Upload
others
View
26
Download
0
Embed Size (px)
ANALISIS FAKTOR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENDAPATAN NELAYAN MUARA ANGKE
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
APRILIA HARIANI NIM. 1110084000030
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016/1437H
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Aprilia Hariani
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 1 April 1993
3. Alamat
: Jln. Abdul Wahab RT 02 RW 04 No.
20 Sawangan Depok
4. Telepon : 081297027691
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Islamiyah II Tahun 1998-1999
2. SD Islamiyah terpadu Depok
Tahun 1999-2004 (Akselerasi
1 Tahun)
3. SMPN 10 Depok Tahun 2004-2007
4. SMAN 6 Depok Tahun 2007-2010
5. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010-2016
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Program Khusus Bahasa Mandarin Universitas Indonesia 2015-2016
2. LBPP LIA Ciputat 2011-2014
3. Program Bahasa Jerman di Euro Management 20116-sekarang
4. Sekolah Demokrasi Tangerang Selatan D1 Politik
ii
5. Kelas Perpajakan Ditjen Pajak 2014-sekarang.
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Peserta SEFT (Spiritual Emotion Freedom Technique) “Muslim
Sekata“ (Sehat, Berkah Dan Taqwa), diselenggarakan oleh KOMDA
FAST dan FEB, 9 Desember 2013.
2. Dialog jurusan dan seminar konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat
Dengan Jurusan Sendiri”, diselenggarakan oleh HMJ IESP Fakultas
Ekonomi dan Bisnis” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober
2015.
3. Workshop Pemuda dan Olahraga, “Integrasi Kepemudaan dan
Keolahragaan”. Kemenpora, Hotel Twins Jakarta, 11 Juli 2013
4. Peserta dalam Seminar Nasional IAEI dengan tema “Penyiapan SDM
Berbasis Kompetensi Syariah Dalam Pengembangan Perbankan
Syariah Era MEA 2015”, yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli
Ekonomi Islam Indonesia bekerjasama dengan universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama), 11 Oktober 2014.
5 Delegasi IESP UIN Jakarta untuk Konferensi Mahasiswa Ekonomi
Indonesia oleh BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta 2011
6 Peserta Seminar Nasional Potensi Lembaga Keuangan Syariah 2011
7 Peserta Seminar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan
Aktivis Perempuan tentang Peningkatan Pemahaman berkonstitusi
dan Hukum 2016
iii
8 Koordinator seminar Pengatuatan Kebijakan Peningkatan Kapasitas
Imtaq dan Iptek Pemudia Indonesia oleh Deputi Bidang
Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda Dan Olahraga republik
Indonesia.
V. KEPANITIAAN
1.
Panitia Pekan IESP 2013, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UI Syarif
Hdayatullah Jakarta
2.
Panitia Seminar Weeks of Economics Outlook 2014, Kementerian
Keuangan
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Gimun Resosumitro
2. Tempat, Tanggal Lahir :
3. Ibu : Marini Karsowijoyo
4. Tempat, Tanggal Lahir :
5. Alamat :
6. Anak ke : 1dari 3 bersaudara
iv
ABSTRACT
This research aims to analyze the impact of Experience and Fish
Price influence the Income of the fishermen in Muara Angke. This
research uses Ordinary Least Square method on 50 member Muara
Angke‟s Fisherman Group. Of the two factors which influence on the
fishermen income, experieenc gives bigger contribution compared with
fish price. However, fish price factor must also be considered because
these factors are supporting factors to the income of fishermen.
By taking care of the result of this study that experience factors
gives bigger contribution compared with other factors on the income of the
fishermen, it is suggested to open access to get more capital by
cooperating with cooperation or banks and non-banking institutions. It is
also necessary to perform founding and the development of ability in
catching the fish and to improve the technology in catching fish by using
effective technology.
Keywords: price, experience, income fishermen
v
ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Pengalaman
Sebagai Nelayan (X1), Harga Ikan (X2) terhadap Pendapatan Nelayan Muara
Angke. Penelitian ini bersifat kuantitatif deskriptif dengan menggunakan data
primer dan penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary Least Square
(OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Pengalaman Sebagai
Nelayan (X1), dan variabel Harga Ikan (X2) memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke.
Kata Kunci: Pengalaman Sebagai Nelaya, Harga Ikan, Nelayan, Muara Angke
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan
kita kesempatan hidup di dunia ini dan memberikan nafas yang dengannya kita
dapat merasakan keindahan untuk bisa menyembah-Mu. Sungguh tidak ada
satupun kejadian yang terjadi secara kebetulan, semua sudah terencana, semua
telah ditentukan oleh qadha dan qodar-Nya. Salawat serta Salam tidak lupa kita
curahkan kepada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW semoga kelak
kita mendapat syafa‟atnya dihari akhir yang pasti terjadi.
Ilmu yang kita miliki pada haikatnya adalah titipan dari Allah, yang sama
sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita. Semoga kita
dimudahkan oleh Allah untuk meraih ilmu yang bisa menjadi penerang dalam
kegelapan dan dapat menjaga ilmu tersebut dengan penuh kerendahan hati. Tidak
ada yang tidak mungkin, selama kita mau berdoa dan berusaha, seperti pepatah
bahasa Arab “Man Jadda Wa Jadda” yang artinya barang siapa yang bersunguh-
sungguh akan mendapatkannya. Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk
mendahului orang lain, tapi untuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan
rekor diri sendiri dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari yang lebih baik.
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi penggugah demi terselesaikannya skripsi
yang sederhana ini, yang berjudul “Analisis Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Muara Angke”
Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada:
1. Orangtua penulis, Gimun Hermanto Resosumitro dan Marini
Karsowijoyo yang telah memberikan dukungan materiil dan moril.
2. Sodara kandung Bagas Prasetyo Wibowo dan Febriana Regita yang
telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan penelitian
ini.
vii
3. Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang baru semoga dapat memajukan dan
mengembangkan FEB lebih baik lagi.
4. Bapak Pheni Chalid Ph.D sebagai pembimbing 1 yang senantia
memberikan masukan serta arahan bagi penulisan skripsi ini.
5. Bapak Arief Fitrijanto M.Si sebagai pembimbing 2 yang senantia
memberikan masukan serta arahan bagi penulisan skripsi ini.
6. Terimakasih kepada Dosen-dosen IESP yang pernah mengajari saya
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bantuan kalian dalam
menyampaikan materi yang sangat membantu saya dalam memahami
materi perkuliahan Semoga ini dapat menjadi nilai ibadah dan
semoga Allah SWT membalas semua jasamu.
7. Terimakasih kepada Agus Suherman, teman sehati yang telah
memberikan motivasi dan doa sepenuh hati.
8. Terimakasih kepada Aprian Subhan yang telah meluangkan waktu
untuk berdiskusi mengenai skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan IESP angkatan 2010, yang tidak bisa
saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas waktu, tawa, senyum,
pengalaman baru selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 2016
Aprilia Hariani
viii
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... i
Abstract ........................................................................................................... iv
Abstrak ............................................................................................................ v
Kata Pengantar .............................................................................................. vi
Daftar Isi ......................................................................................................... viii
Daftar Tabel .................................................................................................... xi
Daftar Gambar ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ..................................................................................... 11
1. Nelayan .......................................................................................... 11
2. Teori Produksi ............................................................................... 29
ix
3. Pendapatan ..................................................................................... 23
4. Pengalaman .................................................................................... 28
5. Harga .............................................................................................. 32
6. Penawaran ...................................................................................... 37
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 39
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 45
D. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 48
B. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 49
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 49
E. Uji Validitas Data ................................................................................. 50
F. Metode Analisis Data ........................................................................... 51
G. Operasional Variabel ............................................................................ 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum ............................................................................ 59
1. Wilayah Muara Angke ............................................................. 59
2. Kependudukan dan Jumlah Nelayan ........................................ 60
3. Nelayan Muara Angke ............................................................. 61
4. Kehidupan Nelayan Muara Angke ........................................... 63
5. Perikanan .................................................................................. 66
x
6. Uji Validitas Data ..................................................................... 67
B. Temuan dan Pembahasan ............................................................... 68
1. Analisis Deskripstif Penelitian ................................................. 68
2. Uji Asumsi Klasik ................................................................... 76
3. Uji Hipotesis Penelitian ........................................................... 81
4. Koefisien Determinasi .............................................................. 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 89
B. Saran ..................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Status Kependudukan Nelayan Muara Angke 4
1.2 Jumlah Produksi PPI Muara Angke 5
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 39
3.1 Tabel Uji Durbin-Watson 51
4.1 Tabel Demografi dan Kependudukan Kapuk Muara 57
4.2 Tabel Pertumbuhan Nelayan Muara Angke 57
4.3 Produksi Perikanan Muara Angke 58
4.4 Uji Validitas Pengalaman Sebagai Nelayan 59
4.5 Uji Validitas Harga Ikan 59
4.6 Uji Validitas Kuantitas Ikan yang Ditangkap 60
4.7 Tabel Pendapatan Nelayan 62
4.8 Tabel Lama Pengalaman Nelayan 64
4.9 Matriks Korelasi Multikolinearitas 64
4.10 Tabel Uji Heteroskedastisitas 65
4.11 Tabel Uji Regresi Linier Berganda 66
4.12 Tabel Uji Lagrange-Multiplier 67
4.13 Tabel Uji-t 75
4.14 Tabel Uji-F 76
xii
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
No. Keterangan Halaman
2.1 Gambar Fungsi Penawaran dan Permintaan 32
2.2 Gambar Kurva Penawaran 37
2.3 Gambar Kerangka Berpikir 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sejak lama, perairan laut Indonesia dijadikan sumber kekuatan bagi
sebagian masyarakat Indonesia baik dalam pencaharian ekonomi,
kebutuan makan, jalur transportasi, dll. Pramodya Ananta Toer pun dalam
bukunya berjudul Arus Balik 2002 mengungkapkan, kerajaan Majapahit
dapat mengusai hampir seluruh Indonesia hingga Singapura (Tumasik),
Malaysia (Malaka), dan beberapa negara ASEAN lainnya, lantaran
Majapahit menjadi kekuatan maritim terbesar pada abadnya (1350-1389
M).
Selain itu, dari berbagai belahan penjuru nusantara tersebar banyak
bandar atau pelabuhan besar. Juga banyak peninggalan budaya yang
melukiskan kegagahan nenek moyang orang Indonesia sebagai pelaut.
Sejarah pun telah menyebutkan bahwa bersatunya Nusantara adalah
karena kebesaran armada maritim.
Dikatakan pula dalam bukunya, sejak abad ke-9 Masehi, nenek
moyang kita telah berlayar jauh dengan kapal bercadik ke utara
mengarungi laut Tiongkok, ke Barat memotong lautan Hindia hingga
Madagaskar, ke Timur hingga Pulau Paskah. Kian ramainya pengangkutan
komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-
2
kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut
yang besar (Arus Balik, 2002: 92).
Hingga saat ini, Indonesia masih diakui sebagai salah satu Negara
Maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan
memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada
(18.000km2) sehingga luas wilayah Indonesia 2/3 merupakan wilayah
lautan. Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, luas laut yang sekitar 3,2
juta km2 terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km
2 dan laut
teritorial seluas 0,3 juta km2. Perairan Indonesia juga memiliki potensi
sumber daya hayati dan non hayati yang melimpah.
Besarnya potensi perikanan Indonesia ini belum mampu
menjadikan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial
di Indonesia. Berdasarkan data Kelautan dan Perikanan Dalam Angka
2011, potensi ekonomi dari sektor perikanan diperkirakan mencapai US$
82 miliar per tahun. Potensi ini meliputi: potensi perikanan tangkap
sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7
miliar per tahun, potensi perairan umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun,
potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi
budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi
bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun.
Bahkan, menurut Daryanto (2007: 15), sumber daya pada sektor
perikanan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup
masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama
3
(prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari bahwa pertama,
Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari
segi kuantitas maupun diversitas. Kedua, adanya keterkaitan sektor-sektor
lain terhadap sektor perikanan. Ketiga, industri perikanan berbasis sumber
daya nasional atau lebih deikenal dengan istilah national resources based
industries, dan kempat indonesia sektor perikanan Indonesia memiliki
keunggulan (comparative advantage) sebagaimana yang dicerminkan
dari potensi sumber daya yang ada.
Dengan potensi wilayah tersebut Indonesia memiliki potensi
ekonomi di sektor kelautan dan perikanan baik berupa perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya yang merupakan suatu potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur (Solikhin,
dkk: 2005, 121). Disisi lain, dewasa ini kesejahteraan nelayan berbanding
terbalik dangan kekayaan maritim yang sering kali didengungkan.
Ironisnya, data Badan Pusat statistik (BPS) 2011 menyebutkan, 25,14
persen atau 7,87 juta penduduk miskin adalah dari nelayan, dari total 31,02
juta jiwa.
