Click here to load reader
Upload
vodieu
View
215
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
PRANATA SOSIAL DAN BUDAYA
Disusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah
“Perspektif Sosial Budaya”
Dosen pengampu : Pamujo, S.Pd M.Pd dan Aji Heru Muslim, S.Pd
Di susun oleh:
Kelompok 4 Kelas 4B PGSD Semester 4
Gayuh Eki Septiani : 1001100073
Sofiatun : 1001100069
Eva Fitria : 1001100068
Muhammad Rizqi S. : 1001100062
Bayu Sapto Anggoro : 1001100053
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012
A. Definisi Pranata Sosial
Pranata sosial adalah terjemaahan dari bahasa asing “Social institution”.
Walaupun social institutional, ada yang menerjemahkan dengan istilah
lembaga kemasyarakatan.
Pranata adalah sistem pola sosial yang tersusun rapi dan bersifat
permanen serta mengandung perilaku-perilaku tertentu yang bersifat kokoh
dan terpadu demi pemuasan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok
masyarakat.
Dipergunakan istilah pranata sosial karena socialinstitution menunjuk
pada adanya unsur-unsur yang mengatur para anggota masyarakat.
Koentjaraningrat dalam bukunya berjudul Pengantar Antropologi mengatakan
bahwa pranata sosial adalah system tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks kebutuhan
khusus dalam kebutuhan masyarakat.
Pranata merupakan seperangkat aturan yang berkisar sekitar kegiatan
atau kebutuhan sosial tertentu. Karena ada berbagai kegiatan atau kebutuhan
sosial, maka ada berbagai pranata pada bermacam-macam bidang kehidupan.
Wujud kongkret dari pranata adalah asosiasi.
contoh :
Kegiatan dan kebutuhan Pranata Asosiasi
Makan, pakaian dan tempat
tinggal
Produksi, perdagangan,
pemasaran, hak politik
Keluarga A
Pendidikan dasar Ujian Panitia ujian
Peran serta politik Pemilihan umum Lembaga pemilihan umum
Melanjutkan keturunan Perkawinan KUA/catatan sipil
Konsep “Pranata” atau institution lama berkembang dan dipergunakan
dalam ilmu sosiologi, dan merupakan suatu konsep dasar yang diuraikan
secara panjang lebar dalam semua kitab pelajaran ilmu itu. Sebaliknya, dalam
ilmu antropologi konsep “Pranata” kurang dipergunakan. Para ahli
antropologi lebih suka mempergunakan konsep ” unsur kebudayaan” untuk
menganalisis aktivitas-aktivitas manusia dalam masyarakat yang mereka
pelajari.
Dalam bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan
istilah institute. Dalam bahasa Indonesia pertukaran arti itu juga terjadi
istilah Indonesia untuk institute adalah “Lembaga” ,maka sesuai dengan itu
dalam bahasa surat kabar dan bahasa populer di Indonesia sering kit abaca
istilah “dilembagakan” padahal antara “pranata” dan “lembaga” harus
diadakan pembedaan secara tajam. Pranata adalah sistem norma atau aturan-
aturan mengenai suatu aktivitas, sedangkan lembaga atau institute adalah
badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu.
Beberapa definisi pranata sosial menurut ahli sosiologi:
Koentjaraningrat (1990) berpendapat bahwa pranata sosial merupakan
unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat yang saling
berinteraksi.
Soekanto (1987) berpendapat bahwa pranata sosial merupakan lembaga
kemasyarakatan yang lebih menunjukan suatu bentuk dan sekaligus
mengandung pengertian-pengertian abstrak perihal adanya norma-norma
dan peraturan tertentu yang menjadi ciri dari suatu negara.
Mac Iver dan Charles (1988) berpendapat bahwa pranata sosial
merupakan lembaga kemasyarakatan sebagai suatu tata cara prosedur
yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam
suatu kelompok kemasyarakatan atau sosial.
Sumner (1985) mengartikan pranata sosial sebagai perbuatan, cita-cita,
sikap dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal dan
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Wiese dan Becker (1992), mengatakan pranata sosial sebagai suatu
jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok
manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan serta pola-polanya
sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.
