Upload
alphyn-wayan
View
36
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pbl
Citation preview
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
Permintaan Euthanasia Pasif
Nama anggota:
Sari Prasili Suddin (102010029)
Rio Nessa Pratama (102009051)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6, Jakarta Barat
Pendahuluan
Seringkali kita sebagai pasien hanya bisa menerima saja apapun yang disampaikan oleh dokter
tentang penyakit serta tindakan yang diambil untuk penyembuhan penyakit tersebut. Pada
dasarnya dokter dalam melakukan praktek kedokteran berada di bawah sumpah dokter dan kode
etik kedokteran yang mengharuskan mereka memberikan pelayanan yang terbaik bagi
pasiennya.1
Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya
pelayanan kesehatan yang tidak bertanggung jawab seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas
keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterimanya.
Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktek profesi yang mengancam
keselamatan atau kesehatan.2
Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti
rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai
konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan
rumah sakit dalam pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang
diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga berhak untuk
mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan riwayat penyakit dirinya.3
Etika kedokteran juga sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara ada hukum
yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak berhubungan dengan masalah
etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Badan yang mengatur dan memberikan ijin praktek
medis di setiap negara bisa dan memang menghukum dokter yang melanggar etika. Namun etika
dan hukum tidaklah sama. Sangat sering, bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih
tinggi dibanding hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum
yang menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk tiap-tiap negara
sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat batas negara.4
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
Secara umum dapat dikatakan, suatu teori etika adalah proses yang kita tempuh dalam
membenarkan suatu keputusan etis yang tertentu. Teori etika dapat pula didefinisikan sebagai
suatu teori atau kerangka etika yang memberikan kita suatu sarana untuk mendekati berbagai
masalah. Teori-teori etika tersebut dapat menjadi dasar dan landasan yang menjadi penguat atau
tiang dalam mengambil suatu keputusan.Dalam dunia kedokteran, dikenal empat prinsip dasar
bioetik. Prinsip-prisip dasar tersebut yang akan menjadi penunjuk jalan bagaimana seorang
dokter harus bersikap dalam menangani pasien.Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah beneficence,
Non-maleficence, justice dan autonomy.3
Berdasarkan hubungan kontrak di atas muncullah hak –hak pasien pada dasarnya terdiri dari dua
hak yaitu the right to health care dan the right to self determination. Secara tegas dan World
Medical Association telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Right of the Patient (1991)
yaitu memilih dokter bebas, hak dirawat oleh dokter yang bebas membuat keputusan klinis dan
etis hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat,
hak untuk dihormati kerahsiaaan dirinya, hak untuk mati secara bermartabat atau menolak
dukungan secara spiritual atau moral. Undang-undang kesehatan menyebut beberapa hak pasien
seperti hak atas informasi, hak atas second opinion, hak untuk mememberikan persetujuan atau
menolak tindakan medis, hak untuk kerahsiaan, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan
hak untuk mendapatkan ganti rugi.1
Pembahasan
Kasus PBL 5
Seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma kolon yang terminal.
Pasien masih cukup sadar berpendidikan tinggi. Ia memahami benar posisi kesehatannya dan
keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga memiliki pengalaman pahit sewaktu
kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan bermacam-macam tampak sangat
menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh
karena itu ia meminta kepada dokter apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang
minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan ICU dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan
wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang
dibutuhkan.
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
1. Prinsip-prinsip etika kedokteran
Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis yang dipenuhi
dengan makanan dan minuman, kebutuhan psikologis yang dipeuhi dengan rasa kepuasan,
istirahat dan santai, kebutuhan social yang dipenuhi dengan keluarga, teman dan komuniti dan
kebutuhan kreatif dan spiritual yang dipenuhi dengan melalui pengetahuan kebenaran cinta.2
Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran selain mempertimbangkan
keempat kebutuhan di atas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak pasien.
Pelanggaran atas hakpasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas
terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Beauchamp dan childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan yang etik
diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa peran di bawahnya.ke-empat
kaidah dasar moral tersebut adalah :
A.Beneficence
Beneficence lebih diartikan sebagai melakukan tindakan untuk kebaikan pasien. Lebih
mengutamakan altruisme atau pertolongan tanpa pamrih dan rela berkorban demi kepentingan
orang lain. Atau bisa kita persingkat yaitu altruisme dalam berpraktek.Kewajiban berbuat baik
menuntut bahwa kita harus membantu orang lain dalam memajukan kepentingan mereka, jika
kita dapat melakukannya tanpa risiko bagi diri kita sendiri.
