33
19 NYERI KANKER Nyeri Kanker: Prevalensi dan Dampak Nyeri adalah salah satu gejala yang paling umum pada pasien kanker. Diperkirakan 4 juta pasien kanker menderita nyeri dan untuk sebagian besar pasien ini, nyeri tidak reda dengan memuaskan. Setiap tahun 1 juta orang yang terkena kanker di India, sebagian besar tidak dapat disembuhkan pada saat diagnosis ditegakkan dan hanya butuh terapi nyeri dan paliatif. Beberapa penelitian di Amerika dan Eropa selama 2 dekade terakhir menunjukkan bahwa nyeri kronik diderita oleh 30% sampai 50% pasien yang sedang menjalani pengobatan tumor padat. Prevalensi kanker anak lebih rendah karena proporsi yang lebih tinggi pada keganasan hematologi, namun mereka dengan tumor padat sering menderita nyeri kronik yang sama seperti pada pasien dewasa. Penelitian pada pasien kanker dewasa dengan penyakit lanjut, yang sering dilakukan di rumah sakit atau pusat perawatan paliatif, menunjukkan prevalensi nyeri meningkat hingga 90% menjelang akhir kehidupan. Walalupun negara-negara maju telah menerbitkan kebijakan pemerintahan mengenai nyeri, nyeri kanker dan perawatan terminal, negara berkembang seperti India dan negara Asia lainnya dan Afrika belum memiliki kebijakan

NYERI KANKER.docx

  • Upload
    monica

  • View
    46

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

19NYERI KANKER

Nyeri Kanker: Prevalensi dan Dampak

Nyeri adalah salah satu gejala yang paling umum pada pasien kanker. Diperkirakan 4 juta pasien kanker menderita nyeri dan untuk sebagian besar pasien ini, nyeri tidak reda dengan memuaskan. Setiap tahun 1 juta orang yang terkena kanker di India, sebagian besar tidak dapat disembuhkan pada saat diagnosis ditegakkan dan hanya butuh terapi nyeri dan paliatif. Beberapa penelitian di Amerika dan Eropa selama 2 dekade terakhir menunjukkan bahwa nyeri kronik diderita oleh 30% sampai 50% pasien yang sedang menjalani pengobatan tumor padat. Prevalensi kanker anak lebih rendah karena proporsi yang lebih tinggi pada keganasan hematologi, namun mereka dengan tumor padat sering menderita nyeri kronik yang sama seperti pada pasien dewasa. Penelitian pada pasien kanker dewasa dengan penyakit lanjut, yang sering dilakukan di rumah sakit atau pusat perawatan paliatif, menunjukkan prevalensi nyeri meningkat hingga 90% menjelang akhir kehidupan.Walalupun negara-negara maju telah menerbitkan kebijakan pemerintahan mengenai nyeri, nyeri kanker dan perawatan terminal, negara berkembang seperti India dan negara Asia lainnya dan Afrika belum memiliki kebijakan nasional mengenai perawatan pasien kanker terminal atau perawatan paliatif. Ada kebutuhan mendesak untuk mengambil inisiatif dalam masalah ini dan kita sebaiknya memimpin dalam merumuskan program Peredaan Nyeri Kanker Nasional. Bebas dari nyeri, penderitaan dan akses kepada perawatan paliatif sebaiknya dilihat sebagai hak setiap pasien kanker.Pada populasi kanker, nyeri disebabkan oleh tekanan psikologis dan gangguan fungsional. Dampak pada suasana hati, fungsi, dan kualitas hidup dapat terkait dengan banyak fakta nyeri, termasuk tingkat keparahannya, hubungan temporal dan artinya. Hubungan antara tingkat keparahan dan dampaknya telah dibedakan berdasarkan penelitian belakangan ini. Penelitan tersebut menunjukkan bahwa nyeri yang digolongkan tingkat 1 sampai 4 dari 10 skala memiliki dampak yang ringan terhadap fungsi secara umum; nyeri pada tingkat keparahan ini mempengaruhi kenikmatan hidup secara keseluruhan. Nyeri 5 sampai 6 dari 10 skala memberikan dampak sedang terhadap fungsi, nyeri 7 atau lebih berdampak berat.Selama lebih dari dua dekade, WHO telah memimpin dalam menerbitkan sebuah konsensus metode ilmiah yang valid dalam menghilangkan nyeri kanker yang relatif sederhana, tidak mahal, dan mudah untuk diterapkan dalam tingkat komunitas, yang dikenal sebagai metode Three step Analgesic Ladder dari WHO. Data dari penelitian prospektif menunjukkan 70% pasien dengan nyeri kanker dapat merasakan hilangnya nyeri yang adekuat dari pemberian obat yang didukung WHO secara sistematis. Sayangnya, tingkat kesuksessan potensial ini tidak tercapai dalam praktek sehari-hari. Penelitian baru pada penderita kanker rawat jalan, indeks manajemen nyeri telah dibuat untuk menilai tingkatan terapi analgesi yang konsisten dengan petunjuk WHO; berdasarkan pengukuran ini, lebih dari 40% pasien mendapat pengobatan yang kurang. Dalam faktor lainnya, pengobatan yang kurang berhubungan dengan status minoritas,jenis kelamin perempuan, dan riwayat penyalahgunaan obat.Pengobatan nyeri kanker yang kurang yang tetap dilanjutkan dapat ditelusuri pada masalah dalam berbagai tingkat: pengetahuan dan sikap klinisi, pasien yang tidak dilaporkan, dan ketidakpatuhan dan hambatan seluruh sistem untuk terapi analgesi yang optimal. Praktisi dapat memperbaiki situasi ini dengan meyakinkan informasi medis mereka saat ini dan pasien menerima edukasi yang sesuai. Penelitian baru telah memaksa kebutuhan untuk terus meyakinkan pasien mengenai kemanan terapi analgesi dan untuk mendorong pelaporan nyeri oleh mereka yang meminimalkan nyeri karena tabah, keinginan untuk disengani, atau pemikiran untuk mengalihkan perhatian dokter dari penyakit.