Kesejahteraan nelayan perlu dikaji dengan Pendapatan nelayan.
Pendapatan yang diterima oleh nelayan tergantung pada hasil tangkapan
atau produksi dan harga yang berlaku, dimana teknologi akan sangat
menentukan terhadap hasil usaha penangkapan diantaranya perlengkapan
yang digunakan dalam operasi penangkapan seperti motor. Selain itu
4
dipengaruhi oleh daerah penangkapan ikan (fishing ground), cuaca saat itu
dan efektivitas alat tangkap yang digunakan (Hermanto : 2006, 153).
Karena pendapatan nelayan tidak tetap, kadang mengalami
keuntungan yang besar dan kadang mengalami kerugian. Belum lagi
nelayan harus mengeluarkan iuran retribusi kepada pengelola pelelangan
ikan. Dalam penelitian ini, dari sekian banyak kampung nelayan di
Indonesia, akan dipilih nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara. Menurut
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2004,
pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi pelabuhan perikanan
samudera (tipe A), pelabuhan perikanan nusantara (tipe B), pelabuhan
perikanan pantai (tipe C) dan pangkalan pendaratan ikan (tipe D).
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke sebagai salah satu
pelabuhan tipe D yang terbesar di Jakarta Utara.
Tabel 1.1
Status Kependudukan Nelayan Muara Angke
Status Nelayan
Tahun Penduduk Asli Pendatang Jumlah
2008 3.665 408 4.073
2009 3.472 386 3.858
2010 3.760 418 4.178
2011 2.989 333 3.322
2012 2.197 245 2.442
2013 2.914 324 3.238
Sumber: Data di olah 2016
Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwa selama periode 2008-2013
jumlah nelayan terbanyak adalah nelayan penetap pekerja pada tahun
2010, yaitu sebanyak 3.760 orang. Jumlah nelayan paling sedikit adalah
5
nelayan penetap pekerja dimana pada tahun 2012 jumlahnya 2.197 orang.
Jika dibandingkan antara jumlah nelayan penetap dan pendatang, ternyata
nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara
Angke selama periode 2008-2013, yaitu lebih banyak nelayan pendatang
karena pendapatan di daerahnya tidak mencukupi untuk menghidupi
keluarganya sehari-hari. Hal tersebut disebabkan karena harga ikan yang
dilelang di daerah tidak setinggi harga ikan yang dilelang di Jakarta.
Produksi nelayan di Muara Angke, sejak 2008 hingga 2013 pun
cenderung fluktuatif. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 1.1
Jumlah Produksi PPI Muara Angke
Status Nelayan
Tahun Produksi (Ton) Nilai (Rupiah) Kontribusi terhadap
PDRB
2008 39.820 35.368.628.250 6,8%
2009 30.362 29.378.803.460 6,6%
2010 31.426 32.379.602.470 7,1%
2011 25.298 28.384.532.100 6,5%
2012 21.203 27.373.598.440 6,6%
2013 23.816 28.369.600.908 6,9%
Sumber: Data di olah 2016
Jumlah produksi pada tahun 2008 sebesar 39.820 ton dengan nilai
produksi sebesar Rp 35. 368.628.250, dalam periode ini PPI Muara Angke
memiliki kontribusi sebesar 6,8% PDRB DKI Jakarta. Jumlah produksi
pada tahun 2009 sebesar 30.362 ton dengan nilai produksi sebesar Rp
29.378.803.460, dalam periode ini PPI Muara Angke memiliki kontribusi
sebesar 6,6% PDRB DKI Jakarta. Jumlah produksi pada tahun 2010
6
sebesar 31.426 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 32.379.602.470,
dalam periode ini PPI Muara Angke memiliki kontribusi sebesar 7,1%
PDRB DKI Jakarta. Jumlah produksi pada tahun 2011 sebesar 25.298 ton
dengan nilai produksi sebesar Rp 28.384.532.100, dalam periode ini PPI
Muara Angke memiliki kontribusi sebesar 6,5% PDRB DKI Jakarta.
Jumlah produksi pada tahun 2012 sebesar 21.203 ton dengan nilai
produksi sebesar Rp 27.373.598.440, dalam periode ini PPI Muara Angke
memiliki kontribusi sebesar 6,8% PDRB DKI Jakarta.
Ikan pada dasarnya merupakan Sumber Daya Alam (SDA) yang
dikategorikan sebagai SDA yang dapat diperbarui atau dipulihkan.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa sumber daya ikan tersebut dapat
ditangkap secara sembarangan, misalnya dengan menggunakan bahan-
bahan peledak atau menggunakan alat tangkap yang dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan atau ekologi laut maupun melakukan tangkap lebih
(over eksploitasi). Untuk mendukung pemulihan sumber daya ikan sangat
diperlukan faktor pendukung yang lain, yakni faktor lingkungan laut atau
ekologi laut, misalnya terumbu karang, yang meskipun terumbu karang ini
dapat diperbarui atau dipulihkan namun pemulihannya memerlukan waktu
yang sangat lama dan biaya yang besar.
Untuk diketahui bahwa potensi sumber daya ikan Indonesia
diperkirakan adalah 6,4 juta ton per tahun, dari jumlah tersebut 1,26 juta
ton berasal dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) (Retnowati:
2011, 151). Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang- Undang Republik
7
Indonesia No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, yang dimaksud
ZEEI adalah suatu area di luar dan berdampingan dengan laut teritorial
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Perairan Indonesia, dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. Adapun yang
dimaksudkan dengan Undang- Undang yang mengatur tentang Perairan
Indonesia disini adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun
l996 tentang Perairan Indonesia.
Dengan memperhatikan luasnya wilayah laut yang dimiliki
Indonesia serta melimpahnya sumber daya ikan yang dikandungnya maka
secara logika menunjukkan terbukanya peluang kerja di sektor ini dan
adanya kehidupan nelayan yang mapan. Namun dalam realitanya
kehidupan nelayan Indonesia masih sangat memprihatinkan. Kemiskinan
masih dijumpai di daerah-daerah pesisir, nelayan rentan terhadap konflik
antar mereka. Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi,
Kemiskinan pada umumnya ditandai dengan derita keterbelakangan,
ketertinggalan, rendahnya produktivitas, selanjutnya meningkat menjadi
rendahnya pendapatan yang diterima. Hampir di setiap negara, kemiskinan
selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di pedesaan atau
daerah-daerah yang kekurangan sumber daya alam.
Ciri-ciri demografi yang berhubungan dengan pendapatan nelayan
dan kemiskinan meliputi : umur, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai
nelayan, jumlah keluarga dan anggota keluarga yang bekerja. Sedangkan
8
sosio-ekonomi nelayan berkaitan dengan variabel/variabel pemilikan
perahu, jenis perahu, nilai aset penangkapan ikan, nilai aset di luar
aktivitas penangkapan ikan. Variabel sosio-budaya mencakup variabel
institusi koperasi, hubungan dengan pemilik modal, dan perilaku nelayan.
Kendati demikian, penulis ingin mengkaji pendapatan rumah
nelayan menggunkan variabel pengalaman sebagai nelayan, dan harga ikan
sebagai variabel yang mempengaruhi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa
masalah yang dihadapi oleh Nelayan Muara Angke adalah pendapatan
mereka yang cenderung tidak tercukupi oleh kegiatan nelayan. Faktor
yang dapat mempengaruhi salah satunya adalah pengalaman, faktor ini
secara teoritis dalam buku tentang ekonomi tidak ada yang membahas
pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun,
dalam kegiatan menangkap ikan (produksi) dalam hal ini nelayan dengan
semakin berpengalamannya nelayan akan meningkatkan pendapatan.
Selanjutnya, salah satu yang mempengaruhi pendapatan nelayan
adalah mengenai harga ikan. Harga adalah sejumlah uang yang harus
dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk atau jasa yang
dibelinya guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Harga merupakan
faktor yang paling menarik dari suatu perubahan yang di hadapi oleh
konsumen dan produsen. Dalam hukum penawaran mengatakan bahwa,
produsen (nelayan) akan menawarkan jumlah barang (ikan) pada saat
9
harga naik. Hal ini dikarenakan, pada saat harga ikan naik, maka
pendapatan yang diperoleh oleh nelayan akan naik.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh Pengalaman Sebagai Nelayan
terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke ?
2. Seberapa besar pengaruh Harga Ikan terhadap Pendapatan
Nelayan Muara Angke ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini berkaitan dengan rumusan
masalah yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pengalaman
Sebagai Nelayan terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Harga Ikan
terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau inspirasi dan
pedoman bagi peneliti lainnya yang berminat dibidang ini.
1. Teoritis.
Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dan
kontribusi bagi kalangan investor, praktisi, akademisi, institusi,
dan masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui
10
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
nelayan di PPI Muara Angke.
2. Praktis
Penulisan ini diharapkan sebagai kontribusi sederhana
terhadap pemerintah dan kalangan ekonom di Indonesia
mengenai besarnya pengaruh pengalaman, harga dan kuantitas
ikan terhadap pendapatan nelayan di PPI Muara Angke.
3. Kebijakan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para
pemangku kebijakan untuk memutuskan secara tepat dan
menindaklanjuti hal-hal yang harus segera dilaksanakan,
sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umumnya,
dan bagi nelayan PPI Muara Angke pada khususnya.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Nelayan
Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil
laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir
pantai atau pesisir laut. komunitas nelayan adalah kelompok orang
yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai
atau pesisir (Sastrawijaya, 2002: 211). Lebih lanjut, nelayan adalah
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (UU
No.45/2009 – Perikanan) . Nelayan adalah orang yang secara aktif
melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti
penebar dan pemakai jaring), maupun secara tidak langsung (seperti
juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin
kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian
(Ensiklopedia Indonesia, 2010:817).
Sedangkan menurut Imron (2003:28) Nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada
hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi
daya. Mereka pada umumnya tinggal dipinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Ciri
komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut
(Sastrawijaya, 2002: 98) :
12
a. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala
aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau
mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian
mereka.
b. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas
gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong
menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi
keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan
pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar,
membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar
desa.
c. Dari segi ketrampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah
pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki
ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai
nelayan adalah profesi yang di turunkan oleh orang tua, bukan
yang dipelajari secara professional.
Menurut Mulyadi (2005:91) sesungguhnya, nelayan bukanlah
suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Kepemilikan Alat Tangkap
1) Nelayan Buruh
13
Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat
tangkap milik orang lain, atau biasa disebut dengan pekerja
nelayan dan mendapatkan upah dari juragan nelayan.
2) Nelayan Juragan
Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap
yang digunakan oleh orang lain. Biasanya hasil tangkapan
ikan dimiliki oleh nelayan juragan, sementara buruh
nelayan mendapatkan upah dari hasil menangkap.
3) Nelayan Perorangan
Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki
peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya
tidak melibatkan orang lain.
b. Status Nelayan
1) Nelayan Penuh
Nelayan tipe ini hanya memiliki satu mata pencaharian,
yaitu sebagai nelayan. Hanya menggantungkan hidupnya
dengan profesi kerjanya sebagai nelayan dan tidak memiliki
pekerjaan dan keahlian selain menjadi seorang nelayan.
2) Nelayan Sambilan Utama
Nelayan tipe ini merupakan nelayan yang menjadikan
nelayan sebagai profesi utama, tetapi memiliki pekerjaan
lainnya untuk tambahan penghasilan. Apabila sebagian
14
besar pendapatan seseorang berasal dari kegiatan
penangkapan ikan, ia disebut sebagai nelayan.
3) Nelayan Sambilan Tambahan
Nelayan tipe ini biasanya memiliki pekerjaan lain sebagai
sumber penghasilan. Sedangkan pekerjaan sebagai nelayan
hanya untuk tambahan penghasilan.
c. Kepemilikan Sarana Penangkapan Ikan (UU N0. 65 Tahun
1964 tentang Bagi Hasil Perikanan)
1) Nelayan Penggarap
Nelayan penggarap adalah orang yang sebagai kesatuan
menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha
penangkapan ikan laut, bekerja dengan sarana penangkapan
ikan milik orang lain.
2) Pemilik
Orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa
atau memiliki atas sesuatu kapal atau perahu dan alat-alat
penangkap ikan yang dipergunakan dalam usaha
penangkapan ikan yang dioperasikan oleh orang lain. Jika
pemilik tidak melaut maka disebut juragan atau pengusaha.
Jika pemilik sekaligus bekerja melaut menangkap ikan
maka dapat disebut sebagai nelayan yang sekaligus pemilik
kapal.
d. Kelompok Kerja
15
1) Nelayan Perorangan
Nelayan yang memiliki peralatan tangkap ikan sendiri,
dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
2) Nelayan Kelompok Usaha Bersama
Merupakan gabungan dari minimal 10 orang nelayan yang
kegiatan usahanya terorganisir tergabung dalam kelompok
usaha bersama non-badan hukum.
