dimohon itu diberikan dengan menerbitkan suatu surat keputusan

pemberian hak milik.

4. Pemberian Hak Milik Perubahan Hak

Pihak yang mempunyai tanah dengan hak guna usaha, hak guna bangunan

atau hak pakai, jika menghendaki dan memenuhi syarat-syarat dapat menunjukkan

permintaan kepada instansi yang berwenang, agar haknya itu diubah menjadi hak

milik, pemohon lebih dahulu harus melepaskan haknya hingga tanahnya menjadi

tanah Negara sesudah itu dimohon (kembali) dengan hak milik.

2.1.5 Pengalihan, Pembebanan dan Hapusnya Hak Milik

Pengalihan hak atas tanah adalah jual beli, tukar menukar, perjanjian

pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang

Page 46: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

46

disepakati dengan pihak lain selain pemerintah guna pelaksanaan pembangunan

termasuk pembangunan untuk kepentingan umum. Setiap pengalihan hak milik

atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus

dibuat di hadapan PPAT.

Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah

suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang

dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat

yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan

hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya

perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang

dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut

tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi

mengenai hak milik atas tanah yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai

kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.

PPAT mempunyai kewajiban agar peralihan hak milik atas tanah, dapat

terselenggara secara benar. PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah

mempunyai tugas memastikan kebenaran mengenai hak milik atas tanah tersebut,

memastikan kecakapan dan kewenangan bertindak dari pihak-pihak yang akan

mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Sehubungan

dengan obyek hak milik atas tanah yang dialihkan, PPAT harus memeriksa

keabsahan dari dokumen-dokumen:

1. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah

susun, sertipikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal sertipikat tidak

Page 47: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

47

diserahkan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar

yang ada di Kantor Pertanahan; atau

2. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar:

surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum

dikonversi atau surat keterangan Kepala Desa/ Kelurahan yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut

dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul

sehubungan dengan penguasaan tanahnya tersebut; dan

surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan

belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak

di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang

hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan;

dan dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib

menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak

milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut.

Pada Pasal 25 UUPA menyebutkan bahwa “Hak milik dapat dijadikan

jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”. Hak Tanggungan berdasarkan

Pasal 1 angka 1 UUHT adalah Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda

yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah

hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

Page 48: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

48

kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur

lain”. Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan

Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di

dalam perjanjian dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian utang-

piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang

tersebut. Pembebanan hak tanggungan ini akan lebih rinci dijelaskan pada sub bab

berikutnya mengenai tinjauan umum hak tanggungan.

Hak milik memiliki keunikan tanpa batas waktu, maka dari itu hak milik

dapat diwariskan kepada keluarga yang ditinggalkan. Namun hak milik itu dapat

juga terhapus, dalam Pasal 27 UUPA dinyatakan bahwa hak milik hapus apabila:

a. Tanahnya jatuh kepada negara:

1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18.Menurut ketentuan Pasal 18

UUPA bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa

dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah

dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut

cara yang diatur dengan undang-undang.

2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pihak pemiliknya.Hapusnya

hak milik atas tanah karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

ini berhubungan dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993

Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, yang dilaksanakan lebih lanjut dalam Peraturan

Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor

Page 49: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

49

55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum, penyerahan sukarela ini

menurut Kepres No. 55/1993 sengaja dibuat untuk kepentingan negara,

yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah.

3. Karena ditelantarkan.Pengaturan mengenai tanah yang terlantar diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban

dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Pasal 3 dan 4 Peraturan Pemerintah

No. 36 Tahun 1998 mengatur mengenai kriteria tanah terlantar yaitu;

(i) tanah yang tidak dimanfaatkan dan/atau dipelihara dengan baik.

(ii) tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan, sifat atau

tujuan dari pemberian haknya tersebut.

4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2).Pasal 21 ayat

(3) UUPA mengatur bahwa orang asing yang memperoleh hak milik

karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta perkawinan,

demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan

setelah berlakunya UUPA ini kehilangan kewarganegaraannya, wajib

melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika

sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan,

maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada

negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya

tetap berlangsung.

Page 50: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

50

Pasal 26 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa setiap jual-beli, penukaran,

penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang

dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada

orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan

Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan

hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu badan-badan hukum yang

dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya, adalah batal karena hukum dan

tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang

membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima

oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

b. Tanahnya musnah adalah tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya

karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasi lagi sehingga tidak dapat

difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Karena

keadaan yang demikian maka hak milik dapat terhapus.

Sebagaimana pemberian, peralihan dan pembebanan Hak Milik yang

wajib di daftar dalam buku tanah, pendaftaran hapusnya hak kepemilikan atas

tanah juga wajib untuk dilakukan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan

2.2.1 Pengertian Hak Tanggungan

UUPA telah memberikan indikasi bahwa perlu dibentuk sebuah undang-

undang untuk mengatur masalah Hak Tanggungan. Hal tersebut terlihat pada

Pasal 51 UUPA yang isinya “Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak

Page 51: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

51

milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39

diatur dengan undang-undang.” Namun pembentukan undang-undang yang

khusus mengatur masalah hak tanggungan baru diresmikan 34 tahun kemudian

dengan diundangkannya UUHT selama 34 tahun tersebut maka dasar pengaturan

masalah hak tanggungan digunakan Hypotheek (selanjutnya disebut hipotek)

sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan Credietverband yang diatur dalam

Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.

Dengan diundangkannya UUHT maka diharapkan dapat menciptakan

kepastian hukum di dalam lembaga jaminan yang berkaitan dengan tanah,

sehingga terdapat suatu lembaga jaminan yang kuat serta pasti pelaksanaannya.

Pengertian Hak Tanggungan pada Pasal 1 UUHT, yaitu hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut

atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah

itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Dari definisi tersebut dapat ditarik unsur pokok dari hak tanggungan,

sebagai berikut.

(1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang.

(2) Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.

(3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,

tetapi dapat pula dibebankan beikut benda-benda lain yang merupakan

satu kesatuan dengan tanah itu.

Page 52: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

52

(4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.

(5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lain.56

Penjelasan umum angka 3 UUHT disebutkan bahwa hak tanggungan sebagai

lembaga jaminan hak mempunyai 4 sifat khusus. Sifat-sifat khusus tersebut antara

lain:

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya. Apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang hak

tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang

dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang

lain". Hak mendahulu dimaksudkan adalah bahwa kreditur pemegang hak

tanggungan didahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan

eksekusi obyek HakTanggungan.57

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun obyek

itu berada. Dalam Pasal 7 UUHT disebutkan bahwa “Hak Tanggungan

tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada”.

Kemudian dijelaskan pada bagian penjelasan undang-undang tersebut

yaitu “sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan

pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah

berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat

56Supriadi I, Op.Cit, hal.17357J. Satrio, 1996, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi, Citra Aditia

Bakti, Bandung, hal. 97

Page 53: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

53

menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitur cidera janji”. Hak

itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam tangan siapapun

juga) barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang

mempunyainya.58

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.Apabila debitur cidera janji

menurut Pasal 6 UUHT, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai

hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut. Sedangkan Pasal 14 UUHT menegaskan bahwa

Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama

dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hypotheek sepanjang mengenai

hak atas tanah.59

2.2.2 Subyek Hak Tanggungan

Pasal 8 ayat (1) UUHT disebutkan bahwa pemberi hak tanggungan adalah

orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan.

Kemudian pada Pasal 8 ayat (2) UUHT bahwa kewenangan untuk melakukan

58Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981, Hukum Perdata : Hukum Benda,Liberty, Yogyakarta, hal. 25

59Ibid. hal. 52-53

Page 54: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

54

perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak

Tanggungan dilakukan. Pada bagian penjelasan Undang-Undang tesebut yaitu

karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan

tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek

Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat

pembuatan buku tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan

kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Pasal 9 UUHT disebutkan pemegang Hak Tanggungan adalah orang

perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang

berpiutang.Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan

adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk

memberikan utang, yaitu orang perseorangan warga negara Indonesia maupun

orang asing.60 Sebagai pihak yang akan menerima Hak Tanggungan, pemegang

Hak Tanggungan haruslah memperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUHT yang

menyebutkan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

objek Hak Tanggungan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 8 ayat (1) UUHT,

harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat hak tanggungan tersebut

didaftarkan, karena Hak Tanggungan baru lahir pada saat Hak Tanggungan

tersebut didaftarkan.

60ST. Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan: Asas-asas, Ketentuanketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni,Bandung, hal 79.

Page 55: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

55

2.2.3 Objek Hak Tanggungan

Obyek Hak Tanggungan dijelaskan pada Bab II UUPA mengenai Obyek

Hak Tanggungan yang terbagi dari Pasal 4 hingga Pasal 7. Pada Pasal 4 ayat (1)

UUHT disebutkan bahwa hanya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan. Namun pada Ayat (2) Hak

Pakai yang wajib didaftarkan menurut ketentuan yang berlaku juga dapat dibebani

Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak

milik ini diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah. Salah satu Peraturan

Pemerintah yang mengaturnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah.

Hak Tanggungan juga dapat dibebankan pada hak atas tanah beserta

bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan

satu kesatuan dengan tanah yang dibebankan Hak Tanggungan seperti yang

tertulis pada Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) UUHT.

Dikemukakan dalam Penjelasan Pasal 4 UUHT, terdapat dua unsur mutlak

dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan yaitu:

a. Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib didaftar

dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur

ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang

diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan terhadap

kreditur lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak

tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah

Page 56: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

56

yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas

publisitas), dan

b. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan,

sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk

membayar utang yang dijamin pelunasannya.

2.2.4 Asas-Asas Hak Tanggungan

Asas-asas hak tanggungan digunakan untuk mengetahui perbedaan hak

tanggungan yang telah ada sebelum terbitnya UUHT dan setelah terbitnya UUHT,

termasuk asas hipotek yang ada sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, asas-asas itu

akan diuraikan sebagai berikut.61

a. Hak Tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan.

Kalimat “kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada

kreditur lain” dapat ditemui dalam penjelasan umum UUHT yang menyatakan

Bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak

menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak

mendahulu daripada kreditur-kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah

barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut

ketentuan hukum yang berlaku. Jadi hak mendahulukan dimaksudkan adalah

bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan didahulukan dalam mengambil

pelunasan atas hasil penjualan eksekusi obyek Hak Tanggungan. Kedudukan

61Supriadi.Op. Cit. hal. 174

Page 57: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

57

diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-

piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku .

b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi.

Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 UUHT, dinyatakan bahwa Hak Tanggungan

mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Apabila hak

tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam

Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang

yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan

nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek Hak

Tanggungan, yang akan dibebankan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga

kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan

untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Dalam penjelasan Pasal 2 UUHT

dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari

Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek

Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya, dilunasinya sebagian dari utang

yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari

beban Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.

c. Hak Tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada.

Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah

dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas tanah yang

baru akan dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijaminkan

dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Tidaklah mungkin untuk

Page 58: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

58

membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas tanah yang baru akan ada

di kemudian hari.62

d. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda

yang berkaitan dengan tanah tersebut.

Ketentuan Pasal 4 ayat (4) UUHT dinyatakan bahwa Hak Tanggungan

dapat dibebankan bukan saja pada tanahnya, tetapi juga segala benda yang

mempunyai keterkaitan dengan tanah tersebut. Benda-benda yang berkaitan

dengan tanah tersebut dapat berupa bangunan,tanaman yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah tersebut.

e. Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan

dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari.

Pasal 4 ayat (4) UUHT memungkinkan Hak Tanggungan dapat

dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut,

sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan ada di kemudian hari.

Istilah “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan

dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (hak atas tanah) yang dibebani

Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-benda tersebut baru ditanam

(untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan dan hasil karya) kemudian

setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah (hak atas tanah) tersebut.63

f. Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian Accessoir.

Penjelasan umum angka 8 UUHT yang menyatakan bahwa oleh karena

Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu

62 ST. Remy Sjahdeini, Op.cit,hal. 2563Ibid. hal. 27

Page 59: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

59

piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau

perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya

piutang yang dijamin pelunasannya”. Selain itu hal tersebut diatur dalam Pasal 10

ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UUHT. Dalam Pasal 10 ayat (1) dinyatakan bahwa

perjanjian untuk memberikan Hak Tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan

dari perjanjian Utang-piutang yang bersangkutan, sedangkan Pasal 18 ayat (1)

huruf a UUHT menyatakan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang

yang dijamin dengan Hak Tanggungan

g. Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang akan ada.

Beberapa asas Hak Tanggungan mempunyai suatu keistimewaan yaitu

diperbolehkannya menjaminkan utang yang akan ada. Hal ini sesuai ketentuan

dalam Pasal 3 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa

“utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupautang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu ataujumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapatditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yangmenimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan”.

Seperti yang dikemukakan dalam penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UUHT,

dapat dijadikannya Hak Tanggungan untuk menjamin utang yang baru akan ada

dikemudian hari adalah untuk menampung kebutuhan dunia perbankan berkenaan

dengan timbulnya utang dari nasabah bank sebagai akibat dilakukannya pencairan

atas suatu garansi bank. Juga untuk menampung timbulnya utang sebagai akibat

pembebanan bunga atas pinjaman pokok dan pembebanan ongkos-ongkos lain

yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.64

64Ibid. hal. 31

Page 60: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

60

h. Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih dari Satu Utang.

Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUHT dinyatakan bahwa “Hak

Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan

hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan

hukum”. Perjanjian dengan hanya berupa satu Hak Tanggungan bagi beberapa

kreditur berdasarkan beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur yangsama

dengan masing-masing kreditur itu, hanyalah mungkin dilakukan apabila

sebelumnya telah disepakati oleh semua kreditur. Kesemua kreditur bersama-

sama harus bersepakat bahwa terhadap kredit yang akan diberikan oleh masing-

masing kreditur (bank) kepada satu debitur yang sama itu, jaminannya adalah

berupa satu Hak Tanggungan saja bagi meraka bersama-sama kredit dari semua

kreditur diberikan secara serentak. Bila tidak demikian halnya,para kreditur itu

akan menjadi pemegang Hak Tanggungan pertama, kedua,ketiga, dan seterusnya.

Masing-masing kreditur past akan saling mendahulu untuk memperoleh hak yang

diutamakan terhadap kreditur yang lain.65

i. Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek hak

tanggungan itu berada.