Tindakan berbuat baik (beneficence):
General Beneficence :
o Melindungi dan mempertahankan hak yang lain
o Mencegah terjadi kecurigaan pada orang lain
o Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
Specific beneficence :
o Menolong orang cacat
o Menyelamatkan orang dari bahaya
Mengutamakan kepentingan pasien
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah
sakit/pihak lain
Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlah > akibat buruk)
Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya”
(apalagi ada yang hidup).3,5,6
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
B. Tindakan tidak merugikan atau nonmaleficence
Prinsip non-maleficence menekankan kepada pentingnya kewajiban untuk tidak menyakiti secara
sengaja. Hal ini berkaitan di dunia etika kedokteran dengan perkataan Primum non nocere:
”Above all do no harm”.Hal ini disebabkan kondisi pasien yang sangat bergantung pada dokter,
sehingga dokter dilarang untuk memperlakukan pasien sesuka mereka.
Ciri-ciri Non-Maleficence:
1. Tidak membunuh pasien
2. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
3. Mengobati secara proposional
4. Mencegah pasien dari bahaya
5. Memberikan semangat hidup pada pasien
6. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
7. Tidak melakukan white collar crime (kejahatan kerah putih, seperti malpraktik)5,6
C. Autonomy
Kata Autonomy, berasal dari bahasa Yunani, “autos” (self ) dan “nomos” (memerintah, atau
hukum). Pada awalnya, autonomy diartikan sebagai pemerintahan sendiri untuk kota bagian
Hellenic. Sejak saat itu, autonomy dikembangkan untuk ditujukan pada individual dan memberi
arti sebagai hak kebebasan, pilihan sendiri, menyebabkan satu perilaku, dan menjadi diri sendiri.
Ciri-ciri prinsip autonomy adalah:
1. Menghargai pasien menentukan nasib sendiri
2. Berterus terang
3. Menghargai privasi
4. Melaksanakan informed consent (persetujuan pasien tentang apa yang akan dan apa yang
tidak akan dilakukannya, berdasarkan saran dokter.)
5. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomy pasien
6. Tidak berbohong meskipun demi kebaikan pasien
7. Menjaga hubungan baik dengan pasien 4,5,6
D.Keadilan (Justice)
Kata keadilan bergantung pada konteksnya. Dalam bidang kesehatan keadilan dimaknai tentang
apa yang menjadi hak atau yang berhak didapatkan dari layanan kesehatan, akses terhadap
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
layanan kesehatan, dan promosi kesehatan yang tersedia atau disediakan oleh negara kepada
warganya.
Dalam bioetika, prinsip justice mengutamakan prinsip keadilan bagi pasien. Tidak peduli pasien
berada dari status sosial apa maupun suku mana, dokter harus memberikan pelayanan pada pasien
sesuai dengan hak pasien.
Ciri-ciri prinsip justice adalah:
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2. Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accesibility, availability, quality)
3. Menghargai hak orang lain
4. Menjaga kelompok rentan (yang paling merugikan)
5. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
6. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat, etc
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil
keputusan klinis,profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam
bersikap dan berperilaku.baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah
kewajiban moral yang melekat kepada para dokter.meskipun kewajiban tersebut bukanlah
kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum.5,6
2) Etika Profesi Kedokteran
Dalam praktek kedokteran, berpegang pada pedoman Kode Etik Profesi, prinsip-prinsip moral
kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan
bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar salahnya suatu keputusan atau
tindakan medis yang dilakukan.
Pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi kedokteran ini dilaksanakan oleh IDI (Ikatan
Dokter Indonesia), melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah, dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran).
Apabila terjadi pelanggaran terhadap etik profesi tersebut dapat dikenai sanksi disiplin profesi
yang diberikan oleh MKEK, dalam bentuk peringatan hingga yang lebih berat seperti kewajiban
menjalani pendidikan/pelatihan tertentu dan pencabutan haknya berpraktik profesi.
MKEK dalam perjalanannya diperkuat dengan landasan hukum yang diatur dalam UU No. 18
tahun 2002 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Di Kemudian hari, Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
No. 29/2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan atau pelanggaran disiplin profesi
kedokteran.
Majelis berwenang memperoleh:
a. Keterangan baik lisan maupun tertulis, langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu,
pihak lain) dan para ahli di bidangnya yang dibutuhkan.
