Upload
satria-nita-pinta-karunia
View
108
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu
penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Mereka
diklasifikasikan ke dalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan.
PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang
masif. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di
samping ketiga tanda khas PEB.1
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di
antara negara-negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah
preeklampsia - eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan
mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian maternal. Berdasarkan hasil survai
yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia berkisar 10-13%
dari keseluruhan ibu hamil.2 Di UK eklampsia terjadi pada satu dari 2000
kelahiran di negara miskin dan menengah terjadi pada 1 dari 100 dan 1 dari 1700
kelahiran. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10%
dari total kematian maternal.3 Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-
beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya jumlah
primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan
diagnosis dan lain-lain. 4
Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi,
edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan.
1
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.Oleh karena
itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia,
serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka
kematian ibu (AKI) dan anak.1
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir, merupakan kejadian yang sangat
ditakutkan oleh setiap pasangan suami istri yang sedang menunggu kelahiran
anaknya, juga merupakan penyebab kematian perinatal yang cukup tinggi dan
sebagian besar (60%-75%) tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Kelainan
kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Kelainan kongenital
merupakan penyebab penting terjadinya abotus/keguguran, lahir mati atau
kematian segera setelah lahir (perinatal). Kadang - kadang suatu kelainan
kongenital belum ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Kelainan
kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat
pula beberapa kelainan kongenital yang terjadi secara bersamaan yang disebut
kelainan kongenital multiple.5
Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri
angka kejadian kelainan kongenital dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kematian bayi baik di dalam maupun di luar negeri dari tahun ke tahun
semakin lama semakin turun, tetapi penyebab kematian mulai bergeser.
Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah
2
sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser
pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi
nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi masalah cacat.6
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus dengan G2P1A0 hamil 38 minggu +
multiple congenital anomaly + belum inpartu + PEB + BSC, yang dirawat di
bagian/UPF Kebidanan dan Kandungan RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 7-
11 November 2011.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMSIA
1. Definisi
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin, dan dalam keadaan nifas yang terdiri dari trias, yaitu : hipertensi disertai
dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat kehamilan setelah
minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan
hidatidiformis yang luas pada vili korialis. Apabila hipertensi terjadi sebelum usia
kehamilan 20 minggu tanpa adanya mola hidatidosa atau perubahan molar yang
luas, atau hipertensi yang menetap selama 6 minggu post partum maka dapat
dikatagorikan hipertensi kronik, atau apabila hipertensi yang telah ada diperberat
oleh kehamilan dan disertai gejala edema dan proteinuria maka dapat disebut pre-
eklamsia tidak murni (superimposed pre-eklamsia).7
2. Etiologi
Penyebab terjadinya preeklampsia sampai sekarang belum diketahui scara
pasti. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan penyebab kelainan ini
sehinmgga kelainan ini sering dikenal sebagai “The Disease of Theory”. Adapun
teori tersebut antara lain.8
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia-eklampsia (PE-E) didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
4
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.7
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992)
mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
PE-E:
1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada
PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada
beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi
komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem
imunologi bisa menyebabkan PE-E.4,7
c. Peran Faktor Genetik/Familial.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-
E antara lain:
1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
5
2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak
dari ibu yang menderita PE-E.
3. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya preeklampsia adalah sebagai berikut9:
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrim, yaitu
teenager dan umur 35 tahun ke atas.
2. Multigravida dengan kondisi klinis :
- Kehamilan ganda dan hidrops fetalis
- Penyakit vaskular termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes mellitus
- Penyakit-penyakit ginjal
3. Hiperplasentosis
Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar dan diabetes
mellitus.
4. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia
5. Obesitas dan hidramnion
6. Gizi yang kurang dan anemia
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi
asam lemak tak jenuh dan kurang antioksidan.
