22
Luka akibat benda tajam Gambaran umum dari luka yang diakibatkan benda tajam adalah tepi dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan, dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat benda tajam dapat berupa luka iris / sayat, luka tusuk, dan luka bacok. Pada luka iris dan luka bacok, selain gambaran umum luka akibat benda tajam, juga terdapat kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata waktu ditarik atau akibat korban bergerak. Bila diikuti gerakan memutar, maka dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berbentuk garis. Pada luka tusuk dapat diperkirakan benda penyebabnya dengan melihat sudut yang dibentuk oleh luka. Jika hanya salah satu sudut lancip, maka senjatanya bermata satu. Jika kedua sudut lancip, maka senjatanya bermata dua, namun benda tajam bermata satu juga dapat menghasilkan bentuk luka yang seperti itu jika hanya ujungnya saja yang menyentuh kulit. Perlu diingat bahwa panjang dan dalamnya luka biasanya tidak menunjukkan panjang dan lebar benda tajam tersebut, karena dipengaruhi faktor elastic jaringan dan gerakan korban. Kulit pada daerah sekitar luka akibat benda tajam tidak ada memar ataupun luka lecet, kecuali bila gagangnya juga menyentuh kulit. Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada Ciri ciri pembunuhan seperti table di atas dapat ditemui pada kasus pembunuhan dengan perkelahian. Tetapi pada kasus pembunuhan tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan dapat tunggal. Pemeriksaan kain baju yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letaknya, bentuk robekan, adanya partikel besi (reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darah.

pbl forensik 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl

Citation preview

Luka akibat benda tajam

Gambaran umum dari luka yang diakibatkan benda tajam adalah tepi dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan, dan dasar luka berbentuk garis atau titik.

Luka akibat benda tajam dapat berupa luka iris / sayat, luka tusuk, dan luka bacok. Pada luka iris dan luka bacok, selain gambaran umum luka akibat benda tajam, juga terdapat kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata waktu ditarik atau akibat korban bergerak. Bila diikuti gerakan memutar, maka dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berbentuk garis.

Pada luka tusuk dapat diperkirakan benda penyebabnya dengan melihat sudut yang dibentuk oleh luka. Jika hanya salah satu sudut lancip, maka senjatanya bermata satu. Jika kedua sudut lancip, maka senjatanya bermata dua, namun benda tajam bermata satu juga dapat menghasilkan bentuk luka yang seperti itu jika hanya ujungnya saja yang menyentuh kulit. Perlu diingat bahwa panjang dan dalamnya luka biasanya tidak menunjukkan panjang dan lebar benda tajam tersebut, karena dipengaruhi faktor elastic jaringan dan gerakan korban.

Kulit pada daerah sekitar luka akibat benda tajam tidak ada memar ataupun luka lecet, kecuali bila gagangnya juga menyentuh kulit.

Pembunuhan

Bunuh diri

Kecelakaan

Lokasi luka

Sembarang

Terpilih

Terpapar

Jumlah luka

Banyak

Banyak

Tunggal/banyak

Pakaian

Terkena

Tidak terkena

Terkena

Luka tangkis

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Luka percobaan

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Cedera sekunder

Mungkin ada

Tidak ada

Mungkin ada

Ciri ciri pembunuhan seperti table di atas dapat ditemui pada kasus pembunuhan dengan perkelahian. Tetapi pada kasus pembunuhan tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan dapat tunggal.

Pemeriksaan kain baju yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letaknya, bentuk robekan, adanya partikel besi (reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darah.

