PB12MAT_XV BEHAVIORISME

  • Upload
    yeong21

  • View
    397

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

BehaviorismePsikologi Umum Universitas Bunda Mulia

BEHAVIORISMELatar Belakang BehaviorismeRefleksologi Rusia dan Dominasinya di Uni SovietIvan Mikhailovich Sechenov Vladimir Mikhailovich Bekhterev Ivan Petrovich Pavlov

Behaviorisme LuasPerluasan Refleksologi Para Behavioris AmerikaTeori Kontiguitas Guthrie Teori Hipotetikodeduktif Hull Behaviorisme Kognitif Tolman Positivisme Radikal Skinner

Koneksionisme Amerika: Thorndike

Behaviorisme WatsonianPara Behavioris Terdahulu di AmerikaEdwin B. Holt Albert P. Weiss. Walter S. Hunter Karl S. Lashley

Peran Teori Formulasi Pasca TeoriModel NeobehavioristikModel Pemrosesan-Informasi dan Matematis Neo-Hullian Model Kognitif Model Operant

Positivisme Operasional

Penerapan

Rangkuman

BEHAVIORISMESistem yang memaknai psikologi sebagai studi tentang perilaku mendapat dukungan kuat dalam perkembangan di abad 20 yang utamanya terjadi di Amerika Serikat. Gerakan ini secara formal diawali oleh seorang psikolog Amerika, John Broadus Watson (1878-1958), dalam sebuah makalah terkenal, "Psychology as the Behaviorist Views it," dipublikasikan pada tahun 1913. Psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku.Perilaku yang dapat diamati dan dikuantifikasi diasumsikan memiliki maknanya sendiri, bukan sekedar berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa mental yang mendasarinya. Dalam posisinya Watson mendukung perilaku tampak yang dapat diamati sebagai satu-satunya subyek pembahasan yang masuk akal bagi ilmu pengetahuan psikologi yang sejati. Watson mengusulkan peralihan radikal dari formulasi-formulasi psikologi yang ada saat itu dengan menyatakan bahwa arah perkembangan psikologi yang benar bukanlah studi tentang kesadaran "dalam diri". Pada kenyataannya, ia mengabaikan seluruh konsep tentang kondisi mental kesadaran non fisik sebagai suatu masalah semu bagi ilmu pengetahuan.

Behaviorisme, terutama di Amerika Serikat, kemudian secara bertahap berubah dari definisi awal Watson menjadi behaviorisme yang mencakup rangkaian aktivitas manusia dan infra manusia yang luas, dan dipelajari melalui beragam metodologi empiris.

Latar Belakang BehaviorismeTren historis yang menuntun ke behaviorisme Watsonian dapat ditelusuri dari zaman kuno hingga ke abad 19. Para filsuf pra Socrates, seperti para ahli fisika Ionian dan Hippocrates, berupaya menjelaskan aktivitas manusia sebagai reaksi mekanis yang dapat direduksi menjadi sebab-sebab biologis atau fisis. Tradisi sensasionalis Prancis, menolak substansi Descartes yang tidak diperluas dan lebih memilih sistem mekanis yang merespon stimuli lingkungan, dan berperan sebagai pendahulu penting behaviorisme abad 20.Baik reduksionisme inderawi dari Condillac maupun fisiologi mekanis dari La Mettrie menuntun pada pandangan bahwa peristiwa mental ditentukan sepenuhnya oleh input inderawi dan bahwa level penting penyelidikan psikologi berkaitan dengan prosesproses inderawi.

Para filsuf Inggrislah memberikan fondasi intelektual bagi behaviorisme.Konsep Locke tentang kepasifan mental bermakna bahwa isi pikiran bergantung pada lingkungan, dan dua tema utama para filsuf Inggris, empirisisme dan asosiasisme, berisi prinsip-prinsip utama behaviorisme.

Psikologi behavioristik lahir di abad 20 sebagai disiplin empiris yang mempelajari perilaku sebagai adaptasi terhadap stimuli lingkungan. Inti utama behaviorisme adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilakuan, dan pembelajaran tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi.

Refleksologi Rusia di Uni SovietDalam penelitian yang cukup paralel pada tahun-tahun pertama abad 20, sekelompok fisiolog Rusia meneliti basis fisiologis proses-proses perilakuan.Penelitian para fisiologi Rusia memiliki arah praktis yang dengan mudah diadopsi dalam behaviorisme sebagai mekanisme dasar pembelajaran.

Para peneliti Rusia tersebut adalah fisiolog:Mereka bukan psikolog, dan reduksi proses-proses psikologis menjadi mekanisme fisiolog menjadi ciri penelitian mereka. Mereka bukan filsuf yang berusaha mengartikulasi ilmu pengetahuan baru psikologi.

Mereka ingin memperluas pengetahuan fisiologi yang sudah ada untuk mencakup proses-proses yang selama ini dianggap psikologis. Tradisi ini berlanjut hingga kini di Rusia dan Eropa Timur, di mana penelitianpenelitian terhadap proses-proses seperti pembelajaran, penginderaan, dan persepsi seringkali dimasukkan dalam studi neurobiologi daripada dalam psikologi. Tokoh yang berpengaruh:Ivan Mikhailovich Sechenov Vladimir Mikhailovich Bekhterev Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Mikhailovich Sechenov (1829-1905)Pendiri fisiologi Rusia modern. Sechenov mempublikasikan Reflexes of the Brain (1863), berisi hipotesisnya bahwa semua aktivitas, termasuk proses-proses yang tampak rumit seperti berpikir dan bahasa, dapat direduksi menjadi refleks-refleks. Menekankan peran mediasional perangsangan dan penghambatan korteks serebral sebagai pusat tindakan-tindakan refleks. Sechenov yakin bahwa sebab semua aktivitas intelektual, serta aktivitas motorik, melibatkan stimulasi eksternal. Dengan demikian seluruh rangkaian perilaku adalah hasil respon terhadap stimuli lingkungan, yang dimediasi di tingkat kortikal. Dalam sebuah makalah yang dipublikasikan pada tahun 1870, Sechenov menolak pandangan-pandangan psikologi di masa itu dan menyebutnya sebagai sekumpulan konsep yang tidak diperlukan yang mencerminkan terjadinya pengabaian terhadap fisiologi. Dengan penelitian lebih lanjut, Sechenov berpendapat, struktur psikologi akan hilang, setelah direduksi menjadi penjelasan fisiologis sebagaimana seharusnya. Sechenov mereduksi respon-respon psikis dan fisiologis menjadi refleks-refleks, sehingga ide-ide menjadi asosiasi refleks-refleks yang dimediasi oleh sistem syaraf pusat. Dengan demikian, pendiri fisiologi Rusia moderen mengartikan refleksologi sebagai interpretasi monistik aktivitas manusia, yang menyamakan proses-proses psikologis dengan prosesproses syaraf yang esensial. Sechenov memulai tradisi eksperimental untuk mengupayakan validasi atas pandangannya tentang refleksologi, yang tidak terlalu berbeda dari pandangan para penerus Descartes dalam tradisi sensasionalistik Prancis.

Vladimir Mikhailovich Bekhterev (1857-1927)Pada tahun1910, Bekhterev mempublikasikan karyanya Objective Psychology, yang menyarankan untuk menghapus konsep-konsep mentalistik dalam deskripsi peristiwaperistiwa psikologis. Bekhterev melakukan beberapa eksperimen inovatif tentang hukuman, namun kontribusi utamanya adalah tulisan-tulisannya yang ekstensif, yang memberikan pengetahuan lebih luas dan penerimaan refleksologi oleh khalayak yang lebih luas. Penerapan refleksologi pada perilaku abnormal yang dilakukannya menunjukkan manfaat psikologi objektif. Bekhterev adalah sejawat sekaligus sering menjadi saingan Pavlov. Karena mengenal psikologi Wundt, ia lebih sensitif terhadap isu-isu yang menjadi pemikiran para psikolog daripada Pavlov. Sesuai dengan itu, tulisan-tulisannya secara umum tentang refleksologi lebih cepat diterima oleh para psikolog daripada karya Pavlov yang lebih sistematis. Dengan menolak introspeksi sebagai metode yang dapat digunakan karena metode tersebut berasumsi bahwa aktivitas psikologis dalam beberapa hal berbeda dari aktivitas manusia lainnya, Bekhterev menekankan keutuhan refleksologi. Proses psikologis dan fisiologis melibatkan energi syaraf yang sama, dan refleks-refleks yang dapat diamati, baik bersifat bawaan maupun dipelajari, diatur oleh hubungan yang dilandasi hukum tertentu dengan stimulasi internal dan eksternal. Tujuan psikologi objektif adalah menemukan hukum-hukum dasar yang memediasi terjadinya refleks.

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)Sistem refleksologi Rusia yang paling komprehensif dikemukakan oleh Ivan Petrovich Pavlov yang memiliki karir panjang yang produktif. Pavlov menerima hadiah Nobel pada tahun 1904 atas karyanya tentang basis syaraf dan kelenjar dalam pencernaan. Dalam kaitan dengan penelitian tersebut, Pavlov menemukan prinsip-prinsip penting pengkondisian asosiatif. Pavlov menciptakan suatu alat yang ditanamkan dalam pipi anjing yang menjadi subjeknya yang mengumpulkan liur sebagai suatu pengukuran proses-proses pencernaan yang diteliti. Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan suatu stimulus netral, seperti sebuah ketukan metronom, nada, atau sinar, dan setelah berhasil memasangkannya dengan hadiah utama, seperti makanan, seekor anjing yang termovitasi (yakni anjing yang lapar) akan merespon dengan berliur terhadap stimulus netral yang diberikan tanpa makanan. Ia menyebut stimulus netral yang memiliki kemampuan hadiah utama untuk menghasilkan respon sebagai stimulus kondisional. Untuk memenuhi kriteria pembelajaran, hubungan antara stimulus terkondisi dan respon harus bersifat sementarayakni hubungan tersebut harus dapat dihapuskan, yang membuat stimulus kondisional kehilangan kemampuan menimbulkan respon. Pavlov mengartikan penghapusan sebagai pemberian stimulus terkondisi secara berulangkali tanpa pemberian hadiah utama, sehingga kemampuan stimulus terkondisi untuk menimbulkan respon akan hilang.

