87
PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN SAYAP IBU JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: ALWI DHUHA 106054102066 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN

SAYAP IBU JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

ALWI DHUHA 106054102066

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 2: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Februari 2011

Alwi Dhuha

106054102066

Page 3: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

PSIKOSOSIAL ANAK TERLANTAR DI YAYASAN

SAYAP IBU JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

ALWI DHUHA

NIM. 106054102066

Di Bawah Bimbingan

Ismet Firdaus, M.Si

NIP: 150411196

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 4: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

i

ABSTRAK

Alwi Dhuha

Psikososial Anak yang Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta

Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak ada orang tua atau wali

yang merawatnya, tidak diketahui orang tuanya atau kerabatnya, orang tua tidak mampu

merawatnya, terlantar di sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut

diberikan pertolongan, sehinggga kebutuhan anak tidak dapat dipenuhi dengan wajar

baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak

terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu (YSI). Awalnya yayasan tersebut bertujuan untuk

menolong anak-anak Batita (Bawah Tiga Tahun) yang terlantar saja, tetapi sampai saat ini

anak yang berada di yayasan tersebut ada yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar.

Anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga angkat. Oleh karena itu, tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui psikososial anak yang berada di Yayasan Sayap

Ibu khususnya anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara

efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi.

Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya

dan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya

dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan

reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.

Penulis melakukan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis

penelitian deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa wawancara mendalam,

observasi, dan studi dokumen, dan dimana yang menjadi informan peneliti adalah para

pengurus, serta anak yang berada di yayasan tersebut. Para informan kunci dipilih dengan

menggunakan sampel purposif (purposive sampling).

Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa; Pertama, anak terlantar di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta yang memiliki kecacacatan fisik di dalam dirinya cenderung memiliki

sikap pemalu dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki kecacatan. Tetapi hal ini

menjadikan anak yang mengalami kecatatan fisik cenderung lebih berprestasi di

bandingakan anak yang normal di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Kedua, faktor pendukung

psikososial anak terlantar Yayasan Sayap Ibu Jakarta ialah bentuk kerjasama dan

ketersediaan akomodasi dalam psikososial anak di Yayasan Sayap Ibu Jakarta sangat baik

untuk perkembangan. Dan faktor penghambatnya ialah kurang fasilitas yang tidak

mencukupi untuk aktivitas anak-anak dalam melakukan kegiatan bermain ataupun belajar.

Hal ini terbukti dari kurangnya jumlah pengasuh di yayasan tersebut, sehingga pemberian

kasih sayang terhadap mereka terbagi dan tidak terfokus baik dalam bermain ataupun

sedang belajar.

Page 5: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan

semesta alam, Tuhan yang telah menjadikan langit dan bumi ini penuh dengan

tanda-tanda kebesaranNnya, penguasa kehidupan dan penentu kematian atas

segala anugerah, nikmat, dan petunjuk yang dikaruniakanNya sehingga penulis

bisa memikirkan, merefleksikan dan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan

ini. Shalawat dan salam semoga selalu disampaikan untuk junjungan nabi besar

Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Suatu kenikmatan yang luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan

ungkapan kata adalah rampungnya skripsi ini. Harus diakui, dengan serba

keterbatasan yang ada sangatlah berat menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi

motivasi dalam diri penulis mendongkrak semangat dan memecah hambatan-

hambatan yang ada. Skripsi ini berjudul “Analisis Psikososoial Anak Terlantar di

Yayasan Sayap Ibu” Judul skripsi ini tercipta karena penulis pernah melakukan

praktikum dua di yayasan tersebut.

Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap

wawasan mahasiswa secara umum, khususnya mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan,

maka kritik yang membangun tentu menjadi masukan yang sangat penting.

Perlu penulis sampaikan, banyak sekali orang yang berjasa dan membantu

dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orang tua penulis, berkat doa dan wejangan-wejangan mereka sehingga penulis

mampu menangkap sari-sari pengalaman dan memecah kebuntuan dalam

Page 6: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

iii

menghadapi permasalahan. Kepada kakak-kakaku dan adikku yang bahu-

membahu mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini. Dukungan moril dan

materil ini memberikan sumbangsih besar dalam penyelesaian skripsi ini, semoga

Allah SWT membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan dengan balasan

yang berlipat. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku Rektor Universitas

Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wejangannya.

3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si. selaku pembimbing yang dengan tulus

memberikan pengarahan, petunjuk dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Siti Napsiyah, MSW ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta atas arahannya.

5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungan dan bantuannya.

6. Dosen-dosen Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial yang telah

mendidik dan memberikan dispensasi waktunya terhadap skripsi ini.

7. Pihak Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang sudah mengizinkan menjalankan

praktikum dua dan melakukan penelitian skripsi ini (Ibu Osa, Ibu Ipung,

Ibu Rini, Pak Hadi) dan adik-adik yang berada di Yayasan Sayap Ibu

(Vikri, Jhoni, Akbar, Jaya, Mulya dan Oki).

8. Kepada teman-teman kesos 2006 yang berbagi pengalaman yaitu : teman

prkatikum dua Dul dan Lina serta teman berbagi pengalaman Bukhori,

Page 7: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

iv

Cui, Mega, Kris, Jali, Dani, adik-adik kesos 2007 yang memberikan

support.

9. Kepada teman-teman tongkrongan scoter Dhe Djavu UIN, Toket Manais

(tongkrongan malam kamis), serta teman-teman penikmat alam, yang mau

berbagi waktu untuk pengalamannya dalam membuat skripsi.

Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga Allah SWT

membalas jasa kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal. Dan mudah-

mudahan skripsi ini membawa berkah bagi yang membaca. Amin...

Jakarta, 21 Februari 2011

Alwi Dhua

(10605610206)

Page 8: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGATAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah .............................. 5

1. Pembatasan Masalah ............................................................. 5

2. Perumusan Masalah .............................................................. 5

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ............................... 5

1. Tujuan Penelitian .................................................................. 5

2. Manfaat Penelitian ................................................................ 6

a. Manfaat Akademis ........................................................... 6

b. Manfaat Praktis ................................................................ 6

D. Sistematika Penulisan ................................................................. 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Psikososial ................................................................. 9

B. Faktor Psikososial ....................................................................... 9

1. Stimulus ........................................................................................ 10

2. Motivasi ........................................................................................ 10

3. Pola Asuh ............................................................................. 11

C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial pada Anak ........... 12

1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun) .................................. 12

2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun) ...................... 13

3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun) .................................. 14

4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun) ..................................... 14

5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)................................ 15

D. Definisi Anak .............................................................................. 18

E. Pengertian Anak Terlantar .......................................................... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ................................................................. 25

B. Jenis Penelitian ............................................................................ 26

C. Subyek dan Obyek Penelitian .................................................... 27

1. Subyek Penelitian ................................................................. 27

2. Obyek Penelitian .................................................................. 28

Page 9: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

vi

D. Tempat dan Waktu Penelitan ..................................................... 28

E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 28

1. Wawancara ........................................................................... 28

2. Observasi .............................................................................. 28

3. Catatan Lapangan ................................................................ 29

4. Dokumentasi ......................................................................... 29

F. Teknik Analisa Data .................................................................... 29

G. Keabsahan Data ........................................................................... 30

H. Pedoman Penulisan Skripsi ......................................................... 30

I. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 31

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA

A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu ........................................ 34

1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu .................... 34

2. Visi dan Misi ........................................................................ 36

a. Visi ................................................................................... 36

b. Misi .................................................................................. 36

3. Tugas Pokok ......................................................................... 37

4. Kedudukan ............................................................................ 37

c. Tugas................................................................................ 38

d. Fungsi .............................................................................. 38

5. Kepengurusan ....................................................................... 39

6. Dasar Hukum ........................................................................ 40

7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu ................................................ 40

8. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu ............................................. 43

9. Sarana dan Pra Sarana .......................................................... 44

10. Data Anak Asuh dan Karyawan ........................................... 45

11. Data Karyawan ..................................................................... 47

12. Mekanisme Penerimaan dan Pelepasan Anak ...................... 48

B. Temuan ....................................................................................... 51

1. Vikri ...................................................................................... 51

2. Joni ....................................................................................... 52

C. Analisis ........................................................................................ 53

1. Analisis Psikososial Anak Terlantar

di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ............................................... 54

a. Berfikir dan merasa mengenai dirinya

dan orang lain .................................................................. 55

b. Berfikir dan merasa mengenai keamanan dirinya

dan orang-orang yang bermakna baginya ........................ 56

c. Hubungan anak dengan orang lain

dan lingkungan sekitarnya ............................................... 56

d. Pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap

Page 10: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

vii

kejadian-kejadian di sekitarnya ....................................... 57

e. Pemahaman terhadap kejadian-kejadian

di sekitarnya ..................................................................... 58

2. Tahap Perkembangan Psikososial Klien A dan B ................ 58

3. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial

anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta ........................ 60

a. Stimulasi .......................................................................... 60

b. Motivasi dalam mempelajari sesuatu............................... 61

c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh) .... 61

d. Ilustrasi Klien A ............................................................... 63

e. Ilustrasi Klien B ............................................................... 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 70

B. Saran-saran .................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 75

Page 11: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

viii

DAFTAR TABEL

1. Daftar Nama Anak di Ruang Anyelir.............................................................. 42

2. Daftar Nama Anak di Ruang Cempaka ........................................................... 43

3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia ............................................................ 43

4. Rangkuman Analisis Kasus ............................................................................ 60

Page 12: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Proses Pengangkatan Anak ............................................................................. 47

2. Ilustrasi Klien A .............................................................................................. 57

3. Ilustrasi Klien B .............................................................................................. 59

Page 13: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang telah dijelaskan di dalam al-Qur`an Surah al-Mukminun ayat 12-

14 berikut :

” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu kami

jadikan segumpal darah, lalu segumpal daging dan segumpal daging itu

Kami jadikan tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.

Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka

Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik.”.

Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri.

Termasuk juga telah membawa Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan

Emosional (EQ) dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi

kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan

berarti proses semuanya itu telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat

dipengaruhi.

Orangtua, para pendidik, dan lingkungan, memiliki peran yang sangat

penting dalam mengarahkan dan meningkatkan potensi yang telah Allah

Page 14: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

2

karuniakan pada diri anak tersebut. Anak tidak boleh dibebaskan mengikuti

kemauannya begitu saja, tetapi tidak patut juga dikekang dan dibelunggu untuk

menuruti kehendak orang lain, termasuk orang tuanya. Alangkah baiknya anak

diberikan kesempatan mengembangkan potensi dasar yang telah dimiliki sembari

orangtua mengarahkan dan meningkatkannya.

Pada sebagian masyarakat; tekanan, paksaan, ancaman, bahkan pukulan

dijadikan sebagai bagian dari metode mengajar. Siakap menghargai potensi anak

dan perasaannya kurang begitu dipahami. Hal seperti ini, menyebabkan semakin

bertambah kompleksnya problem anak.1

Dari tahun ke tahun pelanggaran terhadap hak anak di Indonesia semakin

meningkat, hal ini bisa diibaratkan sebuah gunung es yang semakin menjulang

tinggi dimana penyelesaiannya hanya pada tingkat permukaan saja. Anak

merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

mempunyai harkat dan martambat manusia seutuhnya,2 sehingga anak memiliki

hak-hak yang asasi manusia yang sama dan tak terpisahkan. Beberapa

pelanggaran hak anak itu dimulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi,

diskriminasi, perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya. Maka

permasalahan ini begitu kompleks dan memprihatinkan. Hingga kini belum ada

penanganan yang komprehensif dan holistik dalam pencegahan pelanggaran hak

anak yang menjadikan generasi bangsa ke arah persimpangan jalan. Hal ini

diperparah lagi dengan adanya kebijakan negara yang tumpang tindih mengenai

1 DR. Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak (Jakarta 2006) h.xi

2 UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Page 15: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

3

kebijakan perlindungan anak di Indonesia sehingga semakin terabaikannya

pemenuhan dan perlindungan hak anak di negeri ini.