Nyeri Kanker: Strategi ManajemenMeredakan nyeri kanker bukan hal yang mustahil. Protokol terapi nyeri harus ditetapkan dengan tetap memperhatikan perspektif Indian. Kunci pentingnya adalah teknologi yang sederhana dan biaya murah yang digunakan dalam mengelola nyeri dan gejala lainnya. Penggunaan yang bijak NSAID, opioid, kemoterapi, radioterapi, dan blok neuroleptic dapat dipakai untuk meminimalkan nyeri dan memperbaiki kualitas hidup pasien stadium terminal. Terapi opioid sistemik dapat diterima sebagai pendekatan pertama untuk mengelola nyeri kanker kronik sedang sampai berat. WHO menganjurkan menggunakan analgesic step ladder dan memprediksi keluaran yang baik pada 70% pasien. Dalam praktek klinis, tingkat keberhasilan ini tidak disadari, sebagian besar karena terapi yang kurang dan etiologi yang multifaktor sindrom nyeri pada pasien kanker lanjut (Tabel 1 dan 2). Beberapa pasien akan merasakan efek samping yang tak tertahankan dari opioid oral sehingga memaksa mereka untuk meninggalkan penggunaan obat ini. Pasien-pasien ini memiliki respons yang kurang terhadap terapi opioid dan harus dipikirkan strategi analgesi lainnya. Klinisi sebaiknya dapat mengidentifikasi respons yang buruk terhadap opioid ini dan mencari pendekatan klinis lain yang dapat memperbaiki hasil.

Tabel 1. Penyebab nyeri kanker Infiltrasi tumor

Keterlibatan nervus/pleksus

Metastasis tulang di tulang belakang, tulang pelvis, tulang rusuk

Asites masif/efusi pleura

Infiltrasi ke perineum dan organ dalam

Berhubungan dengan terapi

Tabel 2. Klasifikasi Nyeri KankerTipeContoh

SomatikMetastasis tulang

ViseraKanker pankreas

NeuropatikPleksopati atau neuralgia

Nyeri yang dipertahankan oleh simpatikDistrofi refleks simpatis

Prosedur neurolitik simpatis untuk nyeri akibat kanker pankreas atau pelvis seharusnya bertujuan sebagai teknik adjuvan untuk mengurangi konsumsi analgesi dan bukan sebagai obat, diberikan bila ada mekanisme nyeri multipel. Blok neurolitik seperti blok pleksus coeliac adalah metode yang lebih disukai untuk mengelola nyeri akibat infiltrasi neoplastik organ dalam perut bagian atas, termasuk pankreas, hati, dan lambung. Blok ini menghilangkan nyeri pada 50%-90% pada pasien dari 1 hingga 12 bulan. Nyeri pankreas lebih disetujui untuk blok simpatis dibandingkan nyeri akibat kanker pelvis.Peran teknik neuroablatif untuk nyeri somatik dan neuropatik kanker masih sering diperdebatkan. Namun, neurolisis kimia dan ablasio hipofisis telah dilaporkan dapat menghilangkan sindrom nyeri difus dan multifokal. Fentanyl sitrat transdermal juga merupakan pilihan baru untuk mengelola nyeri dan sebagai adjuvan untuk mengelola nyeri kanker berat.Pemberian obat sistem implan intratekal memiliki peran yang besar dalam mengelola nyeri kanker pada pasien dengan harapan hidup panjang. Pemberian opioid intratekal seperti morfin dan agonis alfa adrenergik seperti klonidin menghasilkan hilangnya nyeri dan penderitaan yang komprehensif dan lengkap pada pasien kelompok pilihan. Kualitas hidup yang dicapai setelah intervensi ini jauh lebih baik dibandingan metode lain dan pasien dapat mencapai kebebasan yang penuh dalam jangka waktu yang sangat singkat. Namun, hanya satu kekurangan teknik ini yaitu biayanya yang terlalu tinggi dan di atas jangkauan individu pada umumnya.Pengalaman kami bertahun-tahun di lembaga rujukan besar menunjukkan bahwa pengobatan nyeri kanker adalah sebuah kontinum dimulai dengan teknik terapi fisik dan neuropsikologi yang meningkat dari NSAID, narkotika lemah, opioid kuat, dan akhirnya teknik intervensi lanjut dan intervensi bedah. Setelah diagnosis dan mengevaluasi tingkat nyeri, pemilihan metode dengan kesempatan terbaik untuk reduksi nyeri secara optimal dengan tingkat kejadian efek samping yang paling rendah, diindikasikan. Banyak pendekatan non faramakologi seperti neurolisis kimia, metode neurostimulator, sistem pemberian opioid intratekal, rehabilitasi (contohnya artrosis pada pasien dengan nyeri ekstremitas), dan intervensi psikologi (contohnya kognitif) dapat dipertimbangkan untuk mengendalikan nyeri. Walaupun berhubungan secara konseptual, ruang lingkup terapi-terapi ini sangat luas dan ada perbedaan yang nyata pada indikasi dan implementasinya. Pilihan terapi harus mengintegrasikan tipe nyeri, fungsinya, beban penyakit secara keseluruhan pada pasien dan aspek psikologi kanker. Sebagai aturan umum, jika analgesi opioid tidak cukup, pengelolaan terapi intervensi dan bedah lainnya sebaiknya dipertimbangkan. Pedoman WHO untuk prosedur reduksi nyeri kanker mengabaikan pengobatan fisik, neuropsikologi, intervensi neurolitik dan intervensi lanjut, dan ketergantungan yang benar-benar disukai pada modalitas famakologi. Kelalain yang gawat ini akibat kurangnya alat dan orang yang terlatih dalam disiplin tersebut di negara maju dan negara berkembang.