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan:Stimulus Tak Terkondisi (US): suatu peristiwa lingkungan (seperti makanan) yang, melalui kemampuan bawaannya, dapat menimbulkan refleks organismik. Stimulus Terkondisi (CS): suatu peristiwa lingkungan (seperti sebuah nada) yang bersifat netral dalam hal responnya sebelum dipasangkan dengan US. Respon Tak Terkondisi (UR): refleks alami (seperti berliur) yang ditimbulkan secara otonom, atau dengan sendirinya oleh US. Respon Terkondisi (CR): refleks yang dipelajari (seperti berliur) yang ditimbulkan oleh CS setelah dihubungkan dengan US.

UR dan CR adalah respon yang sama; perbedaannya terletak pada stimulus yang menimbulkannya dan biasanya dalam tanda-tanda yang menunjukkan kekuatannya. Pavlov menemukan bahwa perbedaan dalam berbagai hubungan sementara antara CS dan US menghasilkan tingkat akuisisi dan penghapusan CR yang bervariasi. Hubungan optimal, yang memanfaatkan respon antisipatori, mencakup pemberian CS tepat sebelum US dan disebut pengkondisian tertunda (delayed conditioning).

Koneksionisme Amerika: ThorndikePeneliti besar Amerika yang revelan dengan para pendahulu behaviorisme Watsonian adalah Edward Lee Thorndike (1874-1949), meskipun Thorndike digolongkan sebagai behavioris secara kurang pasti, karena eklektisisme-nya. Thorndike meneliti strategi penyelesaian masalah pada berbagai spesies, yang diujinya dengan menggunakan kotak-kotak pazel, bermacam ruang dirancang untuk menghadiahi responrespon spesifik. Thorndike terkesan oleh akuisisi bertahap respon-respon yang berhasil pada subjek melalui pembelajaran coba-salah dan keberhasilan yang dicapai tanpa sengaja. Pengamatan-pengamatan tersebut menuntunnya untuk menyimpulkan bahwa terdapat dua prinsip dasar pembelajaran: latihan dan hasil/efek.Hukum latihan menyatakan bahwa asosiasi diperkuat melalui pengulangan dan terhapus bila tidak digunakan. Hukum efek yang asli dari Thorndike menyatakan bahwa respon-respon yang menghasilkan hadiah atau kepuasan cenderung untuk diulang, sedangkan respon-respon yang menghasilkan hukuman atau gangguan cenderung dihilangkan. Di kemudian hari ia memodifikasi hukum efek untuk menekankan bahwa hadiah memperkuat asosiasi, sedangkan hukuman mengakibatkan subjek mengganti responnya dengan respon lain, bukan melemahkan asosiasi antara respon dan konteks stimulus. Dengan demikian hukum efek terdahulu menyatakan bahwa umpan balik berupa hadiah dan hukuman memengaruhi ikatan konektif secara seimbang; sedangkan versi berikutnya yang telah dimodifikasi menekankan efektivitas hadiah dan merendahkan efek hukuman pada peran yang relatif kecil dalam pembelajaran.

Pandangan Thorndike tentang basis asosiasi cukup berbeda dengan Pavlov.Pertama, situasi pembelajaran berada dalam kendali subjek dalam prosedur penelitian Thorndike; subjek harus memberikan suatu respon sebelum menerima hadiah. Kedua, hukum efek, atau pengaruh penguatan, memerlukan pemahaman subjek terhadap konsekuensi peristiwa yang menguatkan.

Behaviorisme WatsonianPada tahun 1913, Watson menerbitkan sebuah artikel dalam Psychological Review yang mengusulkan suatu psikologi behavioristik dan mengubah arah psikologi moderen. Watson menyatakan bahwa perilaku subjek itu sendiri pantas untuk dipelajari, bukan karena perilaku tersebut mencerminkan suatu kondisi kesadaran yang mendasarinya.Tradisi sensasionalistik Prancis, yang mereduksi isi mental menjadi input inderawi, mengembangkan versi awal behaviorisme. Reduksi asumsi peristiwa-peristiwa mental menjadi korelasi fisik merupakan tema konsisten dalam berbagai studi para sensasionalis Prancis, serta dalam tulisan-tulisan Comte berikutnya, dan akhirnya dalam behaviorisme Watsonian.

Perubahan dari kesadaran ke perilaku sebagai wilayah psikologi yang tepat mendapatkan dukungan yang lebih langsung dari gerakan evolusioner di abad 19.Berbagai observasi Darwin yang sangat teliti yang mendukung prinsip-prinsip evolusi melalui seleksi alam menggarisbawahi pentingnya nilai adaptif perilaku. Berbagai hipotesis Spencer tentang "evolusi sosial," perilaku sebagai aktivitas organismik menjadi subjek penelitian baru. Minat terbarukan dalam studi tentang perilaku dalam paruh akhir abad 19 segera diterjemahkan dalam minat awal terhadap kebernilaian perbandingan lintas spesies, seperti dalam karya-karya Washburn, Romanes, dan Morgan.

Penekanan Watson pada perilaku dan bukan pada kesadaran merupakan suatu langkah konsisten menuju pengembangan psikologi komparatif, yang terletak pada efektivitas interpretasi homolog dan analog tentang pola-pola perilaku di antara beragam spesies. Selain berfungsi sebagai katalis bagi beberapa tradisi yang bergabung menjadi satu, behaviorisme Watson merupakan reaksi keras terhadap berbagai metode studi yang umum dalam psikologi kesadaran. Watson menentang introspeksi sebagai metode yang layak.

Behaviorisme WatsonianPandangan-pandangan Watson berpusat pada premis bahwa wilayah psikologi adalah perilaku, yang diukur sebagai stimulus dan respon; sejalan dengan itu, psikologi berurusan dengan elemen-elemen periferal stimulus dan respon yang membanjiri organisme. Setiap respon ditentukan oleh stimulus, sehingga perilaku dapat dianalisa secara lengkap melalui hubungan kausal antara elemen-elemen stimulus dan respon. Watson tidak mengabaikan kemungkinan eksistensi kondisi mental sentral, seperti kesadaran, namun meyakini bahwa karena kondisi sentral semacam itu bersifat non fisik dan tidak dapat dipelajari secara ilmiah, maka hal itu merupakan masalah semu psikologi. Pandangan Watson tentang karakteristik hubungan stimulus-responyakni, asosiasiutamanya bergantung pada prinsip frekuensi, atau latihan, dan kemudian pada prinsip kekinian. Ia semakin menganut refleksologi pengkondisian dari Pavlov dan metode kotak pazel dari Thorndike. Meski demikian, Watson tidak pernah sepenuhnya memahami karakteristik penguatan, dan sangat skeptis tentang hukum efek Thorndike, yang dikritiknya sebagai konsep yang didasarkan pada kesimpulan-kesimpulan mentalistik, tanpa dukungan empiris. Namun Watson sepenuhnya meyakini prinsip-prinsip asosiasi sebagai kunci pertumbuhan psikologis (perilakuan), meskipun ia memahami bahwa teori pembelajaran yang dikemukakannya sangat tidak adekuat. Sejalan dengan itu, semua perilaku lokomotif, perseptual, emotif, kognitif, dan linguistikmerupakan komplekskompleks atau bagian-bagian dari hubungan stimulus-respon asosiatif.

Behaviorisme WatsonianKritik utama terhadap behaviorisme Watsonian dapat dirangkum dalam dua poin.Pertama, versi awal behaviorisme membatasi psikologi dengan hanya membatasi perilaku pada peristiwa periferal elemen-elemen stimulus dan respon. Dalam mengabaikan peristiwa-peristiwa mental, Watson juga mengabaikan mediasi hubungan stimulus dan respon yang bersifat fisik dan terpusat. Tampaknya ia mengetahui perlunya penjelasan yang lebih menyeluruh tentang mediasi internal dan terpusat berdasarkan pemahamannya terhadap pandangan Pavlov. Meski demikian, ketika pandangan-pandangan Pavlov mulai lebih dikenal, Watson tersisih dari akademia dan tidak mampu mengintegrasikan pandangan-pandangannya dengan pandangan-pandangan Pavlov. Adalah para penerusnya yang memodifikasi lingkup psikologi behavioristik dengan mengakui fungsi-fungsi mediasi sentral, fisiologis maupun kognitif, bagi penelitian ilmiah. Masalah kedua dalam behaviorisme Watsonian terkait dengan isu reduksionisme. Kita mungkin dapat mengatakan bahwa pada tahun 1913 psikologi kehilangan pikirannya. Strategi behavioristik mengambil alih fungsi-fungsi yang dianggap sebagai fungsi pikiran sejak era ajaran Descartes dan mereduksinya menjadi perilaku. Perilaku, pada akhirnya, dapat direduksi menjadi stimuli lingkungan dan respon-respon yang dapat diamati. Meskipun Watson tidak menjabarkan secara rinci ciri-ciri tingkat stimuli dan respon yang direduksi, logika pendekatan Watson adalah untuk menyatakan bahwa perilaku benar-benar direduksi menjadi menjadi elemen-elemen fisik dan fisiologi. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, para penerus Watson memperluas sistem perilakuan dan mengembalikan beberapa fungsi mental yang sebelumnya dihapuskan. Meski demikian behaviorisme Watson bersifat reduksionistik. Pada titik ekstrim, reduksionisme semacam itu mempertanyakan apakah perilaku itu sendiri memiliki integritas yang membuatnya pantas menjadi ilmu pengetahuan tersendiri. Pada satu sisi, jika fungsi-fungsi mental dikembalikan pada psikologi, maka psikologi akan kembali menjadi disiplin metafisis, bukan empiris. Di sisi lain, jika psikologi direduksi menjadi stimuli dan responrespon periferal, maka psikologi akan sama dengan fisika dan fisiologi. Maka, meskipun pandangan Watson tentang psikologi behavioristik menawarkan kesederhanaan dan kejelasan, validitas tingkat penyelidikan yang benar-benar perilakuan tetap menjadi pertanyaan.