6
4. Patofisiologi
Perubahan aliran darah pada uterus dan plasenta adalah patofisiologi yang
terpenting pada preeklampsia eklampsia dan merupakan penentu hasil akhir
kehamilan yaitu10:
1. Terjadi iskemik uteroplasenter mengakibatkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang
berkurang
2. Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,
mengakibatkan vasokontriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus
pembuluh darah yang lebih tinggi
3. Oleh karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan
suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke janin. Akhirnya
bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian
dalam kandungan.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edem yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya. Hal ini mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh karena spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada filtrasi
glomerulus.7
5. Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga
gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edem, hipertensi dan
proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg
7
perminggu beberapa kali edem terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan darah >140/90 mmHg atau
tekanan sistolik >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah
pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolic pada trimester keduayang
lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila
terdapat protein sebanyak 0,3 gr/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif yang menunjukan +1 atau +2 atau kadar protein >1 gr/l dalam urin yang
dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan
jarak waktu 6 jam.11
Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit
digolongkan berat bila satu atau lebih tanda atau gejala dibawah ini ditemukan12:
1. Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik ≥110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 5 gr dalam 24 jam atau +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif
3. Oliguria, jumlah produksi urin 500/24 jam yang disertai kenaikan kadar
kreatinin darah.
4. Gangguan visus dan serebral
5. Edem paru atau sianosis
6. Trombositopenia
7. Nyeri frontal
8. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
9. Adanya sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, low platelet)
Bila terdapat preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala
dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
8
kenaikan tekanan darah progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending
eklampsia.
6. Pemeriksaan Penunjang
- Urin : protein, reduksi, bilirubin, sediment urin.13
- Darah : trombosit, ureum, kreatinin, SGOT< LDH dan bilirubin.
- USG.
7. Komplikasi
Tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk
komplikasi antara lain atonia uteri (Uterus Couvelaire), sindrom HELLP
(hemolysis, elevated enzimes, low platelet count), ablasio retina , KID (Koagulasi
Intravaskular Disseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal
jantung hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin
terhambat dan prematuritas.11
8. Pencegahan
Pencegahan preeklampsia sepertinya tidak mungkin karena faktor
penyebabnya belum diketahui sampai sekarang. Meskipun demikian janin dari ibu
preeklampsia sebaiknya dikeluarkan saat hipertensi ibu terkontrol dengan baik,
pengaturan aktifitas dan penambahan berat badan dan antenatal care dan post natal
care yang optimal merupakan tindakan yang dapat mencegah terjadinya
preeklampsia.12
9
Pemeriksaaan antenatal care yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda preeklampsia dan dalam hal ini harus dilakukan penanganan yang
semestinya. Pemberian aspirin dosis rendah (75 mg) telah dievaluasi secara luas
sebagai obat mencegah preeklampsia. Baru-baru ini antioksidan dosis tinggi,
vitamin C 1000 mg dan vitamin E 400 IU, juga telah sukses digunakan dalam
mengurangi preeklampsia lebih dari 50%. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat dan garam serta penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu
dianjurkan.12
9. Penatalaksanaan
A. Perawatan aktif
Indikasi, bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini :
a. Ibu :
Kehamilan > 37 minggu
Adanya tanda impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal :
- 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD
- 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah
b. Janin :
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
c. Laboratorik :
Adanya sindroma HELLP
10
1. Pengobatan medisinal :
o Segera MRS
o Tirah baring miring ke sisi kiri
o Infus D5% : RL = 2 : 1 ( 100 – 125 ml/jam)
o Antasida
o Diet cukup protein dan rendah garam
o Obat-obatan antikejang : sulfas magnesikus/SM/MgSO4 :
Diberikan suntikan sulfas magnesikus 8 gram, disusul dengan
suntikan tambahan sebanyak 4 gram setiap 4 jam (selama tidak ada
kontraindikasi) atau dengan cara 30 ml MgSO4 20% dimasukkan
dalam 500 cc D5%/RL atau dengan 15 ml MgSO4 40%.
Dosis ulangan, tiap 4 jam : 4 gr SM (10 cc 40%) im
Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus :
- Tersedia kalsium glukonas 1 gr – 10 ml 10% iv pelan (3 menit)
- Refleks patella (+) kuat
- Pernapasan > 16 x/menit, tanpa tanda-tanda distress pernapasan
- Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5/kgbb/jam)
Dihentikan bila :
- adanya tanda-tanda intoksikasi
- setelah 24 jam pasca persalinan
- 6 jam pasca persalinan normotensif
2. Mencegah komplikasi :
oDiuretika diberikan atas indikasi :
11
Edema paru
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
Kelainan fungsi ginjal ( bila faktor prerenal sudah diatasi yang
dipakai furosemid (Lasix 40 mg im).
o Antihipertensi diberikan atas indikasi :
Tekanan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 100 mmHg
Preparat antihipertensi : Nifedipin, Clonidin, Serapasil, Hidralazin
oKardiotonika atas indikasi :
Adanya tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan Celanid
digitalisasi cepat sebaiknya kerjasama dengan penyakit jantung.
oLain-lain :
Antipiretika atas indikasi suhu rektal > 38,5oC Xylomidon 2 ml
dan atau kompres dingin/alkohol.