20PENGELOLAAN NYERI KANKER

Kontrol nyeri meninggalkan masalah signifikan meskipun kemajuan terbaru dalam memahami mekanisme nyeri dan pengelolaan nyeri pada pasien kanker. Pasien dengan kanker sering memiliki masalah nyeri yang multipel dan sebagian besar dari mereka dapat dikendalikan secara efektif.Penelitian epidemologi telah menunjukkan bahwa nyeri terjadi lebih sering pada stadium kanker lanjut atau terminal. Nyeri yang dialami pasien kanker sangat bergantung pada keadaan psikososial. Nyeri pada pasien kanker sering merupakan multietiologi dan tidak ada hubungan yang sederhana di antara lokasi lesi dan keparahan nyeri.

Nyeri Kanker: Besarnya Masalah 10 lakh pasien kanker baru setiap tahun di India 60-80% pasien ada pada stadium lanjut, sehingga tidak dapat disembuhkan 60% pasien kanker hanya membutuhkan pengelolaan nyeri dan terapi paliatif 40% menerima pengobatan yang tidak adekuat dalam pengelolaan nyeri dengan kualitas hidup yang buruk pada stadium terminal hanya 25% pasien kanker menerima terima paliatif

Mengapa Nyeri Kanker sebaiknya Dikendalikan? Nyeri kanker merupakan penderitaan yang tidak dapat dihindari Untuk menghindari efek psikologi nyeri kanker yang terus menerus seperti cemas, depresi, rasa tidak berharga, kurang tidur, marah, hilangnya nafsu makan, dan kecenderungan bunuh diri Nyeri menuju kepada kualitas hidup yang buruk tidak produktif, tidak ada kegiatan rekreasi Kemunduran keluarga dan social tidak ada kontribusi social dan keluarga yang berarti Pasien tinggal dalam kondisi vegetative merasa tidak berhargaNyeri pada kanker merupakan multietiologi, berhubungan dengan keganasan itu sendiri atau akibat penyebab yang tidak berhubungan. Sehingga nyeri pada kanker dapat diakibatkan oleh:1. Keganasan itu sendiri: metastasis tulang, jaringan lunak, otot, infiltrasi kulit2. Pengobatan keganasan: Bedah sindrom phantom ekstremitas, nyeri neuropatik setelah pembedahan seperti karsinoma payudara, neuralgia scar. Kemoterapi ulkus aftosa terinduksi, gastritis akut Radioterapi fibrosis terinduksi, kontraktur3. Berhubungan dengan keganasan kompresi atau infiltrasi struktur saraf, infiltrasi atau oklusi pembuluh darah, obstruksi viskus berongga, obstruksi sistem duktus dari viskus padat, distensi viskus berkapsul, peningkatan tekanan intrakranial, miopati dan spasme oto.4. Penyakit koeksisten diabetes neuropatik, sindrom nyeri kompleks regional, neuralgia postherpetic

Alasan untuk pengendalian nyeri kanker tidak adekuat Kurangnya kesadaran di antara petugas kesehatan, pembuat kebijakan dan publik bahwa tersedia metode pengelolaan nyeri kanker Kurangnya sumber finansial, sistem penyediaan layanan kesehatan dan petugas yang terlatih Ketakutan di antara dokter yang merawat mengain ketergantungan psikologi dan penyalahgunaan obat opioid Ketentuan hukum yang ketat untuk mendapatkan opioid Kurangnya keinginan untuk membuat kebijakan nasional mengenai penghilangan nyeri kanker dan terapi paliatif

Penilaian Nyeri Kanker dan Masalah TerkaitAnamnesis yang teliti dan melalui pemeriksaan fisik dilakukan saat pasien mendaftar di klinik nyeri. Intensitas nyeri diukur dalam Visual Analog Scale (VAS) dan komponen nyeri lainnya seperti somatik, neuropatik, viscera atau nyeri yang dipertahankan oleh simpatik diukur dengan skala yang berbeda seperti dampak nyeri pada kualitas hidup pasien (skor QOL), dan pengobatan yang telah diterima pasoen juga dicatat. Penting juga untuk mengevaluasi gangguan afektif, perilaku dan social. Tingkat keparahan nyeri menentukan kekuatan analgesi yang dibutuhkan. Jenis dan penyebab nyeri akan mempengaruhi pilihan analgesi adjuvan dan modalitas intervensi yang akan dipilih.Selama periode pengobatan semua pasien diawasi terus menerus untuk keefektifan pengobatan dan untuk kebutuhan modifikasi terapi. Parameter yang digunakan adalah: Visual Analog Scale (1-10) Skala pertunjukana. Skor aktivitas kehidupan sehari-hari meliputi: Makan Berpakaian Menulis Menggunakan peralatan rumah tanggab. Skor kualitas hidup (SF 36) meliputi: Fisik Nyeri tubuh Kesehatan umum Vitalitas Fungsi sosial Emosional Kesehatan mentalUntuk tujuan penelitian dan dokumentasi, kelompok onkologi kooperatif Eastern dan peringkat Karnofsky (Tabel 1), skala pertunjukan dan skor kualitas hidup dari WHO digunakan.