Guna mengatasi semakin peliknya persoalan anak, Komnas Perlindungan

Anak melakukan survei apakah diperlukan sebuah kementerian yang khusus

menangani masalah anak. Dalam survei terjaring sebanyak 7.724 responden,

sebanyak 6.674 responden atau sekitar 86,41 persen yang memilih bahwa

Kementerian Khusus Anak perlu dibentuk, sedang yang memilih Kementerian

Khusus Anak tidak perlu dibentuk sebanyak 1.050 responden atau sekitar 13,59

persen.3

Upaya penanganan anak terlantar sampai saat ini tidak hanya dilakukan

oleh lembaga pemerintah saja, lembaga-lembaga swasta pun memiliki peran yang

cukup sentral dalam menumbukan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan

anak. Adanya sinergi antara lembaga swasta dengan pemerintah menjadi sangat

penting jika keinginan untuk mengentaskan anak yang diterlantarkan berjalan

dengan cepat. Selain itu, melakukan berbagai inovasi pendekatan dalam

penanganan anak tidak bisa dikesampingkan, bahkan menjadi prioritas yang terus

dipikirkan. Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab

tertentu (karena beberapa kemungkinan: miskin/tidak mampu, salah seorang dari

orang tuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali

pengampu atau wali meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada

pengampu/pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan

wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Istilah terlantar dalam hal ini

antara lain: tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang

3http://www.diknaspadang.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=13&artid=

460 (diakses pada tanggal 13 Oktober 2010)

Page 16: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

4

tuanya atau kerabatnya, orang tua yang tidak mampu merawatnya, terlantar di

sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan.4

Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan

Sayap Ibu Jakarta yang telah melakukan inovasi pendekatan dalam penanganan

anak, yaitu melalui pendekatan psikososial. Kata psikososial itu sendiri

menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial,

yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial

mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain,

keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan

orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya

terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.5

Walaupun sebetulnya pendekatan ini sudah dilakukan oleh lembaga-

lembaga swasta atau pemerintah lainnya namun sedikit berbeda dalam pendekatan

teknisnya. Teknis pendekatan tersebut yaitu menolong anak-anak batita (Bawah

Tiga Tahun) yang terlantar, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga

angkat dan disekolahkan. Dari uraian tersebut penulis memutuskan mengambil

tema psikososial sebagai analisis dalam melakukan penelitian anak terlantar di

Yayasan Sayap Ibu Jakarta . Penelitian ini penulis tuangkan dalam judul skripsi

yaitu : “Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta”.

4 Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial, artikel di akses pada tanggal

13 Oktober 2010 dari http://www.policy.hu/suharto/modul a/makindo 40.htm 5 Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram ( Jakarata:

2004), h.2

Page 17: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat terbatasnya waktu, dana dan demi terfokusnya pikiran

untuk melakukan penelitian skripsi ini maka penulis hanya membatasi

permasalahan yang akan dipaparkan yaitu pada psikososial anak terlantar

di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Hal ini bertujuan untuk menghindari

terjadinya perluasan materi yang akan dibahas selanjutnya. Pokok masalah

yang akan dibahas adalah pada dua anak yang sudah duduk di bangku

Sekolah Dasar (SD) saja yang berada di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak

tersebut memiliki perbedaan dalam segi fisik, ada yang mengalami

kecacatan di dalamnya dirinya dan ada pula yang tidak mengalami

kecacatan.

2. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat

dua rumusan masalah yaitu:

a. Bagaimana psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta?

b. Apa faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial

anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun secara umum tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap

Ibu Jakarta.

Page 18: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

6

b. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat

perkembangan psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu

Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun dari hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap agar

hasilnya dapat diaplikasikan secara praktis dan akademis.

a. Manfaat Akademis

Secara teoritis, hasil penelitian ini untuk menambah wawasan bagi

para pembaca umumnya dan bagi peneliti khususnya dan para calon

pekerja sosial agar dapat gambaran umum tentang psikososial anak-

anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

b. Manfaat Praktis

(1) Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai psikososial

bagi anak-anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu

Jakrata.

(2) Memberikan sumabangan pengetahuan bagi kompetensi

pekerja sosial di bidang pelayanan sosial khususnya yang

berkaitan dengan psikososial bagi yang terlantar.

D. Sistematika Penulisan

Dalam hal sistematika penulisan ini penulis menggunakan pedoman karya

ilmiah yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and

Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai

pedoman penulisan skripsi ini. Dan untuk mempermudah pembahasan skripsi ini,

Page 19: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

7

secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub

bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut :

BAB I

Bab ini adalah bab awal yang akan membahas tentang pendahuluan,

di dalamnya penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik praktis

maupun akademis, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II

Bab ini adalah bab kerangka pemikiran. Merupakan bab yang

melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah

dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang

berkaitan dengan psikososial, anak, anak terlantar.

BAB III

Bab ini membahas tentang metode penelitian. Pada bab ini penulis

membahas mengenai metode penelitian diantaranya: pendekatan penelitian,

jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subjek dan

informan, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, teknik

analisis data, teknik penulisan, dan tinjauan pustaka.

Page 20: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

8

BAB IV

Bab ini merupakan temuan dan analisis data. Pada bab ini penulis

mencoba memaparkan tentang temuan mengenai lembaga, dikarenakan

penulis ingin menggambarkan profil Yayasan Sayap Ibu tersebut, baik sejarah

berdirinya yayasan, visi dan misi, tugas pokok, kedudukan, kepengurusan,

kegiatan, baik rutin maupun non rutin, pendanaan Yayasan Sayap Ibu, sarana

dan pra sarana, data anak asuh dan karyawan, mekanisme penerimaan dan

pelepasan anak, proses pengangkatan dan pelepasan anak dan jaringan

kerjasama. Selain itu penulis akan menganalisis data mengenai psikososial

anak yang terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

BAB V

Bab ini merupakan bab penutup. Yang di dalamnya terdiri dari

kesimpulan dan saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan semua

permasalahan yang ada dalam skripsi.

Page 21: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Psikososial

Psikososial merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul

dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari

psikologi sosial adalah fakta-fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian dalam

kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata objek psikologi sosial mirip

dengan ilmu sosiologi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial

adalah merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosiologi.

Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang

dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya

saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang

berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dan

orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan

lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap

kejadian-kejadian di sekitarnya.6

B. Faktor Psikososial

Ada beberapa hal yang termasuk faktor psikososial yaitu stimulasi,

motivasi dalam mempelajari sesuatu, pola asuh, serta kasih sayang dari

orang tua :

6Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram ( Jakarata:

2004), h.2

Page 22: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

10

a). Stimulus: hal ini merupakan faktor yang penting dalam menunjang

perkembangan anak. Anak yang mendapat stimulasi atau rangsangan yang

terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu karena lebih cepat

barkembang dibandingkan anak yang tidak mendapatkan banyak stimulasi.

Anak akan mengembangkan pola-pola berpikir, merasakan sesuatu, dan

bertingkah laku, bila banyak diberi ransangan yang berupa dorongan dan

kesempatan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun mungkin anak ada yang

berbakat, namun bila lingkungannya tidak mendukung, potensinya untuk

berkembang pun dapat terhambat. Sebaliknya, bila anak yang belum

terlihat potensi pada dirinya, namun rangsangan dan kesempatan

bereksplorasi diberikan secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan

usianya, maka anak tersebut dapat berkembang jauh lebih baik.

b). Motivasi dalam mempelajari sesuatu, motivasi yang ditimbulkan dari

sejak usia awal akan memberikan hasil yang berbeda pada anak dalam

mengusai sesuatu. Dorongan yang bersifat membangun daya pikir dan

daya cipta anak, akan membuat anak termotivasi untuk melakukan yang

lebih baik lagi. Pemberian kesempatan pada anak pun dalam

mengeksplorasiakan sesuatu merupakan salah satu cara dalam memotivasi

anak belajar. Hal ini dapat dilakukan terhadap pihak institut pendidikan

pra sekolah maupun dari pihak keluarga. Anak dimotivasi untuk

menjelajah, meneliti, berkarya atau memegang sesuatu untuk memuaskan

rasa ingin tahunya merupakan hal yang dibutuhkan anak usia ini. Bila

terlihat hal yang dilakukan mengandung unsur bahaya, hal yang dapat

Page 23: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

11

dilakukan adalah memberi pengertian namun bukan untuk melarang atau

menghapuskan rasa ingin tahunya dengan kemarahan.

c). Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua. Orang tua itu merupakan

area terdekat pada anak. Anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa

aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Bagaimana gaya

pengasuhan orang tua yang diberikan pada anak; apakah permisif atau

serba boleh, otoriter yang tidak membolehkan anak berbuat apapun, atau

bersifat otoritatif yang merupakan perpaduan dari keduanya, semuanya

akan memberikan dampak yang berbeda pada anak. Pola asuh ini sangat

dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Bagaimana

anak terbentuk tentunya didapat dari pembiasaan–pembiasaan yang terjadi

pada situasi rumah. Hal inilah yang terkadang mendasari anak untuk

mengembangkan dirinya.7

Begitu pula yang dikatakan oleh Daniel Goleman's di dalam bukunya

yang berjudul emotional intelligence (kecerdasan emosional). Kecerdasan

emosional semakin relevan dengan pengembangan organisasi dan

pengembangkan orang-orang, karena prinsip-prinsip EQ menyediakan cara

baru untuk memahami dan menilai perilaku orang-orang, gaya manajemen,

sikap, keterampilan interpersonal, dan potensi.8

Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak

melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugas-

tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan,

7 ibid

8 Daniel Goleman's “emotional intelligence” artikel di atas diakses Sabtu 26 Februari

2011 dar http://www.businessballs.com/eq.htm

Page 24: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

12

perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas

peraturan-peraturan yang ada disekitarnya.

C. Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial Anak

Menurut Erik Erikson perkembangan psiososial terbagi menjadi

beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki do’a komponen,

yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak

diharapkan). Pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada

tahap masa sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan perkembangan pada

psikososial anak adalah sebagai berikut:

1. Percaya Vs Tidak Percaya (0-1 tahun)

Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang

adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun

pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontak dengan luar maka

ia mutlak tergantung dengan orang lain. Rasa aman dan rasa

percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang

digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut

dan panca indra, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan

lingkungan adalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu

melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial,

merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada

umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka akan

timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila

pengalaman untuk meningkatkan rasa percaya kurang atau

Page 25: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

13

kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara dekat, yaitu kurangnya

pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial yang kurang

misalnya: anak tidak mendapatkan minuman atau air susu yang

dekat ketika ia lapar, tidak mendapatkan respon ketika ia menggigit

dot botol dan sebagainya.

2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 tahun)

Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa

percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi

selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak

untuk mengotrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak

menyadari ia dapat menggunakan kekuatan untuk bergerak dan

berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk

berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan

mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi

diri ini perlu dikembangkan karena penting untuk terbentuknya rasa

percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungannya dengan

orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri. Peran

lingkungan pada usia ini adalah memberikan dukungan dan

memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan

ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan

yang dipilihnya serta kekurangan dukungan dari orangtua dan

lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.9

9 Jossi.”Perkembangan Psikososial Anak” dari http://jossie08.blog.friendster.com/ pada

tanggal 21Maret 2011

Page 26: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

14

3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Pada tahapan ini anak belajar mengendalikan diri dan

mamanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak.

Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai

diikut sertakan sebagai individu misalnya, turut serta dalam

merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak

mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya, menjadi

aktif di luar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat.

Hubungan dengan teman sebaya dan saudara kandung adalah untuk

menang sendiri.

Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan

hubungan segitiga antara ayah-ibu-anak sangat penting untuk

membina kemantapan identitas diri. Orangtua dapat melatih anak

untuk mengintergrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab

sosial. Pada tahapan ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai

tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila

tuntutan lingkungan misalnya, dari orangtua atau orang lain terlalu

tinggi atau berlebihan maka dapat mangakibatkan anak merasa

aktivitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa

dan rasa bersalah.

4. Industri Vs Inferioritas (6-12 tahun)

Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan

tugas. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing

(sifat kompetitif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling

Page 27: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

15

memberi dan menerima, serta belajar peraturan-peraturan yang

berlaku. Kunci proses sosialisasi pada tahapan ini adalah guru dan

teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat netral. Identifikasi

bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat

menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan

pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan

sesuai standar dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka

dapat timbul masalah atau gangguan.

5. Identitas Vs Difusi Peran (12-18 tahun)

Pada tahapan ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di

masa biologis seperti orang dewasa. Sehingga nampak adanya

kontradiksi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain

ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi

diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan

kegiatan. Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber

nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman

sebaya tinggi. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib,

teman kerjasama dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini

remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri.

Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang

dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.10

10Ibid

Page 28: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

16

Menurut Sigmund Freud dalam dalam Yupi Supartini, dalam

perkembangan psikososial anak dibagi mejadi:

a. Disebut Fase Oral

Pada tahapan ini anak mendapatkan kenikmatan dan

kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitarnya. Fase ini

berlangsung dari masa bayi sampai umur 1 tahun. Bila ibu berhasil

memuaskan kebutuhan dasar bayi dalam fase ini maka anak tersebut

akan merasa aman dan melangkah dengan mantap ke fase

berikutnya. Bila fase oral tidak terselesaikan dengan baik maka akan

terbawa ke fase berikutnya. Ketidaksiapan tersebut tampak pada

prilaku anak yang tetap ingin bergantung, dan menolak untuk

mandiri.

b. Fase Anal

Fase ini berlangsun pada masa 1-3 tahun. Pada masa ini

anak mulai memperhatikan rasa ke AKU-annya. Sikapnya sangat

egoistik, ia pun mulai mengenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan

kepuasan dari pengalaman autoerotiknya (dalam dirinya). Sesuai

dengan namanya fase anal, salah satu tugas anak adalah latihan

kebersihan atau disebut “toilet training“. Anak mengalami rasa puas

saat bisa menahan maupun saat megeluarkan tinjanya. Bila orang

tua tidak dapat membantu anak untuk menyelesaikan tugas latihan

kebersihan dengan baik maka akan terjadi berbagai kesulitan

tingkah laku.

Page 29: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

17

c. Fase Oedipal/falik

Biasanya terjadi pada anak usia 3-6 tahun. Anak mulai bisa

merasakan dorongan seksualitas yang kemudian ditujukan kepada

orangtua dengan jenis kelamin yang berbeda. Perasaan ini

menimbulkan dorongan untuk bersaing dengan orangtua yang lain.