Antibiotika kalau ada indikasi
Analgetika bila kesakitan/gelisah 50-75 mg petidin, < 2 jam
sebelum janin lahir.
3. Pengobatan obstetrik
Cara pengakhiran kehamilan/persalinan
a. Belum inpartu
Induksi persalinan
- Amniotomi
- Drip oksitosin dengan syarat skor Bishop
12
SC bila :
- Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
- 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif
- Pada primigravida cenderung SC
b. Inpartu
Kala I :
- Fase laten tunggu 6 jam fase laten - SC
- Fase aktif (amniotomi, drip pitosin)
Kala II :
- Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang terpenuhi
B. Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif :
- Kehamilan < 37 minggu
- Keadaan janin baik
- Tidak ada impending eklampsia
Pengobatan medisinal :
a) Diberikan suntikan sulfas magnesikus 8 gram, disusul dengan suntikan
tambahan sebanyak 4 gram setiap 4 jam (selama tidak ada kontraindikasi)
atau dengan cara 30 ml MgSO4 20% dimasukkan dalam 500 cc D5%/RL
atau dengan 15 ml MgSO4 40%.
b) Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
c) Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan
diteruskan sebagai berikut :
13
- Diberikan tablet Diazepam 3x5 mg p.o atau luminal 3x30-60 mg p.o
- Obat-obatan antihipertensi oral diberikan apabila tekanan darah masih
160/110 mmHg atau lebih
- Obat-obatan diuretika hanya diberikan atas indikasi 7
10. Prognosis
Pada umumnya baik dengan penatalaksanaan yang tepat. Wanita yang
mengalami preeklampsia selama kehamilannya mempunyai resiko yang tinggi
untuk serangan ulangan pada kehamilan berikutnya. Resiko meningkat 50% pada
wanita yang mengalami preeklampsia pada usia kehamilan muda (sebelum
minggu ke-27).11
B. KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira
20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan
fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital
14
setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/antenatal kelainan kongenital
dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan air ketuban dan darah janin.6
1. Definisi
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi.5
2. Angka Kejadian
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan
saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital
belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan
beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi
kedokteran,kadang-kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama
kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru
lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital di tempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar
15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.6
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per 1000
kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% bila bayi diikuti terus sampai
berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (1975-1979), secara
15
klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara
19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,61 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di
Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara
14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979)
sebesar 1.64 dari 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan
kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula
dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.6
3. Embriogenesis
Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), embriogenesis
normal merupakan proses yang sangat kompleks. Perkembangan pranatal terdiri
dari 3 tahap yaitu5:
a. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi /
pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.
b. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampat minggu
ketujuh kehamilan:
- Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
- Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf
(neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian
otak.
- Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum
terbentuk sempurna.
- Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam.
16
c. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap
ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran,
pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak.
4. Embriogenesis Abnormal
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme
perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap
implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan.
Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.15
Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya
defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai
ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel
menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal
seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan
induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan
penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.5
Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan,
antara lain sindaktili, atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan
menyebabkan celah bibir/ dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat
mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada
saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.5
17
5. Faktor Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.6
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain6:
a. Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (“dominant traits”) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIlam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutya.6
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah
dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism).
Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.6
b. Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
18
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas
organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus,
talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).6
c. Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama
di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester
pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai
tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada
trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah
infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada
sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.6
d. Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
19
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum
wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan,
khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu
sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu
memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian
trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon
yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya
sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.6
e. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru
lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis
ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan
ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau
lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur
< 35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk
kelompok ibu berumur 40 – 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45
tahun atau lebih.6
f. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
20
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.6
g. Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup
besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.6
h. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,
adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain
dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.6
i. Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.6
21
6. Patogenesis
Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI
(2008) membedakan kelainan kongenital sebagai berikut5:
a. Malformasi
Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan
awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang
sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan
ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ,
atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.5
b. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal
sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula
berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang
kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus
ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.5
c. Disrupsi
Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang
semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan
oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang
berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya
22
mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan
kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.5
d. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah
displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)
akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di
seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di
dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal
secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan
ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan
efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya
mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat.
Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup
(Neonatologi IDAI, 2008).5
7. Klasifikasi
Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010) kelainan
bawaan diklasifikasikan sebagai berikut5:
1 Sistem saraf Neural Tube Defects Anenchepalus Encephalocele Spina Bifida Hidrocephalus Microcephalus Anencephalus 2 Mata Anophthalmos/microphthalmos Katarak congenital
23
Glaukoma congenital 3 Telinga, wajah, dan
leherAnotia
4 Congenital Heart
DiseaseCommon arterial truncus
Single Ventricle Ventricular Septal Defect Atrial Septal Defect Atrioventricular Septal Defect Tetralogy of Fallot Atresia Tricuspid dan Stenosis Ebstein’s anomaly Stenosis katup pulmoner Atresia katup pulmoner Stenosis/atresia katup aorta Hipoplastik jantung kiri Hipoplastik jantung kanan Coarctation of aorta
Total anomalous pulm venousReturn
5 Pernafasan Choanal atresia Cystic adenomatous malf of lung 6 Oro-facial cleft Cleft lip Cleft palate 7 Sistem pencernaan Atresia esophagus Atresia/Stenosis duodenum Atresia/stenosis usus halus Atresia/stenosis ano-rektal Hirschprung’s disease Atresia saluran bilirubin Annular pancreas Mandibular Asimetrik Hernia skrotalis dekstra Hernia umbilikalis 8 Defek dinding
abdomenGastroschisis
Omphalocele 9 Perkemihan Bilateral renal agenesis Renal dysplasia Congenital hydronephrosis Bladder exstrophy dan epispadia Posterior urethral valve
10 Genital Hipospadia
24
Indeterminate sex Mikropenis
11 Ekstremitas Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Seluruh ekstremitas Club foot Hip dislocation/displasia Polidaktil Sindaktil
Arthrogryphosis multiplexCongenital
12 Musculo-skeletal Thanatiporic dwarfism Jeunes syndrome Achondroplasia Craniosynostosis
Congenital constrictionbands/amniotic band
13 Malformasi lain Asplenia Situs inversus Conjoined twins Kelainan kulit Hipoplasia digiti Multiple congenital
14 Sindrom teratogenik Fetal alcohol syndrome dengan malformasi Valproate syndrome Warfarin Syndrome
Infeksi maternal yangmenyebabkan malformasi
15 Komosomal Down syndrome Patau syndrome/trisomi 13 Edward syndrome/trisomi 18 Turner’s syndrome Klinefelters syndrome Cru-du-chat syndrome Wolff-Hischorn syndrome
8. Diagnosis
25
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat
dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat
bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas
indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan kongenital
dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.6
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan
bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk
mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat
didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosom, phenylketonuria,
galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele.
Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus hidrosefalus
pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil.6
Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), dalam
menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain5:
a. Penelaahan prenatal
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus,
varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi,
kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.
b. Riwayat persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus.
c. Riwayat keluarga
26
Adanya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian
bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.
d. Pemeriksaan fisik
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun
minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai
kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh
lima persen disertai dengan kelainan mayor.
e. Pemeriksaan penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam,
ekokardiografi, radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis
dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan
pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan adalah merupakan hal yang
sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratiorium.
7. Penanganan
Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang
memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan
kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukan kelainan
kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orangtuanya
tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan
prognosisnya.6
27
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. RN
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Komp. Perdana Mandiri Blok C Banjarmasin
Suami
Nama : Tn. AL
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Masuk RS : Tanggal : 7 November 2011 Pukul 21.55 WITA
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : ingin melahirkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari dokter spesialis Obsgyn dengan diagnosis
hamil aterm, congenital anomaly (pocomelia, omphalocele), poihidramnion
dan BSC. Pasien tidak ada mengeluh perut kenceng-kenceng, keluar air-air
ataupun keluar lendir darah. Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan
kehamilannya baik ke bidan, puskesmas ataupun spesialis. Pada usia
28
kehamilan 5 bulan pasien periksa USG dan dikatakan bayi memiliki kelainan.
