37
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyakit pada telinga tengah dan mastoid lazim ditemukan di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Sebagai contohnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis media merupakan masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Radang, celah telinga tengah (tuba eustakius, telinga tengah dan mastoid) khususnya sering pada anak, dan pada daerah-daerah dengan sarana minimal seperti ghetto, daerah reservasi Indian dan daerah-daerah tertentu di Alaska. Agaknya faktor genetic ikut pula berperan karena seringkali ada riwayat penyakit telinga pada orang tua ataupun saudara sekandung. Sejak penggunaan antibiotik secara luas terhadap otitis media dan mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka mortalitas dan penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun. Namun, sekarang penyakit telinga tengah seringkali terdapat dalam bentuk kronik atau lambat yang menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran sekret. Morbiditas seringkali berarti gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial, pendidikan dan profesional. Pada anak usia sekolah, gangguan-gangguan telinga tengah (misal, otitis media serosa) lazim terjadi, anak mungkin memperlihatkan hasil yang buruk disekolah hingga gangguan ini dapat dideteksi melalui 1

Otitis Media Fix

  • Upload
    rudyfir

  • View
    22

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

otitis media

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit pada telinga tengah dan mastoid lazim ditemukan di Amerika Serikat dan

seluruh dunia. Sebagai contohnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis media

merupakan masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Radang, celah

telinga tengah (tuba eustakius, telinga tengah dan mastoid) khususnya sering pada anak, dan

pada daerah-daerah dengan sarana minimal seperti ghetto, daerah reservasi Indian dan

daerah-daerah tertentu di Alaska. Agaknya faktor genetic ikut pula berperan karena seringkali

ada riwayat penyakit telinga pada orang tua ataupun saudara sekandung. Sejak penggunaan

antibiotik secara luas terhadap otitis media dan mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka

mortalitas dan penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun. Namun, sekarang

penyakit telinga tengah seringkali terdapat dalam bentuk kronik atau lambat yang

menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran sekret. Morbiditas seringkali berarti

gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial, pendidikan dan profesional. Pada

anak usia sekolah, gangguan-gangguan telinga tengah (misal, otitis media serosa) lazim

terjadi, anak mungkin memperlihatkan hasil yang buruk disekolah hingga gangguan ini dapat

dideteksi melalui pemeriksaan penyaring untuk selanjutnya didiagnosa dan diobati.

Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis

media serosa, otitis media secretoria, otitis media musinosa, otitis media musinosa). Masing-

masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis

media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media

serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media

serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberculosa

atau otitis media sifilítica.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OTITIS MEDIA AKUT

DEFINISI

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid

Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga.

Daerah ini menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di

daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga

hidung belakang dan tenggorokan bagian atas. Guna saluran ini adalah:

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan

tekanan udara di dunia luar.

Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke

bagian belakang hidung.

ETIOLOGI

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25%

pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus da

da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media

tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan

Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus

disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini

dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga

bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal

a. Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

b. Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga

ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

c. Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam

kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid

berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu

2

terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi

tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

PATOFISIOLOGI

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat

bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut

sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan

transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan

membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah

nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius

menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang

telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena

gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ

pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang

dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat

menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain

itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut

akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur

pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga

tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar

dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran

timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat

eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

3

3. Stadium supurasi

Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada

mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen

di kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga

bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan

nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan

kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

4. Stadium perforasi

Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat

terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.

Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila

terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan

virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut

(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret

yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media

supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala

sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi. Pada

anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya

terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau

kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh

yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare,

kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran

tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.

DIAGNOSA

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga

tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

a. menggembungnya gendang telinga

b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

4

c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

d. cairan yang keluar dari telinga

3.  Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu

di antara tanda berikut:

a. kemerahan pada gendang telinga

b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun

telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit

makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari

telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada

riwayat semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan

gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang

menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan

suram, serta cairan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik

(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan

pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).

Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan

pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun

umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga

dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun

timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis

antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan

intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi

respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.

5

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.

Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel + -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang menggembung +/- -

Gerakan gendang berkurang + +

Berkurangnya pendengaran + +

PENATALAKSANAAN

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal

ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan

lokal atau sistemik, dan antipiretik.

Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di

telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun

atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.

Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman

Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah

terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik

golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan

asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar

konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,

gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal

selama 7 hari

Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran

timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur

Stadium Perforasi

6

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga

H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret

akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari

Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi

menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah

terjadi mastoiditis

PENANGANAN

ANTIBIOTIK

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 80%

OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi

komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Observasi dapat

dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada

perburukan gejala, antibiotik diberikan. American Academy of Pediatrics (AAP)

mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan

antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan

< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat; observasi jika

gejala ringan

 2 thn Antibiotik jika gejala berat;

observasi jika gejala ringan

Observasi

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C

dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau

demam 39°C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan

– dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di

atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.

Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

7

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan

observasi ini. Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa

gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak

adalah amoxicillin.

1. Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan pemberian

40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg berat

badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi. Risiko tinggi yang dimaksud antara lain

adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat

pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.

2. WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.

3. AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari. Dosis ini terkait dengan

meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di

Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal

serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.

Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil

kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

4. Buku ajar THT UI menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis

50-100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi

dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam

24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika

pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan

yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik

lini kedua. Misalnya:

1. Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan

Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah

amoxicillin-clavulanate. Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate

dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.

2. Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin

seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

3. Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau

clarithromycin.

8

4. Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-

trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik

dengan amoxicillin.

Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang

diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.

Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya

merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga

azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat

membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di

tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko

terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan

ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.

Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di

bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat. Pada usia enam tahun ke atas, pemberian

antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima

hari

ANALGESIA/PEREDA NYERI

Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).

Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau

ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan

bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena

ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna. Pemberian obat-obatan lain seperti

antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak memberikan manfaat bagi anak. Pemberian

kortikosteroid juga tidak dianjurkan.

Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan

yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana

terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi. Cairan yang keluar harus dikultur.

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki

bukti yang cukup.

PENCEGAHAN

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,

2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan,

9

3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,

4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

KOMPLIKASI

Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi,

mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis.

Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk

otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1

dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati.

Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran

permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran

anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Otitis media dengan

efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.

2.2 OTITIS MEDIA KRONIK

DEFINISI

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis Media Perforata (OMP)

atau dalam sebutan sehari-hari adalah congek.

Otitis Media Supuratif Kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi

membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang

timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

LETAK PERFORASI

Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/ jenis OMSK.

Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik. Pada

perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih

ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung

berhubungan dengan anulus atau sakulus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang

terletak di pars flaksida. Jenis-Jenis Perforasi dapat dibagi menjadi :

a. Perforasi Sentral kecil b. Perforasi Sentral (Sub Total)

10

c. Perforasi Atik d. Perforasi Postero Superior/ Marginal

Klasifikasi OMSK

Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis, yaitu tipe benigna dan tipe maligna.

1. OMSK tipe Benigna

Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai

tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan

komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma.

2. OMSK tipe Maligna

Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu

kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe

yaitu kongenital dan didapat. OMSK tipe maligna dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya

atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang

terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul

pada OMSK tipe maligna.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar terdiri dari OMSK aktif dan OMSK tenang.

a) OMSK aktif , merupakan OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara

aktif. Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh

perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana

11

kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai

mukopurulen

b) OMSK tenang , ialah OMSK yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga

tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang

dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,

ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan

melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi

tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.

ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang

dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,

tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba

Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan

cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring

yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral

(seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan

leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

Penyebab OMSK antara lain lingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi

saluran nafas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada

OMSK :

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

migrasi epitel.

12

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat

diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan

dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga

tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Karena OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK, akan

dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan oleh Infeksi di

Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba eustakius , yang

sangat berperan penting dalam patofiologi OMA pada anak berbeda dengan orang dewasa.

Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada

dewasa.

Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas

termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan

menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi

ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.

Gangguan fungsi Ventilasi

Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan udara luar

stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke telinga tengah,

sedangkan secara fisiologis udara (Oksigen dan Nitrogen) akan diabsorbsi di telinga tengah 1

13

ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini kan menyebabkan tekanan negatif pada telinga

tengah, keadaan vacum di telinga tengah menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah.

Gangguan Fungsi drainase

Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan sekret yang akan di

dorong oleh gerakan silia ke arah nasofaring, ketika terjadi oklusi tuba fungsi ini akan

terganggu, sehingga terjadi penumpukan sekret di telinga tengah. Akumulasi cairan di telinga

tengah akan lebih banyak dengan adanya transudasi akibat tekanan negatif. Sekret ini

merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman.

Gangguan fungsi proteksi

Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring masuk ke telinga

tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif

untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi

sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga

tengah. Proses supurasi akan berlanjut dengan peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan

pada membran timpani oleh akumulasi sekret ini kan menyebabkan membran timpani (bagian

sentral) mengalami iskemi dan akhirnya nekrosis, dengan adnya tekanan akan menyebabkan

perforasi dan sekret mukopurulen akan keluar dari telinga tengah ke liang telinga.

Jika proses peradangan ini tidak mengalami resolusi dan penutupan membran timpani

setelah 6 minggu maka OMA beralih menjadi OMSK.

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan

stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti

dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi

kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis

menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.

OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan

kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman

gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:

1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.

2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit

3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi

sebelumnya.

4. Pneumatisasi mastoid

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi

antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang

14

terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid

mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang sering ditemukan pada otitis media supuratif kronis diantaranya

1. Telinga Berair (Otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe

jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi

iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret

biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.

Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena

rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan

adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan

tuberkulosis.

2. Gangguan Pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya

ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan

mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya

didapat tuli konduktif berat.

3. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri

merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau

trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi

dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan

udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitive, keluhan vertigo dapat terjadi hanya

karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah

terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan

keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

15

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna yang perlu diperhatikan mengingat OMSK

tipe ini seringkali menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan

diagnosis dini yang menjadi pedoman yaitu adanya perforasi pada marginal atau pada atik.

Sedangkan pada kasus yang lanjut dapat terlihat adanya Abses atau fistel retroaurikular,

jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani, pus yang selalu

aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) dan foto rontgen mastoid adanya gambaran

kolesteatom.

DIAGNOSIS OMSK

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali

datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering

dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal

sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten,

sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai

pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah.

Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi

dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang

dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk

menentukan gap udara dan tulang.

Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan

tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai

kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan

anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

16

PEMERIKSAAN KLINIK

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi

dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak

perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50

dB apabila disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh

menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan

hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

b. Pemeriksaan Radiologi

1. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini

berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.

2. Proyeksi Mayer atau Owen

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang

pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai

struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas

memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi

17

ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya

pembesaran akibat.

4. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan

kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan

kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.

c. Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,

Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie,

H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,

Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.

1. Bakteri spesifik

Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1%

menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut.

Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada

anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi.

2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob

Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus

aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah

ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid.

Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus

resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan

gentamisin.

PENATALAKSANAAN

Terapi OMSK terkadang memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang,

karena sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain

disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu adanya perforasi membran timpani yang

permanen sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, terdapat sumber infeksi di

faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal, sudah terbentuk jaringan patologik yang

ireversibel dalam rongga mastoid, gizi dan higiene yang kurang.

Tipe Benigna

Prinsip terapi ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar

terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari.

18

Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memeberikan obat tetes telinga

yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Karena semua obat tetes yang mengandung

antibiotik bersifat ototoksik. Sehingga dianjurkan penggunaan obat tetes telinga jangan

diberikan terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Bila

sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan, maka

idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk

menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,

mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta

memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya

infeksi berulang, maka sumber infeksi harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu

melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

Pemberian Antibiotik Topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa

dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan

obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal

dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang

ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan

antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.

Bubuk telinga yang digunakan seperti :

a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

b. Terramycin.

c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang

dikombinasi dengan pembersihan telinga.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli

Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik

terhadap ginjal dan susunan saraf.

2. Neomisin

19

Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus,

Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan

telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid

Pemberian Antibiotik Sistemik

Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret

profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan

yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan

pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman

terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah

antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis

tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah :

- Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin

- P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin

- P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin

- Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida

- E. coli : Ampisilin atau sefalosforin

- S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

- Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

- B. fragilis : Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat

asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral.

Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin

generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas,

tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk

OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek

bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan

dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg

per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

Tipe Maligna

20

Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila

terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum

kemudian dilakukan mastoidektomi.

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran

timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang

lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada

OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :

a. Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak

sembuh. Dengan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan

patologik. Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini

fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

b. Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.

Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan

patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga

mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.

Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah

komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.

Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.

c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak

kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga

direndahkan. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga

mastoid, dan mempertahankan pendengaranyang masih ada.

d. Miringoplasti

Merupakan jenis operasi timpanoplasti paling ringan, dikenal juga dengan nama

timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuannya

adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan

perforasi menetap. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang dengan ketulian

ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

21

e. Timpanoplasti

Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna

yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuannya adalah

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain

rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang

pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka

dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, V.

Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani

dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang

pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 sampai dengan 12

bulan.

f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)

Merupakan teknik operasi yang dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan

jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta

memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa

meruntuhkan dinding posterior liang telinga).

Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan

melalui dua jalan (cobined approach), yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid

dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini dilakukan pada OMSK

maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kekambuhan kolesteatom.

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau

kolesteatom, sarana yag tersedia dan pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi

atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis

operasi tersebut atau modifikasinya.

KOMPLIKASI

Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya

yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media

mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.

Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan

menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,

tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada

OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.

22

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari

OMSK berhubungan dengan kolesteatom.

A. Komplikasi ditelinga tengah : B. Komplikasi telinga dalam

1. Perforasi persisten membrane timpani 1. Fistel labirin

2. Erosi tulang pendengaran 2. Labirinitis supuratif

3. Paralisis nervus fasial 3. Tuli saraf ( sensorineural)

C. Komplikasi ekstradural

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hindrosefalus otitis

DAFTAR PUSTAKA

23

1. Soepardi, Efiaty, Arsyad. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan

Tenggorokan. Edisi Kelima. FKUI. Jakarta: 2002.

2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorok. Edisi III. RSU Dokter Soetomo. Surabaya: 2005.

3. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta: 2000.

24