Upload
vohanh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI
ORANGTUA MELAKUKAN HOMESCHOOLING
Studi kasus Terhadap Orangtua yang Melakukan Homeschooling
Oleh :
Angga Mardiansyah
Ully Gusniarti
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI
ORANGTUA MELAKUKAN HOMESCHOOLING
Studi Kasus Terhadap Orangtua yang Melakukan Homeschooling
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Ully Gusniarti, S.Psi., M.Si)
FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI
ORANGTUA MELAKUKAN HOMESCHOOLING
Studi Kasus Terhadap Orangtua yang Melakukan homeschooling
Angga Mardiansyah
Uly Gusniarti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi orangtua melakukan homeschooling. Pertanyaan penelitian ini adalah faktor apa yang melatarbelakangi orangtua melakukan homeschooling?
Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua dari anak yang menjalani pendidikan homeschooling. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling, karena teknik tersebut dapat mengoptimalkan kualitas data yang diperoleh. Dengan demikian, sampel tidak mewakili dalam hal jumlah responden (kuantitas), namun kualitas atau ciri-ciri responden yang ingin diwakili (Utarini, 2000).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan desain penelitian adalah studi kasus. rancangan studi kasus dibedakan dari jenis rancangan penelitian kualitatif yang lain karena ia mendeskripsikan dan menganalisa secara lebih intensif terhadap satu unit tunggal atau satu sistem terbatas (bounded system) seperti seorang individu, suatu program, suatu peristiwa, suatu intervensi, atau suatu komunitas (Alsa, 2004).
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi terhadap subyek penelitian. Dari hasil tersebut diperoleh data-data yang mendukung pertanyaan penelitian yaitu faktor apa yang melatar belakangi orangtua melakukan homeschooling yaitu 1. faktor internal 2. faktor eksternal 3. Karakteristik situasional
Kata kunci : homeschooling.
PENGANTAR
Setiap orangtua pasti ingin untuk selalu memberikan yang terbaik untuk anak-
anaknya dan masing-masing orangtua pun pasti mempunyai harapan yang besar
terhadap buah hati mereka. Salah satu bentuk usaha dalam memenuhi harapan
orangtua tersebut adalah dengan memenuhi kebutuhan pendidikan anak melalui
pendidikan formal dengan harapan anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang cerdas
dan membanggakan.
Sekolah dan universitas adalah suatu institusi yang keberadaannya merupakan
suatu respon atas kebutuhan pendidikan masyarakat. Sekolah dan universitas hingga
kini dianggap orangtua sebagai tumpuan utama bagi seorang anak dalam meraih masa
depan gemilang.
Pentingnya dunia pendidikan juga mendapat tanggapan dari pemerintah
dengan mencanangkan program wajib belajar 9 tahun yang merupakan salah satu
program yang gencar digalakkan pemerintah melalui Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk
bersekolah selama sembilan tahun, yaitu lebih jelasnya adalah dari tingkat Sekolah
Dasar (SD) kelas 1 hingga (SLTP) kelas 3. Aturan mengenai wajib belajar tersebut
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003; Nomor 78 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4301).
Dikala sekolah dianggap suatu institusi yang penting, wajib dan sakral
tersebut, kini terdapat banyak orangtua yang beralih untuk tidak menyekolahkan
anaknya di sekolah-sekolah formal melainkan mereka menyekolahkan anak-anaknya
di rumah melalui suatu program yang dikenal dengan nama homeschooling.
Model sekolah yang dilaksanakan dalam ruang lingkup keluarga atau rumah
ini sangat berbeda dengan sekolah seperti yang dikenal selama ini. Perbedaan yang
sangat mendasar terdapat pada tempat belajar yang digunakan adalah rumah atau
tempat lain yang dapat digunakan untuk belajar. Selain itu anak juga tidak
mendapatkan legalitas dalam dunia pendidikan melalui institusi-institusi pendidikan
formal melainkan melalui ujian kesetaraan paket A (setara SD) , paket B (setara
SMP), dan paket C (setara SMU) (www.sampoernafoundation.org).