Prinsip dan Pendekatan Dasar Pengelolaan Nyeri KankerAda prinsip dan pendekatan dasar tertentu yang telah dideskripsikan untuk mengelola nyeri pada pasien kanker, walaupun setiap pasien harus mempunyai rencana terapi yang sesuai masalahnya sendiri. Prinsip dasar untuk mengelola nyeri kanker adalah: Terapi kanker bedah, radiasi dan/atau kemoterapi Modulasi persepsi sentral nyeri analgesi, antidepresan, ansiolitik, gangguan transmisi nosiseptif dalam sistem saraf sentral: analgesi neuroaksial, neuroablasio Terapi paliatif Imobilisasi istirahat, cervical collarPemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme patofisiologi nyeri kanker dan perkembangan modalitas yang lebih baru untuk diagnosis dan terapi nyeri kanker telah sangat membantu dalam mengembangkan obat nyeri sebagai sebuah subspesialisasi. Ahli dalam blok saraf regional dan kemampuan dalam menggunakan obat yang sangat ampuh telah menempatkan dokter anestesi pada subspesialisasi ini. Sehingga dokter anestesi memiliki peran yang penting dalam mengelola nyeri kanker saat ini dan juga di masa yang akan datang.

Tabel 1 Skala pertunjukan kelompok onkologi kooperatif Eastern dan peringkat KarnofskyTingkat ECOG PSDeskripsiKarnofsky

0Sangat aktif, dapat melakukan semua kegiatan sebelum sakit tanpa halangan100

1Pembatasan aktivitas fisik berat, tetapi dapat berjalan dan melakukan pekerjaan yang ringan atau yang tidak banyak bergerak (pekerjaan rumah ringan, kantor)80-90

2Dapat berjalan dan dapat merawat diri sendiri namun tidak dapat melakukan pekerjaan: sampai sekitar >50% waktu bangun 60-70

3Dapat merawat diri sendiri secara terbatas, terikat pada kursi atau kasur >50% waktu bangun40-50

4Benar-benar cacat, tidak dapat merawat diri sendiri, total terikat pada kasur atau kursi>30

Pedoman untuk mengelola nyeri kankerSaat ini ada dua model pedoman yang utama untuk mengelola nyeri kanker yaitu: (a) tangga analgesi WHO (Kotak 1) dan (b) kontinum terapi nyeri (Kotak 2).Kotak 1 Tangga Analgesi WHOKeuntungan Hilangnya rasa nyeri yang efektif dapat dicapai pada 75-80% pasien kanker Sederhana untuk digunakan Penilaian nyeri kanker dan masalah terkait

Kerugian Ini memberikan penekanan minimal pada blok saraf regional yang sangat cocok untuk pasien yang berpergian jarak jauh untuk mencari pengobatan dan sulit untuk melakukan follow-up teratur Memberikan penekanan yang banyak pada terapi opioid meskipun diketahui opioid tidak tersedia secara luas dan mudah, terutama mofin oral.Kotak 2 Kontinum Terapi NyeriKontinum terapi nyeri tidak butuh diikuti seketat yang digambarkan dalam Kotak 2. Lebih dari satu modalitas terapi dapat diberikan pada waktu yang sama dan satu modalitas dapat menggantikan modalitas lainnya tergantung kebutuhan setiap individu dan kebutuhan pasien.Berbagai langkah terlibat dalam pengelolaan nyeri kanker dirangkum pada bagan di bawah:Protokol terapi untuk mengelola nyeri kanker

Pendekatan Farmakologi Pengelolaan Nyeri KankerTerapi obat adalah landasan pengelolaan nyeri kanker. Obat efektif , relatif resiko rendah, tidak mahal, dan biasanya bekerja dengan cepat. Bahkan dalam golongan obat analgesi yang sama, variasi individual pada efek dan efek samping diketahui dengan baik.

Parasetamol dan Obat NSAIDObat pada kelas yang cukup besar ini memiliki peran yang signifikan dalam mengelola nyeri kanker. Berdasarkan kerjanya dalam memblok sintesis prostaglandin (yang mengaktivasi serabut nosiseptif). Mereka dapat bernilai tertentu dalam mengelola rasa sakit yang berasal dari kulit, oto, dan tulang.NSAID efektif pada nyeri ringan, dan memiliki efek dosis sparing opioid yang membantu mengurangi efek samping saat diberikan bersama opioid untuk nyeri sedang sampai berat. Parasetamol termasuk aspirin dan NSAID lainnya karena memiliki potensi analgesi yang mirip walaupun kurang memiliki aktivitas anti inflamasi perifer. Efek samping dapat terjadi kapanpun dan pasien yang mendapat parasetamol atau NSAID, terutama pasien lansia diikuti secara hati-hati.Obat yang umum digunakan dan dosis oral adalah sebagai berikut:Parasetamol650 mg 1 4 jamAspirin650 mg 1 4 jamIbuprofen400-600 mg 1 6 jamKetoprofen25-60 mg q 6-8 jamAsam mefenamat250 mg q 6 jamNaproksen sodium275 mg q 6-8 jam

Inhibitor COX-2Inhibitor COX-2 seperti celekoxib, rofecoxib, valdecoxib walauun tidak menyebabkan iritasi lambung, memiliki potensi yang jauh lebih rendah dibandingkan NSAID. Obat-obat ini terutama rofecoxib digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan morbiditas kardiovaskuler dan penyakit ginjal koeksisten.

