Upload
bobby-faisyal-rakhman
View
216
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kulit
Citation preview
BAB 3
PEMBAHASAN
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh mycobacterium
leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa, (mulut), saluran napas bagian atas, system retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan
testis,.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny. MU usia 43 tahun datang ke
poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD A. W Sjahranie Samarinda dengan keluhan utama
bercak-bercak coklat kehitaman pada daerah lengan bawah kiri disertai gatal dan terasa kebal.
Pasien mengeluhkan muncul bercak-bercak coklat kehitaman pada daerah lengan bawah kiri
sejak ± 7 bulan yang lalu sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan ini kadang disertai rasa
gatal namun tidak disertai dengan rasa nyeri Diagnosa pasien ini adalah morbus Hansen.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anmnesa dan pemeriksaan fisik.
Secara teori, morbus Hansen sering terjadi pada usia 25-35 tahun dan pada usia 35-55
tahun prevalensinya menurun. Jumlah kejadian antara laki-laki dan perempuan sama, namun
ada juga penelitian yang menjelaskan kejadian Morbus Hansen lebih banyak terjadi pada
laki-laki. Berdasarkan gejala klinis, secara teori morbus Hansen memiliki keluhan utama.
Lesi diawali dengan bercak putih atau kecoklatan bersisik halus pada bagian tubuh, tidak
gatal dan kemudian meluas dan membesar. Jika saraf sudah terkena, pasien akan
mengeluhkan rasa kesemutan atau rasa kebal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran
menggerakkan anggota badan yang berlanjut dengan kekakuan sendi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan n. auricularis magnus, n. ulnaris,
n.peroneus lateral, n. tibialis posterior tidak didapatkan nyeri tekan, tidak ada penebalan dan
konsistensinya lunak. Status dermatologis menunjukkan efloresensi berupa 4 makula
hiperpigmentasi, berbentuk bulat dan lonjong, berbatas tidak jelas pada daerah lengan bawah
kiri, dan terdapat hipoestesi pada keempat lesi.
Berdasarkan teori, pada morbus Hansen dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
macula hipo atau hiperpigmentasi yang dapat disertai hipostesi jika dilakukan pemeriksaan
sensoris. Makula yang muncul dapat unilateral atau bilateral tergantung jenis morbus Hansen.
Makula disini lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Walaupun masih kecil, papul, nodus
lebih tegas dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah sering tampak normal
dengan pinggiran dalam infiltrate lebih jelas dibanding tepi luarnya dan beberapa plak
tampak seperti punch out. Selain itu juga dapat ditemukan adanya pembesaran dan
pengerasan saraf tepi seperti n. auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n. perineus lateral
atau n. tibialis posterior. Pada tes gunawan dapat dilakukan pada lesi yaitu dengan pensil tinta
pada lesi akan hilang,sedangkan pada kulit normal akan ada bekas tinta (UI).
Diagnosis banding pada pasien ini adalah lentigo solaris, . Menurut teori, diagnosis
banding dari morbus Hansen yaitu viiligo, ptriasis vesicolor, dermatitis seboroik, ptriasis
rosea
Untuk jenis dari morbus Hansen pada kasus ini adalah jenis pausibasiler karena pada
kasus ini lesi terdistribusi secara unilateral, macula berjumlah 4 buah, terjadi penurunan
rangsangan nyeri pada lesi, namun tidak ditemukan adanya pembesaran saraf. Secara teori
morbus Hansen jenis pausibasiler memiliki karakteristik jumlah lesi 2-5 buah, distribusi lesi
asimetris, penurunan rasa nyeri, terjadi pembesaran pada 1 saraf tepi dan pada pemeriksaan
BTA hasilnya negatif (WHO, 2012).
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa terapi tablet rifampisin 600mg
1x/bulan selama 6 bulan dan tablet DDS 100mg/hari selama 6 bulan. Hal ini sesuai dengan
teori berdasarkan rekomendasi dari WHO, obat antikusta yang dipakai untuk Pausibasiler
yakni DDS (Diaminodifenil sulfon) dan rifampicin selama 6 bulan.
DDS Rifampicin
Dewasa
50-70kg
100 mg
Setiap hari
600 mg
Sebulan sekali di bawah pengawasan
Anak
10-14 tahun*
50 mg
Setiap hari
450 mg
Sebulan sekali dibawah pengawasan
*Disesuaikan dosisnya untuk anak usia <10 tahun. Misalnya DDS 25 mg setiap hari dan
rifampicin 300 mg sebulan sekali dibawah pengawasan.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pasien ini datang pada keadaan awal.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa prognosis morbus Hansen jika diobati dengan obat
kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat. Namun jika terdapat
kontraktur dan ulkus kroik prognosis menjadi kurang baik.