Awal kemunculan homeschooling itu sendiri adalah di Amerika Serikat (U.S)
(www.kompas.com/kesehatan/news/0503/13/090851.htm). Menurut hasil survey dari
National Center of Education Statistics terhadap beberapa orangtua di Amerika
Serikat yang melakukan homeschooling didapatkan hasil bahwa alasan yang paling
banyak dikemukakan orangtua adalah dapat memberikan pendidikan yang lebih baik
kepada anak melalui program homeschooling yaitu 48,9 % orangtua dari 415.000
anak di Amerika Serikat menyatakan alasan tersebut, 38,4 % orangtua dari 327.000
anak menyatakan alasan agama sebagai faktor dalam memutuskan melakukan
homeschooling, 25,6 % orangtua dari 218.000 anak menyatakan alasan lingkungan
sekolah, 16,8 % orangtua dari 143.000 anak menyatakan alasan keluarga, 15.1 %
orangtua dari 128.000 anak menyatakan alasan moral, 12,1 % orangtua dari 103.000
anak menyatakan alasan keberatan dengan apa yang diajarkan kepada anak disekolah,
11,6 % orangtua dari 98.000 anak mengatakan bahwa sekolah tidak menantang bagi
anak, 9 % orangtua dari 76.000 anak menyatakan bahwa anak memiliki masalah
dengan sekolah, 8,2 % orangtua dari 69.000 anak menyatakan alasan bahwa anak
memiliki kelainan khusus, 2,7 % orangtua dari 23.000 anak menyatakan alasan
transportasi, 1,8 % orangtua dari 15.000 anak menyatakan alasan anak tidak cukup
umur untuk masuk sekolah, 1,7 % orangtua dari 15.000 anak menyatakan alasan
bahwa mereka menginginkan anak belajar secara private tetapi tidak mampu, 1,5 %
orangtua dari 12.000 anak menyatakan alasan karir orang tua yang tidak hanya
menetap di satu kota, 1,5 % orangtua dari 12.000 anak menyatakan alasan bahwa
anak tidak dapat masuk ke sekolah yang diinginkan. Berikut disajikan deskripsi
dalam bentuk tabel mengenai alasan orangtua di Amerika Serikat melakukan
homeschooling
Tabel 1. Alasan orangtua melakukan homeschooling di Amerika serikat
Reason for homeschooling Number of homeschooled students
Percent s.e.
Can give child better education at home 415,000 48.9 3.79
Religious reasons 327,000 38.4 4.44
Poor learning environment at school 218,000 25.6 3.44
Family reasons 143,000 16.8 2.79
To develop character/morality 128,000 15.1 3.39
Object to what school teaches 103,000 12.1 2.11
School does not challenge child 98,000 11.6 2.39
Other problems with available schools 76,000 9.0 2.40
Child has special needs/disability 69,000 8.2 1.89
Transportation/convenience 23,000 2.7 1.48
Child not old enough to enter school 15,000 1.8 1.13
Want private school but cannot afford it 15,000 1.7 0.77
Parent's career 12,000 1.5 0.80
Could not get into desired school 12,000 1.5 0.99
Other reasons* 189,000 22.2 2.90
Source : Parent Survey of the National Household Education Program, 1999, by the U.S. Department of Education, National Center for Education Statistics
Salah satu contoh kasus homeschooling di Amerika serikat seperti yang
dikisahkan dalam www.republika.co.id salah satunya terdapat pada kalangan
keluarga muslim yakni keluarga Saleem yang memilih untuk melakukan
homeschooling, karena anak-anak muslim yang menimba ilmu di sekolah umum
tidak luput dari cibiran dan pelecehan akibat tuduhan kepada jaringan teroris islam
atas tragedi 11 september yang menimpa World Trading Centre.
Homeschooling kini sudah mulai menjadi salah satu pilihan orang tua di Indonesia
sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Sebenarnya
homeschooling sudah lama diterapkan di Indonesia, namun memiliki nama yang
berbeda seperti e-learning, pola pendidikan SMU atau Universitas terbuka bahkan
program kejar (Kegiatan Belajar) paket A&B dapat digolongkan dalam
homeschooling (www.kompas.com).
Tidak ada data resmi mengenai alasan orangtua dan jumlah anak yang
melakukan program homeschooling di Indonesia. Beberapa alasan orangtua
melakukan homeschooling di Indonesia antara lain adalah dapat menyediakan
pendidikan moral atau keagamaan, memberikan lingkungan sosial dan suasana
belajar yang baik, dan dapat memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual,
tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu
(www.republika.co.id), sedangkan menurut yang tercantum dalam
http://homeschooling.cipta-teknologi.info menyebutkan bahwa munculnya sekolah-
sekolah yang telah bergeser fungsi sebagai “money making machine“ atau mesin
yang menghasilkan uang dengan slogan “mencerdaskan kehidupan bangsa” atau
“mempersiapkan pemimpin masa depan” yang hanya sekedar untuk menggugah
calon konsumen telah membuat orang tua resah dan memunculkan keraguan orang
tua terhadap mutu dari institusi pendidikan formal sehingga memilih homeschooling
sebagai alternatif dalam mendidik anak.
