Upload
hoangquynh
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN
AGRESIVITAS PADA MASA REMAJA
Oleh :
Jasmine Anisya Indriane
Fuad Nashori
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2009
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN AGRESIVITAS PADA MASA REMAJA
Telah disahkan pada tanggal :
________________
Oleh :
Fuad Nashori
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2009
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN
AGRESIVITAS PADA MASA REMAJA
Jasmine Anisya Indriane Fuad Nashori
Intisari
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara kecemasan dengan agresivitas pada masa remaja. Subjek penelitian ini adalah remaja putra/putri, SMA, dengan usia 15 – 18
tahun. Subjek penelitian ini berjumlah 50 orang pada saat try out dan 112 orang pada saat pengambilan data penelitian.
Data dikumpulkan melalui skala yang disebarkan kepada subjek penelitian. Data tersebut kemudian dianalisis statistik menggunakan analisis product moment dari Person dengan bantuan program SPSS versi 15,00 for windows. Hasil analisis diperoleh bahwa koefisien korelasi (r) antara kecemasan dan agresivitas 0,209 dengan p (one-tailed) = 0,013 (p<0,05). Hasil lain yang diperoleh adalah kecemasan memiliki sumbangan efektif sebesar 4,4% terhadap agresivitas pada masa remaja.
Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan agresivitas. Khususnya pada masa remaja, semakin tinggi kecemasan maka semakin tinggi agresivitas, dan sebaliknya semakin rendah kecemasan maka semakin rendah agresivitas. Kata Kunci : Kecemasan, Agresivitas, Remaja
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam hidup ini seorang individu (terutama remaja) tidak akan lepas dari
permasalahan-permasalahan yang ada, karena masalah merupakan tanda
kehidupan. Masa remaja merupakan masa transisi di mana seorang individu
yang semula mengalami masa anak-anak beralih ke masa dewasa. Remaja
umumnya memiliki emosi yang masih labil. Tingkah laku individu yang berada di
usia remaja sangat dikuasai oleh emosinya. Tetapi selain itu, remaja juga
merupakan individu yang aktif, baik dalam bidang kreativitas, prestasi maupun
pergaulan.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago
tahun 1984 oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (http://www.e-
psikologi.com/remaja/10062.htm, 13 Agustus 2002) menemukan bahwa remaja
rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar
biasa” ke “sedih luar biasa”. Oleh karena itu remaja sering disebut kelompok
usia bermasalah. Masalah yang ditimbulkan dapat berasal dari diri sendiri
(internal) maupun dari lingkungan luar (eksternal). Contoh masalah dari diri
remaja itu sendiri adalah bila terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis.
Teori agresivitas manusia muncul sebagai akibat kenyataan hidup yang selalu
memperoleh tekanan dari kondisi sekitar. Sementara fenomena anak muda
selalu ingin bebas dari tekanan, dan penuh idealisme.
Kecemasan termasuk salah satu penyebab terjadinya agresivitas,
kecemasan yang berlebihan akan mengakibatkan seseorang memiliki pikiran
2
yang kacau (dissipation) dan gaya atribusi bermusuhan (Krahe, 2005). Penelitian
Burks tahun 1999 (Krahe, 2005) memperlihatkan bahwa struktur pengetahuan
mengenai permusuhan menyebabkan seseorang menginterpretasi stimulus
sosial dengan cara yang lebih negatif sehingga mereka berkemungkinan untuk
merespons dengan cara agresif.
Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Mu’arifah (2005)
menyatakan bahwa individu yang mengalami kecemasan akan berdampak pada
gangguan terhadap fungsi pikiran, fisiologis, psikologis serta mengganggu organ
tubuh lainnya yang akan menimbulkan perilaku agresif. Kecemasan dapat
mempengaruhi munculnya perilaku agresif, meskipun banyak faktor lain yang
mempengaruhinya.
Lingkungan sekitar juga dapat membuat seseorang berperilaku agresif.
Lingkungan yang dimaksud di sini bisa berupa lingkungan ekonomi, suhu udara
yang panas atau polusi, bahkan anonimitas pun dapat mengakibatkan tindakan
agresif.
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara
kecemasan dengan agresivitas pada masa remaja.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah teori-teori
psikologi, terutama psikologi perkembangan, psikologi klinis dan psikologi
sosial, yang berkaitan dengan permasalahan kecemasan terhadap perilaku
agresivitas pada remaja.
3
2. Manfaat Praktis
Mampu memberikan informasi serta masukan yang berguna bagi
masyarakat pada umumnya dan remaja pada khususnya bahwa tingkat
kecemasan tertentu dapat menimbulkan perilaku agresif. Perilaku agresif
tersebut dapat membahayakan dan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikembangkan beberapa cara agar remaja
dapat memanage perilaku mereka dengan baik dan dapat melakukan
tindakan-tindakan yang positif.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Agresivitas
Agresivitas adalah suatu perilaku yang dengan sengaja dilakukan untuk
menyakiti, memamerkan permusuhan atau perilaku yang dapat melukai orang
lain dan merugikan orang lain.