3) Nelayan Perusahaan
Merupakan nelayan pekerja atau pelaut perikanan yang
terikat dengan perjanjian kerja laut atau PKL dengan badan
usaha perikanan.
e. Jenis Perairan (UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia)
1) Nelayan Laut
Nelayan laut adalah nelayan yang menangkap ikan pada
perairan lepas pantai, bisa laut dalam teritorial negara
ataupun masuk dalam laut zona ekonomi eksklusif.
2) Nelayan Perairan Umum Pedalaman
Nelayan yang menangkap ikan di daerah pantai atau sisi
darat dari garis air rendah pantai-pantai suatu negara.
f. Mata Pencaharian
1) Nelayan Subsisten
16
Nelayan Subsisten (Subsistance Fishers) adalah nelayan
yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
2) Nelayan Asli
Nelayan Asli (Native/Indigenous/Aboriginal Fishers)
adalah nelayan yang sedikit banyaknya memiliki karakter
yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki
juga hak untuk melakukan aktivitas secara komersil
walaupun dalam skala yang sangat kecil.
3) Nelayan Komersil
Nelayan Komersil (Commercial Fishers) adalah nelayan
yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau
dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar
ekspor.
4) Nelayan Rekreasi
Nelayan Rekreasi (Recreational/Sport Fishers) adalah
orang orang yang secara prinsip melakukan kegiatan
penangkapan ikan hanya sekedar untuk kesenangan atau
berolahraga.
g. Keterampilan Profesi
1) Nelayan Formal
17
Keterampilan profesi menangkap ikan yang didapat dari
belajar dan berlatih secara sistematis akademis dan
bersertifikasi atau berijazah.
2) Nelayan Nonformal
Keterampilan profesi menangkap ikan yang diturunkan atau
dilatih dari orang tua atau generasi pendahulu secara
nonformal.
h. Mobilitas
1) Nelayan lokal
Nelayan yang beroperasi menangkap ikan sesuai perairan
wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang dikeluarkan
oleh otoritas pemerintahan daerah setempat.
2) Nelayan Andon
Nelayan dengan kapal berukuran maksimal 30 Gross
Tonage yang beroperasi menangkap ikan mengikuti ruaya
kembara ikan di perairan otoritas teritorial dengan legalitas
izin antar pemeritah daerah.
i. Teknologi
1) Nelayan Tradisional
Nelayan tradisional menggunakan tekhnologi penangkapan
yang sederhana, umumnya peralatan penangkapan ikan
dioperasikan secara manual dengan tenaga manusia.
18
Kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan
pantai.
2) Nelayan Modern
Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan
yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan
tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena
penggunaan motor untuk menggerakkan perahu melainkan
juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat
eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan
modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh
pada kemampuan jelajah operasional mereka.
j. Jenis Kapal
1) Nelayan Mikro
Nelayan yang menangkap ikan dengan kapal/perahu yang
berukuran 0 (nol) GT (Gross Tonage) sampai dengan 10
(sepuluh) GT.
2) Nelayan Kecil
Nelayan yang menangkap ikan dengan kapal/perahu yang
berukuran 11 (sebelas) GT (Gross Tonage) sampai dengan
60 (enam puluh) GT.
3) Nelayan Menengah
19
Nelayan yang menangkap ikan dengan kapal/perahu yang
berukuran 61 (enam puluh satu) GT (Gross Tonage) sampai
dengan 134 (seratus tiga puluh empat) GT.
4) Nelayan Besar
Nelayan yang menangkap ikan dengan kapal/perahu di atas
135 (seratus tiga puluh lima) GT.
2. Teori Produksi
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang
hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah
tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat
produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa
faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan
tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi
dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi
yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004:121).
Produksi merupakan hasil akhir dan proses atau aktivitas
ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih
lanjut Putong (2002:184) produksi atau memproduksi menambah
kegunaun (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan
bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk
semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan
dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output
dengan biaya yang minimum (Joesron dan Fathorrozi, 2003:91)
20
Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud dengan
konsep arus (flow concept) di sini adalah produksi merupakan kegiatan
yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu.
Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan
kualitasnya. Jadi bila kita berbicara mengenai peningkatan produksi,
itu berarti peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan faktor-
faktor lain yang sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali
(konstan). Pemakaian sumber daya dalam suatu proses produksi juga
diukur sebagai arus. Modal dihitung sebagai sediaan jasa, katakanlah
mesin, per jam; jadi bukan dihitung sebagai jumlah mesinnya secara
fisik. (Miller dan Miners, 1999:16).
a. Fungsi Produksi
Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi
merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi
dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan
pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah
mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk
menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output
tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan
fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan
yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan
dengan kombinasi tertentu.
21
Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda
dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak
tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan , terutama
tiga faktor yaitu tanah, modal dan manajemen saja, tentu
proses produksi atau usaha tani tidak akan jalan karena tidak
ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, apa yang dapat
dilakukan, begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal.
Hubungan antara output (Q) dengan input yang
digunakan dalam proses produksi (X1, X2, X3, …, Xn) secara
matematika dapat dituliskan sebagai berikut :
Q = f(X1, X2, X3, … , Xn)
Dimana:
Q : Output
Xn : Input
Input produksi sangat banyak dan yang perlu dicatat
disini bahwa input produksi hanyalah input yang tidak
mengalami proses nilai tambah. Jadi didalam fungsi produksi
diatas tidak bisa dimasukkan material sebab dalam fungsi
produksi ada substitusi antara faktor produksi. Hubungan
antara input dan output ini dalam dunia nyata sangat sering kita
jumpai. Hubungan antara input dan output dari yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks, sekalipun ada
disekitar kita, belum banyak yang memahami berbagai model
22
yang dapat diterapkan untuk mempelajari pola hubungan
antara input dan output.
b. Biaya Produksi
Menurut Henry Simamora (2002;36), Biaya adalah kas
atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa
yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa
mendatang bagi organisasi. Harnanto dan Zulkifli (2003:14)
biaya adalah sesuatu yang berkonotasi sebagai pengurang yang
harus dikorbankan untuk memperoleh tujuan akhir yaitu
mendatangkan laba.
Hansen dan Mowen (2004:40), biaya didefinisikan
sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan
manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
biaya merupakan kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan guna untuk memberikan suatu manfaat yaitu
peningkatan laba di masa mendatang.
Lebih lanjut, menurut Sadono Sukirno (2002:205), biaya
produksi didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk
23
menciptakan barangbarang yang diproduksikan perusahaan
tersebut. Hansen Mowen (2004:19) Biaya produksi adalah
biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan
penyediaan jasa.
Biaya produksi diartikan sebagai keseluruhan faktor
produksi yang dikorbankan dalam proses produksi. Sebagian
ahli ekonomi kemudian mengatakan bahwa biaya produksi
adalah keseluruhan biaya yang dikorbankan untuk
menghasilkan produk hingga produk itu sampai di pasar, atau
sampai ke tangan konsumen, dengan demikian biaya angkut,
biaya penyimpanan di gudang, dan biaya iklan yang
menunjang proses produksi hingga produk itu sampai ke
tangan konsumen, dapat dikategorikan biaya produksi (Ahman,
2004:162).
3. Pendapatan
a. Pendapatan
Menurut kamus Merriam – Webster, pendapatan
merupakan jumlah uang yang didapat dari bekerja, investasi,
bisnis, dan sebagainya. Kamus ilmiah Cornell University
mendefinisikan pendapatan yang diterima oleh suatu individu
sebagai segala bentuk pendapatan yang didapat dari berbagai
sumber apapun, seperti kompensasi atas jasa, pendapatan dari
hasil bisnis, bunga hasil sewa, royalti atas hak properti,
24
deviden, asuransi jiwa, dana pensiun, dan sebagainya. Hal
senada juga diungkapkan oleh Mubyarto (2005:10) yang
menyatakan bahwa pendapatan adalah hasil berupa uang atau
material lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti dari
pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh
anggota masyarakat untuk jangka waktu tertentu sebagai balas
jasa atau faktor-faktor produksi yang telah disumbangkan.
Tingkat pendapatan masyarakat di suatu daerah dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator untuk menentukan kemajuan
daerah. Apabila pendapatan suatu daerah relatif rendah, maka
dikatakan bahwa kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya di
daerah tersebut rendah. Demikian ketika pendapatan suatu
daerah relatif tinggi, maka kemajuan dan kesejahteraan
masyarakatnya dapat dikatakan tinggi juga. Danil (dalam Reza
2014:47).
Menurut Sukirno (2006:139) pendapatan adalah jumlah
penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya
selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan
ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain:
1) Pendapatan pribadi. yaitu: semua jenis pendapatan
yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan
apapun yang diterima penduduk suatu negara.
25
2) Pendapatan disposibel, yaitu; pcndapatan pribadi
dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para
penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap
dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan
disposibel.
3) Pendapatan nasional, yaitu; nilai seluruh barang-
barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh
suatu negara dalam satu tahun.
Menurut Sobri (1999: 171) pendapatan disposibel adalah
suatu jenis penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap
untuk dibelanjakan atau dikonsumsikan. Besarnya pendapatan
disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan
pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.
Menurut teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan permanen
(permanent income) dan pendapatan sementara (transitory
income). Pendapatan permanen dapat diartikan sebagai
pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan
dapat diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah
pendapatan dan upah, gaji.
b. Pendapatan Nelayan
Pendapatan merupakan hasil dari penjualan barang dan
pemberian jasa dan diukur dengan jumlah yang dibebankan
26
kepada langganan, klaim atas barang dan jasa yang disiapkan
untuk mereka. Pendapatan nelayan adalah selisih antara
penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC.
Penerimaan nelayan (TR) adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya nelayan
biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC)
adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya
variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya untuk tenaga
kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan
biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Soekartawi,
2002:212).
Menurut Mulyadi (2005:171), pendapatan para nelayan
penggarap ditentukan secara bagi hasil dan jarang diterima
sistem upah /gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Dalam
sistem bagi hasil bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah
dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada
waktu beroperasi ditambah dengan ongkos penjualan hasil.
Dalam hal ini, termasuk ongkos bahan bakar oli, es dan garam
serta biaya makan para awak kapal dan pembayaran retribusi.
Pada umumnya biaya lain yang masih termasuk ongkos
27
eksploitasi seperti biaya reparasi merupakan tanggungan dari
pemilik alat dan boat.
Dalam hal bagi hasil yang dibagi adalah hasil penjualan
ikan hasil tangkapan. Caranya ialah ikan hasil tangkapan satu
unit penangkapan dijual oleh pemilik kemudian dilakukan
perhitungan bagi hasil. Waktu-waktu perhitungan bagi hasil
juga dilakukan sekali sebulan, sehingga para nelayan
penggarap menerima bagiannya sekali sebulan. Pendapatan
nelayan merupakan sumber utama para nelayan untuk
mencukupi kebutuhan hidup. Pendapatan nelayan bersumber
dari pendapatan bersih hasil melaut dengan maksud pendapatan
yang sudah tidak dipotong oleh biaya untuk melaut.
c. Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan
Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat
nelayan yang terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat
kaitannya dengan faktor internal dan eksternal masyarakat.
Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang cepat,
kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lain
yang tidak mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan
modal usaha dari nelayan sangat dipengaruhi oleh pola piker
nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang mengakibatkan
kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain
proses produksi didominasi oleh toke pemilik perahu atau
28
modal dan sifat pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok
dalam bentuk pasar monopsoni (Kusnadi, 2003:19).
Menurut Sujarno, (2008:38) terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi pendapatan nelayan, antara lain:
1) Pengalaman Nelayan
2) Musim
3) Teknologi
4) Bahan Bakar Minyak (BBM)
4. Trust
Trust secara sederhana dapat diartikan sebagai kepercayaan.
Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan yang tumbuh dari
proses interaksi sosial dan menuntut adanya tanggung jawab moral.
Selain itu, trust terbentuk karena adanya pertimbangn kalkulatif yang
melatarbelakanginya. Karena trust terwujud berdasarkan pertimbangan
rasional kalkulatif, maka konsekuensinya trust cenderung meningkat.