Para Behavioris Terdahulu di Amerika: Edwin B. Holt (1873-1946)Judul-judul karya utamanya, The Concept of Consciousness (1914), The Freudian Wish and Its Place in Ethics (1915), dan Animal Drive and the Learning Process (1931), mencerminkan kontribusi besarnya bagi behaviorisme, yakni memasukkan konsep tujuan atau motivasi dalam perilaku sehingga terbentuk suatu sistem yang lebih lengkap. Holt tidak menerima penyamaan behaviorisme dan refleksologi seperti dalam pandangan Pavlov dan Watson. Alih-alih mereduksi perilaku menjadi elemen-elemen pembentuk, Holt berpendapat bahwa perilaku memiliki tujuan. Perilaku hanya dapat dipahami dari perspektif pola tindakan perilakuan dan urutan-urutan tindakan. Bagi psikolog, perilaku lebih dari sekedar gabungan hubungan stimulus-respon. Holt menilik pada model-model psikologi lainnya yang menekankan prinsip-prinsip motivasional, seperti psikodinamika Freudian dan teori-teori dorongan instingtual, untuk mengkaji bagaimana pandangan-pandangan tersebut dapat memberikan konteks yang lebih holistik bagi behaviorisme.

Para Behavioris Terdahulu di Amerika: Albert P. Weiss (1879-1931)Karya utamanya, A Theoretical Basis of Human Behavior (1925), berupaya menjelaskan banyak aktivitas kompleks manusia yang diabaikan atau hanya dijelaskan secara singkat oleh Watson. Weiss menyimpulkan bahwa psikologi paling baik dipahami sebagai suatu interaksi biososial; yakni, semua variabel psikologis dapat direduksi menjadi level-level fisikokimiawi atau sosial. Meski demikian, dengan memodifikasi refleksologi reduksionistik melalui pemikiran tentang motivasi berbasis sosial, Weiss membuat psikologi dapat menjelaskan dengan lebih baik bentuk-bentuk aktivitas kompleks. Sejalan dengan itu, integritas level psikologis penelitian ilmiah tentang proses-proses perilakuan meningkat dengan pesat.

Para Behavioris Terdahulu di Amerika: Walter S. Hunter (1889-1954)Setelah meraih gelarnya dari sekolah tinggi fungsionalis Chicago pada tahun 1912, Walter S. Hunter mengajar di beberapa universitas, dan akhirnya menjadi pengajar tetap di Universitas Brown pada tahun 1936. Ia memperoleh reputasi sebagai peneliti yang dihormati daripada sebagai teorisi, dan terutama meneliti tentang perilaku menyelesaikan masalah pada mamalia. Beberapa tugas perilakuan yang dikembangkan dari penelitian eksperimentalnya, seperti respon tertunda dan perilaku alternasi ganda, diasumsikan mewakili penyelesaian masalah tingkat tinggi dan tetap digunakan hingga kini. Menariknya, Hunter, seperti juga para behavioris lainnya, tidak menyukai penggunaan istilah-istilah mentalistik yang sangat jamak dalam psikologi Jerman, dan mengusulkan antroponomi sebagai istilah yang lebih baik daripada behaviorisme untuk mengganti istilah psikologi.

Para Behavioris Terdahulu di Amerika: Karl S. Lashley (1890-1958)Karl S. Lashley adalah salah satu dari sedikit mahasiswa yang belajar bersama Watson selama karir Watson yang singkat di Hopkins. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1915, Lashley mengajar di beberapa universitas sebelum akhirnya bergabung dengan Laboratorium Biologi Primata Yerkes pada tahun 1942. Lashley adalah seorang psikolog fisiologis, yang memperkenalkan peran penting korelasi fisiologis perilaku.Penelitian laboratoriumnya yang produktif menjadi model bagi banyak psikolog, sehingga behaviorisme akhirnya memiliki keterkaitan permanen dengan penelitian fisiologis.

Perbedaan behaviorisme fisiologis Lashley dari refleksologi Pavlov.Dalam refleksologi Pavlov, tidak terdapat level penelitian yang benar-benar behavioris. Namun asumsi peristiwa-peristiwa psikologis dijelaskan sepenuhnya melalui sebabsebab fisiologis. Sedangkan bagi Lashley, integritas perilaku yang dapat diamati diterima begitu saja, kemudian substrata fisiologis diteliti. Ia tidak menyamakan psikologis dan fisiologis. Namun, sesuai dengan kompleksitas masalah yang diteliti, ia menganggap level fisiologis sebagai suatu komponen yang menjelaskan peristiwa-peristiwa psikologis. Dengan demikian integritas masing-masing level dapat dipertahankan.

Positivisme OperasionalSebuah gerakan yang mendongkrak keberhasilan behaviorisme bermula dari fisika dan berpengaruh luas dalam semua ilmu pengetahuan. Gerakan ini, yang umum disebut operasionisme, merupakan pandangan positivisme di abad 20. Di Amerika Serikat, seorang ahli fisika Harvard, Percy W. Bridgman, terpengaruh oleh penelitian sekelompok ahli fisika yang berpusat di Copenhagen, menerbitkan The Logic of Modern Physics (1927), dimana konsep-konsep ilmiah diartikan melalui operasi-operasi yang digunakan untuk mengamatinya. Pada saat yang sama di Wina, sekelompok filsuf meresmikan versi positivisme yang lebih luas, yang terkait erat dengan operasionisme Bridgman. Kelompok tersebut secara langsung mengambil ajaranajaran Ernst Mach dan kemudian dikenal sebagai Kelompok Positivis Logis Wina. Kelompok tersebut berupaya melengkapi pandangan-pandangan Mach dengan berbagai kontribusi dari perkembangan kontemporer dalam filosofi dan logika. Positivisme logis merupakan filosofi ilmu pengetahuan yang komprehensif. Gerakan ini pada intinya menekankan penyatuan semua ilmu pengetahuan karena, diteliti dengan metode empirisme, semua ilmu pengetahuan pada dasarnya bersifat fisik. Sejalan dengan itu, semua isu yang benar-benar ilmiah dapat dikaji melalui bahasa yang sama yang berasal dari fisika dan mewujud sebagai operasionisme. Hingga bubarnya anggota-anggotanya pada akhir tahun 1930-an, Kelompok Wina tetap sebagai kelompok penuh semangat yang bertujuan mempersatukan ilmu pengetahuan atas dasar ciri operasional masalah-masalah ilmiah. Pandangan operasionisme dalam psikologi merupakan upaya untuk mengatasi konflik antara tradisi psikologi empiris dan dominasi metafisika psikologi kesadaran. Dengan menguatkan posisi empiris radikal di dalam semua ilmu pengetahuan, behaviorisme merupakan satu-satunya sistem dalam psikologi pada masa itu yang bertindak sebagai kendaraan bagi positivisme logis dengan operasionismenya. Reduksionisme dalam penjelasan tentang peristiwa-peristiwa psikologis sebagai elemen-elemen stimulus dan respon sangat cocok dengan gerakan tersebut. Gerakan para positivis logis dan operasionis mengajukan suatu model psikologi behavioristik dan, sama dengan itu, behaviorisme mendukung pengakuan atas kesatuan ilmu pengetahuan yang mewujud dalam pendekatan operasional terhadap seluruh ilmu pengetahuan. Dampak perubahan kekuatan tersebut bagi psikologi adalah semakin kokohnya behaviorisme.

Behaviorisme LuasSetelah formulasi awal Watson terkait psikologi behavioristik dan revisi yang dilakukan para behavioris terdahulu, gerakan tersebut memulai suatu evolusi yang secara bertahap memperluas lingkup behaviorisme hingga mencakup berbagai isu tentang mediasi perilaku yang terpusat. Meskipun definisi behaviorisme itu sendiri pada kenyataannya mengalami perubahan, namun terdapat kesamaan dalam evolusi tersebut yakni diterimanya metodologi empiris esensial dalam studi tentang perilaku. Di Amerika Serikat, fase awal evolusi behavioristik mencakup upaya intensif untuk membangun struktur sistematik teori perilaku. Berawal pada tahun 1930-an dan berlangsung selama hampir 20 tahun, para psikolog ternama berupaya mengembangkan konseptualisasi teoritis yang lengkap bagi semua proses perilakuan. Dalam hal ini, fase pengembangan teori tersebut mencerminkan antusiasme terhadap behaviorisme dengan menerima kemungkinan bahwa sistem psikologi tersebut memang dapat menghasilkan model definitif bagi ilmu pengetahuan baru ini. Dalam fase kedua evolusi behavioristik, perhatian berlebihan terhadap penciptaan teori digantikan dengan pengumpulan data. Dalam fase ini, psikologi perilakuan menerapkan karakter metodologis yang identik dengan metodologi ilmu pengetahuan alam atau fisik. Pada tahun 1970-an terjadi perubahan lain dalam behaviorisme; fase ini menekankan teori mini atau pengembangan model serta penerapan prinsip-prinsip perilakuan, terutama dalam pengembangan bidang yang disebut teknologi perilakuan. Meskipun model-model psikologi yang didasarkan pada asumsi-asumsi kesadaran aktifseperti Gestalt, psikoanalisis, dan fenomenologimerupakan gerakan Eropa, kekacauan yang ditimbulkan oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat diprediksi di Eropa pada abad 20 mengakibatkan pandangan-pandangan tersebut dibawa ke Amerika. Setelah para pemimpin pandangan-pandangan Eropa bagi formulasi psikologi hijrah ke Amerika Serikat, pandangan-pandangan mereka memodifikasi behaviorisme yang ada saat itu pada lingkup yang bervariasi. Meski demikian, perwujudan model ilmu pengetahuan alam bagi psikologi yang berkembang di Eropayaitu, refleksologi Rusiatetap menjadi kekuatan yang terus berkembang di negara-negara bekas Uni Soviet. Refleksologi berdampak besar pada tahun-tahun awal behaviorisme Amerika, dan pandanganpandangan refleksologi yang lebih moderen tetap berpengaruh penting hingga kini.