DosisCelecoxib100-200 mg sehari atau dua kali sehariRofecoxib12,5-25 mg/hari (sampai 50 mg/hari untuk jangka pendek)Valdecoxib20-40 mg/hari

OPIOIDTerapi opioid sistemik diterima secara luas sebagai terapi lini pertama untuk pengelolaan dari nyeri yang sedang maupun berat dari penyakit kanker kronis. Terapi ini memberikan hasil yang efektif dalam mengontrol rasa nyeri pada kurang lebih 85% pasien yang ada. Opioid oral itu efektif, mudah untuk dititrasi dan memiliki manfaat yang lebih menguntungkan dibandingkan resiko yang dimiliki. Pada praktek klinis, tingkat keberhasilan dari opiod ini tidak terealisasikan, penyebab terbesar hal ini terjadi adalah adanya undertreatment yang berkelanjutan menjadi masalah yang signifikan.Meskipun undertreatment ini dapat dieliminasi sekalipun, pada beberapa penderita kanker akan tetap merasakan adanya ketidakseimbangan yang tidak memuaskan antara efek analgesik dan efek samping, meskipun sudah diberikan terapi dengan dosis yang optimal. Pasien-pasien tersebut sangat buruk responnya terhadap terapi opioid dan harus dipikirkan untuk pemberian analgesik alternatif lainnya.

Respon OpioidRespon opioid dapat dijelaskan dalam hal probabilitas dari efek analgesik yang adekuat pada pasien ( Adanya hasil yang memuaskan dari pasien tanpa adanya intoleransi dan efek samping yang tidak bisa ditolerir oleh pasien) yang dapat diperoleh selama pemberian dosis titrasi terapi yang bertahap. Hal ini dapat dilihat sebagai suatu keberhasilan maksimal dari perpektif klinis yang relevan dengan ataupun tanpa efek samping dari pemberian terapi.Mekanisme yang mendasari adanya variasi pada respon opioid antara lain adalah: Sindrom nyeri- nyeri neuropatik Nyeri yang tidak tertahankan Faktor yang tergantung pada pasien- Tekanan psikologis. Usia lanjut, kegagalan organ utama tubuh.

Strategi analgetik pada pasien yang memiliki respon yang burukEmpat strategi yang berbeda harus dipertimbangkan ketika pasien diketahui memiliki respon yang buruk terhadap pengobatan opioid sistemik selama percobaan terapi (Tabel 2)

Tabel 2. Strategi alternatif untuk pasien dengan respon yang buruk akan nyeriPendekatanPilihan terapi

Mengawali jendela terapi

Mengidentifikasi opioid yang memiliki keseimbangan antara efek samping dan analgesik yang lebih bisa diterima pasien

Teknik farmakologi yang mengurangi kebutuhan akan opioid sistemik

Teknik non farmakologi yang mengurangi kebutuhan akan opioid sitemikPengobatan efek samping yang lebih agresif, contoh psychostimulan untuk sedasiRotasi opioid

Pemberian analgesik non opioid ataupun analgesik adjuvan. Infusi obat nueroxial

Pendekatan anestesilogi contoh neurolisisPendekatan operasi contoh bracingPendekatan psikologi contoh terapi kognitif

Rotasi OpioidPercobaan terapi yang berurutan atau sering disebut dengan rotasi opioid, sekarang dipercaya sebagai pendekatan klinis yang standar dilakukan, dimana hal ini disusun sedemikian rupa untuk mengubah pasien yang memiliki respon terapi yang buruk menjadi pasien yang memiliki respon terapi yang baik dengan cara mengidentifikasi opioid yang lebih menguntungkan dalam keseimbangannya dalam hal efek analgesik dan efek sampingnya.Pedoman untuk rotasi opioid ( Kotak 3) disusun untuk mengurangi adanya resiko overdosis relatif ataupun underdosis ketika satu jenis opioid dihentikan penggunaanya dan jenis yang lain diberikan. Pedoman ini memerlukan pengetahuan tentang dosis equianalgesik.

Kotak 3 Pedoman empiris untuk rotasi opioid Gunakan tabel equianalgesik untuk memperhitungkan dosis dari opioid yang baru sama dengan dosis opioid yang digunakan saat ini Menentukan secara klinis kapan dimulainya rotasi tersebuta. Bila mengganti opioid yang ada dengan opioid selain methadone atau fentanyl, kurangi dosis equinalgesik sebesar 25-50%b. Bila mengganti dengan methadone, kurangi dosis sebesar 75-90%c. Bila mengganti dengan fentanyl transdermal, jangan kurangi dosis equianalgesik Mempertimbangkan dosis berikutnya berdasarakan kondisi medis dan nyeri pada pasiena. Bila pasien adalah orang lanjut usia ataupun mengalami kegagalan yang signifikan dari organ tubuhnya, pertimbangkan untuk pengurangan dosis yang lebih banyak dari biasanyab. Bila pasien mengalami nyeri yang hebat, pertimbangkan pengurangan dosis yang lebih sedikit dari biasanya Hitung dosis penyelamat yaitu 5-15% dari total penggunaan opioid dalam sehari dan berikan dalam interval yang ditentukan Kaji kembali dan mentitrasi opioid baru