(Chalid : 12)
Trust muncul dari proses sosial dan derajatnya ditentukan
olehkedalaman hubungan seseorang. Trust termanisfestasi melalui
komitmen untuk melakukan kerjasama yang memberikan keuntungan
bagi masing-masing pihak. Yang terpenting, trust timbul karena
manusia dikondisikan untuk mempercayai sesuatu itu. Untuk
meinmbulkan trust, diperlukan prasyarat. Maka, dapat dikatakan
bahwa trust muncul setelah terpenuhinya serangkaian prasyarat antara
29
keterujian hubungan dalam kurun waktu yang lama. Singkatnya, trust
adalaj property sosial dan norma yang terinteralisasi secara mandiri
dalam diri kita, dimana seseorang tidak lagi membutuhkan kontrol
atas pihak lain dan prasangka bahwa masing-masing pihak akan
berbuat curang dapat di minimalisir. (Chalid: 12)
Trust terbentuk karena adanya kedekatan lokasi tinggal,
hubungan kekerabatan dan interaksi yang intensif. Semakin lama
berinteraksi, terlebih dalam interaksi tersebut masing-masing pihak
merasakan adanya keuntungan yang diperoleh, maka trust akan
semakin menguat. Jika pertukaran yang terjadi dalam kelompok
seimbang dan dirasakan manfaaatnya, maka reputasi pelaku akan
semakin tinggi. Artinya, orang-orang yang konsisten dalam hubungan
timbal balik, misalnya jika dibantu ia akan membalas dengan
perlakuan yang seimbang maka orang-orang yang seperti ini memiliki
reputasi baik di masyarakat. (Chalid : 73)
Lebih lanjut, trust dapat meminimalisir perilaku oportunis.
Masyarakat dapat menerapkan sanksi kultural yang mengikat. Dengan
diterapkannya sanksi sosial, maka maisng-masing anggota yang terikat
kontrak sosial akan mematuhi aturan main. Anggota masyarakat
menjatuhkan masyarakat akan menjatuhkan sanksi sosial jika
seseorang menghindar dari tanggung jawab kelompok. Bentuk sanksi
sosial mulai dari yang paling sederhana seperti sindiran halus, hingga
30
yang paling berat berupa pengucilan dan isoasi oleh seluruh anggota
kelompok. (Chalid : 73)
5. Pengalaman Nelayan
Menurut Notoadmojo di dalam Darmayunita (2012: 56)
pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Dari uraian tersebut pengalaman kerja dapat memberikan keuntungan
bagi seseorang dalam melaksanakan kagiatan kerja sehingga seseorang
tersebut tidak merasa kesulitan dalam berkerja.
Hal ini sesuai dengan pendapat Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau
proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Balai Pustaka Departemen)
Pendidikan dan Kebudayaan,1991). Pengalaman bekerja merupakan
modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu
(Sastrohadiwiryo, 2005:163). Selain itu pendapat tokoh lain yaitu
Pengalaman kerja adalah sesuatu atau kemampuan yang dimiliki oleh
para karyawan dalam menjalankan tugas–tugas yang dibebankan
(Nitisemito, 2000:86). Artinya kemudahan dan kesulitan yang dimiliki
seseorang dalam suatu pekerjaan akan dipengaruhi oleh seberapa
seseorang tersebut memiliki pengalaman kerja.
31
Pengalaman kerja tidak hanya dinilai dari lamanya bekerja
seseorang seseorang pada suatu bidang pekerjaan tertentu saja, akan
tetapi dapat dilihat dari keterampilan, keahlian, dan kemampuan yang
dimiliki oleh pekerja tersebut. Lamanya seseorang bekerja pada
pekerjaan yang sama atau sejenis akan mengakibatkan lebih tahu dan
terampil dalam melaksanakan pekerjaannya (Budhyani, 2008: 126).
Pengalaman kerja menurut Soetjipto (2007: 77) adalah banyaknya
jenis pekerjaan yang pernah diemban oleh seseorang, serta lamanya
mereka bekerja pada tiap pekerjaan.
Selain itu Budhyani (2008: 129) mengartikan pengalaman
kerja sebagai keseluruhan waktu yang pernah dialami sehubungan
dengan pekerjaan tertentu, dengan mengacu pada lamanya seseorang
bekerja pada pekerjaan tertentu, dihitung dalam satuan waktu.
Pengalaman kerja akan meningkatkan produktivitas selama beberapa
tahun, tetapi akan datang titik di mana pengalaman lebih lanjut tidak
lagi berpengaruh. Penurunan produktivitas pada pekerja usia lanjut
sangat terlihat untuk pekerjaan dimana belajar dan kecepatan
dibutuhkan, sedangkan untuk pekerjaan dimana pengalaman dan
kemampuan verbal yang penting, pekerja yang lebih tua masih mampu
mempertahankan tingkat produktivitas yang tinggi
(Skirbekk:2003:217).
a. Pengalaman dan Produktivitas
32
Secara filosofi, produktivitas diartikan sebagai keinginan
dan usaha yang dilakukan oleh setiap orang untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupannya.
Mengutamakan bekerja dengan mengacu pada unsur efisiensi
dan efektifitas juga merupakan definisi teknis dari
produktivitas (Mulyono:2004). Produktivitas juga dapat
diartikan sebagai produksi yang diciptakan oleh seorang
pekerja pada suatu waktu tertentu (Sukirno:2005).
Lebih lanjut, menurut Sinungan (2008:91), produktivitas
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu secara tradisional
yaitu ratio dari apa yang dihasilkan terhadap keseluruhan
peralatan produksi yang digunakan. Lalu produktivitas adalah
sikap mental yang berpandangan bahwa mutu kehidupan hari
ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari
hari ini. Dan produktivitas adalah interaksi terpadu dari tiga
faktor, yaitu nvestasi, manajemen perusahaan, dan tenaga
kerja.
Selanjutnya dalam Doktrin dan Konferensi Oslo 1984 yang
terdapat dalam Muchdarsyah (2003: 151) tercantum definisi
umum produktivitas yaitu suatu konsep yang bersifat universal.
Tujuannya untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa
bagi lebih banyak manusia dengan menggunakan sumber-
sumber riil yang semakin sedikit. Dari beberapa pendapat di
33
atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah
jumlah produk yang dihasilkan dibandingkan dengan waktu
yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah produksi baik
berupa barang maupun jasa. Menurut Mulyono (2004: 43),
faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu intensitas
modal, perubahan struktur ekonomi, perubahan komposisi
angkatan kerja, penelitian dan pengembangan, organisasi dan
manajemen, serta perubahan kualitas kerja.
Peningkatan produktivitas bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain kemajuan teknologi produksi, perbaikan
keterampilan dan kepandaian tenaga kerja, dan perbaikan
dalam sistem manajemen organisasi perusahaan (Sukirno,
2005: 199). Menurut Sinungan (2008) yang mempengaruhi
peningkatan produktivitas adalah pendidikan dan keahlian,
jenis teknologi dan hasil produksi, kondisi kerja, kesehatan dan
kemampuan fisik dan mental, sikap terhadap tugas, teman
sejawat dan pengawas, keanekaragaman tugas, sistem intensif,
keamanan kerja, kepuasan kerja, kepastian pekerjaan, serta
perspektif dari ambisi dan promosi.
Tujuan diukurnya produktivitas adalah untuk
mengoptimalkan faktorfaktor penunjang dan meminimkan
faktorfaktor penghambat. Bila produktivitas memperlihatkan
suatu peningkatan atau penurunan, bisa segera diketahui
34
faktorfaktor yang menyebabkan kondisi tersebut agar
perusahaan tetap stabil. Ukuran produktivitas yang paling
sering digunakan adalah keluaran per unit dari tenaga kerja.
6. Harga
Harga adalah satuan nilai yang diberikan pada suatu komoditi
sebagai informasi kontraprestasi dari produsen/pemilik komoditi.
Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa harga suatu barang atau jasa
yang pasarnya kompetitif, maka tinggi rendahnya harga ditentukan
oleh permintaan dan penawaran pasar. Oleh karena itu dalam
penelitian ini harga ikan akan ditinjau dari sisi penawaran dan
permintaan pasar.
Permintaan selalu berhubungan dengan pembeli, sedangkan
penawaran berhubungan dengan penjual. Apabila antara penjual dan
pembeli berinteraksi, maka terjadilah kegiatan jual beli. Pada saat
terjadi kegiatan jual beli di pasar, antara penjual dan pembeli akan
melakukan tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan harga.
Pembeli selalu menginginkan harga yang murah, agar dengan uang
yang dimilikinya dapat memperoleh barang yang banyak. Sebaliknya,
penjual menginginkan harga tinggi, dengan harapan ia dapat
memperoleh keuntungan yang banyak. Perbedaan itulah yang dapat
menimbulkan tawar-menawar harga. Harga yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak disebut harga pasar. Pada harga tersebut jumlah
barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta.
35
Dengan demikian harga pasar disebut juga harga keseimbangan
(ekuilibrium).
Faktor terpenting dalam pembentukan harga adalah kekuatan
permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran akan berada
dalam keseimbangan pada harga pasar jika jumlah yang diminta sama
dengan jumlah yang ditawarkan. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa proses terbentuknya harga pasar jika terdapat hal-
hal berikut ini:
a. Antara penjual dan pembeli terjadi tawar-menawar.
b. Adanya kesepakatan harga ketika jumlah barang yang diminta
sama dengan jumlah barang yang ditawarkan.
Harga yang terbentuk untuk suatu komoditas merupakan hasil
interaksi antara penjual dan pembeli. Harga yang terjadi sangat
dipengaruhi oleh kuantitas barang yang ditransaksikan. Dari sisi
pembeli (demand, D) semakin banyak barang yang ingin dibeli akan
meningkatkan harga, sementara dari sisi penjual (supply, S) semakin
banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku permintaan maupun
penawaran dalam interaksi pembentukan harga. Namun untuk
komoditas pangan/pertanian, pembentukan harga tersebut disinyalir
lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi
permintaan cenderung stabil mengikuti perkembangan trennya.
36
Alfred Marshall (1842-1924) dalam bukunya Principles of
Economics, yang diterbitkan tahun 1890 menjelaskan bahwa
permintaan dan penawaran secara simultan menentukan harga.
Marshall percaya bahwa permintaan dan penawaran secara bersama-
sama menentukan harga (P) dan kuantitas keseimbangan suatu barang
(Q) (Nicholson, 2002: 144)
Sumbangan yang paling terkenal dari pemikiran Marshall dalam
teori nilai merupakan sitetis antara pemikiran pemula dari marjinalis
dan pemikiran Klasik. Menurutnya, bekerjanya kedua kekuatan, yakni
permintaan dan penawaran, ibarat bekerjanya dua mata gunting.
Dengan demikian, analisis ongkos produksi merupakan pendukung
sisi penawaran dan teori kepuasan marjinal sebagai inti pembahasan
permintaan. Untuk memudahkan pembahasan keseimbangan parsial,
maka digunakannya asumsi ceteris paribus, sedangkan untuk
memperhitungkan unsur waktu ke dalam analisisnya, maka pasar
diklasifikasikan ke dalam jangka sangat pendek, jangka pendek, dan
jangka panjang. Dalam membahas kepuasan marjinal terselip asumsi
lain, yakni kepuasan marjinal uang yang tetap.
Menurut kaum klasik harga barang di tentukan oleh besarnya
pengorbanan untuk menghasilkan barang tersebut. Jadi yang
menentukan harga adalah sisi penawaran (produsen). Namun pendapat
klasik tersebut di tentang oleh Jevons, Menger dan Walras (tokoh-
tokoh neoklasik). Mereka sepakat bahwa yang menentukan harga
37
adalah kondisi permintaan, atau kaum marginalis melihatnya dari sisi
konsumen, yaitu dari kepuasan marginal (marginal utility)
pengkonsumsian satu unit barang terakhir.
Dalam pembahasan sisi permintaan, Marshall telah menghitung
koefisien barang yang diminta akibat terjadinya perubahan harga
secara relatif. Nilai koefisien ini dapat sama dengan satu, lebih besar
dan lebih kecil dari satu. Tetapi, ada dua masalah yang belum
mendapat penyelesaian dalam hal sisi permintaan, yakni aspek
barang-barang pengganti dan efek pendapatan.
Berkenaan dengan pendapat kedua aliran tersebut, Marshall tidak
menyalahkan kedua konsep di atas, melainkan menggabungkannya.
Menurut Marshall, selain oleh biaya-biaya, harga juga dipengaruhi
oleh usnsur subjektif lainnya, baik dari pihak konsumen maupun pihak
produsen. Unsure subjektif pihak konsumen adalah pendapatan (daya
beli) dan unsure subjektif pihak produsen adalah keadaan keuangan
perusahaan. Jika keuangan perusahaan dalam keadaan sulit, misalnya
mungkin perusahaan mau menerima harga yang rendah tetapi kalau
keadaan keuangan cukup kuat, mereka juga akan lebih berani dalam
mempertahankan harga. Jadi teori harga menurut Alfred Marshall
adalah sebagai berikut: “Harga terbentuk sebagai integrasi dua
kekuatan pasar: penawaran dari pihak produsen dan permintaan dari
pihak konsumen”. Semakin tinggi pendapatan nasional (kesejahteraan
38
suatu negara), semakin tinggi pula permintaan uang untuk tujuan
transaksi, dan sebaliknya.