Dengan demikian anak dapat merasakan rasa seksual yang

berkembang ini dengan bebas. Namun demikian lama kelamaan

anak akan sadar diri bahwa ia tidak mungkin mengekspresikan

perasaannya dengan seenaknya dan juga tidak mungkin

memenangkan persaingan melawan orang tuanya, maka ia belajar

untuk menahan diri. Disini tampak bahwa anak mulai belajar

menyesuaikan diri. Perasaan seksual yang negatif ini kemudian

menjadi anak menjauhi orangtua yang berjenis kelamin berbeda,

dan ia mulai mendekat pada orangtua dengan jenis kelamin sama.

Pada saat inilah dimulai proses identifikasi seksual. Ditandai dengan

pergaulan yang lebih suka bermain dengan teman yang jenis

kelamin sama.

d. Fase Laten

Biasanya terjadi pada anak usia 7-12 tahun. Periode ini

merupakan periode integrasi yang bercirikan anak harus berhadapan

dengan berbagai macam tuntutan sosial seperti hubungan kelompok,

pelajaran sekolah, konsep moral dan etik, dan hubungan dengan

dunia dewasa.

e. Fase Genital

Page 30: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

18

Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada

fase terakhir dalam perkembangan, yaitu fase genital. Dalam fase

ini anak dihadapkan dengan masalah yang kompleks, dan ia

diharapkan mampu bereaksi sebagai orang dewasa. Kesulitan yang

sering timbul pada fase ini seringkali disebabkan oleh karena si

anak belum dapat menyelesaikan tahap perkembangannya dengan

tuntas.

D. Definisi Anak

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang

masih kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di (suatu negeri,

daerah dsb), manusia yang lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa,

dapat juga dikatakan sebagai keturunan Adam (manusia).11

Anak juga merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat

menyenangkan hati, dan memberikan kebahagiaan serta sebagai perhiasan

pada kehidupan rumah tangga kerena sudahlah lengkap kebahagiaan

dengan hadirnya buah hati (anak). 12

Selanjutnya pengertian anak di dalam Undang-Undang adalah

seseorang yang berusia di bawah 18 tahun.13

Dalam Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

11

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 30-31.

12

Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkemmbangan”,

(Yogyakarta:Teras,2005), cet.1,h.50 13

UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002

Page 31: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

19

menyebutkan bahwa : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 (dua puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin”.14

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan

mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka

yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang telah

dikatakan pada Pasal 330 yang berbunyi : ”belum dewasa adalah mereka

yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih

dahulu kawin”. Selain itu, dapat pengertian lain bahwa anak pada

hakekatnya adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan

tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.15

Anak juga dapat dikatakan sebagai manusia muda yang batasan

usianya tidak selalu sama di berbagai negara. Di Indonesia, sering dipakai

batasan usia anak dari 0 sampai 12 tahun. Maka dengan demikian, dalam

kelompok anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak balita, anak usia

sekolah.16

Begitu pula yang dikutip oleh Nur Abdul Hafizh dalam bukunya

“Mendidik Anak Bersama Rosulullah SAW, dikatakan juga bahwa menurut

al-Ghazali anak adalah amanat yang harus dijaga bagi orang tuanya,

hatinya, bersih, suci, polos, dan kosong dari segala ukiran dan gambar.

Disini dapat dipahami bahwa anak adalah seseorang yang masih

berada dalam tahap perkembangan menuju dewasa. Adanya pentahapan

menunjukan anak sebagai sosok manusia dengan kelengkapan-

14

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 15

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Anak (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet ke-3,

h.. 166 16

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), cet. IV. H. 4

Page 32: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

20

kelengkapan dasar dalam dirinya baru mencapai kematangan hidup

melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena

itu, anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang

dewasa (orang tua dan pendidik pada umumnya).17

Ada dua fenomena yang mempengaruhi pandangan terhadap anak-

anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis) dan anak sebagai

fenomena sosial (dan legal).

a. Anak sebagai fenomena biologis

Secara biologis anak adalah orang yang mengalami fase

perkembangan masa kanak-kanak yaitu fase antara anak balita

dengan dewasa. Anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis),

anak juga di persepsikan sebagai manusia yang masih berada dalam

tahap perkembangan yang belum mencapai tingkat yang utuh.

Kenyataan itu ditandai dari kondisi fisik, organ reproduktif,

kemampuan motorik, kemampuan mental dan psikososialnya yang

dianggap masih belum selesai.

Dari perspektif biologis (dan psikologis), kategori anak

biasa diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkat perkembangan

seperti masa bayi, balita, kanak-kanak, remaja akhir dan

seterusnya.

b. Anak sebagai fenomena sosial

Sebagai fenomena sosial (dan legal), anak karena tingkat

perkembangan mental dan psikososialnya dianggap tidak

17

Khasanah Sya’idah, “Pemikiran Pendidikan Anak” dalam“ Abdullah Nashih

„Ulwan”, Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1425 H/2005 M, h. 32

Page 33: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

21

mempunyai kapasitas untuk melakukan tindak sosial (dan legal)

tertentu.

Namun sebagai fenomena sosial (dan legal), sub

klasifikasi itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak

merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya

dipertahankan dengan orang dewasa yang dianggap sudah

sepenuhnya mampu melakukan tindakan (legal) tertentu. Perbedaan

anak dengan orang dewasa biasanya dipatok dengan batas umur

tertentu. Batas umur tersebut bisa berbeda-beda bergantung pada

jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya, untuk dianggap

mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan

suatu batasan umur yang ditetapkan untuk melakukan perkawinan.

E. Pengertian Anak Terlantar

Anak terlantar pada dasarnya telah menjadi kepedulian bangsa

Indonesia yang secara eksplisit telah tertuang dalam UUD 1945. Dalam

pasal 34 ditegaskan, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh

Negara.18

Negara dalam pengertian ini dapat dipahami pemerintah

bersama masyarakat. Secara fungsional, program ini telah menjadi salah

satu tugas dan tanggung jawab Kementrian Sosial Republik Indonesia.

Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur untuk melihat kondisi anak.

18

UUD 1945 Setelah Amademen Keempat tahun 2002 (Jakarta : Pustaka Setia : 2004), h.

28

Page 34: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

22

Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pandangan tokoh masyarakat dari

beberapa lokasi penelitian sebagai.19

Anak terlantar adalah anak yang tidak terurus oleh orang tuanya,

pakaian compang-camping, tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari.

1. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang

lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan kebutuhan sehari-

hari (makan, pakaian, pendidikan).

2. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang

lemah (miskin), anak tidak terurus dari pemenuhan sehari-hari (makan,

pakaian, pendidikan).

3. Anak terlantar adalah anak yang berasal dari keluarga miskin, baik sisi

ekonomi, miskin hati maupun miskin moral.

4. Anak terlantar bukan hanya dari ekonomi lemah tetapi anak berasal

dari keluarga ekonomi mapan tetapi terlantar secara sosial dan

psikologis.

5. Anak yang tidak mendapatkan perhatian, tinggalnya berpindah-pindah

(disembarang tempat), pakaian tidak karuan.

6. Anak yang kurang terjamin khususnya dalam pendidikan atau tidak

dapat sekolah kerena alasan orang tua kurang mampu dalam

ekonominya.

Tolok ukur anak terlantar yang dikemukakan oleh para tokoh di atas

terkesan bersifat parsial, namun masalah tersebut mempunyai keterkaitan

dengan permasalahan lain yang harus dihadapi oleh anak. Sebagai ilustrasi

19

Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Model Penanganan

Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial : Departemen

Sosial. h. 115

Page 35: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

23

dapat dikemukakan beberapa kondisi yang dapat berdampak negatif pada anak

sebagai berikut.20

a) Anak tidak terurus, berpakaian compang-camping, dan tidak

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, sehingga ia harus bekerja dahulu

sebelum makan. Tolok ukur ini mengendikasikan, anak yang tidak

mendapatkan perhatian keluarga dan lingkungannya. Seringkali anak

tersebut didentifikasi sebagai anak gelandangan/pengemis dan atau

anak jalanan.

b) Mereka yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, waktu yang

mestinya dapat digunakan untuk belajar, bermain dipergunakan untuk

bekerja. Terlebih lagi jika anak harus membantu ekonomi keluarga

untuk bekerja. Kondisi semacam ini tentunya berpengaruh pada

perkembangan psikologi anak (rendah diri), terutama dalam pergaulan

(sosialisasi) anak dengan teman yang lebih luas. Dampak yang paling

panjang adalah masa depan anak yang tidak menentu.

c) Anak yang tidak mendapat perhatian dapat diinterpretasikan sebagai

anak yang kurang terawat kesehatan, pendidikan serta kasih sayang.

Kondisi ini tentunya dapat menghambat perkembangan anak, baik

secara psikologis maupun sosial.

d) Anak yang berada di lokasi pengungsian akibat bencana maupun

konflik/kerusuhan seringkali permasalahannya lebih kompleks. Di satu

sisi, mereka berada dalam kondisi tekanan psikologis yang paling tidak

menguntungkan seperti; kurang percaya diri, dan kesulitan untuk

20

Ibid. h 117

Page 36: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

24

belajar. Di sisi lain, masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap

kesempatan untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Kondisi di atas mengindikasikan adanya hak kebutuhan dasar anak

sebagaimana termaktub di dalam Konvensi Hak Anak yang tidak dapat

terpenuhi. Secara empiris, pandangan masyarakat ini dapat disimpulkan

bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, psikis

dan sosial secara baik. Jika ditelusuri akar permasalahan yang menyebabkan

meningkatnya anak terlantar adalah (1) faktor ekonomi yang lebih

menekankan pada masalah kemiskinan, dan (2) kondisi situasional (seperti

bencana alam, konflik/kerusuhan).21

21

Ibid h 118

Page 37: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Kegunaan dari suatu penelitian menurut Nazir (1983) adalah untuk

menyelidiki keadaan suatu keadaan, alasan atas suatu keadaan dan

konsekuensi dari keadaan tersebut.22

Dalam penelitian sosial, dikenal adanya dua metode (proses, prinsip,

dan prosedur yang ditempuh seseorang peneliti dalam mendekati

permasalahan dan mencari jawabannya) yang dikenal dengan istilah kualitatif

dan kuantitatif.23

. Dalam metode penelitian sosial, penelitian kualitatif adalah

penelitian yang digunakan untuk memahami gejala yang terbatas dengan

fokus yang dalam dan rinci serta mempersoalkan sesuatu yang diteliti

menurut pandangan dan definisi partisipan.24

Dan menurut Nawawi pandekatan kualitatif dapat diartikan sebagai

rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya

dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu

masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.25

Sedangkan menurut Bodgan dan Tailor dalam bukunya sebagaimana

dikutip oleh Lexy J. Moleong metodologi kualitatif adalah prosedur

22

Muhammad Nazir, Metode Penalitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h.27

23

Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Penerbit Karunika, 1986), h.31

24

Sonapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial; Dasar-dasar dan Aplikasinya,

(Jakrta: Rajawali Press, 1992), h.22 25

Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1992) h. 209

Page 38: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

26

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.

Menurut mereka pendekatan ini diartikan pada latar dan individu atau

organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu pemandangan sebagai

bagian dari suatu keutuhan.26

Pendekatan kualitatif inidipilih berdasarkan tujuan penelitian yang

ingin mendapatkan gambaran tentang psikososial anak terlantar di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan

penelitian terhadap anak serta pengurus yang berada di Yayasan Sayap Ibu

Jakarta.

B. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.

Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,

gambar dan bukan angka-angka.

Seperti yang dijelaskan oleh Alston dan Bowles

“descriptive research aims to find out in precise detail than explatory

research the „what‟ of social phenomena....”

“penelitia deskriptif bertujuan untuk mecari jawaban „apa‟ dari

sebuah gejala sosial , secara lebih tepat dan mendalam daripada

penelitian eksploratori”

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data

untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut

26

Lexy J. Moeleong, MA, “Metodelogi Penelitian Kualitatif” (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2000), h.3

Page 39: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

27

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo, dan

dokumentasi resmi lainnya.27

Dalam penelitian deskriptif ini, penulisan menjelaskan dan

menerangkan tentang analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap

Ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak

Sekolah Dasar (SD) yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Adapun subyek dalam penelitian ini adalah dua anak yang berada

di Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Anak tersebut sudah duduk di bangku

Sekolah Dasar (SD). Mengapa peneliti mengambil dua sempel anak untuk

dijadikan penelitian, sedangkan di Yayasan Sayap Ibu memiliki 34 orang

anak yang berada di sana. Karena mayoritas anak yang berada di yayasan

tersebut Batitita (bawah tiga tahun) dan Balita (bawah lima tahun), dan

anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) berjumlah 6 orang,

dua orang sekolah di Sekolah Luar Biasa dan empat orang sekolah di

Sekolah Dasar. Untuk mempermudah peneliti mendapatkan informasi

dalam wawancara di dalam penelitian ini, maka peneliti mengambil dua

sempel anak yang sudah duduk di Bangku Sekolah Dasar tersebut. Dan

ketertarikan peneliti mengambil dua sempel anak ini yaitu anak tersebut

memiliki perbedaan fisik antara anak yang normal dan anak yang tidak

normal.

