133
TUGAS AKHIR – TF 141581 OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC ALGORITHM ADISTA DINASTARI NRP 02311440000037 Dosen Pembimbing Totok Ruki Biyanto, Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018 HALAMAN JUDUL

OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN GEOMETRI HEAT

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS AKHIR – TF 141581

OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC ALGORITHM ADISTA DINASTARI NRP 02311440000037

Dosen Pembimbing Totok Ruki Biyanto, Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018

HALAMAN JUDUL

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii

FINAL PROJECT – TF 141581

TECHNO-ECONOMIC OPTIMIZATION OF HEAT EXCHANGER GEOMETRY DESIGN WITH INFLUENCED BY FOULING RESISTANCE USING SEVERAL STOCHASTIC ALGORITHM METHOD ADISTA DINASTARI

NRP 02311440000037 Supervisor Totok Ruki Biyanto, Ph.D. Departement of Engineering Physics Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2018

iv

This page is left blank

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Adista Dinastari

NRP : 02311440000037

Departemen/Prodi : Teknik Fisika/ S1 Teknik Fisika

Fakultas : Fakultas Teknologi Industri

Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya yang

berjudul “Optimisasi Tekno-Ekonomi pada Desain Geometri Heat

Exchanger dengan Dipengaruhi Fouling Resistance Menggunakan

Beberapa Metode Stochastic Algorithm” adalah benar karya saya

sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain. Apabila

dikemudian hari terbukti terdapat plagiat pada Tugas Akhir ini

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Demikian pernyataanini saya buat dengan penuh tanggung

jawab.

Surabaya, 22 Januari 2018

Yang membuat pernyataan,

Adista Dinastari

NRP. 02311440000037

vi

Halaman ini sengaja dikosongkan

vii

LEMBAR PENGESAHAN I

OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN

GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN

DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE

MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC

ALGORITHM

TUGAS AKHIR

Oleh :

Adista Dinastari

NRP : 02311440000037

Surabaya, 22 Januari 2018

Mengetahui

Dosen Pembimbing

Totok Ruki Biyanto, Ph.D

NIPN. 19710702 199802 1 001

Menyetujui,

Kepala Departemen Teknik Fisika FTI-ITS

Agus Muhammad Hatta, ST, Msi, Ph.D

NIPN. 19780902 200312 1 002

viii

Halaman ini sengaja dikosongkan

ix

LEMBAR PENGESAHAN II

OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN

GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN

DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE

MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC

ALGORITHM

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

pada

Bidang Studi Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol

Program Studi S-1 Departemen Teknik Fisika

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :

ADISTA DINASTARI

NRP. 02311440000037

Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir :

1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D..............................(Pembimbing)

2. Hendra Cordova, S.T, M.T..............................(Ketua Penguji)

3. Ir. Ronny Dwi Noriyanti, M.Kes.....................(Penguji 1)

SURABAYA

JANUARI, 2018

x

Halaman ini sengaja dikosongkan

xi

OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA DESAIN GEOMETRI

HEAT EXCHANGER DENGAN DIPENGARUHI FOULING

RESISTANCE MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE

STOCHASTIC ALGORITHM

Nama Mahasiswa : Adista Dinastari

NRP : 02311440000037

Departemen : Teknik Fisika FTI-ITS

Dosen Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, Ph.D

K

Abstrak

Heat exchanger merupakan alat penukar panas diantara dua atau lebih

fluida yang berbeda temperaturnya. Salah satu jenis heat exchanger yang

digunakan pada proses perpindahan panas di industri yaitu tipe shell and

tube heat exchanger (STHE). Temperature yang tinggi pada STHE

menyebabkan semakin lama performansi heat exchanger menurun karena

adanya fouling. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk

mengurangi adanya fouling adalah perancangan desain heat exchanger

lebih efisien dan pembersihan secara berkala. Pada penelitian ini,

optimisasi dilakukan untuk menentukan geometri shell and tube heat

exchanger sehingga diperoleh fouling resistance minimal. Pemodelan

fouling resistance menggunakan Polley model. Nilai fouling resistance

dapat mempengaruhi perubahan pada heat duty (Q), kinerja pompa (Wp)

heat transfer area (Ao). Penentuan jadwal pembersihan dapat

mempengaruhi nilai fouling resistance. Perubahan harga pada besaran

tersebut dapat mempengaruhi hasil saving (JHE). Batasan optimisasi

adalah heat duty dan pressure drop. Optimisasi dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode stokastik yakni Genetic Algorithm (GA),

Rain Water Optimization (RWA), Particle Swarm Optimization (PSO),

Khiller Whale Algorithm (KWA) dan Duelist Algorithm (DA).Variabel

yang dioptimisasi adalah diameter dalam shell (Ds), diameter luar tube

(do), dan jumlah baffle (Nb). Dari hasil optimisasi didapatkan penurunan

besar fouling resistance keseluruhan pada masing-masing metode GA,

RWA, PSO, KWA dan DA sebesar 40,57%; 40,06%; 40,15%; 40,10%;

41,72%. Penurunan fouling resistance mengakibatkan saving (JHE)

meningkat pada masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA

sebesar 9,2%; 7,1%; 7,4%; 7,7%; 9,7%.

Kata kunci: optimisasi, fouling resistance, geometri, saving

xii

Halaman ini sengaja dikosongkan

xiii

TECHNO-ECONOMIC OPTIMIZATION OF HEAT EXCHANGER

GEOMETRY DESIGN WITH INFLUENCED BY FOULING

RESISTANCE USING SEVERAL STOCHASTIC ALGORITHM

METHOD

Name : Adista Dinastari

NRP : 02311440000037

Departement : Teknik Fisika FTI-ITS

Supervisor : Totok Ruki Biyanto, Ph.D

ABSTRAK

Abstract Heat exchanger is an equipment that exchange heat between two or more

different temperature fluids. One type of heat exchanger used in industrial

heat transfer process is shell and tube heat exchanger type (STHE).

Temperature and high pressure on STHE cause the heat exchanger

performance to decrease due to fouling. Some research that has been

done to reduce the fouling is by designing heat exchanger more efficiently

and periodic cleaning of heat exchanger. In this research, optimization is

done to determine the geometry of shell and tube heat exchanger to obtain

minimum fouling resistance. Fouling resistance modeling using Polley

model. Fouling resistance values can affect changes in heat duty (Q),

pump performance (Wp) heat transfer area (Ao). Determining the

cleaning schedule can affect the fouling reisitance value. The value

changes on these quantities may affect saving results (JHE). Optimization

limits are heat duty and pressure drop. The optimization is done by using

some stochastic methods namely Genetic Algorithm (GA), Rain Water

Optimization (RWA), Particle Swarm Optimization (PSO), Khiller Whale

Algorithm (KWA) and Duelist Algorithm (DA). The optimized variables

are the inner diameter of the shell (Ds ), outer diameter of tube (do), and

number of baffles (Nb). From the optimization result, there was decreased

value of overall fouling resistance on each method of GA, RWA, PSO,

KWA and DA consecutively 40.57%; 40.06%; 40.15%; 40.10%; 41.72%.

The decrease of fouling resistance value resulted in saving (JHE)

increased in each method of GA, RWA, PSO, KWA and DA consecutively

9.2%; 7.1%; 7.4%; 7.7%; 9.7%.

Keyword: optimization, fouling resistance, geometry, saving

xiv

This page is left blank

xv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena

rahmat dan hikmat-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan,

kemudahan, dan kelancaran dalam menyusun laporan Tugas Akhir

yang berjudul:

“OPTIMISASI OPTIMISASI TEKNO-EKONOMI PADA

DESAIN GEOMETRI HEAT EXCHANGER DENGAN

DIPENGARUHI FOULING RESISTANCE

MENGGUNAKAN BEBERAPA METODE STOCHASTIC

ALGORITHM ”

Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik

yang harus dipenuhi dalam Program Studi S-1 Teknik Fisika FTI-

ITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D. selaku dosen pembimbing tugas

akhir ini, yang selalu memberikan bimbingan dan semangat

pada penulis.

2. Agus M. Hatta, S.T., M.Si., Ph.D. selaku ketua Departemen

Teknik Fisika - ITS.

3. Segenap Bapak/Ibu dosen pengajar di Departemen Teknik

Fisika - ITS.

4. Samsudin dan Lista Khayum selaku orang tua penulis dan adik

Artha dan Abidzar yang selalu memberikan motivasi,

kebahagiaan dan tak henti-hentinya memberikan doa untuk

penulis.

5. Teman dekat penulis, Romadina Indah Wardani yang selalu

memberikan semangat dan selalu setia pada penulis

6. Teman-teman dekat penulis FKMT Apoy, Ocun dan Marina

yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis

7. Teman-teman kos Niken, Uyun, Chervi yang telah

memberikan dukungan, semangat dan selalu menebarkan

kebahagiaan dan meningkatkan selera humor untuk penulis

8. Teman-teman dekat penulis di kampus Malvika, Nurul, Ilvy

dan Ariel, Iqbal dkk yang telah memberi dukungan, doa dan

mewarnai perjalanan kuliah penulis

xvi

9. Teman-teman asisten Laboratorium Rekayasa Instrumentasi

dan Kontrol yang telah memberikan dukungan dan doa untuk

penulis

10. Kakak tugas akhir penulis, Anggi Malwindasari yang tak

hentinya membimbing penulis dalam penyelesaian tugas akhir

11. Teman-teman generasi instan F49 Yelinda, Luluk, Ema, Anna

dan Ocik yang telah bersama-sama penulis menyelesaikan

tugas akhir masing-masing

12. Teman-teman F49 yang telah memberikan dukungan kepada

penulis

13. Teman-teman se-dosen pembimbing TA Mas Arsa, Mas Nural,

Mas Friandi, Mas Hafis dan Yelinda yang memberikan

keceriaan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian laporan

tugas akhir ini

14. Yayang Candra, yang selalu memberikan kebahagiaan,

memberikan motivasi, membukakan pikiran, mengajari

caranya bersabar dan bersyukur, dan selalu membantu penulis

Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan

dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima.

Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan

pihak yang membacanya.

Surabaya, 15 Januari 2018

Penulis

xvii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................... i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .......................................... v

LEMBAR PENGESAHAN I ..................................................... vii

LEMBAR PENGESAHAN II .................................................... ix

Abstrak ........................................................................................ xi

Abstract ..................................................................................... xiii

KATA PENGANTAR ................................................................ xv

DAFTAR ISI ............................................................................ xvii

DAFTAR GAMBAR ................................................................ xix

DAFTAR TABEL ..................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................... 2

1.4 Lingkup Kajian ............................................................. 3

BAB II DASAR TEORI ............................................................. 5

2.1 Shell and Tube Heat Exchanger .................................... 5

2.2 Pemodelan Shell and Tube Heat Exchanger (STHE)..... 6

2.3 Koefisien Perpindahan Panas STHE .............................. 8

2.4 Fouling ........................................................................ 10

2.5 Pemodelan Kinerja Pompa .......................................... 13

2.6 Objective Function ...................................................... 13

2.7 Metode Stochastic Algorithm ...................................... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................. 25

3.1 Pengambilan Data Heat Exchanger ............................. 26

3.2 Penentuan Fungsi Tujuan dan Constrain ..................... 26

3.3 Pemodelan STHE ........................................................ 26

3.4 Pemodelan Fouling ..................................................... 36

3.5 Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan .

.................................................................................... 36

3.6 Perhitungan Pressure Drop ......................................... 38

3.7 Perhitungan Kinerja Pompa ....................................... 39

3.8 Validasi Permodelan STHE ......................................... 39

3.9 Optimisasi dengan Beberapa Metode Stochastic

Algorithm .................................................................... 40

xviii

3.10 Perhitungan Saving (JHE) ........................................... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................... 43

4.1 Hasil Pemodelan dan Validasi STHE .......................... 43

4.2 Hasil Pemodelan dan Validasi Fouling ....................... 46

4.3 Analisa Sensitifitas Variabel-Variabel Optimisasi

Terhadap Saving (JHE) ............................................... 46

4.4 Optimisasi SHTE Menggunakan Beberapa Metode

Algoritma Stokastik .................................................... 49

4.5 Analisa Hasil Optimisasi ............................................. 51

4.6 Analisa Pengaruh Interval Pembersihan terhadap Fouling

Resistance ................................................................... 60

BAB V PENUTUP ................................................................... 65

5.1 Kesimpulan ................................................................. 65

5.2 Saran ........................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 67

LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skema STHE [12] ................................................... 5

Gambar 2. 2 Salah satu bentuk fouling pada STHE ................... 11

Gambar 2. 3 Diagram alir GA [9].............................................. 15

Gambar 2. 4 Diagram alir RWA [16] ......................................... 17

Gambar 2. 5 Diagram alir PSO [9]............................................ 19

Gambar 2. 6 Diagram alir KWA [18]......................................... 20

Gambar 2. 7 Diagram alir DA [9].............................................. 22

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian ......................................... 25

Gambar 3. 2 Geometri basic segmental baffle [7] ..................... 27

Gambar 3. 3 Definisi panjang tube pada STHE [7] ................... 28

Gambar 4. 1 Pengaruh diameter luar tube (do) terhadap saving 47

Gambar 4. 2 Pengaruh diameter dalam shell (Ds) terhadap

saving .................................................................. 48

Gambar 4. 3 Pengaruh jumlah baffle (Nb) terhadap saving ....... 49

Gambar 4. 4 Hasil optimisasi menggunakan beberapa metode

algoritma stokastik............................................... 50

Gambar 4. 5 Hasil perhitungan energy recovery (E) ................. 57

Gambar 4. 6 Hasil perhitungan Capital cost (Cc) ..................... 58

Gambar 4. 7 Hasil perhitungan Pump cost (Pc) ........................ 59

Gambar 4. 8 Hasil perhitungan Saving (JHE) ........................... 60

Gambar 4. 9 Pengaruh interval pembersihan terhadap fouling

resistance ............................................................. 61

Gambar 4. 10 Pengaruh interval pembersihan terhadap thermal

consideration ....................................................... 63

Gambar 4. 11 Pengaruh interval pembersihan terhadap hydrolic

consideration ....................................................... 64

xx

Halaman ini sengaja dikosongkan

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Data kondisi operasi dan properti fluida pada existing

STHE ........................................................................ 44

Tabel 4. 2 Hasil validasi pemodelan STHE ................................ 45

Tabel 4. 3 Hasil pemodelan dan validasi fouling ....................... 46

Tabel 4. 4 Hasil optimisasi geometri heat exchanger dengan

beberapa metode stochastic algorithm ..................... 52

Tabel 4. 5 Hasil optimisasi kondisi operasi heat exchanger

dengan beberapa metode stochastic algorithm ......... 55

Tabel 4. 6 Pengaruh interval pembersihan terhadap saving (JHE)

................................................................................................... 62

xxii

Halaman ini sengaja dikosongkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman modern ini, perkembangan dunia industri

semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah

satu kebutuhan manusia yang paling tinggi adalah kebutuhan akan

konsumsi energi. Proses pengolahan energi salah satunya

memanfaatkan proses perpindahan panas. Proses perpindahan

panas pada industri biasanya menggunakan heat exchanger.

Heat exchanger merupakan alat penukar panas diantara dua

atau lebih fluida yang berbeda temperaturnya [1]. Perpindahan

panas pada heat exchanger tersebut berasal dari fluida dengan

temperatur panas ke fluida yang temperaturnya dingin ataupun

sebaliknya. Perpindahan panas fluida tersebut tidak diikuti dengan

adanya perpindahan massa di dalamnya [2]. Salah satu jenis heat

exchanger yang digunakan pada proses perpindahan panas di

industri yaitu tipe shell and tube heat exchanger (STHE). Proses

perpindahan panas pada STHE dipengaruhi oleh geometri heat

exchanger seperti diameter luar tube (do), jumlah baffle (Nb), dan

diameter dalam shell (Ds) [3]

STHE dapat digunakan untuk fluida dengan temperature dan

tekanan yang tinggi sehingga sesuai dengan proses di industri.

Temperature yang tinggi pada STHE menyebabkan semakin lama

performansi heat exchanger menurun karena adanya fouling [4].

Fouling pada heat exchanger adalah salah satu masalah pada

refinery industri. Fouling merupakan deposit yang berbentuk

seperti sedimen, kristal, ataupun korosi pada permukaan heat

exchanger. Fouling menyebabkan menurunnya kondisi

performansi operasi heat exchanger yaitu menghambat proses

perpindahan panas dan meningkatkan hambatan aliran fluida serta

pressure drop sehingga dapat meningkatkan biaya operasional dan

biaya maintenance [5]. Pada penelitian sebelumnya, fouling

mengakibatkan kerugian sebesar 4,2-10 billion USD pada unit heat

exchanger di United State [6]

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengurangi

adanya fouling adalah dengan perancangan desain heat exchanger

2

lebih efisien dan pembersihan secara berkala dari heat exchanger

[7]. Hal ini dikarenakan deposit yang terbentuk dapat mengurangi

efisiensi dari heat exchanger [8]. Pada penelitian sebelumnya, jika

jadwal pembersihan pada heat exchanger terlalu sering akan

menyebabkan kenaikan maintenance cost. Pada sisi sebaliknya,

ketika pembersihan jarang dilakukan maka akan menyebabkan

kenaikan biaya karena kenaikan pada heat loss [9].

Nilai fouling resistance dapat mempengaruhi perubahan pada

heat duty (Q), kinerja pompa (Wp) dan luas area heat transfer (Ao).

Perubahan harga pada besaran tersebut dapat mempengaruhi hasil

saving (JHE). Perhitungan secara teknologi dan ekonomi

merupakan hal penting dalam sebuah industri khususnya yang

bergerak di bidang energi. Tujuannya yaitu untuk dapat

menganalisa kebutuhan ekonomi dan mendapatkan fungsi optimal

dari pemodelan dan algoritma yang digunakan [10].

Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya optimisasi tekno-

ekonomi dengan dipengaruhi oleh pemilihan desain geometri dan

fouling resistance. Optimisasi pada STHE dilakukan dengan

beberapa metode stochastic optimization dengan permodelan

fouling menggunakan threshold model polley.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh variabel optimisasi terhadap fouling

resistance ketika dilakukan optimisasi desain geometri heat

exchanger?

2. Bagaimana perubahan nilai saving heat exchanger (JHE)

sebelum dan setelah dilakukan optimisasi?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh variabel optimisasi terhadap fouling

resistance ketika dilakukan optimisasi desain geometri heat

exchanger

3

2. Mengetahui perubahan nilai saving (JHE) sebelum dan setelah

dilakukan optimisasi

1.4 Lingkup Kajian

Adapun lingkup kerja yang digunakan pada tugas akhir ini

adalah

1. Menggunakan satu jenis heat exchanger dengan tipe shell and

tube (STHE)

2. Pengambilan data heat exchanger dikaji secara keseluruhan

dalam data sheet dan piping and instrumentation diagram

(P&ID). Data tersebut meliputi dimensi heat exchanger,

kondisi operasi dan karakteristik fluida.

3. Pemodelan STHE meliputi perhitungan koefisien perpindahan

panas pada sisi shell dan tube, koefisien perpindahan panas

keseluruhan, heat duty, pressure drop, kinerja pompa

4. Pemodelan fouling resistance menggunakan Polley Model.

5. Nilai yang dioptimisasi adalah fouling resistance

6. Jadwal pembersihan ditentukan untuk melihat perubahan

fouling resistance sehingga terjadi perubahan saving (JHE).