Tanatologi

Reaksi Intravital

Pada saat terjadi kematian , didalam tubuh masih terdapat sel dan jaringan yang masih sempat melanjutkan beberapa aktivitas, misalnya sel yang sedang bermitosis masih dapat menyelesaikan pembelahannya. Tetapi kemudian segala kegiatan yang terjadi pada sel dan jaringan akan terhenti sama sekali (11). Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ, dengan adanya kemajuan dibidang transplantasi organ tubuh, maka muncullah definisi mati seluler (mati molekuler) yaitu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Dimana daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga kematian seluler pada tiap organ atau jaringan terjadi secara tidak bersamaan. Sebagai contoh susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang dengan listrik sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropin 1 % atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara penyuntikan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20 %; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati. (2,3) Keadaan tersebut diatas pada mayat dimana masih dapat menghasilkan gambaran intravital disebut reaksi supravital dan pertamakali didiskusikan pada tahun 1963 oleh Schleyer.(2,3)

Selama ada oksigen yang mempertahankan kehidupan seseorang. Sel-sel dalam tubuh akan menjadi sehat, metabolisme berjalan normal fungsi lokomotorik berjalan terus , kerusakan sel yang disebabkan oleh organisme akan diperbaiki dan invasi bakteri pembusukan dapat dihambat Bila seseorang meninggal dunia maka siklus oksigen akan terhenti , tubuh akan mengalami berbagai perubahan jaringan yang disebut perubahan awal kematian atau tanda kematian tidak pasti dimana susunan saraf pusat akan mengalami kemunduran dengan cepat ini akan menyebabkan perubahan pada tubuh menjadi insensibel, reflek cahaya dan reflek kornea hilang, aliran darah, gerakan nafas berhenti, kulit pucat dan otot mengalami relaksasi. Setelah beberapa waktu akan timbul perubahan pasca mati yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu tubuh pembusukan, mumifikasi dan adiposera.(2,4,7,8,9,10)

Tanda tanda kematian antara lain:

Lebam mayat (livor mortis)

Normalnya berwarna merah ungu dan berada di bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan. Lebam mayat biasanya terjadi 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Namun, meski telah lewat 24 jam, darah masih cair sehingga sejumlah darah dapat membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Lebam mayat yang sudah menetap disebabkan karena jumalh sel darah yang tertimbun dan kekakuan otot dinding pembuluh darah.

Pada kasus keracunan akan didapatkan lebam mayat yang khas, seperti merah terang pada keracunan CO atau CN, kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulfonal.

Perlu diperhatikan untuk membedakan lebam mayat dan resapan darah akibat trauma, yaitu pada lebam mayat jika disiram air maka warna darah akan pudar, sedangkan pada resapan darah warnanya tidak akan hilang.

Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang disebut dengan tete de negre appearance yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat. Sayangnya dengan berlalunya waktu purpura ini tidak selalu dapat ditentukan dengan pasti apakah terjadinya antemortem atau postmortem.(diamaio,bern, inter)

Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan saat mati. Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah terjadi manipulasi posisi pada mayat.

Kekakuan mayat (rigor mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan glikogen otot yang menghasilkan energy. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energy tidak terbentuk lagi, akin dan myosin menggumpal dan otot menjadi kaku.

Kaku mayat dimulai dari 2 jam pasca mati klinis dimulai dari bagian luar tubuh (otot otot kecil) kea rah dalam (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam, kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam, dan kemudian hilang dalam urutan yang sama. Pada kaku mayat tidak disertai dengan pemendekan serabut otot, kecuali saat sebelum kaku mayat, serabut otot dalam keadaan teregang. Faktor faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot otot kecil, dan suhu lingkungan yang tinggi.

Beberapa keadaan yang mirip dengan kaku mayat antara lain:

Cadaveric spasm (instantaneous rigor)

Cadaveric spasm merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa disertai ioleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sebelum meninggal. Kepentingan medico legalnya adalah mem=nunjukkan sikap terakhir masa hidupnya.

Heat stiffening

Merupakan kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas, otot menjadi berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh. Keadaan ini ditemui pada korban mati terbakar. Pada keadaan ini terjadi pemendekan serat otot, sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude).

Cold stiffening

Merupakan kekakuan akibat lingkungan yang sangat dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es.

Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Disebabkan karena pemindahan suhu ke lingkungan yang lebih dingin melalui radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Kecepatan penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelmbaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, dan pakaian. Selain itu dipengaruhi oleh lokasi, cuaca, dan iklim.