b. Dokumen terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk ijazah/brevet dan pengalaman, bukti
keanggotaan profesi, Surat Izin Praktik Tenaga Medis, SOP dan SPM setempat, rekam
medis.2,7
3) Peraturan yang Terkait
Hak dan kewajiban dokter,berkaitan erat dengan transaksi terapeutik.transaksi terapeutik
merupakan transaksi di mana terjadinya kontrak antara dokter dengan pasien.adapun kewajiban
seorang dokter antara lain membantu mengobati pasien,memberi informasi yang sejelas-jelasnya
kepada psien tentang tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter.harus dapat merumuskan
tujuan pemberian pengobatan di samping harus mempertimbangkan alternative lain dari terapi
pilihannya.di atas semua itu dokter harus mengutamakan kesejahteraan dan kesehatan
pasien.selain kewajiban dokter juga mempunyai beberapa hak seperti diatur dalam UU no 29
tahun 2004 pasal 50 yang berisi dokter berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi medis dan standar profesi
operasional.memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
operasional,memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien maupun keluarganya serta
memperoleh imbalan jasa.di luar undang-undang dokter juga mempunyai beberapa hak seperti
hak melakuakn praktik dokter setelah mendapatkan surat tanda registrasi (STR) dan surat ijin
praktik (SIP).hak menolak tindakan medis yang bertentangan dengan hati nurani,agama dan etika
hukum.Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien,jika menurut penilaiannya
kerjasama pasien dengannya tidak ada gunanya lagi, kecuali dalam keadaan gawat darurat.hak
menolak pasien yang bukan bidang spesialisnya,kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada
dokter lain yang mampu menanganinya.hak atas privasi dokter,hak atas ketentraman bekerja hak
menjadi anggota himpunan profesi,hak mengeluarkan surat – surat keterangan dokter hak
menjadi anggota himpunan profesi hak membela diri hak untuk menolak memberi kesaksian
mengenai pasiennya di pengadilan.dari beberapa hak dan kewajiban di atas dapat dikatakan
pelanggaran jika Bila dapat dibuktikan tidak menggunakan suatu standar praktek medic untuk
melakukan uji-uji diagnostik tertentu bahwa dokter itu tidak menggunakan uji-uji tersebut
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
sehingga diagnosis yang ditegakkan dan pengobatannya tidak tepat.bahwa sebagai akibatnya
pasien menjadi luka atau kehilangan kesempatan untuk disembuhkan dari penyakitnya.
Selain hak dan kewajiban dokter pasien juga memiliki beberapa hak seperti berikut :
Hak pasien menurut UU No. 23 Th 1992 ttg Kesehatan psl 53 (2)
1. Hak atas informasi
2. Hak memberikan persetujuan
3. Hak atas rahasia kedokteran
A. PROSEDUR MEDIKOLEGAL
Peranan Rekam Medik
Peranan rekam medic sangat penting dalam praktek dokter. Rekam medic memuat semua
informasi yang dibutuhkan, baik yang diperoleh dari pasien, pemikiran dokter, pemeriksaan
dan tindakan yang dilakukan oleh dokter, komunikasi antar tenaga medis, informed consent.
Berbagai tindakan medic lain yang tidak termasuk suatu kelalaian medic juga dapat diancam
dengan pidana, seperti euthanasia, membantu pasien bunuh diri, melakukan aborsi, membuat
keterangan palsu, dan lain-lain.
Persetujuan Tindakan Medik
Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan
medik
B.INFORMED CONSENT
Seorang dokter mungkin saja telah bersikap dan berkomunikasi dengan baik, membuat keputusan
medic dengan cemerlang dan atau telah melaakukan tindakan diagnostic dan terapi yang sesuai
standar, namun kesemuanya tidak akaan memiliki arti dalam pembelaanya apabila tidak ada
rekam medis yang baik. Rekam medis yang baik adalah rekan medis yang memuat semua
informasi yang dibutuhkan, baik yang diperoleh dari pasien, pemikiran dokter, pemeriksaan
dantindakan dokte, komunikasi antar tenaga medis/ kesehatan, informed consent,dll informasi
lain yang dapat menjadi bukti di kemudian hari yang disusunsecara berurutan kronologis.2,3
Biasanya kata kunci yang sering digunakan oleh para hakim adalah:
1. Bahwa kewajiban profesi dokter adalah memberikan layanan dengan tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang normalnya diharapkan akan dimiliki oleh rata-rata dokter pada situasi-
kondisi yang sama (reasonable competence),
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
2. Bahwa tindakan dokter adalah masih layak, dan didukung oleh alasan penalaran yang benar
(reasonable care).
3. Bahwa dokter harus memperoleh informed consent untuk tindakan diagnostic/ terapi yang ia
lakukan (reasonable communication),dan.
4. Bahwa dokter harus membuat rekam medis yang baik.
BERIKUT PASAL-PASAL YANG TERKAIT DALAM TINDAKAN INFORM CONSENT :
Pasal 1. Permenkes no.585/MenKes/Per/IX/1989
a. Persetujuan tindakan medic/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut.2,3
b. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostic atau
teraupeutik.
c. Tindakan invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh.
d. Dokter adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang
bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan/bersama.
Pasal 2.
1) Semua tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi
yang adekuat tentang perlunya tindakan medic yang bersangkutan serta risiko yang dapat
ditimbulkannya.
4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3.