Pasal 7 UUHT menyatakan bahwa “Hak Tanggungan tetap mengikuti

objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut berada.” Hak tanggungan tidak

akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh

sebab apa pun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang Hak Tanggungan akan selalu

dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapa pun benda itu berpindah.

65Ibid. hal. 37

Page 61: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

61

Ketentuan Pasal 7 UUHT ini merupakan materialisasi dari asas yang disebut droit

de suite atau zaakgevolg asas ini juga diambil dari hipotek yang diatur dalam

KUHPerdata Pasal 1163 ayat (2) dan Pasal 1198 KUH Perdata.66

j. Diatas Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh peradilan.

Seharusnya menurut hukum terhadap Hak Tanggungan tidak dapat

diletakkan sita. Alasannya adalah karena tujuan dari hak jaminan pada umumnya

dan khususnya Hak Tanggungan itu sendiri. Tujuan dari Hak Tanggungan adalah

untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditur yang menjadi pemegang Hak

Tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Bila terhadap Hak

Tanggungan itu dimungkinkan sita oleh pengadilan, berarti pengadilan

mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dan kreditur

pemegang Hak Tanggungan.

k. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu.

Asas ini diatur dalam Pasal 8 UUHT dan juga di penjelasan Pasal 8

tersebut. Di dalam akta pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan uraian

jelas mengenai objek Hak Tanggungan, tidaklah mungkin untuk memberikan

uraian yang jelas sebagaimana yang dimaksud, apabila objek Hak Tanggungan

belum ada dan belum diketahui ciri-cirinya. Kata-kata “uraian yang jelas

mengenai objek Hak Tanggungan ” dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT

menunjukkan bahwa objek Hak Tanggungan harus secara spesifik dapat

ditunjukkan dalam APHT yang bersangkutan.67

66Ibid. hal. 3867Ibid. hal. 42

Page 62: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

62

l. Hak Tanggungan wajib didaftarkan.

Ketentuan Pasal 13 UUHT dinyatakan bahwa Pemberian Hak Tanggungan

wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan, PPAT wajib

mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah

lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Pendaftaran HakTanggungan

dilakukan oleh kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak

Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi

objek Hak Tanggungan Berta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas

tanah yang bersangkutan.

Tidak adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu Hak

Tanggungan atas suatu objek Hak Tanggungan bila pihak ketiga tidak

dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan Hak Tanggungan itu.

Hanya dengan cara pencatatan pendaftaran yang terbuka bagi umum yang

memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan Hak

Tanggungan atas suatu hak atas tanah.

m. Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu.

Janji-janji yang disebutkan dalam Pasal 11 Ayat (2) UUHT bersifat

fakultatif dan limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh dicantumkan

atau tidak dicantumkan, balk seluruhnya maupun sebagiannya, Bersifat tidak

limitatif karena dapat pula diperjanjikan janji-janji lain, selain dari janji-janji yang

telah disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.

Page 63: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

63

n. Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh

pemegang hak tanggungan apabila cedera janji.

Asas Hak Tanggungan ini beralasan dari asas yang tercantum dalam

Hipotek sesuai ketentuan Pasal 1178 KUHPer, yang janji demikian tersebut

disebut Vervalbeding. Pengaturan hal tersebut terdapat pada Pasal 12 UUHT yaitu

Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk

memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitur cedera janji, batal demi hukum.

Larangan pencantuman janji yang demikian, dimaksudkan untuk melindungi

debitur, agar dalam kedudukan yang lemah dalam menghadap kreditur (bank)

karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima

janji dengan persyaratan yang berat dan merugikannya.68

o. Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti.

Dalam ketentuan Pasal 6 UUHT dinyatakan bahwa apabila debitur cedera

janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek

Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Dalam penjelasan

Pasal 6 tersebut diuraikan sebagai berikut hak untuk menjual objek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari

kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau

pemegang HakTanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan

oleh pemegang Hak Tanggungan bahwa apabila debitur cedera janji, pemegang

Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek Hak Tanggungan melalui

68Ibid, hal. 45-46

Page 64: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

64

pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak

Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan itu lebih dahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil

penjualan tetap menjadi hak pemegang Hak Tanggungan.

Sertipikat Hak Tanggungan yang merupakan tanda bakti adanya Hak

Tanggungan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan dan yang memuat irah-irah

dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlalu sebagai

pengganti grosse acte Hipotek sepanjang mengenai tanah.69

2.2.5 Lahirnya Hak Tanggungan

Lahirnya Hak Tanggungan tidak terlepas dari proses pembebanan Hak

Tanggungan itu sendiri. Pada angka 7 penjelasan umum UUHT disebutkan bahwa

proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan,

yaitu:

a. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak

Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut

PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin;

b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat

lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

Pada huruf b angka 7 penjelasan umum UUHT tersebut menyatakan

bahwa lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat tahap pendaftarannya oleh

69Ibid, hal. 47

Page 65: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

65

Kantor Pertanahan, jadi setelah dibuat perjanjian utang piutang maka PPAT

membuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang kemudian didaftarkan di

Kantor Pertanahan dan pada saat pendaftaran tersebut maka Hak Tanggungan

sudah dianggap telah lahir.

Hal ini dipertegas lagi pada penjelasan Pasal 8 ayat (2) UUHT yang

menyebutkan bahwaKarena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat

didaftarnya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi

Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan. Untuk itu

harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak

Tanggungan yang bersangkutan.

Lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan.

Demikian pula dengan penjelasan Pasal 13 ayat (1) UUHT yang menyebutkan

bahwa salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas. Oleh karena itu

didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk

lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap

pihak ketiga.Pada penjelasan Pasal 13 ayat (1) UUHT ini lebih menekankan

bahwa syarat mutlak dari lahirnya Hak Tanggungan itu adalah pendaftaran

pemberian Hak Tanggungan.

2.2.6 Hapusnya Hak Tanggungan

Pasal 18 UUHT disebutkan beberapa hal yang menyebabkan hapusnya

atau berakhirnya Hak Tanggungan. Penyebab hapusnya atau berakhirnya Hak

Tanggungan tersebut antara lain:

Page 66: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

66

a. Utangnya hapus, sesuai dengan sifat accessoir dari hak tanggungan,

adanya hak tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijaminkan

pelunasannya. Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-

sebab lain, maka dengan sendirinya hak tanggungan yang bersangkutan

menjadi hapus juga.

b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan, hal ini

dilakukan oleh pemegang hak tanggungan dengan pemberian pernyataan

tertulis kepada pemberi hak tanggungan, sehingga kedudukan pemegang

hak tanggungan sebagai kreditur preferen menjadi kreditur konkuren.

c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua

Pengadilan Negeri, terjadi karena permohonan pemberi hak atas tanah

yang dibebani hak tanggungan agar hak atas tanah yang dibelinya itu

dibersihkan dari beban hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19

UUHT. Ketentuan demikian dilakukan dalam rangka melindungi

kepentingan pembeli objek hak tanggungan, agar benda yang dibelinya

terbebas dari hak tanggungan yang semula membebaninya, jika harga

pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin.

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut, dimana

ada beberapa kemungkinan yaitu :

- Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan objek

hak tanggungan diperpanjang sebelum berakhir jangka waktunya. Hak

Tanggungan mana tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan ;

Page 67: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

67

- Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat batal

telah dipenuhi ;

- Dicabut untuk kepentingan umum ;

- Dilepaskan dengan sukarela oleh pemilik hak atas tanah ; dan

- Tanahnya musnah.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Notaris

2.3.1 Pengertian Notaris

Menurut ketentuan dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN-P) disebutkan bahwa

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Walaupun

menurut definisi tersebut ditegaskan bahwa Notaris itu adalah pejabat umum

(openbare ambtenaar), ia bukan pegawai menurut undang-undang atau peraturan-

peraturan kepegawaian negeri. Notaris tidak menerima gaji, bukan bezoldigd

staatsambt, tetapi menerima honorarium sebagai penghargaan atas jasa yang telah

diberikan kepadamasyarakat.70 Bila dikaitkan dengan Pasal 1 Stbl.1860 Nomor 3

tentang Notaris Reglement atau Peraturan Jabatan Notaris mengatakan bahwa

“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta

otentik mengenai semua perbuatan,perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh

suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk

dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan

70Komar Andasasmita,1981,Notaris I, Sumur Bandung, Bandung, hal.45.

Page 68: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

68

aktanya, dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang

pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.”71

Jika dilihat dari kedua ketentuan tersebut diatas, ternyata mempunyai

kesamaan terkait dengan pengertian Notaris sebagai pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik. Pejabat umum yang dimaksud dalam

ketentuan tersebut adalah seseorang yang diangkat dan diberhentikan oleh

pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam

hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang

bersumber pada kewibawaan dari pemerintah. sehingga mempertegas kedudukan

Notaris sebagai pejabat yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPer yang

menyatakan bahwa “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai

umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.” Hal tersebut

menunjukan bahwa sifat dari keotentikan suatu akta tergantung dari bentuk akta

tersebut yang diatur dalam undang-undang serta dibuat oleh pejabat yang

berwenang di wilayah hukum kewenangannya.

2.3.2. Kewenangan dan Kewajiban Notaris

Dalam hal ini menunjukan kewenangan utama dari Notaris adalah untuk

membuat akta otentik sehingga akta yang dibuat oleh Notaris dalam

kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Kewenangan Notaris

terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UUJN-P, yang menyatakan bahwa:

71G.H.S. Lumban Tobing, 1996,Peraturan Jabatan Notaris.Penerbit Erlangga,Jakarta, hal. 31.

Page 69: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

69

1. Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untukdinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatanAkta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan ataudikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan olehundang-undang.

2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notarisberwenang pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam bukukhusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yangmemuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yangbersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. membuat Akta Risalah lelang.

Selain memiliki kewenangan notaris dalam melaksanakan tugas dan

kewajiban sebagai seorang Notaris, haruslah dapat mempertanggungjawabkan

setiap tindakan ataupun perbuatan yang dilakukan. Berkenaan dengan hal tersebut

maka oleh UUJN-P, diatur tentang kewajiban Notaris dalam pasal 16 ayat (1)

UUJN-P yang menyatakan bahwa :

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjagakepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagaibagian dari Protokol Notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada MinutaAkta;

d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkanMinuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undangini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segalaketerangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengansumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

Page 70: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

70

g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yangmemuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidakdapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebihdari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahunpembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidakditerimanya surat berharga;

i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktupembuatan akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftarnihil yang berkenaan dengan wasiat ke Pusat Daftar Wasiat padaKementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidanghukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulanberikutnya;

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiapakhir bulan;

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara RepublikIndonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh palingsedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untukpembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itujuga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

n. Menerima magang calon Notaris.

Dasar pelaksanaan jabatan Notaris tidak bisa dilepaskan dari ketentuan dasar

dalam pasal-pasal tersebut diatas yang mengatur mengenai kewenangan dan

jabatan Notaris. Bila hal tersebut tidak diterapkan oleh Notaris dalam

menjalankan jabatannya, maka sudah dapat dipastikan Notaris tersebut sangat

rawan dan dekat dengan pelanggaran jabatan dan dapat berakibat pada keabsahan

ataupun keotentikan dari akta yang dibuatnya maupun pada dirinya sendiri yang

dapat dikenakan sanksi akibat perbuatannya tersebut.

2.3.3 Larangan Notaris

Kewajiban-kewajiban Notaris disertai pula dengan larangan-larangan bagi

Notaris dalam menjalankan jabatannya. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam

Pasal 17 ayat (1) UUJN-P, sebagai berikut :

Page 71: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

71

1) menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;2) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-

turut tanpa alasan yang sah;3) merangkap sebagai pegawai negeri;4) merangkap jabatan sebagai pejabat negara;5) merangkap jabatan sebagai advokat;6) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta;7) Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat

Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;8) menjadi Notaris pengganti; atau9) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan danmartabat jabatan Notaris.

Larangan-larangan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kepentingan

masyarakat yang memerlukan jasa Notaris. Larangan dalam ketentuan Pasal 17

ayat (1) UUJN-P dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada

masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar

Notaris dalam menjalankan jabatannya. Salah satu upaya dalam mencegah

persaingan tersebut, Notaris hendaknya memperhatikan ketentuan mengenai

honorarium yang merupakan hak Notaris atas jasa hukum yang diberikan sesuai

dengan kewenangannya dalam Pasal 36 UUJN dengan tidak memungut biaya

yang terlampau murah dibanding rekan-rekan Notaris lainnya,namun dengan tetap

melaksanakan kewajiban dalam memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan

secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 37 ayat (1) UUJN-P. Berkaitan dengan kedudukan dan wilayah

jabatan Notaris, Pasal 18 UUJN menyatakan bahwa Notaris mempunyai tempat

kedudukan di daerah kabupaten atau kota, dan mempunyai wilayah jabatan

meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Pasal 19 ayat (1)

UUJN-P menyatakan, bahwa Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu

Page 72: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

72

di tempat kedudukannya. Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan

jabatan diluar tempat kedudukannya.

Selain sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 UUJN-P, mengenai

larangan bagi Notaris juga diatur dalam Pasal 18 Keputusan Menteri Kehakiman

dan HAM Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 Tentang Kenotarisan (selanjutnya

disebut Kepmenkeh Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003), Notaris dilarang :

1) membuka kantor cabang atau mempunyai kantor lebih dari satu;

2) melakukan tindakan atau perbuatan yang dapat merendahkan martabat

jabatan Notaris;

3) meninggalkan daerah kerja lebih dari tiga hari, kecuali ada izin dari

Pejabat yang berwenang atau dalam keadaan cuti.

4) mengadakan promosi yang menyangkut jabatan Notaris melalui media

cetak maupun media elektronik;

5) membacakan dan menandatangani akta di luar wilayah kerja Notaris yang

bersangkutan:

6) menyimpan protokol setelah Notaris yang bersangkutan diberhentikan

oleh Menteri;

7) merangkap jabatan sebagai ketua atau anggota lembaga tinggi negara

tanpa mengambil cuti jabatan.

8) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik

negara/badan usaha milik daerah, pegawai swasta;

9) merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah diluar wilayah

kerja Notaris.

Page 73: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

73

10) menolak calon Notaris magang di kantornya.

Kepmenkeh Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 merupakan salah satu peraturan

pelaksanaan yang dimaksud, salah satu yang sudah diganti adalah mengenai

larangan meninggalkan daerah kerja lebih dari tiga hari, sekarang berdasarkan

Pasal 17 UUJN-P, adalah 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah

meninggalkan wilayah jabatan.