Aspek-Apek Agresivitas
Buss & Perry (1992) mengemukakan tiga klasifikasi besar untuk agresi,
yaitu agresi fisik-verbal, agresi aktif-pasif, dan agresi langsung-tidak langsung.
Ketiga klasifikasi tersebut saling berinteraksi sehingga ada delapan bentuk agresi
yaitu :
a. Agresi fisik-aktif secara langsung, misalnya menusuk, menembak,
memukul, menampar orang lain.
b. Agresi fisik-aktif secara tidak langsung, misalnya membuat jebakan untuk
mencelakakan orang lain.
c. Agresi fisik-pasif secara langsung, misalnya tidak memberi jalan kepada
orang lain.
d. Agresi fisik-pasif secara tidak langsung, misalnya menolak untuk
melakukan sesuatu atau menolak mengerjakan perintah orang lain.
e. Agresi verbal-aktif secara langsung, misalnya memaki atau mengumpat
orang lain.
f. Agresi verbal-aktif secara tidak langsung, misalnya menyebar gossip
tentang orang lain.
g. Agresi verbal-pasif secara langsung, misalnya menolak berbicara dengan
orang lain atau menolak untuk menjawab pertanyaan orang lain.
5
h. Agresi verbal-pasif secara tidak langsung, misalnya memboikot pendapat
orang lain tetapi tidak mau menyampaikan pendapat sendiri.
Faktor-Fator yang Mempengaruhi Agresivitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas adalah provokasi, isyarat
agresi, alkohol dan obat-obatan terlarang, media massa dan karakteristik individu
yang dibagi menjadi dua yaitu jenis kelamin dan kondisi fisik.
Munculnya tingkah laku agresif disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
a. Perasaan frustasi, yaitu gangguan atau kegagalan dalam mencapai suatu
tujuan sehingga menyebabkan individu marah dan menjadi frustasi.
b. Imitasi, merupakan suatu kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang
lain yang dibentuk dan ditentukan oleh pengalamannya terhadap perilaku
orang lain, seperti pada saat anak melihat orang lain berperilaku agresif
maka anak akan menirunya.
c. Penguatan (reinforcement), merupakan suatu mekanisme utama untuk
memunculkan proses belajar dengan member reinforcement. (Hidayat
2004)
Pada kenyataannya dapat dilihat bahwa laki-laki lebih berperilaku agresif
daripada perempuan (Lauer & Lauer, 2000). Menurut teori biologi, hal tersebut
disebabkan hormon testosterone pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Hormon testosterone dipercaya sebagai pembawa sifat agresif
(Sarwono, 2002).
Sementara menurut Satoe (Sunardi, 1995) penyebab perilaku agresif
adalah iri hati, kebebasan yang sangat dibatasi, perintah dari seseorang yang
6
menjengkelkan, tekanan, perasaan cemas, tersinggung perasaan dan
kehormatannya, serta dihina orang lain.
Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang, dimana
orang tersebut merespon ancaman yang ada dan datang kepadanya dengan
perasaan tertekan serta tidak nyaman.
Aspek-Aspek Kecemasan
Bucklew (1980) mengatakan bahwa pada umumnya para ahli membagi
kecemasan manjadi dua tingkatan :
Tingkat Psikologis, yaitu kecemasan yang bentuknya nampak sebagai
gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi,
perasaan tidak menentu, dan sebagainya.
Tingkat Fisiologis, yaitu kecemasan yang sudah mempengaruhi atau
terwujud pada gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misal tidak dapat
tidur, jantung berdebar, keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar, perut
mual, dan sebagainya.
Pola kecemasan setiap orang bersifat unik. Beberapa orang bisa lebih
takut daripada orang lain. Kecemasan tidak hanya tergantung dari variabel
kemanusiannya melainkan juga rangsang yang membangkitkan kecemasan
(Acocella dan Colhoun, 1995). Dalam batas-batas tertentu kecemasan diperlukan
dalam aktivitas dan kelangsungan hidup.
Mather (Acocella dan Colhoun, 1995) menyebutkan bahwa reaksi
kecemasan mempunyai tiga komponen, yaitu emosional, kognitif dan fisiologis.
7
a. Komponen emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan
persepsi individu terhadap pengaruh psikologis terhadap kecemasan.
b. Komponen kognitif, yaitu adanya kekhawatiran individu terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin akan dialami dari pengharapan
dan anggapan yang negatif tentang diri sendiri.
c. Komponen fisiologis, yaitu reaksi tubuh terhadap adanya kecemasan yang
muncul dapat mendorong timbulnya gerakan-gerakan bagian tubuh
tertentu.
Tipe Kepribadian Pencemas
Seseorang akan mengalami gangguan cemas ketika individu tidak
mampu mengatasi stressor psikososial yang sedang dihadapinya (Hawari, 2001).