Opioid LemahCodein dimetabolisme menjadi morphin dalam tubuh. Banyak preparat codein tersedia secara luas terutama yang mengandung kombinasi antara codein dan paracetamol dan juga ibuprofen. Preparat tersebut dapat digunakan untuk menangani rasa nyeri yang ringan hingga sedang.Tramadol adalah salah satu obat yang sering digunakan untuk menangani nyeri ringan hingga sedang dengan hati-hati pada pasien yang memiliki gangguan kejang.Dosis penggunaan dari opioid adalah seperti dibawah ini:Morphin10mg tiap 3-4 jam maksimal pemberian hingga 400mg perhari( setelah peralihan titrasi menjadi tablet controlled release morphine(MST) )Codein120-360mg tiap 3-4 jamTramadol50-100mg tiap 8-12 jam maksimal pemberian hingga 400mg perhari

Opioid KuatMorphin tetap menjadi Gold Standar dalam hal obat analgesik untuk nyeri sedang hingga berat pada penderita kanker. Akan tetapi, banyak efek samping seperti konstipasi, mual, muntah, sedasi, pruritus, dan retensi urin merupakan efek yang sering ditemui meskipun efek samping tersebut dapat hilang dengan sendirinya. Pasien harus selalu diberikan juga obat pencahar, anti muntah, H2 blocker, dan juga anti histamin untuk menghadapi efek samping dari pemberian morphin oral.

Fentanyl TransdermalFentanyl transdermal juga merupakan terapi yang sangat efektif dalam mengatasi nyeri sedang hingga berat pada penderita kanker dan terapi ini meberikan efek analgesik hingga 72 jam. Faktor yang kurang menguntungkan hanyalah harga yang tinggi untuk terapi ini.

Obat adjuvanObat adjuvan sangat berguna dalam mengobati sindroma nyeri untuk penderita yang relatif memiliki respon yang buruk terhadap pengobatan terapi opioid. Disamping itu obat adjuvan memiliki peran yang penting dalam pengobatan yang meringankan pasien.Antikonvulsan: Sudah diketahui bahwa reseptor gamma-amino butyric acid (GABA) pada susunan saraf tulang belakang memiliki pengaruh terhadap transmisi nyeri. Agen aktif pada reseptor GABA seperti antikonvulsan seringkali berguna untuk mengurangi nyeri pada pasien. Antikonvulsan secara khusus efektif pada sindrom nyeri yang dimana didalamnya dapat berespon terhadap opioid ataupun nyeri yang tidak sensitif terhadap opioid seperti nyeri neuropatik.Antikonvulsan yang umumnya digunakan antara lain ( dosis inisial - dosis maksimal)Gabapentin: 300mgHS300mgQIDOxcarbazepine: 300mgHS600mg BDCarbamazepine: 200mgBD400-1000mg perhariPhenytoin: 200HS400HS perhari

Antidepresan juga berguna secara farmakologikal pada managemen akan nyeri neuropatik. Obat-obatan ini memiliki potensi analgetik sudah dari awal dan mungkin dapat meningkatkan potensi efek analgesik dari opioid. Jenis obat antidepresan yang umumnya digunakan dan juga dosisnya antara lain:Amitriptyline ( tricyclic antidepressant): 12,5mg-50mg HSNortriptyline (tricyclic antidepressant): 10mg-20mg HSFluoxetine (selective serotonin reuptake inhibitor) (SSRI): 20mg-40mg perhari ( dosis dibagi)

Kortikosteroid memberikan banyak efek meliputi elevasi mood, aktifitas anti-inflammatory, aktifitas antiemetik, dapat menginduksi euforia, meningkatkan nafsu makan, dan mungkin memberikan efek untuk bisa memanajemen cachexia dan anorexia. Obat ini mengurangi edema pada serebral dan saraf tulang belakang dan esensial pada penanganan gawat darurat pada peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi epidural saraf tulang belakang.Terdapat lima mekanisme yang memungkinkan hal ini. Pertama, adanya pengurangan dari reaksi inflamatory dan sedikit stimulasi dari saraf nyeri. Kedua, steroid memiliki efek blocking pada transmisi C-Fibre( Serat ini penting dalam hal transmini nyeri). Ketiga, steroid memiliki efek lokal anestesi, dan bila steroid long acting digunakan, kemungkinan efek anestesi lokal ini juga ikut diperpanjang. Keempat, neuroma mungkin muncul pada daerah yang mengalami cedera saraf. Terakhir, steroid memiliki efek pada sel-sel tanduk dorsal yang memiliki peran penting dalam transmisi nyeri. Steroid yang sering digunakan anatara lain adalah:Prednisolone: 20-40mg TDSDexamethasone: 8mg tds IV/IMBetamethasone: 2-4mg BDMethyl prednisolone: 4-8mg TDS

Neuron revitalizers seperti methoxycobalamine adalah obat yang memiliki efek untuk regenerasi neuron dan revitalisasi. Obat ini diresepkan dengan dosis 500g tigakali sehari pada pasien yang mengalami cedera saraf atau infiltrasi pada saraf.Muscle relaxants sering digunakan sebagai adjuvan dengan NSAIDs dan opioid untuk spasme otot. Tizanidine adalah muscle relaxant yang bekerja secara sentral digunakan dengan dosis 2mg tds pada awal pengobatan dengan titrasi hingga pengobatan 6mg tds. Chlorzoxone adalah obat musclerelaxant lain yang sering digunakan dengan dosis pemberian 375mg bd duakali sehari.Bisphosphonate sering digunakan pada pasien dengan multi mieloma dan metastasis tulang dari kanker payudara untuk meringankan nyeri pada tulang.Osteoclast inhibitor seperti salmon calcitonin digunakan pada pasien dengan nyeri neuropatik dan nyeri tulang.