27

Burhan Bugin, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda, 2003),

cet. Ke-2, h. 39

Page 40: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

28

2. Objek Penelitaian

Dalam penelitian ini obyek yang digunakan penelitian adalah

psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

D. Tempat dan Waktu Penelitan

Tempat penelitan ini bertempat di Yayasan Sayap Ibu yang beralamat,

di Jalan Barito II. Sedangkan Waktu penelitan dimulai pada bulan September-

Desember 2010.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berkut :

1. Wawancara

Wawancara atau interview ini untuk melengkapi pengumpulan data

yang diperlukan, selain melakukan observasi langsung dan dokumentasi

penulis juga melakukan wawancara langsung kepada pihak Yayasan Sayap

Ibu yang dianggap dapat memberikan informasi kepada penulis ataupun

kepada pihak lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.

Untuk kebutuhan ini, penulis melakukan wawancara mendalam dengan

dua orang pengasuh satu orang pengurus dan dua orang klien.

2. Observasi

Yaitu penulis mendatangi Yayasan Sayap Ibu untuk meminta izin

melakukan pengamatan/penelitian secara langsung terutama anak SD

(sekolah dasar) yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Di sini penulis

Page 41: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

29

melakukan pengamatan langsung dalam mengikuti kegiatan yang di

lakukan anak sekolah tersebut seperti: (1) belajar di yayasan (2)

mengerjakan tugas/PR di yayasan (3) istirahat/bermain dan menjadi

pendamping belajar untuk para klien dengan tujuan agar penulis

mendapatkan data yang akurat dan kongkriet tentang masalah yang diteliti

penulis.

3. Catatan lapangan

Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang penulis

dengar, lihat, alami, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan data dan

refleksi terhadap data penelitian.28

Penulis akan mencatat hasil observasi.

4. Dokumentasi

Hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak

diperbolehkan dengan observasi dan interview, tetapi hanya

diperbolehkan dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah

buku, jurnal, surat kabar, majalah, internet, modul-modul pelatihan dan

sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh

penulis.

F. Teknik Analisa Data

Setelah data diperoleh, selanjutnya penulis melakukan analisa data.

Dalam hal ini penulis menganalisa dengan menggunakan analisa deskriptif,

yaitu suatu metode dalam penulisan sekelompok manusia, suatu obyek, suatu

kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa

28

Moleong, Metode Kualitatif, h. 153

Page 42: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

30

sekarang29

. Tujuan dari teknik ini adalah untuk berusaha menggambarkan

objek penelitian apa adanya sesuai dengan kenyataan yang ada.

G. Keabsahan Data

Pada teknik keabsahan data, penulis melakukan diskusi analisis

dimana hasil penelitian sementara akan dijabarkan. Setelah itu akan dilakukan

pengoreksian bersama teman-teman untuk kemudian melakukan perbaikan

secara terus-menerus dan memfokuskan terhadap bahan yang diteliti. Teknik

pemeriksaan keabsahan data mempunyai beberapa kriteria, yaitu :

1. Teknik triangulasi sumber, dalam hal ini penulis mencari,

membandingkan pendapat seseorang dengan berbagai pendapat orang

lain.

2. Keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-

unsur dalam sitiuasi yang sangat relavan dengan persoalan atau isu

yang sedang dicari, kemudian memusatkan dari pada hal-hal tersebut

secara rinci. Dengan hal ini penulis hanya melakukan pengamatan

kepada masalah yang sedang diteliti yaitu analisis psikososial anak

terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

H. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk memepermudah menyelesaikan skripsi ini, penulis melihat

teknik penulisan dari buku “Pedoman Penulisan karya Ilmiah” yang

diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2008.

29

M.Natsir, Metode Penelitian (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998), Cet. Ke-3

Page 43: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

31

I. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai

langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti agar terhindar dari

kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-

sebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti

menemukan beberapa skripsi yang hampir sama dari segi judul yang penulis

buat, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut yang berbeda, yaitu :

Skripsi Pertama

Nama : Aris Miarti

Universitas : Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Jurusan Kesejahteraan Sosial.

Judul : Pelayanan Psikososial dalam Mengenai Anak yang

Mengalami Trauma Akibat Kekerasan (Child abuse) (studi

kasus terhadap 3 klien korban kekerasan di Rumah

Perlindungan Sosial Anak (RPSA Bambu Apus), Depok

Juli 2009).

Meskipun sama mengambil objek kajiannya yaitu psikososial tetapi

berbeda dengan skripsi yang penulis kaji yaitu dari segi kajiannya. Aris

Miarti mengambil subjek terfokus pada pelayanan psikososial dalam

menangani anak korban kekerasan dan melakukan penelitian di RSPA Bambu

Apus, sedangkan penulis terfokus pada program analisis psikososial anak

terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

Page 44: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

32

Skripsi Kedua

Nama : Supriyanti

Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2009

Judul : Peran Yayasan Sayap Ibu dalam Membantu

Perkembangan Psikososial Anak Terlantar di Taman

Balita Sejahtera

Di dalam skripsi ini persamaannya terletak pada judul dan tempat

anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu. Walaupun mengambil

objek dan tempat yang sama penulis buat, perbedaan itu terletak pada judul

skripsi yang penulis buat yaitu analisis psikososial anak terlantar di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta. Selain itu perbedaannya terletak pada sumber data yang

Supriyanti adalah anak-anak yang terlantar di Taman Balita Sejahtera,

sedangkan penulis peroleh adalah anak yang sudah duduk di bangku sekolah

dasar (SD).

Skripsi Ketiga

Nama : Megasari

Universitas : UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,

Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2010

Judul : Pengaruh Progam Sekolahku Terhadap Perkembangan

Psikososial Anak Penderita Kanker Yayasan Kasih Anak

Kanker Indonesia

Page 45: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

33

Di dalam skripsi ini sama seperti skripsi-skripsi sebelumnya,

persamaan pada objek penelitian dan tempat penelitian. Di sini perbedaannya

terletak pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang penulis buat.

Megasari terfokus pada pengaruh program sekolahku terhadap perkembangan

psikososial anak penderita kanker sedangkan penulis memfokuskan pada

kajian analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

Page 46: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

34

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA

A. Gambaran Umum Yayasan Sayap Ibu

Yayasan Sayap Ibu adalah suatu lembaga yang berada di bawah naungan

Dinas Sosial, yang bergerak dibidang perawatan dan pengasuhan anak yang

diterlantarkan oleh orangtuanya. Pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai

latar belakang berdirinya Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

1. Sejarah singkat berdirinya Yayasan Sayap Ibu

Tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di

Jakarta, baik yang ditinggal di Rumah Sakit maupun yang kemudian di

temukan di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya semakin banyak.

Keadaan inilah yang kemudian mendorong beberapa Ibu antara lain Ny. Hj.

Sutomo, Ny. Soekardi dan Ny. Garland Soenaryo mendirikan Yayasan

dengan nama : Yayasan Sayap Ibu (YSI) pada tanggal 30 September 1955.

Awalnya YSI tersebut bertujuan untuk menolong anak-anak Batita

(Bawah Tiga Tahun), anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga

angkat. Untuk kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women’s International

Club dan Pemerintah Daerah. Dalam perkembangannya tahun 1968 YSI

melakukan restrukturallisasi dan menempatkan diri dibawah Badan

PembinSa Kegiatan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta yang ketuanya Ny.

J.S. Nasution. Dalam mengasuh dan merawatkan anak, kriteria anak di

tingkatkan dari 0 – 5 tahun. Untuk memberikan tempat yang lebih baik dan

terhindar dari banjir, oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur DKI Jaya, gedung

Page 47: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

35

YSI di Jalan Barito direnovasi, sehingga dapat menampung anak terlantar

yang jumlahnya pada saat itu bertambah banyak.

Pada tahun 1976, akibat banyaknya adopsi anak oleh Warga

Negara Asing (WNA) yang dilakukan hanya dengan akte notaris saja

sehingga jual beli anak semakin marak, maka Guberbur DKI Jaya Bapak Ali

Sadikin mengeluarkan izin mengakui Badan Konsultasi Pengangkatan Anak

YSI sebagai lembaga resmi. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Surat

Edaran dari Departemen Kehakiman No. JHAI/1/2 tahun 1978 tentang

Prosedur Pengang-katan Anak WNI oleh WNA yang menentukan bahwa

Notaris tidak boleh membuat Akte Adopsi Anak WNI oleh WNA harus

dilaksanakan dengan Penetapan Pengadilan dan Mahkamah Agung dengan

Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan

SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Prosedur pengangkatan Anak WNI oleh

WNA dan anak WNA oleh WNI.

Pada tahun 1978 Ny. J.S. Nasution, sebagai ketua YSI Pusat

membentuk 2 (dua) cabang yaitu: YSI cabang Jakarta dengan ketua Ny.

Moch. Said dan YSI cabang Yogyakarta dengan ketua Ny. C. Utaryo.

Dengan semakin meningkatnya jumlah anak terlantar yang harus

dirawat di Yayasan Sayap Ibu maka pada tahun 1979, Gedung YSI di Jalan

Barito dibangun kembali oleh Gubernur DKI Jakarta dengan mewujud

seperti sekarang menjadi 2 (dua) lantai. Sekarang merupakan tempat

perawatan balita terlantar baik normal maupun cacat. Pada tahun 1981

Departemen Sosial, melakukan Peraturan Pemerintah No. 13 tentang

Organisasi Sosial yang dapat menyelanggarakan usaha penyantunan Anak

Page 48: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

36

terlantar (termasuk melaksanakan pengangkatan anak), ada 6 organisasi

salah satunya adalah YSI cabang Jakarta. Dengan berlakunya Undang-

undang Yayasan yang baru, tahun 2005 YSI Pusat dipindahkan ke

Yogyakarta, ketuanya adalah Ibu C. Utaryo, sementara Ny. J.S. nasution

bertindak sebagai Pembina YSI. Ketua cabang Jakarta sejak tahun 2002

adalah Ny. Rien Tjipto Winoto. Mulai tahun 2007, ketua YSI cabang

Jakarta ialah Ny. Maryono, yang dilantik pada bualan February 2007.30

2. Visi dan Misi

a. Didalam Yayasan Sayap Ibu Jakarta memiliki visi terhadap anak-

anak yang berada disana, visi tersebut guna menjelaskan tentang

kesadaran dan kepedulian kita semua terhadap anak yang di berikan

Tuhan kepada kita. Visi dari Yayasan Sayap Ibu itu adalah:

“Anak adalah amanah yang berhak akan perawatan dan perlindungan

sejak semasa dalam kandungan sesudah dilahirkan”.

b. Begitu pula dengan Misi yang di terapkan di Yayasan Sayap Ibu

Jakarta yaitu:

“Berusaha semaksimal mungkin melaksanakan usaha kesejahteraan

anak bagi anak yang terlantarkan secara holistic, terpadu dan

berkesinanbungan sampai anak dalam asuhannya dapat terentaskan

dengan sebaik-baiknya”.31

32

Cacatan : Istilah terlantarkan dalam hal ini

1) Tidak ada orang tua/wali yang merawatnya

2) Tidah diketahui orang tuanya atau kerabatnya

30

Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009 31

Ibid 32

Dhuha Alwi, Laporan Praktikum II, Yayasan Sayap Ibu, tidak di publikasikan

Page 49: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

37

3) Orang tua/walinya tidak mau merawatnya atau terlantar

4) Karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan

3. Tugas Pokok

Yayasan Sayap Ibu adalah Yayasan yang menyelenggarakan

pelayanan kesejahteraan sosial bagi bayi dan anak balita (bawah lima tahun)

terlantar, yang meliputi perawatan atau penampungan asuhan,

pengasramaan. Kemudian Yayasan Sayap Ibu juga melakukan pembinaan

juga perlindungan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Walaupun anak-anak

hidup di panti namun pembinaan serta perlindungan bagi mereka akan tetap

terjamin.

Lalu tugas pokok lainnya adalah pelayanan atau sosialisasi,

pengembangan dan kesehatan dan yang terakhir adalah sebagai penyaluran

dan bina lanjut. Panti sosial sebagai lembaga yang menyelenggarakan

pelayanan agar anak-anak tumbuh kembang secara wajar maupun mandiri.

Meskipun mereka tidak dirawat oleh keluarga mereka sendiri, tetapi mereka

akan merasakan kasih sayang serta pembinaan dari panti sosial agar mereka

tumbuh dan berkembang seperti anak-anak yang berada dalam suatu

keluarga yang utuh.

4. Kedudukan

Yayasan Sayap Ibu Pusat telah menjadi anggota Dewan Nasional

Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS). Dan dua cabangnya di

Jakarta dan Yogyakarta merupakan anggota Badan Kordinasi Kegiatan

Kesejahteraan Sosial (BKKKS) bergerak dalam pelayanan pembinaan anak

balita terlantar. Dalam perkembangannya, Yayasan Sayap Ibu bekerja sama

Page 50: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

38

dengan untuk memberikan pelayanan seperti pengangkatan anak asuh, hak

perwalian atau orang tua asuh melalui Badan Pengangkatan Anak (BPA).

a. Tugas

Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak

terlantar usia tujuh tahun ke bawah yang meliputi asuhan dan

perlindungan, perawatan, sosialisasi dan pengembangan, penitipan

anak, penyaluran dan bina lanjut.

b. Fungsi

1) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi,

indentifikasi, motivasi, dan seleksi.

2) Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan

administrasi, penempatan dalam panti dan penitipan.

3) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan

perlindungan sosial.

4) Pelaksanaan assesment meliputi penelaahan, pengungkapan dan

pemahaman masalah dan potensi.

5) Pelaksanaan pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental,

sosial, pendidikan formal dan non formal dan pengembangan

kepribadian.

6) Pelaksanaan sosialisasi meliputi, kemampuan bermasyarakat,

kehidupan dalam keluarga dan kesiapan pendidikan.

7) Pelaksanaan, penyaluran dan pembinaan lanjut meliputi

penempatan anak, monitoring, konsultasi, pemantapan, dan

terminasi.

Page 51: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

39

5. Kepengurusan

Pembina : Ny. J.S. Nasution

Pengawas : Ny. Dr. Mimi Patmonodewo

Ny. Viviani Kartadjoemena

Ny. Prof. Dr. Dra. Endang Sumami, SH. M.

Hum

Ketua Umum : Ny. Soemarmi Maryono I.S.

Ketua I : Ny. Rien Tjipto Winoto

Ketua II : Ny. Tjondrowati Subiyanto

Bendahara I : Ny. Dr. Ken Martati

Bpk. Sumiadji, AK.

Sekretaris I & 2 : Ny. Dra. Heliyanti Jaswin, Apt.

Ny. Battalita Hendro

Personalia : Ny. Tjondrowati Subiyanto

Bid. Humas & Dana : Ny. Srie Wahyuni Bambang Subianto

Bid. Pengentasan Anak :Ny. Ajeng Dian Andari, SH

Bid. Pelayanan Masy : Ny. Ajeng Dian Andari, SH

Kordinotor Bid. Panti : Ny. C.E. Dodds

Logistik : Ny. Wiwiek P. Soeryo

Kesehatan : Ny. Dr. Endang Siti Mulyani

Pendidikan : Ny. Sri Nooryarini Soeroso

Page 52: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

40

6. Dasar Hukum

1) UUD Tahun 1945

2) UU No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial

3) UU No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

4) Per. Men. Sos. No. 13 Tentang ORSOS yang diijinkan

Menyelanggarakan Penyantunan Anak Terlantar termasuk

menyelanggarakan pengangkatan Anak

5) Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 sebagai

pengangkatan Anak WNI oleh WNA

6) KEP. Men. Sos. No. 41/HUK/KEP/VII/1984 Tentang Petunjuk

pelaksanaan perizinan pengangkatan Anak

7) UU No. 23 Th. 2002 Tentang Perlindungan Anak33

7. Kegiatan Yayasan Sayap Ibu

a. Kegiatan Rutin Kegiatan Pelayanan

1. Perawatan dan pengasuhan balita terlantar termasuk korban

kasus perdagangan anak.

2. Perawatan rehabilitasi, fisioterapi, bina wicara bagi anak

berkebutuhan khusus dan kesehatan.

3. Pendidikan tumbuh kembang anak asuh

b. Pengentasan anak kembali ke keluarga.

Pengangkatan anak, konsultasi dan bantuan hukum Yayasan Sayap

Ibu memberikan pelayanan pengangkatan anak dengan dasar keputusan

33

Profil Yayasan Sayap Ibu

Page 53: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

41

Menteri Sosial RI No. 23/HUK/KM/1982 dan keputusan Gubernur

Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. DII./7817/a/8/1976 baik

domestic maupun intercountry. Program rujukan ke panti asuhan

dengan adanya undang-undang perlindungan anak upaya rujukan tidak

semudah masa lampau dilaksanakan.

c. Pelayanan Masyarakat

1) Penyuluhan dan bimbingan baik bagi perorangan maupun

kelompok mengenai undang-undang kesejahteraan anak dan

pengangkatan anak.

2) Sosialisasi berbagai perundang-undangan/peraturan berkaitan

dengan usaha kesejahteraan anak dan konvensi PBB tentang

hak-hak anak.

3) Bimbingan dengan konsultasi untuk mahasiswa persiapan

skripsi mengenai asuhan balita terlantar, upaya pengangkatan

anak domestik dan intercontry antara Negara.

4) Tayangan di media massa maupun elektronik mengenai

pelayanan anak balita terlantar.

5) Pertemuan dengan para stakeholders sebagai rekan kerja.

6) Bhakti kerja membantu masyarakat kurang mampu.

d. Peningkatan sumberdaya manusia

Mengikutsertakan dalam kursus-kursus dan belajar melalui

kuliah bagi karyawan yang berpretasi menurut bidang baktinya.

e. Kegiatan Pendidikan

1) Taman Balita Sejahtera/TPA; usia 3 - 4 tahun, usia 4 -5 tahun.

Page 54: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

42

a) TBS (Taman Balita Sejahtera) berfungsi untuk memberikan

pendidikan bagi anak-anak yang terlantar yang ada di Yayasan

Sayap Ibu. TBS ini merupakan kegiatan belajar mengajar

setingkat dengan Play Group dan TK (Taman Kanak-Kanak),

bagi batita dan balita terlantar yang muridnya dari panti asuhan

Yayasan Sayap Ibu dan anak sekitar panti asuhan.

b) Pendidikan bagi pengasuh/pramubalita.

Dalam usahanya membantu para ibu dalam merawat

anak dan memenuhi pengasuh bayi di panti, Yayasan Sayap Ibu

menyelenggarakan kursus untuk pramusiwi atau perawat bayi

yang sekaligus menunjang program pemerintah dalam

meningkatkan usaha peyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

c) Bimbingan bagi mahasiswa/mahasiswi SI, S2, dan AKPER.

d) Pelatihan untuk anak-anak sekolah dalam program kegiatan

bakti sosial.

2) Kegiatan Non-rutin

a) Menyelenggarakan seminar bagi masyarakat.

b) Mengadakan bakti sosial untuk berbagi dengan para korban

banjir, kebakaran dan keluarga miskin.

c) Mengadakan kerjasama dengan media melalui tayangan,

artikel, serta himbauan kerjasama dalam pelayanan balita

terlantar.

Page 55: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

43

d) Memberikan penyuluhan mengenai balita terlantar,

peraturan/perundang-undangan usaha kesejahteraan anak

dan konvensi PBB tentang hak anak.

Pengurus Yayasan Sayap Ibu Cabang Jakarta dilengkapi

dengan konsultan/petugas profesi bidang:

1. Kesehatan:

a) Dokter Umum

b) Dokter Anak

c) Neurolog

d) Perawat

e) Fisioterapis dan Bina Wicara

2. Pendidikan:

a) Psikolog

b) Guru berpendidikan khusus

3. Panti:

a) Pekerja Sosial

b) Administrasi

8. Pendanaan Yayasan Sayap Ibu

Untuk menyelenggarakan usaha, Yayasan Sayap Ibu membutuhkan

dana yang tidak sedikit. Dana terbesar diperoleh dari sumbangan-

sumbangan masyarakat. Selain itu juga diperoleh bantuan dana dari :

a. Pemerintah Pusat (Kementrian Sosial)

b. Pemerintah Daerah (Dinas Sosial)

c. Yayasan Dharmais

Page 56: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

44

d. Pihak-pihak swasta lainnya.

Selain dana, juga diperoleh sumbangan spontan dari masyarakat

berupa materi, makanan dan barang. Seluruh bantuan yang diperoleh

digunakan untuk membiayai Yayasan. Pembiayaan terbesar yayasan adalah

untuk biaya hidup anak, perawatan kesehatan (termasuk tindakan operasi)

dan biaya hidup anak, operasional pengasuh atau pembantu perawat dan

staf.

Yayasan Sayap Ibu memberikan pertanggungjawaban mengenai

tugas dan keuangan kepada Dewan Pengawas Yayasan Sayap Ibu, instansi

pemerintah yang bersangkutan dan kepada masyarakat.

9. Sarana dan Pra Sarana

Yayasan Sayap Ibu mempunyai dua lantai yaitu sebagai berikut :

Lantai I

Untuk kegiatan Panti dan Perkantoran

TBS- 1 Ruang Isolasi, Ruang Begonia (untuk bayi usia 0-1 tahun), Ruang

Karantina (bayi baru terdiri dari, ruang speech terapi dan ruang fisioterapi

ruang perkantoran, di dalamnya terdapat kepala panti, kordinator panti,

sekretaris dan seorang peksos, dan dapur susu, gudang dapur (gudang

makanan), ruang pengurus bendahara, toilet umum, ruang anyelir (usia 3-8

tahun) di pertengahan lantai bawah terdapat taman bermain anak-anak.

Lantai II

Untuk kegiatan Perkantoran Yayasan dan Asrama

Karyawan/karyawati dan gudang :

Page 57: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

45

Ruang Konseling, Ruang Sekretariat, Ruang Pengurus, Ruang BPA, Aula,

Kamar Arsip, Gudang Mainan, Kamar Karyawan, Toilet Karyawan, Ruang

Logistic 1 (makanan bayi), Ruang Logistic II (perlengkapan bayi), Toilet

Karyawan, Kamar Karyawati A, Kamar Karyawati B, Ruangan Belajar

untuk Anak SD, Toilet, Mushola, Kamar Pengurus, Kamar Karyawati.34

10. Data Anak Asuh dan Karyawan

Secara Keseluruhan jumlah anak di Yayasan Sayap Ibu sebagai

berikut:

a. Ruang Anyelir

1) Anak Laki-laki : 8 Anak

2) Anak Perempuan : 5 Anak

Tabel 1

Daftar Nama Anak Di Ruang Anyelir

Nama Tgl Lahir Tgl Masuk L/P Umur Ket

Jaya 24 Juni 2000 28 Juni 2000 L 8 Thn 10 Bulan

Vikri 29 Sept 2000 28 Jan 2001 L 8 Thn 7 Bulan Sumbing

Mulia 16 Sept 2000 13 Juni 2001 L 8 Thn 7 Bulan Tuna Rungu

Joni 16 Juni 2001 3 Sept 2001 L 7 Thn 9 Bulan

Oki 10 Okt 2001 5 Feb 2002 L 7 Thn 3 Bulan

Ferdi 21 Feb 2002 25 Feb 2002 L 7 Thn 2 Bulan

Intan 27 Aprl 2002 6 Agust 2002 P 7 Thn Palato Schiz

Mira 18 Juli 2002 6 Agust 2002 P 6 Thn 9 Bulan

Rachel 29 Sept 2002 26 Nov 2004 P 5 Thn 7 Bulan Tuna Netra

Hosea 24 Juli 2004 26 Nov 2004 L 4 Thn 9 Bulan

Mona 5 Apr 2005 2 Des 2005 P 4 Thn Palato Schiz

Ody 23 Okt 2005 2 Mai 2005 L 3 Thn 6 Bulan

34

Ibid

Page 58: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

46

Sumber : Yayasan Sayap Ibu

b. Ruang Cempaka

1) Anak Laki-laki : 9 Anak

2) Anak Perempuan : 1 Anak35

Tabel 2.

Daftar Nama Anak di Ruang Cempaka

Nama Tgl Lahir Tgl Masuk L/P Umur Ket

Ryan 4 Okt 2005 5 Mai 2006 L 3 Thn 6 Bulan

Aby 23 Des 2005 2 Mai 2006 L 3 Thn 4 Bulan Colostomi

Wahyu 23 Jan 2006 1 Seot 2006 L 3 Thn 3 Bullan

Mardi 16 Mart 2006 21 Sept 2006 L 2 Thn 10 Bulan

Haris 22 Juni 2006 4 Sept 2006 L 2 Thn 10 Bulan

Irma 30 Juni 2006 P 2 Thn 10 Bulan

Okan 9 April 2007 13 Juli 2007 L 2 Thn

Axsel 19 Ags 2007 L 1 Thn 8 Bulan

Sumber : Yayasan Sayap Ibu

c. Ruang Cempaka

1) Anak Laki-laki : 8 Anak

2) Anak Perempuan : 3 Anak

Tabel 3. Daftar Nama Anak di Ruang Begonia

Nama Tgl Lahir Tgl Masuk L/P Umur Ket

Yuda 24 Ags 2007 26 Mart L 1 Thn 8 Bulan

Dila 22 Sept 2007 24 Jan 2008 L 1 Thn 7 Bulan

Dani 3 Nov 2007 24 Jan 2008 L 11 Bulan

Cipto 13 Juli 2008 31 Des 2008 L 9 Bulan Atrofi Otak

Bagas 22 Ags 2008 L 8 Bulan

Vadindza 22 Des 2008 L 4 Bulan

35

Data tabel diatas di dapat saat praktikum di Yayasan Sayap Ibu

Page 59: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

47

Kesya 2 Mar 2009 16 Mar 2009 P 2 Bulan

David 27 Mar 2009 7 Apr 2009 L 1 Bulan

Anton L

Vicky 29 Mai 2008 31 Des 2008 L 11 Bulan

Sumber : Yayasan Sayap Ibu

Jumlah : 34 Orang Anak

Catatan :

Tanggal masuk yaitu tanggal dimana Anak pertama klien di YSI

Umur yang di maksud yaitu umur anak saat ini36

Jumlah karyawan Yayasan Sayap Ibu pertahun 2010 sebanyak 70 Orang

terdiri dari karyawan ekstern tidak menginap di dalam dan karyawan intern

yang menginap di dalam. Dan jumlah perawat berjumlah 24 Orang.

d. Data Karyawan

1) Karyawan Rumah Tangga

a) Dapur : 3

b) Cleaning Service : 3

c) Laundry : 4

d) Taman : 1

e) Rumah Tangga : 3

2) Bagian Perawat

a) Ketua Perawat : -

b) Asisten Ketua Perawat : 1

c) Pengasuh : 24

d) Karyawan Intern : 37

36

Ibid

Page 60: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

48

e) Karyawan Ekstern : 18

Jumlah : 94 Orang

11. Mekanisme Penerimaan dan Pelepasan Anak

a. Penerimaan Anak/Anak Serahan ( 0-5 Th )

Asal Usul:

1) Dari rumah sakit dan rumah

2) Rumah sakit di Jakarta dengan YSI cabang Jakarta antara lain:

a) RS. Cipto mangunkusumo (RSCM)

b) RS. Persahabatan Rawamangun

c) RS. Jakarta

d) RSUD. Tarakan

e) RS. Fatmawati

f) Dan lain-lain

3) Serahan langsung orang tua yang sebagian besar oleh karena

hasil perkawinan di luar nikah, selain itu karena mengalami

kesulitan ekonomi.