7. Variabel optimisasi yang digunakan adalah diameter luar tube

(Do), diameter dalam shell (Ds) dan jumlah baffe (Nb).

8. Teknik optimisasi dengan menggunakan beberapa metode

stochastic algorithm yaitu Genetic Algorithm (GA), Rain

Water Algorithm (RWA), Particle Swam Optimization (PSO),

Khiller Whale Algorithm (KWA) dan Duelist Algorithm (DA)

4

.

Halaman ini sengaja dikosongkan

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Shell and Tube Heat Exchanger (STHE)

Heat exchanger merupakan alat penukar panas diantara dua

atau lebih fluida yang berbeda temperaturnya [1]. Perpindahan

panas pada heat exchanger tersebut berasal dari fluida dengan

temperatur panas ke fluida yang temperaturnya dingin ataupun

sebaliknya. Perpindahan panas fluida tersebut tidak diikuti dengan

adanya perpindahan massa di dalamnya [2]. Ketika fluida melintasi

heat exchanger, temperatur fluidanya akan berubah sepanjang heat

exchanger. Salah satu tipe desain dari heat exchanger adalah shell

and tube. Jenis ini merupakan heat exchanger yang banyak

digunakan pada industri refinery dan industri proses karena jenis

ini mampu bekerja pada tekanan yang tinggi. Kelebihan lainnya

yaitu memiliki permukaan perpindahan panas per satuan volume

yang lebih besar dan lebih mudah dalam proses pembersihan [4].

Proses pada bagian shell dengan pressure vessel yang besar

dipenuhi oleh bundle tube di dalamnya. Ketika fluida melalui tube

maka fluida lainnya berjalan memenuhi shell untuk melakukan

perpindahan panas diantara kedua fluida tersebut [11]. Berikut

merupakan skema dari STHE

Gambar 2. 1 Skema STHE [12]

6

Mechanical standards yang digunkan untuk mengatur

pemilihan kontruksi dan batas-batas desain untuk STHE adalah

TEMA (Tubular Exchangers Manufacturers Association) dan

digunakan ASME untuk memilih kode pada heat exchanger [8].

2.2 Pemodelan STHE

Pemodelan STHE dilakukan untuk menghasilkan laju

perpindahan panas [13]. Pemodelan pada heat exchanger

berdasarkan model lumped parameter dengan tidak ada panas yang

hilang seperti pada persaman berikut

𝑄𝑐 = 𝑄ℎ (2.1)

Dimana,

𝑄𝑐 = Panas yang berasal dari fluida dingin (W)

𝑄ℎ = Panas yang berasal dari fluida panas (W)

Persamaan untuk menentukan panas yang berasal dari fluida dingin

dan dipindahkan ke fluida panas yaitu [13] :

𝑄𝑐 = 𝑚𝑐 𝐶𝑝,𝑐 (𝑇𝑐,𝑜 − 𝑇𝑐,𝑖 ) (2.2)

Dimana,

𝑚𝑐 = Laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

𝐶𝑝,𝑐 = Kalor jenis fluida dingin ( J/ kg oC)

𝑇𝑐,𝑖 = Temperatur masuk fluida dingin (oC)

𝑇𝑐,𝑜 = Temperature keluar fluida dingin (oC)

Persamaan untuk menentukan panas yang berasal dari fluida panas

dan dipindahkan ke fluida dingin adalah [13] :

𝑄ℎ = 𝑚ℎ 𝐶𝑝,ℎ (𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇ℎ,𝑜 ) (2.3)

Dimana,

𝑚ℎ = Laju aliran massa fluida panas (kg/s)

7

𝐶𝑝,ℎ = Kalor jenis fluida panas ( J/ kg oC)

𝑇ℎ,𝑖 = Temperatur masuk fluida panas (oC)

𝑇ℎ,𝑜 = Temperatur keluar fluida panas (oC)

Persamaan lain untuk menentukan laju perpindahan panas STHE

yaitu dengan menggunakan persamaaan di bawah ini [13].

𝑄 = 𝑈 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (2.4)

Dimana,

𝑈 = Koefisien perpindahan panas keseluruhan (W/ m2oC )

𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = Log Mean Tempperature Difference corrected (oC)

𝐴𝑜 = Luas permukaan perpindahan panas (m2)

Persamaan untuk menentukan nilai Log Mean Tempperature

Difference corrected (𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟.) dengan menggunakan

persamaan berikut [13].

𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = 𝐿𝑀𝑇𝐷 . 𝐹 (2.5)

Dimana,

𝐿𝑀𝑇𝐷 = Log Mean Tempperature Difference (oC)

𝐹 = Faktor koreksi

Log Mean Tempperature Difference (LMTD) merupakan rata-rata

perbedaan temperatur antara fluida panas dan fluida dingin. LMTD

dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut [13].

𝐿𝑀𝑇𝐷 =(𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜)−(𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)

𝑙𝑛 (𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜

𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)

(2.6)

Faktor koreksi (F) untuk menentukan 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut [13].

8

𝐹 =√𝑅2+1 ln(1−𝑆)/(1−𝑅𝑆)

(𝑅−1) ln2−𝑆(𝑅+1−√𝑅2+1)

2−𝑆(𝑅+1+√𝑅2+1)

(2.7)

Nilai R didapatkan dari persamaan berikut [13].

𝑅 =𝑇ℎ,𝑖−𝑇ℎ,𝑜

𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖 (2.8)

Nilai S dari persamaan berikut [13].

𝑆 =𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖

𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑖 (2.9)

Dimana,

R , S = Faktor efisiensi temperatur

Berdasarkan persamaan (2.4) diatas maka dapat ditentukan

koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi aktual ( 𝑈𝑎)

dengan menggunkan persamaan berikut [13]

𝑈𝑎 =𝑄

𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (2.10)

Dimana,

𝑈𝑎 = Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi

aktual (W/ m2 oC )

2.3 Koefisien Perpindahan Panas STHE

Koefisien perpindahan panas STHE bergantung pada

karakteristik fluida dan data kondisi operasi. Berikut merupakan

persamaan koefisien perpindahan panas secara empiris.

2.3.1 Koefisien Perpindahan Panas pada Sisi Shell

Pemodelan koefisien perpindahan panas pada sisi shell

dengan menggunakan metode Bell-Delaware [13].

9

ℎ𝑠 = ℎ𝑖𝐽𝑐𝐽𝑙𝐽𝑏𝐽𝑠𝐽𝑟 (2.11)

Dimana,

hs = Koefisien perpindahan panas pada sisi shell (w/m2 oC)

hi = Koefisien perpindahan panas ideal pada sisi shell (w/m2

oC)

Jc = Faktor koreksi pada baffle cut dan jarak antar baffle

Jl = Faktor koreksi akibat efek kebocoran baffle antara shell

ke baffle dan tube ke baffle

Jb = Faktor koreksi pada bundle by pass flow

Js = Faktor koreksi pada variabel jarak baffle sisi inlet dan

outlet

Jr = Faktor koreksi yang merugikan temperatur gradien pada

aliran laminar

2.3.2 Koefisien Perpindahan Panas pada Sisi Tube

Koefisien perpindahan panas dapat ditentukan berdasarkan

karakteristik fluida. Koefisien perpindahan panas pada sisi tube

dapat dihitung dengan menggunakan metode Bell-Delaware [13].

ℎ𝑡 = (𝐾𝑡 𝑁𝑢𝑡

𝑑𝑖) (2.12)

Dimana,

ℎ𝑡 = Koefisien perpindahan panas pada sisi tube (W/ m2 oC)

𝐾𝑡 = Konduktifitas termal pada sisi tube (W/ m oC)

𝑁𝑢,𝑡 = Bilangan nusselt pada fluida di sisi tube

𝑑𝑖 = Diameter dalam tube (m)

Bilangan Nusselt tergantung dari banyaknya faktor,

diantaranya adalah pengaruh dari Reynold number. Bilangan

Nusselt pada sisi tube dapat dihitung dengan persamaan berikut

a. Aliran turbulen dengan Ret>104 menggunakan persamaan Side-

Tate (Mac Adamas) [13].

𝑁𝑢𝑡 = 0,027 Re𝑡0,8𝑃𝑟𝑡

1/3 (𝜇 𝑡

𝜇 𝑤)

0,14 (2.13)

10

b. Aliran intermediate dengan 2100 < Ret <104 menggunakan

persamaan Colburn [13].

𝑁𝑢𝑡 = 0,023 Re𝑡0,8𝑃𝑟𝑡

0,4 (𝜇 𝑡

𝜇 𝑤)

0,14 (2.14)

c. Aliran laminar dengan Ret ≤2100 menggunakan persamaan

Side-Tate (Mac Adamas) [13].

𝑁𝑢𝑡 = 1,86(Re𝑡 𝑃𝑟𝑡 𝑑𝑖/𝐿)0,5𝑃𝑟𝑡1/3 (

𝜇 𝑡

𝜇 𝑤)

0,14 (2.15)

Dimana,

Ret = Bilangan reynold pada sisi tube

𝑑𝑖 = Diameter dalam tube (m)

𝑃𝑟𝑡 = Bilangan prandtl pada sisi tube

L = Panjang tube (m)

𝜇 𝑡 = Viskositas fluida pada sisi tube (kg/m s)

𝜇 𝑤 = Viskositas fluida pada temperature wall sisi tube (kg/ms)

2.4 Fouling

Fouling merupakan deposit yang berbentuk seperti sedimen,

kristal, ataupun korosi pada permukaan STHE. Fouling

menyebabkan meningkatnya thermal resistance pada perpindahan

panas dan menurunnya effisiensi thermal dari heat axchanger [5].

Fouling meneybabkan berkurangnya heat transfer, meningkatkan

pressure drop, mengahalangi proses aliran fluida pada pipa, dan

mempengaruhi faktor biaya. Faktor biaya meliputi kebutuhan

peralatan penukar panas yang lebih banyak, meningkatkan

konsumsi bahan bakar dan meningkatkan biaya maintenance.

Selain kerugian pada operasi, fouling menyebabkan pengeluaran

modal yang signifikan sehingga pengaruh adanya fouling harus

dipertimbangkan [5]. Skema dari fouling dapat dilihat pada gambar

berikut ini

11

Gambar 2. 2 Salah satu bentuk fouling pada STHE

Berikut ini beberapa parameter yang mempengaruhi adanya

fouling yaitu [5]: • Kecepatan aliran fluida

• Temperatur permukaan

• Temperatur keseluruhan fluida

• Material dan geometri pada permukaan perpindahan panas

• Karakteristik dari fluida yang menyebabkan fouling

Beberapa usaha yang dilakukan untuk mengurangi fouling

adalah sebagai berikut:

a. Mengoptimalkan kondisi operasi

Fouling dapat dikurangi dengan cara menaikkan kecepata

fluida. Hal ini dikarenakan dengan kecepatan fluida yang tinggi

maka koefisien perpindahan panas juga akan semakin tinggi.

Temperatur yang tinggi menyebabkan laju pembentukan fouling

semakin tinggi karena proses kimia seperti garam, biofouling dan

lain-lain akan mengalami peningkatan konsentrasi dan reaksi

seiring dengan peningkatakan suhu [5]

12

b. Mengoptimalkan dimensi dari STHE

Fouling dapat juga diminimalkan dengan cara optimisasi dari

dimensi heat exchanger. Diameter tube untuk jenis shell and tube

heat exchanger didesain dengan ukuran tube 20 mm hingga 25

mm, menggunakan dua buah shell yang disusun paralel,

menggunkan susunan tube square atau rotate square,

meninimalisasi dead space dengan menentukan jarak antar baffle

yang optimum, serta jarak antar tube [3]

c. Melakukan pembersihan berkala STHE

Alternatif lain adalah dengan melakukan pembersihan berkala

terhadap heat exchanger yang kotor. Umumnya, pembersihan

secara berkala dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan

kembali efisiensi termal dari heat exchanger [8]

2.4.1 Pemodelan Fouling

Pada STHE adanya fouling tidak dapat dihindari sehingga

dalam pemodelan fouling perlu dilakukan pemodelan untuk dapat

mengestimasi adanya fouling. Salah satu penelitian yang telah

dilakukan untuk memodelkan fouling yaitu oleh Polley [14]. Polley

mengembangkan dari pemodelan yang dilakukan oleh Ebert and

Panchal. Pada pemodelan fouling oleh Ebert and Panchal,

dipertimbangkan dengan fouling dapat dikurangi dengan pengaruh

tube wall shear stress or tube side fluid velocity (𝜏𝑤). Pemodelan

tersebut dikembangkan oleh Polley dengan pertimbangan

pengaruh temperature wall (Tw). Polley menggunakan beberapa

variabel-variabel untuk memodelkan fouling yaitu bilangan

Reynold (Re), bilangan Prandtl (Pr) dan temperature wall (Tw)

dengan menggunakan beberapa parameter yakni α (kosntanta

deposit), ɣ (konstanta supresi), R (konstanta gas konstan), dan Ea

(energi aktifasi) [15]. Persamaannya adalah sebagai berikut:

𝑑𝑅𝑓

𝑑𝑡= 𝛼Re−0,8Pr−

1

3 𝑒𝑥𝑝 (−𝐸𝑎

𝑅𝑇𝑤) −γRe0,8 (2.16)

Dimana nilai parameter-parameternya adalah sebagai berikut

13

α = 277,8 m2K/J

Ea = 48 KJ/mol

ɣ = 4,17 . 10-13 m2K/J

R = 0,008314462 KJ mol / K

2.5 Pemodelan Kinerja Pompa

Kinerja pompa (Wp) semakin bertambah ketika terjadi

pertumbuhan fouling. Pertumbuhan fouling mengakibatkan

tekanan menurun sehingga menambah kerja pompa. Kinerja

pompa (Wp) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan

berikut [9]

𝑊𝑝 =𝑚 𝑥 𝛥𝑝

𝜂 (2.17)

Dimana,

m = Aliran masa (kg/s)

Δp = Pressure drop (kg/ 𝑐𝑚2 )

𝜂 = Efisiensi heat exchanger (efisensi heat exchanger yang

digunakan adalah 80 % [9])

2.6 Objective Function

Pada proses optimisasi yang mempengaruhi nilai variabel

yang dioptimasi adalah penentuan dari objective function.

Objective function merupakan deklarasi yang menunjukan tujuan

optimisasi dilakukan. Objective function terdiri dari fungsi

maksimum atau minimum dari fungsi linier yang telah ditentukan,

parameter dan variabel yang dioptimisasi [16]. Pada optimsiasi

tekno-ekonomi fungsi tujuan dideskripsikan sebagai fungsi dari

total biaya yang digunakan oleh heat exchanger meliputi capital

cost dan operational cost STHE [12].

2.7 Metode Stochastic Algorithm

Optimisasi dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai

dengan fungsi objektif yang telah ditentukan (maksimum atau

minimum). Optimisasi terdeiri dari dua jenis yaitu metode

stokastik dan deterministik. Metode stokastik adalah metode

14

optimisasi yang terdiri dari variabel-variabel acak (random)

sehingga mempunyai distribusi dan probabilitas tertentu

sedangkan metode deterministik variabelnya bebas dan

keragamannya acak sehingga tidak mempunyai distribusi dalam

probabilitas [16]. Berikut ini merupakan beberapa metode

optimisasi algoritma stoakastik.

2.7.1 Genetic Algorithm (GA)

Genetic Algorithm (GA) merupakan salah satu metode

optimisasi yang menggunakan prinsip seleksi alam dari Darwin.

Populasi pada GA menggunakan filosofi jumlah kromosom. Pada

dikenal adanya proses inisiasi yang terdiri dari proses selection,

crossover, and mutation. Diagram alir dari metode optimisasi GA

adalah sebagai berikut

15

Tahapan dari metode optimisasi GA adalah sebagai berikut [9]

1. Mulai

2. Menentukan jumlah populasi

3. Melakukan pembangkitan populasi dan parameter

4. Melakukan seleksi parent selection

5. Melakukan persilangan masing-masing parent dengan

probabilitas crossover (Pc) 0.8 untuk menentukan keturunan

yang baru

6. Melakukan mutasi pada masing-masing generasi baru dengan

probabilitas mutasi (Pm) 0.01

N

Y

Start

Generate populations

Calculate fitness

Calculate fitness for new population

value

Mutation

Crossover

Selection

Is the iteration

finish?

Finish

Elitism

Gambar 2. 3 Diagram alir GA [9]

16

7. Menggantikan populasi saat ini dengan populasi yang baru

8. Melakukan pembangkitan pada masing-masing kromosom

pada populasi yang baru

9. Mekanisme elitism pada GA yaitu mengambil 90% dari

individu yang menang dari populasi saat ini. Populasi yang

baru akan diisi oleh keturunan yang baru

10. Kembali ke tahap 4 sampai hasilnya konvergen

11. Finish

2.7.2 Rain Water Optimization (RWA)

Rain Water Optimization (RWA) merupakan salah satu

teknik optimisasi dengan didasarkan pada filosofi hujan yang

turun. Hujan yang turun tersebut diasumsikan merupakan objek

yang jatuh bebas dari langit untuk mencari posisi yang paling

rendah di bumi sesuai dengan hukum Newton tentang gerak. Proses

inisialisasi dilakukan untuk menentukan parameter. Beberapa

parameternya yaitu:

• Jumlah rain water

• Dimensi fungsi objektif

• Global optimum untuk menemukan nilai minimum atau

maksimum

• Batas atas dan bawah fungsi objektif,

• Jumlah iterasi.

Rain water optimization memiliki ketinggian dan massa

masing-masing yang ditentukan secara acak. Kecepatan dan posisi

tiap-tiap rain water dihitung ketika mencapai tanah. Dengan

menggunakan algoritma Djikstra dapat ditentukan posisi antara

rain water di tanah. Rain water akan mengalir ke posisi paling

rendah dengan kecepatan bergantung pada massa dan kecepatan

awal. Posisi baru rain water akan diperbarui berdasarkan hukum

Newton tentang gerak hingga iterasi selesai [17]. Diagram alir dari

teknik optimisasi menggunakan Rain water Optimization adalah

sebagai berikut

17

Gambar 2. 4 Diagram alir RWA [16]

Tahapan dari algoritma RWA adalah sebagai berikut [17]

1. Mulai

2. Mengatur parameter berikut:

a. 𝑛𝑃𝑜𝑝: population size

b. 𝑛𝑝: number of neighbor points of each drop

c. jumlah maksimum iterasi.

3. Membangkitkan populasi pertama dari raindrops termasuk

nPop (population size) raindrops secara acak sehingga setiap

raindrop memenuhi constraint yang telah ada.

4. Atur untuk 1, nilai Iterasi.

5. Secara default, diatur ke status Active untuk semua status

drops

6. Lakukan hal berikut pada setiap active raindrops:

a. Bangkitkan 𝑛𝑝 neighbor points

START

Determine number of rain water & iterations

Random : Height & Mass of rain water

Calculate velocities of rain water when hit the ground (v0)

Determine thelastest positions of each rain water using Dijkstra's

Algorithm

Calculate the new velocities (vt)

Calculate the lastest positions (st)

Iterations finish?