Pembusukan (decomposition, putrefaction)

Merupakan proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja bakteri. Autolysis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolysis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.

Bakteri yang terutama menyebabkan pembusukan adalah Clostridium welchii yang ada dalam usus. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas gas alkan, H2S, dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.

Pembusukan baru tampak kira kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulfa-met-hemoglobin. Pembusukan akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun akan tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. Kemudian kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemrahan berbau busuk.

Pembentukan gas dimulai dalam lambung dan usus, yang kemudian akan menyebabkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat pada jaringan tubuh akan mengakibatkan terabanya krepitasi. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat pada jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Dan juga dapat terjadi pugilistic attitude.

Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi.

Jika mayat dibiarkan, maka larva lalat akan dijumpai setelah pembetukan gas pembusukan nyata, yaitu 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat dapat ditemukan dalam beberapa jam pasca mati. Perllu diingat, jika mayat dibiarkan di rumpun, maka dapat ditemui gigitan binatang pengerat.

Pembusukan alat dalam tubuh akan terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecokelatan. Mukosa saluran nafas akan menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna cokelat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa akan melunak dan mudah rupture. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.

Perlu diingat bahwa kecepatan pembusukan akan lebih cepat di udara di bandingkan dengan di tanah maupun di air. Perbandingan udara:tanah:air = 8:1:2.

Adiposera

Merupakan terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.

Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, namun lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh menjadi adiposera.

Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Faktor faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, udara yang panas, dan invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati. Sedangkan yang menghambat adalah air mengalir yang mengandung elektrolit dan udara yang dingin.

Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung sekitar 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.

Mummifikasi

Merupakan proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang sellanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, gelap, nerkeriput, dan tidak membusuk karena bakteri tidak berkembang. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi, dan waktu yang lama (12-14 minggu).

Asifiksia mekanik

1. Serangan jantung

Dicurigai ketika sedikit atau tidak ada temuan yang abnormal pada pemeriksaan kematian asfiksia mendadak.Kematian biasanya disebabkan oleh hambatan jantung karena refleks vagal. Mekanisme yang terjadi mirip dengan syncope sinus karotikus.

Kerah yang ketat akan menyebabkan bradikardi berat dan hilang kesadaran.Tanda ptekie hemorragis dan tanda lain terkadang tidak ditemukan pada kematian asfiksia karena proses gangguan sirkulasi yang sangat cepat sehingga tidak memberi waktu yang cukup terjadinya tahapan asfiksia pada umumnya.

2. Ptekie hemorragis

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase, yaitu:

fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.

Fase konvulsi. Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi, yang mula-mla kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik.Pupil dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga turun.

Fase apnea. Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti .Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.

Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap.

Sering terdapat di kelopak mata, dibelakang telinga dan konjungtiva. Tidak selalu karena hipoksia atau meningkatnya tekanan intrakapiler.Betul bahwa ptekie lebih sering terjadi pada kulit yang dijerat karena tekanan vena yang meningkat, tapi kenyataaannya ptekie dapat ditemukan pada tempat yang tidak berkaitan dengan penjeratan. Sebagai contoh sekelompok ptekie dapat terjadi pada kaki orang gantung diri yang terjadi mungkin karena gerakan tubuh yang terjadi sebelum kematian, tungkai yang menabrak benda keras.

Hipoksia dan hiperkapnea terjadi secara bersamaan pada asfiksia, kemudian diikuti peningkatan tekanan darah, curah jantung dan katekolamin (norepinefrin) dimana norepinefrin akan meningkatkan permeabilitas endotel pembuluh darah.

Distribusi ptekie pada orang dewasa biasanya pada kulit retroaurikuler, konjungtiva, thymus, subpleura dan atrioventrikular.sedangkan kematian infant mendadak menimbulkan ptekie di pleura visceralis dan parietal, thymus, perikardium.