1) Setiap tindakan medic yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
2) Tindakan medic yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak diperlukan
persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-nyata atau secara
diam-diam.
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
Pasal 4.
1) Informasi tentang tindakan medic harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak
diminta.
2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak
diberikan informasi.
3) Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang
perawat/paramedic lainnya sebagai saksi.
Pasal 5.
a) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medic yang akan
dilakukan, baik diagnostic maupun terapeutik.
b) Informasi diberikan secara lisan.
c) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
d) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat.
Pasal 6.
1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive lainnya, informasi harus diberikan
oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.
2) Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1), informasi
harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung
jawab.
3) Dalam hal tindakan bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasive lainnya,
informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawata, dengan pengetahuan atau petunjuk
dokter yang bertanggung jawab.
Pasal 7.
1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.
2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter harus
memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.
Pasal 8.
1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan sehat mental.
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun atau telah
menikah.
Pasal 9.
1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan, persetujuan diberikan oleh wali atau
curator.
2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orang tua
wali atau curator.
Pasal 10.
Bagi pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau wali dan atau orang
tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat atau induk semang (guardian).
Pasal 11.
Dalam hal pasien tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan
secara medic berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan medic
segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.
Pasal 12.
1) Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan medic.
2) Pemberian persetujuan tindakan medic yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik, maka rumah
sakit/klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
Pasal 13.
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medic tanpa adanya persetujuan dari pasien atau
keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat izin prakteknya.
Pasal 14.
Dalam hal tindakan medic yang harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah dimana
tindakan mediktersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan medic
tidak diperlukan.
Prinsipnya persetujuan tindakan berdasarkan pengetahuan (informed consent) berhubungan
dengan hak pasien untuk memilih dari beberapa pilihan yang ditawarkan dokter.2,4 Sampai sejauh
mana pasien dan keluarganya mempunyai hak terhadap suatu layanan kesehatan yang tidak
direkomendasikan oleh dokter menjadi topik kontroversi yang besar dalam etika kedookteran,
hukum, dan kebijakan publik. Sampai masalah ini diputuskan oleh pemerintah, penyedia asuransi
kesehatan, dan/atau organisasi profesional, dokter secara pribadi harus menentukan apakah
mereka harus setuju terhadap permintaan suatu tindakan yang tidak sesuai.
Dokter harus menolak permintaan seperti itu jika yakin bahwa tindakan tersebut akan lebih
membahayakan. Dokter harus juga tahu bahwa mereka mempunyai hak untuk menolak jika
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
tindakan yang akan dilakukan sepertinya tidak akan memberikan kebaikan, atau bahkan
membahayakan walaupun kemungkinan efek plasebo tidak dapat diabaikan. Jika sumbersumber
daya yang terbatas menjadi masalah, dokter harus mengkonsultasikannya kepada pihak yang
bertanggung jawab terhadap alokasi sumber daya tersebut.
Prinsip-prinsip dan prosedur ijin berdasarkan pengetahuan dan pemahaman (informed consent)
yang telah dibahas hanya dapat diterapkan kepada wakil sebagaimana kepada pasien yang
membuat keputusan sendiri. Dokter mempunyai tugas yang sama untuk memberikan semua
informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan. Hal ini juga termasuk menerangkan
diagnosis, prognosis, dan regimen terapi yang kompleks dengan bahasa sederhana, sehingga
yakin bahwa wakil yang ditunjuk paham dengan berbagai pilihan tindakan yang ada, termasuk
baik buruknya tindakan tersebut, menjawab pertanyaan yang diajukan, dan memahami apapun
keputusan yang diambil dan jika mungkin juga alasannya.
Kriteria prinsip yang digunakan dalam mengambil keputusan tindakan apa yang terbaik bagi
pasien yang tidak kompeten adalah apa yang mungkin pasien inginkan jika memang diketahui.4
Keinginan pasien dapat diketahui dari permintaan atau dapat juga telah dikomunikaiskan kepada
wakil yang ditunjuk, dokter, atau anggota lain dalam tim perawatan kesehatan.
Jika keinginan tersebut tidak dapat diketahui tindakan yang diambil haruslah sepenuhnya hanya
untuk kepentingan terbaik pasien dengan mempertimbangkan:
a. diagnosis dan prognosis pasien;
b. nilai-nilai yang diketahui;
c. informasi dari orang-orang penting dalam kehidupan pasien dan siapa yang dapat membantu
mengetahui keinginan terbaik pasien;
d. aspek budaya dan agama pasien yang mungkin mempengaruhi keputusan yang akan diambil.