Selain dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan
domestik, harga komoditas juga dapat dipengaruhi oleh harga
komoditas di pasar internasional. Pada rezim perdagangan bebas,
harga komoditas domestik akan bergerak mengikuti harga
internasional, sehingga akan lebih volatile jika pemerintah tidak
melakukan intervensi. Banyak negara reluctant untuk bergerak ke
arah perdagangan bebas secara penuh untuk komoditas
pangan/pertanian karena komoditas tersebut merupakan komoditas
penting yang dapat menimbulkan instabilitas politik (Dawe, 2001: 12).
Untuk itu banyak negara, termasuk negara maju sekalipun seperti
Jepang, yang masih memberikan proteksi berupa larangan impor
untuk komoditas tertentu maupun pemberian tarif impor.
Karakteristik penawaran dan permintaan untuk komoditas pangan/
pertanian memang „unik‟ karena keduanya cenderung bersifat
inelastic terhadap perubahan harga. Petani sebagai produsen tidak bisa
serta merta meningkatkan produksinya ketika harga mengalami
peningkatan. Konsumen juga tidak bisa mengurangi permintaannya
ketika harga meningkat karena komoditas pangan/pertanian tersebut
menjadi kebutuhan pokok. Kondisi tersebut membuat harga komoditas
menjadi sangat sensitif terhadap stock, baik dari sisi penawaran
39
maupun permintaan, termasuk indirect stock yang berpengaruh secara
tidak langsung seperti gangguan distribusi.
Tekanan sisi permintaan juga berpotensi meningkatkan harga
komoditas pertanian walaupun derajatnya relatif rendah dibanding
tekanan dari sisi penawaran. Sumber utama peningkatan permintaan
komoditas pangan adalah peningkatan jumlah penduduk dan
pendapatan (Tomek, 2000: 199). Namun untuk negara maju, income
effect kepada permintaan komoditas pertanian relatif kecil bila
dibandingkan dengan negara berkembang yang mempunyai income
elasticity lebih tinggi. Sementara Borensztein et al (1994: 164)
berpendapat bahwa permintaan komoditas pertanian lebih dipengaruhi
oleh aktivitas perekonomian (economic growth). Membaiknya
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat
yang selanjutnya mendorong konsumsi. Kondisi ini memacu sektor
industri untuk meningkatkan produksi makanan sehingga permintaan
komoditas pertanian sebagai bahan baku meningkat.
7. Penawaran
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual
pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga
tertentu. Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada
berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor. Yang
terpenting adalah (Sukirno, 2005: 105)
40
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang lain yang terkait.
3. Biaya faktor produksi
4. Teknologi
5. Tujuan perusahaan
Apabila ditinjau dari jumlah barang yang ditawarkan, penawaran
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penawaran perorangan dan
penawaran kolektif. Penawaran perseorangan (individu), adalah
penawaran yang datang dari seorang produsen (penjual) terhadap
barang yang akan dijualnya kepada konsumen. Penawaran kolektif
(bersama), adalah penawaran yang berasal dari beberapa penjual
(produsen) yang akan menjual barang kebutuhan untuk konsumen.
Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa semakin
tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut
akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga
suatu barang, semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
Secara ringkas dapat disebutkan bila harga (P) naik maka penawaran
(Qs) relatif akan naik, bila P turun, Qs turun, asumsi ceteris paribus
(the other things on held constant). Hal tersebut dapat digambarkan
dalam bentuk kurva sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kurva Penawaran
41
Sumber: Nicholson 2002
Perubahan dalam jumlah yang ditawarkan dapat berlaku sebagai
akibat dari pergeseran kurva penawaran. Harga ekuilibrium tidak dapat
dipastikan perubahannya. Dapat naik, dapat turun, dan dapat pula tidak
berubah, tergantung kepada perbedaan intensitas perubahan pada
permintaan dan penawaran dan juga tergantung kepada perbedaan
elastisitas. Perubahan harga tidak dapat dipastikan oleh karena unsur
bertambahnya permintaan bertendensi menaikkan harga, sebaliknya
bertambahnya penawaran bertendensi menurunkan harga.
B. Penelitian Terdahulu
Salim (1999), dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan di Kecamatan Syiah Kuala Banda
Aceh, menyatakan bahwa variabel independent jarak tempuh melaut, modal,
pengalaman, jumlah perahu dan tenaga kerja dapat menerangkan variansi
42
variabel dependent (pendapatan nelayan) sebesar 98,7%, dan variabel
independent yang bisa diperhitungkan atau berpengaruh terhadap variabel
dependent adalah pengalaman dan jumlah perahu yang masing-masing nyata
pada taraf signifikansi 95% dan 99%. Untuk variabel pengalaman dan jumlah
perahu masing-masing hipotesis diterima sedangkan untuk variabel yang lain
ditolak.
Sasmita (2006), dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Asahan, menyakan
bahwa variabel independent modal kerja, jumlah tenaga kerja, waktu melaut
dan pengalaman yang dapat menerangkan variansi variabel dependent
(pendapatan usaha nelayan) sebesar 60,7%. Dari variabel independent yang
diteliti modal kerja dan melaut signifikan pada tingkat signifikan 5%
sedangkan jumlah tenaga kerja signifikan pada tingkat signifikansi 10%.
Penelitian yang dilakukan oleh Jamal (2014) tentang analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan nelayan (Studi Nelayan Pesisir Desa
Klampis Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan) dengan menggunakan
metode analisis linear berganda menyimpulkan, bahwa Variabel modal,
umur, curahan jam kerja, pengalaman kerja, harga dan hasil tangkapan secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan Desa Klampis.
Arif (2006) yang melakukan penelitian tentang dampak kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) terhadap tingkat pendapatan nelayan puger
dengan metode analisis kualitatif deskriptif, yang menyimpulkan bahwa
sekitar 68% dari 100 responden dalam penelitian ini mengalami penurunan
43
pendapatan. Penurunan tersebut disebabkan oleh ikan hasil tangkapan mereka
yang berubah jenis. Jika pada saat sebelum kenaikan BBM nelayan sampan
bisa melaut sampai ketengah samudera Indonesia, maka karena mahalnya
BBM mereka hanya bisa melaut di lokasi yang tidak terlalu jauh dari puger.
Sujarno (2006 dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan nelayan di kabupaten langkat menunjukkan
bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh hasil bahwa modal
kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut secara bersama-
sama mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat pada tingkat
signifikasn 10%. Dari 4 faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan,
ternyata modal kerja memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan
dengan faktor tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Variabel Metode dan Hasil
1
Agus Salim
(1999)
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Pendapatan
Nelayan Di
Kecamatan
Dependen:
Pendapatan
Nelayan
Independen:
Jarak
Tempuh
Melaut,
Modal,
Rgresi Linier
Berganda; 98,7%, dan
variabel independent
yang bisa
diperhitungkan atau
berpengaruh terhadap
variabel dependent
adalah pengalaman
44
Syiah Kuala
Banda Aceh
Pengalaman,
Jumlah
Perahu,
Tenaga Kerja
dan jumlah perahu
yang masing-masing
nyata pada taraf
signifikansi 95% dan
99%. Untuk variabel
pengalaman dan
jumlah perahu masing-
masing hipotesis
diterima sedangkan
untuk variabel yang
lain ditolak.
2
Sasmita
(2006)
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pendapatan
Usaha Nelayan
Di Kabupaten
Asahan
Dependen :
Pendapatan
Nelayan
Independen:
Modal Kerja,
Jumlah
Tenaga Kerja,
Waktu
Melaut Dan
Pengalaman
Regresi Linier
Berganda;
Variansi variabel
dependent (pendapatan
usaha nelayan) sebesar
60,7%. Dari variabel
independent yang
diteliti modal kerja
dan melaut signifikan
pada tingkat signifikan
5% sedangkan jumlah
tenaga kerja signifikan
45
pada tingkat
signifikansi 10%.
3
Jamal (2014) Studi Nelayan
Pesisir Desa
Klampis
Kecamatan
Klampis
Kabupaten
Bangkalan
Dependen :
Pendapatan
Nelayan
Independen:
Modal,
Umur,
Curahan Jam
Kerja,
Pengalaman
Kerja, Harga
Dan Hasil
Tangkapan.
Variabel modal, umur,
curahan jam kerja,
pengalaman kerja,
harga dan hasil
tangkapan secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap
pendapatan nelayan
Desa Klampis pada
tingkat sinifikansi 5%
4
M. Arif () Dampak
Kenaikan
Harga Bahan
Bakar Minyak
(BBM)
Terhadap
Tingkat
Pendapatan
Nelayan Puger
Dependen:
Pendapatan
Nelayan
Independen:
Harga BBM,
Jarak
Tempuh,
Modal Kerja
Regresi Linier
Berganda;
menyimpulkan bahwa
sekitar 68% dari 100
responden dalam
penelitian ini
mengalami penurunan
pendapatan.
Penurunan tersebut
46
disebabkan oleh ikan
hasil tangkapan
mereka yang berubah
jenis. Jika pada saat
sebelum kenaikan
BBM nelayan sampan
bisa melaut sampai
ketengah samudera
Indonesia, maka
karena mahalnya
BBM mereka hanya
bisa melaut di lokasi
yang tidak terlalu jauh
dari puger.
5
Sujarno
(2008)
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pendapatan
Nelayan Di
Kabupaten
Langkat
Dependen :
Pendapatan
Nelayan
Independen:
Pengalaman
Nelayan,
Modal Kerja,
Tenaga
Kerjam dan
Regresi Linier
Berganda;
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
diperoleh hasil bahwa
modal kerja, tenaga
kerja, pengalaman dan
jarak tempuh melaut
secara bersama-sama
47
Jarak Melaut. mempengaruhi
pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat
pada tingkat
signifikasn 10%.
Dari 4 faktor yang
mempengaruhi
pendapatan nelayan,
ternyata modal kerja
memberikan
kontribusi yang lebih
besar dibandingkan
dengan faktor tenaga
kerja, pengalaman dan
jarak tempuh melaut.
C. Kerangka Berpikir
Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel
bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka kerangka
pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pendapatan nelayan (sebagai
variabel dependen) yang dipengaruhi oleh pengalaman sebagai nelayan, harga
ikan, dan kuantitas ikan yang ditangkap (sebagai variabel independen).
48
Variabel dependen adalah pendapatan nelayan yang menggunakan sampan
dayung (perahu) biasa disebut nelayan tradisonal, perahu motor dan kapal
motor, atau kapal besar.
Variabel pengalaman, faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang
membahas pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan.
Namun, dalam prakteknya, nelayan yang semakin berpengalaman dalam
melaut bisa meningkatan pendapatannya.
Variabel harga ikan, dalam rumus fungsi penawaran, produsen dalam hal
ini adalah nelayan akan menawarkan hasil produksi yang lebih banyak pada
saat harga cenderung naik. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
produsen.
Dengan demikian kerangka pemikiran hubungan antara pengalaman
sebagai nelayan, harga ikan dan kuantitas ikan yang ditangkap terhadap
pendapatan nelayan nelayan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir Penelitian
Pendapatan
Nelayan Muara
Angke
Pengalaman
Nelayan
Harga Ikan
49
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih
perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas dan dapat diuji.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
a. Terdapat pengaruh signifikan pengalaman sebagai nelayan
terhadap pendapatan nelayan.
b. Terdapat pengaruh signifikan harga ikan terhadap pendapatan
nelayan.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi variabel Pengalaman
Sebagai Nelayan, Jumlah Anggota Keluarga, Harga Ikan dan Kuantitas
Jumlah Ikan yang ditangkap terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke
selama periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Data yang
diambil merupakan primer (kuesioner). Untuk lokasi dan waktu, penelitian ini
akan dilaksanakan di Muara Angke, Jakarta Utara. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) karena Muara Angke
Penduduk mayoritasnya adalah bekerja sebagai nelayan. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Januari – Juli 2016. Sedangkan pengambilan data primer
dilakukan dari bulan Juni –Juli 2016.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer berupa data langsung yang
dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat
yaitu daftar pertanyaan (kuesioner) dan observasi yaitu mengamati secara
langsung hal-hal yang berhubungan dengan penelitian misalnya perlengkapan
perahu/kapal motor yang dipergunakan nelayan dalam menangkap ikan,
kehidupan sosial masyarakat nelayan dan juga perilaku nelayan itu sendiri.
Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta,
BPS DKI Jakarta dan dinas-dinas terkait lainnya.