Distribusi intrathotax biasanya karena asfiksia sentral yang disebabkan karena kegagalan pusat pernapasan.Ptekie hemorragis dikonjungtiva biasanya tidak ada pada infant, kalo ada harus dicurigai kemungkinan asfiksia mekanik harus diperhatikan.Ptekie dan perdarahan luas juga bisa terjadi pada kasus dimana asfiksia bukan penyebab utama, distribusi disepanjang aorta thorakalis dan konjungtiva bisa karena kegagalan jantung akut pada penyakit pambuluh darah koroner.

Masalah lain adalah adanya artefak hemorragis postmortem yang dapat dihasilkan dikulit kepala akibat pembukaan kulit kepala untuk melihat tengkorak akibat sobekan pembuluh darah kecil.

3. Sianosis dan kongestif

Asfiksia tidak selalu menimbulkan sianosis sehingga faktor sianosis tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk menentukan kematian asfiksia. Sianosis tidak kelihatan jika kadar Hb < 5 g%.Terdapatnya dilatasi vena besar dan sisi kanan jantung merupakan indikasi kematian asfiksia tapi tidak semua kematian asfiksia disertai hal ini.

Adanya cairan darah di jantung pada post mortem menunjukan meningkatnya aktifitas antitrombin dan fibrinolitik.

4. Penemuan jalan napas

Inhalasi berbagai material sering terjadi, lebih sering menimbulkan perdebatan karena sulitnya membuktikan sebab kematiannya.

Inhalasi isi perut merupakan fase terminal asfiksia ketika pernapasan tidak teratur dna megap-megap, hilang kesadaran. Isi perut terkadang ditemukan pada pemeriksaan makro dan mikroskopik paru anak yang mati mendadak tanpa suatu kejelasan. Regurgitasi antemortem dikenali ketika ditemukan asam digesti dan nekrosis jaringan paru.

TANDA DAN LUKA LAIN PADA KEMATIAN ASPHIXIA

Tanda pada kepala dan leher sering ditemukan pada asphyxia karena kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan. Paling sering kematian disebabkan oleh penjeratan. Kerusakan beberapa jaringan di luar dan organ dalam sangat erat kaitannya dengan posisi dan tekanan konstriksi daripada tipe penjeratannya. Sebagai contoh, tanda pengikatan yang luas seperti stocking, menyebabkan kerusakan yang ringan pada struktur leher, dibandingkan dengan tali yang kurang lebar .

Penjeratan yang sering tidak disengaja sering terjadi pada bayi dan balita, biasanya disebabkan oleh kerah baju yang terlalu ketat. Biasanya pakaian yang tersangkut pada mesin sering menyebabkan asphyxia pada orang dewasa.

Green menemukan pada kasus penjeratan sering menimbulkan jejas pada leher dan bila jejas pada leher tidak ada, maka biasanya terjadi karena pembekapan dengan tangan. Sering juga ditemukan kerusakan arteri karotis,berupa perdarahan di bawah tunika intima, sobekan pada tunika intima di bagian atas arteri karotis komunis, pecahnya plak atheroma pada karotis.

Mungkin kasus yang paling penting pada penjeratan, hampir selalu didukung oleh tanda dan posisi dari pola penjeratan. Tidak hanya untuk mengetahui kemungkinan apakah kejadian itu merupakan suatu kecelakaan, pembunuhan maupun bunuh diri, tetapi juga jenis dari jejas pada penjeratan. Sebagai tambahan, posisi dari tanda penjeratan dapat memastikan waktu kejadian antara waktu konstriksi sampai terjadinya kematian. Periode waktu kejadian tergantung dari besar konstriksi dan posisi dari jeratan.