Johnson (1985), mengemukakan bahwa pranata sosial adalah seperangkat
aturan yang telah melembaga karena telah diterima sejumlah besar
anggota sistem sosial, ditanggapi secara sungguh-sungguh dan
diwajibkan kepada semua anggota sistem sosial dan bagi yang melanggar
dikenakan sanksi.
Dapat kita simpulkan bahwa pranata sosial merupakan lembaga
kemasyarakatan yang mengikat masyarakat tertentu dengan norma-norma dan
peraturan tertentu yang menjadi ciri dari suatu lembaga yang bersangkutan.
Suatu kegiatan masyarakat dapat disebut sebagai pranata sosial jika
memenuhi syarat:
a. Merupakan kelompok kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan
khusus,
b. Mengikuti aturan yang berlaku dalam masyarakat seperto norma, nilai,
dan adat istiadat,
c. Dilaksanakan oleh sekelompok manusia yang melakukan kegiatan
bersama dan saling berinteraksi.
B. Macam-Macam Norma Dalam Masyarakat
Agar supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat dapat
terlaksana seperti apa yang diharapkan maka dirumuskan norma-norma di
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Mula-mula norma tersebut secara tidaksengaja namun lama-lama dibuat
secara sadar. Misalanya dahulu di dalam sewa menyewa seorang perantara
tidak harus diberi bagian dari keuntungan, tetapi lama kelamaan terjadi
kebiasaan seorang perantara harus mendapatkan bagiannya.
Ini tergantung dari perjanjiannya apakah dari yang punya rumah,
apakah dari calon penyewa atau dari kedua-duanya, karena telah memberikan
jasanya. Di dalamsewa menyewa inipun mengalami perkembangan. Kalau
dahulu tidak pernah dengan perjanjian secara tertulis, sekarang dilakukan
dengan perjanjian tertulis.
Norma-norma di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat
berbeda-beda. Ada norma-norma yang lemah, norma-norma yang sedang dan
norma-norma yang kuat. Norma yang kuat daya pengikatnya, anggota
masyarakat pada umumnya tidak berani melanggarnya. Untuk dapat
membedakan kekuatan mengikat daripada norma-norma tersebut, dikenal
adanya 4 pengertian yaitu:
1. Cara (usage)
2. Kebiasaan (folkways)
3. Tata Kelakuan (Mores)
4. Adat istiadat (Custom)
1. Cara (Usage)
Cara (Usage) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih lemah
dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Sedangkan kebiasaan
mempunyai kekuatan yang lebih lemah dibandingkan dengan tata
kelakuan (mores) dan seterusnya.
Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar individu
dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan
mengakibatkan hukuman berat, tetapi sekedar celaan atau teguran dari
individu yang dihubunginya. Misalnya orang yang mempunyai cara
masing-masing untuk minum pada waktu bertemu, ada yang
mengeluarkan bunyi yang menandakan kepuasan dan menghilangkan
kehausan da nada pula yang tidak. Perbuatan tersebut ada yang
menganggapnya tidak sopan sehingga orang yang diajaknya merasa
tersinggung lalu mencelanya, ada pula yang menganggap biasa-biasa
saja.
2. Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan (folkways) diartikan sebagai perbuatan yang di ulang-
ulang dalam bentuk yang sama. Hal ini merupakan bukti bahwa orang
banyak menyukai perbuatan ini.
Folkways dapat diterjemahkan dengan kebiasaan atau kelaziman.
Folkways adalah norma-norma yang diikuti tanpa dasar, tanpa berpikir,
hanya berdasarkan kebiasaan dalam tradisi. Misalnya kebiasaan orang
memakai piama diwaktu tidur, kelaziman memakai bantal, guling dan
kelambu dan lain-lain. Kalau pola kelakuan yang menjadi norma ini
dilanggar, orang lain tidak akan bereaksi dengan memberikan sanksi.
Umumnya orang memberikan toleransi tinggi terhadap kelakuan yang
tidak sesuai dengan kelaziman ini.
