67
BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Mereka diklasifikasikan ke dalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang- berat, edema, dan proteinuria yang masif. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di samping ketiga tanda khas PEB. 1 Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia - eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil. 2 Di UK eklampsia terjadi pada satu dari 2000 kelahiran di 1

PEB

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEB

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu

penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Mereka

diklasifikasikan ke dalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan.

PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang

masif. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di

samping ketiga tanda khas PEB.1

Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di

antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah

preeklampsia - eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan

mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai

yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13%

dari keseluruhan ibu hamil.2 Di UK eklampsia terjadi pada satu dari 2000

kelahiran di negara miskin dan menengah terjadi pada 1 dari 100 dan 1 dari 1700

kelahiran. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10%

dari total kematian maternal.3 Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-

beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya jumlah

primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan

diagnosis dan lain-lain. 4

Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi,

edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan.

1

Page 2: PEB

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia

sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.Oleh karena

itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia,

serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka

kematian ibu (AKI) dan anak.1

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir, merupakan kejadian yang sangat

ditakutkan oleh setiap pasangan suami istri yang sedang menunggu kelahiran

anaknya, juga merupakan penyebab kematian perinatal yang cukup tinggi dan

sebagian besar (60%-75%) tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Kelainan

kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat

disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Kelainan kongenital

merupakan penyebab penting terjadinya abotus/keguguran, lahir mati atau

kematian segera setelah lahir (perinatal). Kadang - kadang suatu kelainan

kongenital belum ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Kelainan

kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat

pula beberapa kelainan kongenital yang terjadi secara bersamaan yang disebut

kelainan kongenital multiple.5

Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri

angka kejadian kelainan kongenital dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Angka kematian bayi baik di dalam maupun di luar negeri dari tahun ke tahun

semakin lama semakin turun, tetapi penyebab kematian mulai bergeser.

Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah

2

Page 3: PEB

sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser

pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi

nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.6

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus dengan G2P1A0 hamil 38 minggu +

multiple congenital anomaly + belum inpartu + PEB + BSC, yang dirawat di

bagian/UPF Kebidanan dan Kandungan RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 7-

11 November 2011.

3

Page 4: PEB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMSIA

1. Definisi

Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,

bersalin, dan dalam keadaan nifas yang terdiri dari trias, yaitu : hipertensi disertai

dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat kehamilan setelah

minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan

hidatidiformis yang luas pada vili korialis. Apabila hipertensi terjadi sebelum usia

kehamilan 20 minggu tanpa adanya mola hidatidosa atau perubahan molar yang

luas, atau hipertensi yang menetap selama 6 minggu post partum maka dapat

dikatagorikan hipertensi kronik, atau apabila hipertensi yang telah ada diperberat

oleh kehamilan dan disertai gejala edema dan proteinuria maka dapat disebut pre-

eklamsia tidak murni (superimposed pre-eklamsia).7

2. Etiologi

Penyebab terjadinya preeklampsia sampai sekarang belum diketahui scara

pasti. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan penyebab kelainan ini

sehinmgga kelainan ini sering dikenal sebagai “The Disease of Theory”. Adapun

teori tersebut antara lain.8

a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia-eklampsia (PE-E) didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada

4

Page 5: PEB

kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang

kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi

antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan

pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan

kerusakan endotel.7

b. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi

pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak

sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992)

mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita

PE-E:

1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.

2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada

PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada

beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi

komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem

imunologi bisa menyebabkan PE-E.4,7

c. Peran Faktor Genetik/Familial.

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-

E antara lain:

1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

5

Page 6: PEB

2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak

dari ibu yang menderita PE-E.

3. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu

hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.

d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

3. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya preeklampsia adalah sebagai berikut9:

1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrim, yaitu

teenager dan umur 35 tahun ke atas.

2. Multigravida dengan kondisi klinis :

- Kehamilan ganda dan hidrops fetalis

- Penyakit vaskular termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus

- Penyakit-penyakit ginjal

3. Hiperplasentosis

Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar dan diabetes

mellitus.

4. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia

5. Obesitas dan hidramnion

6. Gizi yang kurang dan anemia

7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi

asam lemak tak jenuh dan kurang antioksidan.