Rentoul dan Smith melakukan percobaan untuk menentukan efek dari posisi jerat terhadap kecepatan kematian. Jika simpul diletakkan diantara rahang dan tulang hyoid dan kekuatan sedang, pernafasan dipengaruhi tapi masih bisa bernapas. Waktu yang diperlukan untuk melepaskan jerat yaitu lebih dari 2 menit. Jika simpul terletak di atas larynx, diperlukan waktu 1-5 menit untuk melepaskannya. Jika terletak lebih bawah, di atas kartilago krikoid, simpul harus dilepaskan sesegera mungkin dalam beberapa detik agar bisa diselamatkan.

Efek penekanan pada struktur leher, yaitu terjadi oklusi sirkulasi sereberal, tekanan vagal dan nervus phrenicus dan terjadi obstruksi saluran pernafasan. Yang terakhir ditemukan pada penggantungan bunuh diri, ketika tali terikat diantara larynx dan tulang hyoid atau diantara tulang hyoid dan dibawah jakun. Hal ini menyebabkan lidah keluar ke atas dan ke depan. Dan dalam prosesnya lidah terjepit diantara gigi, tanda gigi sering ditemukan pada lidah. Pada beberapa kasus, ini dapat memberi indikasi yang bermanfaat pada kecurigaan gantungan pada saat hidup dan memberi penilaian termasuk kemungkinan kecurigaan penggantungan tubuh post mortem. Penampilan oral yang dicurigakan pada kematian kekerasan akibat asphyxia yaitu penemuan gigi yang berwarna merah muda.

Tanda tali pada leher memerlukan pengamatan yang teliti. Rekaman fotografi mendetail, termasuk skala ukuran, pemakaian tali tunggal atau ganda penting dilakukan. . Percobaan bunuh diri seringkali gagal pada pertama kali karena talinya putus,jika percobaan kedua sukses maka akan meninggalkan beberapa tanda di leher. Hal ini mungkin juga terjadi pada percobaan bunuh diri dengan cara lain, seperti pada membacok diri.

Tanda simpul, penebalan irregular, ukuran tali dan lain-lain dapat dikenali dengan mudah, lebarnya dapat diukur. Tanda sekitar leher biasanya tunggal pada bunuh diri, kecuali tali ganda digunakan pada beberapa kasus atau tali tergelincir ke atas setelah aplikasi pertama.

Bentuk Lekukan seperti perkamen kuning dan lekukan terdalam di titik berat tubuh yang ditopang tali. Terdapat lipatan kulit disisi superior lekukan tersebut. Pembunuhan dicurigai jika terdapat tanda secara horizontal melewati leher dan lebih dari satu.Pada keadaan itu, tanda jari penyerang sering ada di sisi atau punggung leher. Abrasi kuku jari korban ditemukan di depan telinga, menunjukkan perlawanan untuk menyingkirkan tali.

Tanda yang tidak disengaja pada leher mungkin dihasilkan oleh pakaian yang ketat pada anak-anak dan pada obesitas dan oedema. Tanda yang sama juga dapat karena kain yang digunakan untuk menutup mulut pada mayat.Tanda itu biasanya ringan dan tidak menimbulkan kerusakan struktur leher. Disisi lain tanda tali sulit dikenali pada mayat yang busuk atau tenggelam dalam waktu lama. Pemeriksaan makro dan mikroskopik terhadap kulit dan struktur leher akan membantu pada kasus itu.

Pada kasus penjeratan, tali yang digunakan kadang-kadang telah dipotong atau dipindahkan. Ini tidak ada pembuktian yang jelas. Secara ideal, talinya tergelincir diatas kepala si korban. Posisi dan tipe simpul memberikan bukti yang berharga apakah seseorang itu mungkin telah diikat. Ini juga penting bahwa tali seharusnya tidak teregang ketika mereka memegang talinya atau dipindahkan dari mayat.Bahan-bahan dari pakaian dapat digunakan untuk menekan leher. Serabut-serabut sintetik pada stoking, dasi atau bagian dari bahan nylon mungkin dapat mengindikasikan bahan-bahan yang digunakan sebagai tali sewaktu leher di tekan sebagai bukti yang bagus untuk menentukan apakah kematian disebabkan kecelakaan atau pencederaan. Salah satu kasusnya, seorang suami mengaku bahwa dia telah mencoba mencekik leher istrinya dengan bahan nylon(kain). Derajat dari deformitas serabut-serabut sangat dianjurkan karena seberapa jauh paksaan yang digunakan pelaku untuk mencekik.