Pendekatan ini mungkin kurang pasti dibanding jika pasien telah meninggalkan permintaan
khusus mengenai tindakan, namun hal tersebut dapat membuat wakil yang ditunjuk tidak bisa
membuat kesimpulan dalam hal pilihan-pilihan selain yang dibuat pasien, dan pendekatannya
terhadap kehidupan secara umum, apa yang mungkin akan diputuskan oleh pasien dalam keadaan
yang sebenarnya. 1-3
Contoh Inform Consent:
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : (L/P)
Umur/Tgl Lahir :
Alamat :
Telp :
Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang tua/*suami/*istri/*anak/
*wali dari :
Nama : (L/P)
Umur/Tgl Lahir :
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa………
…………………………………………………………………….
Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyak
it tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan yang dap
at terjadisesuai penjelasan yang diberikan.
Jakarta,………………….20……
Dokter/Pelaksana, Yang membuat pernyataan,
Ttd ttd
(……………………) (…………………………..)
*Coret yang tidak perlu
C.KOMUNIKASI DAN PERSETUJUAN
Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti etika kedokteran
saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai perawatan kesehatan mereka telah
diabadikan dalam aturan hukum dan etika di seluruh dunia.4 Deklarasi Hak-hak Pasien
menyatakan:
Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan yang
menyangkut diri mereka sendiri.4 Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi dari keputusan
yang diambil. Pasien dewasa yang sehat mentalnmya memiliki hak untuk memberi ijin atau tidak
memberi ijin terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien harus paham
dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan apa
dampaknya jika menunda keputusan.3
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
Kondisi yang diperlukan agar tercapai persetujuan yang benar adalah komunikasi yang baik
antara dokter dengan pasien. Jika paternalisme medis adalah suatu yang normal, maka
komunikasi adalah suatu yang mudah karena hanya merupakan perintah dokter dan pasien hanya
menerima saja terhadap suatu tindakan medis. Saat ini komunikasi memerlukan sesuatu yang
lebih dari dokter karena dokter harus memberikan semua informasi yang diperlukan pasien dalam
pengambilan keputusan. Ini termasuk menerangkan diagnosa medis, prognosis, dan regimen
terapi yang konpleks dengan bahasa sederhana agar pasien paham mengenai pilihan-pilihan
terapi yang ada, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing terapi, menjawab semua
pertanyaan yang mungkin diajukan, serta memahami apapun keputusan pasien serta alasannya.
Ketrampilan komunikasi yang baik tidak dimiliki begitu saja namun harus dibangun dan dijaga
dengan usaha yang disadari penuh dan direview secaraperiodik.Jika dokter berhasil
mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan oleh pasien dan jika pasien tersebut ingin
mengetahui diagnosa, prognosis, dan pilihan terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan
berada dalam posisi dapat membuat keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana
menindaklanjutinya.2,4 Walaupun istilah ijin mengandung pengertian menerima perlakuan yang
diberikan, namun konsep ijin berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama
dengan penolakan terhadap terapi atau memilih 4
Pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak perawatan, walaupun penolakan tersebut
dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. diantara beberapa alternatif terapi. Pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak perawatan, walaupun penolakan tersebut dapat
menyebabkan kecacatan atau kematian. Bukti adanya ijin dapat eksplisit atau emplisit. Ijin
eksplisit diberikan secara lisan atau tertulis. Ijin implisit jika pasien mengindikasikan
kemauannya untuk menjalani prosedur atau tindakan tertentu melalui perilakunya. Contohnya ijin
untuk venipuncture (suntikan pada pembuluh vena) secara implisit diberikan melalui tindakan
memberikan lengannya. Untuk tindakan yang dapat menimbulkan resiko atau melibatkan ketidak
nyamanan yang tidak ringan, lebih baik mendapat ijin eksplisit bukan ijin implisit.
Prinsipnya persetujuan tindakan berdasarkan pengetahuan (informed consent) berhubungan
dengan hak pasien untuk memilih dari beberapa pilihan yang ditawarkan dokter.2,4,5 Sampai
sejauh mana pasien dan keluarganya mempunyai hak terhadap suatu layanan kesehatan yang
tidak direkomendasikan oleh dokter menjadi topik kontroversi yang besar dalam etika
kedookteran, hukum, dan kebijakan publik. Sampai masalah ini diputuskan oleh pemerintah,
penyedia asuransi kesehatan, dan/atau organisasi profesional, dokter secara pribadi harus
menentukan apakah mereka harus setuju terhadap permintaan suatu tindakan yang tidak sesuai.