6

Page 7: PEB

4. Patofisiologi

Perubahan aliran darah pada uterus dan plasenta adalah patofisiologi yang

terpenting pada preeklampsia eklampsia dan merupakan penentu hasil akhir

kehamilan yaitu10:

1. Terjadi iskemik uteroplasenter mengakibatkan ketidakseimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang

berkurang

2. Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,

mengakibatkan vasokontriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus

pembuluh darah yang lebih tinggi

3. Oleh karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan

suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke janin. Akhirnya

bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian

dalam kandungan.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edem yang disebabkan oleh

penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui

sebabnya. Hal ini mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat

disebabkan oleh karena spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada filtrasi

glomerulus.7

5. Manifestasi Klinis

Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga

gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edem, hipertensi dan

proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg

7

Page 8: PEB

perminggu beberapa kali edem terlihat sebagai peningkatan berat badan,

pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah >140/90 mmHg atau

tekanan sistolik >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah

pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolic pada trimester keduayang

lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila

terdapat protein sebanyak 0,3 gr/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan

kualitatif yang menunjukan +1 atau +2 atau kadar protein >1 gr/l dalam urin yang

dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan

jarak waktu 6 jam.11

Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit

digolongkan berat bila satu atau lebih tanda atau gejala dibawah ini ditemukan12:

1. Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik ≥110 mmHg

2. Proteinuria ≥ 5 gr dalam 24 jam atau +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif

3. Oliguria, jumlah produksi urin 500/24 jam yang disertai kenaikan kadar

kreatinin darah.

4. Gangguan visus dan serebral

5. Edem paru atau sianosis

6. Trombositopenia

7. Nyeri frontal

8. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat

9. Adanya sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, low platelet)

Bila terdapat preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala

dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan

8

Page 9: PEB

kenaikan tekanan darah progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending

eklampsia.

6. Pemeriksaan Penunjang

- Urin : protein, reduksi, bilirubin, sediment urin.13

- Darah : trombosit, ureum, kreatinin, SGOT< LDH dan bilirubin.

- USG.

7. Komplikasi

Tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk

komplikasi antara lain atonia uteri (Uterus Couvelaire), sindrom HELLP

(hemolysis, elevated enzimes, low platelet count), ablasio retina , KID (Koagulasi

Intravaskular Disseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal

jantung hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin berhubungan dengan

akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin

terhambat dan prematuritas.11

8. Pencegahan

Pencegahan preeklampsia sepertinya tidak mungkin karena faktor

penyebabnya belum diketahui sampai sekarang. Meskipun demikian janin dari ibu

preeklampsia sebaiknya dikeluarkan saat hipertensi ibu terkontrol dengan baik,

pengaturan aktifitas dan penambahan berat badan dan antenatal care dan post natal

care yang optimal merupakan tindakan yang dapat mencegah terjadinya

preeklampsia.12

9

Page 10: PEB

Pemeriksaaan antenatal care yang teratur dan teliti dapat menemukan

tanda-tanda preeklampsia dan dalam hal ini harus dilakukan penanganan yang

semestinya. Pemberian aspirin dosis rendah (75 mg) telah dievaluasi secara luas

sebagai obat mencegah preeklampsia. Baru-baru ini antioksidan dosis tinggi,

vitamin C 1000 mg dan vitamin E 400 IU, juga telah sukses digunakan dalam

mengurangi preeklampsia lebih dari 50%. Diet tinggi protein dan rendah lemak,

karbohidrat dan garam serta penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu

dianjurkan.12

9. Penatalaksanaan

A. Perawatan aktif

Indikasi, bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini :

a. Ibu :

Kehamilan > 37 minggu

Adanya tanda impending eklampsia

Perawatan konservatif gagal :

- 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD

- 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah

b. Janin :

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim

c. Laboratorik :

Adanya sindroma HELLP

10

Page 11: PEB

1. Pengobatan medisinal :

o Segera MRS

o Tirah baring miring ke sisi kiri

o Infus D5% : RL = 2 : 1 ( 100 – 125 ml/jam)

o Antasida

o Diet cukup protein dan rendah garam

o Obat-obatan antikejang : sulfas magnesikus/SM/MgSO4 :

Diberikan suntikan sulfas magnesikus 8 gram, disusul dengan

suntikan tambahan sebanyak 4 gram setiap 4 jam (selama tidak ada

kontraindikasi) atau dengan cara 30 ml MgSO4 20% dimasukkan

dalam 500 cc D5%/RL atau dengan 15 ml MgSO4 40%.

Dosis ulangan, tiap 4 jam : 4 gr SM (10 cc 40%) im

Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus :

- Tersedia kalsium glukonas 1 gr – 10 ml 10% iv pelan (3 menit)

- Refleks patella (+) kuat

- Pernapasan > 16 x/menit, tanpa tanda-tanda distress pernapasan

- Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5/kgbb/jam)

Dihentikan bila :

- adanya tanda-tanda intoksikasi

- setelah 24 jam pasca persalinan

- 6 jam pasca persalinan normotensif

2. Mencegah komplikasi :

oDiuretika diberikan atas indikasi :

11

Page 12: PEB

Edema paru

Payah jantung kongestif

Edema anasarka

Kelainan fungsi ginjal ( bila faktor prerenal sudah diatasi yang

dipakai furosemid (Lasix 40 mg im).

o Antihipertensi diberikan atas indikasi :

Tekanan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 100 mmHg

Preparat antihipertensi : Nifedipin, Clonidin, Serapasil, Hidralazin

oKardiotonika atas indikasi :

Adanya tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan Celanid

digitalisasi cepat sebaiknya kerjasama dengan penyakit jantung.

oLain-lain :

Antipiretika atas indikasi suhu rektal > 38,5oC Xylomidon 2 ml

dan atau kompres dingin/alkohol.