Perluasan RefleksologiMeskipun sangat terhambat selama Perang Dunia II, ilmu pengetahuan Rusia, yang dikembangkan kembali pasca perang, mendukung perkembangan refleksologi yang berkelanjutan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, reduksi Pavlov atas peristiwa-peristiwa psikologis menjadi materialisme fisiologis secara umum konsisten dengan penekanan filofofis pemerintahan Marxis-Leninis di bekas Uni Soviet. Setelah melalui pembahasan dan perdebatan selama bertahun-tahun, Marxisme-Leninisme dan refleksologi Pavlovian diintegrasikan menjadi basis filosofis tunggal bagi psikologi. Dalam fondasi ini, semua aktivitas mental diinterpretasi sebagai produk mekanisme fisiologis aktivitas syaraf yang lebih tinggi yang berpusat di otak. Perilaku eksternal yang dapat diamati berinteraksi dengan fisiologi internal dan sentral, sehingga proses internal dan eksternal dianggap sebagai dua aspek dari mekanisme psikologis yang sama. Dengan keselarasan antara ilmu pengetahuan dan pemerintah, dan konsisten dengan penetrasi filosofi Marxis-Leninis di seluruh masyarakat Soviet, Akademi Ilmu Pengetahuan yang sangat tersentralisasi di bekas Uni Soviet membangun pusat-pusat penelitian refleksologi yang menerapkan berbagai penelitian mereka pada seluruh isu psikologis, seperti psikologi sosial, kepribadian, dan psikopatologi.

Perluasan RefleksologiSalah satu perkembangan menarik dalam refleksologi dalam kurun waktu antara dua perang dunia berawal dari penelitian dua mahasiswa kedokteran berusia muda di Universitas Warsawa, Jerzy Konorski (19031973) dan Stefan Miller (1902-1941). Menrut mereka kemungkinan terdapat dua tipe paradigma pengkondisian. Mereka menguji hipotesis tersebut melalui serangkaian eksperimen kreatif, yang menuntun pada pembedaan antara hadiah yang bergantung pada respon, atau penghindaran hukuman (pengkondisian tipe II), dan urutan CS-US Pavlov yang menghasilkan perubahan perilaku (pengkondisian tipe I). L. S. Vygotsky (1896-1934), yang berpengaruh bagi banyak ilmuwan ternama pasca perang. mengusulkan penerapan penuh teknologi ilmiah untuk lebih memperbaiki individu dan masyarakat, namun pada saat yang sama menghendaki pemahaman atas kompleksitas karakteristik manusia. Oleh karena itu, teknologi ilmiah harus membantu ilmuwan dalam upaya memahami individu sepenuhnya. Vygotsky memperluas refleksologi Pavlov ke fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi namun menekankan bahwa reduksionisme metodologi materialistik tidak boleh mengaburkan kompleksitas aktivitas mental manusia. Murid Vygotsky, A. L. Luria (1902-1977), meneliti beragam isu seperti perkembangan bahasa dan pikiran, neurofisiologi fungsi-fungsi kortikal, dan perbandingan lintas budaya dalam sistem sinyal. Penelitian Luria tentang bahasa menguji hipotesis Vygotsky bahwa bahasa membentuk ikatan penting dalam hubungan antara perilaku eksternal yang dapat diamati dan pemikiran internal yang simbolis. Luria mengemukakan empat tahap progresif dalam proses perkembangan fungsi-fungsi bahasa: inisiasi aktivitas, penghambatan aktivitas, regulasi eksternal, dan terakhir, regulasi internal atas aktivitas. Bahasa internal merupakan fondasi proses-proses berpikir. Dalam bidang lain, penelitian Luria tentang sistem frontal lobe membantu mengisolasi lokalisasi pola-pola perilakuan, dan penelitian-penelitiannya tentang pemulihan fungsi setelah terjadi kerusakan otak berkontribusi bagi pemahaman tentang proses pemulihan dalam memori. Pada tahun 1958, E. M. Sokolov menulis sebuah makalah klasik (diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1963) yang mengaitkan refleks orientasi dengan batas-batas inderawi yang tercakup dalam perangsangan. Melalui penggunaan beragam pengukuran fisiologis dan elektrofisiologis, signifikansi adaptif refleks orientasi diperluas ke proses-proses perilakuan seperti pembiasaan dan perhatian.

Perluasan RefleksologiFokus utama refleksologi kontemporer di Rusia adalah tema berkelanjutan tentang basis tunggal dan materialistik peristiwa psikologis. Fisikalisme semacam itu, yang sangat bertentangan dengan struktur idealistik atau mentalis, tercermin dalam penekanan pada pengukuran mekanisme syaraf, terutama melalui pencatatan elektrofisiologis. Berbagai laboratorium, seperti Institut Aktivitas Syaraf yang Lebih Tinggi dan Neurofisiologi di Moskow, yang selama bertahun-tahun dikepalai oleh Ezras E. Asratyan (1903-1981), melakukan berbagai progam penelitian antar disiplin. Selain pusat-pusat penelitian aktif yang berada di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia dan Siberia, berbagai aktivitas penelitian dilakukan di negara-negara yang bertetangga dengan Rusia. Yang sangat aktif adalah Akademi Ilmu Pengetahuan Ukrainia dan Armenia. Lebih jauh, salah satu pusat refleksologi kontemporer yang paling kreatif dan produktif terdapat di Republik Georgia. Di sana Institut Fisiologi Universitas Tbilisi mencapai prestasi yang patut dicatat di bahwa kepemimpinan Ivan Solomonovich Beritashvili (1885-1974), yang dalam bahasa Inggris namanya kadang diganti menjadi Beritov. Berbagai program penelitiannya mencakup studi tentang karakteristik ritmik penghambatan sub kortikal, muatan fisiologis dendrit, fungsi-fungsi sistem aktivasi retikular, dan pengkondisian dan memori.

Para Behavioris Amerika: Teori Kontiguitas GuthrieSeperti Watson, Edwin R. Guthrie mendukung psikologi tentang perilaku yang dapat diamati yang mencakup gerakan-gerakan yang berkaitan dengan otot dan respon-respon yang berkaitan dengan kelenjar yang dihasilkan oleh stimuli lingkungan. Teori asosiasinya mengikuti tradisi Pavlov dan Thorndike, mengajukan satu prinsip tunggal untuk menjelaskan pembelajaran. Terkait pandangan Thorndike, Guthrie tidak menerima prinsip penguatan berdasarkan hukum efek, namun lebih menganggap konsep perubahan asosiatif sekunder sebagai basis pembelajaran. Karya eksperimentalnya yang utama, ditulis bersama dengan G. P. Horton, meneliti perilaku menyelesaikan masalah pada kucing dan dipublikasikan dengan judul Cats in a Puzzle Box (1946). Karya teoritisnya yang paling berpengaruh adalah The Psychology of Learning (1935; direvisi pada tahun 1952). Kunci teori asosiasistik Guthrie terletak dalam prinsip tunggal bahwa kontiguitas adalah fondasi pembelajaran. Guthrie memandang perilaku sebagai gerakan daripada sebagai respon-respon. Dalam pembedaan ini, ia mengartikan gerakan sebagai komponen unit respon yang lebih besar, atau tindakan perilakuan. Sejalan dengan itu, perilaku-perilaku terlatih dapat dipandang sebagai suatu respon kasar yang terdiri dari unit-unit gerakan yang lebih kecil yang sebagian besar berhubungan dengan otot. Demikian juga stimuli dipandang sebagai suatu situasi kompleks yang terdiri dari elemen-elemen yang lebih kecil. Prinsip kontiguitas Guthrie menyatakan bahwa bila suatu kombinasi elemen-elemen stimulus disertai dengan gerakan, sekuens gerakan akan berulang, bila dihadapkan pada elemen-elemen stimulus yang sama. Guthrie berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu pola atau rantai gerakan-gerakan yang terpisah yang ditimbulkan oleh sinyal-sinyal stimulus lingkungan dan internal.

Para Behavioris Amerika: Teori Kontiguitas GuthrieKarena pandangan Guthrie tentang asosiasi bergantung pada kontiguitas stimulus dan respon, peran penguatan memiliki interpretasi unik. Guthrie percaya pada pembelajaran satu-kali-mencoba (one-trial)dengan kata lain, hubungan berkesinambungan antara elemen-elemen stimulus dan respon langsung menghasilkan ikatan asosiatif berkekuatan penuh. Efek hadiah atau hukuman penguat berfungsi memberikan umpan balik tentang situasi stimulus, mengubah situasi tersebut dan memicu ikatan baru antara situasi stimulus yang telah diubah dan gerakan. Dengan demikian, penguatan menghasilkan cara untuk mengubah konteks stimulus, memicu gerakan, dan pembelajaran berlanjut dalam tindakan perilaku. Penghapusan, atau lupa, diinterpretasi sebagai akibat penghambatan dari asosiasi baru dan bukan karena putusnya hubungan stimulus-respon yang disebabkan oleh tidak adanya penguatan. Sama dengan itu, efek latihan dipandang tidak memengaruhi asosiasi stimulus-gerakan namun lebih memperbaiki koordinasi hubungan yang sudah terbentuk dalam tindakan perilakuan kasar. Secara konsisten, Guthrie memandang dorongan bukan sebagai agen motivasional kausal namun sebagai pemberi energi bagi tindakan perilaku. Kritik utama terhadap pandangan-pandangan Guthrie adalah pandangan-pandangan tersebut tidak lengkap dan tidak menjelaskan secara komprehensif tipe-tipe pembelajaran yang kompleks dan masalah-masalah memori. Meski demikian, kemampuan Guthrie untuk menjelaskan, secara singkat dan padat, beberapa prinsip dari sistem-sistem yang lebih rumit, terutama teori Hull, menjadi daya tariknya