Evaluate the best positions

END

Save 5% of the best positions

YES

NO

18

b. Mendapatkan nilai-nilai cost function dari drops dan

neighbor points-nya.

c. Jika ada dominant neighbor points kemudian ubah posisi

saat ini dari drop ke titik tersebut. Jika tidak, terapkan

explosion process untuk drop tersebut.

d. Jika tidak ada dominant neighbor points setelah 𝑁𝑒 kali

explosion, atur status dari drop menjadi Inactive.

7. Buat sebuah merit order list dan menghapus sejumlah drops

tertentu dengan peringkat rendah atau menetapkan 𝑁𝑒 yang

lebih tinggi untuk drops peringkat tinggi.

8. Atur Iterasi = Iterasi + 1;

9. Jika ada Active raindrop dan iterasi belum mencapai jumlah

maksimum yang diperbolehkan, kembali ke langkah 6.

10. Hitung nilai cost function dari semua raindrops.

11. Cari raindrop dengan cost function minimum.

12. Cetak posisi raindrop dan cost sebagai solusi optimal.

13. Selesai

2.7.3 Particle Swam Optimization (PSO)

Particle Swarm Optimization (PSO) adalah sebuah metode

optimisasi yang menggunakan prinsip komputasi pada evolusi

yang dikembangkan oleh Kennedy dan Eberhart pada tahun1995.

Konsep pada PSO adalah filosofi dari sekelompok partikel yang

membentuk populasi yang sering dideskripsikan sebagai populasi

burung. Diagram alir dari metode Particle Swarm Optimization

(PSO) adalah sebagai berikut [9]

19

]

Tahapan dari metode PSO ini adalah sebagai berikut:

1. Mulai

2. Menentukan nilai parameter c1, c2, jumlah populasi (nPop) dan

jumlah iterasi (nIter)

3. Menentukan letak partikel dan velocity

4. Menghitung nilai fitness

5. Memperbarui nilai Pbest dan Gbest

6. Memperbarui posisi partikel dan velocity

7. Menghitung dan mengevaluasi nilai fitness

8. Kembali ke langkah 5 hingga konvergen yaitu sampai iterasi

200

9. Selesai

Gambar 2. 5 Diagram alir PSO [9]

20

2.7.4 Khiller Whale Algorithm (KWA)

Algoritma Khiller Whale merupakan algoritma yang meniru

perilaku dari paus. Satu kelompok killer whale disebut matriline

yang terdiri dari leader dan anggota. Tugas dari leader adalah

menentukan letak prey dan arah optimal untuk memangsa

sedangkan tugas anggota adalah untuk menangkap mangsa. [18]

Diagram alir dari metode KWA adalah sebagai berikut

Gambar 2. 6 Diagram alir KWA [18]

21

Tahapan dari metode KWA ini adalah sebagai berikut:

1. Mulai

2. Menentukan populasi (nPop), jumlah matriline (nTeam) dan

maksimum iterasi (maxIt)

3. Menentukan letak dan arah potensial prey

4. Menentukan pola pencarian mangsa atau menentukan fitness

5. Memperbarui nilai Pbest dan Gbest

6. Memperbarui letak dan arah potensial prey

7. Menghitung dan mengevaluasi nilai fitness

8. Kembali ke langkah 5 hingga konvergen yaitu sampai iterasi

200

9. Selesai

2.7.5 Duelist Algorithm (DA)

Duelist Algorithm (DA) adalah salah satu teknik optimisasi

yang berasal dari komputasi evolusi yang telah dikembangkan oleh

Biyanto pada tahun 2015. DA adalah sebuah algoritma yang

mengambil filosofi dari bagaimana duelist meningkatkan

kemampuannya dalam sebuah pertandingan. Pada DA fungsi

objektif adalah sebagai duelist dengan nilai fitness adalah nilai

yang optimal dari duelist yang menang. Diagram alir dari metode

Duelist Algorithm (DA) adalah sebagai berikut [9]

22

Gambar 2. 7 Diagram alir DA [9]

Tahapan dari metode DA adalah sebagi berikut [9]:

1. Mulai

2. Registration of Duelist Candidate

Masing-masing calon duelist dalam set duelist melakukan

registrasi menggunakan binary array yang disebut sebagai

Nvar.

3. Pre-Qualification

Pre-qualification adalah sebuah tes yang diberikan pada

masing-masing duelist untuk mengevaluasi kemampuan

dalam bertarung mereka dalam skillset.

23

4. Menentukan juara

Penentuan juara dilakukan untuk menyimpan best duelist.

Masing-masing juara harus melatih duelist yang baru sebaik

dirinya pada sebuah duel. Duelist yang baru akan

menggantikan posisi juara dan mengikuti pertarungan yang

selanjutnya.

5. Menentukan jadwal duel antar masing-masing duelist

Jadwal duel antar masing-masing duelist ditentukn secara

acak. Masing-masing duelist akan bertarung sesuai dengan

kemampuan mereka dan keberuntungan yang menentukan

yang menang dan kalah. Duel tersebut menggunakan logika

sederhana. Jika kemampuan bertarung duelist A dan

keberuntungan yang dimiliki lebih besar dari duelist B maka

duelist A adalah pemenang dan sebaliknya. Keberuntungan

duelist ditentukan semata-mata fungsi acak untuk

menghindari local optimum.

6. Peningkatan duelist

Peningkatan kemampuan dari masing-masing duelist terdiri

dari dua metode untuk masing-masing kondisi. Metode

pertama untuk duelist yang kalah yaitu masing-masing dari

yang kalah belajar dari yang menang. Belajar dalam hal ini

berarti yang kalah dapat meniru kemapuan dari pemenang

dalam skillset dan binary aray. Metode kedua adalah untuk

yang menang, maisng-masing duelist yang menang dapat

mengembangkan kemampuan mereka dengan mencoba hal

yang baru dari duelist yang kalah. Meode ini terdiri dari

manipualasi acak dari winner’s array.

7. Elimination

Duelist dengan kemampuan duel terburuk akan terelimiansi.

Hal ini akan terus berulang hingga maksimum iterasi

8. Selesai

24

Halaman ini sengaja dikosongkan

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada tugas akhir ini, penelitian ini dirancang melalui beberapa

tahap yang digambarkan pada diagram alir sebagai berikut

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian

26

3.1 Pengambilan Data Heat Exchanger

Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah

pengumpulan data heat exchanger yang dibutuhkan dari PT.

Pertamina RU IV Cilacap. Data yang didapatkan adalah sebagai

berikut:

a. Data dimensi heat exchanger

b. Data properties fluida pada sisi shell dan tube heat exchanger

c. Data kondisi operasi yang terdiri dari temperatur di inlet dan

outlet sisi shell dan tube dan laju aliran massa di sisi shell dan

tube.

3.2 Penentuan Fungsi Tujuan dan Constrain

Pada tahap ini yaitu dilakukan penentuan fungsi tujuan yang

merepresentasikan tujuan dari dilakukannya optimisasi.

min 𝑓(𝑥) → min 𝑅𝑓 (3.1)

min 𝑅𝑓 → max 𝐽𝐻𝐸 (3.2)

Fungsi tujuan pada optimisasi ini adalah fouling resistance

yang minimal pada sisi shell and tube heat exchanger sehingga

mempengaruhi nilai saving (JHE) pada STHE. Pada optimisasi ini,

constrain yang digunakan adalah heat duty (Q) dan pressure drop

(Δp) tidak boleh lebih dari data desain.

3.3 Pemodelan STHE

Pemodelan STHE digunakan untuk menghitung koefisien

perpindahan panas sisi tube dan shell, koefisien perpindahan panas

keseluruhan, heat duty, dan pressure drop, kinerja pompa, energy

recovery, capital cost, pump cost. Data-data yang digunakan untuk

memodelkan heat exchanger berupa variabel-variabel yang

nilainya berubah-ubah hingga mencapai kondisi yang optimal dan

nilai paramater-parameter yang sudah ditetapkan. Variabel-

variabel tersebut adalah diameter luar tube (Do), jumlah baffle (Nb)

dan diameter dalam shell (Ds). Sedangkan parameter-parameter

yang ditetapkan adalah laju aliran pada tube (𝑚t), viskositas fluida

pada tube (𝜇t), massa jenis fluida pada tube (𝜌t), konduktivitas

27

termal pada tube (Kt), kalor jenis fluida pada tube (Cp,t), laju aliran

pada shell (𝑚s), viskositas fluida pada shell (𝜇s), kalor jenis fluida

pada shell (Cp,s), massa jenis aliran pada shell (𝜌s), konduktivitas

termal pada shell (Ks), diameter shell (Ds), temperatur masuk fluida

dingin (Tc,i), temperatur keluar fluida dingin (Tc,o), temperatur

masuk fluida panas (Th,i), temperatur keluar fluida panas (Th,o),

konduktivitas material pada tube (Kcs), jumlah baffle (Nb), panjang

tube (Lta), tebal tube (tw), baffle cut (Bc), number of shell (Ns),

number of tube pass (Np), tube layout (θtp) dan number of sealing

strips (Nss)

3.3.1. Perhitungan Perpindahan Panas pada Sisi Shell

Pada perhitungan perpindahan panas pada sisi shell STHE,

metode yang digunakan adalah Bell-Delaware Method.

a. Shell side parameter

Pada geometri basic STHE untuk jenis baffle berupa

segmental baffle maka pemodelan yang digunakan yaitu sebagai

berikut. Perhitungan clearance antara bundle dan shell (Lbb)

digunakan persamaan di bawah ini [3]:

𝐿𝑏𝑏 =(12+0,005 𝐷𝑠)

1000 (3.3)

Dimana

Lbb = Clearance antara bundle dan shell (m)

Ds = Diameter dalam shell (m)

Gambar 3. 2 Geometri basic segmental baffle [7]

28

Nilai diameter tube bank outer (Dotl) dapat dicari dengan

persamaan di bawah ini [3]:

𝐷𝑜𝑡𝑙 = 𝐷𝑠 − 𝐿𝑏𝑏 (3.4)

Dimana,

Dotl = Diameter tube bank outer (m)

Diameter bundle dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan di bawah ini [3]:

𝐷𝑐𝑡𝑙 = 𝐷𝑜𝑡𝑙 − 𝑑𝑜 (3.5)

Dimana,

Dctl = Diameter bundle (m)

do = Diameter luar tube (m)

Menentukan nilai Lti dan Lta dapat digunakan persamaan di bawah

ini [3]:

𝐿𝑡𝑖 = ((𝑁𝑏 − 1)𝐿𝑏𝑐) + 𝐿𝑏𝑖+𝐿𝑏𝑜 (3.6)

Lta = Lti + 0,3 Dotl (3.7)

Dimana,

Nb = Jumah baflfle

Lbc = Jarak antar baffle (m)

Lbi = Jarak baffle inlet (m)

Lbo = Jarak baffle outlet (m)

Hubungan antara jarak antar baffle (Lbc ) dengan Lta dapat diketahui

dengan persamaan berikut [3]:

Lbc = 𝐿𝑡𝑎

𝑁𝑏+1 (3.8)

Gambar 3. 3 Definisi panjang tube pada STHE [7]

29

Sudut kemiringan pada baffle cut adalah sudut pada pusat

perpotongan antara baffle cut dan inner shell, seperti pada Gambar

3.2. Sudut kemiringan pada baffle cut (θds) dapat dihitung dengan

menggunkana persamaan berikut [3]:

𝜃𝑑𝑠 = 2 cos−1(1 −2𝐵𝑐

100) (3.9)

Dimana,

θds = Sudut kemiringan pada baffle cut (rad)

Bc = Baffle cut (%)

Persamaan sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut [3]:

𝜃𝑐𝑡𝑙 = 2 cos−1[𝐷𝑠

𝐷𝑐𝑡𝑙(1 −

2𝐵𝑐

100)] (3.10)

Dimana,

θctl = Sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut (rad)

Persamaan untuk luas aliran crossflow pada sisi shell dapat

ditentukan sebagai berikut [3]:

𝑆𝑚 = 𝐿𝑏𝑐 [𝐿𝑏𝑏 +𝐷𝑐𝑡𝑙

𝐿𝑡𝑝.𝑒𝑓𝑓(𝐿𝑡𝑝 − 𝑑𝑜)] (3.11)

Dimana,

Sm = Luas aliran crossflow pada sisi shell (m2)

Ltp.eff = Jarak efektif antar tube (m)

Ketika tube layout yang dipilih 30o dan 90o (θtp = 30o atau 90o)

maka, Ltp.eff sama dengan panjang antar tube atau tube pitch (Ltp.eff

= Ltp). Ketika tube layout yang digunakan adalah 45o (θtp=45o)

maka Ltp.eff sama dengan 0,707 Ltp (Ltp.eff = 0,77 Ltp).

Persamaan untuk sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut

dapat digunakan untuk menentukan nilai fraksi tube pada jendela

baffle dan pada pure crossflow sebagai berikut [3]:

𝐹𝑤 =𝜃𝑐𝑡𝑙

2𝜋−

sin 𝜃𝑐𝑡𝑙

2𝜋 (3.12)

Dimana,

Fw = Nilai fraksi tube pada jendela baffle [3]:

𝐹𝑐 = 1 − 2𝐹𝑤 (3.13)

30

Dimana,

Fc = Nilai fraksi tube pada pure crossflow

Persamaan jumlah efektif tube rows pada crossflow [3]:

𝑁𝑡𝑐𝑐 = 𝐷𝑠

𝐿𝑝𝑝[[1 −

2 𝐵𝑐

100]] (3.14)

Dimana,

Ntcc = Jumlah efektif tube rows pada crossflow

Lpp = Jarak efektif antar tube row (m), Lpp dapat dilihat pada

gambar tube layout basic parameters

Untuk mencari luas bundle ke shell dapat dihitung dengan

persamaan berikut [3]

𝑆𝑏 = 𝐿𝑏𝑐 (𝐷𝑠 − 𝐷𝑜𝑡𝑙 + 𝐿𝑝𝑙) (3.15)

Dimana,

Sb = Luas bundle ke shell (m2)

Lpl =Lebar tube dan partisi diantara tube wall (m)

Untuk standar dalam perhitungan, nilai Lpl = 0

Persamaan rasio antara luas area by pass dengan luas crossflow

keseluruhan [3]:

𝐹𝑠𝑏𝑝 = 𝑆𝑏

𝑆𝑚

(3.16)

Dimana,

Fsbp = Perbandingan antara luas area by pass dengan luas crossflow

keseluruhan

Diameter clearance antara diameter shell dengan diamater baffle

dapat dicari dengan persamaan berikut [3]:

𝐿𝑠𝑏 =3,1+0,004 𝐷𝑠

1000 (3.17)

Dimana,

Lsb = Diameter clearance antara diameter shell dengan diamater

baffle (m)

Persamaan luas kebocoran shell ke baffle dengan circle segment

pada baffle [3]:

31

𝑆𝑠𝑏 = 𝜋𝐷𝑠𝐿𝑠𝑏

2(

2𝜋−2𝜃𝑑𝑠

2𝜋) (3.18)

Dimana,

Ssb = luas kebocoran shell ke baffle (m2)

Persamaan luas kebocoran tube ke baffle [3]:

𝑆𝑡𝑏 =𝜋

4[(𝑑𝑜 + 𝐿𝑡𝑏)2 − 𝑑𝑜

2]𝑁𝑡(1 − 𝐹𝑤) (3.19)

Dimana,

Stb = Luas kebocoran tube ke baffle (m2)

Ltb = Diameter clerance antara diamter luar tube dengan

lubang baffle (m)

Berdasarkan TEMA standar, merekomendasikan bahwa clearane

sebagai fungsi dimater tube dan jarak baffle dengan nilai 0,0008

(m) atau 0,0004 (m) [8]

b. Shell side Heat Transfer and Pressure Drop Correction

Factor

Selanjutnya untuk menghitung koefisien perpindahan panas

pada shell, maka diperlukan perhitungan faktor-faktor koreksi pada

sisi shell.

Persamaan nilai koefisien perpindahan panas pada shell [3]

ℎ𝑠 = ℎ𝑖𝐽𝑐𝐽𝑙𝐽𝑏𝐽𝑠𝐽𝑟 (3.20)

Dimana,

hs = koefisien perpindahan panas pada shell (W/ m2 OC)

Perhitungan faktor-faktor koreksi tersebut menggunakan

persamaan di bawah ini [3]:

Faktor koreksi Jc dengan menggunakan persamaan berikut

𝐽𝑐 = 0,55 + 0,72𝐹𝑐 (3.21)

Dimana,

Jc = Faktor koreksi pada baffle cut dan jarak antar baffle

32

Faktor koreksi Jl dengan menggunakan persamaan berikut

𝐽𝑙 = 0,44(1 − 𝑟𝑠) + [1 − 0,44(1 − 𝑟𝑠)]𝑒−2,2𝑟𝑙𝑚 (3.22)

Dengan nilai rs dan rlm

𝑟𝑠 =𝑆𝑠𝑏

𝑆𝑠𝑏+𝑆𝑡𝑏 (3.23)

𝑟𝑙𝑚 =𝑆𝑠𝑏+𝑆𝑡𝑏

𝑆𝑚 (3.24)

Dimana,

Jl = Faktor koreksi akibat efek kebocoran baffle antara shell

ke baffle dan tube ke baffle

rs dan rlm = Parameter korelasi

Faktor koreksi Jb dengan menggunakan persamaan berikut

𝐽𝑏 = exp { −𝐶𝑏ℎ𝐹𝑠𝑏𝑝[1 − 2𝑟𝑠]} (3.25)

Dimana,

Jb = faktor koreksi pada bundle by pass flow

Cbh = 1,25 pada kondisi aliran pada shell laminar (Res≤ 100)

Cbh = 1,35 pada kondisi aliran turbulen (Res ≥ 100)

Faktor koreksi Jr dengan menggunakan persamaan berikut

Ketika aliran laminar Res< 20, maka persamaan yang digunakan

adalah sebagai berikut

𝐽𝑟 =1,51

𝑁𝑐0,18 (3.26)

Pada persamaan di atas digunakan persamaan berikut ini

𝑁𝑐 = (𝑁𝑡𝑐𝑐 + 𝑁𝑡𝑐𝑤)(𝑁𝑏 + 1) (3.27)

Dimana,

Jr = Faktor koreksi yang merugikan temperatur gradien pada aliran

laminar

Nc = Jumlah total tube rows pada heat exchanger

Ketika Res berada pada 20≤Res≤100 untuk mencari nilai

koreksinya menggunakan persamaan sebagai berikut [3]:

𝐽𝑟 =1,51

𝑁𝑐0,18 + (

20−𝑅𝑒𝑠

80) (

1,51

𝑁𝑐0,18 − 1) (3.28)

33

Ketika kondisi aliran pada shell turbulen (Res ≥100), maka faktor

koreksinya bernilai satu (Jr =1) [3]

Faktor koreksi Js dengan menggunakan persamaan berikut [3]

𝐽𝑠 =(𝑁𝑏−1)+(𝐿𝑖

∗)1−𝑛+(𝐿𝑜∗)1−𝑛

(𝑁𝑏−1)+(𝐿𝑖∗−1)+(𝐿𝑜

∗−1) (3.29)

𝐿𝑖∗ =

𝐿𝑏𝑖

𝐿𝑏𝑐 (3.30)

𝐿𝑜∗ =

𝐿𝑏𝑜

𝐿𝑏𝑐 (3.31)

Dimana,

Js = Faktor koreksi untuk variabel jarak baffle inlet dan outlet

𝐿𝑖∗= Perbandingan jarak baffle inlet dengan jarak baffle dalam

shell (m)

𝐿𝑜∗= Perbandingan antara jarak baffle outlet dengan jarak baffle

dalam shell (m)

Ketika parameter n ketika alirannya turbulen n=0,6 dan aliran

laminar n=1

Persamaan kecepatan massa dan bilangan Reynold pada sisi shell

adalah sebagai berikut [3]

𝐺𝑠 =𝑚𝑠

𝑆𝑚 (3.32)

𝑅𝑒𝑠 =𝐺𝑠 𝑑𝑜

𝜇𝑠 (3.33)

Dimana,

Gs = Kecepatan aliran massa pada shell (kg/ s m2)

ms = Aliran massa pada shell (kg/s)

𝜇𝑠 = Viskositas fluida pada shell (kg/m s)

𝑅𝑒𝑠 = Bilangan Reynold shell

Persamaan nilai Prandtl pada shell [3]

𝑃𝑟𝑠 =𝜇𝑠𝐶𝑝𝑠

𝑘𝑠 (3.34)

Dimana,

Prs = Nilai Prandtl

Cps = Kapasitas panas spesifik pada shell (J/kg OC)

Ks = Konduktifitas termal pada shell (W/ m OC)

34

𝜇𝑠 = Viskositas fluida pada shell (kg/m s)

Pada sisi shell dapat dihitung nilai perpindahan panas ideal dengan

persamaan [3]

ℎ𝑖 =𝑗𝑖𝐶𝑝𝑠𝐺𝑠(∅𝑠)𝑛

𝑃𝑟𝑠

23

(3.35)

Dengan ji sebagai parameter ideal Colburn dengan persamaan

sebagai berikut [3]:

𝑗𝑖 = 1,73𝑅𝑒𝑠−0,694 ketika 1≤Res≤100

𝑗𝑖 = 0,717 𝑅𝑒𝑠−0,574

ketika 100≤ Res ≤ 1000

𝑗𝑖 = 0,236 𝑅𝑒𝑠0,346

ketika 1000 ≤ Res

Untuk mencari nilai parameter ideal Colburn (∅𝑠)𝑛) [3]

(∅𝑠)𝑛 = ( 𝜇𝑠

𝜇𝑠𝑤)0,14 (3.36)

Dimana,

hi = Koefisien perpindahan panas ideal pada shell (W/m2 OC)

ji = Parameter ideal Colburn

𝜇𝑠𝑤 =Viskositas fluida pada temperature wall sisi shell (kg/ms)

3.3.2. Perhitungan Perpindahan Panas pada Sisi Tube

Metode yang digunakan untuk menghitung koefisien

perpindahan panas pada sisi tube adalah Bell-Delaware Method.