2.3.4 Pengawasan dan Sanksi Notaris

Pengawasan terhadap Notaris bertujuan agar para Notaris semaksimal

mungkin memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan undang-undang

demi pengamanan dari kepentingan masyarakat umum. Notaris diangkat bukan

untuk kepentingan sendiri, akan tetapi untuk kepentingan masyarakat yang

dilayaninya, untuk itu undang-undang diberikan kepercayaan yang begitu besar

dan secara umum dapat dikatakan bahwa setiap pemberian kepercayaan terhadap

seseorang meletakkan tanggung jawab di atas bahunya, baik berdasarkan hukum

maupun berdasarkan moral.72 Pengawasan Notaris diharapkan oleh pembentuk

UUJN sebagai lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan

jabatannya dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Mengingat peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas

kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan

jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan

masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu

diefektifkan. Ketentuan yang mengatur Majelis Pengawas dalam UUJN,

72Ibid, hal. 301.

Page 74: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

74

merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi kelemahan dan kekurangan

dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan dalam

menjalankan profesi jabatannya, Notaris dapat meningkatkan kualitas pelayanan

kepada masyarakat. Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi

pelaksanaan tugas Notaris sebagai pejabat umum. Sejak berlakunya UUJN, maka

Badan Peradilan tidak lagi melakukan pengawasan, dan penjatuhan sanksi

terhadap Notaris, tugas tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Namun semenjak adanya

perubahan mengenai Jabatan Notaris Menteri membentuk majelis kehormatan

Notaris (Pasal 66 ayat (1) UUJN-P).

2.4 Tinjauan Umum Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

2.4.1 Pengertian PPAT

Bahwa segala Warga Negara bersama kedudukannya di dalamhukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya. Kalimat tersebut mengandung arti bahwa semua Warga Negara

Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum, dan berkewajiban

tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional yaitu

UUPA mengatur bahwa semua Peralihan Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dan

perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui

lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh

PPAT menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PPAT

sebagai Pejabat yang berwenang membuat akta otentik mengenai segala sesuatu

Page 75: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

75

perbuatan hukum berkaitan dengan peralihan Hak Atas Tanah, tunduk pada

hukum dan peraturan perundangan yang berlaku. Sebagaimana tertuang dalam

Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah menyatakan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu maksudnya yaitu akta pengalihan

dan pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa untuk membebankan

hak tanggungan dengan tidak menyimpang dari peraturan jabatannya sebagai

PPAT. PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun

1961 tentang pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari

UUPA. Di dalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat yang

berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah,

memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah. Pasal 7 PP No 10 Tahun

1961 menyebutkan pula bahwa peraturan jabatan PPAT diatur dengan Peraturan

Pemerintah tersendiri. Sebagai realisasi dari pernyataan tersebut, Pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan Peraturan pelaksanaannya Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 2006 tentang ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, Peraturan ini mencabut

Peraturan Menteri Agraria Nomor4 Tahun 1999.

2.4.2 Tugas, Kewenangan dan Kewajiban PPAT

Tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah dengan memuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum

tertentu, mengenai hak atas tanah Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang

Page 76: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

76

akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang

diakibatkan oleh peraturan hukum itu. Perbuatan hukum yang dimaksud meliputi :

a) Jual beli,

b) Tukar menukar,

c) Hibah,

d) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),

e) Pembagian hak bersama,

f) Pemberian Hak Bangunan/ Hak Pakai atas Tanah Hak Milik,

g) Pemberian Hak Tanggungan,

h) Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 menyatakan bahwa :

“Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Pejabat Pembuat Akta Tanah

mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum

sebagaimana telah disebutkan di atas, mengenai hak atas tanah dan Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Pejabat

Pembuat Akta Tanah Khusus hanya berwenang membuat Akta mengenai

perbuatan hukum yang disebut secara khusus penunjukannya.”

Sehubungan dengan tugas dan wewenang PPAT membantu Kepala Kantor

pertanahan dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan

membuat akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data tanah,

dan sesuai dengan jabatan PPAT sebagai Pejabat Umum, maka akta yang

dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik. Akta PPAT dibuat sebagai tanda

bukti yang berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan

Page 77: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

77

menghindarkan sengketa. Oleh karena itu pembuatan akta harus sedemikian rupa,

artinya jangan memuat hal-hal yang tidak jelas agar tidak menumbulkan sengketa

dikemudian hari.Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

menegaskan bahwa PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas

tanah atau Hak Milik atas satuan Rumah Susun yang terletak di wilayah kerjanya.

Pengecualian dari Pasal 4 ayat (1) ditentukan dalam ayat (2), yaitu untuk akta

tukar menukar, akta pemasukan dalam perusahaan (inbreng) dan akta pembagian

hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun yang tidak semuanya terletak didalam daerah kerja seseorang

PPAT, dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang

tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum.

Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 2006 menyatakan kewenangan PPAT adalah membuat akta tanah yang

merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan hak milik atas

satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya. Pasal 3 ayat (2)

menyatakan PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang

merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana

dimaksud Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan

rumah susun dengan daerah kerja didalam wilayah kerja jabatannya. Dan Pasal 3

ayat (3) menyatakan PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai

perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.

Page 78: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

78

Kewajiban PPAT sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 Peraturan

Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 adalah :

1) Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945 dan Negara Republik Indonesia.

2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT.

3) Menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala

Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

4) Menyerahkan Protokol PPAT dalam hal berhenti dari jabatannya atau

melaksanakan cuti.

5) Membebaskan uang jasa bagi yang tidak mampu.

6) Membuka kantor setiap hari kerja kecuali cuti atau hari libur resmi.

7) Berkantor hanya di 1 kantor dalam daerah kerja sesuai dengan keputusan

pengangkatan PPAT.

8) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan,contoh paraf dan eraan

cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/Walikota,

Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya

meliputi daerah kerja PPAT.

9) Melaksanakan Jabatannya secara nyata setelah pengambilan sumpah.

10) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan

ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan.

Kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh PPAT, satu bulan setelah

pengambilan sumpah jabatan ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah

No.37 Tahun 1998 yaitu :

Page 79: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

79

a) Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan,contoh paraf, dan

cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua

Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi

daerah kerja PPAT yang bersangkutan.

b) Melaksanakan jabatannya secara nyata. PPAT harus berkantor di satu suatu

kantor dalam daerah kerjanya dan wajib memasang papan nama serta

menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh Kepala

Badan. Selanjutnya akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh

Kepala Badan, serta semua jenis akta diberi satu nomor urut yang berulang

pada permukaan tahun takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli sebanyak

2 (dua) lembar, yaitu:

1. Lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang

bersangkutan.

2. Lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut

banyaknya hak atas tanah atau satuan rumah susun yang menjadi

obyek perbuatan hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor

Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut

mengenai pemberian kuasa membebankan hak tanggungan,

disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan akta

pemberian hak tanggungan, dan kepada pihak yang berkepentingan

dapat diberikan salinannya.

Page 80: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

80

Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT harus dijilid

sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid terakhir

dalam setiap bulan memuat lembar-lembar akta sisanya. Pada sampul buku akta

asli penjilidan akta-akta itu dicantumkan daftar akta didalamnya yang memuat

nomor akta, tanggal pembuatan akta dan jenis akta. Berdasarkan Pasal 26 PP

No.37 Tahun 1998 ditegaskan bahwa PPAT harus membuat satu daftar untuk

semua akta yang dibuatnya. Buku daftar akta PPAT diisi setiap akhir hari kerja

dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang bersangkutan. PPAT

berkewajiban mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang

diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor-

kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang

berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. PPAT harus dapat

melaksanakan tugas yang diembannya dengan sebaik-baiknya. Dalam Pasal 62 PP

Nomor 24 Tahun 1997 telah ditetapkan sanksi bagi PPAT yang dalam

melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta

petunjuk dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Sanksi yang dikenakan berupa

tindakan administratif, berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari

jabatannya dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti rugi oleh pihak-

pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan

tersebut.

Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan bahwa ayat (1)

menyebutkan “Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal

Page 81: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

81

ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang

dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor

Pertanahan untuk didaftar.” Ayat 2 menyebutkan “PPAT wajib menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana

dimaksud pada Ayat 1 kepada para pihak yang bersangkutan. Hal tersebut jelas

bahwa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPAT dan tidak boleh dilalaikan

guna membantu kelancaran proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.

2.4.3 Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT

Didalam Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah jo. Pasal 5 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Pasal 11

Ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006

tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, menyebutkan bahwa

“PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia”. PPAT diangkat untuk menjalankan jabatan paling lama

sampai usia 65 tahun.Syarat-syarat untuk diangkat menjadi PPAT, yaitu :

1) Berkewarganegaraan Indonesia.

2) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.

3) Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh

Instansi Kepolisian setempat.

4) Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan

putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Page 82: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

82

5) Sehat jasmani dan rohani.

6) Lulusan Program Pendidikan Spesialis Notariat atau Program Pendidikan

Khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi.

7) Lulus ujian PPAT yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara

Agraria/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,dengan materi :

a) Hukum Pertanahan Nasional,

b) Organisasi dan Kelembagaan Pertanahan,

c) Pendaftaran Tanah,

d) Peraturan Jabatan PPAT,

e) Pembuatan Akta PPAT, dan

f) Etika Profesi73

PPAT dapat saja berhenti dari jabatan yang diembannya karena beberapa alasan.

Berhenti PPAT dari jabatan, karena:

1) Meninggal dunia,

2) Telah mencapai usia 65 tahun,

3) Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan/melaksanakan tugas sebagai

Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kota yang lain daripada

daerah kerjanya sebagai PPAT,

4) Diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,

dibedakan menjadi :

a) Diberhentikan dengan hormat dari jabatannya, karena :

73A.P. Parlindungan, 1999, Pendaftaraan Tanah Indonesia, Mandar Maju,Bandung, (selanjutnya disebut A.P. Parlindungan III), hal 186.

Page 83: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

83

1) permintaan sendiri,

2) tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena kesehatan badan atau

kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan

yang berwenang atas permintaan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuk,

3) melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT,

4) diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota

TNI/POLRI.

b) Diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena:

1) melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai

PPAT,

2) dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan

perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara

selama-lamanya lima tahun atau lebih berat berdasarkan putusan

Pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap,

3) melanggar kode etik.

c) Diberhentikan untuk sementara dari jabatannya, karena sedang dalam

pemeriksaan Pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan pidana yang diancam

dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya lima tahun atau lebih

berat danbaru berlaku sampai ada putusan Pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Page 84: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

84

2.4.4 Daerah Kerja dan Formasi PPAT

Daerah Kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan

seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun yang terletak didalamnya. Berdasarkan Pasal 12 Ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah, bahwa “Daerah Kerja PPAT adalah satu wilayah kerja

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya”. Apabila suatu wilayah

Kabupaten/Kotamadya dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah

Kabupaten/Kotamadya, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat

memilih satu wilayah kerjanya,dan jika dia tidak memilih maka di tempat mana

dia bertugas dan ada kantor pertanahannya di situlah dianggap sebagai tempat

kedudukannya dan disamping itu diberi dia tenggang waktu satu tahun untuk

memilih sejak diundangkannya undang-undang pembentukan

Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, dan jika dia tidak memilih salah satu

dari daerah kerja tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor pertanahan di

daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak lagi

berwenang.74

Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan

dalam satu satuan daerah kerja PPAT. BerdasarkanPasal 14 Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah,

bahwa “formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri, apabila formasi PPAT untuk

suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan wilayah

74Ibid, hal 193.

Page 85: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

85

tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT”. Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) dapat mengajukan permohonan pindah ke daerah kerja lain.

Pengangkatan PPAT baru atau karena pindah daerah kerja, diajukan oleh yang

bersangkutan kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia, dilengkapi dengan rekomendasi dari Kepala Kantor

Pertanahan di tempat tujuan pindah, dan dari Daerah asal tempat tugasnya,

melalui Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang

bersangkutan.75 Setelah itu, PPAT yang bersangkutan mengajukan permohonan

pengangkatan kembali PPAT yang berhenti kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah

dan Kepala Kantor Pertanahan di daerah kerja semula dan daerah kerja tujuan.

Permohonan pengangkatan kembali tersebut dapat diajukan setelah PPAT yang

bersangkutan melaksanakan tugasnya paling kurang tiga tahun.

2.4.5 Pengangkatan Sumpah Jabatan PPAT

PPAT wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala

Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di daerah kerja PPAT yang bersangkutan,

sebelum menjalankan jabatannya. PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena

pemecahan wilayah Kabupaten/Kotamadya, tidak perlu mengangkat sumpah

jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru.76

Untuk keperluan pengangkatan sumpah, PPAT wajib lapor kepada Kepala Kantor

Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT, apabila laporan tersebut

tidak dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal

75Ibid, hal 217.76Ibid, hal 194

Page 86: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

86

ditetapkannya surat keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum. Kepala

Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan dalam waktu 1

(satu) bulan setelah diterimanya laporan tersebut. Pengangkatan sumpah jabatan

PPAT dilakukan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing dengan

pengucapan kata-kata sumpah jabatan sebagai berikut :“Demi Allah Saya

bersumpah ”Bahwa Saya, untuk diangkat menjadi PPAT, akan setia, dan taat

sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, dan Pemerintah Republik Indonesia.

Bahwa Saya, akan menaati peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan

dan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an serta peraturan perundang-undangan

lainnya. Bahwa Saya, akan menjalankan jabatan Saya dengan jujur, tertib,cermat,

dan penuh kesadaran, bertanggung jawab serta tidak berpihak. Bahwa Saya, akan

selalu senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan

martabat PPAT. Bahwa Saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang dibuat

dihadapan Saya dan protokol yang menjadi tanggung jawab Saya, yang menurut

sifatnya atau berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan.

Bahwa Saya, untuk diangkat dalam jabatan Saya sebagai PPAT secara langsung

atau tidak secara langsung dengan dalih atau alasan apapun juga, tidak pernah

memberikan atau berjanji untuk memberikan sesuatu kepada siapapun juga,

demikian juga tidak akan memberikan atau berjanji memberikan sesuatu kepada

siapapun juga.77

Sebagai bukti telah dilaksanakannya pelantikan dan pengangkatan sumpah

jabatan, dibuatkan suatu Berita Acara Pelantikan dan Berita Acara Sumpah

77Boedi, Harsono. 1999. Hukum Agraria Indonesia Sejarah PembentukanUU Pokok Agraria.Djambatan, Jakarta, hal 709

Page 87: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

87

Jabatan yang disaksikan paling kurang dua orang saksi. Setelah PPAT

mengangkat sumpah wajib menandatangani surat pernyataan kesanggupan

pelaksanaan jabatan PPAT sesuai dengan keputusan pengangkatannya.