51
C. Populasi dan Sampel
Menurut Zulganef (dalam Reza 2014:63) populasi diartikan sebagai
subjek atau objek yang berada pada suatu wilayah yang memenuhi syarat –
syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam
penelitian adalah seluruh nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampel acak
sederhana (simple random sampling) sehingga diperoleh sampel yang dapat
mewakili. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 50
responden dengan kriteria sebagai berikut
1. Nelayan tetap di PPI Muara Angke
2. Sudah bekerja sebagai nelayan minimal 5 tahun.
3. Berusia minimal 20 tahun.
4. Memiliki peralatan sendiri dalam melaut.
5. Termasuk dalam anggota organisasi nelayan Muara Angke.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner, menurut Sofian Effendi
(dalam Khairisun 2014:54) metode kuesioner merupakan hal yang
pokok untk mengumpulkan data. Hasil kuesioner tersebut akan
terjelma dalam angka-angka, tabel-tabel, analisa statistik dan uraian
serta kesimpulan hasil penelitian. Tujuan pokok pembuatan
kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan
52
tujuan survei, dan memperoleh informasi dengan reliabilitas validitas
setinggi mungkin. Dalam kuesioner ini nantinya terdapat rancangan
pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah
penelitian dan tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban yang
mempunyai makna dalam menguji hipotesa.
2. Wawancara
Untuk memperoleh data yang dapat diuji kebenaran dan sesuai
dengan masalah yang diteliti secara lengkap, dengan menggunakan
metode interview, yaitu metode pengumpulan data dengan
melakukan tanya jawab langsung dengan pihak yang terkait. Metode
ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum dan
perkembangan nelayan yang tidak didapat dalam data sekunder.
E. Uji Validitas Data
Untuk mengetahui apakah instrumen kuesioner yang dipakai cukup
layak digunakan sehingga mampu menghasilkan data yang akurat sesuai
dengan tujuan ukurannya, maka dilakukan uji validitas. Ghozali (2005)
menyatakan bahwa pengukuran validitas internal menggunakan uji validitas
setiap butir pertanyaan (content validity) dengan cara melakukan korelasi
antar skor butir pertanyaan dengan total konstruk atau variabel. Dalam hal ini
melakukan korelasi masing-masing skor pertanyaan dengan total skor
pertanyaan. Apabila nilai validitas yang terdapat pada Corrected Item-Total
Correlation dari suatu variabel lebih besar dari 0,30. Dengan demikian maka
seluruh pertanyaan dapat dinyatakan valid.
53
F. Metode Analisis Data
Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS) dan dengan alat
(software) Eviews versi 9.0. Pengujian statistik dilakukan dengan
menggunakan uji F, uji t, dan uji R2. Uji F digunakan untuk mengetahui
signifikansi secara serentak (simultan) dari model yang diteliti dan uji t
digunakan untuk mengetahui signifikansi dari masing-masing variabel yang
diteliti atau secara parsial, sedangkan uji R2 untuk mengetahui seberapa besar
variasi dari variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat.
Dari pernyataan tersebut, sehingga rumus matemastis yang dibangun
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + ε
Keterangan:
Y = Pendapatan Nelayan
X1 = Pengalaman sebagai nelayan
X2 = Harga
b1b2b3b4 = Koefisien Regresi
ε = Standar Error
a = Konstanta Regresi
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan dependensi
linier yang kuat diantara variabel independen. Jika terjadi
54
multikolinieritas maka nilai standard error dari koefisien menjadi
tidak valid sehingga hasil uji signifikansi koefisien dengan uji t tidak
valid. Salah satu ukuran yang paling popular untuk melihat adanya
multikolinieritas antar variabel independen adalah dengan
menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) atau tolerance (1/VIF).
Regresi yang bebas multikolinieritas memiliki VIF disekitar satu atau
tolerance mendekati satu. Jika untuk suatu variabel independen nilai
VIF >10 dikatakan terjadi koliniearitas yang kuat antar variabel
independen (Rosadi, 2012:52-53).
b. Uji Heteroskedastisitas
Dalam regresi linier ganda, salah satu asumsi yang harus
dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE
adalah var (ui) = ơ2
(konstan), semua sesatan mempunyai variansi yang
sama. Padahal, ada kasus-kasus tertentu dimana variansi ưi tidak
konstan, melainkan suatu variabel berubah-ubah (Nachrowi,
2008:128).
Heteroskedastisitas merupakan fenomena terjadinya perbedaan
varian antar seri data. Heteroskedastisitas muncul apabila nilai varian
dari variabel tak bebas (Yi) meningkat sebagai meningkatnya varian
dari variabel bebas (Xi), maka varian dari Yi adalah tidak sama. Gejala
heteroskedastisitas lebih sering dalam data cross section dari pada time
series. Selain itu juga sering muncul dalam analisis yang menggunakan
data rata-rata.
55
c. Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi dalam model merupakan masalah linear
yang menunjukkan adanya korelasi antar anggota observasi yang
diurutkan menurut waktu. Untuk melihat adanya masalah autokorelasi
dalam model regresi penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson
Statistic (DW-Stat).
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin
Watson Statistic (DW-stat) dari hasil regresi dengan nilai dari Durbin
Watson table (DW-Tabel).
Uji Durbin Watson (Uji DW) mengikuti hipotesis sebagai
berikut:
H0: Tidak terdapat Autokorelasi
H1: Terdapat Autokorelasi
Adapun Uji Durbin Watson (Uji DW) memiliki ketentuan
sebagai berikut:
Jika d < dL atau d > (4-dL) maka hipotesis nol ditolak, yang berarti
terdapat autokorelasi
Jika dU < d < (4-dU) maka hipotesis nol diterima, yang berarti
tidak ada autokorelasi.
Jika dL < d < dU atau (4-dU) < d < (4-dL) maka tidak
menghasilkan kesimpulan yang pasti atau ragu-ragu.
56
Nilai dU dan dL diperoleh dari tabel statistic Durbin Watson yang
bergantung dari banyaknya observasi (n) dan banyaknya variabel yang
menjelaskan (Gujarati, 2003)
d. Uji Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data
berdistribusi normal. Untuk menguji data apakah terdistribusi normal
dengan menggunakan histogram dan uji Jarque-Bera. Jarque-Bera
adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal.
Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan
dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. Dengan H0 pada
data berdistribusi normal, uji Jarque-Bera didistribusi dengan X2
dengan derajat bebas (degree of freedom) sebesar 2. Probability
menunjukan kemungkinan Jarque-Bera melebihi (dalam nilai absolut)
nilai terobservasi dibawah hipotesis nol. Nilai probabilitas yang kecil
cenderung mengarahkan pada penolakan hipotesis nol distribusi
normal. Pada angka Jarque-Bera diatas nilai probabilitas (5%), maka
kita dapat menolak H0 bahwa data terdistribusi normal (Winarno,
2006:5.37).
1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang penting dalam
regresi, karena dapat menginformasikan baik tidaknya model regresi
yang terestimasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat
57
mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan
data sesungguhnya.
Nilai koefisien determinasi (Goodness of fit) mencerminkan
seberapa besar variasi dari regressand (Y) dapat diterangkan oleh
regressor (X). Bila R2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat
diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi
Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata lain bila
R2 = 1, maka semua titik pengamatan berbeda pada garis regresi.
Dengan demikian ukuran goodness of fit dari suatu model ditentukan
oleh R2 yang nilainya antara nol dan satu. (Nachrowi dan Usman,
2008:21-22).
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah prosedur yang didasarkan pada bukti
sampel yang dipakai untuk menentukan apakah hipotesis suatu
pernyataan yang wajar dan oleh karenanya tidak ditolak, atau hipotesis
tersebut tidak wajar dan area tersebut ditolak. (Reza 2014:79).
Uji hipotesis ini berguna untuk memeriksa atau menguji. Apakah
koefisien regresi yang didapat signifikan atau berbeda secara nyata.
(Nachrowi, 2006:16)
a. Uji-F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh
terhadap variabel dependen. Cara yang digunakan adalah dengan
58
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan ketentuan
sebagai berikut:
Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-
sama).
Ho : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-
sama).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
1) Jika F hitung > F tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti
variabel independen (Pengalaman sebagai nelayan, anggota
keluarga yang bekerja, alat tangkap, dan kerja tambahan) secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen (Pendapatan Nelayan)
2) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
variabel independen (Pengalaman sebagai nelayan, anggota
keluarga yang bekerja, alat tangkap, dan kerja tambahan) secara
bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen (Pendapatan Nelayan)
b. Uji-t
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t
59
dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan
ketentuan sebagai berikut:
Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
Ho : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut :
1) Jika t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada
pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen
(Pengalaman sebagai nelayan, anggota keluarga yang bekerja, alat
tangkap, dan kerja tambahan) terhadap variabel dependen secara
parsial (individu) yaitu (pendapatan nelayan).
Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti tidak
ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen
(Pengalaman sebagai nelayan, anggota keluarga yang bekerja, alat tangkap,
dan kerja tambahan) terhadap variabel dependen secara parsial (individu)
yaitu (pendapatan nelayan).
G. Operasional Variabel Penelitian
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, berikut ini definisi operasional
variabel yang digunakan dalam penelitian :
60
1. Pendapatan Nelayan
Pendapatan Nelayan adalah pendapatan bersih yang dibawa pulang oleh
nelayan yang diperoleh dari hasil penjualan tangkapan/produksi ikan
setelah dikurangi modal kerja selama sebulan (satuan Rp.)
2. Pengalaman Sebagai Nelayan
Pengalaman adalah orang yang sudah menjalani profesi hidupnya sebagai
nelayan dalam jangka waktu tertentu (satuan tahun). Dalam hal ini
pengalaman sebagai nelayan adalah lamanya ia berprofesi sebagai
nelayan.
3. Harga Ikan
Harga ikan adalah harga yang ditetapkan ditempat pelelangan ikan.
Dalam hal ini tempat pelelangan ikan adalah PPI Muara Angke (satuan
Rp)
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian
1. Wilayah Muara Angke
Muara Angke adalah pelabuhan kapal ikan atau nelayan di Jakarta
sebelah utara. Ditandai dengan dioperasikannya penunjang kebutuhan
nelayan seperti pelelangan ikan (struktur dan fasilitasnya) selain
kelaziman sebuah bandar yang dikelola seorang syahbandar. Secara
administratif pemerintahan, Muara Angke terletak di Kelurahan Kapuk
Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Lokasinya
berdekatan dengan Muara Karang. Muara Angke menempati wilayah
seluas 8.658 m2 dengan jumlah kapal penangkap ikan sebanyak 3.370
kapal.
Selain tempat pelelangan dan pelabuhan ikan, Muara Angke
menyimpan potensi lain. Di daerah ini, terdapat Suaka Margasatwa
Muara Angke, kawasan hutan bakau seluas 25,02 hektare yang dihuni
tak kurang dari 90 spesies burung. Muara Angke merupakan bagian
dari hutan bakau terakhir yang tersisa di provinsi DKI Jakarta.
Kawasan hutan Angke-Kapuk yang terdiri dari Suaka Margasatwa
Muara Angke, Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk
merupakan hutan bakau yang terakhir yang dapat dijumpai di Jakarta.
Kawasan hutan ini memiliki luas keseluruhan sekitar 170,60 ha.
62
2. Kependudukan dan Jumlah Nelayan
Berdasarkan data BPS dan Dinas Kelautan dan Perikanan DKI
Jakarta tahun 2015, penduduk kelurahan Kapuk Muara memiliki total
luas 10.0550 Km2 dan terbagi dalam 8 Rukun Warga dan 78 Rukun
Tetangga. Kelurahan Kapuk Muara dihuni oleh 4.432 Kepala Keluarga
terdiri dari 15.262 jiwa (7.951 laki-laki dan 7.311 perempuan).
Sedangkan jumlah nelayan yang terdapat di pelabuhan Muara Angke
sebanyak. 3.238 jiwa Tabel berikut menunjukkan demografi penduduk
di Kelurahan Kapuk Muara
Tabel 4.1
Demografi Kelurahan Kapuk Muara
No. RW RT Kepala Kel. Dewasa Anak-Anak
Lk. Pr. Lk. Pr. Lk. Pr.
1 01 7 353 53 571 504 392 362
2 02 8 568 155 704 654 550 512
3 03 9 559 126 754 719 530 446
4 04 10 692 205 991 932 670 644
5 05 15 882 260 1.068 953 679 655
6 06 15 292 82 406 374 259 221
7 07 8 143 13 169 160 110 84
8 08 7 46 3 64 54 35 37
Jumlah 8 78 3.535 897 4.827 4.350 3.224 2.961
Sumber: Data diolah BPS 2015
Sementara itu, perkembangan jumlah nelayan di pelabuhan Muara
Angke dari tahun 2015 cenderung turun, dapat dilihat pada tabel
berikut:
63
Tabel 4.2
Pertumbuhan Nelayan Muara Angke
No. Tahun Jumlah Nelayan Pertumbuhan
1 2012 3.858 -
2 2013 4.178 0,07%
3 2014 3.332 -0,25%
4 2015 3.238 -0,02%
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 2015
3. Nelayan Muara Angke
Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berpenghasilan
sebagai nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang
melakukan aktivitas usaha dengan mendapat penghasilan bersumber
dari kegiatan nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara
aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan
binatang air lainnya/tanaman air. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat
ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin
pula besarnya pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut
sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian
tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik
minimum(KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya.