Adapun persamaan-persamaan untuk menentukan nilai koefisien

perpindahan panas pada tube sebagai berikut.

Luas permukaan tube dapat dihitung dengan persamaan berikut

[13]

𝐴𝑡 =𝜋 𝑑𝑖

2 𝑁𝑡

4 (3.37)

𝑑𝑖 = 𝑑𝑜 − 2 𝑡𝑤 (3.38)

Dimana,

At = Luas permukaan tube (m2)

di = Diameter dalam tube (m)

35

Nt = Jumlah tube

tw = Ketebalan tube (m)

Kecepatan aliran massa pada tube dihitung dengan persamaan

berikut [13]

𝐺𝑡 =𝑚𝑡 𝑁𝑝

𝐴𝑡 (3.39)

Dimana,

Gt = Kecepatan aliran massa pada tube (kg/ s m2)

mt = Massa aliran pada tube (kg/s)

Np = Jumlah tube pass

Persamaan untuk menentukan nilai Reynold pada sisi tube adalah

sebagai berikut[13]

𝑅𝑒𝑡 =𝐺𝑡 𝑑𝑖

𝜇𝑡 (3.40)

Dimana

Ret = Bilangan Reynold

µt = Viskositas fluida pada tube (kg/m s)

Nilai Prandtl pada tube dapat dihitung dengan persamaan berikut

[13]

𝑃𝑟𝑡 = 𝐶𝑝𝑡 𝜇 𝑡

𝐾𝑡 (3.41)

Dimana,

Cpt = Kapasitas panas spesifik pada tube (J/kg OC)

Kt = Konduktivitas termal pada tube (W/ m OC)

Koefisien perpindahan panas pada sisi tube dapat dihitung dengan

persamaan CollBurn [13]

ℎ𝑡 = 0,023 Re𝑡0,8𝑃𝑟𝑡

0,4 (𝐾𝑡

𝑑𝑖) (

𝜇 𝑡

𝜇 𝑤)

0,14 (3.42)

Dimana,

ht = Koefisien perpindahan panas pada sisi tube (w/m2 oC)

36

3.4 Pemodelan Fouling

Persamaan untuk mendapatkan nilai fouling pada sisi shell dan

tube digunakan Polley Model sebagai berikut [14]

𝑑𝑅𝑓

𝑑𝑡= 𝛼Re−0,8Pr−

1

3 𝑒𝑥𝑝 (−𝐸𝑎

𝑅𝑇𝑤) −γRe0,8 (3.43)

Dimana, 𝑑𝑅𝑓

𝑑𝑡 = Resistansi fouling (m2 K/J)

Tw = Temperatur tube wall (K)

α = 277,8 m2K/J

Ea = 48 KJ/mol

ɣ = 4,17 . 10-13 m2K/J

R = 0,008314 kJ/mol K

Temperatur tube wall ditentukan dengan persamaan berikut [13]

𝑇𝑤 = 𝑇𝑡,𝑎𝑣 + 𝑇𝑠,𝑎𝑣− 𝑇𝑡,𝑎𝑣

1+ℎ𝑡ℎ𝑠

(3.44)

Dimana,

Tt,av = Temperatur rata-rata pada tube (OC)

Ts,av = Temperatur rata-rata pada shell (OC)

3.5 Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan

Koefisien perpindahan panas keseluruhan dapat dicari

dengan persamaan berikut

𝑈𝐶 = 1

(1

ℎ𝑠+

𝑑𝑜ℎ𝑡𝑑𝑖

)+𝑐𝑜𝑛𝑑 (3.45)

𝑐𝑜𝑛𝑑 = 𝑑𝑜 (ln(

𝑑𝑜𝑑𝑖

))

2 𝐾𝑐𝑠 (3.46)

Dimana,

Uc = Koefisien perpindahan panas keseluruhan kondisi bersih

(w/m2 oC)

Cond = Perpindahan panas konduksi (m2 oC /W)

Kcs = Konduktifitas termal material tube (W/ m OC)

Persamaan nilai heat duty [13]

37

𝑄 = 𝑈 𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (3.47)

Dimana,

𝑈 = koefisien perpindahan panas keseluruhan (W/m2 oC )

𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = Log Mean Tempperature Difference corrected

(oC)

𝐴𝑜 = Luas permukaan perpindahan panas (m2)

Log Mean Tempperature Difference corrected (𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟.) dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut [13].

𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. = 𝐿𝑀𝑇𝐷 . 𝐹 (3.48)

Dimana,

𝐿𝑀𝑇𝐷 = Log Mean Tempperature Difference (oC)

𝐹 = Faktor koreksi

Log Mean Tempperature Difference (LMTD) merupakan

rata-rata perbedaan temperatur antara fluida panasdan fluida

dingin. LMTD dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

berikut [13]

𝐿𝑀𝑇𝐷 =(𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜)−(𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)

𝑙𝑛 (𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑜

𝑇ℎ,𝑜−𝑇𝑐,𝑖)

(3.49)

Faktor koreksi (F) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

berikut [13]

𝐹 =√𝑅2+1 ln(1−𝑆)/(1−𝑅𝑆)

(𝑅−1) ln2−𝑆(𝑅+1−√𝑅2+1)

2−𝑆(𝑅+1+√𝑅2+1)

(3.50)

Dengan nilai R didapatkan dari persamaan berikut [13]

𝑅 =𝑇ℎ,𝑖−𝑇ℎ,𝑜

𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖 (3.51)

dan nilai S [13]

𝑆 =𝑇𝑐,𝑜−𝑇𝑐,𝑖

𝑇ℎ,𝑖−𝑇𝑐,𝑖 (3.52)

38

Dimana,

R , S = Faktor efisiensi temperatur

Luas permukaan perpindahan panas dapat dihitung dengan

persamaan berikut [13]

𝐴𝑜 = 22

7 𝑑𝑜 𝐿𝑡𝑖 𝑁𝑡 𝑁𝑠 (3.53)

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, maka dapat

ditentukan koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi

aktual dengan menggunkan persamaan berikut [13]

𝑈𝑎 =𝑄

𝐿𝑀𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐴𝑜 (3.54)

Dimana

𝑈𝑎 = Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi

aktual (W/ m2 oC )

Sedangkan koefisien perpindahan panas keseluruhan pada

kondisi terjadi fouling dapat dihitung dengan persamaan berikut

[19]

1

𝑈𝑓=

𝑑𝑜

𝑑𝑖 ℎ𝑖+

𝑑𝑜 𝑅𝑓,𝑖

𝑑𝑖+

𝑑𝑜 ln( 𝑑𝑜 𝑑𝑖

)

2 𝐾𝑤+ 𝑅𝑓,𝑜 +

1

ℎ𝑜 (3.55)

Dimana

𝑈𝑓 =Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada kondisi terjadi

fouling (W/ m2 oC )

do = Diameter luar tube (m)

di = Diameter dalam tube (m)

Rf,i = Resistansi fouling pada tube (m2 oC /W)

Rf,o = Resistansi fouling pada shell (m2 oC /W)

hi = Koefisien perpindahan panas pada tube (W/m2 oC)

hs = Koefisien perpindahan panas pada shell (W/m2 oC)

Kw = Konduktifitas termal material tube (W/ m OC)

3.6 Perhitungan Pressure Drop

Pressure drop pada sisi tube dihitung dengan menggunakan

Pethukov and Popov's Methods [13]

∆𝑃𝑡 = [2 𝑥 𝑓 𝐿 𝑥 𝑁𝑝

𝑑𝑖+ 2 𝑥 𝑁𝑝] 𝑥 𝜌𝑡 𝑥 𝑉2 (3.56)

39

𝑓 = (1,58 ln 𝑅𝑒𝑡 − 3,28)2 (3.57)

Dimana,

∆𝑃𝑡 = Pressure drop sisi tube (kg/cm2)

f = Faktor friksi

L = Panjang tube (m)

𝜌𝑡 = Kalor jenis pada tube (kg/m3)

V = Kecepatan fluida (m/s)

Pressure drop pada sisi shell dihitung dengan menggunakan Bell

Delaware’s Methods [13]

∆𝑃𝑠 = 𝑓 𝐺𝑠

2 𝐷𝑠 (𝑁𝑏+1)

𝜌𝑠 𝑑𝑜 (𝜇𝑠𝜇𝑤

)0,14 (3.58)

𝑓 = 𝑒0,576−0,19 ln 𝑅𝑒𝑠 (3.59)

Dimana,

∆𝑃𝑠 = Pressure drop sisi shell (kg/cm2)

f = Faktor friksi

𝜌𝑠 = Kalor jenis pada shell (kg/m3)

3.7 Perhitungan Kinerja Pompa

Adanya fouling mengakibatkan tekanan menurun sehingga

menambah kerja pompa. Kinerja pompa (Wp) dapat diketahui

dengan menggunakan persamaan kinerja pompa sebagai berikut

[9]

𝑊𝑝 =𝑚 𝑥 𝛥𝑝

𝜂 (3.60)

Dimana,

m = Aliran masa (kg/s)

Δp = Pressure drop (kg/ 𝑐𝑚2 )

𝜂 = Efisiensi heat exchanger

3.8 Validasi Permodelan STHE

Validasi digunakan untuk menentukan seberapa valid hasil

pemodelan yang telah dihitung. Proses validasi dilakukan dengan

cara membandingkan hasil pemodelan dengan data sheet atau data

desain heat exchanger. Data desain tersebut dianggap data yang

paling benar yang sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,

40

sehingga data desain dijadikan pedoman untuk melakukan validasi.

Hasil pemodelan dikatakan valid apabila variasi antara hasil

pemodelan dengan data sheet kecil atau sama.

3.9 Optimisasi dengan Beberapa Metode Stochastic Algorithm

Pada tahap ini yaitu dilakukan optimisasi dari permodelan

STHE yang telah dilakukan. Fungsi tujuan optimisasi adalah

fouling resistance yang minimall. Variabel yang dioptimisasi

adalah diameter dalam shell (Ds), diameter luar tube (do), dan

jumlah baffle (Nb).

Optimisasi dilakukan dengan menggunakan beberapa metode

stokastik yakni Genetic Algorithm (GA), Rain Water Optimization

(RWA), Particle Swarm Optimization (PSO), Duelist Algorithm

(DA) dan Killer Whale Algorithm (KWA). Properti yang

dibutuhkan dalam optimisasi diantaranya sebagai berikut:

a. Jumlah variabel yang dioptimisasi

Variabel yang mempengaruhi fungsi tujuan yakni diameter

dalam shell (Ds), diameter luar tube (do), dan jumlah baffle (Nb),

maka jumlah variabel yang dioptimisasi adalah 3.

b. Batas pada variabel optimisasi

Batas variabel optimisasi digunakan sebagai seberapa besar

jangkauan untuk mengacak nilai-nilai variabel optimisasi agar

memenuhi fungsi tujuan. Batas atas dan batas bawah diperoleh

berdasarkan standar TEMA yang disesuaikan dengan pemodelan

STHE [8]. Batas atas dan batas bawah variabel optimisasi sebagai

berikut :

diameter dalam shell = 0,5 m – 0,9 m

diameter luar tube = 0,0127 m – 0,02224 m

jumlah baffle = 5 – 7

c. Jumlah populasi

Jumlah populasi menentukan jumlah generasi pada masing-

masing metode yang akan terlibat dalam proses optimisasi. Jumlah

populasi yang digunakan adalah 200.

d. Iterasi

Iterasi digunakan untuk menentukan jumlah pengulangan

proses optimisasi. Pada tugas akhir ini digunakan 200 kali iterasi.

41

Hal ini ditentukan berdasarkan grafik hasil optimisasi pada

software MATLAB yang telah menunjukkan nilai yang konstan

pada iterasi ke 200. Apabila grafik telah konstan dan hasil

optimisasi tidak berubah, maka iterasi telah selesai.

3.10 Perhitungan Saving (JHE)

Pada tahap ini setelah dilakukan optimisasi nilai diameter

dalam shell (Ds), diameter luar tube (do), dan jumlah baffle (Nb)

maka didapatkan nilai parameter yang optimal untuk mendapatkan

saving (JHE) yang optimal pula. Saving (JHE) dapat didapatkan

dari maksimum energi yang dapat disimpan atau didapatkan

(energy recovery) [9]. Tetapi ketika penggunaan heat exchanger

maka untuk mendapatkan saving (JHE) maksimum maka capital

cost dan pump cost harus minimum serta dipengaruhi dengan

pemilihan jadwal pembersihan dan maintenance cost [20].

Persamaan untuk mendapatkan nilai saving (JHE) adalah

sebagi berikut

𝑆𝑎𝑣𝑖𝑛𝑔 (𝐽𝐻𝐸) = 𝐸 − (𝐶𝐶 + 𝑃𝑐+𝑀𝐻𝐸) (3.61)

Dengan perhitungan Energy recovery (E), Capital Cost (𝐶𝐶), Pump

Cost (Pc) dan Maintenance Cost (𝑀𝑐) adalah sebagai berikut

• Energy recovery (E)

𝐸 = 𝑄 𝑥 𝐶𝐸 (3.62)

Dimana:

E = Energy recovery (USD)

Q = Heat duty (GW)

CE = Energy cost (USD/GW) = 2,48 [9]

• Capital Cost (𝐶𝐶)

𝐶𝑐 = 𝐴 𝑥 𝐶𝐻𝐸 (3.63)

Dimana:

𝐶𝑐 = Capital cost (USD)

A = Luas area ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑒𝑥𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒𝑟 (𝑚2)

𝐶𝐻𝐸 = 𝐶𝑜𝑠𝑡 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑒𝑥𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒𝑟 (𝑈𝑆𝐷

𝑚2 ) = 359,77 [9]

42

• Pump Cost (Pc)

𝑃𝑐 = 𝑊𝑝 𝑥 𝑃𝑢 (3.64)

Dimana:

𝑃𝑐 = 𝑃𝑢𝑚𝑝 𝑐𝑜𝑠𝑡 (𝑈𝑆𝐷)

𝑊𝑝 = Kinerja pompa (𝐾𝑊ℎ)

𝑃𝑢 = Pump cost STHE (USD/KWh) = 0,021 [19]

• Maintenance Cost (𝑀𝑐)

𝑀𝑐 = 𝑛 𝑥 𝑀𝐻𝐸 (3.64)

Dimana:

𝑀𝑐 = 𝑀𝑎𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡 (𝑈𝑆𝐷)

𝑛 = jumlah pembersihan

𝑀𝐻𝐸= Maintenance cost HE (USD)= 30.000 [19]

43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemodelan dan Validasi STHE

Salah satu komponen dalam optimisasi tekno-ekonomi pada

desain STHE adalah pemodelan STHE. Pemodelan STHE terdiri

dari beberapa parameter, variabel dan persamaan empiris serta

kesetimbangan massa dan energi yang menghubungkan parameter-

parameter dan variabel-variabel. Variabel-variabel akan ditentukan

oleh optimizer dalam rangka memaksimalkan saving. Harga

parameter-parameter yang diperlukan dalam pemodelan STHE

berupa kondisi operasi dan properti fluida pada sisi shell dan tube

tertera pada Tabel 4.1.

44

Tabel 4. 1 Data kondisi operasi dan properti fluida pada existing STHE

No Properties

Shell (hot fluid) Tube (cold fruit)

Inlet Outlet Inlet Outlet

1 Fluid MP Steam Main Column Bottom

2 Fluid quantity

(kg/s) 10,7727778 10,7727778 35,3675000 35,3675000

3 Temperature

(oC) 214 320 359 325

4 Density

(kg/m3) 10,2940 7,7298 860,8000 884,5000

5 Viscosity

(kg/ m s) 0,0000162 0,0000209 0,0004570 0,0005750

6 Specific heat

(kcal/kg oC) 0,7659 0,5441 0,5800 0,5600

7 Thermal conductivity

(kcal/s m oC) 0,0000100 0,0000114 0,0000192 0,0000203

8 Velocity

(m/s) - 1,39

9 Pressure drop

(kg/cm2) 0,352 0,352

45

Variabel-variabel dan parameter-parameter akan digunakan

untuk menghitung koefisien perpindahan panas pada sisi shell (hs)

dan sisi tube (ht), overall heat transfer coefficient (Uf), luas

permukaan perpindahan panas heat exchanger (Ao), heat duty (Q),

dan pressure drop pada sisi shell (ps) dan sisi tube (pt)

menggunakan persamaan (3.3) sampai persamaan (3.60).