Tetapi pada orang-orang tertentu meskipun tidak ada stressor psikososial yang
bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan tipe
kepribadian sebagai berikit :
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
b. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum
d. Tidak midah mengalah
e. Sering merasa bersalah, menyalahkan orang lain
f. Gerakan serba salah, tidak tenang dan bila duduk gelisah
g. Sering kali mengeluh serta khawatir berlebihan terhadap penyakit
h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah
i. Dalam mengambil keputusan sering bimbang dan ragu
j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering kali diulang-ulang
k. Ketika sedang emosi sering kali bertindak histeris
8
Dinamika Psikologis Kecemasan dan Agresivitas
Baron & Byrne (2004) menyebutkan bahwa agresivitas dapat diartikan
sebagai perilaku atau kecenderungan perilaku yang diniati untuk menyakiti orang
lain, baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Edleson (Thalib, 2002)
perilaku agresif secara fisik meliputi menjambak rambut, melemparkan sesuatu,
menghentakkan kaki, mendorong, mencubit, mencekik, menyerobot, menampar,
menendang, mengigit, memukul, meninju, dan serangan menggunakan objek
berupa senjata tajam atau senjata api. Sedangkan perilaku agresif secara verbal
meliputi menolak berbicara, berteriak, menjerit, mengutuk, menghina, mencaci
maki, memfitnah, dan menyebar gossip.
Menurut Satoe (Sunardi, 1995) salah satu faktor yang mempengaruhi
agresivitas adalah kecemasan. Kecemasan sendiri merupakan suatu respon
yang disebabkan oleh adanya ancaman yang sumbernya tidak diketahui,
samara-samar dan bersifat internal (Kaplan dkk, 1997).
Kecemasan lazim dialami oleh setiap makhluk hidup, terutama manusia.
Rasa cemas yang timbul dapat disebabkan berbagai macam hal. Kecemasan
yang dirasakan setiap orang berbeda-beda. Tergantung dari pengendalian diri
yang dimilikinya. Semakin tinggi pengendalian diri yang dimilikinya, maka ia akan
dapat menaggulangi rasa cemasnya dengan baik. Kecemasan yang tinggi dapat
menyebabkan seseorang berperilaku dan bertindak agresif. Perilaku agresif
tersebut diyakini oleh sebagian orang sebagai pelarian dari rasa cemas yang
dirasakan.
Kecemasan termasuk salah satu penyebab terjadinya agresivitas,
kecemasan yang berlebihan akan mengakibatkan seseorang memiliki pikiran
yang kacau (dissipation) dan gaya atribusi bermusuhan (Krahe, 2005). Penelitian
9
Burks tahun 1999 (Krahe, 2005) memperlihatkan bahwa struktur pengetahuan
mengenai permusuhan menyebabkan seseorang menginterpretasi stimulus
sosial dengan cara yang lebih negatif sehingga mereka berkemungkinan untuk
merespons dengan cara agresif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mu’arifah (2005) menunjukkan
adanya hubungan positif antara kecemasan dengan agresivitas. Penelitan
menyatakan bahwa individu yang mengalami kecemasan akan berdampak pada
gangguan terhadap fungsi pikiran, fisiologis, psikologis serta mengganggu organ
tubuh lainnya. Distorsi kognisi mengganggu fungsi pemikiran sehingga
berpengaruh terhadap persepsi proses berfikir dan terkait dengan proses hasil
pemikiran tersebut, kondisi fisik yang terganggu mengakibatkan ketidaktenangan
serta berakibat pada munculnya perilaku negatif diantaranya adalah agresivitas,
demikian juga dengan kondisi emosional, memiliki keterkaitan erat dengan
perilaku agresif tersebut.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Karakteristik umum subjek yang menjadi sasaran penelitian :
a) Remaja putra / putri
b) SMA Negeri 4 Metro, Lampung
c) Usia 15-18 tahun
d) Tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah
10
Metode Pengumpulan Data
Skala Agresivitas
Skala sikap terhadap perilaku agresivitas adalah skala yang mengungkap
sikap individu terhadap perilaku agresivitas yang timbul pada situasi tertentu.
Skala ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu aspek-aspek agresivitas
dari Buss & Perry (1992). Skala ini mengungkap delapan aspek dilakukannya
perilaku agresivitas, yaitu agresi fisik-aktif secara langsung, agresi fisik-aktif
secara tidak langsung, agresi fisik-pasif secara langsung, agresi fisik-pasif secara
tidak langsung, agresi verbal-aktif secara langsung, agresi verbal-aktif secara
tidak langsung, agresi verbal-pasif secara langsung, dan agresi verbal-pasif
secara tidak langsung.