Kasus homeschooling yang ditemui di Yogyakarta adalah pada keluarga
bapak DS, beliau mengungkapkan alasannya melakukan homeschooling adalah :
“Kalau pengen anak saya bisa buat alat itu (MRI) maka tidak saya sekolahkan di luar, karena kalau saya sekolahkan di luar itu tanggung,.. dan 99% peluangnya gagal,… ”
Subjek DS adalah seorang kepala keluarga yang telah menjalani pendidikan
formal hingga jenjang S-3. Dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak subjek
tidak mengikutkan anak kedalam pendidikan formal seperti SD, SMP, SMU dan
Universitas melainkan mengajar sendiri anak-anaknya melalui program
homeschooling yang telah dilakukan subjek selama kurang lebih 6 tahun , selama 6
tahun tersebut subjek mengajarkan kepada anak-anaknya untuk membuat alat-alat
seperti seismograf dan juga alat-alat yang dapat berguna bagi dunia kedokteran
seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Uraian singkat di atas memunculkan suatu ketertarikan peneliti untuk
melakukan studi kasus dengan tujuan mengungkap mengenai faktor apa sajakah yang
melatarbelakangi subjek melakukan homeschooling?. Akan dilakukan wawancara dan
observasi dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan desain studi kasus (case study). Studi kasus biasanya dikenali sebagai
pemeriksaan yang cermat atas berbagai keadaan sosial yang spesifik atau berbagai
aspek khusus dari lingkungan sosial, yang mencakup berbagai rincian deskripsi
psikologis tentang orang di lingkungan tersebut (Black dan Champion, 1992).
Menurut Alsa (2004) desain studi kasus (case study) dilakukan untuk memperoleh
pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu/ subjek yang diteliti
Menurut Smith (Alsa, 2004) rancangan studi kasus dibedakan dari jenis
rancangan penelitian kualitatif yang lain karena ia mendeskripsikan dan menganalisa
secara lebih intensif terhadap satu unit tunggal atau satu sistem terbatas (bounded
system) seperti seorang individu, suatu program, suatu peristiwa, suatu intervensi,
atau suatu komunitas.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan desain penelitian studi
kasus (case study) dengan alasan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh
dan mendalam mengenai fenomena faktor-faktor yang melatarbelakangi orangtua
melakukan homeschooling terjadi pada orang tua homeschooler.
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua dari anak yang menjalani
pendidikan homeschooling. Subyek adalah orang tua dari anak yang tidak mengikuti
pendidikan formal di sekolah dan menjalani pendidikan di rumah. Orang tua dalam
penelitian ini adalah ayah atau ibu dari anak homeschooler.
Penelitian ini juga menggunakan informan untuk akurasi data yang diperoleh.
Informan adalah orang yang dekat dengan subyek penelitian, sehingga dapat
memberikan informasi atau gambaran tentang keadaan subyek secara keseluruhan.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sample, karena teknik
tersebut dapat mengoptimalkan kualitas data yang diperoleh. Dengan demikian,
sampel tidak mewakili dalam hal jumlah responden (kuantitas), namun kualitas atau
ciri-ciri responden yang ingin diwakili (Utarini, 2000).
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan wawancara
secara mendalam (in-depth interview) dan observasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002).
Penelitian ini menggunakan wawancara jenis pendekatan dengan pedoman
wawancara. Alasan menggunakan wawancara jenis ini adalah untuk meminimalisisir
terlewatkannya beberapa hal yang seharusnya ditanyakan pada subyek penelitian.
Wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth interview) dengan bentuk
pertanyaan terbuka (open-ended) yang bersifat fleksibel, dan dilakukan dengan
menggunakan pedoman umum wawancara untuk menjaga agar tidak ada hal-hal yang
terlewatkan serta agar wawancara yang dilakukan tidak keluar dari tujuan penelitian.
Informasi yang harus ditanyakan dalam proses wawancara meliputi :
a. Alasan melakukan homeschooling
b. Permasalahan untuk mengikutkan anak ke pendidikan formal
c. Penilaian terhadap pendidikan formal
2. Observasi
Menurut Patton (Poerwandari, 1998) observasi merupakan metode
pengumpulan data esensial dalam penelitian kualitatif. Istilah observasi diarahkan
pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari,
1998).
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi jenis
pemeran serta sebagai pengamat. Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah
memungkinkan peneliti untuk mengetahui lebih jelas tentang informasi yang
dibutuhkan dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Alat pencatatan observasi yang
digunakan adalah chek list yaitu sebuah daftar pengecek yang berisi nama-nama
subjek dan beberapa identitas lainnya yang hendak diselidiki, dengan memberikan
tanda check ( v ) secara tepat dan objektif tentang ada atau tidak adanya suatu ciri-ciri
(faktor) tertentu.