Antibiotika kalau ada indikasi

Analgetika bila kesakitan/gelisah 50-75 mg petidin, < 2 jam

sebelum janin lahir.

3. Pengobatan obstetrik

Cara pengakhiran kehamilan/persalinan

a. Belum inpartu

Induksi persalinan

- Amniotomi

- Drip oksitosin dengan syarat skor Bishop

12

Page 13: PEB

SC bila :

- Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi

- 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif

- Pada primigravida cenderung SC

b. Inpartu

Kala I :

- Fase laten tunggu 6 jam fase laten - SC

- Fase aktif (amniotomi, drip pitosin)

Kala II :

- Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang terpenuhi

B. Perawatan Konservatif

Indikasi perawatan konservatif :

- Kehamilan < 37 minggu

- Keadaan janin baik

- Tidak ada impending eklampsia

Pengobatan medisinal :

a) Diberikan suntikan sulfas magnesikus 8 gram, disusul dengan suntikan

tambahan sebanyak 4 gram setiap 4 jam (selama tidak ada kontraindikasi)

atau dengan cara 30 ml MgSO4 20% dimasukkan dalam 500 cc D5%/RL

atau dengan 15 ml MgSO4 40%.

b) Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

c) Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan

diteruskan sebagai berikut :

13

Page 14: PEB

- Diberikan tablet Diazepam 3x5 mg p.o atau luminal 3x30-60 mg p.o

- Obat-obatan antihipertensi oral diberikan apabila tekanan darah masih

160/110 mmHg atau lebih

- Obat-obatan diuretika hanya diberikan atas indikasi 7

10. Prognosis

Pada umumnya baik dengan penatalaksanaan yang tepat. Wanita yang

mengalami preeklampsia selama kehamilannya mempunyai resiko yang tinggi

untuk serangan ulangan pada kehamilan berikutnya. Resiko meningkat 50% pada

wanita yang mengalami preeklampsia pada usia kehamilan muda (sebelum

minggu ke-27).11

B. KELAINAN KONGENITAL      

       Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi

yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat

merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera

setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering

diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan

merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.

Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan

sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa

kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira

20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan

fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital

14

Page 15: PEB

setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/antenatal kelainan kongenital

dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,

pemeriksaan air ketuban dan darah janin.6

1. Definisi

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak

lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang

mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi.5

2. Angka Kejadian

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan

saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan

sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital

belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan

beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi

kedokteran,kadang-kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama

kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru

lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital di tempat lain.

Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,

kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar

15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil,

kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.6

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per 1000

kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% bila bayi diikuti terus sampai

berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (1975-1979), secara

15

Page 16: PEB

klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara

19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,61 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di

Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara

14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979)

sebesar 1.64 dari 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan

kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula

dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.6

3. Embriogenesis

Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), embriogenesis

normal merupakan proses yang sangat kompleks. Perkembangan pranatal terdiri

dari 3 tahap yaitu5:

a. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi /

pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.

b. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampat minggu

ketujuh kehamilan:

- Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.

- Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf

(neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian

otak.

- Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui

sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum

terbentuk sempurna.

- Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam.

16

Page 17: PEB

c. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap

ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran,

pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak.

4. Embriogenesis Abnormal

Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat

menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan

yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme

perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap

implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan.

Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.15

Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya

defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai

ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel

menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal

seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan

induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan

penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.5

Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan,

antara lain sindaktili, atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan

menyebabkan celah bibir/ dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat

mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada

saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.5

17

Page 18: PEB

5. Faktor Etiologi

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.

Pertumbuhan embryonal dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor

genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.6

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya

kelainan kongenital antara lain6:

a. Kelainan genetik dan kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh

atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang

mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang

bersangkutan sebagai unsur dominan (“dominant traits”) atau kadang-kadang

sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIlam hal ini sering sukar, tetapi adanya

kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-

langkah selanjutya.6

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah

dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal

serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh

kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism).

Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.6

b. Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat

menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ

tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan

18

Page 19: PEB

mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas

organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus,

talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).6

c. Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang

terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.

Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan

gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama

di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan

kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester

pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang

menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan

kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai

tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada

trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah

infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan

kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada

sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.6

d. Faktor obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester

pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan

kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat

menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan

19

Page 20: PEB

terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum

wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula

hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara

laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan,

khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu

sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu

memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian

trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon

yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya

sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.6

e. Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru

lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis

ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan

ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau

lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur

< 35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk

kelompok ibu berumur 40 – 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45

tahun atau lebih.6

f. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian

kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu

20

Page 21: PEB

penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan

pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.6

g. Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat

menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup

besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen

yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang

dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya

dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.6

h. Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan

dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-

penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan

dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,

adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain

dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.6

i. Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor

janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor

penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat

menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak

diketahui.6

21

Page 22: PEB

6. Patogenesis

Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI

(2008) membedakan kelainan kongenital sebagai berikut5:

a. Malformasi

Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan

atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan

awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang

sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan

ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ,

atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.5

b. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal

sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula

berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang

kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus

ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus

seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.5

c. Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang

semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan

oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau

perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang

berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya

22

Page 23: PEB

mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan

kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.5

d. Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah

displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)

akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di

seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di

dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.

Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal

secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan

ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan

efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya

mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat.

Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup

(Neonatologi IDAI, 2008).5

7. Klasifikasi

Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010) kelainan

bawaan diklasifikasikan sebagai berikut5:

1 Sistem saraf Neural Tube Defects Anenchepalus Encephalocele Spina Bifida Hidrocephalus Microcephalus Anencephalus 2 Mata Anophthalmos/microphthalmos Katarak congenital

23

Page 24: PEB

Glaukoma congenital 3 Telinga, wajah, dan

leherAnotia

4 Congenital Heart

DiseaseCommon arterial truncus

Single Ventricle Ventricular Septal Defect Atrial Septal Defect Atrioventricular Septal Defect Tetralogy of Fallot Atresia Tricuspid dan Stenosis Ebstein’s anomaly Stenosis katup pulmoner Atresia katup pulmoner Stenosis/atresia katup aorta Hipoplastik jantung kiri Hipoplastik jantung kanan Coarctation of aorta

Total anomalous pulm venousReturn

5 Pernafasan Choanal atresia Cystic adenomatous malf of lung 6 Oro-facial cleft Cleft lip Cleft palate 7 Sistem pencernaan Atresia esophagus Atresia/Stenosis duodenum Atresia/stenosis usus halus Atresia/stenosis ano-rektal Hirschprung’s disease Atresia saluran bilirubin Annular pancreas Mandibular Asimetrik Hernia skrotalis dekstra Hernia umbilikalis 8 Defek dinding

abdomenGastroschisis

Omphalocele 9 Perkemihan Bilateral renal agenesis Renal dysplasia Congenital hydronephrosis Bladder exstrophy dan epispadia Posterior urethral valve

10 Genital Hipospadia

24

Page 25: PEB

Indeterminate sex Mikropenis

11 Ekstremitas Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Seluruh ekstremitas Club foot Hip dislocation/displasia Polidaktil Sindaktil

Arthrogryphosis multiplexCongenital

12 Musculo-skeletal Thanatiporic dwarfism Jeunes syndrome Achondroplasia Craniosynostosis

Congenital constrictionbands/amniotic band

13 Malformasi lain Asplenia Situs inversus Conjoined twins Kelainan kulit Hipoplasia digiti Multiple congenital

14 Sindrom teratogenik Fetal alcohol syndrome dengan malformasi Valproate syndrome Warfarin Syndrome

Infeksi maternal yangmenyebabkan malformasi

15 Komosomal Down syndrome Patau syndrome/trisomi 13 Edward syndrome/trisomi 18 Turner’s syndrome Klinefelters syndrome Cru-du-chat syndrome Wolff-Hischorn syndrome

8. Diagnosis

25

Page 26: PEB

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat

dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat

bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas

indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah

melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan kongenital

dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.6

Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan

bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk

mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat

didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosom, phenylketonuria,

galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele. 

Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus hidrosefalus

pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil.6

Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), dalam

menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain5:

a. Penelaahan prenatal

Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus,

varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi,

kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.

b. Riwayat persalinan

Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus.

c. Riwayat keluarga

26

Page 27: PEB

Adanya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian

bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.

d. Pemeriksaan fisik

Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun

minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai

kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh

lima persen disertai dengan kelainan mayor.

e. Pemeriksaan penunjang

Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam,

ekokardiografi, radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis

dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan

pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan adalah merupakan hal yang

sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratiorium.