Dokter harus menolak permintaan seperti itu jika yakin bahwa tindakan tersebut akan lebih
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
membahayakan. Dokter harus juga tahu bahwa mereka mempunyai hak untuk menolak jika
tindakan yang akan dilakukan sepertinya tidak akan memberikan kebaikan, atau bahkan
membahayakan walaupun kemungkinan efek plasebo tidak dapat diabaikan. Jika sumbersumber
daya yang terbatas menjadi masalah, dokter harus mengkonsultasikannya kepada pihak yang
bertanggung jawab terhadap alokasi sumber daya tersebut. 3
D.KERAHASIAAN
Tugas dokter untuk menjaga kerahasiaan informasi pasien merupakan dasar pokok dalam etika
kedokteran sejak jaman Hippocrates. Kode Etik Kedokteran Internasional dari WMA
menyatakan “Seorang dokter harus menjaga kerahasiaan secara absolut mengenai yang dia
ketahui tentang pasien-pasien mereka bahkan setelah pasien tersebut mati”. Namun kode etik
yang lain menolak adanya absolutisme kerahasiaan. Kemungkinan mengapa rahasia dapat
tembus/dibuka, kadang karena panggilan hukum terhadap klarifikasi kerahasiaan itu sendiri.4
Nilai yang tinggi yang ditempatkan pada kerahasiaan mempunyai tiga sumber: otonomi,
penghargaan terhadap orang lain, dan kepercayaan.2,4 Otonomi berhubungan dengan kerahasiaan
karena informasi pribadi tentang seseorang adalah miliknya sendiri dan tidak boleh diketahui
orang lain tanpa ijinnya. Jika seseorang membuka informasi pribadi kepada orang lain seperti
dokter atau suster, atau jika informasi muncul pada saat pemeriksaan medis, haruslah tetap dijaga
kerahasiaannya kecuali diijinkan untuk dibuka dengan sepengetahuan pribadi.4
Kerahasiaan juga penting karena manusia berhak dihargai. Salah satu cara penting dalam
menunjukkan penghormatan adalah dengan menjaga privasi mereka. Dalam seting medis, privasi
kadang betul-betul dikompromikan, namun lebih karena untuk menjaga kehidupan pribadi pasien
supaya tidak terlalu terganggu, yang hal ini memang tidak diperlukan. Karena setiap orang
berbeda dalam keinginannya untuk terhadap privasi, kita tidak dapat mengasumsikan bahwa
setiap orang ingin diperlakukan seperti kita ingin diperlakukan. Perhatian harus diberikan untuk
menentukan informasi pribadi mana yang ingin tetap dijaga kerahasiaannya oleh pasien dan mana
yang boleh dibeberkan kepada orang lain. “Seorang dokter harus menjaga kerahasiaan secara
absolut mengenai yang dia ketahui tentang pasienpasien mereka bahkan setelah pasien tersebut
mati”. 2
Kepercayaan merupakan bagian penting dalam hubungan dokter-pasien. Untuk dapat menerima
perawatan medis, pasien harus membuka rahasia pribadi kepada dokter atau orang yang mungkin
benar-benar asing bagi mereka mengenai informasi yang mungkin tidak ingin diketahui orang
lain. Mereka pasti memiliki alasan yang kuat untuk mempercayai orang yang memberikan
perawatan bahwa mereka tidak akan membocorkan informasi tersebut. Kepercayaan merupakan
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
standar legal dan etis dari kerahasiaan dimana profesi kesehatan harus menjaganya. Tanpa
pemahaman bahwa pembeberan tersebut akan selalu dijaga kerahasiaannya, pasien mungkin akan
menahan informasi pribadi yang dapat mempersulit dokter dalam usahanya memberikan
intervensi efektif atau dalam mencapai tujuan kesehatan publik tertentu. 3
Pembeberan (keterangan/membuka rahasia) adalah hal yang rutin dalam kerahasiaan, sering
muncul di sebagian besar institusi kesehatan. Banyak orang seperti dokter, perawat, teknisi lab,
mahasiswa, dll memerlukan akses terhadap rekam medis pasien untuk memberikan perawatan
yang baik terhadap orang tersebut dan bagi mahasiswa untuk mempelajari bagaimana praktek
pengobatan. Jika pasien berbicara dengan bahasa yang berbeda dengan perawatnya, diperlukan
penterjemah untuk menjembatani komunikasi. Dalam kasus dimana pasien tidak kompeten dalam
membuat keputusan medis, orang lain harus diberi informasi mengenai pasien tersebut agar dapat
mewakili pasien tersebut dalam membuat keputusan. Dokter secara rutin menginformasikan
kepada anggota keluarga pasien yang sudah meninggal tentang penyebab kematian. Pembeberan
terhadap kerahasiaan ini dibenarkan namun harus tetap dijaga seminimal mungkin, dan bagi siapa
yang mendapatkan informasi rahasia tersebut harus dipastikan sadar untuk tidak mengatakannya
lebih jauh lagi dari pada yang diperlukan untuk kebaikan pasien. Jika mungkin pasien harus
diberitahu bahwa telah terjadi pembeberan. 8
4) DAMPAK HUKUM
Auto-euthanasia,bila pasien secara tegas menolak dengan sadar untuk menerima perawatan medis
dan ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dari
penolakantersebut ia membuat sebuah pernyataan tertulis Auto-euthanasia pada dasarnya adalah
euthanasia pasif atas permintaan. Sesuai dengan surat edaran IDI menyatakan: Sampaikan kepada
pasien dan ataukeluarganya keadaan yang sebenarnya dan sejujur-jujurnya mengenai penyakit
yang diderita pasien. 9,10
Dalam keadaan di mana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat lagidiharapkan untuk
memberi kesembuhan, maka upaya perawatan pasien bukan lagi ditujukan untuk memperoleh
kesembuhan melainkan harus lebih ditujukan untuk memperoleh kenyamanan dan