Para Behavioris Amerika: Teori Hipotetikodeduktif HullTeori sistematik Clark L. Hull paling mendekati penanganan komprehensif atas berbagai isu perilakuan yang diatur oleh prinsip-prinsip yang sama. Sebagai seorang behavioris, Hull memusatkan pandangan-pandangan psikologinya pada pembentukan kebiasaan, suatu akumulasi pengalaman untuk adaptasi yang efektif. Pendekatan ilmiahnya benar-benar sistematis. Memahami pentingnya observasi dan eksperimentasi, ia mendukung struktur hipotetikodeduktif untuk memandu penelitian. Dalam strategi ini, mengikuti pendekatan geometri Euclidian, suatu prinsip atau formulasi perilaku pertama-tama dideduksi dari teori dan kemudian diuji secara cermat. Pengujian yang berhasil akan mendukung keyakinan terhadap teori; kegagalan mengakibatkan revisi teori. Pendekatan Hull adalah pendekatan positivis dan mengikuti suatu rangkaian logis, yang diverifikasi melalui demonstrasi empiris. Sistem Hull adalah sistem yang kompleks dan sangat bergantung pada prediksi-prediksi matematis. Ia melakukan modifikasi rinci seiring berlanjutnya pengujian-pengujian eksperimentalnya sepanjang waktu. Tulisan kami di sini berupaya menggarisbawahi pandangan-pandangannya. Pada intinya, teori pembelajaran Hull berpusat pada pentingnya penguatan, yang diartikan sebagai reduksi dorongan yang timbul dari kondisi motivasional. Organisme yang berperilaku dipandang dalam konteks model homeostatik yang berusaha mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dorongan. Inti analisis Hull berkaitan dengan konsep variabel antara, digambarkan sebagai entitas yang tidak dapat diamati yang digunakan oleh para psikolog untuk menjelaskan perilaku yang dapat diamati. Dengan demikian, dari perspektif yang murni perilakuan, Hull memperluas konseptualisasi Watson tentang perilaku sebagai peristiwa periferal (S-R) ke suatu pertimbangan atas faktor-faktor sentral, organismik, stimulus-organisme-respon (S-O-R), variabel-variabel antara. Perluasan model perilakuan ini telah dikemukakan pada tahun 1918 oleh Woodworth namun Hull-lah yang secara sistematis mengemukakan tentang variabelvariabel organismik. Seluruh rincian struktur sistem Hull diterapkan dalam kuantifikasi semua kemungkinan pengaruh terhadap akuisisi perilaku adaptif. Memang, pengujian-pengujian empiris, yang sebagian besar menggunakan tikus percobaan, cenderung menguatkan konseptualisasi Hull. Pendekatan analitis tersebut mengasumsikan bahwa bentuk perilaku yang lebih kompleks dapat dihasilkan dari variabel-variabel antara tersebut. Meski demikian, secara keseluruhan teori tersebut pada akhirnya tidak berhasil. Terdapat inkonsistensi empiris, seperti ketidakmampuan teori tersebut menjelaskan akuisisi perilaku yang cepat dan penuh pencerahan. Pandangan Hull menekankan pentingnya praktek selama pelatihan, yang menghasilkan peningkatan berkesinambungan namun bertahap selama akuisisi. Namun lebih penting lagi, teori tersebut gagal dalam upayanya mengkuantifikasi hubungan konseptual di antara variabel-variabel antara. Sebagai model atau panduan bagi penelitian, sistem Hull sangat luar biasa; sebagian besar istilah kontemporer yang kita gunakan untuk menjelaskan pembelajaran diciptakan oleh Hull. Meski demikian, sebagai pandangan definitif dan pasti tentang perilaku, pandangan-pandangan Hull mungkin prematur, dan menghasilkan struktur tetap yang kaku yang tidak cocok dengan variabilitas perilaku manusia dan hewan.

Para Behavioris Amerika: Teori Hipotetikodeduktif HullVariabel antara yang utama bagi pembelajaran dalam teori Hull disebut kekuatan kebiasaan, (SHR), yang bergantung pada dua faktor untuk asosiasi. Yang pertama adalah prinsip kontiguitas, yaitu bahwa hubungan sementara yang dekat harus terjalin antara stimulus dan penguatan. Prinsip kedua adalah penguatan itu sendiri, diartikan dalam bentuk primernya sebagai reduksi dorongan, namun juga terdapat penguatan sekunder, yaitu sinyal-sinyal yang selalu dikaitkan dengan penguatan primer dan memiliki kemampuan penguatan. Contohnya, jika seekor tikus yang lapar berulangkali diberi makanan setelah menunjukkan respon-respon yang benar terhadap suatu cahaya, maka cahaya tersebut akan memiliki beberapa karakteristik makanan tersebut sebagai hadiah. Hull berupaya mengintegrasikan hukum efek Thorndike dengan pengkondisian Pavlovian, sehingga prosedur dasar yang menghasilkan pembelajaran adalah kontiguitas stimulus dan respon di bahwa pengkondisian penguatan. Kekuatan kebiasaan (SHR) dan dorongan (D) berinteraksi untuk menghasilkan apa yang disebut Hull sebagai potensi reaksi (SER) yaitu "kecenderungan untuk memunculkan suatu reaksi di bawah efek stimulus." SER adalah konsep teoritis bagi Hull, tidak sama dengan respon-respon yang dapat diamati, dan merupakan produk dari SHR dan D: SER = SHR x D Variabel antara dari Hull tidak hanya mencerminkan konseptualisasi kualitatif namun juga merupakan upaya untuk menetapkan hubungan kuantitatif. Untuk menyempurnakan kerangka kerjanya bagi variabel antara yang memediasi kinerja, Hull memasukkan faktor-faktor penghambat negatif (I), yang dihasilkan oleh kelelahan dan kebosanan, sebagai produk sampingan kinerja. Ia juga memasukkan kontribusi besarnya stimulus (V)contohnya, CS yang lemah versus yang kuat; besarnya penguatan (K) contohnya, sepotong makanan versus empat potong untuk setiap respon yang benar; dan batas reaksi yang berubah-ubah dan bersifat sementara bagi subjek individu (SOR). Semua variabel antara tersebut saling berhubugan: SER = SHR x D + V + K I SOR Perlu dicatat bahwa persamaan ringkas di atas diartikulasikan dalam komponen-komponen yang lebih sempurna seiring dengan pengembangan teori Hull.

Para Behavioris Amerika: Behaviorisme Kognitif TolmanSebagai seorang behavioris, Edward C. Tolman mengembangkan teori yang semakin memperluas skema behaviorisme Watsonian daripada yang dilakukan Guthrie atau Hull. Dalam karya utamanya, Purposive Behavior in Animal and Men (1932), Tolman mengajukan suatu pandangan tentang perilaku yang bersifat molar, sebagai lawan molekular. Ia memandang perilaku molar sebagai tindakan yang utuh dan lengkap, yang merupakan unit yang pantas bagi psikologi. elemen-elemen molekular yang mendasari, baik prosesproses syaraf, otot, maupun kelenjar, tidak memadai untuk menjelaskan tindakan molar. Dalam hal ini, Tolman melepaskan diri dari behaviorisme Watsonian dengan membuka psikologi bagi studi tentang proses-proses kognitif yang lebih tinggi. Pendekatannya terhadap perilaku molar tidak reduksionistik. Dalam berpegang pada level molar, Tolman berpendapat bahwa reduksionisme mengakibatkan hilangnya level yang murni psikologis, dan penjelasan-penjelasan berdasarkan komponen-komponen molekular tidaklah memadai. Dengan demikian, bagi Tolman, perilaku molar lebih dari sekedar gabungan elemenelemen molekular. Seperti Hull, pada awalnya Tolman tertarik dalam bidang perteknikan, dan ia meraih gelar dari Massachusetts Institute of Technology. Ia beralih ke psikologi dan meraih gelar PhD pada tahun 1915 di Harvard. Setelah mengajar di Universitas Northwestern selama 3 tahun, Tolman bergabung dengan Universitas California di Berkeley, di mana ia berkontribusi besar bagi pengembangan reputasi institusi tersebut. Tolman terkenal sebagai guru yang cerdas dan hangat. Pada tahun 1950 ia memimpin gerakan menentang sumpah kesetiaan pada negara bagian California yang dinilai merupakan ancaman bagi kebebasan akademik, dan sumpah tersebut akhirnya dihapus. Citra yang melekat pada diri Tolman adalah seorang yang terbuka menerima tren dan ide-ide baru dalam psikologi. Pandangan Tolman tentang psikologi sangat bergantung pada banyak premis-premis para psikolog Gestalt. Memang, ia menggunakan istilah Gestalt untuk menggambarkan pengalaman pembelajaran yang holistik dan penuh pencerahan. Terlebih lagi, konsepsinya tentang perilaku sebagai hal yang bersifat molar dan pengadopsian isomorfisme mental bersumber langsung dari psikologi Gestalt. Ia menggunakan konsep isomorfisme mental untuk menggambarkan produk sentral pembelajaran sebagai akuisisi peta lapangan yang terdapat dalam otak sebagai cerminan kognitif lingkungan yang dipelajari.

Para Behavioris Amerika: Behaviorisme Kognitif TolmanOrentasi teoritis Tolman tidak memiliki pendekatan sesistematis pendekatan Hull. Kritiknya terhadap reduksi perisitiwa-peristiwa psikologis menjadi elemen-elemen mekanis stimulus dan respon menyebabkan banyak peneliti yang beriorientasi Hullian merenung sejenak dan memodifikasi pandanganpandangan mereka. Hukum akuisisi Tolman pada intinya memfokuskan pada praktek yang membentuk Gestalt-Gestalt sinyal, atau ekspektansi. Dalam eksperimen pembelajaran jalan berliku (maze) pada tikus, contohnya, ia menggambarkan akuisisi pembelajaran tempat, menyimpulkan terjadinya akuisisi hubungan atau peta kognitif pada subjek. Sama dengan itu, ia mendemonstrasikan ekspektansi terhadap penguatan pada tikus yang terlatih memperoleh satu jenis hadiah dan kemudian berpindah ke makanan yang lebih menarik. Terakhir, ia menunjukkan bahwa pembelajaran laten terjadi pada tikus, mengindikasikan bahwa kualitas penguatan dapat menghasilkan efek yang berbeda pada tingkat-tingkat kinerja. Dalam semua eksperimen tersebut Tolman menggunakan penjelasan kognitif sebagai variabel-variabel antara untuk menunjukkan bahwa perilaku pada organisme diatur oleh proses-proses mediasi sentral yang lebih dari sekedar input lingkungan. Tolman sering dikritik karena tidak memiliki penjelasan spesifik tentang mediasi sentral pembelajaran kognitif. Meski demikian, ia memberikan perspektif baru bagi behaviorisme di luar reduksionisme molekular behaviorisme Watsonian yang tidak memberikan hasil. Terlebih lagi, demonstrasinya yang berulangkali tentang perbedaan kinerja versus pembelajaran secara jelas menunjukkan bahwa pembelajaran tidak dapat direduksi secara sederhana menjadi elemen-elemen stimulus-respon-penguatan. Meskipun ia gagal memberikan penjelasan yang lebih komprehensif, namun ia berhasil menjustifikasi integritas perilaku molar dan menstimulasi penelitian. Tolman tidak meninggalkan sekelompok pengikut sistematis, sebagaimana halnya Hull, namun ia merintis seluruh tema penelitian tentang pembelajaran kognitif yang umum dalam psikologi kontemporer.