Perilaku yang diobservasi dalam penelitian ini meliputi :
a. Perilaku yang berhubungan dengan interaksi orangtua-anak
b. Perilaku yang berhubungan dengan komunikasi pada anak
c. Perilaku yang berhubungan dengan proses belajar anak
Metode analisis data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang telah terkumpul dari
hasil wawancara dan pengamatan (observasi). Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah
maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data. Reduksi data merupakan
kegiatan yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal
yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
penelitian dapat dilakukan (Patton, 1980). Dalam penelitian ini, cara untuk membuat
reduksi data adalah dengan melakukan koding (Utarini, 2000).
Setelah analisis data selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
mengkomunikasikan hasil penelitian kepada orang lain dengan cara menyajikan data.
Sajian data hasil penelitian merupakan suatu cara untuk mendeskripsikan data dalam
bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan (Patton,
1980).
HASIL PENELITIAN
Kategori Sub Kategori Indikator
Contoh
1. Alasan
melakukan
homeschool
ing
a. Bertujuan
mengajarkan
anak cara
membuat alat
b. Lebih efisien
- Mengajarkan anak
membuat alat
- Mempertimbangkan
biaya dan hasil
tapi ini kebanyakan tujuannya hanya… belajarnya ya itu tadi..membuat… membuat alat.(W1.DS.brs 54-56)
ya saya itung-itung antara biaya dan ya efisiensi lah, biaya dan hasilnya gitu.(W2.DS.brs 292-194) mereka itu yang kalo
c. Lebih fokus
d. Sesuai
dengan minat
dan bakat
anak
- Sebagai inefisiensi
- Dapat mengajarkan
anak hingga ke
komponen dasar
- Menerapkan metode
kasus pre-test
- Anak berminat untuk
belajar membuat alat
- Anak memiliki bakat
kuliah itu kadang-kadang ribet juga, kadang-kadang..apa ya.. materi-materi yang dibutuhkan disana itu masuk disitu, jadi saya ini sebagai inefisiensi saja.(W2.DS.brs 302-307) nah ini kan anak-anak ini saya ajarin bikin itu sampe komponen dasar itu supaya bisa membuat sendiri, sehingga sekarang ini mereka bikin modem sendiri bisa, ini bisa, ini bisa (W2.DS.brs 56-61)
Yaa… seperti ini..mereka diberi kasus, terus saya suruh nyelesaikan..,jadi akan ketahuan mana yang dia tidak tahu, nah itu yang saya ajarkan.(W1.DS.brs 8-12)
iya , artinya atensinya,..atensi yang bukan rata-rata ya, dia berminat untuk itu, paling nggak kan perhatiannya dulu itu harus masuk.(W2.DS.brs239-243)
2. Faktor a. tidak - Tidak ada sekolah / kalo saya sekolahkan di luar di teknik elektro
Eksternal
tersedianya
pendidikan
yang
diinginkan
(object to
what school
teaches )
b. Mutu
pendidikan
universitas yang
mengajarkan anak
membuat MRI
- Tidak ada sekolah /
universitas yang
mengajarkan anak
membuat biochip
- Tidak ada sekolah /
universitas yang
mengajarkan cara
menyambung lidah
- Kuliah tidak
diajarkan sampai
detil
- Pendidikan formal
hanya memberikan
teori-teori
- Pendidikan formal
tidak fokus
mana atau dimana yang bisa ngajari anak bikin biochip kan nggak ada juga, makanya tidak saya sekolahkan diluar, kalo saya pingin anak saya bisa bikin biochip, ya tidak diluar, nggak ada diluar itu sekolah untuk bikin biochip itu (tertawa) yang ada homeschooling yang ngajar saya sendiri (W1.DS.brs 332-344)
kalo kuliah biasanya kan tidak sampai ke detil, apa namanya,..komponen dasar, ndak..ndak sampe situ, mereka ada komponen di toko mereka beli, dirakit, nah itu.. itu tugas mereka tapi nggak bisa untuk bikin chipnya sendiri,..disitu., jadi kalo bikin chip itu kalo dulu itu setahu saya itu dikirim ke Australia atau kemana.(W2.DS.brs 62-71)
3. Faktor
Internal
a. Persepsi
terhadap
pendidikan
formal
- Pendidikan formal
tidak efisien
- Pendidikan formal
lebih mengarahkan
untuk mencari
pekerjaan bukan
membuat lapangan
yaa.. liat di angka di lapangan kan cari pekerjaan itu sudah susah sekali kesana kemari rebutan banyak, tidak menciptakan pekerjaan, tapi kebanyakan mencari pekerjaan kan gitu, nah itu,..itu faktanya begitu ya..ya.. dan itu nanti harus Eee… apa... ya macem-
b. Keyakinan
akan mampu
lebih baik
c. Motif
pekerjaan
- Sekolah dan
universitas kurang
bisa membuat EEG
- Menganggap
Pendidikan formal