Tabel 1 Sebaran Aitem Skala Agresivitas
(Sebelum Uji Coba)
Aspek
Butir Jumlah Favorable Unfavorable
Fisik, Aktif, Langsung
1, 14, 21, 24 10, 19 6
Fisik, Aktif, Tidak Langsung
22, 25, 31 9, 46, 48 6
Fisik Pasif, Langsung
4, 26, 41, 47 12, 45 6
Fisik, Pasif, Tidak Langsung
5, 23, 39, 42 8, 34 6
Verbal, Aktif, Langsung
7, 13, 16, 32 6, 36 6
Verbal, Aktif, Tidak Langsung
27, 40, 43 30, 33, 37 6
Verbal, Pasif, Langsung
11, 15, 18, 44 3, 35 6
Verbal, Pasif, Tidak Langsung
17, 20, 29, 38 2, 28 6
Total 30 18 48
11
Skala perilaku agresif ini disajikan dalam bentuk kalimat favorable dan
unfavorable, yang harus direspon oleh subjek dengan empat alternatif pillihan,
yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak
Sesuai” (STS). Skor jawaban skala sikap terhadap perilaku agresivitas berkisar
antara 1 sampai 4.
Kriteria pemberian skor untuk aitem favorable dengan jawaban “Sangat
Sesuai” (SS) mendapat skor 4, “Sesuai” (S) mendapat skor 3, “Tidak Sesuai”
(TS) mendapat skor 2, dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) mendapat skor 1.
Sedangkan untuk aitem unfavorable dengan jawaban yang “Sangat Sesuai” (SS)
mendapat skor 1, “Sesuai” (S) mendapat skor 2, “Tidak Sesuai” (TS) mendapat
skor 3, dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) mendapat skor 4.
Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat perilaku
agresivitas seseorang. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka
semakin rendah tingkat perilaku agresivitas seseorang.
Skala Kecemasan
Skala sikap terhadap kecemasan adalah skala yang mengungkap sikap
individu terhadap perasaan cemas. Skala ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan
mengacu pada teori sikap dan aspek-aspek kecemasan dari Bucklew (1980).
Skala ini mengungkap dua tingkatan kecemasan, yaitu tingkat psikologis dan
tingkat fisiologis.
12
Tabel 2 Sebaran Aitem Skala Kecemasan
(Sebelum Uji Coba)
Aspek
Butir Jumlah
Favorable Unfavorable
Psikologis
2, 8, 10, 13, 14, 16,18, 19, 20, 27,
29, 33, 36, 37
4, 28, 32, 34, 35, 40, 41, 43, 44,
45, 46, 47
26
Fisiologis
1, 3, 5, 6, 9, 11, 15, 21, 22, 23, 25, 26, 30, 31
7, 12, 17, 24, 30, 38, 39, 42, 48, 49, 50, 51, 52
26
Total 27 25 52
Skala sikap terhadap kecemasan ini disajikan dalam bentuk kalimat
favorable dan unfavorable, yang harus direspon oleh subjek dengan empat
alternatif pillihan, yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS),
dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Skor jawaban skala sikap terhadap perilaku
agresivitas berkisar antara 1 sampai 4.
Kriteria pemberian skor untuk aitem favorable dengan jawaban “Sangat
Sesuai” (SS) mendapat skor 4, “Sesuai” (S) mendapat skor 3, “Tidak Sesuai”
(TS) mendapat skor 2, dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) mendapat skor 1.
Sedangkan untuk aitem unfavorable dengan jawaban yang “Sangat Sesuai” (SS)
mendapat skor 1, “Sesuai” (S) mendapat skor 2, “Tidak Sesuai” (TS) mendapat
skor 3, dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) mendapat skor 4.
Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat
kecemasan seseorang. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka
semakin rendah tingkat kecemasan seseorang.
13
Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan dianalisis menggunakan teknik statistik.
Model analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis
product moment dari Pearson. Analisis Product Moment digunakan karena
analisis korelasional yang dapat dipakai untuk menguji hubungan antara dua
variabel. Untuk mempermudah perhitungan uji validitas dan reliabilitas dari
angket penelitian ini maka dilakukan analisis menggunakan komputasi melalui
program komputer dari Statistical Package for Social Sience (SPSS) 15,00 for
windows.
14
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa yang bersekolah di tingkat
Sekolah Menengah Atas. Berjenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan,
dengan usia antara 15-18 tahun. Untuk lebih jelasnya gambaran umum
mengenai subjek penelitian berdasarkan data-data yang diperoleh dari skala
yang disebarkan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3 Deskripsi Subjek Penelitian
No Faktor Kategori Jumlah 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki
b. Perempuan 49 63
2 Kelas a. XI IPS 1 b. XI IPS 2 c. XI IPS 3 d. XI IPS 4 e. XI IPS 5
30 26 28 26 28
3 Usia a. 15 tahun b. 16 tahun c. 17 tahun d. 18 tahun
- 6
88 18
Kriteria kategorisasi ditetapkan peneliti guna mendapatkan informasi
tentang keadaan kelompok subjek pada variabel yang diteliti. Cara ini dilakukan
berdasarkan suatu asumsi bahwa skor subjek dalam kelompoknya merupakan
estimasi terhadap skor subjek dalam populasinya dan skor tersebut terdistribusi
secara normal. Azwar (1997) menyatakan bahwa kriteria kategori dapat
digunakan sebagai acuan dalam mengelompokkan keadaan subjek pada skor
data empiris yang telah diperoleh. Tujuan deskripsi ini adalah untuk mengetahui
tinggi dan rendahnya hasil subjek dalam penelitian (Azwar, 1997).