Sebagai contoh orang-orang yang mempunyai kabeiasaan member
hormat kepada orang tua, apabila perbuatan ini tidak dilakukan, maka hal
ini dianggap sebagai perbuatan menyimpang terhadap kebiasaan umum
masyarakat. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan kelakuan
yang diterima dan diakui masyarakat.
3. Tata Kelakuan (Mores)
Mores dalam bahasa latin mos-mores yang berarti adat istiadat,
tabiat, watak susila. Tata kelakuan (mores) adalah kebiasaan yang
diterima sebagai norma-norma pengatur. Tata kelakuan mencerminkan
sifat-sifat yang hidup dari kelompok. Masyarakat yang dilaksanakan
sebagai alat pengawas secara sadar atau tidak sadar oleh masyarakat
terhadap anggotanya. Tata kelakuan tersebut di satu pihak memaksakan
suatu perbuatan dan di pihak lain melarangnya sehingga secara langsung
merupakan suatu alat supaya anggota-anggota masyarakat menyesuaikan
tingkah lakunya dengan tata kelakuan tersebut. Misal masyarakat Batak
melarang pernikahan sesama anggota keluarga tetapi dalam masyarakat
lain tidak melarang tindakan tersebut. Suatu masyarakat mempunyai
aturan-aturan yang melarang tindakan-tindakan tersebut.
Suatu masyarakat mempunyai mempunyai aturan-aturan yang
dengan tegas melarang pergaulan bebas antara pemuda-pemudi
sebaliknya pada masyarakat lain aturan itu tidak tegas.
Mores yang berlaku pada suatu masyarakat terkadang dirasa aneh
oleh masyarakat lain. Meskipun norma moral yang tergolong mores
kadang-kadang memperlihatkan perbedaan antar masyarkat dan
kebudayaan, namun prinsip yang melandasinya tetaplah sama, yaitu
anjuran melakukan perbuatan yang baik dan larangan melakukan
perbuatan yang salah, tercela, jelek. Pada masyarakat, perbuatan yang
melanggar mores biasanya dikenakan sanksi yang sepadan menurut
kebiasaan yang berlaku.
4. Adat Istiadat (Custom)
Custom atau adat istiadat adalah norma yang sangat kuat daya
pengikatnya, sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggarnya
akan menerima sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak
langsung diperlakukannya. Misalnya adat istiadat yang melarang adanya
perceraian anatara suami isteri di daerah lampung. Apabila sampai
terjadi perceraian tidak hanya yang bersangkutan saja yang namanya
tercemar tetapi keluarganya bahkan seluruh sukunya. Untuk
menghilangkan ketercemaran tersebut, maka diperlakukan upacara adat
khusus yang biayanya sangat besar. Biasanya orang yang melakukan
pelanggaran tersebut hukumannya dikeluarkan dari masyarakat sampai
dia dapat mengembalikan keadaan semula.
Norma-norma di atas telah mengalami suatu proses akhirnya akan
menjadi bagian dari social Institution.
Proses tersebut disebut institusionalisasi. Jadi proses institusionalisasi
ialah suatu proses yang dilewati suatu norma kemasyarakatan yang baru
untuk menjadi salah satu lembaga kemasyarakatan sehingga norma tersebut
dikenal, diketahui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Proses tersebut dapat berlangsung lebih lanjut, sehingga tidak hanya
menjadi institusionalisasi tetapi akan menjadi internalisasi, yaitu bila sudah
mencapai taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan
secara sadar ingin berkelakuan sejalan dengan peri kelakuan yang memang
sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat karena norma itu telah
dianggap sebagai bagian dalam dirinya sendiri.
C. Jenis-Jenis Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan terjemahan dari social institution, walaupun
para sarjana sosiologi belum mempunyai kata sepakat tentang hal itu. Karena
social institution selain diartikan pranata sosial, juga diartikan bangunan
sosial yang merupakan terjemahan dari soziale gebilde (bahasa Jerman),
bahkan ada pula yang mengartikan lembaga kemasyarakatan.