meringankan penderitaannya. Bahwa tindakan menghentikan usia pasien pada tahap menjelang
ajalnya, tidak dapat dianggap sebagai suatu dosa, bahkan patut dihormati. Namun demikian
dokter wajib untuk terus merawatnya, sekalipun pasien dipindah ke fasilitas lainnya. Dalam
memandang kasus seperti ini kita memandang dari dua sisi, yaitu pertama,pasien memiliki hak
untuk menentukan nasibnya sendiri dan mempunyai hak untuk menolak perawatan, hal ini
merupakan hak dasar yang tercantum di dalam UU HAM dan UU Kesehatan. Kedua, dokter
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
mempunyai kewajiban bahwa di dalam menjalankan hak dan kebebasanya sebagai seorang
dokter hendaknya menghormati hak dan kebebasan yang digunakan pasien untuk memenuhi
tuntuntan yang adil sesuai dengan pertimbangan etik-moral. 10
UU TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN NO.29 TAHUN 2004
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
5) PROSEDUR PENGOBATAN KARSINOMA COLON
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk
keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker
ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang
utama di dunia barat. Untuk menemukannya diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai
kolonoskopi, sedangkan untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi. 6,7
Gejala
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan)
dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul
gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita
berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala
umum, dan gejala penyebaran (metastasis).6
Perawatan Ca kolon
Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan jauh lebih
mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan kanker stadium 1 dan 2
masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium yang lanjut, atau ditemukan pada
stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit.Di antara
pilihan terapi untuk penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan
ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan).7
Pembedahan
Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-and-close.
Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang terlokalisir. Intinya
adalah membuang bagian yang terkena tumor dan sekelilingnya. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan suatu tindakan yang disebut TME (Total Mesorectal Excision), yaitu suatu tindakan
yang membuang usus dalam jumlah yang signifikan. Akibatnya kedua ujung usus yang tersisa
harus dijahit kembali. Biasanya pada keadaan ini diperlukan suatu kantong kolostomi, sehingga
kotoran yang melalui usus besar dapat dibuang melalui jalur lain. Pilihan ini bukanlah suatu
pilihan yang enak akan tetapi merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap hidup, mengingat
pasien tidak mungkin tidak makan sehingga usus juga tidak mungkin tidak terisi makanan /
kotoran; sementara ada bagian yang sedang memerlukan penyembuhan. Apa dan bagaimana
kelanjutan dari kolostomi ini adalah kondisional dan individual, tiap pasien memiliki keadaan
yang berbeda-beda sehingga penanganannya tidak sama. 6
Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan tujuan
membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat ulah tumor primer
tersebut. Terkadang tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat menyelamatkan jiwa. Bila
penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka pembedahan pun secara teknis menjadi sulit,
sehingga dokter mungkin memilih teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja)
melalui lubang. Pilihan terakhir pada kondisi terburuk adalah open-and-close, di mana dokter
membuka daerah operasinya, kemudian secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian rupa
sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan tidak
memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. Tindakan ini sepertinya
sudah tidak pernah dilakukan lagi mengingat sekarang sudah banyak tersedia laparoskopi dan
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
radiografi canggih untuk mendeteksi keberadaan dan kondisi kanker jauh sebelum diperlukan
operasi. 6,10
Terapi Non Bedah
Kemoterapi dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya metastasis
(penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya, atau memperlambat
pertumbuhannya. Radioterapi jarang digunakan untuk kanker kolon karena memiliki efek
samping dan sulit untuk ditembakkan ke bagian yang spesifik pada kolon. Radioterapi lebih
sering pada kanker rektal saja. Imunoterapi sedang dikembangkan sebagai terapi tambahan
untuk kanker kolorektal. Terapi lain yang telah diujicoba dan memberikan hasil yang sangat
menjanjikan adalah terapi Vaksin. Ditemukan pada November 2006 lalu sebuah vaksin bermerek
TroVax yang terbukti secara efektif mengatasi berbagai macam kanker. Vaksin ini bekerja
dengan cara meningkatkan sistem imun penderita untuk melawan penyakitnya. Fase ujicobanya
saat ini sedang ditujukan bagi kanker ginjal dan direncanakan untuk kanker kolon. Terapi lainnya
adalah pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi metastasisnya (penyebaran tumornya).6
Terapi Suportif.