4) Ditemukan di sembarang tempat dengan disertai berita acara

dari polisi.

Anak yang diterima di YSI Cabang Jakarta ada yang nomal dan ada

yang mengalami kelainan fisik dan mental. Yang normal akan ditingkatkan

pertumbuhannya dengan pemberian vitamin, diberikan pelatihan dan

pendidikan sesuai usianya. Anak dengan kelainan fisik dan mental (dengan

pertumbuhan khusus) akan diberikan stimulan agar tumbuh kembangnya

maksimal sesuai dengan kemampuannya.

Page 61: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

49

b. Melengkapi Data Anak

Pada saat anak diterima belum mempunyai data lengkap, maka

akan dilakukan adalah:

1) Mengirimkan pekerjaan sosial untuk mengunjungi atau

mencari orang tua anak, di manapun mereka berada.

2) Mengiklankan 3 hari berturut-turut selang 10 hari.

a) Apabila orang tua/ibu kandung sudah ditemukan, YSI

akan mengupayakan agar dapat kembali ke keluarga.

b) Apabila orang tua/ibu kandung tidak ditemukan, dan

iklanpun tidak terjawab, maka anak menjadi anak Yayasan

dan dapat dicarikan orang tua angkat.

c. Pengangkatan Anak

1) Pemohon diwajibkan untuk datang berkonsultasi dengan

pengurus bagian pengangkatan anak sesuai ketentuan

persyaratan dasar.

2) Setelah terpenuhi dokumen-dokumen yang harus delengkapi,

pemohon dianggap resmi sebagai pemohon pengangkatan

anak.

3) Apabila sudah ada bayi yang sesuai dengan permohonan yang

bersangkutan, maka akan diadakan

4) kunjungan rumah (home visit I) untuk intercontry

dilaksanakan oleh Peksos Kemensos dan Peksos YSI. Untuk

domestic oleh Peksos Dinsos dengan Peksos YSI Cabang

Jakarta.

Page 62: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

50

YSI

(Yayasan)

Sayap Ibu)

Departeman

Sosial/Dinas

Sosial

Sidang

pengangkatan

anak

Wawancara

Pengumpulan

surat/dokumen

Izin

pengangkatan

anak

Sidang tim

PIPA

Surat keputusan pengangkatan

anak

Kunjungan

Rumah

Kurang

lebih 6 bln

Kunjungan

rumah 2

Penempatan anak (asuhan

keluarga)

Calon

Orang Tua

Angkat

d. Jaringan Kerjasama yang Dilakukan Sampai Kini:

1) Dalam Negeri

a) Kementran Sosial

b) Dinas Bintal dan Kesos

c) Dinas Pendidikan

d) Departemen Kehakiman Hukum dan Ham

2) Departemen Luar Negeri

a) Pengadilan negeri

b) Komnas Perlindungan Anak (KPAI)

c) Dinas Kesehatan

d) Departemen Agama

e) Mahkamah Agung

e. Proses Pengangkatan Anak

Gambar 1

Page 63: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

51

B. TEMUAN

Sebelumnya penulis akan terlebih dahulu membahas dua informan yang

akan menjadi sumber dari skripsi ini. Yaitu dua anak yang terlantar yang berada di

Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang keduanya sudah memasuki bangku sekolah dasar

(SD).

1. Vikri (Klien A)

Nama : Vikri

Tanggal Lahir : 29 September 2000

Tanggal Masuk Yayasan : 28 Januari 2001

Umur : 9 tahun

Fisik Badan : Tinggi, rambut hitam lurus, kulit sawo matang,

memiliki kecacatan (sumbing)

Psikis : Sopan, memiliki sikap lebih dewasa dibandingkan

dengan anak yang lain, pendiam dan penurut.37

Klien A adalah salah satu anak terlantar yang berada di Yayasan Sayap Ibu

Jakarta. Ia diterlantarkan oleh orang tuanya saat ia masih bayi, selama di Yayasan

ia dirawat sebagaimana seperti dengan anak-anak yang lain yang telah terlebih

dahulu berada di sana. Saat klien A diberikan ke Yayasan ia sudah memiliki

kecacatan yaitu sumbing di bibir. Ia pernah di operasi sumbingnya karena

kesulitan saat makan. Di Yayasan klien A dibesarkan dan diperlakukan seperti

anak-anak yang lain, bahkan ia juga disekolahkan sampai saat ini yaitu kelas

empat SD (sekolah dasar) di Sekolah Dasar Negeri 01 Cipete. Setelah klien A

37 Observasi

Page 64: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

52

duduk di bangku sekolah dasar ia dipindahkan di Yayaysan Sayap Ibu Cabang

Cirende, karena ia sudah besar dan yang berada di Barito hanya anak-anak balita.

Kegiatan hari-hari klien A selama di Yayasan ialah bangun pagi jam 04:30

lalu sholat berjamaah dengan pengurus dan teman di Yayasan, mandi, sarapan dan

berangkat sekolah jam 05:30 . Klien A berangkat ke sekolah bersama teman-

teman yang berada di Yayasan yang dijemput oleh supir Yayasan. Setelah selesai

sekolah klien A terlebih dahulu ke Yayasan Barito untuk sholat, makan dan

belajar sampai jam 16:00 sore, lalu ia kembali ke Yayasan Cirendeu untuk

istirahat, makan malam, sholat, tidur dan meneruskan aktivitasnya sampai hari

Sabtu. Berbeda dengan hari libur yaitu hari Minggu, di hari Minggu seperti biasa

ia bangun pagi, sholat, mandi dan sarapan, setelah itu ia diberikan kebebasan

untuk bermain, berolahraga, dan istirahat.38

2. Joni (Klien B)

Nama : Joni

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 16 Juni 2001

Tanggal Masuk Yayasan : 3 September 2001

Umur : 9 tahun

Fisik Badan : Tinggi, rambut hitam lurus, kulit putih

Psikis : Manja, suka bercanda, banyak bicara39

Sebagaiman dengan klien sebelumnya, Joni adalah salah satu anak

terlantar yang berada di Yayaysan Sayap Ibu Barito. Ia diterlantarkan oleh orang

tuanya saat ia masih bayi, selama di Yayasan ia dirawat seperti anak-anak yang

38 Wawancara pribadi dengan Pak Samsul Hadi pada tanggal 14 November 2010

39

Observasi

Page 65: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

53

lain yang telah terlebih dahulu berada di sana. Berbeda dengan klien A

sebelumnya, klien B tidak memiliki kecacatan yang diderita oleh klien A (Vikri).

Di Yayasan klien B dibesarkan dan diperlakukan seperti anak-anak yang lain,

bahkan ia disekolahkan sampai saat ini yaitu kelas tiga SD (sekolah dasar) di

Sekolah Dasar Negeri 01 Cipete. Setelah klien duduk di bangku sekolah dasar ia

dipindahkan di Yayasan Sayap Ibu Cabang Cirende, karena ia sudah dewasa dan

yang berada di Barito hanya anak-anak balita.

Kegiatan keseharian klien B selama di Yayasan ialah bangun pagi jam

05:00 lalu mandi, solat berjamaah dengan pengurus dan teman di Yayasan,

sarapan dan berangkat sekolah jam 05:30. Klien B berangkat sekolah bersama

teman-teman yang berada di Yayasan yang dijemput dengan supir Yayasan.

Setelah pulang sekolah jam 12:00 klien terlebih dahulu ke Yayasan Barito untuk

sholat, makan, sedangkan hari Senin dan Jumat belajar orgen, sampai jam 16:00

sore, lalu ia kembali ke Yayasan Cirende untuk istirahat, makan malam, sholat,

tidur dan meneruskan aktivitasnya sampai hari Sabtu. Berbeda dengan hari ia libur

yaitu hari Minggu, di hari Minggu seperti biasa ia bangun pagi, sholat, mandi dan

sarapan, setelah itu ia diberikan kebebasan untuk bermain, berolahraga, istirahat.40

C. ANALISIS

Pada bab ini penulis akan membahas tentang psikososial anak yang

terlantar di Yayasan Sayap Ibu, dengan cara menggabungkan dan mengkaji antara

temuan hasil observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dan

dengan teori-teori yang telah dijelaskan di bab II sebelumnya. Dari hasil

40 Wawancara pribadi dengan Pak Samsul Hadi pada tanggal 14 November 2010

Page 66: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

54

penelitian, penulis mendapatkan beberapa hal mengenai Yayasan Sayap Ibu dalam

membantu psikososial anak terlantar terutama anak yang sudah duduk di bangku

sekolah dasar (SD). Serta faktor pendukung dan penghambat Yayasan Sayap Ibu

dalam membantu psikososial anak terlantar di Yayasan, baik dari segi subyeknya

maupun dari segi obyek penelitian sebagai upaya yang dilakukan oleh Yayasan

untuk anak-anak yang duduk duduk di bangku sekolah dasar yang berada di

Yayasan Sayap Ibu.

1. Analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta

Seperti yang kita ketahui psikososial menggambarkan satu hubungan

saling mempengaruhi yakni efek psikologi dan sosial. Hubungan ini bersifat

dinamis, terkadang ada dominasi hubungan dari keduanya. Dalam satu

waktu, efek psikologi lebih besar pengaruhnya terhadap lingkungan sosial,

begitupun sebaliknya. Menurut Emile Dukem seorang sosiolog mengatakan

:

“From this facts it follow that each society sets up a ceretain

ideal man of what he should be, as much from this intellectual point

it become differentiated according to the particular meilleux every

society certain in its structure”.

“Fakta-fakta menunjukan bahwa setiap masyarakat membentuk

suatu gambaran mengenai manusia yang ideal yang dicita-citakan,

yaitu bagaimana seharusnya manusia menjadi apa yang sebaiknya,

baik dari segi intelektual, maupun dari segi fisik dan moral. Citra ini

sampai pada tertentu akan sama bagi semua warga masyarakat,

tetapi di luar tingkat tertentu itu dapat terjadi perbedaan sesuai

dengan lingkungan khusus yang terdapat dalam struktur masyarakat

tersebut.”41

Terkait dengan kebutuhan psikologi, penulis akan menggambarkannya

sebai berikut:

41

Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rodaskarya, 1995, hal 18

Page 67: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

55

a. Berpikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis

setidaknya terdapat gambaran mengenai proses berpikir dan merasa

atas dirinya (anak). Pada proses berpikir terlihat dalam kemampuan

mengedintifikasi diri, yaitu anak mampu menjawab pertanyaan

perihal identitas diri seperti nama, umur, kelas berapa, hobi, hal

yang tidak suka dan disukai. Hal ini di utarakan klien saat wawan

cara pribadi yaitu:

“(Nama ade siapa?)Vikri..(Umur nya berapa tahun?)9

tahun..(Hobinya apa?)Berenag..”42

Sementara mengenai merasa atas dirinya tergambar dalam

pernyataan atau sikapnya. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan

pengamatan yang dilakukan penulis yaitu anak merasa dirinya

agresif (nakal, mendominasi terutama dengan lawan main yang

secara fisik lebih lemah dengan temannya). Kemudian berbeda

dengan anak kedua yang penulis wawancara dan amati, ia lebih

dewasa walupun dirinya memilik katareristik yang sama (umur) hal

itu bisa dilihat dari sikap dirinya terhadap persoaalan yang

dihadapinya, yaitu memberikan nasehat atau teguran kepada

teman-temannya yang berbuat salah. Begitu juga yang di utarakan

klien dalam wawancara mengenai dirinya yaitu:

“(Kamu katanya bandel ya?)Iya..(Kenapa emang?)Suka

berantem-beranteman..