Pranata sosial terbentuk melalui norma-norma atau kaidah-kaidah yang
biasanya terhimpun atau berkisar (bersentripetal atau mengarah ke titik pusat)
di sekitar fungsi-fungsi atau tugas-tugas masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok karena tujuannya adalah mengatur cara berpikir
atau bertindak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok. Ada himpunan
kaidah yang berkisar pada suatu fungsi pemenuhan kebutuhan pokok dan ada
himpunan kaidah yang berfungsi pemenuhan pokok yang lain. Dengan kata
lain bahwa pranata sosial merupakan himpunan kaidah-kaidah atau norma-
norma.
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa yang dimaksud pranata sosial
adlah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini juga dikemukakan oleh Belen, bahwa yang dimaksud
dengan pranata sosial adalah himpunan kaidah atau sistem norma yang
bertujuan manata (mengatur) pola kelakuan warga masyarakat tertentu yang
lahir dari hubungan-hubungan sosial yang mencakup jaringan kedudukan dan
peran sosial yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat yang khusus untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang mendasar, pokok, da
penting. Kedua devinisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau
norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.
Fungsi dari pranata sosial menurut Soekanto adalah:
1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-
masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-
kebutuhan.
2. Menjaga keutuhan masyarakat, dan
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social comtrol), artinya sistem pengawasan
masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Para ahli sosiologi mengemukakan berbagai pembagian pranata sosial,
namun pada umumnya mereka sepakat dengan penggolongan menurut fungsi-
fungsi pranata sosial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuha mendasar, pokok,
dan penting dalam masyarakat. Pada setiap pranata sosial Hendropuspito
membaginya kedalam dua bagian yaitu: pranata induk (major institution) dan
pranata penganti (subsidiary institution). Pranata induk ditandai dengan
banyaknya anggota masyarakat yang terlibat dalam pranata tersebut, karena
menganggapnya sangat penting bagi individu dan masyarakat serta
memungkinkan didirikannya pranata-pranata pembantu. Pranata pembantu
dibentuk untuk melengkapi pranata induk dan biasanya digolongkan ke dalam
salah satu pranata sosial induk karena masyarakat merasa dan menyadari
belum cukup terpenuhinya kebutuhann dasar oleh pranata induk.
Pembagian pranata sosial berdasarkan fungsinya baik pranata induk
maupun pranata pembantu adalah sebagai berikut:
a. Pranata kekeluargaan (family institution), yang berfungsi memenuhi
kebutuhan kelangsungan keluarga, menyangkut hubungan kelamin yang
diatur dalam perkawinan serta bentuk-bentuk perkawinan mulai dari
bentuk monogamy sampai dengan poligami. Pranata pembantunya adalah
aturan pertunangan, aturan pernikahan, perawatan anak-anak dan
hubungan kekerabatan.
b. Pranata perekonomian (economic institution) yang berfungsi memenuhi
kebutuhan hidup manusia dalam mencari nafkah dan mencapai
kesejahteraan material, meliputi cara-cara berproduksi, distribusi dan
konsumsi agar semua lapisan masyarakat mendapat bagian yang
semestinya. Pranata pembantunya adalah: periklanan, pemasaran,
perdagangan, pergudangan, perbankan dan pembukuan.
c. Pranata pendidikan (educational institution), yang berfungsi memenuhi
kebutuhan manusia akan sosialisasi dan pendidikan formal agar menjadi
warga masyarakat yang berguna. Pranata pembantunya adalah:
pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan
buta aksara, pendidikan ketrampilan perempuan, sistem ujian, sistem
kurikulum, dan sistem pembukuan.
d. Pranata religi (religious institution), berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan manusia menyelami rasahia hidup dan makna hidup,
berkomunikasi dengan Sang Pencipta, beribadah, berbakti kepada Sang
Pencipta, serta melaksanakan perintah-perinyahNya sesuai dengan pola
kelakuan yang dituntut. Pranata pembantunya antara lain: doa,
kepemimpinan umat, penyiaran agama, dan toleransi antar umat
beragama.