Hasil pemodelan yang telah dilakukan divalidasi dengan data

yang tersedia pada data desain yang diketahui, dengan memberikan

input yang sama pada model yang telah dibuat. Hasil validasi

model STHE dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4. 2 Hasil validasi pemodelan STHE

No Variabel Satuan Desain Pemodelan Variasi

1 Hs

w/m2 oC 796,24795 815,0560 2%

2 Ht

w/m2 oC 1536,4626 1536,0234 0%

3 Uf

w/m2 oC 338,11 338,015 0%

4 Ao m2 102,07 101,668 0%

5 Q MW 2,05 2,0509 0%

6 Ps Psi 4,978155 4,593543 -8%

7 Pt Psi 4,978155 4,583221 -8%

Tabel 4.2 merupakan hasil pemodelan heat exchanger yang

telah dibandingkan dengan data desain heat exchanger. Variasi

merupakan perbedaan antara hasil pemodelan dengan data desain

heat exchanger. Validasi digunakan untuk mengetahui seberapa

valid hasil pemodelan yang telah dihitung. Koefisien perpindahan

panas pada sisi shell (hs) memiliki variasi sebesar 2% hal ini

dipengaruhi oleh faktor koreksi di sisi shell. Sedangkan nilai

pressure drop sisi shell (Δps) memiliki variasi 8% dan nilai

pressure drop sisi tube (Δpt) memiliki variasi 8% lebih rendah dari

data desain karena dipengaruhi oleh faktor friksi yakni gesekan

antara fluida dengan pipa baik pada sisi shell maupun tube.

46

4.2 Hasil Pemodelan dan Validasi Fouling

Hasil pemodelan pada heat exchanger akan mempengaruhi

pada nilai fouling resistance. Fouling yang terdapat pada heat

exchanger dimodelkan dengan metode Polley Model pada

persamaan (3.43). Pemodelan fouling ini brertujuan untuk

mengetahui fouling yang optimal guna merancang desain yang

juga optimal sehingga nantinya dapat mempengaruhi nilai dari

fungsi objektif yaitu maksimum saving. Hasil pemodelan dan

validasi fouling terdapat pada Tabel 4.3 berikut ini

Tabel 4. 3 Hasil pemodelan dan validasi fouling

No Variabel Satuan Desain Pemodelan Variasi

1 Rft

m2

oC/W 0,00052 0,00052 0%

2 Rfs

m2

oC/W 0,00009 0,00009 0%

4.3 Analisa Sensitifitas Variabel-Variabel Optimisasi

Terhadap Saving (JHE)

Proses optimisasi adalah suatu metode untuk memperoleh

nilai optimal dari fungsi tujuan yang telah ditentukan. Pada

optimisasi tekno-ekonomi ini dipengaruhi oleh pemilihan desain

yang optimal untuk mencapai nilai saving heat exchanger. Pada

optimisasi desain heat exchanger menggunakan tiga variabel

geometri yang didapatkan dari hasil pemodelan heat exchanger.

Variabel tersebut adalah diameter dalam shell (Ds), diameter luar

tube (do), dan jumlah baffle (Nb). Pemodelan variabel tersebut akan

mempengaruhi hasil dari fungsi tujuan dan nilai saving STHE.

Pengaruh variabel yang dioptimisasi terhadap nilai saving dapat

dilihat pada grafik berikut ini

47

a. Pengaruh diameter luar tube (do)

Gambar 4. 1 Pengaruh diameter luar tube (do) terhadap saving

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa diameter luar tube

dapat mempengaruhi hasil saving. Semakin kecil ukuran diameter

luar tube maka semakin besar saving yang didapatkan. Diameter

luar tube akan mempengaruhi nilai Reynold number pada sisi tube

sehingga mempengarhui pada hasil perhitungan fouling resistance

(Rft) pada sisi tube heat exchanger. Nilai fouling resistance (Rft)

yang kecil akan menyebabkan nilai pressure drop pada sisi tube

(pt) juga semakin kecil. Nilai pressure drop pada sisi tube (pt) akan

menyebabkan beban kinerja pompa (Wp) semakin kecil pula,

sehingga nilai pumping cost (Pc) akan berkurang dan

menyebabkan saving (JHE) akan naik.

-

50.000.000

100.000.000

150.000.000

200.000.000

250.000.000

300.000.000

350.000.000

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0

savi

ng h

eat

exch

anger

(USD

)

variasi diameter luar tube (m)

48

b. Pengaruh diameter dalam shell (Ds)

Gambar 4. 2 Pengaruh diameter dalam shell (Ds) terhadap

saving

Dalam Gambar 4.2 terlihat bahwa diameter dalam shell akan

mempengaruhi saving dari heat exchanger. Semakin besar

diameter dalam shell maka saving (JHE) semakin tinggi sehingga

fouling resistance akan semakin rendah. Persamaan fouling dengan

menggunakan Polley model bergantung pada perubahan bilangan

Reynold, semakin besar bilangan Reynold maka fouling resistance

akan semakin rendah. Nilai fouling resistance akan semakin rendah

dengan nilai diameter dalam shell yang semakin kecil. Diameter

dalam shell menyebabkan perubahan pada luas permukaan

perpindahan panas heat exchanger (Ao) baik di sisi shell maupun

di sisi tube. Semakin kecil diameter dalam shell maka luas

permukaan perpindahan panas heat exchanger (Ao) pada sisi shell

dan tube akan semakin kecil juga. Hal ini akan menyebabkan nilai

capital cost (Cc) juga semakin kecil. Sehingga saving (JHE)

semakin optimal. Sehingga diperlukan desain diameter dalam shell

-

50.000.000

100.000.000

150.000.000

200.000.000

250.000.000

300.000.000

0,6 0,8 1,0 1,2 1,4

savi

ng h

eat

exch

anger

(U

SD

)

variasi diameter dalam shell (m)

49

(Ds) heat exchanger yang optimal untuk mendapatkan saving

(JHE) yang maksimal.

c. Pengaruh jumlah baffle (Nb)

Gambar 4. 3 Pengaruh jumlah baffle (Nb) terhadap saving

Pada Gambar 4.3 diatas, jumlah baffle akan mempengaruhi

saving STHE. Sesuai pemodelan heat exchanger Jumlah baffle

hanya mempengaruhi geometri pada sisi shell. Koefisien

perpindahan panas pada sisi shell (hs) akan lebih besar ketika

jumlah baffle semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan fungsi dari

baffle yaitu sebagai sekat pada sisi shell untuk menjaga aliran

fluida agar terbentuk aliran turbulance. Koefisien perpindahan

panas pada sisi shell (hs) yang besar maka akan menyebabkan

pressure drop akan lebih kecil. Hal ini yang menyebabkan

perhitungan saving akan semakin optimal.

4.4 Optimisasi SHTE Menggunakan Beberapa Metode

Algoritma Stokastik

Pada proses optimisasi dilakukan dengan menggunakan

metode stokastik yakni Genetic Algorithm (GA), Rain Water

Optimization (RWA), Particle Swarm Optimization (PSO), Khiller

Whale Algorithm (KWA) dan Duelist Algorithm (DA) dan . Properti

yang dibutuhkan dalam proses optimisasi diantaranya adalah

130.000.000

140.000.000

150.000.000

160.000.000

170.000.000

3 4 5 6 7 8 9 10savi

ng h

eat

exch

anger

(U

SD

)

variasi jumlah baffle

50

jumlah populasi yang digunakan adalah 200, jumlah variabel yang

dioptimisasi yaitu diameter dalam shell (Ds), diameter luar tube

(do), dan jumlah baffle (Nb), batas atas dan batas bawah optimsasi

dan jumlah iterasi yang digunakan adalah 200. Proses optimisasi

akan menghasilkan nilai fungsi objektif yang sudah ditentukan.

Iterasi untuk tiap generasi dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah

ini

Gambar 4. 4 Hasil optimisasi menggunakan beberapa metode

algoritma stokastik

Pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa optimisasi sistem

dilakukan menggunakan software MATLAB yakni dengan cara

memasukkan pemodelan heat exchanger dan fouling resistance,

fungsi tujuan optimisasi, properties optimisasi dan algoritma yang

digunakan. Grafik tersebut menunjukkan hasil optimisasi sampai

dengan iterasi ke 200 yang stabil yaitu hasil fouling resistance yang

paling minimal. Pada metode Genetic Algorithm (GA) hasil fungsi

obyektif yang optimal yaitu pada nilai fouling resistance pada sisi

shell (Rfs) adalah 0,000071 atau berkurang 18% dan fouling

resistance pada sisi tube (Rft) adalah 0,000287 atau berkurang

44%. Pada metode Rain Water Optimization (RWA) hasil fungsi

0,00035

0,0003555

0,000361

0,0003665

0,000372

0,0003775

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Fou

ling

Res

ista

nce

(m

2 o

C/W

)

Iterasi

DA RWA PSO KWA GA

51

obyektif yang optimal setelah dioptimisasi pada nilai fouling

resistance pada sisi shell (Rfs) adalah 0,000072 atau berkurang

16% dari data desain dan fouling resistance pada sisi tube (Rft)

adalah 0,000289 atau berkurang 44% dari data desain. Selanjutnya

pada hasil optimisasi terhadap fungsi obyektif dengan

menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO)

menunjukkan hasil nilai fouling resistance sisi shell (Rfs) adalah

0,000290 atau berkurang 44% dan fouling resistance pada sisi tube

(Rft) adalah 0,000071 atau berkurang 18%.

Metode algoritma stokastik lainnya yang digunakan adalah

metode Khiller Whale Alghorithm (KWA). Hasil optimisasi

terhadap fungsi obyektif menunjukkan nilai fouling resistance

pada sisi shell (Rfs) adalah 0,000290 atau berkurang 44% dan

fouling resistance pada sisi tube (Rft) adalah 0,000071 atau

berkurang 18%. Hasil optimisasi terhadap fungsi obyektif dengan

menggunakan metode Duelist Algorithm (DA) dengan hasil fungsi

obyektif yang optimal setelah dioptimisasi dengan metode DA

yaitu pada nilai fouling resistance pada sisi shell (Rfs) adalah

0,000281 atau berkurang 46% dan fouling resistance pada sisi tube

(Rft) adalah 0,000070 atau berkurang 19%.

4.5 Analisa Hasil Optimisasi

Pemodelan STHE dan fouling yang telah dilakukan maka

selanjutnya adalah proses optimisasi. Hasil optimisasi ini meliputi

hasil optimisasi pada perubahan geometri STHE dan perubahan

kondisi operasi serta analisa dari segi ekonomi.

4.5.1 Analisa Geometri Heat Exchanger

Berikut ini adalah hasil optimisasi desain geometri heat

exchanger menggunakan beberapa metode algoritma stokasti

52

Tabel 4. 4 Hasil optimisasi geometri heat exchanger dengan beberapa metode stochastic algorithm

Variable Unit Design GA Differ. RWA Differ. PSO Differ. KWA Differ. DA Differ.

do m 0,0254 0,0217 -15% 0,0222 -13% 0,0222 -13% 0,0222 -13% 0,0216 -15%

nb 8 6,65 -17% 6,76 -16% 7 -13% 7 -13% 6,26 -22%

ds m 0,7 0,6 -14% 0,6 -14% 0,6 -14% 0,6 -14% 0,6 -14%

di m 0,0199 0,0163 -18% 0,0167 -16% 0,0167 -16% 0,0167 -16% 0,0161 -19%

ltp m 0,0318 0,0271 -15% 0,0278 -12% 0,0278 -12% 0,0278 -12% 0,0270 -15%

Nt 131 129,86 -1% 125,05 -5% 124,58 -5% 125,04 -5% 126,37 -4%

At m2 0,0406 0,0269 -34% 0,0273 -33% 0,0273 -33% 0,0273 -33% 0,0268 -34%

Dotl m 0,6880 0,5880 -15% 0,5880 -15% 0,5880 -15% 0,5880 -15% 0,5880 -15%

Dctl m 0,6626 0,5663 -15% 0,5658 -15% 0,5658 -15% 0,5658 -15% 0,4695 -29%

Sm m2 0,0723 0,0737 2% 0,0726 0% 0,0704 -3% 0,0704 -3% 0,07100 -2%

Ntcc 10,406 10,240 -2% 10,205 -2% 10,187 -2% 10,205 -2% 10,205 -2%

53

Pada hasil optimisasi pada geometri STHE dengan beberapa

metode stochastic algorithm diketahui bahwa tiga variabel yang

dioptimisasi yaitu do, Nb dan Ds memiliki ukuran yang lebih kecil

dari data desain. Penurunan ukuran geometri variabel tersebut

menyebabkan geometri yang lainnya juga mengalami perubahan

ukuran. Hasil optimisasi menunjukkan penurunan terbesar yaitu

pada metode Duelist Algorithm (DA) pada do, Nb dan Ds secara

berurutan yaitu 15%, 22% dan 14%. Perubahan geometri ini

berpengaruh pada hasil optimisasi fungsi obyejektif yaitu fouling

resistance (Rf).

Pada sisi tube, ketika diameter dluar tube (do) berkurang maka

ukuran geometri diameter luar tube (di) juga akan berkurang.

Diameter luar tube (di) terkecil hasil optimsasi yaitu pada metode

Duelist Algorithm (DA). Diameter luar tube (di) berbanding lurus

dengan jumlah tube (Nt). Jumlah tube (Nt) yang berkurang akan

menyebabkan luas permukaan tube (At) juga akan berkurang.

Geometri luas permukaan tube (At) ini mempengaruhi langsung

pada nilai Reynold Number (Re). Setelah dilakukan optimisasi,

nilai luas permukaan tube (At) mengalami penurunan terbesar

pada metode Duelist Algorithm (DA) sebesar 34%. Sehingga

Reynold Number (Re) naik maka nilai fouling resistance (Rf) akan

berkurang.

Pada sisi shell, ketika diameter dalam shell (Ds) berkurang

maka diameter tube bank outer (Dotl) juga akan turun. Nilai

diameter tube bank outer (Dotl) ini menyebabkan diameter bundle

(Dctl) juga akan berkurang. Sehingga jumlah tube (Nt) juga akan

turun. Selain itu diameter bundle (Dctl) yang lebih sedikit dari data

desain menyebabkan luas aliran crossflow pada sisi shell (Sm) juga

akan turun. Luas aliran crossflow pada sisi shell (Sm) menyebabkan

bilangan Reynold number pada sisi shell (Res) meningkat. Pada

kondisi di sisi shell, ketika Reynold number meningkat maka

fouling resistance pada sisi shell akan turun.

4.5.2 Analisa Kondisi Operational

Optimisasi yang dilakukan pada desain heat exchanger akan

memberikan pengaruh pada kondisi operasi dari heat exchnager

54

baik pada sisi tube maupun sisi shell. Berikut ini merupakan hasil

perubahan nilai kondisi operasi setelah dilakukan proses optimisasi

menggunakan beberapa metode stokastik

55

Tabel 4. 5 Hasil optimisasi kondisi operasi heat exchanger dengan beberapa metode stochastic algorithm

Var. Design GA Differ. RWA Differ. PSO Differ. KWA Differ. DA Differ.

fs 0,199 0,210 6% 0,210 5% 0,208 5% 0,2083 5% 0,2133 7%

ps 4,978 3,838 -23% 3,707 -26% 4,030 -19% 4,0378 -19% 3,1703 -36%

ft 0,005 0,005 -4% 0,005 -4% 0,005 -4% 0,0051 -4% 0,0051 -4%

pt 4,978 4,387 -12% 4,315 -13% 4,308 -13% 4,315 -13% 4,4247 -11%

Rft 0,0005 0,000287 -44% 0,000289 -44% 0,000290 -44% 0,000290 -44% 0,000281 -46%

Rfs 0,0001 0,000071 -18% 0,000072 -16% 0,000071 -18% 0,000071 -18% 0,000070 -19%

Cond 0,0002 0,0002 2% 0,00015 2% 0,00015 2% 0,00015 2% 0,00015 2%

Uf 338,0146 416,09 23% 415,87 23% 416,36 23% 416,3742 23% 417,529 24%

Ao 101,6682 83,76 -18% 82,03 -19% 82,48 -19% 82,64 -19% 83,0554 -18%

Q 2,0509 2,05 0% 2,05 0% 2,05 0% 2,05 0% 2,05 0%

Wps 67,0357 51,69 -23% 49,91 -26% 54,26 -19% 54,37 -19% 42,69 -36%

Wpt 220,0811 193,96 -12% 190,76 -13% 190,45 -13% 190,76 -13% 195,61 -11%

56

Berdasarkan pada Tabel 4.5 diatas, hasil optimisasi pada tiga

variabel geometri heat exchnager yaitu diameter luar tube (do),

diameter dalam shell (Ds) dan jumlah baffle (Nb) juga akan

mempengaruhi perubahan kondisi operasi. Pada hasil optimisasi

diatas dengan menggunakan beberapa metode optimisasi

stokastik,untuk mendapatkan fouling resistance yang minimal

perlu mengoptimalkan kondisi operasi.

Nilai fouling resistance (Rf) yang turun akan mengakibatkan

nilai overall heat transfer coefficient (Uf) akan naik. Kenaikan (Uf)

yang tertinggi yaitu pada metode Duelist Algorithm (DA) sebesar

24% yang diakibatkan karena penurunan fouling resistance (Rf).

Hal ini juga dikarenakan setelah dilakukan optimisasi desain, maka

nilai heat transfer area (Ao) juga akan semakin berkurang sebesar

18%.

Sesuai dengan konstrain yang telah ditentukan yaitu nilai heat

duty (Q) pada shell and tube heat exchanger tidak boleh lebih dari

data desain heat exchanger sebesar 2,05 MW. Heat duty adalah

panas yang harus diserap oleh heat exchanger. Apabila nilai heat

duty tidak terpenuhi maka efisiensi heat exchanger menjadi tidak

maksimal. Optimisasi ini dilakukan dengan kondisi nilai heat duty

tetap atau stabil pada nilai 2,05 MW. Nilai heat duty (Q) ini yang

akan mempengaruhi besarnya Energy recovery (E).

Konstrain yang lainnya yakni pressure drop pada sisi shell

(Δps) dan sisi tube (Δpt) yang nilainya juga tidak boleh melebihi

data desain yakni sebesar 4,5 psi. Apabila nilai pressure drop (Δp)

melebihi nilai data desain heat exchanger maka berpengaruh pada

konsumsi pompa (Wp) yang membutuhkan energi lebih besar. Pada

hasil optimisasi, penurunan pressure drop (Δp) terbesar pada

metode Duelist Algorithm (DA) yaitu sebesar 36% pada sisi shell

(Δps) dan 11% pada sisi tube (Δpt). Nilai pressure drop (Δp) yang

turun mengakibatkan kinerja pompa (Wp) turun dan biaya pompa

(Pu) juga akan mengalami penurunan.

4.5.3 Analisa Segi Ekonomi

Fungsi objektif dalam optimasi ini bertujuan untuk

mencapai minimum fouling resistance agar didapatkan saving

57

(JHE) yang maksimal. Kondisi maksimum sendiri ialah ketika

dapat menghemat dari segi ekonomi. Energy recovery, capital

cost¸ biaya pompa, biaya pembersihan menjadi parameter untuk

menghitung penghematan ekonomi. Berikut ini merupakan hasil

analisa dari segi ekonomi setelah dilakukan optimisasi

menggunakan beberapa metode algoritma stokastik.

a. Energy Recovery (E)

Hasil perhitungan energy recovery (E) setelah dilakukan

optimisasi dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. 5 Hasil perhitungan energy recovery (E)

Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa setelah

dilakukan optimisasi, dapat dihitung untuk energy recovery (E)

yang dihasilkan oleh heat exchanger. Perhitungan energy recovery

(E) ini dengan energy cost (Ce) yaitu 2,48 USD/GW yang

menggunakan persamaan (3.62). Energy recovery (E) ini

dipengaruhi oleh besar heat duty. Hasil optimisasi menunjukkan

bahwa energy recovery (E) terbesar pada metode Duelist Algorithm

(DA) yaitu memiliki perbedaan 0,01% dari data desain berubah

menjadi 1.604.100 USD.