Para Behavioris Amerika: Positivisme Radikal SkinnerPada tahun 1950, B. F. Skinner mempublikasikan sebuah makalah berjudul "Are Theories of Learning Necessary?" Pembahasan tersebut secara resmi menandai akhir fase pengembangan teori dalam ekspansi behavioristik. Skinner memahami keterbatasan-keterbatasan upaya pengembangan teoriketidak memadaian teori dan penyimpangan ilmu perilakuan diyatakan dalam asumsi-asumsi a priori yang patut dipertanyakan. Sebagai ganti teori ia mendukung suatu sistem behaviorisme yang dipandu oleh data. Menurut Skinner, teori, bila perkembangan psikologi memungkinkannya, harus dibatasi pada generalisasi yang longgar dan deskriptif yang dihasilkan melalui kebergantungan pada fakta-fakta yang diperoleh dari pendekatan ilmiah positif. Skinner mempopulerkan prinsip-prinsip behavioristik melalui novel-novel dan berbagai kajian. Novelnya Walden II terjual lebih dari 2 juta kopi. Ia dikenal luas atas opini-opininya tentang struktur dan institusi sosial. Positivisme Skinner konsisten mendukung penekanan metodologis dan mengajak untuk kembali ke studi perilaku yang diartikan sebagai peristiwa-peristiwa periferal. Ia menentang spekulasi tentang agen-agen mediasi sentral perilaku, baik kognitif maupun fisiologis. Perilaku, bagi Skinner, sepenuhnya merupakan subjek determinasi lingkungan. Jika lingkungan dikendalikan, maka sekaligus perilaku juga dikendalikan. Dengan alasan ini, Skinner menerima validitas studi komprehensif tentang suatu subjek tunggal, karena variabilitas tidak berasal dari perbedaan individual pada organisme, namun dari berbagai peristiwa lingkungan yang berbeda. Basis penelitian Skinner adalah studi tentang perilaku operant. Berbeda dengan perilaku responden, dimana respon-respon ditimbulkan oleh stimuli spesifik, perilaku operant terjadi tanpa adanya stimulus yang nyata. Untuk meneliti perilaku operant, Skinner menciptakan ruang lingkungan di mana burung-burung dapat mematuk, atau tikus-tikus dapat menekan batang. Dengan cara ini, pengendalian lingkungan lebih mudah dicapai dan terus berlanjut, dan tingkat respon operant dapat langsung dicatat. Pembelajaran terjadi bila perilaku operant muncul di bawah kendali penguatan dari lingkungan. Pada awalnya, respon-respon operant dapat dibentuk melalui penguatan terhadap respon yang mendekati karakter operant yang dikehendaki. Bila operant yang telah disempurnakan tersebut diikuti dengan pemunculan peristiwa yang menguatkan, maka probabilitas terjadinya operant akan meningkat.

Para Behavioris Amerika: Positivisme Radikal SkinnerSkinner dengan jelas mendemonstrasikan pentingnya penguatan dengan menunjukkan bahwa tingkat respon karakteristik diperoleh bagi urutan tertentu dalam pemberian penguatan. Sama dengan itu, ia menerjemahkan proses-proses pengkondisian seperti generalisasi dan pembedaan dalam suatu kerangka peristiwa penguatan. Lebih jauh, ia memperluas prinsip-prinsip pengendalian operant ke pemikiran tentang perilaku verbal. Skinner menggunakan data eksperimentalnya untuk mengajukan pendapat bahwa perilaku adalah sesuatu yang dikendalikan, dan peran utama psikolog adalah menentukan parameter-parameter pengendalian efektif bagi implikasi-implikasi sosial yang sesuai. Pandangan Skinner tentang perilaku banyak menimbulkan kritik tajam dari mereka yang tidak setuju dengan konsepsi mekanisnya tentang karakteristik manusia. Pendahulu yang lebih dekat adalah zoolog Jerman Jacques Loeb (1859-1924), yang mengajar Watson di Universitas Chicago. Loeb mengajukan teori tropisme hewan dan cukup berpengaruh dalam pengembangan psikologi komparatif. Terlepas dari apakah seseorang menerima determinasi lingkungan Skinner atau reduksionisme fisiologis Pavlov, konseptualisasi yang ada tentang aktivitas manusia tidak mencakup atribut kebebasan pribadi, determinasi diri, atau dinamika kesadaran. Skinner mungkin lebih banyak mendapatkan kritik negatif karena ia mengemukakan tentang kontrol-kontrol sosial yang diambil dari prinsip-prinsip perilaku operant. Dalam semangat positivisme, Skinner berpendapat bahwa karakteristik humanistik spesies, yang diasumsikan membedakan kita dari makhluk evolusioner lainnya, pada dasarnya adalah sebuah ilusi, yang diciptakan oleh kita sendiri sepanjang sejarah untuk memberikan rasa aman kepada kita. Kenyataannya, bagi Skinner, untuk benar-benar menjadi manusia berarti harus berada dalam kendaliuntuk memahami dan menggunakan peristiwa-peristiwa lingkungan untuk keuntungan diri kita.

Peran TeoriSetelah melewati fase pengembangan teori dalam behaviorisme, kita patut berhenti sejenak untuk mengkaji penggunaan teori dalam ilmu pengetahuan sehingga signifikansi pengembangan teori dalam psikologi dapat dipahami. Meskipun di sini kita membahas teori-teori behaviorisme, sejauh ini kita telah membahas banyak teoridi antaranya teori kesadaran Wundt dan sistem dinamika Freud. Menarik untuk mempertanyakan apa yang harus dilakukan teori dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Marx mengartikan teori sebagai Suatu usulan sementara yang bersifat penjelasan, atau serangkaian usulan, tentang suatu fenomena alami dan terdiri dari representasi simbolik dari (1) hubungan yang diamati di antara berbagai peristiwa (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diasumsikan mendasari hubungan semacam itu, atau (3) hubungan yang disimpulkan dan mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk menjelaskan data yang diamati dalam situasi dimana tidak ada perwujudan empiris langsung atas hubungan tersebut. (1976, hal 237) Sejalan dengan itu, teori harus memberikan suatu kerangka kerja untuk menguji hipotesis yang ada dan menyusun hipotesis baru. Marx (1963) memberikan deskripsi yang berguna tentang elemen-elemen penyusunan teori yang menawarkan tiga dimensi yang membedakan seni dari ilmu pengetahuan; dimensi tersebut dapat dilihat pada Gambar 15-1. Marx membahas tiga komponen penyusunan teorihipotesis, konstruk, dan observasisebagai kontinum yang bergerak antara seni dan ilmu pengetahuan. Kontinum observasi mengelompokkan cara teori mereduksi variasi pengukuran yang berasal dari pengaruh berbagai kondisi yang menstimulasi. Penting untuk mencatat bias yang terkandung dalam skema evaluasi teori Marx. Ia mengartikan ilmu pengetahuan sebagai pendekatan empiris yang didasarkan pada observasi. Oleh karena itu mungkin tidak adil untuk mengevaluasi pandangan-pandangan Freud yang sebagian terbesarnya non empiris karena pertanyaan apakah suatu pendekatan non empiris dapat dianggap ilmiah dan tidak secara otomatis menjadi artistik adalah sebuah pertanyaan terbuka. Meski demikian, dimensi-dimensi evaluatif tersebut berguna untuk membandingkan orientasi-orientasi yang berbasis empiris yang dikemukakan Guthrie, Hull, Tolman, dan Skinner.

Peran TeoriRelatif terhadap Gambar 15-1, teori Hull dan Skinner bergantung pada pendekatan yang lebih eksperimental dibanding teori Guthrie dan, hingga titik tertentu, teori Tolman. Observasi-observasi eksperimental Hull ditentukan oleh implikasi-implikasi sistematis strategi hipotesis-pengujiannya, sedangkan positivisme Skinner dan kebergantungan pada determinasi kendali lingkungan sesuai bagi penelitian eksperimental. Konstruk teori Hull dan Tolman didasarkan pada variabel antara. Namun sistem keduanya dapat dibedakan berdasarkan dimensi tersebut dengan membandingkan kebergantungan Hull pada operasi-operasi yang dapat diamati, seperti definisi dorongan atau besarnya penguatan, dengan konsep-konsep Tolman yang secara operasional kurang spesifik, seperti peta atau ekspektansi kognitif. Sama dengan itu, teori Guthrie yang ringkas membuat hubungan berkesinambungan dapat diartikan secara cukup spesifik. Meskipun positivisme Skinner tidak memasukkan konstruk apapun, namun tetap timbul pertanyaan apakah beberapa konstruk, yang berisi asumsi-asumsi longgar tentang karakteristik kendali lingkungan, juga tercakup. Paling tidak, dapat terlihat bahwa penghapusan mediasi sentral dalam perilaku memberikan suatu contoh tentang mekanisme penjelasan yang berupa asumsi a priori dalam behvariosme Skinnerian. Sekali lagi, teori hipotetikodeduktif Hull menghasilkan hipotesishipotesis yang akurat, lebih akurat dibandingkan dengan teori Tolman dan Guthrie. Hipotesis-hipotesis yang dapat diuji juga terbentuk dalam sistem Skinner, karena diterimanya konsep-konsep kaku tentang determinasi lingkungan. Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa teori Hull, sebagaimana diharapkan, paling mendekati pendekatan ilmiah, dan ditetapkan secara empiris. Orientasinya paling terstruktur dan paling komprehensif, sehingga teorinya dirancang untuk menghasilkan kerangka kerja yang paling ilmiah. Meski demikian, sebagai hasil perkembangan komponen-komponen penyusunan teori, keempat teori perilakuan tersebut dapat dikatakan gagal. Secara spesifik, pengujian secara menyeluruh terhadap hipotesis yang dihasilkan oleh masing-masing orientasi gagal memenuhi ekspektasi; tidak satupun yang dapat melengkapi behaviorisme dengan prinsip-prinsip aktivitas manusia dan infra manusia. Sejalan dengan itu, behaviorisme beralih dari struktur pengembangan teori untuk mengejar tujuan yang lebih sederhana.