berpeluang 99%
gagal
- Mengajar sendiri
anak-anak
- Menganggap
pendidikan formal
tidak bisa
mengajarkan anak
membuat alat
- Berhasil membuat
alat adalah indikator
keberhasilan belajar
macem itu cara-caranya supaya dapet kerja, cara yang nggak terlalu lurus (tertawa) (W1.DS.brs 203-219)
makanya kalo kepengen anak-anak bisa bikin itu, jadi nggak di sekolahkan di luar, karena kalo di sekolahkan di luar itu tanggung dan 99% peluangnya gagal gitu lo (W1.DS.brs 415-420)
ya… .berhasil, bisa membuat alat itu ya berarti memang tujuannya tercapai.(W1.DS.brs150-152)
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Lofland & Lofland
(Moleong, 2002) metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang sumber data
utamanya adalah berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Menurut Bogdan & Taylor (Moleong, 2002)
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh), artinya tidak
boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi
perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Sebuah kecenderungan klasik sepanjang sejarah kehidupan manusia seperti
katakanlah anggapan bahwa sukses hidup diraih melalui bangku akademik, sekolah
dan universitas kini tetap menjadi tumpuan utama bagi orangtua untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan anak agar anak dapat meraih masa depan gemilang, seringkali
orangtua menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada institusi-institusi
pendidikan formal yang kini banyak bermunculan dimana-mana baik yang berstatus
swasta maupun negeri.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan telah ditemukan metode-
metode baru dalam mendidik anak tanpa harus terdaftar dalam institusi pendidikan
formal. Yaitu melalui suatu program yang dikenal dengan sebutan homeschooling.
Penelitian ini dengan segala keterbatasan, mencoba memenuhi tujuan
penelitian yaitu mengetahui berbagai faktor yang melatarbelakangi orang tua
melakukan homeschooling, menurut Lines (Berger, 2004) homeschooling ialah cara
belajar dan pembimbingan melalui aktivitas yang direncanakan, yang menggunakan
rumah sebagai tempat belajar utama dan dilakukan dalam ruang lingkup keluarga
dengan orang tua yang berperan sebagai guru dan pengawas dalam aktivitas belajar
tersebut.
Keputusan untuk melakukan homeschooling yang dilakukan orangtua tidak
muncul secara otomatis seperti gerak refleks, keputusan tersebut terbentuk melalui
suatu pertimbangan dari berbagai hal yang menjadi dasar dari alasan orangtua untuk
melakukan homeschooling, apa saja yang menjadi pertimbangan orangtua untuk
melakukan homeschooling ? dan faktor apa yang mempengaruhinya ?.
Sebelum menjalani pendidikan homeschooling, subjek sebelumnya juga
mengikutkan anak ke dalam pendidikan formal sebagaimana anak-anak yang lain.
Sebelum anak-anak subjek menyelesaikan pendidikan formal, subjek menawarkan
dua pilihan kepada anak apakah pendidikan dilanjutkan di sekolah formal atau
pendidikan dilanjutkan melalui program homeschooling
“ya kan mereka saya kasih pilihan, mau sekolah di umum apa nggak, lihatlah apa yang terjadi kalo di umum itu kayak gitu kalo disini kaya gini, gitu.. ada contoh soalnya juga, waktu anak-anak SMP itu ada contoh yang saya didik itu hasilnya disini”
setelah subjek memberikan gambaran mengenai fakta sulitnya mencari pekerjaan dan
persaingan dalam mencari kerja yang seringkali menempuh jalan yang “tidak terlalu
lurus”, Anak-anak kemudian mengambil keputusan untuk setuju melakukan
homeschooling yang dilaksanakan subjek dan anak-anak hingga saat ini. Berikut
disajikan deskripsi dalam bentuk tabel mengenai anak-anak subjek berdasarkan nama,
urutan kelahiran, umur, jenis kelamin dan pendidikan formal terakhir yang ditempuh.
Tabel 4. Deskripsi anak-anak subjek yang menjalani pendidikan homeschooling.
Nama Anak
Urutan Kelahiran
Umur (Tahun)
Jenis kelamin (Lk/Pr)
Pendidikan formal terakhir
IS
DS
SE
AS
IS
1
2
3
4
5
23
19
17
15
13
Pr
Pr
Pr
Lk
Pr
SMU
SMP
SMP
SD
SD
Alasan yang dituturkan subjek mengenai keputusan melakukan
homeschooling yang dilakukan yaitu (1) homeschooling yang dilakukan bertujuan
untuk mengajarkan anak membuat alat-alat (2) lebih efisien dan (3) lebih fokus.