2.4.6 Pelaksanaan PPAT

Setelah pelaksanaan pelantikan, dan pengambilan sumpah jabatan, maka

PPAT telah dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kewajiban

melaksanakan jabatannya secara nyata, yaitu sebagai berikut :

1) Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan

teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah

Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang

wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu 1

(satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan.

2) PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya, sebagaimana

ditetapkan dalam keputusan pengangkatannya atau penunjukan dari

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau pejabat yang

ditunjuk.

3) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan

ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia.

4) Dalam hal PPAT juga merangkap jabatan sebagai Notaris, maka kantor

tempat melaksanakan tugas jabatan PPAT wajib di tempat yang sama

dengan kantor Notarisnya.

Page 88: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

88

5) PPAT tidak dibenarkan membuka kantor cabang atau perwakilan atau

bentuk lainnya yang terletak di luar dan atau di dalam daerah kerjanya

dengan maksud menawarkan jasa kepada masyarakat.

6) Kantor PPAT harus dibuka setiap hari kerja kecuali pada hari libur resmi,

dengan jam kerja minimum sama dengan jam kerja Kantor Pertanahan

setempat.

7) PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari enam hari kerja

berturut-turut kecuali sedang menjalankan cuti. PPAT dilarang membuat

akta,untuk PPAT sendiri, suami atau isterinya, keluarganya sedarah atau

semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke

samping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum

yang bersangkutan baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui

kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain.78

78A.P.Parlindungan III,Op.cit, hal 201.

Page 89: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

89

BAB III

PENGATURAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI

OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG SEDANG DALAM

PROSES BALIK NAMA

3.1 Pengaturan Pembebanan Hak Tanggungan Yang Sedang Dalam

Proses Balik Nama

Hak milik merupakan hak yang terpenuh dan terkuat. Dimana terpenuh

berarti hak milik memberikan wewenang yang paling luas diantara hak yang

lainnya,karena pemilik dapat dengan bebas untuk menikmati, menguasai, dan

menggunakan miliknya. Penguasaan dan penikmatan hak milik tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dan dalam pengertian hak

milik terkandung pula kebebasan menguasai dan menikmati yang tidak

bolehdiganggu oleh siapapun juga, sejauh untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya

secara wajar.79 Hak Milik dapat dikatakan merupakan sumber kehidupan, untuk

dapat memenuhi kebutuhan hidup, harta benda tertentu harus dimiliki, karena bagi

manusia, ada barang tertentu yang merupakan the natural media on which human

existence depends80. Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia

saja, Warga Negara Asing tidak dapat memilik hak atas tanah.

Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas

tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari

79Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Harta Kekayaan, Citra AdityaBakti, Bandung, hal 39.

80Roscoe Pound,1954, An Introduction to the Philosophy, Yele UniversityPress, New Haven, New York, hal 117.

Page 90: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

90

pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain.81 Sejak berlakunya UUPA,

peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui jual beli, penukaran,

penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-

perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik.

Menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997,

ditegaskan bahwa Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun

melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan

hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya

dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang

berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembuktian hak atas tanah tersebut telah dialihkan, harus dibuktikan dengan suatu

akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT yaitu akta jual beli yang kemudian

akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Pasal 95 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Akta Jual Beli

yang dibuat dihadapan PPAT tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian

hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah (pembeli tanah).82

Herman Soesangobeng mengatakan falsafah kepemilikan atas tanah dalam

hukum adat, hakekat dasarnya adalah dari pertautan manusia dengan tanah dan

alamnya dan bukan pada hak, melainkan pada hubungan kuatnya pertautan

hubungan yang melahirkan kewenangan (hak). Oleh karena itu hak lahir melalui

81K. Wantjik Saleh,Op.cit.,hal. 15-18.82Saleh Adiwinata,1980,Pengertian Hukum Adat Menurut Undang-

Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, hal. 21-30

Page 91: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

91

proses intensitas hubungan antara manusia dengan tanah tidak dari keputusan

pejabat.83 Pengalihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar

menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan

hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan dan

dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Jual beli, tukar menukar atau

hibah merupakan suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Terang

dengan artian bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat

yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan

hukum tersebut (dihadapan PPAT), sedangkan tunai diartikan bahwa dengan

selesainya perbuatan hukum yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang

berarti selesai pula tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat

hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan, kecuali

terdapat cacat secara substansi mengenai hak milik yang dialihkan tersebut, atau

cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas hak milik tersebut.

Adapun yang menjadi syarat-syarat terjadinya pengalihan terhadap kebendaan

tersebut adalah sebagai berikut:84

1. Pengalihan tersebut dilakukan oleh pihak yang berhak untuk mengalihkan

kebendaan tersebut. Tidak selamanya pemilik atas kebendaan itu dapat

diberikan hak untuk mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu hal

misalnya saja pemilik suatu kebendaan di dalam keadaan pailit (failiet).

83Herman Soesangobeng,1998, Filosofi Adat dalam UUPA, Makalahdipresentasikan dalam Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat TerhadapSumberdaya Tanah”, Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPNbekerjasama dengan ASPPAT, tanggal 12 Oktober 1998, di Jakarta, hal. 4.

84K. Wantjik Saleh, Op.cit, hal.23

Page 92: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

92

Pemilik suatu kebendaan tetapi dikarenakan keputusan pengadilan yang

menyatakan ia pailit maka ia tidak berhak untuk mengalihkan benda tersebut.

Adapun sebaliknya orang tersebut bukan merupakan pemilik suatu kebendaan

tetapi ia berhak untuk melakukan pengalihan. Misalnya pandamer, dimana

seseorang menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai

jaminan pelunansan hutangnya. Dalam hal ini ia tidak merupakan pemilik

yangsah dari suatu kebendaan, tetapi apabila pihak yang berhutang dalam hal

ini pemilik yang sah dari benda itu ingkar janji atau wanprestasi maka pihak

penerima gadai berhak mengalihkan benda tersebut.

2. Pengalihan itu dilakukan secara nyata. Dimana pengalihan itu harus benar-

benar terjadi dan dilakukan secara nyatadari tangan ke tangan. Pengalihan

terhadapbenda-benda bergerak cukup hanya melakukan penyerahannya begitu

saja, tetapiterhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda tersebut ke dalam

suatu akta sangat penting untuk menetapkan keabsahan benda tersebut.

Terhadap benda tidak bergerak,di samping dengan pengalihan nyata, dan

harus dilakukan dengan pengalihan secara yuridis. Baik dengan mengalihkan

dengan akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT dan sistem pendaftaran ke

Lembaga yang berwenang.

Dalam hal setelah terjadinya pengalihan pihak pemilik dapat saja

melakukan perbuatan hukum lainnya misalnya pemilik ingin meminjamkan kredit

sehingga tanah yang telah beralih ke tangannya dijadikan jaminan. Kredit yang

diberikan oleh bank pada umumnya didahului dengan perjanjian kredit.Perjanjian

kredit mencakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu

Page 93: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

93

serta bunga yang ditetapkan, serta sanksi apabiladebitur ingkar janji terhadap

perjanjian yang telah dibuat bersama.85Untuk dapat dilaksanakannya pemberian

kredit itu, harus ada suatu persetujuan antara bank sebagai kreditur dengan

nasabah penerima kredit sebagai kreditur yang dinamakan perjanjian kredit.86.

Menurut Lord Moulton dalam konsepnya mengenai jaminan dalam kontrak

menyatakan bahwa :

It is evident, both on principle and on authority, that there may be acontract the consideration for which is the making of some other contract,‘if you will make such and such a contract, I will give you one hundredpounds’, is in every sense of the word a complete legal contract. It iscollateral to the main contract, but each has a independent existence, andthey do not differ in respect of their possessing to the full the character andstatus of a contract.87

(Terjemahannya: Jelas, baik pada prinsip dan otoritas, bahwa kemungkinanadanya pertimbangan uang dalam pembuatan beberapa kontrak, ‘jika andaakan membuat perjanjian saya akan memberikan seratus pounds’, adalahada dalam setiap kontrak hukum yang lengkap. Itu adalah jaminan untukkontrak, tetapi masing-masing pihak memiliki keberadaan atau kekuatantersendiri dan mereka tidak membedakan kehormatan/posisi mereka dalamproses untuk memiliki penuh karakter dan status dalam sebuah kontrak.)

Dalam perjanjian kredit terdapatnya jaminan yang bertujuan untuk

menjamin bahwa piutang kreditur akan dibayar oleh debitur. Untuk jaminan

berupa benda tidak bergerak seperti tanah diatur dalam Undang-Undang Hak

Tanggungan No 14 Tahun 1996 namun sebelum berlakunya UUHT tersebut,

didalam praktek pelaksanaan hipotik, jarang sekali pihak-pihak menempuh

langsung pembuatan akta hipotik karena proses penandatanganan akta hipotik

85Hadi Soeprapto Hartono,1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan danHukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, hal. 93

86Ibid.hal.1287Paul Richards, 2004. Law Of Contract. Pearson Education Limited.

England. hal.113

Page 94: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

94

sampai keluarnya sertipikat hipotik selain memakan waktu lama juga mahal

biayanya, maka hampir selalu yang dilakukan adalah pembuatan Kuasa

Membebankan/Memasang Hipotik. Sehingga pihak bank yang sudah mengenal

debitur dengan baik merasa aman untuk tidak langsung melakukan pembebanan

hipotik, sehingga pembuatan akta hipotik baru akan dilakukan kemudian setelah

terdapat gejala-gejala bahwa debitur tidak sanggup membayar kreditnya atau

cidera janji. Jika didalam praktek peraturan hipotik yang lama untuk

memberlakukan Kuasa Membebankan/Memasang Hipotik merupakan sesuatu

yang dilembagakan. Setelah adanya UUHT untuk pembuatan SKMHT hanya

diperkenankan dalam suatu keadaan tertentu, yaitu apabila Pemberi Hak

Tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan Notaris/PPAT untuk membuat

APHT. Dalam keadaan yang demikian,pemberi Hak Tanggungan wajib menunjuk

pihak lain sebagai kuasanya dengan SKMHT yang berbentuk akta otentik dan

pembuatannya diserahkan kepada Notaris/PPAT yang keberadaannya menjangkau

wilayah kecamatan. Substansi dari SKMHT juga dibatasi oleh UUHT, yaitu hanya

memuat perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan, tidak memuat hak

untuk menggantikan penerima kuasa melalui pengalihan, memuat nama dan

identitas kreditur, debitur, jumlah uang, serta obyek Hak Tanggungan.

Pembatasan mengenai substansi ini ditujukan untuk mencegah berlarut-larutnya

pemberian kuasa serta demi tercapainya kepastian hukum, SKMHT juga dibatasi

jangka waktu berlakunya. Terhadap tanah-tanah yang sudah terdaftar, SKMHT

wajib segera diikuti pembutan APHT dalam jangka waktu 1 (satu ) bulan. Apabila

persyaratan tentang jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka SKMHT menjadi

Page 95: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

95

batal demi hukum. Ketentuan tentang batas waktu untuk melaksanakan kewajiban

yang bersifat imperatif tersebut menegaskan bahwa SKMHT bukan merupakan

syarat dalam proses pembebanan Hak Tanggungan karena syarat mutlak

pembebanan Hak Tanggungan adalah pembebanan Hak Tanggungan dan

Pendaftarannya. Dalam UUHT ditentukan pula bahwa kuasa untuk membebankan

Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab

apapun juga kecuali karena telah dilaksanakan atau telah habis jangka waktunya.

Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pembebanan Hak Tanggungan benar-benar

dilaksanakan sehingga memberikan kepastian hukum bagi pemegang maupun

pemberi Hak Tanggungan.

Terkait dengan teori penafsiran, dalam melaksanakan penafsiran pertama-

tama selalu dilakukan penafsiran gramatikal,karna pada hakikatnya untuk

memahami teks peraturan perundang-undangan harus mangerti terlebih dahulu

arti kata-katanya. Adakalanya pembuat undang-undang tidak mampu memakai

kata-kata yang tepat. Dalam Pasal tersebut tidak disebutkan apabila jangka waktu

tersebut kadaluarsa maka akan dibuatkan yang baru, begitu seterusnya namun

dalam hal ini tidak terdapat ketentuan berapa banyak SKMHT yang dapat dibuat

oleh PPAT. Pembuat undang-undang disini tidak menjelaskan secara jelas

sehingga tidak adanya satu aturan baku bagi para PPAT sehingga di dalam

praktek ada pihak PPAT yang langsung membuat banyak SKMHT dan setiap

kadaluarsa ia harus mendatangkan para pihak, adapula yang membuatnya dalam

beberapa rangka sehingga pihak debitur tidak perlu datang menghadap PPAT

guna penandatanganan SKMHT yang baru.Apabila perlu dilanjutkan dilakukan

Page 96: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

96

dengan penafsiran otentik yang di tafsiskan oleh pembuat undang-undang itu

sendiri, kemudian dilanjutkan dengan penafsiran historis dan sosiologis. Sedapat

mungkin semua metode penafsiran dilakukan, agar didapat makna-makna yang

tepat. Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama,maka

wajib di ambil metode penafsiran yang membawa keadilan setinggi-tingginya,

karena memang keadilan itulah yang di jadikan sasaran pembuat undang-undang

pada waktu mewujudkan undang-undang yang bersangkutan .