Tidak ada riwayat penyakit darah tinggi, keluhan mual muntah, pandangan
mata kabur, nyeri kepala dan nyeri ulu hati. Selama kehamilan nafsu makan
pasien baik, pasien makan seperti biasa dengan nasi, ikan, sayur, buah dan
kadang-kadang susu. Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi jamu ataupun
ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Pasien juga tidak pernah demam atau
sakit ketika hamil. Tidak ada riwayat trauma ataupun riwayat cacat pada
keluarga pasien.
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-)
4. Riwayat Obstetri :
NoTahu
n
Kehamila
nPersalinan Ditolong
PenyulitKeterangan
1.
2
2006
2011
Aterm
Hamil ini
SC RS/Dokter
PPT Bayi Perempuan/
2100 gr/49cm/hidup
5. Riwayat Perkawinan : kawin 1 kali selama 6 tahun dengan suami
sekarang.
6. Riwayat Haid : Menarche 14 tahun, siklus teratur tiap 28 hari, lama
5-7 hari, nyeri saat haid tidak ada.
HPHT = 14 Februari 2011
29
TP = 21 November 2011
C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sehat
Kesadaran : komposmentis
Status gizi : baik
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 50 kg
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : 36,6 0C
3. Kepala : Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
4. Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)
5. Dada : Jantung : S1>S2 tunggal, bising (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-)
6. Abdomen : Lihat status obstetri
7. Ekstrimitas : Atas : Akral hangat, edem (-), parese (-)
Bawah : Akral hangat, edem (-), parese (-)
refleks patella (+)
30
STATUS OBSTETRI
1. Inspeksi : tampak membuncit asimetris
2. Palpasi :
- Leopold I : teraba 2 jari di bawah procesus xypoideus, bokong
- Leopold II : memanjang punggung kanan
- Leopold III : presentasi kepala
- Leopold IV : belum masuk PAP
- TFU : 38 cm
- TBJ : 4030 gr
- His : ( - )
3. Auskultasi :
- DJJ : 136 kali/menit Rejalanitas : 11-11-12
4. Pemeriksaan Dalam :
- Portio : konsistensi kenyal, arah posterior
- Pembukaan : 1 cm
- Kulit ketuban : ( + )
- Bagian terbawah : Kepala
- Penurunan : Hodge I
- Penunjuk : sulit dievaluasi
5. Pemeriksaan panggul
- Promontorium : tak teraba
- Spina ischiadica : tidak menonjol
31
- Linea inominata : kurang dari setengah lingkaran
- Dinding samping : sejajar
- Sacrum : cekung
- Kesan luas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Protein dipstik +3
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 7 November 2011 (11.47 PM)
Hb : 10,7 g/dl (14,0-18,0)
Leukosit : 8.200/ul (4.000-10.500)
Eritrosit : 3.970.000/ul (4.500.000 – 6.000.000)
Hematokrit : 34 vol% (40 – 50)
Trombosit : 233.000/ul (150.000 – 450.000)
RDW-CV : 14,6 % (11,5 – 14,7)
MCV : 85,7 fl (80,0 – 97,0)
MCH : 26,9 pg (27,0 – 32,0)
MCHC : 31,4 % (32,0 – 38,0)
Neutrofil : 70,7 % (50,0 – 70,0)
Limfosit : 24,3 % (25,0 – 40,0)
MID : 5,0 % (4,0 – 11,0)
GDS : 97 mg/dl (<200)
SGOT : 20 U/I (16-40)
SGPT : 12 U/I (8-45)
Ureum : 18 mg/dl (10 – 45)
32
Creatinin : 0,9 mg/dl (0,4 – 1,4)
Albumin : 3,7 mg/dl (3,9 – 4,4)
PT/APTT
PT : 10,2 detik (9,9 – 13,5)
INR : 0,90 (0,86 – 1,28)
CONTROL PT : 11,4
APTT : 23,9 detik (23,9 – 37,0)
CONTROL APTT : 26,1
URINALISA
Warna : kuning jernih (Kuning jernih)
BJ : 1.015 (1.005-1.050)
pH : 7,0 (5,0 – 8,5)
Keton : negative (Negative)
Protein/Albumin : +1 (Negative)