Formulasi Pasca TeoriFase ketiga ekspansi behaviorisme, yang diawali oleh positivisme ateoritikal Skinner, menuntun pada periode menjamurnya eksperimentasi.Dengan sedikitnya penghargaan terhadap panduan teoritis, pengumpulan data tampaknya menjadi proyek otonom tanpa suatu prinsip dasar yang dominan.

Pada akhirnya upaya-upaya penelitian tersebut menjadi terarah, dipandu oleh pengembangan model-model yang seluruhnya menerapkan prinsip-prinsip perilaku. Karena berciri terapan dalam periode ekspansi behavioristik ini, gerakan yang disebut neobehaviorisme ini juga disebut sebagai neofungsionalisme.

Model Neobehavioristik:Model Pemrosesan-Informasi & MatematisPandangan tentang fungsi intelektual sebagai logika matematis dan hubungan probabilistik yang kompleks mencerminkan penggabungan antara penekanan matematis teori Hullian dan orientasi ringkas prinsip kontiguitas Guthrie. Gerakan ini memperoleh momentum besarnya dari kemajuan teknologi perangkat keras terkomputerisasi dalam periode pasca perang. Potensi bagi prediksi parameter pembelajaran yang dapat dikuantifikasi pada awalnya digali dalam upaya mensimulasi proses-proses pembelajaran melalui berbagai studi kecerdasan buatan yang dilakukan pada tahun 1940-an hingga tahun 1950-an. Contohnya, General Problem Solver, dikembangkan oleh Universitas Carnegie-Mellon, menggunakan program komputer untuk mensimulasi perilaku menyelesaikan masalah pada manusia dalam berbagai tugas kinerja. Studi tersebut menuntun ke program Logic Theorist, produk kerjasama antara kelompok Carnegie, Massachusetts Institute of Technology, dan para ilmuwan RAND Corporation, yang menghasilkan suatu model bagi program-program simulasi komputer tentang kecerdasan manusia dan berbagai studi tentang kecerdasan buatan. Dari versi awal teori sampling stimulus Estes (1950) yang memandang pembelajaran sebagai proses statisik yang melibatkan seleksi elemen-elemen stimulus, telah dikembangkan sangat banyak penerapan fungsi-fungsi probabilitas untuk memprediksi perilaku. Untuk menetapkan suatu masalah pembelajaran, diajukan strategi yang berawal dari asumsi-asumsi berbasis empiris untuk menciptakan probabilitas respon-respon untuk membentuk kurva pembelajaran prediktif (lihat, sebagai contoh, Estes, 1964). Juga telah dikembangkan sejumlah besar literatur yang menggambarkan pembelajaran manusia sebagai suatu sistem pemrosesan informasi dan mengkaji fungsi-fungsi intelektual dan motorik, seperti pengambilan keputusan dan praktek terlatih. Lebih jauh, pendekatan ini telah diperluas ke berbagai masalah psikologi tradisional seperti pemrosesan inderawi (lihat, sebagai contoh, Swets, 1961).

Model Neobehavioristik:Model Pemrosesan-Informasi & MatematisSeiring dengan berkembangnya penelitian dalam prediksi kuantitatif perilaku yang dipelajari, semakin banyak dikembangkan program canggih dengan menggunakan asumsiasumsi yang tidak berkesinambungan tentang proses akuisisi. Salah satu program semacam itu disebut model Markov. Dalam model tersebut, akuisisi dipandang sebagai proses berantai, dan setiap tahap dalam proses tersebut dapat dimodifikasi oleh efek uji coba atau tahap sebelumnya dalam rantai tersebut. Elemen-elemen stimulus pada satu tahap tertentu berjumlah relatif sedikit, namun probabilitas sampling yang dikaitkan dengan setiap elemen berubah di setiap tahap. Model pembelajaran pemrosesan informasi, yang didasarkan pada prediksi matematis kompleks, telah mengalami kemajuan hingga ke titik dilakukannya analisis komprehensif tentang proses-proses pembelajaran kompleks. Berbagai studi tentang pembentukan konsep dan perkembangan bahasa telah menghasilkan pandangan rinci tentang pembelajaran manusia yang melebihi teori-teori sebelumnya yang didasarkan pada akumulasi asosiasi SR. Lebih jauh, teknologi maju yang dikembangkan bagi penelitian semacam itu telah membantu menjembatani kesenjangan antara proses-proses pembelajaran yang lebih sederhana, yang umumnya terdapat pada subjek-subjek infra manusiawi, dan aktivitas intelektual manusia yang kompleks. Keterhubungan tersebut membantu mengintegrasi substrata-substrata neurofisiologis yang diteliti dalam pembelajaran infra manusiawi dan model-model pembelajaran canggih yang berasal dari konteks pemrosesan informasi dalam pembelajaran manusia.

Model Neobehavioristik: Neo-HullianMahasiswa Hull yang paling terkenal dan kemudian menjadi koleganya adalah Kenneth W. Spence (1907-1967). Penelitian Spence dan banyak mahasiswanya dicirikan oleh pemikiran untuk menyempurnakan teori Hull serta menerapkan prinsip-prinsip Hull pada berbagai proses perilakuan, termasuk analisis kecemasan. Kontribusi utama Spence terhadap basis teoritis behaviorisme Hullian adalah penjelasannya tentang pembelajaran diskriminasi (Spence, 1937, 1940). Secara singkat, Spence menyatakan bahwa tingkatan potensi perangsangan dan potensi penghambatan dihasilkan di seputar nilai stimulus yang dikuatkan dan tidak dikuatkan, sesuai urutannya, dalam pembelajaran dikriminasi. Tingkatan hipotesis ini bergabung secara aljabarik untuk menjelaskan kinerja yang diamati dalam pengukuran generalisasi stimulus. Spence dan para mahasiswanya juga meneliti pengkondisian kelopak mata dan menemukan bahwa tingkattingkat kecemasan tertentu memfasilitasi akuisisi respon tersebut selain juga respon yang lainnya, dan mendorong mereka untuk menguji peran kecemasan dan pengukurannya (Taylor, 1951, 1953). Berbagai studi tersebut penting karena mewakili beberapa upaya awal untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip behavioristik dan psikopatologi, suatu bidang yang di kemudian hari diteliti secara intensif. Mahasiswa Hull lainnya yang juga penting adalah Neal Miller (1909-2002), yang karir produktifnya ditandai dengan studi penting tentang berbagai isu psikologis. Penelitian awalnya (lihat, sebagai contoh, Dollard and Miller, 1950) berupaya menerapkan analisis Hullian pada berbagai isu perilakuan yang bersumber dari literatur psikoanalitik. Penelitian Miller bersama Dollard dan peneliti lainnya tentang frustrasi dan konflik telah menjadi penelitian klasik, memicu timbulnya dukungan langsung bagi tren modifikasi perilaku kontemporer. Dalam berbagai studi tentang substrata fisiologis, Miller menghasilkan temuan-temuan penting terkait hubungan antara mekanisme penguatan dan pengendalian perilaku otonomik (Miller, 1969).

Model Neobehavioristik: Neo-HullianMahasiswa Hull yang ketiga, O. Hobart Mowrer (1907-1982), menyampaikan perbedaan antara pengkondisian Pavlovian dan instrumental dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1947. Ia berpendapat bahwa dalam avoidance learning rasa takut pada CS diperoleh melalui prinsip-prinsip Pavlovian, dan respon motorik terhadap rasa takut tersebut secara instrumental diperoleh melalui efek reduksi rasa takut yang bersifat menguatkan. CS kemudian berfungsi sebagai suatu sinyal atas keterkejutan yang akan segera dialami. Berdasarkan perbedaan ini Mowrer mengajukan revisi teori dua proses yang mencakup hukuman yang bersifat meningkat dan hadiah yang bersifat menurun. Dalam penguatan yang bersifat meningkat, stimuli bertindak sebagai sinyal rasa takut; dalam penguatan yang bersifat menurun, stimuli berperan sebagai sinyal harapan. Melalui penerapan prinsipprinsip tersebut pada psikopatologi, Mowrer (1960) membantu mempersiapkan kelahiran modifikasi perilaku. Penyempurnaan dan interpretasi selanjutnya terhadap pembelajaran dua proses yang dilakukan oleh Schoenfeld (1950) dan, terutama, Rescorla dan Solomon (1967) menghasilkan banyak hipotesis yang memiliki signifikansi teoritis dan klinis yang telah meningkatkan penggunaan prinsip-prinsip pengkondisian dalam modifikasi perilaku. Penelitian kontemporer dalam tradisi neo-Hullian juga telah memperluas pertanyaan tentang basis fisiologis pembelajaran. Dengan menggunakan berbagai temuan neurofisiologis dalam refleksologi, penelitian-penelitian tersebut memfokuskan pada bidang-bidang seperti ontogeni pembelajaran, proses konsolidasi dan pemulihan memori, dan faktor-faktor inderawi dalam perhatian Bersama dengan penelitian Miller dan para koleganya dalam psikofisiologi manusia, mereka dengan cepat memperluas pemahaman kita tentang prosesproses pembelajaran.