3.2 Pembebanan Hak Tanggungan yang Sedang Dalam Proses Balik Nama

Sertipikat

Pembebanan Hak Tanggungan dilewati dengan beberapa persyaratan yang

harus dipenuhi pihak debitur agar pihak bank dapat memiliki keyakinan tepatkah

memberikan kreditnya kepada orang tersebut. Namun tidak semua perjalanan

tidak mengalami hambatan, seseorang yang sertipikat sedang proses balik nama

dapat saja meminjam kredit kepada bank. Pihak bank juga harus berhati-hati

untuk mencairkan kreditnya kepada seseorang agar kelak dikemudian hari pihak

debitur dapat melunasi kreditnya dengan lancar tanpa hambatan.Unsur yang

paling essensial dari pemberian kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank,

sebagai Kreditur, terhadap nasabah peminjam sebagai Debitur. Kepercayaan itu

timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh

kredit bank oleh Debitur, misalnya jelasnya peruntukan pemberian kredit, adanya

benda jaminan atau agunan. Makna dari kepercayaan itu adalah keyakinan dari

Page 97: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

97

bank sebagai Debitur bahwa kredit yang diberikan sungguh-sungguh akan

kembali dalam jangka waktu sesuai kesepakatan.88

Kepercayaan memang merupakan unsur kredit yang paling esensial tetapi bukan

merupakan satu-satunya unsur kredit. Hermansyah memaparkan secara lengkap

unsur-unsur kredit, yaitu :

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang dan jasa akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi

dan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dengan

unsur waktu ini, terkandung pengertian agio dari uang, yaitu uang yang ada

sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang

akan datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari

adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dan kontraprestasi

yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin

tinggi pula tingkat resikonya.

d. Prestasi atau objek kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang tetapi juga

dapat berupa barang dan jasa. Tetapi karena kehidupan ekonomi modern di

dasarkan pada uang maka yang umum terjadi adalah tranksaksi kredit dalam

bentuk uang.89

88Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, hal. 43.

89Ibid.hal.58.

Page 98: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

98

Selain kepercayaan pihak bank harus juga memiliki prinsip kehati-hatian

dalam mencairkan kreditnya. Prinsip kehati-hatian (prudent) ini adalah salah satu

konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Disamping

pula sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan

perbankan. Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini,

maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu sendiri (internal)

maupun oleh pihak luar (external), in casu oleh pihak Bank Sentral. Disamping

itu juga dengan tujuan penegakan prinnsip kehati-hatian ini,regulasi tentang

perbankan diperketat. Sehingga akhirnya dunia perbankanmerupakan salah satu

bidang yang sangat heavily regulated. Demikian juga dengan keharusan adanya

jaminan hutang dalam setiappemberian kredit sebenarnya juga mempunyai tujuan

agar kredit diluncurkansecara hati-hati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang

bersangkutan akan dibayar kembali oleh pihak debitur.90

Bank wajib menerapkan pokok ketentuan perkreditan dan pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana

yang dijelaskan dalam penjelasan Pasal 8 Ayat 2 UU Perbankan, yaitu :

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis;

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah

Debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak,

kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur;

90Munir Fuady, 2001, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cet. I, PT. CitraAditya Bakti, Bandung, hal 21.

Page 99: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

99

c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur

dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitur dan atau

pihakpihak terafiliasi;

f. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan pemberian kredit oleh Bank Indonesia pada penjelasan Pasal 8 Ayat (2)

huruf b UU Perbankan tersebut di atas kemudian dirumuskan para sarjana

perbankan menjadi formula 5 C, seperti yang dipaparkan oleh Hermansyah, yaitu:

1. Character

Salah satu unsur yang mesti diperhatikan oleh bank sebelum memberikan

kreditnya adalah penilaian atas karakter kepribadian/watak dari calon debiturnya.

Bahwa calon nasabah memiliki watak, moral dan sifat-sifat pribadi yang baik,

karena watak yang jelek akan menimbulkan perilaku-perilaku yang jelek pula.

2. Capacity

Kemampuan calon Debitur mengelola usahanya dan mampu melihat

prospektif masa depan sehingga usahanya dapat berjalan dengan baik dan

memberikan keuntungan. Hal ini pada gilirannya akan membantu menjamin ia

mampu melunasi utangnya.

Page 100: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

100

3. Capital

Permodalan dari suatu debitur juga merupakan hal yang penting harus

diketahui oleh calon krediturnya. Karena permodalan dan kemampuan keuangan

dari suatu debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan

bayar kredit. Jadi masalah likuiditas dan solvabilitas dari suatu badan usaha

menjadi penting artinya.

4. Collateral

Jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang bmerupakan saran

pengaman atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasi nasabah di

kemudian hari.

5. Condition of economy

Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan

kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk

memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi

tersebut.91

Dalam hal sertipikat yang sedang dalam proses balik nama pihak bank dan

Notaris/PPAT pertama-tama membuatkan SKMHT. SKMHT adalah kuasa yang

diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan sebagai pemberi kuasa kepada penerima

kuasa khusus untuk membebankan suatu benda dengan Hak Tanggungan.92

Pemberi SKMHT biasanya adalah pemilik jaminan, ada kemungkinan sekaligus

sebagai debitur tetapi bisa juga hanya sebagai pemilik jaminan. Sedangkan

91Ibid., hal. 64.92Mariam Darus Badrulzaman,2004,Buku II Kompilasi Hukum Jaminan,

Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II),hal 76.

Page 101: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

101

penerima SKMHT dipastikan adalah kreditur, kreditur biasanya badan hukum

baik bank ataupun lembaga finansial. Menurut Pasal 15 Ayat 1 UUHT

menentukan bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta notariil atau akta PPAT.

Adapun alasan pembuatan SKMHT dengan akta notariil yaitu dilihat dari

kedudukannya dan objeknya tidak terbatas/nasional, karena letak tanahnya di luar

tempat kedudukan PPAT-nya maka itulah alasan mengapa tidak dibuat dengan

akta PPAT. Dalam praktek SKMHT ini cukup banyak digunakan oleh debitur

untuk mendahului suatu pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang

nantinya wajib dibuat APHT. Alasan dibuatnya SKMHT itu karena adanya

kondisi-kondisi tertentu yang pada saat itu belum bisa atau belum memungkinkan

untuk langsung dibuatnya APHT. Kondisi-kondisi tertentu tersebut, seperti :

sertipikat baru di konversi; baru adanya proses jual beli yang sertipikatnya dalam

proses balik nama, sertipikat sedang dalam proses roya karena didahului proses

takeover, maka sertipikat belum diserahkan kepada bank yang baru dan belum

dilakukan pengecekan, karena letak tanahnya di luar kedudukan Notaris selaku

PPAT.

Setelah perjanjian pokok diadakan, maka pemberian Hak Tanggungan

harus dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, APHT itu merupakan suatu

bukti otentik yang dibuat oleh para pihak di hadapan PPAT guna memberi

kepastian hukum bahwa telah terjadinya pemberian hak tanggungan. Adapun

Page 102: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

102

prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan APHT secara

umum, yaitu sebagai berikut:93

a. Setelah mengabulkan permohonan kredit oleh kreditur yang di mohon debitur,

maka kreditur mengeluarkan Surat Keputusan tentang dikabulkannya

permohonan kredit.

b. Apabila kreditur telah memutuskan untuk mengabulkan permohonan kredit

oleh debitur dengan agunan tanah dan/berikut bangunan, maka kreditur segera

mengirim permohonan pembuatan akta (perjanjian kredit dan

APHT)/sertipikat dan KTP serta berkas-berkas lainnya.

c. Atas dasar permohonan dari bank/kreditur tersebut maka Notaris

meneliti/memeriksa terlebih dahulu kelengkapan berkas/syarat-syarat yang

diperlukan untuk pembuatan akta tersebut.

d. Apabila berkas-berkas yang diterima Notaris/PPAT sudah lengkap dan benar

maka PPAT melakukan persiapan pembuatan akta dengan melakukan

pengecekan lebih dahulu asli sertipikat tersebut ke Kantor Pertanahan setempat

dengan mengirim sertipikat asli.

e. Setelah Kantor Pertanahan setempat yang melakukan pengecekan sertipikat

dan menyatakan bahwa asli sertipikat tersebut sesuai dengan daftar/buku tanah

yang ada di Kantor Pertanahan, maka APHT dapat dilakukan

penandatanganan oleh para pihak yang didahului pembacaan dan penjelasan

mengenai isi dan akibat hukumnya oleh PPAT yang bersangkutan.

93Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT IndonesiaKumpulan Tulisan Tentang Notaris dan PPAT, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,(selanjutnya disebut Habib Adjie II), hal. 190

Page 103: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

103

Pemberian Hak Tanggungan menurut Pasal 13 Ayat 1 UUHT, wajib

didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pasal 14 Ayat 1 UUHT menentukan bahwa

sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan

sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dari proses di atas pada prakteknya muncul satu permasalahan dimana

pada proses pembuatan APHT ada yang didahului dengan SKMHT, misalnya

baru adanya proses jual beli, yang sertipikatnya masih dalam proses balik nama

maka sebelum proses balik nama selesai pembuatan APHT didahului dengan

SKMHT. Pasal Ayat 15 Ayat (3) UUHT disebutkan Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti

dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu)

bulan sesudah diberikan. Dalam pasal ini jangka waktu yang ditentukan hanya

satu bulan, jika jangka waktu tersebut habis maka SKMHT itu dinyatakan gugur

dan harus membuatkan SKMHT yang baru. Begitu seterusnya, sehingga jika

SKMHT tersebut telah jatuh tempo maka pihak debitur harus datang menghadap

PPAT lagi guna penandatanganan SKMHT yang baru. Dalam praktek seringkali

notaris membuatkan dalam beberapa rangkap sehingga apabila SKMHT tersebut

telah jatuh tempo tidak perlu menghadirkan debitur ke Notaris/PPAT. Hal ini

sebenarnya tidak diperbolehkan dilakukan karena apabila dikemudian hari kredit

tersebut menjadi masalah maka kebenaran dari SKMHT tersebut bisa

dipermasalahkan berdasarkan alibi. Semestinya jika SKMHT tersebut telah jatuh

tempo pihak debitur hadir dihadapan Notaris/PPAT guna pembuatan SKMHT

yang baru begitu seterusnya. Dengan melihat peraturan dalam UUHT hal-hal yang

Page 104: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

104

berhubungan dengan Pembebanan Hak Tanggungan hanya terdapat UUHT jika

dikaitkan dengan teori perundang-undangan, dimana melihat berlakunya undang-

undang dalam hierarki perundangan-undangan UUHT dianggap yang lebih khusus

mengatur mengenai Hak Tanggungan.

3.3 Mekanisme Pembebanan Hak Tanggungan atas Hak Milik Atas Tanah

Yang Sedang Dalam Proses Balik Nama

Perbuatan hukum yang dibuat dihadapan PPAT akan melahirkan akta

otentik yang dijadikan alat bukti paling kuat bagi para pihak yang telah

melakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak milik atas tanah, yang akan

dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaran perubahan data yang diakibatkan oleh

perbuatan hukum dimaksud. Selain dibuat dihadapan pejabat umum, untuk dapat

memperoleh otentisitasnya maka akta yang bersangkutan harus dibuat dalam

bentuk yang ditentukan oleh peraturan perundang-undang dan pejabat umum

dihadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta

itu, ditempat dimana akta itu dibuatnya.94

Mengenai syarat bahwa akta itu harus dibuat oleh pejabat umum yang

mempunyai kewenangan untuk membuat akta, ditegaskan dalam Pasal 4 Ayat 1

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyatakan: “PPAT hanya

berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan

rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya”.

Pembebanan hak tanggungan yang mana terlebih dahulu dilakukan proses

jual beli. Dimana pada saat proses balik nama dilakukan oleh Kantor Pertanahan

94Supriadi, 2006, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnyadisebut Supriadi II) hal. 170.

Page 105: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

105

pihak pembeli ingin meminjamkan kredit di bank. secara yuridis hal ini dapat saja

dilakukan dengan melakukan prosedur jual-beli terlebih dahulu lalu dilakukan

pembebanan hak tanggungan terhadap hak atas tanah yang sedang proses balik

nama tersebut. Pada saat penandatanganan akta jual beli dilakukan, terlebih

dahulu blanko akta jual beli tersebut diisi dengan nama PPAT berikut dengan

saksi-saksi dari PPAT yang daerah kerjanya meliputi daerah di mana obyek hak

atas tanah tersebut berada, serta telah nama para pihak, objek jual belinya

berdasarkan dokumen-dokumen dan data-data yang telah disampaikan oleh para

pihak. Akta tersebut kemudian oleh PPAT dibacakan kepada para pihak dan

selanjutnya setelah para pihak telahmengerti akan isi dalam akta jual beli tersebut,

maka para pihak menandatangani akte jual beli tersebut, kemudian oleh saksi-

saksi dan PPAT.

Dalam proses pembuatan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT,

dibutuhkan langkah-langkah yang harus dilalui oleh PPAT sebelum dilakukan

penandatanganan akta jual belinya oleh para pihak yang berkepentingan.

Langkah-langkah tersebut adalah:

1. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau

pembebanan hak milik atas tanah, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan

pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak

milik atas tanah yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor

Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.

2. Akta harus mempergunakan formulir yang telah ditentukan.

3. Dalam hal diperlukan izin untuk peralihan hak tersebut, maka izin tersebut

Page 106: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

106

harus sudah diperoleh sebelum akta dibuat.

4. Sebelum dibuat akta mengenai pemindahan hak atas tanah, calon penerima

hak harus membuat pernyataan yang menyatakan.

a. Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi

pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan

tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi

pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

c. Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan

sebagaimana dimaksud pada a dan b tersebut tidak benar maka tanah

kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform;

d. Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat

hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b tidak

benar.

5. Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang

melakukanperbuatan hukum atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat

kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)

orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan

hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak

atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam

Page 107: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

107

pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh

para pihak yang bersangkutan.

7. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan

dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan

prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan

yang berlaku.

8. Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan

dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani

seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.

9. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta

yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya

berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan

untuk didaftar. Terhadap perbuatan hukum pengalihan hak tersebut, maka

“PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah

disampaikannya akta sebagai mana dimaksud di atas kepada para pihak yang

bersangkutan”. Sebelum dilakukannya penandatanganan akta jual beli, PPAT

harus terlebih dahulu meminta bukti pembayaran pajak, hal ini sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 91 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, secara tegas menyatakan:

“Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta

pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak

menyerahkan bukti pembayaran pajak”.

Page 108: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

108

Selain itu, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP

Pendaftaran Tanah), PPAT harus menolak untuk membuat akta apabila:

1. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah

susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan

atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di

Kantor Pertanahan.

2. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:

a. Surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Ayat (1) PP

Pendaftaran Tanah atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Ayat (2) PP Pendaftaran Tanah;

b. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan

belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak

di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang

hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.

c. Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang

bersangkutan atau salah satu saksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38

PP Pendaftaran Tanah, tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk

bertindak demikian; atau

d. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa

mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak;

atau

Page 109: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

109

e. Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat

atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

f. Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa

mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

g. Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Selain hal-hal tersebut di atas, dalam menjalankan tugasnya jabatannya

sebagai pembuat akta dibidang pertanahan, PPAT harus memiliki kecermatan dan

ketelitian dalam memeriksa kelengkapan berkas-berkas dalam pembuatan akta

jual beli. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh PPAT yaitu:

1. Identitas dari para pihak. PPAT harus memeriksa kebenaran formil dari

identitas para pihak serta dasar hukum tindakan para pihak.

2. Jangka waktu berakhirnya hak atas tanah yang diperjualbelikan (karena jika

jangka waktunya berakhir, tanahnya kembali dikuasai oleh negara)

3. Harga jual beli harus sudah dibayar lunas sebelum akta ditandatangani.

4. Tidak terdapat tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

5. Tanah yang diperjualbelikan harus berada dalam wilayah kerja PPAT yang

bersangkutan.

Dalam pembuatan Akta Jual Beli diperlukan syarat-syarat yang terlebih dahulu

harus dipenuhi oleh para pihak. Syarat yang diperlukan untuk membuat Akta Jual

Beli Tanah antara lain :

Page 110: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

110

a. Penjual (Pihak Pertama) membawa :

- Pihak Pertama (penjual) berikut suami/isteri Penjual

- Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual.

- Kartu Tanda Penduduk Suami dan Isteri yang masih berlaku.

- Jika Suami/isteri penjual meninggal maka yang harus dibawa adalah

AktaKematian dan jika bercerai membawa Akta Perceraian.

- Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Terahir dan lima tahun

kebelakang

- Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga.

- Kartu Keluarga.

- NPWP.

b. Sedangkan calon pembeli (Pihak Kedua) membawa :

- Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku

- Kartu Keluarga.

- NPWP

Setelah semua persyaratan terpenuhi maka dilakukan pembuatan Akta Jual Beli.

Tahap-tahapan dalam Pembuatan Akta Jual Beli antara lain:

a. Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli.

1) Sebelum membuat akta Jual Beli Pejabat pembuat Akta Tanah melakukan

pemeriksaan/pengecekan mengenai keaslian sertifikat ke kantor

Pertanahan.

2) Penjual harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Page 111: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

111

3) Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah

tersebut ia tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi

ketentuan batas luas maksimum.

4) Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam

sengketa.PPAT menolak pembuatan Akta jual Beli apabila tanah yang

akan dijual sedang dalam sengketa atau dalam tanggungan di bank.

b. Pembuatan Akta Jual Beli

1) Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang

yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis jika dikuasakan.

2) Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi

biasanya dari pegawai PPAT.

3) PPAT membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud

pembuatan akta, Termasuk juga sudah lunas atau belum untuk

transaksinya.

4) Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta

ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPAT.

5) Akta dibuat 2 lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu

lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan

pendaftaran (balik nama).

6) Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.

Setelah Akta Jual Beli selesai di tandatangani oleh semua pihak tahapan

selanjutnya yang dilakukan adalah PPAT menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke

Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertifikat. Penyerahan harus

Page 112: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

112

dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta

tersebut.Berkas yang diserahkan ke BPN antara lain:

1) Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli atau

Kuasanya Jika Dikuasakan.

2) Akta jual beli PPAT lembar kedua.

3) Asli Sertifikat hak atas tanah.

4) Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pembeli dan penjual yang masih

berlaku dan di ligalisir.

5) Bukti pelunasan pembayaraan Pajak Bumi dan Bangunan tahun Terahir.

6) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan.

Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke Kantor

Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka

Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik

nama kepada pemohon. Selanjutnya, oleh Kantor Pertahanan akan dilakukan

pencoretan atas nama pemegang hak lama, untuk kemudian diubah dengan nama

pemegang hak baru. Nama pemegang hak lama (penjual) didalam buku tanah dan

sertipikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan

atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada

halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertipikat, dengan

dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan

atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli dapat

mengambil sertipikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertahanan

Page 113: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

113

Terkait.95 Dengan telah dilakukan balik nama tersebut maka pemilik tanah baru

dapat melakukan perbuatan hukum terhadap apa yang dimilikinya misalnya tanah

tersebut dijadikan jaminan dalam peminjaman hutang di bank. hal tersebut biasa

disebut dengan Pembebanan Hak Tanggungan, adapun tata cara pendaftaran Hak

Tanggungan dikemukakan sebagai berikut:96

a) Tahap Pemberian Hak Tanggungan;

APHT dibuat dihadapan PPAT yang didahului dengan perjanjian kredit

yang dijamin. Dimana PPAT harus memeriksa (pengecekan) sertipikat tanah yang

akan dijadikan agunan mengenai keabsahan dan tidak adanya sengketa dengan

pihak lain atau sertipikat tersebut masih dalam proses balik nama ataupun masih

dalam bentuk pipil,getuk c, lalu meminta kelengkapan surat-surat kepada pemberi

dan pemegang Hak Tanggungan serta harus mengetahui kewenangan dari pemberi

dan pemegang Hak Tanggungan. Setelah itu barulah PPAT dapat membuatkan

SKMHT setelah SKMHT maka diikuti dengan pembuatan APHT. Jangka waktu

berlakunya SKMHT yang hanya 1 bulan. Pembebanan Hak Tanggungan yang

penyelesaian sertipikatnya bagi tanah yang sudah terdaftar, maka jangka waktu

yang ditetapkan dalam UUHT belum dapat atau tidak dapat dikatakan akomodatif

terhadap permasalahan perbankan.

b) Tahap Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan ;

Pendaftaran objek Hak Tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 17

UUHT dilakukan di Kantor Pendaftaran Kota atau Kabupaten di Kantor

95Eko Yulian Isnur, 2008, Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah danTanah, Pustaka Yustisia, Jakarta, hal 73-75

96H. Salim HS.2007, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, hal.179

Page 114: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

114

Pertanahan Nasional setempat. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam waktu

7 hari setelah penandatanganan pemberian hak tanggungan wajib mengirimkan

Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan warkah lainnya kepada Kantor

Pertanahan serta berkas yang diperlukan yaitu :

- Surat pengantar dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dibuat

rangkap 2 dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan ;

- Surat permohonan pendaftaran hak tanggungan dari penerima hak

tanggungan ;

- Fotokopi surat identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan ;

- Sertifikat asli hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang

menjadi objek Hak Tanggungan.

- Lembar ke dua Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ;

- Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf olehPejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan untuk disahkan sebagai

salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan sertifikat hak

tanggungan ;

- Bukti pelunasan biaya pendaftaran hak tanggungan.

- Kantor Pertanahan membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya

dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta

menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang

bersangkutan.

- Tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah

penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi

Page 115: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

115

pendaftarannya. Surat-surat yang diperlukan bagi tanah yang sudah

bersertifikat atas nama.

Menurut Pasal 10 Ayat (1) UUHT, pemberian Hak Tanggungan didahului

dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan

utang tertentu, yang dituangkan dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari

perjanjian kredit atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Perjanjian kredit dapat dibuat secara dibawah tangan ataupun dengan akta otentik

yang biasanya dibuat secara notariil. Adanya utang yang dijamin merupakan

syarat sah bagi adanya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Menurut Pasal 8

UUHT, pemberi Hak Tanggungan yang harus hadir dihadapan PPAT, pada saat

penandatanganan APHT dan atau SKMHT adalah orang perorangan ataupun

badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum

terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Orang perorangan dalam hal

ini:

a) bisa bertindak sendiri, bila telah dewasa dan belum menikah atau bila ia telah

melangsungkan perkawinan dengan membuat perjanjian kawin pisah harta;

b) harus mandapat persetujuan dari suami atau isterinya (bisa hadir ataupun

dengan surat persetujuan);

c) orang perorangan yang suami atau isterinya telah meninggal dunia sedangkan

objek Hak Tanggungan tersebut perolehannya pada masa perkawinan, maka

diperlukan adanya persetujuan dari para ahli warisnya, dalam hal ada ahli

waris masih di bawah umur, maka perlu penetapan pengadilan untuk ijin

penjaminan.

Page 116: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

116

d) badan hukum diwakili oleh Direksi/Direktur dengan persetujuan dari Rapat

Umum Pemegang Saham/RUPS (sesuai dengan yang ditetapkan dalam

anggaran dasar perseroan).

Lembaga pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam UUPA Juncto PP

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, lebih tepat dinamakan sebagai

stelsel campuran yakni antara stelsel negativebertendensi positif97. Artinya

pendaftaran tanah memberikan perlindungan kepada pemilik yang berhak (stelsel

negatif) dan menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam

bukupemilik yang berhak (tendensi positif). Berdasarkan ketentuan Pasal 17

UUHT, tidaklah berlebihan apabila lembaga pendaftaran tanah menurut UUHT

juga menganut stelsel campuran.98

Tanpa adanya pendaftaran, Hak Tanggungan dianggap tidak pernah ada,

jika pendaftaran belum dilakukan di Kantor Pendaftaran tanah, menurut Pasal 13

Ayat 1 UUPA begitu juga halnya dengan hipotik menurut Pasal 1179 Ayat 2

KUHPer. Semua perikatan Hak Tanggungan dan Hipotik yang sudah dalam

proses pemasangan yang belum didaftarkan, dianggap belum ada dan tidak dapat

dimintakan eksekusi penjualan lelang berdasarkan Pasal 244 Herziene

Indonesisch Reglement (HIR). Pemberian Hak Tanggungan harus didaftarkan 7

(tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT

97Mariam Darus Badrulzaman,1991, Perjanjian Kredit BankCitra AdityaBakti, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman III), hal.11.

98Effendy Hasibuan, 1997, Dampak Pelaksanaan Eksekusi Hipotik DanHak Tanggungan Terhadap Pencairan Kredit Macet Pada Perbankan Di Jakarta,Laporan Penelitian, Universitas Indonesia Pascasarjana (S3) Bidang Studi IlmuHukum, Jakarta.

Page 117: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

117

Bahwa di dalam melakukan eksekusi Hak Tanggungan tata urutan

pendaftaran yang menentukan kekuatan yang mengikat dari Hak Tanggungan itu.

Hak Tanggungan yang dibuat debitur terhadap beberapa orang kreditur, bukan

dilihat dari tanggal pemasangan, tetapi dilihat dari urutan pendaftarannya. Sebagai

tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang sudah didaftarkan oleh Kepala Kantor

Badan Pertanahan Nasional maka, diterbitkan sertipikat Hak Tanggungan yang

bentuk dan isinya juga ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional berdasarkan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 14 Ayat

1 UUHT. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

Ayat 1 UUHT memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang sudah mempunyai ketetapan hukum yang tetap dan berlaku

sebagai grosse akta. Kalau dilihat bahwa titel eksekutorial terdapat pada sertipikat

Hak Tanggungan, dengan demikian APHT adalah pelengkap dari sertipikat Hak

Tanggungan.

3.4 Fungsi Covernote Dalam Pembebanan Hak Tanggungan Yang Sedang

Dalam Proses Balik Nama Sertipikat

Dalam hal permasalahan kredit perbankan, pihak debitur tentu ingin segera

mendapatkan kreditnya sedangkan pihak kreditur ingin segera mendapatkan

jaminannya, namun tidak semudah itu tentu ada saja kendala yang dialami dalam

proses pemberian kredit ini misalnya sertipikat baru di konversi; baru adanya

proses jual beli yang sertipikatnya dalam proses balik nama; sertipikat sedang

dalam proses roya. Maka pihak Notaris yang harus pandai mengakalinya agar

Page 118: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

118

kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan dalam keadaan aman. Notaris

dalam hal ini akan membuat catatan penutup atau yang lebih umum disebut cover

note.

Cover note berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yang

terpisah, yakni cover dan note, dimana cover berarti tutup dan note berarti tanda

catatan. Maka covernote berarti tanda catatan penutup. Dalam istilah kenotariatan

arti dari cover note adalah surat keterangan, yakni surat keterangan yang

dikeluarkan oleh seorang Notaris yang dipercaya dan diandalkan atas tanda

tangan, cap, dan segelnya guna untuk penjamin dan sebagai alat bukti yang kuat.

Cover note dikeluarkan oleh Notaris karena Notaris belum tuntas melaksanakan

pekerjaannya dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangannya yang harus

dilaksanakannya untuk menerbitkan akta otentik. Dalam UUJN Tugas dan

kewenangan Notaris tidak ada satu pasalpun yang menegaskan bahwa Notaris

dapat membuat cover note untuk menerangkan bahwa akta yang akan dikeluarkan

kelak masih dalam proses berjalan. Untuk menerangkan bahwa sertipikat hak

tanggungan sebagai prasyarat lahirnya perjanjian kredit oleh bank, kemudian bank

dapat melakukan pencairan kredit.

Bank tidak segampang itu akan mencairkan kredit tetapi Bank tetap

berpegang pada prinsip kehati-hatian yang ditegaskan dalam SK Direksi BI

Nomor 27/ 162/ KE/ DIR dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya dan juga

berdasarkan pedoman penyusunan kebijaksanaan perkreditan Bank.

Oleh karena itu bank biasanya mencari sumber, history, kejelasan bukti

kepemilikan, bahkan oleh Bank mendapat keterangan dari tanah yang menjadi

Page 119: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

119

objek hak tanggungan tersebut melalui permintaan tanda tangan dari semua

pemilik yang berdekatan dengan batas-batas tanah tersebut, selebihnya juga

mendapat keterangan melalui tanda tangan dari kepala desa/ camat/ lurah dimana

tanah yang menjadi objek jaminan tersebut terletak wilayahnya menerapkan

prinsip-prinsip perkreditan seperti prinsip kehati-hatian, prinsip kepercayaan dan

prinsip 5C. Namun bank juga tampaknya tidak mengikuti mekanisme yang

ditentukan dalam UUHT sehingga pihak bank dengan cepat saja mengeluarkan

dan berani mencairkan kredit tanpa melihat bahwa perjanjian kredit tidak diikat

dengan hak tanggungan yang sempurna. Tidak perlu ada rasa was-was dari Bank

kalau debitur itu wanprestasi yang akan menyebabkan kreditnya macet, karena

suatu waktu juga bank tetap akan memperoleh sertipikat hak tanggungan yang

memiliki kekuatan hukum yang dapat mengikat perjanjian atau pencairan kredit

dengan objek jaminan hak tanggungan.