Blok neurolitik pada penanganan nyeri pada kankerBlok pada saraf somatik dan sensorik biasa digunakan pada pengobatan segala jenis nyeri yang terjadi akibat adanya keikutsertaan saraf seperti adanya tumor ataupun pada nyeri yang terlokalisisr pada suatu area yang disarafi suatu saraf tertentu. Blokade saraf dengan cara pemberian anestesi lokal biasa dilakukan apabila dapat dipastikan akan terjadi pengurangan rasa nyeri yang terjadi akibat blokade saraf tersebur dan biasanya hal ini akan dilanjutkan dengan teknik yang lebih permanen seperti blok neurolitik dengan pemberian phenol, alkohol, cryoprobe ataupun ablasi radiofrequency. Daftar saraf-saraf yang dapat diblok itu sangat luas dan mayoritas saraf-saraf tersebut dapat dengan mudah diakses untuk diblok, diperlukan pengetahuan tentang relasi anatomikal dari masing-masing saraf.

Blok somatik dan sensorik Blok Paravertebral : kanker paru, metastase tulang iga sekunder Blok saraf interkostal: kanker payudara,metastase tulang iga sekunder Blok saraf mandibula dan maxilla: kanker pada pipi, mandibula, tumor kelenjar saliva Blok cervical superficial maupun dalam: tumor saraf, kanker tiroid

Blok pleksus simpatikNyeri simpatik yang terus terjadi dapat menjadi penyebab penting adanya nyeri pada kanker terutama karena kurangnya respon terhadap pengobatan opioid. Hal ini dapat diketahui bila kita melihat karakteristiknya yaitu adanya nyeri terbakar yang menyeluruh( bukan pada distribusi akar saraf) dan mungkin disertai dengan adanya peningkatan dalam hal berkeringat dan edema. Hal ini mungkin melibatkan anggota gerak, kepala dan badan.Blok pleksus simpatik biasa digunakan pada kondisi-kondisi dibawah ini: Blok ganglion stelata : tumor ophtalmika, malignansi angota gerak atas Blok pleksus coeliac: Kanker hati, pankreas, dan perut Blok pleksus lumbal: Malignansi pelvis dan anggota gerak bawah Blok pleksus hypogastrik superior: Kanker pelvis( kanker cervix dan uterus) Blok ganglion impar: Nyeri perinel( Kanker rectum)Keterbatasan dari blok-blok tersebut adalah: Meredakan nyeri hingga 60-70% Jalan masuk yang baru terbentuk diakibatkan cepatnya penyebaran dari malignansi Terciptanya sindroma deafferentasi nyeri Morbiditas pada prosedur: Paraplegi, hipotensi seperti yang terlihat setelah dilakukan blok pleksus coeliac Tidak ada peningkatan dari quality of life/ kualitas hidup pasien (QOL) ataupun activity of daily living/ kegiatan seharihari (ADL) Efek meredakan nyeri hanya bertahan 3 hingga 4 bulan saja

Analgesik spinalSistem implantasi external terprogram untuk analgesik spinalSetelah ditemukan adanya reseptor opioid pada substansia gelatinosa tanduk dorsal dari saraf tulang belakang oleh Wang et al.(1979) analgesik spinal dengan morphin manjadi pilihan untuk mengontrol nyeri kanker yang tidak tertahankan.Analgesik opioid spinal digunakan pada kondisi: Pengobatan dengan opioid sistemik kuat memberikan pengurangan rasa nyeri yang efektif namun pasien tidak dapat menahan efek samping dari pengobatan Ketidakberhasilannya pengobatan dengan terapi opioid kuat meskipun sudah ditingkatkan dosisnya Harapan hidup > 3-6 bulanObat/medikasi yang digunakan pada pemberian secara intraspinal adalah: morphin, fentanyl, sufentanyl, clonidine, bupivacaine dan midazolam.Morphin intraspinal tetap sebagai terapi gold standar dikarenakan obat ini memiliki jangka waktu kerja yang panjang, afinitas yang tinggi pada reseptor, solubilitas yang tinggi pada cairan cerebrospinal (CSF) dan menyebar serta 5 hingga 10 kali lebih berpotensi dibandingkan dosis intravena. Dosis dari opioid intraspinal adalah tergantung sepenuhnya dari individu pasien dan bergantung pada intensitas nyeri yang dirasakan, usia dari pasien dan juga sejauh mana perkembangan penyakit.Pada pengalaman klinis kami, kami sudah pernah menggunakan infus morphin intrathecal secara terus menerus dengan dosis dalam rentang dari 0,5mg perhari hingga 12,5mg perhari dengan pump yang diimplan dan dapat diprogram. Pada pasien yang juga mengalami nyeri neuropatik, digunakan kombinasi dari infus morphin intrathekal dan clonidine (30-120g perhari) atau morphin dnegan midazolam (1,2mg perhari). Analgesik sentral: Infus lignocaine intravena terbukti efektif pada penanganan nyeri neuropatik pada penderita kanker. Dosis yang diberikan adalah 5mg/kg selama 60 menit dan waktu kerja dari analgesiknya hingga 3 minggu.