42

Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010

Page 68: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

56

b. Berfikir dan merasa mengenai keamanan dirinya dan orang-

orang yang bermakna baginya

Berdasarkan pengamatan yang penulis amati secara umum

mereka merasa nyaman dan aman tentang dirinya selama di

yayasan. Hal ini terbukti dari hasil identifikasi penulis terhadap

anak dalam hal berpikir tentang orang lain dan keamanan dirinya,

yaitu anak mampu menjawab dirinya memiliki teman baik, mampu

menilai temannya baik atau tidak, kenyamanan dengan seseorang

baik laki-laki ataupun perempuan, dan kenyamannya salama

tinggal di yayayasan. Hal ini diutarakan klien saat diwawancara

yaitu:

“(Kamu punya teman deket?)Punya..(Namanya

siapa?)Akbar..(Punya temen diluar Yayasan ga?)Ga

punya..(Sukanya punya temen perempuan apa laki-laki?)Laki-

laki..(Ade suka ga berada di Yayasan?)Suka..(Kenapa suka tinggal

di Yayasan?)Banyak temen-temen, rame, makanannya enak-

enak..”43

c. Hubungan anak dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya

Untuk hubungan dengan orang lain dari kedua anak

memberikan informasi yang berbeda. Dari hasil wawancara salah

satu anak mengatakan lupa dengan nama ketua Yayasan, dari hal

ini penulis merasa penting untuk dilakukan penelusuran mengenai

sebabnya. Dari penelusuran ini diketahui bahwa salah satu anak ini

dekat dengan ketua Yayasan, sehingga memberikan kesimpulan

sementara bahwa tidak semua anak mengetahui nama ketua

43 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010

Page 69: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

57

yayasan. Salah satu anak memiliki tingkat keaktifan yang berbeda

dengan anak yang lain.

Vikri

“(Kalu di Yayasan suka bermain

apa?)Ayunan..(Sama siapa aja?)Rame-rame..(Seringnya

sama siapa?)Odi..(Kenal ga sama pengasuh

Vikri?)Kenal..(Namanya siapa pengasuhnya?)Bu Umi, Pak

Hadi Pak Dapit..Pengasuhnya baik ga?)Baik..(pernah di

ajak kerumah saudara pengasuh ga?)Ga..(Kalu sama ketua

Yayasan tau ga?)Ga..”

Joni

“(Kalu di Yayasan suaka main apa?)Bola..(Sama

siapa aja?)Bapak Bimo, Bapak Raming, Bapak Ace..(Paling

deket sama siapa?)Abi..(Kenal ga sama

pengasuh?)Kenal..(Siapa?)Pak Dapit, Pak

Hadi..(Pengasuhnya baik ga?)Baik..(Pernah di ajak ke

rumahsaudara pengasuh ga?Ga..(Kalau sama ketua yayasan

siapa si?)Bu Lili..(Deket ga?)Deket..”44

d. Pemahaman-pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-

kejadian di sekitarnya

Dari hasil pengamatan penulis dan amati bahwa dari hasil

wawancara yang telah dilakukan, kedua anak ini mengutarakan

jawaban yang berbeda tentang kejadian-kejadian yang dialami di

sekitarnya. Namun keduanya memiliki kesamaan, yaitu tidak

pernah keluar lingkungan yayasan, selain untuk pergi sekolah. Dari

data tersebut, maka penulis merasa penting melakukan pengecekan

terhadap pihak yayasan. Yaitu:

Vikri

“(Ade betah ga tinggal di Yayasan?Betah..(Kenapa?)Rame,

banyak temen-temen..(Tempat tidur ade enak ga?)Empuk..(Disini

makanannya enak ga?)Enak..(Tempat belajarnya enak

ga?)Enak..(Suka main keluar Yayasan ga?)Ga..(Kalu belajar

44 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010

Page 70: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

58

enakan di Barito apa di Cirendeu?)Enak dua-duanya..(Kalu makan

enakan di Cirendeu apa di Barito?)Dua-duanya enak..”

Joni

“(Ade betah ga tinggal di Yayasan?)Betah..(Kenapa?)Enak,

dingin ada ac..(Tempat tidurnya enak ga?)Enak..(Makanannya

enak ga?)Enak..(Tempat belajarnya nyaman ga?)Nyaman..(Suka

main ke luar Yayasan ga?)Ga..(Kalu belajar enakan di Cirendeu

apa di Barito?)Dua-duanya enak..(Kalu makan enakan di Cirendeu

apa di Barito?)Dua-duanya enak..”45

e. Pemahaman terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.

Dari jawaban-jawaban yang diutarakan kedua anak secara

umum berbeda, hal ini dapat dilihat dari mengetahui atau tidak

mengenai kejadian-kejadian di sekitar lingkungannya. Selain itu

juga melalui kesan-kesan tentang kejadian itu. Hal ini di utarakan

klien saat diwawancara yaitu:

Vikri

“(Disini kalu ujan banjir ga?)Ga..(Temen ade pernah ada

yang pergi ga?)Ga ada..(Waktu kejadian situ gintung tau

ga?)Tau..(Ngeliat langsung ga?)Ga..(sedih ga ngeliat korban situ

gintung?)Sedih..(Kenapa?)Karena banyak yang meninggal..”

Joni

“(Disini kalu ujan banjir ga?)Engga..(Temen ade pernah

ada yang pergi ga?)Pernah..(Siapa?)Irma..(Terus sedih ga ade?)Ga

sedih..(Waktu kejadian situ gintung tau ga?)Tau..(Kalau tau ngeliat

langsung ga?)Liat..(Sedih ga ngeliat korban situ

gintung?)Sedih..”46

2. Tahap Perkembangan Psikososial Klien A dan B

Begitu pula yang dikatakan oleh Erik Erikson di dalam sekolah Umur: 6

sampai 12 tahun

“During this stage, often called the Latency, we are capable of

learning, creating and accomplishing numerous new skills and

knowledge, thus developing a sense of industry. This is also a very

social stage of development and if we experience unresolved feelings of

45 Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010

46

Wawancara Pribadi dengan Vikri dan Joni tanggal 14 November 2010

Page 71: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

59

inadequacy and inferiority among our peers, we can have serious

problems in terms of competence and self-esteem. As the world expands

a bit, our most significant relationship is with the school and

neighborhood. Parents are no longer the complete authorities they once

were, although they are still important.”

“Selama tahap ini, sering disebut Latency, kita mampu belajar,

menciptakan dan menyelesaikan berbagai keterampilan baru dan

pengetahuan, dengan demikian mengembangkan rasa industri. Ini juga

merupakan tahap yang sangat sosial dari pembangunan dan jika kita

mengalami perasaan yang belum terselesaikan tidak mampu dan rendah

diri di antara rekan-rekan kita, kita dapat memiliki masalah serius dalam

hal kompetensi dan harga diri. Ketika dunia mengembang sedikit,

hubungan kita yang paling signifikan adalah dengan sekolah dan

lingkungan. Orang tua tidak lagi otoritas dulu, meskipun mereka masih

penting.”

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa selama masa anak 0-12

tahun terjadi perubahan-perubahan yang dramatis, baik dalam fisik maupun dalam

kognitif. Perubahan-perubahan secara fisik dan kognitif tersebut, ternyata

berpengaruh terhadap perubahan dalam perkembangan psikososial mereka.

Begitu pula yang di alami oleh klien A bahwasanya ia telah mencapai

tahapan ini yang sesuai dengan teori yang di ungkapkan di atas, klien A lebih

cenderung memiliki sikap dewasa dibandingkan dengan teman-temannya apabila

temannya sedang melakukan perbuatan yang salah klien A langsung menegur dan

memberikan arahan bahwasanya perbuatan tersebut tidak baik dan tidak boleh

dilakukan. Begitu yang di ungkapkan dalam wawancara Ibu Rini:

“Apa bila anak-anak sedang bercanda kelewatan Joni atau Jaya, si

Vikri langsung menegurnya. Dan langsung memberikan arahan bahwa

perbuatannya ga baik dan ga boleh dilakukan”.47

Tetapi hal ini berbeda dengan Joni yang memiliki fisik yang normal, ia

cenderung lebih bersifat seperti anak-anak yang seringkali hanya bercanda dan

47 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010

Page 72: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

60

bermain, dan kurangnya sikap kedewasaan diri. Hal ini di ungkapkan oleh Ibu

Rini:

“Seringkali Joni bila ditanya sesuatu hal yang salah ia

menjawabnya malah dengan cara tertatawa(cengingisan) dan terkadang

hanya diam.”48

Maka dapat disimpulkan bahwa klien A memiliki sikap yang lebih dewasa

dibandingkan denga klien B yang masih memiliki sikap kekanak-kanakan. Hal ini

terbukti bahwa Klien A lebih cepat memiliki masa perkembangan di bandingkan

dengan klien B.

3. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan psikososial anak

terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta.

a. Stimulasi

Berdasarkan data yang penulis kumpulkan, secara umum sisi

fasilitas yang dimiliki oleh yayasan kurang mencukupi untuk

aktifitas anak-anak melakukan kegiatan.

“Kekurangan fasilitas yang memadai seperti tempat

olahraga."49

Begitu pula yang dipakai oleh penelit dalam mendapatkan

data-data yang akurat, maka peneliti memakai teknik triangulasi

sumber untuk mendapatkan data yang absah antara dua hasil

wawancara yang di mana dua-duanya sama yaitu kurangnya

fasilitas olah raga bagi anak-anak. Sedangkan Bapak Samsul Hadi

berpendapat sama dengan Ibu Rini yaitu sebagai berikut :

“Tempat di yayasan memiliki halaman yang luas, tetapi

tidak dilengkapi dengan fasilitas olah raga untuk anak-anak

bermain.”50

48 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010

49 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010

Page 73: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

61

Pendapat lain juga diungkapkan oleh ibu Rini Soeroso

tentang faktor penghambat bahwa :

“Kurangnya fasilitas yang memadai seperti tempat-tempat

bermain untuk anak-anak dan tempat olah raga di Yayasan.” 51

Begitu juga dengan hasil analis yang didapatkan bahwa

faktor kecacatan fisik dalam klien A dapat mempengaruhi dalam

perkembangan psikososial dalam dirinya. Ia merasa dirinya seperti

kurang percaya diri dan pemalu. Dalam pandangannya mengenai

kondisi permasalahan disimpulkan bahwa cri-ciri anak pemalu

memiliki sifat yaitu:

Salalu menolak berkumpul dalam kegiatan yang

melibatkan anak-anak sebayanya.

Tidak pandai bergaul karena kurangnya bahan pembicaraan

dengan teman-temannya.

Sering menjadi korban ejekan anak-anak lain.

Lebih suka menyendiri

Selalu tampak khawatir dan kurang bahagia.

Selalu lengket pada Ibunya.52

b. Motivasi dalam mempelajari sesuatu

Hal ini dapat terbukti bahwa klien A pernah didapatkan saat

klien disuruh tampil pertama bernyanyi di suatu acara ia merasa

dirinya kurang percaya diri. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Rini :

50

Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi tanggal 14 November 2010 51

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 52

Majalah ayahbunda “Kesehatan & Prilaku anak usia Sekolah (6-12 tahun)”

Page 74: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

62

“Waktu itu pernah ada undangan acara yang melibatkan

anak-anak Yayasan untuk tampil bernyanyi, dan Vikri di

berikan kepercayaan untuk tampil pertama. Tetapi ia tidak

mau dan menyuruh temannya saja yang tampil bernyanyi

terlebih dahulu.”53

Begitu jaga dengan tidak adanya orang tua kandung (asli)

dalam diri nya, ia pernah di ejek oleh teman-temannya di sekolah

karena ia tidak memiliki orang tua kandung. Hal ini di ungkapkan

oleh Ibu Rini.

“Sewaktu di sekolah Vikri pernah diejek oleh teman-

temannya Mas, dan ia bilang kepada saya bahwa ia diejek

karna tidak memiliki orang tua karena tinggal di Yayasan, hal

ini membuat Vikri merasa malu untuk bermain dengan

teman-temannya. Lalu saya ke sekolahnya untuk menasehati

anak dan orang tua anak tesebut, bahwa anak-anak di

Yayasan memiliki orang tua yaitu saya (Ibu Rini) Bapak dan

Ibu yang berada di Yayasan Sayap Ibu.”54

c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh)

Materi yang tersedia di Yayasan tersebut, penulis melihat

sumber daya yang tersedia di Yayasan kurang cukup memadai. Hal

ini terbukti dari kurangnya jumlah pengasuh di Yayasan tersebut,

sehingga pemberian kasih sayang terhadap mereka terpeceh dan

tidak terfokus baik dalam bermain atau sedang belajar. Hal ini

seperti yang diungkapkan oleh Ibu Rini :

“Kurangnya pendamping untuk para anak dan

khususnya anak cacat.”55

Begitu juga yang dikatakan dengan Dokter Yahya selaku

relawan di Yayasan.

“Kurangnya kasih sayang untuk anak-anak.”56

53

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 54

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010 55

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010

Page 75: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

63

d. Ilustrasi Gambar Klien A

Gambar 2

Gambar 2

Dari ilustrasi gambar A dapat disimpulkan bahwa klien A memiliki very

strong emotional link (hubungan emosional yang sangat kuat) dengan pengasuh

56

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 1 Desember 2010

Very strong emotional link

Strong emotional link

Weak emotional link

Low emotional link

KLIEN A

AKBAR

TEMAN

PENJAGA

PENELITI SUPIR

KETUA

YAYASAN OB

Page 76: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

64

yaitu Pak Hadi57

. Karena ia sering diajak berpergian apabila ada suatu acara di

luar yayasan.