Covernote yang dikeluarkan oleh Notaris berfungsi menerangkan hal-hal

yang sedang dilakukan pengurusan di Kantor Notaris/PPAT. Dalam pengurusan

tersebut tidak jarang memakan waktu yang banyak sedangkan pihak debitur ingin

kreditnya cepat cair dan pihak bank merasa was-was jika tidak adanya kepastian

hukum terhadap jaminan tersebut, sehingga dengan adanya covernote ini akan ada

percaya dari pihak bank bahwa jaminan tersebut akan benar-benar dapat

dikeluarkan Sertifikat Hak Tanggungan dan bank sebagai pihak kreditur dapat

didahulukan haknya.

Page 120: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

120

3.5 Kekuatan Hukum Covernote Dalam Pembebanan Hak Tanggungan

Yang Sedang Dalam Proses Balik Nama Sertipikat

Dikeluarkannya cover note oleh Notaris yang berisikan pernyataan.

Pernyataan pada prinsipnya tidak digantungkan pada bentuk tertentu. Pernyataan

demikian dapat diberikan secara tegas, namun juga tercakup kedalam satu atau

lebih perilaku. cover note muncul sebagai surat keterangan tidak hanya terjadi

dalam hukum jaminan berupa sertipikat hak tanggungan, melainkan juga dapat

dikleuarkan oleh Notaris dalam akta yang lain seperti gadai, hipotik, fidusia.

Mengingat bahwa rata-rata dalam pencairan kredit oleh Bank bagi debitur. Bank

lebih senang dan terbiasa mencairkan kredit yang disertai dengan hak tanggungan,

yang objek jaminan hak tanggungannya adalah tanah. Apalagi tanah bernilai

ekonomi dan harganya tidak pernah turun-turun. Ada beberapa contoh dari surat

keterangan cover note Notaris, misalnya:

1. Bila debitur hendak mengambil kredit di Bank dan barang yang akan

dijaminkan itu masih dalam proses balik nama atau roya sedangkan Bank baru

akan mencairkan kredit bila barang yang dijaminkan telah selesai di balik

namaatau roya fidusia terlebih dahulu, maka salah satu solusi agar kredit itu

dapat dicairkan oleh Bank, yaitu Notaris akan mengeluarkan cover note yang

berisi keterangan bahwa sertipikat kepemilikan atas barang itu sedang dalam

proses balik nama atau roya dan apabila telah selesai di balik nama atau roya

maka akan disetor ke Bank.

2. Bila suatu Perseroan Terbatas sedang menunggu surat keputusan pengesahan

sebagai Badan Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Page 121: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

121

Indonesia dan proses pengurusannya dilimpahkan ke kantor Notaris, maka

Notaris akan mengeluarkan cover note, yang menerangkan bahwa surat

tersebut sedang dalam proses di Departeman Hukum dan HAM RI apabila

telah selesai pengurusannya akan diserahkan kepada pihak yang

berkepentingan tersebut.

Pada umumnya proses cover note Notaris tidak ada aturan baku yang

mengatur mengenai bentuk dan tata cara penulisannya, akan tetapi penulisan dari

cover note biasanya dilakukan atas kop surat Notaris, ditandatangani dan dicap

oleh Notaris, sedangkan lainya disesuaikan dengan proses yang sedang dalam

pengurusan di kantor Notaris/PPAT.

Sebagaimana dalam sertipikat hak tanggungan, bank akan memilki

kekuatan hukum untuk mengeksekusi objek jaminan hak tanggungan jika debitur,

pada akhirnya tidak mampu mengembalikan kredit pinjaman, maka tidak

dipermasalahkan lagi cover note-nya. Bank tetap jauh dari ancaman pinjaman

yang tidak akan dikembalikan oleh debitur. Dengan sertipikat hak tanggungan

artinya Bank tetap memiliki Kedudukan yang diutamakan atau didahulukan

pemegangnya (preferent) yang artinya:

a. Mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada.

b. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

c. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Bank sebagai pihak yang

mencairkan kredit hanya dengan cover note juga berani bertaruh, tidak

Page 122: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

122

hanya dengan cover note, tetapi ia harus benar memiliki keyakinan atau

kepercayaan pada objek jaminan debitur yang akan keluar kelak sertipikat

hak tanggungannya.

Jika dipandang secara hukum memang pada kenyataannya cover note

tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan sempurna. hanya sebagai

pengantar pada bank untuk mengeluarkan kredit, minimal ada rasa kepercayaan

yang terbangun antara bank sebagai pemegang hak tanggungan kelak setelah

keluarnya sertipikat hak tanggungan dari Badan Pertanahan. Notaris dalam

mengeluarkan cover note tidak sembarangan, memberikan surat keterangan bahwa

debitur sebagai pemberi hak tanggungan, dapat dipercaya untuk dicairkan

kreditnya. Notaris sebelumnya akan melakukan pengecekan pada Badan

Pertanahan bahwa tanah tersebut sebenarnya telah terdaftar atau dapat memenuhi

persyaratan administratif untuk dikeluarkan sertipikat hak tanggungannya dan

bank kelak akan memperoleh sertipikat hak tanggungan, untuk kemudian dicatat

juga dalam buku tanah hak tanggungan pada Badan Pertanahan.

Page 123: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

123

BAB IV

KEDUDUKAN KREDITUR TERHADAP OBJEK HAK TANGGUNGAN

YANG SERTIPIKATNYA SEDANG DALAM PROSES BALIK NAMA

4.1 Kedudukan Pihak Kreditur Terhadap Perjanjian Kredit Yang Objek

Hak Tanggungannya Sedang Dalam Proses Balik Nama

Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa Latin “credere”, yang

berarti kepercayaan. Hal ini menunjukkan, bahwa yang menjadi dasar pemberian

kredit oleh bank kepada nasabah/debitur adalah kepercayaan. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang

dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas

jumlah tertentu yang diijinkan oleh bank atau badan lain.99

Perjanjian Kredit termasuk kategori perjanjian obligatoir dan karenanya

melahirkan hak perorangan yang diatur dalam Buku III Burgelijk Wetboek

(selanjutnya disingkat B.W.), menimbulkan akibat hukum bagi masing-masing

para pihak selain terikat kepada janjinya, juga menimbulkan hak dan kewajiban

bagi para pihak secara timbal balik.100 Perjanjian kredit dalam praktek sering

disebut akad kredit, sedangkan di dalam hukum perdata disebut perjanjian pinjam-

meminjam atau hutang-piutang, yaitu suatu perjanjian yang satu pihak (kreditur)

berjanji untuk menyediakan barang yang habis karena pemakaian, sedangkan

pihak lain (debitur) berjanji untuk mengembalikan barang tersebut dengan barang

99Hermansyah,2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, PrenadaMedia, Jakarta, hal. 55

100Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan,Laksbang Pressindi, Yogyakarta, hal. 14

Page 124: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

124

lain dengan jenis, mutu, dan jumlah yang sama di lain waktu, baik disertai dengan

disertai bunga atau tidak sesuai kesepakatan. Perjanjian kredit perbankan di

Indonesia mempunyai arti yang khusus dalam rangka pembangunan, tidak

merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang yang biasa, perjanjian kredit

menyangkut kepentingan nasional.101 Menurut H. Salim HS, bahwa pada dasarnya

perjanjian kredit dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :102

1. Perjanjian Pokok, yaitu perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari

lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Contoh perjanjian

pokok adalah perjanjian kredit bank.;

2. Perjanjian Accesoir (Tambahan), yaitu perjanjian yang bersifat tambahan

dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contohnya adalah perjanjian

gadai, hak tanggungan, dan fidusia.

Selama prestasi dalam perjanjian kredit yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan

dipenuhi dengan baik oleh debitor, maka hak tanggungan sebagai hak jaminan

tidak kelihatan fungsinya.Hak Tanggungan baru berfungsi apabila debitor cedera

janji. Dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan Notaris

atau PPAT, Pasal 15 UUHT memberikan kesempatan kepada pemberi Hak

Tanggungan untuk menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(SKMHT). Pemberi Hak Tanggungan wajib menunjuk pihak lain sebagai

kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang berbentuk

autentik dan harus memenuhi syarat- syarat. Berkaitan dengan teori perjanjian

101Mariam Darus Badrulzaman,1994,Aneka Hukum Bisnis, Alumni,Bandung, (selanjutnya disebut disebut Mariam Darus Badrulzaman IV), hal. 105

102 H. Salim HS, Op.cit, hal 29.

Page 125: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

125

semua bentuk kesepakatan antara debitur dan kreditur dituangkan dalam suatu

perjanjian yang berbentuk autentik ataupun dapat dibawah tangan.

Dalam hal menjalankan lelang kedudukan kreditur telah ditentukan oleh undang-

undang. Kedudukan kreditur antara lain:

1) Kreditur Preferen yaitu kreditur yang mempunyai hak mendahului karena

sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa.

Kreditur Preferen terdiri dari Kreditur preferen khusus, sebagaimana

diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan Kreditur Preferen Umum,

sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.Robert W. Vishny

dalam Law and Finance Journal menyebutkan hak-hak kreditur yang

didahulukan, antara lain :

a. secure creditors are able to gain possession of their security onceofthe reorganization petition has been approved;

b. secured creditors are ranked first in the distribution of theproceedsthat result from the dispotition of the assets af a bankruptfirm;

c. the debtor doesn’t retain the administration of its propertypendingthe resolution of the reorganization;

d. secured creditors first paid.103

2) Kreditur Konkuren yaitu kreditur yang tidak termasuk dalam Kreditur

Separatis dan Kreditur Preferen (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata).

Kedudukan Pihak Kreditur dalam perjanjian kredit sebagai kreditur

konkuren yang artinya apabila debitur wanprestasi maka segala jaminan yang

dijaminkan debitur dari hasil penjualan jaminan tersebut akan dibagi sama rata

103Robert W. Vishny. 1998. “Law and Finance”. Journal of PoliticalEconomy. Vol.106, No. 6. hal.1124

Page 126: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

126

dan tidak ada yang didahulukan. Hal ini dikarenakan dalam setiap orang yang

akan meminjam kredit pasti akan perjanjian kredit baik yang telah baku dibuat

oleh bank ataupun perjanjian kredit yang dibuat dalam notariil, dalam perjanjian

kredit tentu akan dijelaskan objek/barang apa yang akan dijadikan jaminan oleh

pihak debitur. Dengan melihat ketentuan pasal Pasal 1139 KUH Perdata maka

kreditur tersebut dapat dikatakan prefence, yang artinya didahulukan daripada

debitur lainnya, pada pasal Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata maka kreditur

dikatakan kreditur separatis, dan pada pasal Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH

Perdata dikatakan kreditur konkuren.

4.2 Kedudukan Kreditur Terhadap Objek Hak Tanggungan Yang sedang

Dalam Proses Balik Nama

Dalam Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan “segala benda pihak yang

berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada

maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatannya perseorangan”. Undang-Undang memberikan perlindungan bagi

semua kreditur dalam kedudukan yang sama, dari Pasal 1131 KUHPerdata dapat

disimpulkan asas-asas hubungan ekstern kreditur sebagai berikut:

1. Seorang kreditur boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta

kekayaan debitur;

2. Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan

kreditur; dan

Page 127: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

127

3. Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur saja, tidak

dengan “person debitur”.104

Bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap hutangnya, tanggung jawab

mana berupa menyediakan kekayaannya baik benda bergerak maupun tetap jika

perlu dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (asas Schuld dan Haftung).105

Sebagai perwujudan dari asas publisitas, pemberian hak tanggungan wajib

didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian hak tanggungan

merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut dan

mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak debitur. Pada tahap pemberian hak

tanggungan oleh pemberi hak tanggungan kepada kreditur, hak tanggungan yang

bersangkutan belum lahir, hak tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukan

dalam daftar umum di Kantor Pertanahan.Saat itu bukan saja menentukan

kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur lain yang juga pemegang

hak tanggungan dengan tanah yang sama sebagai jaminannya. Hal tersebut

merupakan salah satu perwujudan kepastian hukum, sebagaimana yang

disebutkan pada bagian menimbang pada pembukaan UUHT, yakni adanya

kewajiban pendaftaran hak tanggungan sebagai perwujudan dari asas publisitas.

Pendaftaran hak tanggungan, yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan

dengan membuatkan buku tanah Hak Tangggungan dan mencatatnya dalam buku

tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan

tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Agar pembuatan buku

tanah hak tanggungan tersebut tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan

104J. Satrio, loc.cit105Mariam Darus Badrulzaman III, Loc.cit

Page 128: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

128

pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi jaminan kepastian hukum,

maka UUHT menetapkan satu tanggal yang pasti sebagai tanggal buku tanah itu,

yaitu tanggal hari ketujuh dihitung dari hari dipenuhinya persyaratan surat-surat

untuk pendaftarannya secara lengkap dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari

libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Dengan

demikian Kantor Pertanahan berkewajiban untuk memeriksa dan memberitahukan

mengenai kekurangan surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran hak

tanggungan tersebut.

Dalam hari yang sama ada lebih dari satu hak tanggungan yang

didaftarkan, maka tingkat hak tanggungan ditentukan oleh tanggal pemberian hak

tanggungan, yang mempunyai tanggal yang lebih muda didahulukan

pendaftarannya dari pada tanggal yang lebih tua sesuai dengan Pasal 5 Ayat 3

UUHT. Maka pemberian tingkatan-tingkatan hak tanggungan yang dikaitkan

dengan saat pendaftaran merupakan konsekuensi logis daripada sifat hak

kebendaan yaitu bahwa hak kebendaan yang lahir lebih dahulu mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi daripada yang lahir kemudian. Menurut Herowati

Poeskoso, menyatakan bahwa fungsi pendaftaran hak tanggungan adalah sebagai

berikut:106

1. untuk membuktikan saat lahirnya dan mengikatnya hak tanggungan

terhadap para pihak dan pihak ketiga

2. untuk menciptakan alat bukti adanya hak bagi yang berhak/berwenang,

bahwa tanah tersebut telah dibebankan dengan hak tanggungan

106Herowati Poesoko, Op.cit, hal 108

Page 129: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

129

3. hak tanggungan yang lahir terlebih dahulu merupakan kedudukan yang

lebih tinggi daripada yang lahir kemudian

4. untuk menciptakan kepastian hukum bagi kreditur bahwa manakala

debitur cidera janji, maka kreditur mendapatkan hak preferen sehingga

mendahului dari kreditur-kreditur yang lain

5. untuk menciptakan perlindungan hukum bagi kreditur terhadap gangguan

pihak ketiga

6. apabila Akta Pembebanan Hak tanggungan itu didaftarkan dalam register

umum, maka janji yang terdapat dalam Akta Pembebanan Hak

Tanggungan mempunyai daya berlaku kebendaan dan juga berkekuatan

terhadap seseorang pemegang/pemilik baru.