7. Penanganan

Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang

memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan

kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukan kelainan

kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orangtuanya

tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan

prognosisnya.6

 

27

Page 28: PEB

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. RN

Umur : 37 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Alamat : Komp. Perdana Mandiri Blok C Banjarmasin

Suami

Nama : Tn. AL

Umur : 54 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Masuk RS : Tanggal : 7 November 2011 Pukul 21.55 WITA

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama : ingin melahirkan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan rujukan dari dokter spesialis Obsgyn dengan diagnosis

hamil aterm, congenital anomaly (pocomelia, omphalocele), poihidramnion

dan BSC. Pasien tidak ada mengeluh perut kenceng-kenceng, keluar air-air

ataupun keluar lendir darah. Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan

kehamilannya baik ke bidan, puskesmas ataupun spesialis. Pada usia

28

Page 29: PEB

kehamilan 5 bulan pasien periksa USG dan dikatakan bayi memiliki kelainan.

Tidak ada riwayat penyakit darah tinggi, keluhan mual muntah, pandangan

mata kabur, nyeri kepala dan nyeri ulu hati. Selama kehamilan nafsu makan

pasien baik, pasien makan seperti biasa dengan nasi, ikan, sayur, buah dan

kadang-kadang susu. Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi jamu ataupun

ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Pasien juga tidak pernah demam atau

sakit ketika hamil. Tidak ada riwayat trauma ataupun riwayat cacat pada

keluarga pasien.

2. Riwayat Penyakit Dahulu :

Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-)

4. Riwayat Obstetri :

NoTahu

n

Kehamila

nPersalinan Ditolong

PenyulitKeterangan

1.

2

2006

2011

Aterm

Hamil ini

SC RS/Dokter

PPT Bayi Perempuan/

2100 gr/49cm/hidup

5. Riwayat Perkawinan : kawin 1 kali selama 6 tahun dengan suami

sekarang.

6. Riwayat Haid : Menarche 14 tahun, siklus teratur tiap 28 hari, lama

5-7 hari, nyeri saat haid tidak ada.

HPHT = 14 Februari 2011

29

Page 30: PEB

TP = 21 November 2011

C. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENT

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sehat

Kesadaran : komposmentis

Status gizi : baik

Tinggi badan : 150 cm

Berat badan : 50 kg

2. Tanda Vital

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Pernapasan : 22 kali/menit

Suhu : 36,6 0C

3. Kepala : Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

THT : Dalam batas normal

4. Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)

5. Dada : Jantung : S1>S2 tunggal, bising (-)

Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-)

6. Abdomen : Lihat status obstetri

7. Ekstrimitas : Atas : Akral hangat, edem (-), parese (-)

Bawah : Akral hangat, edem (-), parese (-)

refleks patella (+)

30

Page 31: PEB

STATUS OBSTETRI

1. Inspeksi : tampak membuncit asimetris

2. Palpasi :

- Leopold I : teraba 2 jari di bawah procesus xypoideus, bokong

- Leopold II : memanjang punggung kanan

- Leopold III : presentasi kepala

- Leopold IV : belum masuk PAP

- TFU : 38 cm

- TBJ : 4030 gr

- His : ( - )

3. Auskultasi :

- DJJ : 136 kali/menit Rejalanitas : 11-11-12

4. Pemeriksaan Dalam :

- Portio : konsistensi kenyal, arah posterior

- Pembukaan : 1 cm

- Kulit ketuban : ( + )

- Bagian terbawah : Kepala

- Penurunan : Hodge I

- Penunjuk : sulit dievaluasi

5. Pemeriksaan panggul

- Promontorium : tak teraba

- Spina ischiadica : tidak menonjol

31

Page 32: PEB

- Linea inominata : kurang dari setengah lingkaran

- Dinding samping : sejajar

- Sacrum : cekung

- Kesan luas

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Protein dipstik +3

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 7 November 2011 (11.47 PM)

Hb : 10,7 g/dl (14,0-18,0)

Leukosit : 8.200/ul (4.000-10.500)

Eritrosit : 3.970.000/ul (4.500.000 – 6.000.000)

Hematokrit : 34 vol% (40 – 50)

Trombosit : 233.000/ul (150.000 – 450.000)

RDW-CV : 14,6 % (11,5 – 14,7)

MCV : 85,7 fl (80,0 – 97,0)

MCH : 26,9 pg (27,0 – 32,0)

MCHC : 31,4 % (32,0 – 38,0)

Neutrofil : 70,7 % (50,0 – 70,0)

Limfosit : 24,3 % (25,0 – 40,0)

MID : 5,0 % (4,0 – 11,0)

GDS : 97 mg/dl (<200)

SGOT : 20 U/I (16-40)

SGPT : 12 U/I (8-45)

Ureum : 18 mg/dl (10 – 45)

32

Page 33: PEB

Creatinin : 0,9 mg/dl (0,4 – 1,4)