1.604.011

1.603.290

1.602.300

1.602.900 1.602.900

1.604.100

1.601.000

1.601.500

1.602.000

1.602.500

1.603.000

1.603.500

1.604.000

1.604.500

DESAIN GA RWA PSO KWA DA

Ener

gy

reco

very

(U

SD

)

Metode optimisasi

58

b. Capital cost (Cc)

Hasil perhitungan capital cost (Cc) setelah dilakukan

optimisasi dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. 6 Hasil perhitungan Capital cost (Cc)

Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat grafik hasil perhitungan

capital cost (Cc) setelah dilakukan optimisasi desain. Capital cost

(Cc) ini dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan panas pada

heat exchanger (Ao) dengan cost heat exchanger sebesar 359,77

USD/m2 yang menggunakan persamaan (3.63). Pada hasil

optimisasi geometri, didapatkan luas permukaan perpindahan

panas pada heat exchanger (Ao) semakin kecil sehingga nilai

capital cost (Cc) juga semakin rendah. Ketika nilai capital cost

(Cc) maka akan didapatkan saving (JHE) yang maksimal sesuai

dengam persamaan 3.59. Sehingga untuk mendapatkan saving

yang maksimal maka nilai pada luas permukaan perpindahan panas

heat exchanger (Ao) harus seminimal mungkin. Capital cost (Cc)

hasil optimisasi terendah yaitu pada metode Duelist Algorithm(DA)

dengan penurunan 18,81% menjadi 2.970 USD.

c. Pump Cost (Pu)

Hasil perhitungan pump cost (Pu) setelah dilakukan

optimisasi dapat dilihat pada gambar berikut:

3.658

2.971 2.972 2.973 2.973 2.970

100

600

1.100

1.600

2.100

2.600

3.100

3.600

4.100

DESAIN GA RWA PSO KWA DA

Ca

pit

al C

ost

(U

SD

)

Metode optimisasi

59

Gambar 4. 7 Hasil perhitungan Pump cost (Pu)

Kinerja pompa (Wp) disebabkan karena nilai pressure drop

(Δp) baik disisi shell (Δps) dan sisi tube (Δpt). Ketika nilai hasil

optimisasi fouling reisstance (Rf) berkurang maka pressure

drop(Δp) pada sisi shell maupun tube juga akan mengecil. Ketika

pressure drop(Δp) berkurang, maka akan mengurangi beban kerja

dari pompa (Wp) sehingga dapat bekerja maksimal sesuai pada

persamaan (3.64). Pada gambar 4.7 diatas, hasil optimisasi

menunjukkan bahwa pump cost (Pu) yang paling minimum yaitu

pada metode Duelist Algorithm (DA) mengalami penurunan

sebesar 18,9% menjadi 428.380 USD.

d. Saving (JHE)

Biaya saving heat exchanger (JHE) juga dipengaruhi oleh

adanya jadwal pembersihan pada unit STHE yang dilakukan.

Jadwal pembersihan ini menggunakan biaya pembersihan sebesar

30.000 USD/maintenance. Jumlah pembersihan diasumsikan

dilakukan 1x pembersihan selama 1 tahun dengan 10 tahun

estimasi pemakaian STHE.

Optimisasi yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan

fouling resistance (Rf) yang minimum sehingga saving (JHE)

528.180

432.340 442.750 450.870 450.950 428.380

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

DESAIN GA RWA PSO KWA DA

Pum

p c

ost

(U

SD

)

Metode optimisasi

60

dapat maksium. Hasil saving (JHE) setelah dilakukan optimisasi

adalah dapat dilihat pada grafik berikut ini

Gambar 4. 8 Hasil perhitungan Saving (JHE)

Berdasarkan pada gambar 4.8 diatas, hasil perhitungan Saving

(JHE) dengan saving terbesar adalah pada metode Duelist

Algorithm (DA). Saving (JHE) didapatkan dari energy recovery (E)

yang maksimum dari pengaruh heat duty (Q) sesuai persamaan

(3.62), capital cost (Cc) yang minimum dari pengaruh heat transfer

area (Ao) sesuai persamaan (3.63), pumping cost (Pu) minimum

dari pengaruh kinerja pompa (Wp) sesuai persamaan (3.64) dan

maintenance cost (Mc) yang dipengaruhi biaya pembersihan sesuai

persamaan (3.65). Sesuai hasil optimisasi, saving (JHE) meningkat

sebesar 9,7% dari desain menjadi 1.142.750 USD.

4.6 Analisa Pengaruh Interval Pembersihan terhadap Fouling

Resistance

Pada proses kinerja sebuah STHE diperlukan adanya

pembersihan berkala yang dilakukan pada unit STHE. Pembersihan

dilakukan karena disebabkan adanya fouling yang mempengaruhi

kinerja STHE. Pada analisa pengaruh fouling resistance (Rf)

dengan interval pembersihan terhadap saving (JHE), skenario yang

1.042.174

1.137.937

1.116.599 1.119.753 1.122.177

1.142.750

980.000

1.000.000

1.020.000

1.040.000

1.060.000

1.080.000

1.100.000

1.120.000

1.140.000

1.160.000

DESAIN GA RWA PSO KWA DA

Sa

vin

g S

TH

E (

US

D)

Metode optimisasi

61

digunakan adalah dengan 6 tahun penggunaan heat exchanger.

Berikut ini merupakan pengaruh fouling berdasarkan interval

pembersihan yang dilakukan pada sisi shell dan sisi tube

a. Pengaruh interval pembersihan terhadap fouling resistance

Gambar 4. 9 Pengaruh interval pembersihan terhadap fouling

resistance

Fouling resistance yang terbentuk pada sebuah heat

exchanger juga perlu adanya pembersihan secara berkala.

Berdasarkan grafik pada gambar 4.9 diatas, ketika dilakukan

pembersihan sekala berkala dengan jangka waktu 1 tahun sekali

dalam 6 tahun pembersihan maka fouling yang terbentuk akan

berkurang secara periodik dan naik lagi setelah selang waktu

tertentu. Pembersihan dilakukan ketika nilai fouling yang mula-

mula 0 hingga mencapai jumlah fouling maksimal pada 0,00061

m2 oC/W. Kemudian akan turun lagi hingga bersih setelah

dilakukan pembersihan.

Pada pembersihan dengan skenario 2 tahun sekali dalam 6

tahun, maka fouling resistance (Rf) yang terbentuk akan naik

menjadi 0,001212 m2 oC/W. Kemudian akan turun ketika

dibersihkan kemudian naik lagi setelah pembersihan. Sedangkan

pada skenario 3 tahun sekali maka fouling resistance (Rf) yang

terbentuk akan naik menjadi 0,001818 m2 oC/W. Ketika dilakukan

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

0,003

0,0035

0,004

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

Fouli

ng r

esis

tance

(m

2oC

/W)

waktu (bulan)

1 tahun 2 tahun 3 tahun tanpa pemb.

62

pembersihan fouling akan turun hingga mencapai nilai 0 dan

kemudian naik dan terjadi secara periodik ketika dilakukan

pembersihan kembali.

Kondisi berbeda ketika tidak dilakukan pembersihan secara

berkala, maka kondisi fouling resistance (Rf) akan semakin naik

hingga melebihi data desain atau data fouling yang diperbolehkan.

Hal ini akan menyebabkan kinerja dari heat echanger akan

terhambat karena adanya fouling.

Penentuan jadwal pembersihan akan berpengaruh pada hasil

saving (JHE). Berikut ini adalah perubahan saving (JHE) terhadap

variasi jadwal pembersihan.

Tabel 4. 6 Pengaruh interval pembersihan terhadap saving (JHE)

Interval E Cc Pc Mc Saving

(JHE)

1 tahun

sekali 1.011.157 21.946 42.324 180.000 766.887

2 tahun

sekali 416.036 21.946 84.648 90.000 219.442

3 tahun

sekali 235.626 21.946 126.972 60.000 26.707

Jadwal pembersihan akan mempengaruhi hasil saving (JHE).

Hasil pemodelan dan optimisasi yang menyebabkan desain STHE

berubah maka akan mempengaruhi nilai energy recovery (E),

capital cost (Cc), pumping cost(Pu) dan maintenance cost (Mc).

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada interval

pembersihan 1 tahun sekali saving (JHE) yang didapatkan sebesar

766.887 USD. Pada interval 2 tahun sekali saving (JHE) yang

didapatkan turun menjadi 219.442 USD sedangkan pada interval 3

tahun sekali didapatkan saving (JHE) yang terendah sebesar

26.707 USD. Sehingga dengan interval pembersihan yang kecil

yaitu 1 tahun sekali maka saving (JHE) akan terbesar dibandingkan

dengan interval pembersihan 2 tahun sekali dan 3 tahun sekali.

63

b. Pengaruh Interval Pembersihan pada Thermal Consideration

Berdasarkan pemodelan fouling yang dilakukan, didapatkan

hasil fouling resistance berdasarkan data desain. Nilai fouling

resistance semakin lama akan semakin bertambah ketika tidak

dilakukan jadwal pembersihan untuk pengurangan jumlah fouling.

Berikut ini interval jadwal pembersihan terhadap thermal

consideration pada ketika kondisi fouled

Gambar 4. 10 Pengaruh interval pembersihan terhadap thermal

consideration

Semakin bertambahnya waktu, jumlah fouling yang semakin

besar dan akan berpengaruh pada nilai koefisien perpindahan panas

kondisi fouled (Uf) yang semakin kecil sesuai dengan persamaan

(3.53). Hal ini yang menyebabkan kinerja heat exchanger semakin

berkurang ketika tidak dilakukan jadwal pembersihan karena

semakin kecilnya koefisien perpindahan panas yang dimiliki.

c. Pengaruh Interval Pembersihan pada Hydrolic Consideration

Selain pada kondisi thermal, adanya fouling juga

mempengaruhi kondisi hydrolic pada heat exchanger. Berikut ini

merupakan pengaruh jadwal pembersihan terhadap hydrolic

consideration pada kondisi fouled

100

150

200

250

300

350

400

450

500

0 12 24 36 48 60 72

Ko

efis

ien p

erpin

dah

an p

anas

ko

ndis

i fo

luin

g (

W/m

2o

C)

waktu (bulan)

64

Gambar 4. 11 Pengaruh interval pembersihan terhadap hydrolic

consideration

Ketika tidak dilakukan jadwal pembersihan, maka semakin

bertambahnya waktu jumlah fouling yang semakin besar. Fouling

yang semakin naik akan menyebabkan koefisien perpindahan

panas kondisi fouled (Uf). Kondisi ini akan mengakibatkan heat

duty (Q) pada heat exchanger juga akan semakin kecil. Heat duty

(Q) yang kecil maka kinerja pompa akan semakin berat sehingga

beban kerja heat exchanger akan semakin besar

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

0 12 24 36 48 60 72

hea

t d

uty

(M

W)

waktu (bulan)

65

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada optimisasi tekno-ekonomi pada desain geometri heat

exchanger dengan dipengaruhi fouling fresistance menggunakan

beberapa metode algoritma stokastik memiliki kesimpulan sebagai

berikut:

a. Optimisasi pada tiga variabel optimisasi mengakibatkan

penurunan pada geometri heat exchanger yiatu diameter luar

tube (Do), jumlah baffle (Nb) dan diameter dalam shell (Ds)

pada masing-masing metode GA yaitu 15%, 17%, 14%; RWA

yaitu 13%, 16%, 14%; PSO yaitu 13%, 13%, 14%; KWA

yaitu 13%, 13%, 14%; dan DA yaitu 15%, 22%, 14%.

b. Hasil optimisasi desain heat exchanger menyebabakan

penurunan fouling resistance (Rf) keseluruhan pada masing-

masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA yaitu secara

berurutan 40,57%, 40,06%, 40,15%, 40,10% dan 41,72%.

c. Segi perhitungan ekonomi didapatkan energy recovery (E)

pada masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA

mengalami perubahan secara berurutan menjadi 1.603.290

USD, 1.602.300 USD, 1.602.900 USD, 1.602.900 USD dan

1.604.100 USD dengan nilai heat duty (Q) maksimum pada

nilai 2,05 MW.

d. Pada perhitungan ekonomi didapatkan hasil optimsasi yang

mengakibatkan capital cost (Cc) mengalami penurunan pada

masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA dan DA secara

berurutan sebesar 18,79%, 18,74%, 18,71%, 18,71% dan

18,81%.

e. Hasil optimisasi mengakibatkan pump cost (Pu) mengalami

penurunan pada masing-masing metode GA, RWA, PSO, KWA

dan DA secara berurutan sebesar 18,1%, 16,2%, 14,6%,

14,6% dan 18,9%.

f. Hasil optimisasi desain geometri heat exchanger

menyebabkan saving (JHE) meningkat pada masing-masing

metode pada GA, RWA, PSO, KWA dan DA yaitu secara

berurutan meningkat sebesar 9,2%, 7,1%, 7,4%, 7,7% dan

66

9,7%. Saving (JHE) terbesar adalah dengan menggunakan

metode Duelist Algorithm (DA)

5.2 Saran

Adapun saran dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

a. Optimisasi dengan jumlah jadwal pembersihan

ditambahkan fungsi objektif

b. Heat exchanger yang digunakan lebih dari satu jenis

c. Optimisasi heat exchnager dengan tipe dan spesifikasi

yang berbeda dari STHE

d. Pemodelan heat exchanger menggunakan pemodelan

selain dari Kern dan Thulukkanam

67

DAFTAR PUSTAKA

[1] R. V. Rao and A. Saroj, "Economic optimization of shell-

and-tube heat exchanger using Jaya," Applied Thermal

Engineering, no. 116, pp. 473-487, 2017.

[2] M. Thirumarimurugan, T. Kannadasan and E. Ramasamy,

"Performance Analysis of Shell and Tube Heat Exchanger

Using Miscible System," American Journal of Applied

Sciences, vol. 5, no. 5, pp. 548-552, 2008.

[3] K. Thulukkanam, Heat Exchanger Design Handbook, United

Kingdom: CRC Press, 2013.

[4] M. Vishwakarma and K. K. Jain, "Thermal analysis of

Helical Baffle in Heat," International Journal of Science and

Research (, vol. 2, no. 7, pp. 251-254, 2013.

[5] W. A. A. Al-Hallaf, "Theoretical Study on Heat Transfer in

the Presence of Fouling," Iraqi Journal of Chemical and

Petroleum Engineering, vol. 14, no. 1, pp. 47-53, 2013.

[6] M. D. Khairansyah and T. R. Biyanto, "Economical Aspect

of heat Exchanger Cleaning Affected by Fouling," in The 1st

International Seminar on Science and Thechnology, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2015.

[7] F. Smaïli, V. S. Vassiliadis and D. I. Wilson, "Mitigation of

fouling in refinery heat exchanger networks by optimal

management of cleaning," Energy and Fuels, vol. V, no. 15,

pp. 1038-1056, 2001.

[8] S. Richard C. Byrne, Standards of The Tubular Exchanger

Manufactures Association, New York: Tubular Exchanger

Manufacturers Association, 2007.

[9] T. R. Biyanto, H. Y. Fibrianto and M. Ramasamy, "Thermal

and Hydraulic Impacts Consideration in Refinery Crude

Preheat Train Cleaning Scheduling Using Recent Stochastic

Optimization Methods," Applied Thermal Engineering,

2016.

68

[10] Q. Yin, W. J. Du and L. Cheng, "Optimization design and

economic analyses of heat recovery exchangers," Applied

Energy, pp. 743-756, 2016.

[11] G. S. Rao, D. C. Rao and D. N. Haribabu, "HEAT

TRANSFER ANALYSIS ON SHELL AND TUBE HEAT

EXCHANGERS," INTERNATIONAL JOURNAL OF

RESEARCH IN AERONAUTICAL AND MECHANICAL

ENGINEERING, vol. 2, no. 1, pp. 11-26, 2014.

[12] B. D. Raja, R. L. Jhala and V. Patel, "Many-objective

optimization of shell and tube heat exchanger," Thermal

Science and Engineering Progress, pp. 87-101, 2017.

[13] D.Q Kern, Process Heat Transfer, New York: Mc Graw-Hill

Book Company, 1965.

[14] J. Nasr, M. Reza, M. Givi and M. , "Application of Threshold

Model with Various Tube Wall Temperatures for Crude Oil

Preheat Train Fouling," Iran. J. Chem. Chem. Eng., vol. 25,

no. 3, pp. 49-58, 2006.

[15] V. T. J. B. E. A.L.H Costa, "Parameter estimation of fouling

models in crude preheat trains," in International Conference

on Heat Exchanger Fouling and Cleaning, Crete Island,

Greece, 2011.

[16] R. Fourer, D. M. Gay and B. W. Kernighan, "Linear

Programs: Variables, Objectives and Constraints," 2003.

[17] T. R. Biyanto, "Rain Water Optimization Algorithm,"

Process Design, Control and Optimization Laboratory,

Department Engineering Physics, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, Surabaya, 2017.

[18] T. R. Biyanto, M. S. Irawan and H. Y. Febrianto, "Killer

Whale Algorithm: An Algorithm Inspired by the Life of

Killer Whale," in 4th Information Systems International

Conference 2017, Bali, Indonesia, 2017.

[19] T. R. Biyanto, "Optimal Cleaning Schedule for Crude

Preheat Train Affected by Fouling Using Genetic

69

Algorithm," Universiti Teknologi PETRONAS (UTP),

Bandar Seri Iskandar, 2013.

[20] A. C. Caputo, P. M. Pelagagge and P. Salini, "Economic

Optimization of Heat Exchanger Design and Maintenance

Policy," in 20th International Congress of Mechanical

Engineering, Gramado, Brazil, 2009.