Sebagaimana yang banyak ditemui, terdapat beragam jurusan yang terbagi
dalam bentuk fakultas sebagaimana yang banyak ditemui pada berbagai institusi-
institusi pendidikan khususnya pada universitas-universitas yang terdapat di kota
Jogjakarta, seseorang yang memiliki minat pada salah satu bidang ilmu akan memilih
studi sesuai dengan minat tersebut, “bagaimana jika bidang yang sesuai dengan minat
tidak tersedia di sekolah atau universitas?”, uraian singkat di awal paragraf ini
memberikan sedikit gambaran mengenai faktor jenis pendidikan yang melatar
belakangi subjek melakukan homeschooling. Berikut penuturan subjek mengenai hal
tersebut :
“kalo saya sekolahkan diluar di teknik elektro mana atau dimana yang bisa ngajari anak bikin biochip kan nggak ada juga, makanya tidak saya sekolahkan diluar, kalo saya pingin anak saya bisa bikin biochip, ya tidak diluar, nggak ada diluar itu sekolah untuk bikin biochip itu, yang ada homeschooling yang ngajar saya sendiri”. (W1.DS.brs 332-344)
tidak tersedianya sekolah atau universitas yang mengajarkan anak untuk membuat
MRI dan biochip menjadikan subjek lebih memilih untuk melakukan homeschooling
yang mana dalam proses belajar ini subjek sendiri yang berperan sebagai pengajar.
Pertimbangan akan efisiensi biaya, hasil dan waktu diungkapkan subjek
sebagai salah satu bahan pertimbangan subjek melakukan homeschooling. Biaya yang
mahal untuk mengikuti pendidikan formal yang menurut subjek tidak sebanding
dengan hasil yang didapat karena pendidikan formal tidak mengajarkan anak untuk
membuat alat secara detil hingga ke komponen-komponen dasar dan perguruan tinggi
juga hanya mengajarkan sebatas teori-teori saja bukan pada praktek yang akhirnya
akan membuat sarjana menganggur akibat mereka hanya tahu teorinya tetapi tidak
dapat mengaplikasikannya. Dalam homeschooling yang dilakukan subjek
mengajarkan anak untuk membuat alat mulai dari komponen-komponen dasar agar
anak dapat membuat alat-alat sendiri tanpa harus membeli komponen-komponen
dasar di toko sebagaimana yang menurut subjek dilakukan di pendidikan formal.
Agar dapat lebih efisien dalam waktu subjek mengajarkan materi yang
berbeda untuk masing-masing anak, materi yang diberikan dibedakan berdasarkan
bobotnya untuk masing-masing anak, dalam hal ini subjek membedakan dalam dua
bentuk yaitu minor dan mayor yang berarti anak yang diajarkan untuk membuat
software tidak perlu terlalu tahu tentang hardware dan begitu pula sebaliknya, hingga
pada akhirnya subjek akan mensinergikan beberapa materi yang berbeda tersebut
menjadi satu.
Dalam proses belajar subjek menginginkan agar anak fokus dalam satu bidang
saja, banyaknya materi pelajaran di pendidikan formal yang menurut subjek tidak
seharusnya diajarkan akan menjadikan fokus anak dalam satu bidang akan terpecah
dan subjek menganggap bahwa pelajaran-pelajaran yang lain tidak beguna untuk
mendukung pembuatan alat-alat. Selama masa proses belajar-mengajar yang
dilakukan subjek melalui program homeschooling tersebut materi yang diajarkan
subjek hanyalah sebatas yang berkaitan dengan alat apa yang sedang dibuat dan
dalam upaya agar anak dapat fokus dalam satu bidang, subjek DS menggunakan
metode kasus pre-test sebagai metode dalam mengajar yang menurut subjek agar
dapat membuat anak lebih fokus pada ilmu yang sedang diajarkan.
Metode kasus pre-test dicapai dengan cara menerapkan alur mundur dalam
belajar yaitu subjek memberikan anak suatu kasus untuk kemudian diselesaikan oleh
anak dan apa yang menjadi kesulitan / keluhan anak selama proses belajar itulah yang
kemudian menjadi materi yang akan diajarkan, dalam hal ini subjek berperan sebagai
sumber info karena tak jarang anak-anak mengalami hambatan sehingga harus diberi
keterangan dan penjelasan agar proses belajar terus berlanjut, berdasarkan hasil
pengamatan subjek selalu menganggapi pertanyaan-pertanyaan anak ketika
menghadapi kesulitan dalam belajar.
Beberapa keluhan subjek terhadap dunia pendidikan formal tersebut
mengakibatkan ketidakpercayaan subjek terhadap pendidikan formal, subjek
beranggapan bahwa pendidikan formal berpeluang 99% gagal untuk membawa anak
bisa membuat-alat tersebut sehingga memunculkan keyakinan bahwa subjek akan
mampu lebih baik sehingga subjek memilih untuk mengajar anak-anak sendiri
melalui program homeschooling tanpa harus mengambil guru dari luar.