Glukosa : negative (Negative)
Bilirubin : negative (Negative)
Darah Samar : negative (Negative)
Nitrit : negative (Negative)
Urobilinogen : 0,2 (Negative)
Lekosit : +3 (Negative)
Sedimen Urine
Leukosit : banyak/LBP (0 – 3)
Eritrosit : 5-7/LBP (0 – 2)
33
Silinder : Negative (Negative)
Epitel : +2 (+1)
Bakteri : +1 (Negative)
Kristal : Negative (Negative)
Lain-lain : Negative (Negative)
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 November 2011 (14.33)
Hb : 8,3 g/dl (14,0-18,0)
Leukosit : 13.300/ul (4.000-10.500)
Eritrosit : 3.110.000/ul (4.500.000 – 6.000.000)
Hematokrit : 26,7 vol% (40 – 50)
Trombosit : 187.000/ul (150.000 – 450.000)
RDW-CV : 15,1 % (11,5 – 14,7)
MCV : 86,1 fl (80,0 – 97,0)
MCH : 26,6 pg (27,0 – 32,0)
MCHC : 31,0 % (32,0 – 38,0)
Neutrofil : 85,3 % (50,0 – 70,0)
Limfosit : 9,1 % (25,0 – 40,0)
MID : 5,6 % (4,0 – 11,0)
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 November 2011
Hb : 8,2 g/dl (14,0-18,0)
Leukosit : 17.500/ul (4.000-10.500)
Eritrosit : 2.990.000/ul (4.500.000 – 6.000.000)
34
Hematokrit : 26 vol% (40 – 50)
Trombosit : 212.000/ul (150.000 – 450.000)
RDW-CV : 14,6 % (11,5 – 14,7)
MCV : 87,2 fl (80,0 – 97,0)
MCH : 27,4 pg (27,0 – 32,0)
MCHC : 31,5 % (32,0 – 38,0)
Hasil pemeriksaan USG
Kongenital anomali, pocomelia, omphalocel, polihidramnion
E. DIAGNOSIS
G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple congenital anomaly + belum inpartu +
PEB + BSC
F. TINDAKAN
Pasang infuse dan kateter
Cek laboratorium lengkap
MgSO4 40% loading dose 4 gr (10 cc) dalam 100cc D5% 20 tpm
MgSO4 40% maintenance 6 gr (15 cc) dalam 500 cc D5% 20 tpm
Po. nifedipin 3x10 mg bila TD ≥ 160/100 mmHg
Puasa pro sectio caesaria
Monitor keluhan/VS/DJJ/His/tanda-tanda impending eklampsia
Lapor dr. residen acc sikap
Lapor dr. konsulen acc sikap
35
Follow up pagi tanggal 8 November 2011 jam 07.00 wita
S) Kenceng-kenceng ( + )
Keluar lender darah ( - )
Nyeri kepala ( < )
Pandangan mata kabur ( - )
Nyeri ulu hati ( - )
O) TD = 160/100 mmHg RR = 20 x/menit
N = 80 x/menit T = 36,5 oC
A) G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple congenital anomaly + belum inpartu +
PEB + BSC
P) Po. nifedipin 3x10 mg bila TD ≥ 160/100 mmHg
MgSO4 40% maintenance 6 gr (15 cc) dalam 500 cc D5% 20 tpm
Puasa pro sectio caesaria
Monitor keluhan/VS/DJJ/His/tanda-tanda impending eklampsia
Laporan Sectio Caesaria tanggal 8 November 2011 jam 10.00 wita
Macam Operasi : Sectio caesaria
Dx Pre Operatif : G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple congenital anomaly +
belum inpartu + PEB + BSC
Operator : Dr. dr. Adjar Wibowo, Sp.OG-KFM
- Informed consent, terpasang infus dan kateter, antibiotik profilaksis
- Pasien disiapkan untuk anestesi
36
- Pasien mula-mula ditelentangkan dan dilakukan desinfeksi pada dinding perut
dan lapangan operasi dipersempit dengan kain duk steril
- Pada dinding perut dilakukan insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di
bawah umbilicus lapis demi lapis sehingga cavum peritonei terbuka
- Dibuat bladder flep dengan menggunting peritoneum kendung kemih (plica
vesicouterina) ke arah bawah dan samping dilindungi dengan speculum
kandung kemih. Dilakukan insisi segmen bawah rahim dibawah insisi plica
vesicouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah kurang lebih 2 cm.
Kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk
operator
- Setelah cavum uteri dibuka, selaput ketuban dipecahkan, keluar cairan
ketuban. Bayi dilahirkan dengan meluksit kepalanya
- Lahir bayi laki-laki, BB = 2500 gr, PB = 45 cm, AS = 1 – 1 – 1
Anus ( + ), kelainan congenital ( + ) : pocomelia, omphalocel
- Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan
- Segmen bawah rahim dijahit lapis demi lapis dengan jelujur feston. Dilakukan
peritonealisasi dan perdarahan dirawat
- Pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9% 1000cc
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis
- Operasi selesai
Instruksi post op
- Inf. RL : D5% = 1 : 1 = 20 tpm
- Drip 2 ampul oxytosin s/d 12 jam post op
37
- Cek lab
- Inj. ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. alinamin F 3 x 1 amp
- Inj. ranitidin 2 x 1 amp
- Inj. antrain 3 x 1 amp
Follow up post sectio caesaria tanggal 8 November 2011 jam 12.30 wita
S) Nyeri ( < ) Perdarahan ( < )
O) TD = 137/86 mmHg RR = 22 x/menit
N = 80 x/menit T = 36,7 oC
TFU = 1 jari di atas umbilicus
Kontraksi = ( + ) baik
Fluksus = ( + ) tidak aktif
B) P2 A1 Post SC a/i PEB + multiple congenital anomaly + BSC
P) Inf RL : D5% = 1 : 1 = 20 tpm
Drip oxytosin 2 amp s/d 12 jam post op
Inj. ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. alinamin F 3 x 1 amp
Inj. ranitidin 2 x 1 amp
Inj. antrain 3 x 1 amp
38
Follow Up
9-11-2011 10-11-2011 11-11-2011
SubjektifNyeri ( < ) ( < ) ( - )Perdarahan ( - ) ( - ) ( - )Nyeri kepala ( - ) ( - ) ( - )Nyeri ulu hati ( - ) ( - ) ( - )Pandangan mata kabur ( - ) ( - ) ( - )ObjektifTekanan Darah 140/80
mmHg130/70 mmHg
110/80 mmHg
Nadi 84 x/mnt 84 x/mnt 78 x/mntRespirasi 18 x/mnt 20 x/mnt 20 x/mntTemperatur 36,6 0C 36,5 0C 36,7 0CTFU
Setinggi umbilikus
2 jari dibawah
ummbilikus
2 jari dibawah
umbilikus
Kontraksi ( + ) ( + ) ( + )Fluksus ( - ) ( - ) ( - )Assasment P2 A0 Post SC a/i PEB + multiple
congenital anomaly + BSCPlanningInfus RL:D5% = 1:1 = 20 tpm ( + ) (+) (+)inj. ceftriakson 2x1amp iv ( + ) (+) (+)Inj. alinamin F 3 x 1 amp iv ( + ) (+) (+)Inj. ketorolac 3 x 1 amp iv ( + ) (+) (+)Inj. ranitidin 2 x 1 amp iv ( + ) (+) (+)Transfusi WB 1 kolf WB 1 kolf -
39
BAB IV
PEMBAHASAN
Preeklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
hipertensi serta proteinuria dan edem pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat
bila satu atau lebih tanda/gejala dibawah ini ditemukan :
1. Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan diastolik ≥110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 5 gr dalam 24 jam atau +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif
3. Oliguria, jumlah produksi urin 500/24 jam yang disertai kenaikan kadar
kreatinin darah.
4. Gangguan visus dan serebral
5. Edem paru atau sianosis
6. Trombositopenia
7. Nyeri frontal
8. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
9. Adanya sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, low platelet)
Penderita pada kasus ini didiagnosis G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple
congenital anomaly + belum inpartu + PEB + BSC. Diagnosis pada penderita ini
didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis diketahui pasien tidak ada keluhan mual muntah,
pandangan mata kabur, nyeri kepala dan nyeri ulu hati, pasien ada riwayat sc 5
tahun yang lalu, pada usia hamil 5 bulan pasien di USG dan dikatakan janin
40
mengalami kelainan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD = 150/100 mmHg,
dan dari pemeriksaan urin didapatkan proteinuria (+++). Pemeriksaan USG
menunjukan adanya congenital anomaly (pocomelia, omphalocele),
polihidramnion.