Albumin : 3,7 mg/dl (3,9 – 4,4)

PT/APTT

PT : 10,2 detik (9,9 – 13,5)

INR : 0,90 (0,86 – 1,28)

CONTROL PT : 11,4

APTT : 23,9 detik (23,9 – 37,0)

CONTROL APTT : 26,1

URINALISA

Warna : kuning jernih (Kuning jernih)

BJ : 1.015 (1.005-1.050)

pH : 7,0 (5,0 – 8,5)

Keton : negative (Negative)

Protein/Albumin : +1 (Negative)

Glukosa : negative (Negative)

Bilirubin : negative (Negative)

Darah Samar : negative (Negative)

Nitrit : negative (Negative)

Urobilinogen : 0,2 (Negative)

Lekosit : +3 (Negative)

Sedimen Urine

Leukosit : banyak/LBP (0 – 3)

Eritrosit : 5-7/LBP (0 – 2)

33

Page 34: PEB

Silinder : Negative (Negative)

Epitel : +2 (+1)

Bakteri : +1 (Negative)

Kristal : Negative (Negative)

Lain-lain : Negative (Negative)

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 November 2011 (14.33)

Hb : 8,3 g/dl (14,0-18,0)

Leukosit : 13.300/ul (4.000-10.500)

Eritrosit : 3.110.000/ul (4.500.000 – 6.000.000)

Hematokrit : 26,7 vol% (40 – 50)

Trombosit : 187.000/ul (150.000 – 450.000)

RDW-CV : 15,1 % (11,5 – 14,7)

MCV : 86,1 fl (80,0 – 97,0)

MCH : 26,6 pg (27,0 – 32,0)

MCHC : 31,0 % (32,0 – 38,0)

Neutrofil : 85,3 % (50,0 – 70,0)

Limfosit : 9,1 % (25,0 – 40,0)

MID : 5,6 % (4,0 – 11,0)

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 November 2011

Hb : 8,2 g/dl (14,0-18,0)

Leukosit : 17.500/ul (4.000-10.500)

Eritrosit : 2.990.000/ul (4.500.000 – 6.000.000)

34

Page 35: PEB

Hematokrit : 26 vol% (40 – 50)

Trombosit : 212.000/ul (150.000 – 450.000)

RDW-CV : 14,6 % (11,5 – 14,7)

MCV : 87,2 fl (80,0 – 97,0)

MCH : 27,4 pg (27,0 – 32,0)

MCHC : 31,5 % (32,0 – 38,0)

Hasil pemeriksaan USG

Kongenital anomali, pocomelia, omphalocel, polihidramnion

E. DIAGNOSIS

G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple congenital anomaly + belum inpartu +

PEB + BSC

F. TINDAKAN

Pasang infuse dan kateter

Cek laboratorium lengkap

MgSO4 40% loading dose 4 gr (10 cc) dalam 100cc D5% 20 tpm

MgSO4 40% maintenance 6 gr (15 cc) dalam 500 cc D5% 20 tpm

Po. nifedipin 3x10 mg bila TD ≥ 160/100 mmHg

Puasa pro sectio caesaria

Monitor keluhan/VS/DJJ/His/tanda-tanda impending eklampsia

Lapor dr. residen acc sikap

Lapor dr. konsulen acc sikap

35

Page 36: PEB

Follow up pagi tanggal 8 November 2011 jam 07.00 wita

S) Kenceng-kenceng ( + )

Keluar lender darah ( - )

Nyeri kepala ( < )

Pandangan mata kabur ( - )

Nyeri ulu hati ( - )

O) TD = 160/100 mmHg RR = 20 x/menit

N = 80 x/menit T = 36,5 oC

A) G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple congenital anomaly + belum inpartu +

PEB + BSC

P) Po. nifedipin 3x10 mg bila TD ≥ 160/100 mmHg

MgSO4 40% maintenance 6 gr (15 cc) dalam 500 cc D5% 20 tpm

Puasa pro sectio caesaria

Monitor keluhan/VS/DJJ/His/tanda-tanda impending eklampsia

Laporan Sectio Caesaria tanggal 8 November 2011 jam 10.00 wita

Macam Operasi : Sectio caesaria

Dx Pre Operatif : G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple congenital anomaly +

belum inpartu + PEB + BSC

Operator : Dr. dr. Adjar Wibowo, Sp.OG-KFM

- Informed consent, terpasang infus dan kateter, antibiotik profilaksis

- Pasien disiapkan untuk anestesi

36

Page 37: PEB

- Pasien mula-mula ditelentangkan dan dilakukan desinfeksi pada dinding perut

dan lapangan operasi dipersempit dengan kain duk steril

- Pada dinding perut dilakukan insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di

bawah umbilicus lapis demi lapis sehingga cavum peritonei terbuka

- Dibuat bladder flep dengan menggunting peritoneum kendung kemih (plica

vesicouterina) ke arah bawah dan samping dilindungi dengan speculum

kandung kemih. Dilakukan insisi segmen bawah rahim dibawah insisi plica

vesicouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah kurang lebih 2 cm.

Kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk

operator

- Setelah cavum uteri dibuka, selaput ketuban dipecahkan, keluar cairan

ketuban. Bayi dilahirkan dengan meluksit kepalanya

- Lahir bayi laki-laki, BB = 2500 gr, PB = 45 cm, AS = 1 – 1 – 1

Anus ( + ), kelainan congenital ( + ) : pocomelia, omphalocel

- Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan

- Segmen bawah rahim dijahit lapis demi lapis dengan jelujur feston. Dilakukan

peritonealisasi dan perdarahan dirawat

- Pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9% 1000cc

- Luka operasi dijahit lapis demi lapis

- Operasi selesai

Instruksi post op

- Inf. RL : D5% = 1 : 1 = 20 tpm

- Drip 2 ampul oxytosin s/d 12 jam post op

37

Page 38: PEB

- Cek lab

- Inj. ceftriaxone 2 x 1 gr

- Inj. alinamin F 3 x 1 amp

- Inj. ranitidin 2 x 1 amp

- Inj. antrain 3 x 1 amp

Follow up post sectio caesaria tanggal 8 November 2011 jam 12.30 wita

S) Nyeri ( < ) Perdarahan ( < )

O) TD = 137/86 mmHg RR = 22 x/menit

N = 80 x/menit T = 36,7 oC

TFU = 1 jari di atas umbilicus

Kontraksi = ( + ) baik

Fluksus = ( + ) tidak aktif

B) P2 A1 Post SC a/i PEB + multiple congenital anomaly + BSC

P) Inf RL : D5% = 1 : 1 = 20 tpm

Drip oxytosin 2 amp s/d 12 jam post op

Inj. ceftriaxone 2 x 1 gr

Inj. alinamin F 3 x 1 amp

Inj. ranitidin 2 x 1 amp

Inj. antrain 3 x 1 amp

38

Page 39: PEB

Follow Up

9-11-2011 10-11-2011 11-11-2011

SubjektifNyeri ( < ) ( < ) ( - )Perdarahan ( - ) ( - ) ( - )Nyeri kepala ( - ) ( - ) ( - )Nyeri ulu hati ( - ) ( - ) ( - )Pandangan mata kabur ( - ) ( - ) ( - )ObjektifTekanan Darah 140/80

mmHg130/70 mmHg

110/80 mmHg

Nadi 84 x/mnt 84 x/mnt 78 x/mntRespirasi 18 x/mnt 20 x/mnt 20 x/mntTemperatur 36,6 0C 36,5 0C 36,7 0CTFU

Setinggi umbilikus

2 jari dibawah

ummbilikus

2 jari dibawah

umbilikus

Kontraksi ( + ) ( + ) ( + )Fluksus ( - ) ( - ) ( - )Assasment P2 A0 Post SC a/i PEB + multiple

congenital anomaly + BSCPlanningInfus RL:D5% = 1:1 = 20 tpm ( + ) (+) (+)inj. ceftriakson 2x1amp iv ( + ) (+) (+)Inj. alinamin F 3 x 1 amp iv ( + ) (+) (+)Inj. ketorolac 3 x 1 amp iv ( + ) (+) (+)Inj. ranitidin 2 x 1 amp iv ( + ) (+) (+)Transfusi WB 1 kolf WB 1 kolf -

39

Page 40: PEB

BAB IV

PEMBAHASAN

Preeklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

hipertensi serta proteinuria dan edem pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat

bila satu atau lebih tanda/gejala dibawah ini ditemukan :

1. Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik ≥110 mmHg

2. Proteinuria ≥ 5 gr dalam 24 jam atau +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif

3. Oliguria, jumlah produksi urin 500/24 jam yang disertai kenaikan kadar

kreatinin darah.

4. Gangguan visus dan serebral

5. Edem paru atau sianosis

6. Trombositopenia

7. Nyeri frontal

8. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat

9. Adanya sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, low platelet)

Penderita pada kasus ini didiagnosis G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple

congenital anomaly + belum inpartu + PEB + BSC. Diagnosis pada penderita ini

didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis diketahui pasien tidak ada keluhan mual muntah,

pandangan mata kabur, nyeri kepala dan nyeri ulu hati, pasien ada riwayat sc 5

tahun yang lalu, pada usia hamil 5 bulan pasien di USG dan dikatakan janin

40

Page 41: PEB

mengalami kelainan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD = 150/100 mmHg,

dan dari pemeriksaan urin didapatkan proteinuria (+++). Pemeriksaan USG

menunjukan adanya congenital anomaly (pocomelia, omphalocele),

polihidramnion.