Satu hal yang menjadi indikator keberhasilan program homeschooling yang
dilakukan subjek ialah dihasilkannya output. Output yang dihasilkan dari program
homeschooling yang dilakukan subjek bersama anak-anak adalah berupa barang dan
output yang lain adalah berupa softskill. Output yang berupa barang diantaranya
adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging), biochip, alat mono (tes jantung),
seismograf, NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan berbagai alat lain, sedangkan
output yang berupa softskill adalah keterampilan dalam membuat alat-alat tersebut.
Selama menjalani model pendidikan homeschooling anak-anak subjek merasa
nyaman menjalani model pendidikan homeschooling, sebab: (1) keputusan untuk
melakukan homeschooling tidak atas paksaan dari subjek tetapi diputuskan atas
keputusan bersama antara orangtua dan anak,(2) membuat alat-alat tersebut
bersesuaian dengan minat dan bakat yang dimiliki anak-anak subjek dan (3) anak-
anak merasa lebih bebas dalam belajar atau dengan kata lain tidak terikat dalam
peraturan-peraturan ketat sebagaimana di sekolah formal. Ketika ditanyakan kepada
IS yang merupakan putri sulung dari subjek mengenai perasaan selama melakukan
homeschooling didapatkan hasil bahwa IS merasa nyaman selama menjalani
pendidikan homeschooling, adapun sedikit ketidaknyamanan dirasakan saat
timbulnya rasa malas untuk belajar bahkan tak jarang muncul perasaan kalau mereka
(anak-anak) merasa dipaksa untuk belajar dan di saat itulah subjek sebagai pendidik
juga berperan sebagai motivator bagi anak.
Lines & Wartes (Berger, 2004) mengatakan terdapat resiko kecil terhadap
sosialisasi, perkembangan psikologis dan self-esteem dari anak-anak yang bersekolah
dirumah, subjek DS memahami akan resiko tersebut dan pada homeschooling yang
dilakukan subjek kegiatan belajar mengajar dilaksanakan selama lebih kurang 8 jam
dalam satu hari dirumah, setelah itu anak memiliki kebebasan untuk beraktivitas
sesuai dengan minat masing-masing anak, homeschooling yang dilakukan subjek
tidak membuat anak hanya terkungkung di rumah tetapi juga tetap memiliki
kebebasan bergaul dan beraktifitas baik dalam suatu organisasi seperti partai,
pengajian atau organisasi lain yang terdapat di kampung, berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan homeschooling yang dilakukan subjek tidaklah mengurangi waktu
dan kesempatan anak untuk bersosialisasi walaupun dalam kesehariannya anak-anak
tidak memiliki pergaulan di sekolah sebagaimana anak-anak yang mengikuti
pendidikan formal.
Dalam kesehariannya subjek memberikan kebebasan pada anak untuk
beraktifitas selama aktifitas tersebut tidak melanggar agama, bertujuan jelas dan
positif. Di luar waktu belajar, IS yang merupakan putri sulung subjek selalu aktif
beraktifitas dan berkumpul dalam suatu organisasi di masjid yang berada di kampung
tempat tinggal mereka.
Uraian diatas cukup menjelaskan mengenai faktor-faktor yang
melatarbelakangi subjek melakukan homeschooling, gambaran mengenai bagaimana
faktor diatas mempengaruhi subjek untuk melakukan homeschooling akan dijelaskan
dalam bagan pada halaman berikutnya.
KESIMPULAN
Homeschooling yang diselenggarakan subjek bertujuan untuk mengajarkan
anak membuat alat-alat seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging), seismograf
(Pelacak gempa), alat mono (tes jantung) dan NMR (Nuklir Magnetic Resonance)dan
berbagai alat lainnya. Dalam usaha mengajarkan anak membuat alat subjek
mengalami berbagai permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai tujuan
tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut subjek memilih untuk
menyelenggarakan pendidikan dirumah yang dikenal dengan sebutan homeschooling.
Permasalahan yang menjadi dasar dari alasan subjek menyelenggarakan
homeschooling muncul dari dua faktor yakni faktor eksternal dan faktor internal.
Adapun faktor eksternal yang mendorong subjek untuk mengemukakan alasan
tersebut adalah :
a. Faktor tidak tersedianya pendidikan yang diiinginkan
b. Faktor mutu pendidikan
a. Pendidikan formal hanya mengajarkan sebatas teori.
b. Banyaknya materi pelajaran di pendidikan formal membuat anak menjadi tidak
fokus pada satu bidang.