Adjuvan dari manajemen nyeri pada penderita kankerTranscutaneous electrical nerve stimulation(TENS)Terkontrol, stimulasi elektrik tegangan rendah diberikan pada serabut saraf myelin besar peripheral melalui elektroda cutaneous untuk menghambat transmisi yeri. Meskipun efikasi dari TENS dapat dianggap sebagai efek placebo, pasien dengan nyeri ringan mungkin mendapat keuntungan dari terapi TENS.

Intervensi perilaku kognitifIntervensi perilaku kognitif adalah bagian yang penting dari pendekatan multimodal dari penanganan nyeri. Intervensi tersebut membantu pasien dalam mengontrol nyeri yang mereka alami serta dapat menumbuhkan kemampuan pasien untuk menahan rasa sakit yang ada.Intervensi diberikan pada kondisi awal dari perjalanan penyakit biasanya akan lebih sukses karena mereka dapat mempelajari dan berlatih pada kondisi mereka masih memiliki energi dan kekuatan yang cukup. Pasien dan keluarga mereka harus diberikan informasi dan keberanian untuk mencoba berbagai strategi yang ada dan memilih satu ataupun lebih teknik perilaku kognitif ini untuk dilakukan terus menerus menjadi kebiasaan.

RelaksasiTeknik relaksasi simpel seperti pernafasan lambat berirama dan sentuhan sederhana, pijatan ataupun pemanasan biasa digunakan untuk mengontrol nyeri.

Yoga, meditasi, spiritualPasien diberikan kepercayaan diri untuk mengikuti yoga dan meditasi serta meningkatkan spiritual pasien.

Sindrom nyeri yang sulit ditangani dan faktor prognostic yang burukSindrom nyeri yang spesifik dan faktor dari individu pasien itu sendiri dapat menunjukkan buruknya prognosis dari respon akan terapi analgesik. Pasien dengan faktor prognosis yang buruk ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk mendapatkan kontrol nyeri yang baik.

Faktor risiko untuk kontrol rasa nyeri yang buruk pada penderita kanker adalah: Nyeri neuropatik Nyeri yang tidak tertahankan Toleransi pada opioid Stress psikologi yang berat serta depresi berat akan penyakitnya Penggunaan alkohol maupun penyalahgunaan obat

Perawatan paliatifDefinisi dari perawatan paliatif meliputi hal-hal dibawah ini: Menghargai hidup dan menganggap kematian adalah sebuah proses yang wajar Tidak mempercepat maupun meperlama kematian Memberikan kelegaan dari rasa nyeri dan simptom distress Integrasi dari aspek psikologikal dan aspek spiritual untuk penanganan nyeri Menolong pasien untuk hidup seaktif mungkin yang dapat dilakukan mereka Menyediakan dukungan untuk keluarga pasien

Metode perawatan paliatifSecara umum Kebersihan mulut yang baik Kontrol rasa nyeri Antibiotik Latihan menelan Perawatan ulkus dan kesakitan saat tidur Perawatan stoma colostomi dan tracehostomi Perawatan ventilator Perawatan simptomatikNutrisi Kaya kalori dan tinggi protein Suplemen vitamin dan mineral Makanan dalam bentuk cairan maupun setengah cair Makanan secara enteral maupun parenteral Pemberian makanan lewat nasogastric maupun jejunostomiPilihan terapi Radioterapi: Leher, retro orbital, gonad, tumor kelenjar saliva Terapi laser: lesi pada cutaneous dan mukosa, endoskopi yang bermanfaat Terapi fotodinamik: lesi obstruktif pada trachea bagian bawah, bronkus utama Cryoterapi: tumor cavum oral, blok saraf interkosta Chemoterapi: kanker payudara, kanker paru, gonad, tumor genitourinaryProsedur operasi Rekontruksi kepala dan leher Continous flap/free flap Rekontruksi mandibulaPedicle graft Operasi pengecilanDiseksi leher radikal Operasi bypassTraktus gastro intestinal, traktus urinarius Operasi untuk pemberian makananGastrotomi, pemberian makan lewat jejunustomi AmputasiTumor pada anggota gerak Interupsi traktus yang mengalami gangguan nyeriRehabilitasi Rehabilitasi: Alat ortopedi, Vibrator laryngeal external, Bola mata palsu, gigi palsu,rambut palsu Bantuan psikologi: konseling, yoga, meditasi, spiritual Sistem dukungan keluarga: konseling, bantuan finansial, dipekerjakan kembali

KonklusiPasien dengan kanker mengalami banyak simptom, pelemahan dari fungsi fisik dan psikososial dan masalah-masalah lain yang dapat mengurangi kualitas hidup pasien. Sudah lebih dari 20 tahun , nyeri merupakan masalah utama dari kulaitas hidup pasien pada para penderita kanker. Kebutuhan akan adanya penanganan nyeri yang lebih baik telah tegas dikemukakan oleh berbagai badan dunia. Dokter memiliki alasan yang kuat untuk memfokuskan perhatian mereka pada masalah nyeri pada penderita kanker. Pengenalan akan nyeri harus dilihat sebagai sebuah tujuan yang fundamental yang harus diberikan pada pasien-pasien tersebut, dan semua dokter yang merawat pasien-pasien dengan kanker harus memahami benar akan prinsip dari penilaian dan pengelolaan nyeri.