Nelayan Muara Angke, pada umumnya bekerja sebagai buruh
nelayan, yaitu orang-orang yang bekerja pada pemilik kapal. Sehingga,
pendapatan yang mereka miliki berdasarkan gaji yang disepakati oleh
pemilik kapal. Namun, pendapatan yang dihasilkan oleh satu kali
perjalanan melaut adalah pendapatan bersih, yaitu pendapatan yang
sudah dikurangi dengan beban-beban operasional yang ditanggung
64
oleh pemilik kapal. Rangsum, bahan bakar, dan biaya operasional
kapal sudah menjadi tanggung jawab pemilik kapal.
Besarnya pendapatan yang dihasilkan tiap nelayanan di Muara
Angke sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh:
1. Jumlah tangkapan ikan.
2. Banyaknya kru dalam satu kapal.
3. Bagi hasil yang ditetapkan oleh pemilik kapal
4. Jarak tempuh dalam sekali berlayar.
Lebih lanjut, nelayan Muara Angke juga memiliki unit koperasi
simpan pinjam yang biasanya digunakan saat keadaan terdesak karena
hasil melaut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Adapun jenis tangkapan ikan yang di dapat pada nelayan Muara Angke
adalah Cumi-cumi, Ikan Tuna, Ikan Tingkol, dan beberapa jenis ikan
lainnya yang tidak sengaja tertangkap pada saat menjaring ikan.
Adapun alat tangkap yang dimiliki dari 50 sampe yang diobservasi
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Jenis Aat Tangkat
No. Jenis Jumlah Nelayan yang Memiliki
1 Pukat Kantong 48
2 Jaring Insang 33
3 Jaring Angkat 42
4 Pancing 41
Sumber: Data di olah Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke 2015
Berdasarkan data di atas, rata-rata nelayan Muara Angke memiliki
jenis dan jumlah alat tangkap yang sama. Ini menandakan bahwa
65
nelayan di PPI Muara Angke memiliki tingkat kencenderungan
menangkap ikan dari jenis yang sama juga. Lebih lanjut, hal ini
menyebabkan jarak tempuh melaut yang lebih jauh. Hal ini
dikarenakan agar terhindar dari konflik antar nelayan, karena pada saat
melaut dan menangkap ikan tidak jarang bersinggungan dengan
nelayan dari daerah lain.
Tabel 4.4
Daerah Tempat Menangkap Ikan
No. Jumlah Nelayan
1 Merauke dan sekitarnya 20
2 Selat Karimata 10
3 Laut Jawa 10
4 Selat Maluku 10
Jumlah 50
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta
Berdasarkan data observasi di atas, tenyata nelayan Muara Angke
harus menempuh jarak hingga perairan Merauke untuk menangkap
ikan. Hal ini disebabkan oleh jika melaut disekitar laut jawa, sudah
penuh dengan nelayan lokal dan nelayan tradisional setempat. Hal ini
dapat mengurangi jumlah tangkapamn kedua belah pihak, yang
nantinya akan menimbulkan konflik antar nelayan.
66
4. Kehidupan Nelayan Muara Angke
Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya
sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan
mengumpulkan hasil laut lainnya. Ironisnya, masyarakat nelayan
identik dengan kemiskinan dan kekumuhan. Hal ini juga terjadi pada
nelayan Muara Angke. Nelayan Muara Angke hidup dengan kondisi
kemiskinan, meskipun memiliki pendapatan namun pendapatan
mereka seringkali tidak mencukupi kebutuhan dasar untuk hidup
layak. Padahal, sumber mata pencaharian mereka merupakan lautan
yang cukup luas dan ikan yang sangat banyak.
Pemukiman nelayan terdapat di bagian barat dan selatan Pelabuhan
Muara Angke. Kebanyakan perahu-perahu nelayan memang
disandarkan di sepanjang tepian Kali Angke di barat dan selatan
wilayah ini. Dok kapal nelayan dan tambak uji coba terdapat di bagian
utara. Di samping itu, di kawasan ini juga terdapat kompleks rumah
susun untuk nelayan, terminal bus dan angkutan kota, serta SPBU
(stasiun pengisian bahan bakar umum) untuk kapal-kapal nelayan.
Nelayan Muara Angke rata-rata memiliki waktu melaut bervariatif,
antara 1 (satu) bulan hingga 3 (tiga) bulan. Hasil tangkapan setiap
nelayan bervariatif, tergantung jenis kapal, jenis jaring, dan perairan
yang mereka datangi. Semakin besar jenis kapal dan jenis jaring yang
mereka miliki, maka kemungkinan untuk mendapatkan ikan juga
semakin besar. Pengalaman melaut juga berpengaruh terhadap hasil
67
tangkapan ikan. Biasanya nelayan dengan pengalaman di atas 5 tahun
sudah memiliki kemampuan yang cukup mumpuni untuk diandalkan
dalam menangkap ikan.
Salin hal-hal yang telah disebutkan di atas, faktor utama yang
menyebabkan banyaknya ikan yang ditangkap adalah jarak melaut.
Kendati demikian, para nelaya Muara Angke tidak dapat menjamin
banyaknya ikan walaupun harak yang ditempuh sudah sangat jauh.
Nelayan Muara Angke memiliki perhitungan sendiri mengenai kapan
waktu melaut. Setiap awal tahun dikategorikan oleh para nelayan
sebagai musim yang tak baik untuk mencari ikan. Sebab menurut
mereka musim itu bulan Cina, dimana ombak laut sangat tinggi dan
ikan sangat sulit di dapat. Jika demikian terjadi, penghasilan para
nelayan Muara Angke bergantung kepada kebijakan pemilik kapal atau
bos mereka.
Meskipun demikian, kerap kali kebijakan pemilik kapal ini masih
belum mencukupi kebutuhan dasar para nelayan. Hal ini dikarenakan
kebutuhan logistik seperti beras, sayur, listrik, air, dan lain-lain yang
dirasa cukup mahal. Meskipun kebutuhan sekolah anak-anak nelayan
Mara Angke gratis, namun biaya seperti uang jajan harian dan
trasportasi masih cukup membebani mereka.
Disamping itu, kehidupan nelayan Muara Angke tak lepas dari kesan
perumahan yang kumuh. Banyak diantaranya memiliki tata bangunan
sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umumnya tidak
68
permanen. Fasilitas sanitasi sangat minim sekali. Ada diantaranya yang
langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah,
ataupun ada juga yang membuangnya ke aliran sungai yang terdekat.
Jalan-jalan di sekitar pemukiman nelayan sempit sulit untuk dilalui
oleh kendaraan roda dua. Kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi
dibalik atap-atap rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain.
5. Perikanan
Produksi perikanan di pelabuhan muara angke pada tahun 2015
tercatat sebesar 23.864 ton yang terdiri dari 19.124 ton perikanan
tangkap dan 4.740 perikanan budidaya. Perahu yang digunakan untuk
menangkap ikan sebanyak 567 perahu motor. Sedangkan alat
penangkap ikan yang digunakan adalah payang, pukat rantai, pukat
cincin, dogol, dan lain-lain. Berikut tabel perikanan tahun 2012 hingga
2015.
Tabel 4.5
Produksi Perikanan Muara Angke
No. Tahun Jumlah Kapal Jumlah Produksi (Ton)
1 2012 571 31.426
2 2013 592 25.938
3 2014 475 21.203
4 2015 567 23.864
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 2015
6. Uji Validitas Data
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukam
fungsi ukurannya (Azwar 2006). Selain itu validitas adalah suatu
69
ukuran yang menunjukkan bahwa variabel yang diukur memang benar-
benar variabel yang hendak diteliti oleh peneliti.
Sedangkan menurut Sugiharto dan Sitinjak (2006), validitas
berhubungan dengan suatu peubah mengukur apa yang seharusnya
diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat
ukur penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur. Uji validitas
adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur
yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. Ghozali
(2009) menyatakan bahwa uji validitas digunakan untuk mengukur
sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan
valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Untuk mendeteksi
apakah setiap pertanyaan kuesioner valid, yaitu dengan melihat hasil
Pearson Correlation, jika nilainya lebih besar dari 0,3 maka pertanyaan
tersebut dinyatakan valid.
Tabel 4.6
Uji Validitas Variabel Pengalaman Sebagai Nelayan
No. r Hitung Syarat Keterangan
1 0,431 0,3 Valid
2 0,714 0,3 Valid
3 0,419 0,3 Valid
4 0,690 0,3 Valid
5 0,534 0,3 Valid
70
Tabel 4.7
Uji Validitas Variabel Harga Ikan
No. r Hitung Syarat Keterangan
1 0,684 0,3 Valid
2 0,698 0,3 Valid
3 0,486 0,3 Valid
4 0,670 0,3 Valid
5 0,511 0,3 Valid
Berdasarkan temuan kedua tabel uji validitas di atas, maka seluruh
pertanyaan dalam penelitian ini dinyatakan valid.
B. Temuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
a. Analisis Deskriptif Pendapatan Nelayan
Pendapatan adalah perkalian antara jumlah produksi yang
diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan nelayan adalah
selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan
dalam sekali periode (Suratiyah, 2006). Lebih lanjut pendapatan
dan biaya ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal terdiri dari umur nelayan, pendidikan, pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan
modal. Faktor eksternal berupa harga dan ketersedian sarana
produksi. Ketersedian sarana produksi dan harga tidak dapat
dikuasai oleh nelayan sebagai individu meskipun dana tersedia.
Bila salah satu sarana produksi tidak tersedia maka nelayan akan
mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut, demikian juga
dengan harga sarana produksi misalnya harga bahan bakar sangat
71
tinggi bahkan tidak terjangkau akan mempengaruhi biaya dan
pendapatan.
Sedangkan menurut Sukirno (2012) Pendapatan bersih
nelayan atau laba adalah selisih penerimaan total dengan biaya
total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input
miliki keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Pendapatan
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pendapatan operasional
dan pendapatan non operasional. Pendapatan operasional adalah
pendapatan yang timbul dari penjualan barang dagangan, produk,
atau jasa dalam periode tertentu dalam rangka kegiatan utama atau
yang menjadi tujuan utama perusahaan yang berhubungan
langsung dengan usaha (operasi) pokok perusahaan yang
bersangkutan. Pendapatan ini sifatnya normal sesuai dengan tujuan
dan usaha perusahaan dan terjadinya berulang-ulang selama
perusahaan melangsungkan kegiatannya.
Sedangkan pendapatan non operasional merupakan
pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu,
tetapi bukan diperoleh dari kegiatan utama atau operasional
perusahaan (di luar usaha pokok). Pendapatan non operasional
diperoleh dari kegiatan sampingan yang bersifat insidentil. Berikut
adalah tabel pendapatan total (pendapatan operasional +
pendapatan non operasional) nelayan di Muara Angke
72
Tabel 4.8
Rentang Pendapatan Nelayan Muara Angke
Rentang Pendapatan Jumlah Persentase
Rp 2.000.000 – Rp 2.999.000 1 2%
Rp 3.000.000 – Rp3.999.000 3 6%
Rp 4.000.000 – Rp 4.999.000 30 60%
Rp 5.000.000 – Rp 5.999.000 14 28%
> Rp 6.000.000 2 4%
Jumlah 50
Sumber: Data diolah Koperasi Nelayan Muara Angke 2016
Dapat lihat bahwa dari 50 sampel yang diambil, terdapat 1
orang yang memiliki pendapatan di bawah 3 juta, dan hanya 2
orang yang memiliki pendapatan di atas 6 juta. Meskipun
demikian, hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa tingkat
kemiskinan yang terjadi di kampung nelayan Muara Angke cukup
memprihatinkan. Sebagian besar nelayan masih hidup di dalam
gubuk yang tidak layak untuk dihuni.