Diagnosis kanker sangat sering menimbulkan pengaruh yang sangat besar pada kejiwaan
penderitanya. Karenanya dorongan dari rumah sakit, dokter, suami/istri, kerabat, keluarga, social
support group sangat penting bagi penderitanya.6
KESIMPULAN
Berdasarkan kasus, pasien meminta untuk diberikan terapi minimal saja dan dia ingin mati
dengan tenang dan wajar. Prinsip etika yang diperlihatkan disini adalah otonomi pasien. Keadaan
pasien cukup sadar dan seharusnya bisa diberikan terapi yang tepat untuk meminimalisasikan
penderitaannnya. Namun hak pasien untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan
medis terhadapnya.
Pada umumnya tidak dapat dibenarkan dilakukannya tindakan euthanasia aktif. Mereka yang
menyetujui tindakan euthanasia berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang
dilakukan dengan persetujuan & dilakukan dengan tujuan utama menghentikan penderitaan
pasien. Kelompok yang kontra terhadap euthanasia berpendapat bahwa euthanasia merupakan
tindakan pembunuhan terselubung, karenanya bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kematian
semata-mata adalah hak dari Tuhan, sehingga manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak
mempunyai hak untuk menentukan kematiannya.
Hubungan dokter dan pasien merupakan dasar atau pondasi dalam praktek kedokteran sehari hari
maupun pelaksanaan etika kedokteran.hendaknya setiap dokter memiliki prinsip bahwa kesehatan
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
dan kesejahteraan pasien akan selalu menjadi pertimbangan pertama dalam setiap keputusan dan
tindakan perawatan yang akan diambil.dokter hendaknya memberikan kepada pasiennya loyalitas
dan pelayanan yang penuh berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.dalam melaksanakan
setiap pekerjaannya setiap dokter harus berpegang pada empat prinsip kedokteran yaitu
beneficence,non maleficence,autonomy dan justice.selain prinsip atau keempat kaidah dasar
moral tersebut yang dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis dokter juga mengenal
etika profesi sebagai panduan dalm bersikap dan berperilaku.
Euthanasia pasif hanya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan masak-masak tentang
keadaan penyakit pasien (diagnosis, prognosis dan faktor-faktor lain yang terkait), keinginan
pasien, sifat tindakan medis yang sedang dilakukan, dan pertimbangan etik-sosial-hukum. 10
Walaupun dokter yang melakukan euthanasia dikatakan melanggar Etika Profesi Kedokteran,
tetapi menurut Pasal 1 KUHP, dokter tidak dapat dikenakan tindakan pidana kerana belum ada
ketentuan yang jelas mengenai larangan euthanasia dalam hukum.4
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan komunikasi efektif di antara dokter dan pasien, bahkan
keluarganya supaya didapatkan persetujuan yang terpenting untuk penanganan terhadap pasien
tersebut. Dokter juga harus menjelaskan penanganan apa saja yang perlu dilakukan dan segala
kemungkinan buruk yang akan terjadi apabila tidak dilakukan tindakan terhadap penyakit pasien
tersebut. Dari semua itu, akan didapatkan informed consent yang tepat sesuai dengan landasan
kuat dan sebagai bukti yang sah dari persetujuan dari pasien atau keluarga pasien
PBL 5 BLOK 30 EMERGENCY MEDICINE II
DAFTAR PUSTAKA
1. Djojosugito. A. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Majlis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Medan; 2006. p 1 – 73.
2. Sampurna B dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran: Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran
dan Hukum. Pustaka Dwipar; 2007.
3. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Diunduh dari http://www.pdf-search-engine.com, 8 Januari
2014.
4. Etika Profesi Kedokteran. Diunduh dari www.freewebs.com, 8 Januari 2014.
5. Aspek hukum rekam medis dan informed consent diunduh dari www.repository.ui.ac.id/
contents/koleksi/ 8 januari 2014
6. Karsinoma colon dan terapi. Jakarta: Media Aesculapius, 2001
7. Mengenal kanker colon diunduh dari www.drarief.com/mengenal-kanker-kolon. 8 Januari
2014
8. Peraturan perundangan-undangan bidang kedokteran. Staf pengajar bagian kedokteran
forensic fakultas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta: Fakultas kedokteran univeritas
Indonesia;1994.
9. Mansjoer, Arif., et all. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI; 1999.
10. Euthanasia. Unduh dari www http://philosophyiseasy.co.uk/Documents/Euthanasia.doc, 8
Jan 2014