“Vikri sering saya ajak pergi keluar Yayasan apabila ada acara

diluar, seperti kondangan atau arisan keluarga. Karena ia lebih pendiam

dan penurut di bandingkan dengan anak-anak yang lain yang berada di

Yayasan.”58

Begitu pula klien A memiliki strong emotional link (hubungan emosional

yang kuat) dekat dengan teman-teman di Yayasan, karena setiap hari klien A

bertemu dengan mereka, bermain bersama, belajar bersama, makan bersama dan

tidurpun bersama teman-temannya di Yayasan Sayap Ibu.

Selain dengan teman-teman, klien juga memiliki weak emotional link

(hubungan emosiaonal yang lemah). Dengan penjaga di yayasan yaitu Pak Hadi,

karena Pak Hadi selalu berada di dekat pintu masuk yayasan dimana anak-anak

yayasan sering berbincang-bincang dengan Pak Hadi setelah ia pulang sekolah,

sambil menunggu makan dan belajar di Yayasan Barito.

“Waktu itu pernah saya sedang minum vitamin yang berbentuk

cair, disitu ada anak-anak yang sedang melihat dan saya menawarkan

minuman itu dengan anak-anak siapa yang berani meminumnya. Hanya

Vikri saja yang tidak mau meminum vitamin itu, mungkin karena merasa

asing dengan minuman yang baru ia lihat”59

Sedangkan low emotional link (hubungan emosional yang rendah) yang

penulis lihat yaitu klien A bersikap biasa saja dengan supir, ketua yayasan, OB

(office boy) dan peneliti sendiri. Karena klien A lebih dekat dengan orang yang ia

sudah kenal lebih dahulu dan dapat dipercayainya.

Dari uraian di atas yang peneliti menyimpulkan, bahwa klien tidak bisa

langsung menerima sesuatu yang baru ia lihat atau kenal.

57

Hartman.” Ecomap" dari http://en.wikipedia.org/wiki/Eco-map 58

Wawancara Pribadi dengan Bapak Samsul Hadi tanggal 14 November 2010 59

Wawancara Pribadi dengan Ibu Nooryarini Soeroso tanggal 25 November 2010

Page 77: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

65

e. Ilustrasi Gambar Klien B

Gambar 3

Gambar 3

bel Rangkuman Analisis Kasus

Begitu pula dengan klien (B) dapat disimpulkan dari gambar 3 bahwa

klien B juga memiliki data yang mirip dengan klien (A). Klien B memiliki very

Very strong emotional link

Strong emotional link

Weak emotional link

Low emotional link

KLIEN B

AKBAR

TEMAN

PENGASUH

PENELITI SUPIR

KETUA

YAYASAN OB

Page 78: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

66

strong emotional link (hubungan emosional yang sangat kuat) dengan Akbar yaitu

teman satu yayasan, Akbar juga teman satu kelas saat klien B di sekolah.

Strong emotional link (hubungan emosional yang kuat) klien B juga terjadi

dengan teman-teman di Yayasan, karena kesehariannya ia bertemu dengan teman

satu Yayasan dan melakukan aktivitas kesehariannya bersama, seperti bermain,

makan, tidur, dll.

Weak emotional link (hubungan emosional yang lemah) yang dimiliki oleh

klien B ialah terhadap pengasuh di Yayasan tersebut yaitu, mungkin karena

pengasuh berperan sebagai pengganti orang tua yang memberikan kasih sayang

bagi anak-anak dan memberikan segala kebutuhan yang dibutuhkan bagi anak

tersebut.

Selama penulis melakukan penelitian klien B juga memiliki low

emotional link (hubungan emosional yang rendah) dengan supir Yayasan yang

kesehariannya menjemput dan mengantar pulang saat klien pulang sekolah, ketua

Yayasan yang sesekali memantau aktivitas klien selama di Yayasan dan penulis

sendiri yang sudah lama mengenal saat menjalani praktikum dua di Yayasan dan

melakukan penelitian skripsi ini.

Tabel 4

Rangkuman Analisis Kasus

Kasus Fisik Psikis Sosial

A Tidak Normal (memiliki sumbing) Pendiam Pasif (kurang

percaya diri

karena memiliki

kekurangan

Page 79: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

67

fisik)

B Normal Periang Aktif (sering

bermain dengan

teman-teman di

Yayasan)

Kasus Fisik Psikis Sosial

A Tinggi

Kulit Sawo Matang

Rambut Hitam Lurus

Memiliki Kecacatan

(sumbing)

Sopan

Memiliki Sikap

Lebih Dewasa

Pendiam dan

Penurut

Pasif (selain kurang

percaya diri pada

dirinya (kekurangan

fisik: sumbing), dari

hasil wawancara dan

observasi anak

tersebut malas dan

mulai menyadari

dirinya tidak memiliki

orang tua asli)

B Tinggi

Kulit Putih

Rambut Hitam Lurus

Manja

Suka Bercanda dan

Banyak Berbicara

Suka bermain dengan

teman-temannya di

Yayasan, apabila ia

sedang bermain sepak

bola ia sangat

bersemangat sekali

karena sepak bola

adalah hobinya yang

ia sukai.

Sumber

Wawancara

Observasi

Studi dokumentasi

Page 80: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

68

Dari kedua gambar diatas dapat disimpulkan bahwa anak akan

berkembang tergantung dengan banyaknya stimulasi yang ia dapatkan begitu juga

yang di katakan oleh Kementerian Sosial yang penulis dapatkan yaitu anak yang

mendapat stimulasi atau rangsangan yang terarah dan teratur akan lebih cepat

mempelajari sesuatu karena lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang

tidak mendapatkan banyak stimulasi anak akan berkembang pola-pola berpikir,

merasakan sesuatu, dan bertingkah laku, bila banyak diberi rangsangan yang

berupa dorongan dan kesempatan dari lingkungan sekitarnya. Walaupun mungkin

anak ada yang berbakat, namun bila lingkungannya tidak mendukung, potensinya

untuk berkembang pun dapat terhambat. Sebaliknya, bila anak yang belum terlihat

potensi pada dirinya, namun rangsangan dan kesempatan bereksplorasi diberikan

secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan usianya, maka anak tersebut dapat

berkembang jauh lebih baik.60

Baik manusia dan struktur sosial dikonseptualisasikan secara lebih

kompleks, lebih tak terduga, dan aktif jika dibandingkan dengan perspektif-

perspektif sosiologis yang konvensional. Individu-individu yang berinteraksi yang

tidak hanya bereaksi, namun juga menangkap, menginterpretasi, bertindak, dan

mencipta. Individu bukanlah sekelompok sifat, namun merupakan seorang aktor

yang dinamis dan berubah, yang selalu berada dalam proses menjadi dan tak

pernah selesai terbentuk sepenuhnya.

Individu bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self) yang

bukan sebuah entitas psikologis, namun sebuah aspek dari proses sosial yang

muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan

60

Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migran ( Jakarata:

2004), h.2

Page 81: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

69

proses interaksi tersebut bersifat simbolik, di mana makna-makna dibentuk oleh

akal budi manusia.61

61

Averroes,” Teori Interaksionisme Simboliks” Artikel di atas diakses apada tanggal tgl

15 januari 2011 dari http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simboliks.html

Page 82: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan

bahwa analisis psikososial anak terlantar di Yayasan Sayap Ibu Cabang Jakarta.

1. Dari hasil analisis pada psikososial anak terlantar di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta terkait dengan kebutuhan psikologi, penulis akan

menggambarkannya sebagai berikut yaitu, pertama mengenai cara

anak berpikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain, anak

mampu menjawab pertanyaan perihal identitas diri seperti nama,

umur, kelas berapa, hobi, hal yang tidak suka dan disukai. Anak

pertama yang tidak memilik kecacatan merasa dirinya agresif

(nakal, mendominasi terutama dengan lawan main yang secara

fisik lebih lemah dengan temannya). Kemudian berbeda dengan

anak kedua yang memiliki kecacatan, ia lebih dewasa walupun

dirinya memilik katareristik yang sama (umur) hal itu bisa dilihat

dari sikap dirinya terhadap persoaalan yang dihadapinya, yaitu

memberikan nasehat atau teguran kepada teman-temannya yang

berbuat salah. Adapun mengenai hubungan anak dengan orang lain

dan lingkungan sekitarnya, kedua anak memberikan informasi

yang berbeda. Salah satu anak mengatakan lupa dengan nama

ketua Yayasan. Dari penelusuran ini diketahui bahwa salah satu

Page 83: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

71

anak ini dekat dengan ketua Yayasan, sehingga memberikan

kesimpulan sementara bahwa tidak semua anak mengetahui nama

ketua Yayasan. Salah satu anak memiliki tingkat keaktifan yang

berbeda dengan anak yang lain.

2. Hasil analisis dari faktor pendukung dan penghambat analisis

psikososial anak terlantar Yayasan Sayap Ibu Jakarta adalah bahwa

kerjasama dengan berbagai pihak dan ketersediaan akomodasi

menjadi faktor pendukung bagi perkembangan anak di Yayasan

Sayap Ibu Jakarta.

Dari faktor stimulasi, fasilitas yang dimiliki oleh Yayasan kurang

mencukupi untuk aktivitas anak-anak melakukan kegiatan bermain

ataupun belajar. Begitu pula dengan motivasi dalam mempelajari

sesuatu hal ini dapat dilihat dari kurangnya rasa percaya diri anak

karena tidak memiliki orang tua kandung. Dan dengan pola asuh

dan kasih sayang dari orang tua (pengasuh), kurangnya jumlah

pengasuh di Yayasan tersebut, sehingga pemberian kasih sayang

terhadap mereka terpecah dan tidak terfokus baik dalam bermain

atau sedang belajar.

Page 84: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

72

B. Saran-saran

Berdasarkan dari hasil penelitian beserta kesimpulan yang telah dijelaskan

dalam skripsi ini, penulis memeliki beberapa saran-saran yang akan di sampaikan

oleh Yayasan Sayap Ibu Jakarta. Saran-saran tersebut diantaranya ialah :

1. Dalam pendidikan belajar sebaiknya anak memiliki pendamping yang

tetap agar pengajar dapat mengetahui perkembangan anak tersebut,

mempengaruhi konsentrasi belajar anak dengan baik, dan kenyamanan

dalam dirinya agar anak-anak dapat menjalani proses belajar atau

mengerjakan tugas sekolah dengan baik, khususnya di Yayasan Sayap Ibu

Cabang Cirendeu.

2. Tempat atau sarana dan prasarana bermain di tingkatkan, karena

permainan itu sendiri mempunyai arti yang sangat penting bagi

perkembangan psikososial anak dalam kehidupannya yaitu memiliki

fungsi kognitif, sosial, dan emosional. Dalam permainan anak dapat

berhubungan dengan teman-temannya sehingga proses interaksi sosial

mereka dapat terjalin dengan baik.

3. Perlu adanya pengasuhan pelayanan personal bagi anak untuk

mempengaruhi psikis, sosial bagi anak-anak yang berada di Yayasan.

4. Harus adanya Case Record (catatan perkembagan kasus) klien untuk

pendamping anak-anak dan

5. Pelatihan bagi pendamping di Yayasan Sayap Ibu guna menambah

pengetahuan tentang psikososial anak.

Page 85: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

73

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Bugin, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda, 2003),

cet. Ke-2

Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram ( Jakarata:

2004)

Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkemmbangan”, (Yogyakarta:Teras,2005),

cet.1

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), cet. IV

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I

Khasanah Sya’idah, “Pemikiran Pendidikan Anak” dalam“ Abdullah Nashih „Ulwan”,

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1425 H/2005 M

Lexy J. Moeleong, MA, “Metodelogi Penelitian Kualitatif” (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2000)

Monasse Mallo, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Penerbit Karunika, 1986)

M.Natsir, Metode Penelitian (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998), Cet. Ke-3

Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1992)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Model Penanganan

Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Badan Penelitian dan Pengembangan

Sosial : Departemen Sosial.

Sonapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial; Dasar-dasar dan Aplikasinya,

(Jakrta: Rajawali Press, 1992)

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Anak (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet ke-3

Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rodaskarya, 1995

Artikel Majalah :

Brosur Terbaru Yayasan Sayap Ibu 2009

Profil Yayasan Sayap Ibu (data praktikum)

Majalah ayahbunda “Kesehatan & Prilaku anak usia Sekolah (6-12 tahun)”

Page 86: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

74

Internet :

Daniel Goleman's “emotional intelligence” http://www.businessballs.com/eq.htm

Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial,

http://www.policy.hu/suharto/modul a/makindo 40.htm

Hartman.” Ecomap" dari http://en.wikipedia.org/wiki/Eco-map

Jossi.”Perkembangan Psikososial Anak” dari http://jossie08.blog.friendster.com/ pada

tanggal 21Maret 2011

http://staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/YAYASAN.ppt

http://www.diknaspadang.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=13&artid

=460

http://www.hukumham.info/data-olahan-datamenu-50/108-yayasan.html

Page 87: Oleh: ALWI DHUHA PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

75

LAMPIRAN-LAMPIRAN