Pelaksanaan penelitian ini peneliti memanfaatkan deskripsi data
penelitian yaitu dengan membuat kategorisasi masing-masing variabel di atas
dengan menggolongkan subyek dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan
15
rendah. Kategori tinggi, sedang dan rendah ini dibuat berdasarkan Mean
Hipotetik dan Standar Deviasi. Untuk Mean Hipotetik, diperoleh dari skor
maksimal ditambah dengan skor minimal kemudian hasilnya dibagi dua,
sedangkan untuk Standar Deviasi diperoleh dari skor maksimum dikurangi
dengan skor minimum kemudian hasilnya dibagi enam. Skor yang diperoleh
dapat dijadikan kategorisasi pada penelitian ini sehingga terbagi menjadi 3
kriteria, yaitu:
1. Tinggi, dengan skor > m + 1 sd
2. Sedang, dengan skor m-1 sd <X ≤ m + 1 sd
3. Rendah, dengan skor ≤ m-1 sd
Keterangan : m = mean hipotetik
S = standar deviasi
Tabel 4
Deskripsi Data Penelitian
Variabel Hipotetik Empirik Min Max Mean SD Min Max Mean SD
Agresivitas
41
164
102,5
20,5
50
115
79,69
12,68
Kecemasan
28
112
70
14
52
84
67,80
6,70
Skala Agresivitas
Skala agresivitas terdiri atas 41 aitem dengan skor aitem minimum 1 dan
maksimum 4, rentangan skor minimum-maksimum adalah 41-164 dengan jarak
sebaran sebesar 123. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa deviasi
standar (sd) skala Agresivitas adalah 123 : 6 = 20,5 sedangkan mean hipotetik
(mean) sebesar 102,5 dan mean empiris (M) 79,69. Maka batas kelompok tinggi
adalah 102,5 + 1 (20,5) = 123 dan batas kelompok rendah 102,5 – 1 (20,5) = 82.
16
Setelah mendapat batas kelompok tinggi dan batas kelompok rendah
maka subjek yang mendapat skor di bawah 82 dalam skala agresivitas dapat
dikatakan memiliki tingkat tagresivitas taraf rendah. Sebaliknya subjek yang
memiliki skor di atas 123 dikatakan memiliki tingkat agresivitas taraf tinggi.
Berdasarkan sebaran skor hipotetik dari skala agresivitas dapat diuraikan
hasil kategorisasi untuk mengetahui keadaan kelompok subjek penelitian sebagai
berikut :
Tabel 5 Kriteria Kategorisasi Skala Agresivitas
Kategori Rumus Norma Jumlah Persentase Tinggi
Sedang Rendah
X > 123 82 < x ≤ 123
X ≤ 82
0 44 68
0% 39,29% 60,21%
Total 112 100%
Melihat kriteria yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa subjek penelitian yang memiliki mean empirik sebesar 79,69 termasuk
dalam kategori rendah.
Skala Kecemasan
Skala kecemasan pada penenlitian ini tersiri atas 28 aitem dengan
skor minimal aitem sebesar 1 dan skor maksimal sebesar 4 dengan rentang
minimal dan maskimal adalah 28-112, sehingga memiliki jarak sebaran 84.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa deviasi standar (sd) pada skala
kecemasan adalah 84 : 6 = 14 sedangkan mean hipotetik sebesar 70 dan mean
empirik (M) sebesar 67,80. Maka batas kelompok tinggi adalah 70 + 1 (14) = 84
dan batas kelompok rendah 70 – 1 (14) = 56. Setelah mendapatkan batas
kelompok tinggi dan batas kelompok rendah, maka subjek yang mendapat skor
17
di bawah 56 dalam skala kecemasan dapat dikatakan memiliki tingkat
kecemasan dalam taraf rendah. Sebaliknya subjek yang memiliki skor di atas 84
dalam skala kecemasan dapat dikatakan memiliki tingkat kecemasan dalam taraf
tinggi.
Berdasarkan sebaran skor hipotetik dari skala kecemasan dapat
diuraikan hasil kategorisasi untuk mengetahui keadaan kelompok subjek
penelitian sebagai berikut :
Tabel 6 Kriteria Kategorisasi Skala Kecemasan
Kategori Rumus Norma Jumlah Persentase Tinggi
Sedang Rendah
X > 84 56 < x ≤ 84
X ≤ 56
0 105
7
0% 93,75% 6,25%
Total 112 100%
Melihat kriteria yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa subyek yang memiliki mean empirik sebesar M = 67,80 termasuk dalam
kategori sedang.
Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data dengan, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Tujuan dilakukannya uji
asumsi ini adalah agar dapat mengetahui apakah syarat-syarat untuk melakukan
uji hipotesis bisa memberikan hasil yang dapat menjawab hipotesis, dengan
maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang
seharusnya diperoleh. Pengujian asumsi ini dilakukan dengan bantuan program
statistik SPSS version 15.00 for Windows.
18
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui penyebaran data
penelitian yang terdistribusi secara normal dalam sebuah populasi. Uji
normalitas dilakukan pada tiap variabel untuk mengetahui apakah data
statistik parametik yang diperoleh dapat memenuhi distribusi kurve normal
atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan
menggunakan tes One-Sample Kolmogorof-Smirnov Test.
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas
Variabel Skor K-S-Z p Kategori Agresivitas Kecemasan
1,010 1,069
0,260 0,203
Normal Normal
Hasil uji normalitas menunjukkan sebaran yang normal pada skala
agresivitas dengan koefisien KS-Z 1,010 dan p= 0,260 (p > 0.05). Sedangkan
pada skala kecemasan juga menunjukkan sebaran yang normal dengan
koefisien KS-Z 1,069 dan p= 0,203 (p > 0.05). Dengan hasil uji normalitas
yang demikian, maka uji asumsi normalitas untuk kedua skala terpenuhi
dengan distribusi yang normal.
b. Uji Linieritas
Uji asumsi linieritas ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan
yang linier antara kecemasan dengan tingkat agresivitas, Uji linearitas
bertujuan untuk melihat sebaran dari tingkat-tingkat yang merupakan nilai
dari variabel-variabel penelitian sehingga dapat ditarik garis lurus yang
menunjukkan sebuah hubungan linear antara variabel-variabel tersebut.
Uji linieritas pada variabel agresivitas dan tingkat kecemasan
menunjukkan hasil yang linier dimana F = 5,093 dan p = 0,027 (p < 0.05).
19
Dengan hasil tersebut dapat diperlihatkan bahwa hubungan antara
agresivitas dan kecemasan memenuhi asumsi linieritas.
Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji linearitas, tahap selanjutnya
adalah melakukan analisis terhadap data untuk melakukan uji terhadap hipotesis.
Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan antara kecemasan
dengan tingkat agresivitas.
Hasil analisis yang telah dilakukan dengan bantuan program SPSS versi
15.00 for Windows diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi (r) antara kecemasan
dan agresivitas = 0,209 dengan p (one-tailed) = 0,013 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dan agresivitas
pada masa remaja. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat
kecemasan, maka semakin tinggi tingkat agresivitas pada masa remaja. Dengan
demikian, hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya dapat diterima.
Hasil lain yang diperoleh adalah nilai koefisien determinan (R-Squared)
sebesar 0,044 yang berarti bahwa kecemasan memiliki sumbangan efektif
sebesar 4,4% terhadap tingkat agresivitas pada masa remaja.
Analisis Tambahan
Analisis tambahan yang dilakukan adalah analisis regresi. Analisis
tersebut dilakukan untuk mangetahui seberapa jauh dan dominan hubungan
antara aspek-aspek variabel kecemasan terhadap variabel agresivitas.
Aspek variabel kecemasan terdiri dari dua yaitu aspek fisiologis dan
aspek psikologis. Dari hasil analisis regresi yang telah dilakukan pada
20
penelitian ini, didapat hasil bahwa aspek fisiologis yang paling berpengaruh
terhadap agresivitas pada masa remaja. Adjust (R Square) sebesar 0.032 yang
berarti bahwa aspek fisiologis mampunyai kontribusi sebesar 3,2% terhadap
agresivitas pada masa remaja.
Pembahasan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari hubungan antara kecemasan
dengan agresivitas pada masa remaja. Analisis data variabel kecemasan dan
variabel agresivitas yang menggunakan teknik korelasi product moment Pearson
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dilihat dari hasil korelasi (rxy)
sebesar 0,209 dan p = 0,013 atau p < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan tingkat agresivitas pada
masa remaja. Semakin tinggi tingkat kecemasan maka akan semakin tinggi pula
tingkat agresivitas, sebaliknya semakin rendah tingkat kecemasan maka akan
semakin rendah pula tingkat agresivitasnya. Dengan demikian, hipotesis yang
telah peneliti ajukan sebelumnya dapat diterima.
Tinggi rendahnya hubungan antara kecemasan dengan agresivitas
menunjukkan seberapa besar pengaruh kecemasan terhadap tingkat agresivitas
pada masa remaja. Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan penelitian dari
Perjuangan (2006) yang mengindikasikan bahwa persepsi mengenai kekerasan
psikologis dalam keluarga yang berakibat adanya perasaan tertekan akan
berpengaruh dengan kecenderungan perilaku agresif pada remaja.
Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Mu’arifah (2005)
menyatakan bahwa individu yang mengalami kecemasan akan berdampak pada
gangguan terhadap fungsi pikiran, fisiologis, psikologis serta mengganggu organ
tubuh lainnya yang akan menimbulkan perilaku agresif. Kecemasan dapat
21
mempengaruhi munculnya perilaku agresif, meskipun banyak faktor lain yang
mempengaruhinya. Remaja yang memiliki kecemasan yang tinggi cenderung
tidak mampu mengontrol dirinya untuk melakukan sesuatu sehingga
mengakibatkan timbulnya tindakan agresif yang dianggap sebagai pemecahan
masalah yang sedang dan telah dialaminya.
Berdasarkan kriteria kategorisasi dan data penelitian yang diperoleh,
skor subjek penelitian untuk variabel agresivitas bergerak dibawah dari 82.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini
dikategorikan memiliki tingkat agresivitas yang rendah. Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa remaja yang menjadi subjek penelitian ini mempunyai
tingkat untuk berperilaku agresif yang rendah. Rendahnya tingkat agresivitas
remaja sekarang menurut peneliti disebabkan karena sikap cuek yang dianut
remaja sekarang, selama itu tidak mengganggu mobilitas kehidupan sehari-hari.
Selain itu rendahnya perilaku agresif bisa juga disebabkan karena didikan yang
baik dari keluarga maupun sekolah. Hal tersebut tentu dapat membentuk pribadi
yang tidak cenderung untuk melakukan tindakan agresif.
Secara umum agresivitas adalah suatu perilaku yang dengan sengaja
dilakukan untuk menyakiti, memamerkan permusuhan atau perilaku yang dapat
melukai orang lain dan merugikan orang lain. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku agresif, antara lain ialah :
(a) Perasaan frustasi, yaitu gangguan atau kegagalan dalam mencapai suatu
tujuan sehingga menyebabkan individu marah dan menjadi frustasi. (b) Imitasi,
merupakan suatu kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang lain yang
dibentuk dan ditentukan oleh pengalamannya terhadap perilaku orang lain. (c)
Penguatan (reinforcement), merupakan suatu mekanisme utama untuk
22
memunculkan proses belajar dengan member reinforcement (Hidayat 2004).
Faktor-faktor tersebut merupakan faktor lainnya yang dapat menyebabkan
individu untuk berlaku agresif.
Melihat hasil penelitian ini, dapat dipahami jika kecemasan berfungsi
sebagai pendorong bagi individu untuk melakukan agresivitas. Pengaruh
kecemasan bermacam-macam mulai dari reaksi fisik, psikis sampai tindakan baik
yang aktif maupun pasif. Dalam keadaan yang cemas, individu akan secara
otomatis dapat melakukan apapun untuk sedikit meredakan rasa cemas yang
dirasakan. Perilaku agresif pun dipercaya akan mengurangi sedikit rasa cemas
atau paling tidak sebagai pelarian dari rasa cemas yang dirasakan. Cara untuk
meredakan kecemasan pun berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang
masing-masing individu. Bila remaja mampu mengendalikan agresivitas dengan
sendirinya berarti remaja tersebut sudah mampu menahan dorongan negatif
dalam dirinya karena pengaruh kecemasan.
Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa sumbangan efektif
variabel kecemasan terhadap variabel agresivitas sebesar 4,4%. Berarti masih
ada 95,6% faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
agresivitas.
Di samping itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka
dilanjutkan dengan analisis tambahan (analisis regresi) yang menghasilkan data
bahwa terdapat aspek dari kecemasan yang paling berpengaruh terhadap
agresivitas, yaitu aspek fisiologis yang cukup memberikan kontribusi dalam
agresivitas. Aspek fisiologis dapat mendorong timbulnya gerakan-gerakan bagian
tubuh tertentu. Aspek fisiologis apabila terjadi terus menerus dan dalam jangka
waktu yang lama akan mengakibatkan timbulnya reaksi otomatis dari setiap
23
individu. Reaksi yang ditimbulkan berbeda-beda antara satu individu dengan
individu yang lainnya. Reaksi yang timbul disini termasuk perilaku agresivitas.
Apabila seseorang merasakan suatau kecemasan secara berkelanjutan, maka
akan berdampak pada perilaku yang dilakukannya.
Kelemahan penelitian ini adalah adalah dari segi angket yang cenderung
mengandung unsur social desirability yang cukup tinggi di mana subjek mengisi
angket berdasar kesesuaian dengan norma-norma sosial atau ingin dianggap
baik oleh lingkungan.