3. Karakteristik situasional
Karakteristik situasional yang mendorong subjek untuk melakukan
homeschooling adalah fakta dilapangan mengenai sulitnya mencari pekerjaan dan
persaingan dalam mencari kerja yang seringkali menempuh jalan yang tidak lurus.
Faktor diatas memunculkan pertimbangan subjek akan efisiensi mengenai biaya,
waktu dan hasil.
Homeschooling yang dilakukan oleh subjek tidak dapat muncul secara otomatis
seperti gerak refleks. Alasan untuk melakukan homeschooling juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor internal, faktor internal yang menjadi pendorong bagi subjek untuk
melakukan homeschooling adalah :
1. Faktor persepsi terhadap pendidikan formal
Subjek menganggap bahwa pendidikan formal tidak efisien dan lebih
mengarahkan individu untuk mencari pekerjaan bukan menciptakan lapangan
pekerjaan.
2. Faktor keyakinan akan mampu lebih baik
Subjek menganggap pendidikan formal berpeluang 99% gagal dalam
membawa anak untuk bisa membuat alat-alat dan subjek lebih memilih untuk
mengajar sendiri anak-anaknya tanpa harus mengambil guru dari luar..
Berdasarkan hasil yang didapat maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang melatarbelakangi subjek melakukan homeschooling terdiri dari faktor eksternal,
faktor internal dan karakteristik situasional
B. Saran
1. Bagi Orangtua
Orangtua hendaknya mengetahui gambaran mengenai alasan orangtua
melakukan homeschooling , sehingga dapat mempertimbangkan lagi mengenai
pendidikan yang akan ditempuh oleh anak apakah sesuai dengan bakat dan minatnya
dan apakah pendidikan yang ditempuh anak dapat mengarahkan sesuai dengan minat
dan bakatnya tersebut sebagaimana anak-anak dari subjek dalam penelitian ini.
2. Bagi sekolah dan perguruan tinggi
Berdasarkan penelitian ini diharapkan pihak sekolah dan perguruan tinggi
dapat lebih meningkatkan mutu dari pendidikan formal dan dapat meminimalkan apa
yang menjadi keluhan bagi orang tua terhadap mutu pendidikan nasional.
3. Bagi peneliti lainnya
Lines & Wartes (Berger, 2004) mengatakan terdapat resiko kecil terhadap
sosialisasi, perkembangan psikologis dan self-esteem dari anak-anak yang bersekolah
dirumah, mengingat sosialisasi pada anak homeschool tidak digali secara mendalam,
maka disarankan bagi peneliti lainnya dapat menggali lebih dalam mengenai
sosialisasi pada anak homeschooler di Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Alsa, A. 2004. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam
Penelitian Psikologi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta. Berger, E. H. Parent as Partners in Education : Families and Schools Working
Together , sixth edition. New Jersey : Pearson Education, Inc. Black, J. A., Champion, D. J. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung
: PT Eresco Breivogel, W, F. Gordon, I, J. 1976. Building Effective Home-School Relationships.
Boston, London, Sydney : Allyn & Bacon, Inc. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta : PT Raya Grafindo Persada.
Brooks, J, B. 2004. The Process Of Parenting, sixth Edition. New York : The
McGraw-Hill Companies Inc http://homeschooling.cipta-teknologi.info/viewtopic.php?t=50 http://rtvanda.multiply.com/journal/item/57 http://www.sampoernafoundation.org http://www.waspada.co.id/komentar/index
Joesoef, S. Santoso, S. Pendidikan Luar Sekolah, Surabaya : Usaha Nasional.
Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Patton, M. Q. 1980. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, CA: Sage
Publications.
Patten, M. L. 2000. Understanding Research Methods : An Overview of the Essentials. Los Angeles : Pyrczak Publishing
Poerwandari, K. E. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta :
LPSP3 UI. Shyers, L. 1992. Comparison of Social Adjustment Between Home and Traditionally
Schooled Students. (Unpublished) Doctoral dissertation at University of Florida’s College of Education.
Smedley, T. E. 1992. Socialization of Home Schooled Children. (Unpublished).
Thesis submitted and approved for Master of Science in Corporate and Professinal Communication, Radford University, Radford. Virginia
Tim Penyusun. 2004. Pedoman Penyusunan Usulan Skripsi Dan Penyusunan Skripsi.
Jogjakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Tirtarahardja , U. La Sulo S. L. Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta
Utarini, A. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Modul (Tidak Diterbitkan). Jogjakarta : Magister Kesehatan Ibu dan Anak Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
www.depdiknas.go.id
www.kompas.com/kesehatan/news/0503/13/090851.htm
www.republika.co.id
www.suarakarya-online.com