70

Halaman ini sengaja dikosongkan

LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Daftar simbol

Tabel A1. Daftar simbol dan keterangan

Variabel Satuan Keterangan

do M Diameter luar tube

nb Jumlah baffle

ds M Diameter dalam shell

lbi M Jarak baffle inlet

lbo M Jarak baffle outlet

Lbb M Jarak antara bundle dan shell

Dotl M Diameter tube bank outer

Lti M Panjang tube efektif

𝜃𝑑𝑠 Rad Sudut kemiringan pada baffle cut

Dctl M Diameter bundle

𝜃𝑐𝑡𝑙 Rad Sudut kemiringan bagian atas pada

baffle cut

Lbc M Jarak antar baffle

ltp M Jarak antar tube

Sm m2 Luas aliran crossflow pada sisi shell

Fw Nilai fraksi tube pada jendela baffle

Fc Nilai fraksi tube pada pure

crossflow

Ntcc Jumlah efektif tube rows pada

crossflow

Lpl m Lebar tube dan partisi diantara tube

wall

Sb m2 Luas bundle ke shell

Fsbp Perbandingan antara luas area by

pass dengan luas crossflow

keseluruhan

Lsb m Jarak antara diameter shell dengan

diameter baffle

Ssb m2 Luas kebocoran shell ke baffle

Stb m2 Luas kebocoran tube ke baffle

Jc Faktor koreksi pada baffle cut dan

jarak antar baffle

rs Parameter korelasi

rlm Parameter korelasi

Jl Faktor koreksi akibat efek

kebocoran baffle antara shell ke

baffle dan tube ke baffle

Gs Kg / s m2 Kecepatan aliran massa pada shell

Res Bilangan Reynold pada shell

Jb Faktor koreksi pada bundle by pass

flow

Jr Faktor koreksi yang merugikan

temperatur gradien pada aliran

laminar

Li* Perbandingan jarak baffle inlet

dengan jarak baffle dalam shell

Lo* Perbandingan jarak baffle outlet

dengan jarak baffle dalam shell

Js Faktor koreksi untuk variabel jarak

baffle inlet dan outlet

Prs Nilai Prandtl pada shell

ji Parameter ideal Colburn

hi W/m2 oC Koefisien perpindahan panas ideal

pada sisi shell

hs W/m2 oC Koefisen perpindahan panas pada

shell

di M Diameter dalam tube

At m2 Luas permukaan tube

Gt Kg / s m2 Kecepatan aliran massa pada tube

Ret Bilangan Reynold pada tube

Prt Bilangan Prandtl pada tube

ht W / m2 oC Koefisen perpindahan panas pada

tube

α m2 K / J Konstanta deposit

Ea KJ / mol Energi aktifasi

ɣ m2 K / J Konstanta supresi

R kJ / mol K Konstanta gas konstan

Rfs m2 oC /W Fouling resistance pada shell

Rft m2 oC /W Fouling resistance pada tube

cond m2 oC /W Perpindahan panas konduksi

Uf W /m2 oC Koefisien perpindahan panas

keseluruhan pada kondisi fouling

Ao m2 Luas permukaan keseluruhan heat

exchanger

Nt Jumlah tube

F Faktor koreksi

LMTD oC Log Mean Temperature Difference

LMTD corr oC Log Mean Temperature Difference

corrected

Tc,i oC Temperatur masuk fluida dingin

Tc,o oC Temperatur keluar fluida dingin

Th,i oC Temperatur masuk fluida panas

Th,o oC Temperatur keluar fluida panas

Q MW Heat duty

fs Faktor friksi pada shell

ft Faktor friksi pada tube

Δps psi Pressure drop pada shell

Δpt psi Pressure drop pada shell shell

E USD Energy recovery

CE USD/J Energy cost

Variabel Satuan Keterangan

𝐶𝑐 USD Capital cost

𝐶𝐻𝐸 USD/ m2 Cost heat exchanger

𝑃𝑐 USD Pump cost

𝑊𝑝 KWh Kinerja pompa

𝑃𝑢 USD/KWh Pump cost HE

𝑴𝒄 USD Maintenance cost

𝑀𝐻𝐸 USD Maintenance cost HE

𝐽𝐻𝐸 USD Saving HE

Η Efisiensi HE

LAMPIRAN B. Koding Optimasi di MATLAB

Fungsi Objektif function rf=adistabisa1(x) % close all % clear all % clc

%variabel optimisasi

% do=0.0254; % nb=8; % ds=0.7;

ds=x(1); %diameter shell(m) do=x(2); %diameter luar tube(m) nb=x(3); %jumlah baffle

%tube side lbi=0.6; %jarak baffle inlet(m) lbo=0.761; %jarak baffel outlet(m) di=do-(2*0.00277); %diameter dalam tube (m) ltp=1.25*do; %jarak antar tube (m) lbb=(12+0.005*ds)/1000; %clearance antara bundle

dan shell (m) dotl=ds-lbb; %diameter tube bank outer (m) dctl=dotl-do; %Diameter bundle (m) nt=(0.3008*(dctl^2))/(ltp^2); %jumlah tube at=((22/7)*(di^2)*nt)/4; %luas permukaan tube

(m2) gt=((35.3675*1.38/4)*4)/at; %kecepatan aliran

massa pada tube (kg/ s m2) ret=(gt*di)/0.000516; %bilangan Reynold pada tube prt=0.57*0.000516/0.00001975; %Nilai Prandtl pada

tube ht=(0.023*(ret^0.8)*(prt^0.4)*(0.00001975/di)*1.

008700185)*3600*1.163; %koefisien perpindahan

panas pada sisi tube (w/m2 oC)

%shell side

lta=4.5; %jarak antara sisi tube luar dg outer

tube bend radius(m) lbc=(lta/(nb+1)); %jarak antar baffle (m) lti=((nb-1)*lbc)+lbi+lbo; %jarak antara sisi tube

luar dg baffle terdekat(m) tetads=2.158476633; %Sudut kemiringan pada baffle

cut tetactl=2*(acos((ds/dctl)*(1-(2*26.4/100))));

%sudut kemiringan bagian atas pada baffle cut sm=lbc*((lbb+(dctl/ltp)*(ltp-do))); %luas aliran

crossflow pada sisi shell (m2) fw=(tetactl/(2*(22/7)))-

((sin(tetactl))/((2*(22/7)))); %nilai fraksi tube

pada jendela baffle fc=1-(2*fw); %nilai fraksi tube pada pure

crossflow ntcc=(ds/ltp)*(1-(2*26.4/100)); %jumlah efektif

tube rows pada crossflow sb=lbc*(ds-dotl+0); %luas bundle ke shell (m2) fsbp=(sb/sm); %perbandingan antara luas area by

pass dengan luas crossflow keseluruhan lsb=(3.1+(0.004*ds))/1000; %Diameter clearance

antara diameter shell dengan diamater baffle (m) ssb=(22/7)*ds*(lsb/2)*(((2*(22/7))-

(2*tetads))/(2*(22/7))); %luas kebocoran shell ke

baffle (m2) stb=((22/7)/4)*(((do+0.00079)^2)-(do^2))*nt*(1-

fw); %luas kebocoran tube ke baffle (m2) jc=0.55+(0.72*fc); %Faktor koreksi pada baffle

cut dan jarak antar baffle rs=ssb/(ssb+stb); %parameter korelasi rlm=(ssb+stb)/sm; %parameter korelasi jl=(0.44*(1-rs))+((1-(0.44*(1-rs)))*exp(-

2.2*rlm)); %faktor koreksi akibat efek kebocoran

baffle antara shell ke baffle dan tube ke baffle gs=(9.4/2)/sm; %kecepatan aliran massa pada shell

(kg/ s m2) res=(gs*do)/0.00001855; %bilangan Reynold pada

shell

jb=exp((-1.35*fsbp*(1-(2*rs)))); %faktor koreksi

pada bundle by pass flow jr=1; %faktor koreksi yang merugikan temperatur

gradien pada aliran laminar libintang=lbi/lbc; %perbandingan jarak baffle

inlet dengan jarak baffle dalam shell (m) lobintang=lbo/lbc; %perbandingan antara jarak

baffle outlet dengan jarak baffle dalam shell (m) js=((nb-1)+(libintang^(1-0.6))+(lobintang^(1-

0.6)))/((nb-1)+(libintang-1)+(lobintang-1));

%faktor koreksi pada variabel jarak baffle sisi

inlet dan outlet prs=(0.00001855*0.655)/0.0000107361111111;

%Nilai Prandtl pada shell ji=0.236*(res^(-0.346)); %parameter ideal Colburn hi=(ji*0.655*gs*0.97/(prs^(2/3)))*(3600*1.163);

%koefisien perpindahan panas ideal pada sisi shell

(W/ m2 OC) hs=hi*jc*jl*jb*js*jr; %koefisien perpindahan

panas pada shell (W/ m2 OC)

%pressure drop fs=exp(0.576-(0.19*log(res))); %faktor friksi

pada shell ps=((fs*(gs^2)*ds*(nb+1))/(9.0119*do*0.8))*0.000

01019716213*14.2233; %pressure drop sisi shell

(kg/cm2) ft=((1.58*log(ret))-3.28)^(-2); %faktor friksi

pada tube pt=(((2*ft*5*4/di)+(2*4))*872.6500*(1.3^2))*0.00

001019716213*14.2233; %pressure drop sisi tube

(kg/cm2)

%fouling alfa=277.8; ea=48; gamma=(4.17*(10^(-13))); r=0.008314;

drft=(alfa*(ret^(-0.8))*(prt^(-

1/3))*(5.53685*(10^(-5)))-(gamma*(ret^0.8)));

%resistansi fouling pada sisi tube (m2 K/J) rftu=(drft*300);

drfs=(alfa*(res^(-0.8))*(prs^(-

1/3))*(7.51479*(10^(-6)))-(gamma*(res^0.8)));

%resistansi fouling pada sisi shell (m2 K/J) rfsh=(drfs*300);

rf=(rftu+rfsh);

cond=(do*(log(do/di)))/(2*20.8); %perpindahan

panas konduksi (m2 oC /W) uf=1/((do/(di*ht))+((do*rftu)/di)+cond+rfsh+(1/h

s)); %koefisien perpindahan panas keseluruhan

pada kondisi terjadi fouling (W/ m2 oC )

%heat duty ao=((22/7)*do*lti*nt*2); %luas permukaan

perpindahan panas (m2) lmtdcorr=59.67995442; %Log Mean Tempperature

Difference corrected (oC) q=(uf*lmtdcorr*ao)/1000000000; %heat duty (GW)

%biaya Ce=2.48; %energy cost (USD/J) Che=359.77; %capital cost HE (USD/M2) Pc=0.021; %pump cost HE (USD/KWh) Mc=30000; %Maintenance cost (USD/maintenance)

%perhitungan energy recovery E=q*Ce*3600*24*365;

%perhitungan capital cost Cc=(ao*Che);

%perhitungan pump cost mt=35.3675;

ms=10.7728; Wps=(ms*ps)/0.8; Wpt=(mt*pt)/0.8; Wp=Wps+Wpt; Pu=Wp*Pc*24*365;

%perhitungan maintenance cost n=1; %jumlah maintenance Mhe=n*Mc;

%Saving JHE=E-(Cc+Pu+Mhe); end

LAMPIRAN C. Algoritma Stokastik

Genetic Algorithm (GA) clear all close all %Pembangkitan Populasi dan Parameter Npop = 200; %populasi Maxit = 200; %iterasi el = 0.90; %elatism Pc = 0.8; %probabilitas

crossover Pm = 0.01; %probabilitas

mutasi Nvar = 3; %jumlah

variabel desain yang dioptimasi Nbit = 20; %jumlah bit %Constrain

rb = [0.6 0.0127 5]; %batas bawah ra = [0.9 0.02224 7]; %batas atas

eBangkit = []; Individu = []; eIndividu = []; david = []; Dadatfit = []; Datfit = []; summary = []; eDadatfit = []; efitnessmax = []; eIndividuMax = [];

Bangkit = round(rand(Npop,Nbit*Nvar)); popsize = size(Bangkit,1);

for i = 1:Nvar batas(i) = ra(i)-rb(i); end for i =1:Npop for j = 1:Nvar

Desimal(i,j) = bi2de(Bangkit(i,((j*Nbit)-

(Nbit-1)):(j*Nbit)),'left-msb'); Individu(i,j) = (Desimal(i,j)*batas(:,j)-

batas(:,j)+rb(:,j)*(2^Nbit-1))/(2^Nbit-1); end end

Datfit = []; variabel = []; for i = 1:size(Individu,1) fitness = adistabisa1(Individu(i,:)); Datfit = [Datfit;fitness]; [fitemax,nmax]=max(Datfit); end

Dadatfit = []; for generasi=1:Maxit disp('GA processing') clear command windows clear command history clear memory

if generasi > 1 sort_fit = sortrows(sort,Nbit*Nvar+1); Individu1 = sort_fit(round((1-

el)*Npop+1):Npop,:); remain =

sort_fit(round(el*Npop)+1:Npop,:);

X = Individu1; M = size(X,1);

sumfitness = sum(Datfit); for i=1:M Prob(i) = Datfit(i)/sumfitness; end for i=2:M Prob(i) = Prob(i)+Prob(i-1); end

for i=1:M n=rand; k=1; for j=1:M-1 if (n>Prob(j)) k=j+1; end end Xparents(i,:) = X(k,:); end

%Crossover [M,d] = size(Xparents); Xcrossed = Xparents; for i=1:2:M-1 c=rand; if (c<=Pc) p=ceil((d-1)*rand); Xcrossed(i,:) = [Xparents(i,1:p)

Xparents(i+1,p+1:d)]; Xcrossed(i+1,:) =

[Xparents(i+1,1:p) Xparents(i,p+1:d)]; end end if (M/2~=floor(M/2)) c=rand; if (c<=Pc) p=ceil((d-1)*rand); str=ceil((M-1)*rand); Xcrossed(M,:) = [Xparents(M,1:p)

Xparents(str,p+1:d)]; %the first child is chosen end end

%Mutasi [M,d] = size(Xcrossed); Xnew=Xcrossed; for i=1:M for j=1:d p=rand;

if (p<=Pm) Xnew(i,j)=1-Xcrossed(i,j); end end end

disp('New fitness calculation');

Bangkit =

[Xnew(:,1:Nbit*Nvar);remain(:,1:Nbit*Nvar)]; end eBangkit = [eBangkit; Bangkit];

for i =1:Npop for j = 1:Nvar; Desimal(i,j) =

bi2de(Bangkit(i,((j*Nbit)-(Nbit-

1)):(j*Nbit)),'left-msb'); Individu(i,j) =

(Desimal(i,j)*batas(:,j)-

batas(:,j)+rb(:,j)*(2^Nbit-1))/(2^Nbit-1); end end

Datfit = []; for i = 1:Npop fitness = adistabisa1(Individu(i,:)); Datfit = [Datfit;fitness]; [fitemax,nmax] = max(Datfit); end

Dadatfit = Datfit; eDadatfit = [eDadatfit;Dadatfit]; eIndividu = [eIndividu;Individu]; [fitnessmax,nmax] = max(eDadatfit); efitnessmax = [efitnessmax;fitnessmax]; BangkitMax = eBangkit(nmax,:); IndividuMax = eIndividu(nmax,:); eIndividuMax = [eIndividuMax;IndividuMax];

BangkitMaxlast = BangkitMax; schedmax = BangkitMax; sort = [Bangkit Dadatfit]; summary = [summary; sort]; david = [david; Dadatfit]; clc min_variable_design=eIndividuMax(1,:) min_objective_function=fitness(1,:) figure(gcf) title('Grafik Nilai Minimum GA','color','b') xlabel('Jumlah Iterasi') ylabel('Nilai Fungsi Obyektif') hold on plot(efitnessmax, 'DisplayName', 'efitnessmax',

'YDataSource', 'efitnessmax'); hold on end

Rain Water Optimization (RWA)

%% Rainfall Algorithm %% Inisialisasi % v = velocity % g = Gravity % m = mass % h = ketinggian% vo = velocity awal % Ep = 1/2 mv^2 % Ek = mgh% E = jarak % alfa = constant for movement update % a = g alp t % t = time // constant % dim = dimension % N = number of raindrop %

upbound = upper bound % lowbound = lower bound % iter = max iteration % minmax = min / max

clear all; close all; clc; dim = 3; N = 200; %jumlah air alfa=360; G=10; %gravitasi t = 1; %time constant

upbound = [0.9 0.02224 7];

lowbound = [0.6 0.0127 5]; iter = 200;

Rpower=1; min_flag=1; minmax = 1; Rnorm=2; convergence_curve=zeros(1,iter);

% Initialize population, position: if size(upbound,2)==1 X=rand(N,dim).*(upbound-lowbound)+lowbound; end if size(upbound,2)>1 for i=1:dim high=upbound(i); low=lowbound(i); X(:,i)=rand(N,1).*(high-low)+low; end end Bestpos=zeros(1,dim); Meanpos=zeros(1,dim); FBest=zeros(1,dim); LBest=zeros(1,dim); Eo=zeros(N,dim); V=zeros(N,dim); M = zeros(N); P = 0; %% Main Program while P<iter for iteration = 1:iter %% inisialisasi Search Agent dan Objective

Function [N,dim]=size(X); for i=1:N %%Agent that go out of the search space, are

reinitialized randomly . Tp=X(i,:)>upbound; Tm=X(i,:)<lowbound;

X(i,:)=(X(i,:).*(~(Tp+Tm)))+((rand(1,dim).*(upbo

und-upbound)+lowbound).*(Tp+Tm)); End

for i=1:N %L is the location of agent number 'i' L=X(i,:); %calculation of objective function for agent

number 'i' fobj=@(X)(adistabisa1(X)); fitness(i)=fobj(X(i,:)); end

if minmax==1 [best best_X]=min(fitness); %minimization. else [best best_X]=max(fitness); %maximization. end

if iteration==1 Fbest=best;Lbest=X(best_X,:); end if minmax==1 if best<Fbest %minimization. Fbest=best;Lbest=X(best_X,:); end else if best>Fbest %maximization Fbest=best;Lbest=X(best_X,:); end end

Bestpos=[Bestpos Fbest]; Meanpos=[Meanpos mean(transpose*fitness)]; %% Hujan jatuh = energi potensial = Ep = 1/2 mv^2 % velocity calculation Fmax=max(fitness); Fmin=min(fitness);

Fmean=mean(fitness); [i N]=size(fitness);

if Fmax==Fmin vo=ones(N,1); else

if minmax==1 %for minimization best=Fmin;worst=Fmax; else %for maximization best=Fmax;worst=Fmin; end

vo=(fitness-worst)./(best-worst);

end M= rand(N); vo=(vo./sum(vo))*M.*t; % velocity calculation berfungsi untuk menentukan

butiran hujan yang jatuh % terlebih dahulu berdasarkan fitness dari setiap

agents. %%

% [N,dim]=size(X); final_per=1.5; %In the last iteration, only 1.5

percent of agents

kbest=final_per+(1-iteration/iter)*(100-

final_per); kbest=round(N*kbest/100);

[Ms ds]=sort(vo,'descend');

for i=1:N

for ii=1:kbest j=ds(ii); if j~=i R=norm(X(i,:)-X(j,:),Rnorm);

%Euclidian distanse.

for k=1:dim

Eo(i,k)=Eo(i,k)+rand*(vo(j))*((X(j,k)-

X(i,k))/(R^Rpower+eps));

end end end end

%%acceleration E = Eo*exp(-alfa*iteration/iter); a=E.*G;

%movement. % [N,dim]=size(X); V=rand(N,dim).*V+a; X=X+V;

P = P + 1; convergence_curve(P) = Fbest; jx=plot((1:iter),convergence_curve,'LineWidth',2

); grid on; title(['Rainfall Algorithm Best Value : '

num2str(Fbest)]); xlabel('Iteration'); ylabel('Function Value'); end end

PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO) %PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

clc; clear; close all;

%% Problem Definition

CostFunction=@(x) (adistabisa1(x)); % Cost

Function

nVar=3; % Number of Decision Variables

VarSize=[1 nVar]; % Size of Decision Variables

Matrix

VarMin=[0.6 0.0127 5]; % Lower Bound of

Variables VarMax=[0.9 0.02224 7]; % Upper Bound of

Variables

%% PSO Parameters

MaxIt=200; % Maximum Number of Iterations

nPop=200; % Population Size (Swarm Size)

% PSO Parameters w=1; % Inertia Weight wdamp=0.99; % Inertia Weight Damping Ratio c1=1.5; % Personal Learning Coefficient c2=2.0; % Global Learning Coefficient

% If you would like to use Constriction

Coefficients for PSO, % uncomment the following block and comment the

above set of parameters.