e. Pranata politik (political institution) berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan manusia untuk memperjuangkan dan melaksanakan
kedaulatan rakyat melaui badan legislatif, ekskutif, dan yudikatif untuk
mengembangkan dan membina masyarakat kea rah kesejahteraan,
ketertiban, dan ketentraman hidup. Pranata pembantunya antara lain:
sistem hokum dan perundang-undangan, sistem kepartaian, penata
lembaga-lembaga Negara, pemerintahan, ketentaraan, kepolisian,
kepegawaian, kehakiman, dan kejaksaan.
f. Pranata pelayanan sosial dan kesehatan (the institution of social work nd
medical care), berfungsi untuk memenuhi kebutuhan melayani warga
masyarakat yang terlantar dan membutuhkan pertolongan serta
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pemeliharaan kesehatan,
kebugaran jasmani, termasuk kecantikan. Pranata pembantunya antara
lain: pelayanan orang miskin, pelayanan masyarakat yang menyandang
ketunaan, penanganan tuna wisma, pengobatan, kedokteran, peningkatan
kebuaran jasmani, pemeliharaan kecantikan dan merias tubuh.
g. Pranata seni dan rekreasi (aestetica and recreational institution),
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan penghayatan seni
dan pemulihan kesegaran jasmani dan metal. Pranata pembantunya,
antara lain: seni rupa, seni music, seni tari, seni teater, seni sastra,
olahraga, wisata dan hiburan lainnya.
h. Pranata ilmiah (scientific institution), berfungsi memenuhi kebutuhan
masyarakat mengembangkan ilmu dan menerapkannya serta menerapkan
hasil ilmu dalam bentuk teknologi dan menerapkannya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pranata pembantunya antara
lain: penelitian dan pengembangan ilmu dasar, pengembangan dan
penerapan ilmu terapan, pengembangan dan penelitian teknologi tepat
guna, teknologi tinggi, teknologi pertanian, teknologi penerbangan dan
teknologi komunikasi satelit.
Banyak ahli sosiologi belum memasukkan pranata ilmiah ini sebagai
pranata sosial, namun Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mengusulkan
pertimbangan menggolongkan sebagai pranata sosial mengingat dewasa ini
dalam masyarakat modernsemakin terasa pentingnya hasil-hasil penelitian
dan pengembangan dibakukan (distandarisasi) sedemikian baiknya.
Penggolongan yang diuraikan ini lebih menyangkut masyarakat modern
yang kompleks, tetapi hal itu tidak berarti pranata sosial itu taka da dalam
masyarakat yang primitive atau tradisional. Pada masyarakat tersebut pranata-
pranata yang sangat penting menyangkut pemenuhan kebutuhan yang
mendasar, seperti pranata sosial nomor 1 sampai nomor 5 sudah ada tetapi
sering belum terpisah secara jelas, masih tumpang tindih karena komunitas
setempat masih kecil dan belum kompleks. Semakin berkembang suatu
masyarakat semakin meningkat jumlah dan keanekaragaman kebutuhan, oleh
karena itu semakin meningkat pula keperluan terbentuknya norma-norma
yang menyangkut pola kelakuan umumnya dan terutama pola kelakuan yang
lahir dan berkembangnya hubungan sosial serta kedudukan sosial yang
menyertainya.
Agar anggota-anggota masyarakat mentaati norma-norma yang berlaku, diciptakan social control atau sistem pengendalian sosial yang merupakan segala sistem maupun proses yang dijalankan oleh masyarakat disesuaikan
dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat.social control dapat bersifat preventif (positif) dan represif (negatif).
Preventif merupakan suatu usaha pencegahan terhadap gangguan-
gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan, sedangkan
usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan kesesuaian yang
pernah mengalami gangguan tersebut. Usaha-usaha preventif misalnya
melalui proses sosialisasi pendidikan formal dan informal, sedangkan yang
represif penjatuhan sanksi terhadap warga masyarakat yang melanggar atau
menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Ruswandi, Dkk. 2006. Perkembangan Masyarakat dan Budaya.
Bandung: Upi Press.
Hermawan, Ruswandi dan Ruskandi, Kanda. 2008. Perspektif Sosial Budaya.
Bandung: Upi Press.
Hartomo, H, Arnicum Aziz.1990. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Bumi
Aksara