Peningkatan tekanan darah selama kehamilan yang dapat menyebabkan
preeklampsia dikarenakan peningkatan tekanan perifer untuk perbaikan oksigenasi
jaringan dan juga peningkatan cairan ekstraseluler yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan arteri. Pada kasus ini, faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadinya PEB pada penderita adalah multigravida. Pada pasien
tidak didapatkan riwayat hipertensi sebelum kehamilan, diabetes melitus, anemia,
riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia, gizi kurang,
dan obesitas.
Pada kasus ini dikhawatirkan pasien menjadi eklampsia bila tidak
dilakukan penanganan segera. Untuk mencegah terjadinya kejang diberikan
MgSO4 40% 4 gr (sebanyak 15 ml), atau dengan cara 6 gr MgSO4 20%
(sebanyak 30 ml) dimasukkan dalam 500 cc D5%/RL, dimana obat ini
mempunyai efek mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan
neuromuskular. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan diuresis dan
menambah aliran darah ke uterus, menurunkan frekuensi pernafasan yang cepat.
Serta untuk menurunkan tekanan darah pasien dapat diberikan obat antihipertensi
karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia
serebri menjadi kecil. Sikap yang dilakukan pada awal masuk rumah sakit yakni
pemasangan infus dan kateter, pemeriksaan laboratorium lengkap, tablet nifedipin
41
3x10 mg bila TD ≥ 160/100 mmHg, MgSO4 40% loading dose 4 gr (10 cc) dalam
100cc D5% 20 tpm dilanjutkan MgSO4 40% maintenance 6 gr (15 cc) dalam 500
cc D5% 20 tpm, puasa pro sectio caesaria, serta observasi
keluhan/VS/DJJ/His/tanda-tanda impending eklampsia.
Pada kehamilan pasien ini terdapat kelainan kongenital multipel. Pasien
mengetahui janin mengalami kelainan berdasarkan hasil USG sejak usia
kehamilan 5 bulan. Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar
diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital antara lain: kelainan genetik dan kromosom, faktor mekanik, faktor
infeksi, faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi
dan faktor lain.
Kelainan kongenital yang ditemukan yaitu omphalocele dan pocomelia.
Omphalocele adalah sebuah cacat lahir di mana organ usus atau perut bayi keluar
dari pusar. Pada bayi dengan omphalocele , usus keluar yang hanya ditutupi
lapisan tipis jaringan dan dapat dengan mudah dilihat. Omphalocele berkembang
saat bayi tumbuh dalam rahim ibu. Otot-otot pada dinding abdomen (cincin pusar)
tidak menutup dengan benar. Akibatnya, usus tetap berada di luar tali pusat.
Sedangkan pocomelia adalah kelainan perkembangan di mana bagian atas dari
lengan atau kaki hilang sehingga tangan atau kaki langsung melekat pada tubuh
seperti tunggul.
42
Pada pasien ini penyebab terjadinya kelainan kongenital multipel tidak
dapat diketahui dengan pasti. Berdasarkan anmnesis, selama kehamilan nafsu
makan pasien baik, pasien makan seperti biasa dengan nasi, ikan, sayur, buah dan
kadang-kadang susu. Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi jamu ataupun
ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Pasien juga tidak pernah demam atau
sakit ketika hamil. Tidak ada riwayat trauma ataupun riwayat cacat pada keluarga
pasien. Meskipun pasien berusia >35 tahun, namun penyebab pasti belum dapat
diketahui.
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.
Pada penatalaksanaan obstetri, dilakukan tindakan sectio caesaria atas
pertimbangan preeklampsia berat, adanya kelainan kongenital multipel, dan
riwayat section caesaria. Terapi post sectio cesaria adalah dengan pemberian
IVFD D5: RL = 1:1, ceftriakson sebagai antibiotika, alinamin F sebagai vitamin,
antrain sebagai analgetik, ranitidin sebagai protektor lambung dan drip oxytosin
untuk memperbaiki kontraksi uterus. Pada pasien juga diberikan transfusi karena
terjadi anemia post op.
43
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny. RN, berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis G2P1A0 hamil 38 minggu + multiple
congenital anomaly + belum inpartu + PEB + BSC. Penatalaksanaan yang
dilakukan yaitu perawatan aktif melalui pengobatan medisinal dan obstetrik.
Pasien dirawat di bagian/UPF Kebidanan dan Kandungan RSUD Ulin
Banjarmasin dari tanggal 7-11 November 2011.
.
44