% % Constriction Coefficients % phi1=2.05; % phi2=2.05; % phi=phi1+phi2; % chi=2/(phi-2+sqrt(phi^2-4*phi));

% w=chi; % Inertia Weight % wdamp=1; % Inertia Weight Damping Ratio % c1=chi*phi1; % Personal Learning Coefficient % c2=chi*phi2; % Global Learning Coefficient

% Velocity Limits VelMax=0.1*(VarMax-VarMin); VelMin=-VelMax;

%% Initialization

empty_particle.Position=[]; empty_particle.Cost=[]; empty_particle.Velocity=[]; empty_particle.Best.Position=[]; empty_particle.Best.Cost=[];

particle=repmat(empty_particle,nPop,1);

GlobalBest.Cost=inf;

for i=1:nPop

% Initialize Position

particle(i).Position=unifrnd(VarMin,VarMax,VarSi

ze);

% Initialize Velocity particle(i).Velocity=zeros(VarSize);

% Evaluation

particle(i).Cost=CostFunction(particle(i).Positi

on);

% Update Personal Best

particle(i).Best.Position=particle(i).Position; particle(i).Best.Cost=particle(i).Cost;

% Update Global Best if particle(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost

GlobalBest=particle(i).Best;

end

end

BestCost=zeros(MaxIt,1);

%% PSO Main Loop

for it=1:MaxIt

for i=1:nPop

% Update Velocity particle(i).Velocity =

w*particle(i).Velocity ...

+c1*rand(VarSize).*(particle(i).Best.Position-

particle(i).Position) ...

+c2*rand(VarSize).*(GlobalBest.Position-

particle(i).Position);

% Apply Velocity Limits particle(i).Velocity =

max(particle(i).Velocity,VelMin); particle(i).Velocity =

min(particle(i).Velocity,VelMax);

% Update Position

particle(i).Position =

particle(i).Position + particle(i).Velocity;

% Velocity Mirror Effect IsOutside=(particle(i).Position<VarMin |

particle(i).Position>VarMax); particle(i).Velocity(IsOutside)=-

particle(i).Velocity(IsOutside);

% Apply Position Limits particle(i).Position =

max(particle(i).Position,VarMin); particle(i).Position =

min(particle(i).Position,VarMax);

% Evaluation particle(i).Cost =

CostFunction(particle(i).Position);

% Update Personal Best if

particle(i).Cost<particle(i).Best.Cost

particle(i).Best.Position=particle(i).Position;

particle(i).Best.Cost=particle(i).Cost;

% Update Global Best if

particle(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost

GlobalBest=particle(i).Best;

end

end

end

BestCost(it)=GlobalBest.Cost;

disp(['Iteration ' num2str(it) ': Best Cost =

' num2str(BestCost(it))]);

w=w*wdamp;

end

BestSol = GlobalBest;

%% Results

figure; %plot(BestCost,'LineWidth',2); semilogy(BestCost,'LineWidth',2); xlabel('Iteration'); ylabel('Best Cost'); grid on; save ('PSOalone.mat')

• Khiller Whale Optimization

%Killer Whale Optimization Algorithm

clc; clear; close all;

%% Problem Definition Dimension = 3; % dimensi diganti sesuai

dengan jumlah variabel yang dioptimasi %Constraint

UB = [0.9 0.02224 7];% Upper Bounds diganti sesuai

dengan constraint fungsi objektif

LB = [0.6 0.0127 5];% Lower Bounds diganti sesuai

dengan constraint fungsi objektif

CostFunction=@(x) (adistabisa1(x)); % Cost

Function

nVar=Dimension; % Number of Decision

Variables

VarSize=[1 nVar]; % Size of Decision Variables

Matrix

VarMin=LB; % Lower Bound of Variables VarMax=UB; % Upper Bound of Variables

%% PSO Parameters

MaxIt=200; % Maximum Number of Iterations

nPop=100; % Population Size (Swarm Size) nTeam = 10; % Team (Number of Leader) TeamSize = []; for i=1:nTeam-1 TeamSize(i) = ceil(nPop/nTeam); end TeamSize(nTeam) = nPop - sum(TeamSize);

% PSO Parameters w=1; % Inertia Weight wdamp=0.99; % Inertia Weight Damping Ratio c1=1.5; % Personal Learning Coefficient c2=2.0; % Global Learning Coefficient c3=1.0; % Leader Influence Coefficient

Porder=3; % order of Polynomial % % Constriction Coefficients % phi1=2.05;

% phi2=2.05; % phi=phi1+phi2; % chi=2/(phi-2+sqrt(phi^2-4*phi)); % w=chi; % Inertia Weight % wdamp=1; % Inertia Weight Damping Ratio % c1=chi*phi1; % Personal Learning Coefficient % c2=chi*phi2; % Global Learning Coefficient

% Velocity Limits VelMax=0.1*(VarMax-VarMin); VelMin=-VelMax;

%% Initialization

initial_whales.Position=[]; initial_whales.Cost=[]; initial_whales.Velocity=[]; initial_whales.Best.Position=[]; initial_whales.Best.Cost=[];

whales=repmat(initial_whales,nPop,1); leader_whales=repmat(initial_whales,nTeam,1); leader_whales_poly = []; leader_whales_std = []; temp_whales = []; tempeval_whales = [];

GlobalBest.Cost=inf;

for i=1:nPop

% Initialize Position

whales(i).Position=unifrnd(VarMin,VarMax,VarSize

);

% Initialize Velocity whales(i).Velocity=zeros(VarSize);

% Evaluation

whales(i).Cost=CostFunction(whales(i).Position); % temp_whales(:, i) = whales(i).Position;

end % tempeval_whales(1:nPop) = whales.Cost(1:nPop); for i=1:nPop % whales(i).Cost = tempeval_whales(i); % Store data for polyfit for j=1:Dimension whalesPosition(i,j) =

whales(i).Position(j); end whalesPosition(i,Dimension+1) =

whales(i).Cost;

% Update Personal Best whales(i).Best.Position=whales(i).Position; whales(i).Best.Cost=whales(i).Cost;

% Update Global Best if whales(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost

GlobalBest=whales(i).Best;

end

end temp_whales = []; tempeval_whales = []; for t=1:nTeam for j=1:Dimension leader_whales_std(t,j) =

std2(whalesPosition(((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j)); buffer = polyfit(whalesPosition(((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j),whalesPositi

on(((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),Dimension+1),Po

rder); leader_whales_poly(t,:,j) = buffer;

syms x; fun = matlabFunction(poly2sym(buffer)); leader_whales(t).Position(j) =

fminsearch((fun),0);

leader_whales(t).Position(j) =

min(leader_whales(t).Position(j), UB(j)); leader_whales(t).Position(j) =

max(leader_whales(t).Position(j), LB(j)); end temp_whales(:, t) =

leader_whales(t).Position;

end % tempeval_whales = CostFunction(temp_whales); for t=1:nTeam % leader_whales(t).Cost = tempeval_whales(t); leader_whales(t).Cost =

CostFunction(leader_whales(t).Position); end

BestCost=zeros(MaxIt,1);

%% PSO Main Loop

for it=1:MaxIt

for t=1:nTeam

temp_whales = []; tempeval_whales = [];

for i=((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t) % make into cluster % each cluster will have it's own

leader % each member of cluters should chate

their own leader % leader get information from their

member, and draw a polynomial % equation to map the scanned area

% Update Velocity % Leader or GlobalBest if GlobalBest.Cost <

leader_whales(t).Cost % min ct3 = 0; ct2 = c2; else ct3 = c3; ct2 = 0; end;

whales(i).Velocity =

w*whales(i).Velocity ...

+c1*rand(VarSize).*(whales(i).Best.Position-

whales(i).Position) ...

+ct2*rand(VarSize).*(GlobalBest.Position-

whales(i).Position) ...

+ct3*rand(VarSize).*(leader_whales(t).Position);

% Apply Velocity Limits whales(i).Velocity =

max(whales(i).Velocity,VelMin); whales(i).Velocity =

min(whales(i).Velocity,VelMax);

% Update Position

whales(i).Position =

whales(i).Position + whales(i).Velocity;

% Velocity Mirror Effect IsOutside=(whales(i).Position<VarMin

| whales(i).Position>VarMax); whales(i).Velocity(IsOutside)=-

whales(i).Velocity(IsOutside);

% Apply Position Limits whales(i).Position =

max(whales(i).Position,VarMin); whales(i).Position =

min(whales(i).Position,VarMax);

temp_whales(:, i) =

whales(i).Position; end

% tempeval_whales =

CostFunction(temp_whales);

for i=((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t)

% Evaluation whales(i).Cost =

CostFunction(whales(i).Position); % whales(i).Cost =

tempeval_whales(i);

% Store data for polyfit for j=1:Dimension whalesPosition(i,j) =

whales(i).Position(j); end whalesPosition(i,Dimension+1) =

whales(i).Cost;

% Update Personal Best if

whales(i).Cost<whales(i).Best.Cost

whales(i).Best.Position=whales(i).Position;

whales(i).Best.Cost=whales(i).Cost;

% Update Global Best if

whales(i).Best.Cost<GlobalBest.Cost

GlobalBest=whales(i).Best;

end

end

end

end

polycheck = 0; leader_whales_poly = []; temp_whales = []; tempeval_whales = []; for t=1:nTeam for j=1:Dimension leader_whales_std(t,j) =

std2(whalesPosition(((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j)); if leader_whales_std < 0.01 polycheck = 1; else buffer =

polyfit(whalesPosition(((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),j),whalesPositi

on(((t-1)*ceil(nPop/nTeam))+1:((t-

1)*ceil(nPop/nTeam))+TeamSize(t),Dimension+1),Po

rder); leader_whales_poly(t,:,j) =

buffer;

if max(isnan(buffer)) < 1 syms x; fun =

matlabFunction(poly2sym(buffer)); leader_whales(t).Position(j)

= fminsearch((fun),0); end leader_whales(t).Position(j) =

min(leader_whales(t).Position(j), UB(j)); leader_whales(t).Position(j) =

max(leader_whales(t).Position(j), LB(j)); end

end % temp_whales(:, t) =

leader_whales(t).Position; end % tempeval_whales =

CostFunction(temp_whales); for t=1:nTeam % leader_whales(t).Cost =

tempeval_whales(t); leader_whales(t).Cost =

CostFunction(leader_whales(t).Position); end

BestCost(it)=GlobalBest.Cost;

disp(['Iteration ' num2str(it) ': Best Cost =

' num2str(BestCost(it)) ': Datacheck = '

num2str(polycheck)]);

w=w*wdamp;

end

BestSol = GlobalBest;

%% Results min_variable_design = BestSol.Position(1,:); min_objective_function = BestSol.Cost(1,:); figure; %plot(BestCost,'LineWidth',2); semilogy(BestCost,'LineWidth',2); title('Grafik Nilai Minimum KWA','color','b') xlabel('Jumlah Iterasi'); ylabel('Nilai Fungsi Obyektif'); grid on;

DUELIST ALGORITHM (DA)

% Duelist Algorithm clear all; close all; clc;

Hasilmax=[]; fitnessvector =[]; XDueler=[]; convergemax = []; convergeiter = []; DFDAfit = []; xmax = []; minmax = 'min'; % 'max' Maximum or 'min'

Minimum Population = 100; % Total number of duelists

in a population MaxGeneration = 200; % Maximum

Generation/Iteration FightCapabilities = 50; % Fighting Capabilities Champion = 0.1; % Champion Percentage

ProbLearning = 0.8; % Learning Probability ProbInnovate = 0.1; % Innovate Probability Luckcoeff = 0.01; % Luck Coefficient LuckA = 0; % First Duelist Luck

Coefficient LuckB = 0; % Second Duelist Luck

Coefficient Duelist = []; Duelisttemp1 = []; Duelisttemp2 = []; Duelisttemp3 = []; DuelistInteger = []; Datafit = []; Data1fit = []; DataSort = []; ElitDuelist = []; HMI = []; DataFDAfit = []; maxall = []; Dimension = 3; UB = [0.9 0.02224 7]; % Upper Bounds LB = [0.5 0.0127 5]; % Lower Bounds

for rc = 1:Dimension RangeB(rc) = UB(rc) - LB(rc); end

if (strcmp(minmax,'max')) mm = 1; else mm = -1; end

%=====Registrasi Duelist===== Duelist =

floor(9*rand(Population,(FightCapabilities*Dimen

sion))+rand());

%=====Array to Int===== for i = 1:Dimension for j = 1:Population Duelisttemp1 =

Duelist(j,((i*FightCapabilities-

FightCapabilities)+1):(i*FightCapabilities)); Duelisttemp2 = num2str(Duelisttemp1); Duelisttemp3 =

Duelisttemp2(~isspace(Duelisttemp2)); DuelistInteger(j,i) =

str2num(Duelisttemp3); end end

Datafit = [];

disp('DA Processing'); for Generasi = 1:MaxGeneration

%=====DA Processing=====

if (Generasi > 1) clc Generasi

%=====sortir===== sort_fit = sortrows(sort,

(FightCapabilities*Dimension) + 1); Duelist1 =

sort_fit(randperm(size(sort_fit,1)),:); Remain = sort_fit(round((1-

Champion)*Population) + 1:Population, :); Winner = [];

X = Duelist1; N = size(X,1);

if mod(N,2) == 0 M=N; else M=N-1; end

for i=1:M fitnessvector(i) =

X(i,(FightCapabilities*Dimension) + 1); end

fitnessvector = fitnessvector';

%=====Setting Duelist===== for i=1:M XDueler = X; end

%=====Setting Duel Arena=====

for i=1:2:M-1 LuckA = (fitnessvector(i)*(Luckcoeff

+rand*2*Luckcoeff)); LuckB =

(fitnessvector(i+1)*(Luckcoeff +

rand*2*Luckcoeff)); if fitnessvector(i)+LuckA <=

fitnessvector(i+1)+LuckB Winner(i) = 0; Winner(i+1) = 1;

elseif fitnessvector(i)+LuckA >

fitnessvector(i+1)+LuckB Winner(i) = 1; Winner(i+1) = 0; end end

%=====Skill Transfer + Innovate=====

[M,d] = size(XDueler); XAftermatch = XDueler; for i=1:2:M-1 if (Winner(i)==1) p = ceil(((d/2)-

1)*rand*ProbLearning); str = ceil(p+1+(((d/2)-2-

p)*rand*ProbLearning)); XAftermatch(i,:) =

[XDueler(i,1:p) XDueler(i+1,p+1:str)

XDueler(i,str+1:d)]; for j=1:d p = rand; if (p<=ProbInnovate) XAftermatch(i+1,j) =

abs(floor(rand()*9)); end end else p = ceil(((d/2)-

1)*rand*ProbLearning); str = ceil(p+1+(((d/2)-2-

p)*rand*ProbLearning)); XAftermatch(i+1,:) =

[XDueler(i+1,1:p) XDueler(i,p+1:str)

XDueler(i+1,str+1:d)]; XAftermatch(i,:) = XDueler(i,:); for j=1:d p = rand; if (p<=ProbInnovate)

XAftermatch(i,j) =

abs(floor(rand()*9)); end end end end

Xnew = XAftermatch;

sort_fitnew = sortrows(Xnew,

(FightCapabilities*Dimension) + 1); Duelistnew =

sort_fitnew(round((Champion)*Population)+1:Popul

ation,:); Duelist =

[Duelistnew(:,1:(FightCapabilities*Dimension));R

emain(:,1:(FightCapabilities*Dimension))];

end; ElitDuelist = [ElitDuelist; Duelist];

for i = 1:Dimension for j = 1:Population Duelisttemp1 =

Duelist(j,((i*FightCapabilities-

FightCapabilities)+1):(i*FightCapabilities)); Duelisttemp2 = num2str(Duelisttemp1); Duelisttemp3 =

Duelisttemp2(~isspace(Duelisttemp2)); DuelistInteger(j,i) =

str2num(Duelisttemp3); end end

Datafit = [];

for k = 1:Population

for ii=1:Dimension X0(ii,k) =

(((DuelistInteger(k,ii)+1)/(10^FightCapabilities

))*RangeB(ii))+LB(ii); end

% cost = -

((((X0(1,k).^2)+(X0(2,k).^2)).^0.5).*cos((X0(1,k

))-

(X0(2,k)))).*exp(cos(((X0(1,k)).*(X0(2,k)+5))./7

)); fitness = adistabisa1( X0(:,k)); Datafit = [Datafit; mm*fitness]; end

Data1fit = Datafit; [fitnessmax, nmax] = max(Data1fit); DataFDAfit = [DataFDAfit;fitnessmax]; DuelistMax = Duelist(nmax,:); DuelistMaxLast = DuelistMax; Hasilmax = DuelistMax; sort = [Duelist Datafit]; maxall = [maxall; sort]; for i = 1:Dimension HasilMaxtemp1 =

Hasilmax(1,(((i*FightCapabilities)-

FightCapabilities)+1):(i*FightCapabilities)); HasilMaxtemp2 = num2str(HasilMaxtemp1); HasilMaxtemp3 =

HasilMaxtemp2(~isspace(HasilMaxtemp2)); HasilMaxInt(1,i) =

str2num(HasilMaxtemp3); end HMIt = []; for ij=1:Dimension HMIt = [HMIt, HasilMaxInt(1,ij)]; end HMI = [HMI; HMIt]; end

plot(DataFDAfit); hold on

[fitnessmaxf, nmaxf] = max(DataFDAfit); for ik=1:Dimension X0maxfix(ik) =

(((HMI(nmaxf,ik)+1)/(10^FightCapabilities))*Rang

eB(ik))+LB(ik); end

X0maxfix [fitnessmaxf, nmaxf] = max(DataFDAfit)

convergemax = [convergemax;fitnessmaxf]; convergeiter = [convergeiter;nmaxf]; xmax = [xmax;X0maxfix]; DFDAfit = [DFDAfit,DataFDAfit];

LAMPIRAN D. Data Desain STHE

BIODATA PENULIS

Nama lengkap penulis adalah Adista

Dinastari, lahir di Kabupaten Trenggalek pada

tanggal 11 Oktober 1995 dari ayah bernama

Samsudin dan ibu bernama Lista Khayum.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Pada tahun 2008 penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di

SD Negeri II Tasikmadu, pada tahun 2011

menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandung

Tulungagung, pada tahun 2014 menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 1 Trenggalek. Pada tahun yang

sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Teknik

Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Penulis telah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan

diantaranya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Tenik Fisika

ITS, Laboratorium Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol, Paduan

Suara Mahasiswa ITS dan Pemandu FTI. Penulis pernah menjadi

salah satu penerima dana PKM DIKTI di bidang pengabdian

masyarakat pada tahun 2014/2015 dan 2015/2016

Konsentrasi tugas akhir yang didalami adalah bidang

rekayasa intrumentasi dan kontrol. Pada bulan Januari 2018 penulis

telah menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Optimisasi

Tekno-Ekonomi Pada Desain Geometri Heat Exchanger

Dengan Dipengaruhi Fouling Resistance Menggunakan

Beberapa Metode Stochastic Algorithm.

Apabila pembaca ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai tugas

akhir, serta memberikan kritik dan saran maka dapat menghubungi

penulis melalui email : [email protected]