Luka tambahan di leher sering terlihat pada kasus penjeratan pada leher di mana pencekikan dengan tangan. Biasanya menunjukkan rupa aberasi dari kuku jari yang menekan pada kulit leher dan memar disebabkan jari atau buku jari.Secara umum, memar lebih mudah terlihat pada kulit yang tipis pada bagian depan leher. Bentuk lengkungan dari aberasi jika disebabkan dari kuku jari meskipun susah dikatakan dimana jari yang menyebabkan luka tersebut.Aberasi dan memar sering berbarengan dan dapat menunjukkan dimana sebuah tangan digunakan pada leher.Ukuran, bentuk dan distribusi dari luka harus dicatat secara hati-hati dengan pengukuran dan foto dengan pemakaian lampu ultraviolet. Tanda sebuah jari mungkin dapat ditemukan pada percobaan resustisasi, biasanya berbentuk sirkuler yang berkelompok melingkari hidung dan mulut dan seharusnya tidak membingungkan dengan tanda yang disebabkan penekanan pada leher. Kemungkinan pembunuhan seharusnya dipikirkan jika menemukan tanda memar, tanda tali dan aberasi. Bagaimanapun, tanda kuku jari dapat ditemukan pada pencekikan dengan bunuh diri jika kuku korban terjepit di antara hidung dan kulit leher. Aberasi mungkin dapat membingungkan jika tali sudah dilepaskan dari leher.Sekelompok aberasi bukan menunjukkan hasil aktivitas heteroseksual dan homoseksual yang berulang-ulang.Biasanya mereka sedikit hubungan dengan penyebab kematian dan tanda kemiripan mungkin ditemukan di mana saja di kaki di antara lutut dan pangkal paha, alat kelamin dan dinding abdomen ketika pemeriksaan yang detail dilakukan.

Identifikasi forensic

Peran ilmu kedokteran forensic dalam identifikasi terutama pada jenazah yang tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, dan pada kecelakaan missal, bencana alam atau huru hara yang menyebabkan banyak korban, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu, identifikasi forensic juga berperan dalam berbagai kasus lain, seperti penculikan anak, bayi yang tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.

1. Pemeriksaan sidik jari

Dengan membandingkan sidik jari jenazah dengan sidik jari antemortem.

2. Metode visual

Dengan memperlihatkan jenazah pada orang orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya atau temannya. Perlu diperhatikan adanya faktor emosi yang berperan membenarkan identitas.

3. Pemeriksaan dokumen

Menggunakan dokumen dokumen seperti KTP, SIM, Paspor, atau sebagainya yang melekat pada tubuh korban. Hati hati dengan kecelakaan missal, karena mungkin dokumen tersebut belum tentu miliknya jika hanya tergeletak dekat korban.

4. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan

5. Identifikasi medic

Menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, cacat/kelainan khusus, tatu (rajah). Melelui metode ini, diperoleh data mengenai data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan tulang, dan yang lainnya.

6. Pemeriksaan gigi

Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X, dan pencetakkan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dan sebagainya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan membandingkan dengan data antemortem.

7. Pemeriksaan serologic

Untuk mengetahui golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang.

8. Metode eksklusi

Dengan mengeliminasi daftar korban yang diketahui identitasnya dengan melakukan pemeriksaan identifikasi forensic.

9. Identifikasi potongan tubuh manusia (mutilasi)

Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik, dan pemeriksaan serologic berupa reaksi antigen-antibodi.

Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti drum stick pada leukosit dan barr body pada sel epitel.

Melelui metode ini, diperoleh data mengenai data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan tulang, dan yang lainnya.

10. Identifikasi kerangka

Upaya identifikasi kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri cirri khusus, deformitas, dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang.