24
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kecemasan dan agresivitas pada masa remaja,
dengan koefisien korelasi (r) = 0,209 dan p = 0,013 atau p < 0,05. Semakin tinggi
tingkat kecemasan maka akan semakin tinggi pula tingkat agresivitas, sebaliknya
semakin rendah tingkat kecemasan maka akan semakin rendah pula tingkat
agresivitasnya. Dengan demikian, hipotesis yang telah penulis ajukan
sebelumnya dapat diterima.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
kecemasan mempengaruhi agresivitas pada masa remaja. Kecemasan
merupakan salah satu penyebab remaja untuk melakukan agresivitas. Dalam
penelitian ini dari dua aspek kecemasan, aspek fisiologis memiliki peranan paling
besar dalam mempengaruhi agresivitas pada masa remaja, reaksi-reaksi
fisiologis yang berperan cukup besar sebagai penyebab remaja melakukan
agresivitas dan dapat berfungsi sebagai prediktor.
Hasil lain yang diperoleh adalah nilai koefisien determinan (R-Squared)
sebesar 0,044 yang berarti bahwa kecemasan memiliki sumbangan efektif
sebesar 4,4% terhadap agresivitas pada masa remaja.
25
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh,
maka dengan ini peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Guru dan Orang Tua
Guru dan orang tua dapat memberikan pengarahan yang baik agar remaja
mampu mengelola agresivitas yang ditimbulkan oleh kecemasan. Arahkan
remaja untuk melakukan agresivitas yang positif agar remaja dapat
berperilaku positif pula. Remaja merupakan cikal bakal penerus bangsa, jadi
hendaknya lah di pupuk sejak dini agar menjadi penerus bangsa yang baik.
2. Bagi Remaja
Remaja hendaknya mampu mengelola dorongan agresivitas yang muncul.
Memotivasi diri sendiri untuk mampu mengelola dorongan agresivitas yang
negatif ke arah agresivitas yang positif. Dengan berperilaku positif maka kita
tentu akan mendapatkan manfaat yang positif pula, dan manfaat yang positif
itu akan berguna bagi tahap perkembangan selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dilihat dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa kecemasan telah memberikan
sumbangan efektif sebesar 4,4% terhadap agresivitas. Hal ini berarti bahwa
masih terdapat sumbangan efektif lain yang dapat mempengaruhi agresivitas.
Saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya adalah dapat
menambah variasi lain yang mungkin dapat mempengaruhi agresivitas.
Selain itu perlu dikontrol lagi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
penelitian ini dan penelitian mengenai hubungan antara kecemasan dengan
26
agresivitas tersebut diharapkan dapat diterapkan pada subjek penelitian lain
dan bukan remaja saja. Bila masih ingin menggunakan subjek penelitian
yang sama, yakni remaja, maka peneliti selanjutnya dapat menggunakan
metode penelitian yang berbeda. Misalnya dengan metode eksperimental,
metode kuantitatif-komparatif, seperti antara siswa sekolah negeri dengan
siswa sekolah berbasis keagamaan, ataupun dengan metode kualitatif
dengan fokus penelitian yang lebih khusus lagi. Peneliti selanjutnya dapat
menggunakan variabel bebas yang berbeda, seperti religiusitas, status sosial
ekonomi keluarga, pola asuh, faktor teman sebaya (peer group), dan
sebagainya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Acocella, JR. and Calhoun, J.P. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. (Alih bahasa, Satmoko, RS.) Semarang : IKIP Press.
Azwar, S. 1997. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Buss, A.H, & Perry, M. 1992. The Agression Questionary Journal of Personality Social Psychology. Vol 63, No. 3, 452-459.
Baron, B.A. & Byrne, D. 2004. Social Psychology : Understanding Human Interaction. Boston Allyn and Bacon.
Hawari, D. 2001. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hidayat, S. 2004. Hubungan Perilaku Kekerasan Fisik Ibu Pada Anaknya Terhadap Munculnya Perilaku Agresif Pada Anak SMP. Jurnal Provitae Volume 1, No.1. Hal 83-92. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Jakarta.
Lauer, R.H., & Lauer, J.C., 2000. Marriage and Family : The Quest for Intimacy (4th ed). Boston : McGraw-Hill.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psychiatry. Alih Bahasa : Widjaja Kusuma. Jakarta : Binarupa Aksara.
Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif (Diterjemahkan Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mu’arifah, A. 2005. Hubungan Kecemasan dan Agresivitas. Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 2 No. 2 (Agustus). Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Perjuangan, I. 2006. Hubungan Antara Persepsi Mangenai Kekerasan Psikologis Dalam Keluarga Dengan Kecenderungan Perilaku Agresif Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Setiono, L.H. 2002. Beberapa Permasalahan Remaja. 13 Agustus 2002. http://www.e-psikologi.com/remaja/204.htm.
Sunardi. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Laras Jilid 1. Jakarta : Dirjen PT Depdikbud.
Thalib, S.B. 2002. Dinamika Sosial Psikologis Perilaku Kekerasan Siswa. Jurnal Ilmiah Psikologi “Arkhe”, VII (2). 80-90.