Model Neobehavioristik: Model KognitifSebagaimana disebutkan sebelumnya, Tolman tidak meninggalkan para pengikut yang mengkaji pandangan-pandangan teoritisnya. Karena itu, seiring dengan meluasnya behaviorisme hingga mencakup pembahasan tentang pembelajaran kognitif, hanya terdapat sedikit logika sistematik yang merupakan karakteristik neo Hullian. Egon Brunswik (1903-1955) mengembangkan sebuah teori yang disebut fungsionalisme probabilistik dari penelitian awalnya tentang konstansi perseptual. Mendapat pengaruh dari gerakan Gestalt semasa bermukim di Jerman, dan kemudian dari Tolman, yang memberikan sebuah jabatan baginya di Berkeley, Brunswik menemukan bahwa subjek cenderung mengindera secara konsisten, terlepas dari berbagai distorsi dalam input inderawi, melalui serangkaian kompromi adaptif relatif dengan berbagai variabel lingkungan, dan bahwa kompromi-kompromi adaptif tersebut berawal dari diri sendiri. Sejalan dengan itu, Brunswik menyatakan bahwa adaptasi subjek dalam berbagai situasi perseptual dan perilakuan bersifat relatif dan dapat diartikan sebagai probabilitas. Pendekatan penelitiannya berlawanan dengan eksperimen behavioristik yang dikendalikan secara kaku yang umumnya menguji relatif sedikit variabel. Brunswik mengkritik eksperimentasi semacam itu sebagai representasi realitas yang tidak adekuat dan terdistorsi. Ia mendukung sampling variabel yang lebih luas saat variabel tersebut muncul secara aktual di lingkungan. Meskipun teori sistematik Brunswik tidak terselesaikan karena ia meninggal di usia relatif muda, ia berkontribusi bagi diterimanya pendekatan terhadap penelitian yang tidak terlalu analitis dan mekanistik yang memungkinkan behaviorisme kognitif mempertimbangkan kondisi interaksi organismiklingkungan.

Model Neobehavioristik: Model KognitifPerkembangan besar kedua dalam model pembelajaran kognitif berasal dari penelitian sosial psikologis Leon Festinger (1919-1990). Teori disonansi kognitifnya pada intinya menyatakan bahwa tujuan yang saling bertentangan dalam sistem nilai seseorang menimbulkan rasa tidak nyaman yang harus diatasi dengan menyesuaikan berbagai strategi perilakuan untuk mengurangi disonansi. Hal yang menarik adalah bahwa teori Festinger adalah sebuah pandangan perilakuan yang menganut mekanisme penjelasan sentral berimplikasi mentalistik. Dengan demikian Festinger mengajukan suatu model kognitif yang secara langsung menantang premis dasar karakter periferal behaviorisme Watsonian. Sama dengan itu, studi yang lebih terkini tentang proses-proses bahasa oleh Noam Chomsky (b. 1928) juga termasuk dalam tipe model kognitif yang sama dengan teori Festinger. Chomsky, yang menulis kritik cerdas terhadap tulisan-tulisan Skinner tentang perilaku verbal, berpendapat bahwa akuisisi struktur sintaktikal bahasa memerlukan eksistensi struktur mental yang disebutnya alat akuisisi bahasa. Tanpa mekanisme tersebut, Chomsky berpendapat bahwa bahasa sejati tidak akan muncul. Teori Chomsky konsisten dengan pendekatan kognitif psikolog Prancis Jean Piaget (1896-1980), yang secara intensif mempelajari perkembangan pengetahuan; teori tersebut juga didukung oleh para psikolog Amerika lainnya, seperti Jerome Bruner (b. 1915), yang mempelajari pembentukan konsep pada anak-anak (lihat juga Bab 17). Pengembangan model-model kognitif, terutama model Festinger, Chomsky, dan Bruner, dicirikan oleh pemisahan radikal dari formulasi behavioristik. Meski demikian, model-model tersebut menerima pentingnya pengujian terhadap perilaku yang tampak serta berbagai strategi metodologis yang umum bagi bentuk-bentuk behaviorisme lainnya. Meski demikian, lahirnya konstruk mentalistik telah hampir menyempurnakan behaviorisme dan menegaskan ekspansi menyeluruh model behavioristik psikologi.

Model Neobehavioristik: Model OperantPendekatan positivis radikal dari Skinner berlanjut di kalangan psikolog yang mendukung analisis eksperimental perilaku menjadi komponenkomponen lingkungan dan peristiwa penguatan. Meski demikian, dalam memperluas prinsip-prinsip awal Skinner, lahir interpretasi-intepretasi perilaku operant yang tidak terlalu kaku.Secara khusus, penelitian operant telah menguji variabel motivasional yang dimediasi secara fisiologis dan sentral. Penerapan prinsip-prinsip operant dalam situasi klinis dan pengajaran juga terkait dengan asumsi-asumsi struktur mentalistik yang mendasari responrespon yang dapat diamati. Journal of the Experimental Analysis of Behavior dan Journal of Applied Behavior Analysis, yang didominasi oleh pendekatan operant Skinner, menunjukkan semakin meningkatnya keragaman dan eklektisisme dalam subjek pembahasan dan metodologi.

Inovasi metodologis Skinner telah diakui dan digunakan dalam berbagai situasi laboratorium dan terapan.

PenerapanPrinsip-prinsip behavioristik dapat diterapkan secara luas dalam psikologi kontemporer. Kebijakan pendidikan, pelatihan kemiliteran, dan teknik-teknik periklanan hanyalah beberapa bidang yang menggunakan prinsip-prinsip perilakuan. Meski demikian, yang menjadi pembahasan kita sekarang adalah penerapan temuan-temuan perilakuan dalam situasi klinis dan terapiutik. Alasan untuk memberikan perhatian lebih bagi gerakan ini daripada gerakan lain adalah relevansinya terhadap penanganan penyakit mental, sebuah isu sentral bagi perkembangan psikologi. Pada tahun 1950-an dan awal 1960-an dukungan terhadap pengembangan divisi dalam psikologi di antara cabang "eksperimental" dan "klinis" semakin luas di Amerika Serikat. Para psikolog eksperimental dituduh mengisolasi diri di laboratorium, mungkin lebih peduli dengan tikus daripada dengan manusia; para psikolog klinis dipandang lebih bergantung pada sikap medis psikiatri dibanding pada model psikologi manapun. Salah satu faktor yang membantu membentuk divisi antara cabang psikologi teoritis dan terapan adalah lahirnya suatu model perilakuan dalam penerapan klinis, yang umum disebut sebagai modifikasi perilaku. Perintisan modifikasi perilaku dapat ditelusuri pada beberapa upaya yang mengaitkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan psikopatologi. Selain penerapan-penerapan yang diajukan sejak masa Watson (a.l., Watson dan Rayner, 1920), kami telah menyampaikan tentang penelitian Miller, Dollard dan Mowrer dalam menerapkan teori Hullian bagi berbagai masalah klinis. Lebih jauh, konsep Skinner tentang kendali lingkungan diujicobakan dengan cukup berhasil dalam ekonomi token yang dilakukan di institusi mental yang tertutup dan terkendali. Meski demikian, sebuah buku yang ditulis oleh Joseph Wolpe (1915-1998), berjudul Psychotherapy by Reciprocal Inhibition (1958), menjadi peristiwa katalitik yang memunculkan modifikasi perilaku kontemporer. Wolpe, seorang psikiater, melihat potensi penuh daya untuk mengubah perilaku melalui penerapan prinsip-prinsip pengkondisian Pavlovian dan instrumental. Secara spesifik, ia menggunakan banyak prinsip pengkondisian aversif dan penghapusan dan mengembangkan teknik-teknik seperti desensitisasi dan kontra pengkondisian untuk menangani simtom-simtom yang didasari oleh kecemasan.

PenerapanModifikasi perilaku telah menimbulkan kontroversi besar dan banyak dikritik, terutama kritik yang ditujukan pada basis pendekatan ini yang dianggap tidak manusiawi dan mekanis. Sesuai dengan posisinya dalam evolusi behavioristik, modifikasi perilaku dikritik sebagai perwujudan "pengendalian pikiran" dan "pencucian otak." Meski demikian, muncul argumentasi bahwa teknik-teknik reduksi kecemasan pada dasarnya disesuaikan dengan individu, bergantung pada hirarki stimuli yang memicu kecemasan, yang ditentukan oleh individu terkait. Pada tingkat apapun, akan terlalu dini untuk mengevaluasi efektivitas modifikasi perilaku itu sendiri. Untuk tujuan kita, perlu dipahami bahwa modifikasi perilaku merupakan sebuah perkembangan penting dalam evolusi behavioristik. Dengan menghasilkan kerangka kerja perilakuan bagi penerapan klinis, modifikasi perilaku memiliki fungsi penting untuk menyatukan peneliti dan ahli klinis dalam model aktivitas psikologis yang sama. Masih harus kita lihat apakah modifikasi perilaku terbukti merupakan kekuatan stabil yang mempertahankan kesatuan tersebut atau hanya sekedar fenomena sementara. Yang jelas modifikasi perilaku memiliki fungsi penting dalam perkembangan behaviorisme. Sebagai penutup kisah yang agak rumit tentang perubahan dan ekspansi behaviorisme, kita dapat mengatakan bahwa behaviorisme lebih mendekati model psikologi definitif daripada konseptualisasi lainnya sejak tahun 1870-an. Psikologi di Amerika tidak hanya dikenal di tingkat akademis dan profesional namun juga mengakar dengan teguh dalam institusi ilmiah melalui tahap pengembangan teori dalam evolusi perilakuan sepanjang tahun 1930-an. Meski demikian, penting untuk memahami apa saja yang terjadi dalam evolusi behaviorisme sejak masa Watson. Behaviorisme sebagai suatu model, atau suatu filosofi psikologi, saat ini merupakan sistem yang menyebar yang menjadi subjek beragam interpretasi. Para behavioris dapat memasukkan positivis radikal dari tradisi Skinnerian, demikian juga para psikolog kognitif yang mengajukan struktur mentalistik tetap. Para behavioris juga dapat sebagai peneliti yang meneliti proses-proses perilakuan secara eksklusif pada tingkat infra manusia, atau mereka dapat sebagai ahli klinis yang mencurahkan perhatian pada penerapan terapiutik. Maka neobehaviorisme, dapat menjadi sebuah konsensus, daripada sebuah sistem, yang mengakui pentingnya perilaku yang dapat diamati. Di luar konsensus tersebut eklektisisme nebehaviorisme tampak dominan, dan mencegah definisi lebih jauh.