Jika dikaitkan dengan konsep kepastian hukum, fungsi pendaftaran hak

agar kreditur pemegang hak tanggungan mendapatkan kepastian hukum bahwa

tanah yang dijaminkan oleh pemberi jaminan kepada pemegang jaminan

mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak, serta merupakan alat bukti bagi

pemegang hak bahwa tanah yang telah dibebankan dengan hak tanggungan

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada yang lahir kemudian. Apabila

bank sudah memiliki sertipikat hak tanggungan maka kedudukan bank selaku

kreditur akan mendapatkan hak istimewa atau hak preference atas jaminan yang

diserahkan oleh debitur. Sertipikat hak tanggungan sebagai bukti adanya

pembebanan hak tanggungan berisikan irah-irah “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” memiliki arti sertipikat

hak tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan

Page 130: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

130

putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila

debitur wanprestasi maka bank berdasarkan sertipikat hak tanggungan ini dapat

mengajukan permohonan eksekusi hak tanggungan kepada Pengadilan Negeri.

Tidak demikian halnya dengan pembebanan hak tanggungan atas jaminan yang

diserahkan oleh debitur yang belum atas nama debitur atau masih dalam proses

balik nama. Pembebanan hak tanggungan atas jaminan ini tidak dapat dilakukan

secara langsung atau tidak dapat dilakukan secara bersamaan dengan

penandatangan perjanjian kredit. Pembebanan hak tanggungan atas jaminan

tersebut baru bisa dilakukan kemudian pada saat sertipikat hak atas tanah sudah

selesai proses balik nama yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan. Dengan

melihat ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT memberikan kedudukan yang

diutamakan atau didahulukan kepada pemegang Hak Tanggungan (droit

depreference). Pasal 1 angka 1 UUHT menyebutkan bahwa pengertian Hak

Tanggungan : “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan

dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak atas tanah

Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda

lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur lain”. Dalam ketentuan pasal tersebut mengandung makna

bahwa apabila debitur cidera janji, maka kreditur sebagai pemegang Hak

Tanggungan berhak menjual objek Hak Tanggungan yang menjadi jaminan

pelunasan piutang melalui pelelangan umum menurut ketentuan perundang-

Page 131: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

131

undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur

lain, dimana kedudukan diutamakan tersebut tidak mengurangi preferensi piutang-

piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku dan Hak kreditur yang

didahulukan (preference) merupakan hak tagihan yang oleh undang-undang

digolongkan dalam hak istimewa (privilege), dan tagihannya disebut sebagai

tagihan yang didahulukan atau tagihan preference, sedangkan krediturnya disebut

kreditur preference. Hak preference atau privilege ini diatur juga dalam Buku II

Titel XIX tentang “Piutang-piutang yang Diistimewakan”, yaitu mulai Pasal 1131

sampai dengan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana bab

tersebut terdiri atas tiga bagian yang isinya mengenai :

1) Piutang-piutang yang diistimewakan;

2) Hak-hak istimewa mengenai benda-benda tertentu;

3) Hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan tidak bergerakpada

umumnya.

Dalam salah satu Pasalnya yaitu Pasal 1131 KUHPer, disebutkan hak-hak ekstern

kreditur. Hak-hak ekstern kreditur, yaitu :

a. Seorang kreditur boleh mengambil pelunasan dan setiap bagian dari harta

kekayaan debitur;

b. Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan

kreditur;

Page 132: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

132

c. Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur saja, tidak

dengan “persoon debitur”107

Secara yuridis, pengertian privilege dirumuskan dalam Pasal 1134 ayat(1) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : “Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh

undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang, sehingga tingkatnya lebih

tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya

piutang”. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan dua macam hak

privilege berdasarkan ketentuan Pasal 1138 KUHPer, yang berbunyi :“Hak-Hak

istimewa ada yang mengenai benda-benda tertentu dan ada yang mengenai

seluruh benda, baik bergerak maupun tidak bergerak. Yang pertama didahulukan

daripada yang tersebut terakhir”. Hak privilege berdasarkan ketentuan Pasal 1138

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut adalah :

1. Piutang-piutang yang didahulukan terhadap kebendaan tertentu saja dari milik

debitur (privilege khusus), terdiri dari :

a) Biaya-biaya perkara, yang semata-mata disebabkan karena suatu

penghukuman untuk melelang suatu kebendaan bergerak maupun tidak

bergerak. Biaya ini dibayar dari pendapatan penjualan kebendaan tersebut

lebih dahulu daripada semua piutang-piutang lainnya yang didahulukan;

b) Uang sewa dari kebendaan tidak bergerak, biaya perbaikan yang menjadi

kewajiban penyewa, serta segala apa yang mengenai kewajiban memenuhi

perjanjian sewa-menyewa;

c) Harga pembelian kebendaan bergerak;

107J. Satrio. 2007. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan.Bandung : PT Citra Aditya Bakti. hal.4.

Page 133: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

133

d) Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu kebendaan atau

barang;

e) Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu kebendaan;

f) Apa yang telah duserahkan oleh seorang pengusaha rumah penginapan

kepada seorang tamu;

g) Upah atau biaya pengangkutan dan biaya tambahan;

h) Apa yang harus dibayar kepda tukang batu, tukang kayu, dan lain-lain asal

piutangnya tidak lebih dari tiga tahun;

i) Penggantian dan pembayaran yang harus dipikul oleh pegawai yang

memangku jabatan umum, karena segala kelalaian, kesalahan, pelanggaran

dan kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.

2. Piutang-piutang yang didahulukan terhadap semua kebendaan bergerak atau

tidak bergerak pada umumnya (privilege umum),yang terdiri dari:

a) Biaya perkara, semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian

suatu warisan;

b) Biaya pemakaman, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk

menguranginya, jika biaya terlampau tinggi;

c) Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan

kemudian debitur meninggal;

d) Upah dan tunjangan buruh beserta sanak keluarganya;

e) Tagihan karena pengiriman atau penyerahan bahan makanan untuk

keperluan orang yang berutang;

f) Tagihan para kostschoolhouders;

Page 134: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

134

g) Tagihan anak-anak yang belum dewasa108

Jaminan Hak Tanggungan harus dibuktikan dengan adanya sertifikat Hak

Tanggungan, dan jika tidak adanya sertifikat tersebut maka kedudukan kreditur

sama dengan kedudukan kreditur lainnya (kreditur konkuren). Dalam hal

dimungkinkan sita oleh pengadilan berarti pengadilan mengabaikan, bahkan

meniadakan kedudukan yang didahulukan (preference) dari kreditur pemegang

Hak Tanggungan.109

4.3 Akibat Hukum Terhadap Pihak Kreditur Dalam Hal Objek Hak

Tanggungan Sedang Dalam Proses Balik Nama

Pada asasnya janji menimbulkan perikatan, terutama adanya kesepakatan

kehendak yang dilakukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian akan

menimbulkan suatu hubungan hukum yang mempunyai akibat hukum bagi para

pihak tersebut. Perjanjian yang disepakati oleh para pihak akan menimbulkan

hubungan hukum yang mengikat para pihak, serta menimbulkan hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi. Selain adanya hak dan kewajiban tersebut, dalam

hal pembuatan perjanjian terdapat syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Dalam Pasal

1320 KUHPer juga menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:

a. Adanya kesepakatan (toesteming) para pihak.Kesepakatan adalah

persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan

pihak lainnya.

108Rachmadi Usman. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta : SinarGrafika.hal.523.

109Sutan Remi Sjahdeini, 1999,Hak Tanggungan; Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi Oleh Perbankan (Suatu KajianMengenai Undang-Undang Hak Tanggumgan), Alumni, Bandung, hal 41.

Page 135: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

135

b. Kecakapan melakukan perbuatan hukum.Orang-orang yang mengadakan

perjanjian harus cakap dan berwenang untuk melakukan perjanjian

tersebut.

c. Adanya objek tertentu (onderwerp der overeenskomst). Suatu perjanjian

haruslah mengenai objek tertentu. Yang dimaksud objek tertentu dalam

suatu perjanjian adalah suatu prestasi. Pasal 1234 KUHPerdata

menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.

d. Adanya sebab yang halal (geoorloofde oorzak). Pasal 1335 KUH Perdata

menyatakan bahwa suatu persetujuan yang dibuat karena sebab yang

terlarang tidak mempunyai kekuatan. Lebih lanjut dalam Pasal 1337

KUHPer disebutkan bahwa yang termasuk dalam sebab yang terlarang

adalah yang dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan

kesusilaan dan ketertiban umum.

Syarat yang pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena syarat

tersebut mengenai pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan ketiga

dan keempat merupakan syarat objektif karena syarat tersebut mengenai objek

perjanjian. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian dapat dibatalkan atas

permintaan pihak yang berhak atas suatu pembatalan. Namun apabila para pihak

tidak ada yang keberatan, maka perjanjian tersebut dianggap sah. Jika syarat

obyektif tidak terpenuhi, perjanjian dapat batal demi hukum yang berarti sejak

semula dianggap tidak pernah diadakan perjanjian. Sedangkan dalam SKMHT

terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa SKMHT tidak dapat ditarik kembali

Page 136: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

136

atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun, kecuali karena kuasa tersebut telah

dilaksanakan atau karena habis jangka waktunya. Batas Waktu SKMHT sehingga

ketentuan Pasal 1320 dikesampingkan dengan demikian apabila terjadi

wanprestasi dari debitur maka kreditur akan melakukan eksesusi langsung

terhadap barang jaminan tersebut. Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan

dengan 3 (tiga) cara, yaitu :

1) Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual hak tanggungan

atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 UUHT. Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas

kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan

diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan atau pemegang

hak tanggungan pertamadalam hal terdapat lebih dari pemegang hak

tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh

pemberi hak tanggungan, bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang

hak tanggungan berhak untuk menjual objek hak tanggungan melalui

pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi pemberi hak

tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutang dari hasil

penjualan itu lebih dahulu dari kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil

penjualan tetap menjadi hak pmberi hak tanggungan;

2) Eksekusi atas title eksekutorial yang terdapat pada Sertipikat Hak

Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).Irah-

irah yang dicantumkan pada Sertifikat Hak Tanggungan dimaksudkan

untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertipikat Hak

Page 137: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

137

Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji, siap untuk dieksekusi

seperti halnya suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap, melalui tata

cara lembaga parate executie sesuai hukum acara perdata;

3) Eksekusi di bawah tangan, yaitu penjualan objek hak tanggungan yang

dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, berdasarkan kesepakatan dengan

pemegang hak tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang

tertinggi.110

Sebelum dilakukan “balik nama” hak atas tanah tersebut belum

beralih/pindah kepada pembeli, hal ini berarti pemindahan hak atas tanah masih

diperlukan suatu perbuatan hukum lain yang berupa penyerahan (levering) yang

harus dibuatkan akta oleh pejabat yang berwenang.111 Terdapat penyimpangan

dari aturan ini, yaitu adanya itikad tidak baik yang dilakukan debitur/pemilik

tanah dengan pihak kreditur/bank serta pihak lain selaku pembeli tanah. Jual beli

hak atas tanah hanya dilakukan dengan membuat perjanjian di bawah tangan, dan

keteledoran pihak pembeli tanah telah memberikan pelunasan harga tanah dan

rumah tersebut. Hasil pembayaran yang diberikan kepada pihak pembeli tanah

tidak diberikan kepada bank untuk pelunasan kredit debitur/pemilik tanah yang

pada akhirnya tanah dan bangunan haruslah dieksekusi guna untuk melunasi

kredit debitur/pemilik tanah.

Akibat hukum yang timbul terhadap pihak kreditur jika objek hak

tanggungannya sedang dalam proses balik nama karena kedudukan kreditur

110H. Salim HS, 2005, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 190-191.

111K. Wntijk Saleh, 1977, Hak Anda Atas Tanah. Ghalia Indah, Jakarta.hal.31

Page 138: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

138

konkuren maka pihak kreditur tidak dapat mengambil langsung objek hak

tanggungan tersebut apabila pihak debitur melakukan wanprestasi dan hasil

penjualan terhadap jaminan tersebut dibagi dengan kreditur-kreditur lainnya

dikarenakan tidak adanya sertipikat Hak Tanggungan yang dapat digunakan

sebagai bukti yang kekuatannya mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama

dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

.

Page 139: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

139

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pengaturan mengenai peralihan hak milik atas tanah sebagai objek hak

tanggungan yang sedang dalam proses balik nama yang terdapat dalam Pasal

15 Ayat 3 UUHT yang menyebutkan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti

dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1

(satu) bulan sesudah diberikan, apabila dikaitkan dengan jangka waktu 1 bulan

tersebut SKMHT gugur belum terdapat redaksional yang mengatur mengenai

hal tersebut sehingga terjadi kekaburan norma.

2. Kedudukan kreditur terhadap objek Hak Tanggungan yang sedang dalam

proses balik nama adalah kreditur preference dimana kedudukannya

didahulukan daripada kreditur lainnya. Apabila bank sudah memiliki sertipikat

hak tanggungan maka kedudukan bank selaku kreditur akan mendapatkan hak

istimewa atau hak preference atas jaminan yang diserahkan oleh debitur.

Sertipikat hak tanggungan sebagai bukti adanya pembebanan hak tanggungan

berisikan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA” memiliki arti sertipikat hak tanggungan tersebut

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang

sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Page 140: pembebanan hak milik atas tanah sebagai objek hak tanggungan

140

5.2 Saran

Pembahasan permasalahan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya telah

memperoleh jawaban, yang mana dapat dipergunakan sebagi saran-saran dalm

penelitian tesis ini. Adapun beberapa saran tersebut adalah, sebagai berikut :

1. Kepada pemerintah khususnya Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

agar menyempurnakan pasal 15 Ayat 3 mengenai Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan mengenai berapa banyak Notaris/PPAT dapat membuat

SKMHT apabila jangka waktu yang ditentukan telah jatuh tempo.

2. Permasalahan kredit memang selalu dialami oleh bank, walaupun bank berada

pada posisi yang sangat kuat, adakalanya pihak bank agar lebih cermat dalam

melakukan pengecekan terhadap jaminan yang akan dijadikan objek jaminan.