Peningkatan tekanan darah selama kehamilan yang dapat menyebabkan

preeklampsia dikarenakan peningkatan tekanan perifer untuk perbaikan oksigenasi

jaringan dan juga peningkatan cairan ekstraseluler yang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan arteri. Pada kasus ini, faktor predisposisi yang dapat

menyebabkan terjadinya PEB pada penderita adalah multigravida. Pada pasien

tidak didapatkan riwayat hipertensi sebelum kehamilan, diabetes melitus, anemia,

riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia, gizi kurang,

dan obesitas.

Pada kasus ini dikhawatirkan pasien menjadi eklampsia bila tidak

dilakukan penanganan segera. Untuk mencegah terjadinya kejang diberikan

MgSO4 40% 4 gr (sebanyak 15 ml), atau dengan cara 6 gr MgSO4 20%

(sebanyak 30 ml) dimasukkan dalam 500 cc D5%/RL, dimana obat ini

mempunyai efek mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan

neuromuskular. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan diuresis dan

menambah aliran darah ke uterus, menurunkan frekuensi pernafasan yang cepat.

Serta untuk menurunkan tekanan darah pasien dapat diberikan obat antihipertensi

karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia

serebri menjadi kecil. Sikap yang dilakukan pada awal masuk rumah sakit yakni

pemasangan infus dan kateter, pemeriksaan laboratorium lengkap, tablet nifedipin

41

Page 42: PEB

3x10 mg bila TD ≥ 160/100 mmHg, MgSO4 40% loading dose 4 gr (10 cc) dalam

100cc D5% 20 tpm dilanjutkan MgSO4 40% maintenance 6 gr (15 cc) dalam 500

cc D5% 20 tpm, puasa pro sectio caesaria, serta observasi

keluhan/VS/DJJ/His/tanda-tanda impending eklampsia.

Pada kehamilan pasien ini terdapat kelainan kongenital multipel. Pasien

mengetahui janin mengalami kelainan berdasarkan hasil USG sejak usia

kehamilan 5 bulan. Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar

diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan

kongenital antara lain: kelainan genetik dan kromosom, faktor mekanik, faktor

infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi

dan faktor lain.

Kelainan kongenital yang ditemukan yaitu omphalocele dan pocomelia.

Omphalocele adalah sebuah cacat lahir di mana organ usus atau perut bayi keluar

dari pusar. Pada bayi dengan omphalocele , usus keluar yang hanya ditutupi

lapisan tipis jaringan dan dapat dengan mudah dilihat. Omphalocele berkembang

saat bayi tumbuh dalam rahim ibu. Otot-otot pada dinding abdomen (cincin pusar)

tidak menutup dengan benar. Akibatnya, usus tetap berada di luar tali pusat.

Sedangkan pocomelia adalah kelainan perkembangan di mana bagian atas dari

lengan atau kaki hilang sehingga tangan atau kaki langsung melekat pada tubuh

seperti tunggul.

42

Page 43: PEB

Pada pasien ini penyebab terjadinya kelainan kongenital multipel tidak

dapat diketahui dengan pasti. Berdasarkan anmnesis, selama kehamilan nafsu

makan pasien baik, pasien makan seperti biasa dengan nasi, ikan, sayur, buah dan

kadang-kadang susu. Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi jamu ataupun

ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Pasien juga tidak pernah demam atau

sakit ketika hamil. Tidak ada riwayat trauma ataupun riwayat cacat pada keluarga

pasien. Meskipun pasien berusia >35 tahun, namun penyebab pasti belum dapat

diketahui.

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor

janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor

penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat

menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak

diketahui.

Pada penatalaksanaan obstetri, dilakukan tindakan sectio caesaria atas

pertimbangan preeklampsia berat, adanya kelainan kongenital multipel, dan

riwayat section caesaria. Terapi post sectio cesaria adalah dengan pemberian

IVFD D5: RL = 1:1, ceftriakson sebagai antibiotika, alinamin F sebagai vitamin,

antrain sebagai analgetik, ranitidin sebagai protektor lambung dan drip oxytosin

untuk memperbaiki kontraksi uterus. Pada pasien juga diberikan transfusi karena

terjadi anemia post op.

43

Page 44: PEB

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny. RN, berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple

congenital anomaly + belum inpartu + PEB + BSC. Penatalaksanaan yang

dilakukan yaitu perawatan aktif melalui pengobatan medisinal dan obstetrik.

Pasien dirawat di bagian/UPF Kebidanan dan Kandungan RSUD Ulin

Banjarmasin dari tanggal 7-11 November 2011.

.

44