Selain itu bisa dilakukan pembandingan dengan data antemortem, yakni dengan metode superimposisi. Metode tersebut dilakukan dengan jalan menumpukkan foto rontgen tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik titik persamaan.

Pemeriksaan anatomic dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologic dan histologik.

Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop member petunjuk kea rah ras mongoloid.

Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang, serta scapula dan metacarpal. Pada panggul, index ischio-pubic (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang ischium) merupakan ukuran yang paling sering dipakai. Nilai laki laki sekitar 83,6 dan wanita 99,5.

Tanda

Pria

Wanita

Ukuran, volum endokranial

Besar

Kecil

Arsitektur

Kasar

Halus

Tonjolan supraorbital

Sedang-besar

Kecil-sedang

Processus mastoideus

Sedang-besar

Kecil-sedang

Daerah oksipital, linea muskularis, dan protuberensia

Tidak jelas

Jelas / menonjol

Eminensia frontalis

Kecil

Besar

Eminensia parietalis

Kecil

Besar

Orbita

Persegi, rendah relative kecil tepi tumpul

Membundar, tinggi relative besar, tepi tajam

Dahi

Curam, kurang membundar

Membundar, penuh, infantile

Tulang pipi

Berat, arkus lebih ke lateral

Ringan, lebih memusat

Mandibula

Berat, simfisisnya tinggi, ramus ascendingnya lebar

Kecil, dengan ukuran korpus dan ramus lebih kecil

Palatum

Besar dan lebar, cenderung seperti huruf U

Kecil, cenderung seperti parabola

Condylus oksipitalis

Gigi geligi

Besar

Besar, M1 bawah sering 5 kuspid

Kecil

Kecil, molar biasanya 4 kuspid

Pasal 133

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134

(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 179

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Pasal 120

(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

(2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Pasal 168

Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:

a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sarnpai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

b. saudara dan terdakwa atau yang brsama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampal derajat ketiga

c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Pasal 170

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya

Pasal 179

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Pasal 180

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.

(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).

(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.

Pasal 183

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184

(1) Alat bukti yang sah ialah:

a.keterangan saksi;

b.keterangan ahli;

c.surat;

d.petunjuk;

e.keterangan terdakwa.

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 185

(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.

(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

(5) Baik pendapat maupun rekan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.

(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan

a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

b .persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;

d. cara hidup dan kesusilan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Pasal 186

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 187

Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a.berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b.surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c.surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

d.surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter

Pasal 216

(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Disamakan dengan pejahat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.

(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.

Pasal 222

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:

1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;

2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

Pasal 522

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Aspek hukum

Pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 339

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353

(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun

Pasal 354

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal 355

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lams lima belas tahun.

Pasal 356

Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:

1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya;

2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah;

3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

Pasal 357

Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan pasal 353 dan 355, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 3o No. 1 - 4.

Pasal 358

Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam:

1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;

2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.

Definisi et Repertum

Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.

Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.

Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan Medis

Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP.

Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.

Jenis Visum et Repertum

Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:

1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan

2. Visum et Repertum Kejahatan Susila

3. Visum et Repertum Jenazah

4. Visum et Repertum Psikiatrik

Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

Format Visum et Repertum

Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum memuat hal-hal sebagai berikut:

Visum et Repertum terbagi dalam 5 bagian:

1. Pembukaan:

* Kata Pro Justisia artinya untuk peradilan

* Tidak dikenakan materai

* Kerahasiaan

2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:

* Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu Letnan Dua)

* Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti

* Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa

* Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)

* Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan

3. Pelaporan/inti isi:

* Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)

* Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)

4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis (poin 3)

* Ilmu kedokteran forensik

* Tanggung jawab medis

5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.

Dalam operasional penyidikan, dapat dilaporkan berbagai penemuan dalam pemeriksaan barang bukti/kasus, diungkapkan dalam:

* Visum et Repertum sementara, atau

* Visum et Repertum sambungan/lanjutan, atau

* Surat keterangan medis