Tabel 4.9
Jenis Rumah Nelayan Muara Angke
Rentang Pendapatan Jumlah Persentase
Tidak Memiliki Rumah 3 6%
Gubuk Kayu 24 48%
Semi Permanen 22 44%
Permanen 1 2%
Jumlah 50
Sumber: Data diolah Koperasi Nelayan Muara Angke 2016
Berdasarkan tabel tersebut, dari 50 sampel yang di
observasi, terdapat 3 orang nelayan yang tidak memiliki rumah,
atau tinggal dan menetap di kapal, 24 nelayan yang tinggal di
73
gubuk kayu, 22 orang nelayan tinggal di rumah semi permanen,
dan 1 orang yang tinggal di rumah permanen. Sangat ironis melihat
kondisi kesejahteraan nelayan apabila dibandingan dengan potensi
kekayaan laut yang ada di Indonesia.
b. Analisis Deskriptif Harga Ikan terhadap Pendapatan Nelayan
Harga adalah satuan nilai yang diberikan pada suatu
komoditi sebagai informasi kontraprestasi dari produsen/pemilik
komoditi. Dalam teori ekonomi disebutkan bahwa harga suatu
barang atau jasa yang pasarnya kompetitif, maka tinggi rendahnya
harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Alfred
Marshall (1842-1924) dalam bukunya Principles of Economics,
yang diterbitkan tahun 1890 menjelaskan bahwa permintaan dan
penawaran secara simultan menentukan harga. Marshall percaya
bahwa permintaan dan penawaran secara bersama-sama
menentukan harga (P) dan kuantitas keseimbangan suatu barang
(Q) (Nicholson, 2002: 144)
Disisi lain, harga ikan yang ditangkap oleh nelayan di
Muara Angke ternyata tidak berdasarkan mekanisme penawaran
dan permintaan. Harga ikan di Muara Angke ditentukan melalui
jenis tangkapan ikan yang di tangkap serta sudah ditetapkan oleh
pemilik kapal (bos kapal). Secara umum, jenis tangkapan yang
terdapat pada Muara Angke adalah Ikan Tuna, Ikan Tongkol,
74
Cumi-cumi, dan beberapa ikan lainnya yang menjadi bahan baku
ikan asin.
Lebih lanjut, sebagian besar nelayan Muara Angke tidak
memiliki hak tawar untuk menaikkan harga jual. Ini dikarenakan
sesuai dengan perjanjian kontrak pekerjaan yang mereka miliki
bahwa sebagai buruh nelayan hanya mendapatkan gaji yang
diperoleh berdasarkan banyaknya jenis tangkapan dan banyaknya
ikan yang ditangkap dan bekal serta biaya operasional selama
melaut. Selain itu, opsi menjadi buruh adalah satu-satunya pilihan
dikarenakan mahalnya biaya mejadi nelayan yang memiliki kapal
motor sendiri. Harga kapal yang mencapai ratusan juta, biaya
operasional, dan mahalnya pajak yang harus dibayar membuat opsi
menjadi buruh nelayan tidak dapat dihindari.
Meskipun demikian, harga yang ditetapkan oleh bos kapal
ini juga berubah-ubah sesuai dengan musim dan permintaan pasar.
Berikut adalah tabel dan grafik mengenai harga dan jenis
tangkapan Nelayan Muara Angke:
Tabel 4.10
Jenis Rumah Nelayan Muara Angke
No. Rentang Pendapatan Rata-Rata Harga
(per kg)
Jumlah
Nelayan
1 Cumi-cumi 8.000 38
2 Ikan Tongkol 14.000 49
3 Ikan Tuna 17.000 50
4 Ikan Tenggiri 16.000 50
5 Ikan Kakap 16.000 46
Sumber: Data diolah Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke 2016
75
Grafik 4.1
Fluktuasi Harga Ikan di Muara Angke
Sumber: Data diolah Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke 2016
Berdasarkan data di atas, nelayan Muara Angke memiliki
kecenderungan untuk menangkap ikan Tongkol, Tuna, Tenggiri,
dan Kakap. Hal ini dikarenakan harga jual per-kg yang lebih tinggi
dari harga cumi-cumi. Namun, untuk mendapatkan ikan ikan
tersebut dihadapkan pada jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk
menangkap ikan-ikan tersebut di perairan Merauke dan Sulawesi.
Sedangkan untuk tangkapan cumi-cumi tersebar hampir merata di
perairan laut jawa yang dianggap oleh nelayan Muara Angke
sebagai perairan dekat.
c. Analisis Deskriptif Pengalaman Sebagai Nelayan
Pengalaman adalah proses pembentukan pengetahuan atau
keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan
seseorang dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 2008 :
15). Pengalaman sebagai nelayan adalah pengetahuan atau
0
5000
10000
15000
20000
Cumi-Cumi Ikan Tongkol Ikan Tuna
Ikan Tenggiri Ikan Kakap
76
keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai nelayan dari
perbuatan atau pekerjaan melaut yang telah dilakukan selama
beberapa waktu tertentu. Ada beberapa hal yang menjadi tolak
ukur pengalaman seseorang, khususnya sebagai nelayan,
diantaranya (Foster, 2011:43):
1. Lama waktu/ masa kerja. Ukuran tentang lama waktu
atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat
memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah
melaksanakan dengan baik.
2. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur,
kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh
karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan
untuk memahami dan menerapkan informasi pada
tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan
merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk
mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.
3. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Tingkat
penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek – aspek
tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan.
Dari uraian tersebut dapat diketahui, bahwa seorang
nelayan yang berpengalaman akan memiliki gerakan yang mantap
dan lancar, gerakannya berirama, lebih cepat menanggapi tanda-
77
tanda, dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap
menghadapinya, dan bekerja dengan tenang serta dipengaruhi
faktor lain yaitu : lama waktu/masa kerja seseorang, tingkat
pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki dan tingkat
penguasaan terjadap pekerjaan dan peralatan. Oleh karena itu
seorang nelayan yang mempunyai pengalaman kerja adalah
seseorang yang mempunyai kemampuan jasmani, memiliki
pengetahuan, dan keterampilan untuk bekerja serta tidak akan
membahayakan bagi dirinya dalam bekerja.
Grafik 4.2
Rentang Pengalaman dan Pendapatan
Sumber: Data diolah Koperasi Nelayan Muara Angke 2016
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa semakin
lama pengalaman melaut, makan dapat dipastikan jumlah
pendapatan yang diperoleh nelayan Muara Angke semakin besar.
Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan bos kapal
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
< 2 Tahun 3 - 7 Tahun 8 - 11 Tahun 12 - 15 Tahun 16 - 20 Tahun
Pendapatan (Rupiah)
Pendapatan (Rupiah)
78
terhadap kualitas melaut nelayan dan kapten kapal tersebut.
Biasanya kapten kapal mendapatkan pendapatan lebih dari bos
kapal. Semakin banyak jam terbang melaut, maka pendapatan
nelayan akan semakin meningkat. Namun peningkatan pendapatan
nelayan ini cenderung lambat. Untuk mendapatkan gaji sebesar Rp
6.000.000 per bulan, seorang nelayan setidaknya harus telah
melaut selama 16 hingga 20 tahun.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Interpretasi dari model regresi berganda secara implisit
bergantung pada asumsi bahwa antar variabel bebas yang
digunakan dalam model tersebut tidak saling berkolerasi.
Koefisien-koefisien regresi biasanya diinterpretasikan sebagai
ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya
naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap
tetap. Namun interpretasi ini menjadi salah apabila terdapat
hubungan linear antar variabel bebas.
Tabel 4.11
Matriks Korelasi Pengalaman Harga Ikan
Pengalaman 1.000000 0.140350
Harga Ikan 0.140350 1.000000
Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi
korelasi yang kuat diantara variabel-vaiabel bebas (X) yang
79
diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linear. Untuk
mendeteksi apakah model regresi terjadi multikoliearitas atau
tidak, dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel bebas
(Correlation Matrix). Pada tabel 4.9, terlihat bahwa koefisien antar
variabel independen masing masing sebesar 0.140350 maka dapat
dikatakan bahwa koefisien korelasi antar variabel kecil, tidak
terjadi indikasi multikolinearitas
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasitas merupakan keadaan dimana varians dari
setiap gangguan tidak konstan. Uji heteroskedasitas dapat
dilakukan dengan menggunakan White Heteroskedasticity. Untuk
mendeteksi adanya heteroskedastisitas atau tidak, dengan melihat
nilai p-value*obs-square.
Ho = p-value < α, tidak terdapat heteroskedastisitas
Hi = p-value > α, terdapat heteroskedastisitas
Tabel 4.12
Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.408993 Prob. F(3,46) 0.6667
Obs*R-squared 0.855311 Prob. Chi-Square(3) 0.6520
Scaled explained SS 0.561555 Prob. Chi-Square(3) 0.7552
Berdasarkan tabel estimasi 4.10 di atas, diperoleh nilai p-
value Obs*R Squared sebesar 0,681 > 0,05, Ho diterima Hal ini
80
mengindikasikan bahwa model regresi yang di uji tidak terdapat
masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu
observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih
mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena
berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data
pada masa – masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap
dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antar
objek. (Winarno, 2015)
Berdasarkan hasil output nilai Durbin Watson (DW) yang
dihasilkan adalah 1,42. Sedangkan dari tabel DW dengan
signifikansi 0,05 (5%) dan jumlah data (n) = 50, serta jumlah
variabel independen (k) = 2 diperoleh nilai dL sebesar 1,4625 dan
dUsebesar 1,6283.
Tabel 4.12
Hasil Uji OLS Dependent Variable: PENDAPATAN
Method: Least Squares
Date: 10/06/16 Time: 10:54
Sample: 1 50
Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 281.1458 7099.390 3.960140 0.0003
PENGALAMAN 20.54644 13.02381 1.777606 0.0014
HARGA 12.66252 12.60225 1.904782 0.0032 R-squared 0.689998 Mean dependent var 14987.70
Adjusted R-squared 0.629381 S.D. dependent var 3665.378
S.E. of regression 3611.129 Akaike info criterion 19.27955
Sum squared resid 6.13E+08 Schwarz criterion 19.39427
Log likelihood 478.9888 Hannan-Quinn criter. 19.32324
81
F-statistic 1.741634 Durbin-Watson stat 1.426111
Prob(F-statistic) 0.000186
Pada tabel 4.12 terlihat bahwa nilai Durbin Watson adalah
1,426111. Sehingga nilai d (Durbin Watson) tidak berada diantara
1,58 – 2,42, maka mengindikasikan dari hasil output tersebut
terdapat adanya otokorelasi positif dalam penelitian ini. Uji DW
juga memiliki kelemahan, yaitu; ketika mendapati nilai DW yang
terletak antara batas bawah dan batas atas pada tabel DW, maka
dapat diputuskan bahwa data tersebut terdapat masalah
autokorelasi, namun nilai statistik DW tersebut tidak dapat
memutuskan apakah residual berkorelasi atau tidak
(Nachrowi;192,2006).
Untuk mengatasi masalah ini dapat diuji dengan
menggunakan Lagrange Multiplier (LM), yang dikembangkan oleh
Breusch – Godfrey (Nachrowi, 2006: 192). Uji tersebut dapat
dilihat dari nilai Obs*R squared yang telah dikalikan dengan
banyaknya observasi sehingga nilai koefisien determinasi (R2) jauh
lebih besar, selain itu dilihat pula dari nilai probabilitasnya apabila
lebih besar dari dari α = 5%, maka tidak terdapat adanya
autokorelasi.
Tabel 4.13
Hasil Uji Lagrange Multiplier Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.106572 Prob. F(2,45) 0.1335
Obs*R-squared 4.280507 Prob. Chi-Square(2) 0.1176
82
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3179.072 7150.347 0.444604 0.6587
PENGALAMAN 0.730033 12.79942 0.057036 0.9548
HARGA 8.098094 13.45534 0.601850 0.5503
RESID(-1) 0.305511 0.152795 1.999479 0.0516
RESID(-2) 0.009206 0.156185 0.058940 0.9533 R-squared 0.856100 Mean dependent var 6.18E-13
Adjusted R-squared 0.433120 S.D. dependent var 3536.665
S.E. of regression 3528.998 Akaike info criterion 19.27006
Sum squared resid 5.60E+08 Schwarz criterion 19.46126
Log likelihood 476.7514 Hannan-Quinn criter. 19.34287
F-statistic 1.053286 Durbin-Watson stat 2.036090
Prob(F-statistic) 0.390629
Pada tabel 4.13 hasil output pada Uji Breusch – Godfrey
Serial Correlation test dilihat dari nilai Obs*R squared setelah
dikalikan dengan banyaknya observasi adalah 4,280507, maka
koefisien determinasi jauh lebih besar, selain itu terlihat dari nilai
probabilitasnya adalah 0.1176. Dapat terlihat bahwa nilai
probabilitasnya lebih besar dari α = 5%, sehingga tidak terdapat
autokorelasi.
d. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen, atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi
yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.
Untuk mendeteksi apakah model regresi terdistribusi normal atau
tidak, dengan membandingan nilai p-value terhadap nilai α.
Ho = p-value < α, data tidak terdistribusi normal
Hi = p-value > α, data terdistribusi normal
83
Grafik 4.3
Hasil Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-8000 -6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000
Series: ResidualsSample 1 50Observations 50
Mean 6.18e-13Median 189.6882Maximum 7326.287Minimum -7317.226Std. Dev. 3536.665Skewness -0.011879Kurtosis 2.486082
Jarque-Bera 0.551409Probability 0.759037
Dari grafik tersebut, diketahui bahwa nilai p-value sebesar
0,759037 > dari α 0,05, Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi tersebut terdistribusi normal.
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis
dalam penelitian ini dapat diterima secara statistik atau tidak. Dalam
pengujian hipotesis ini menggunakan Uji t, Uji F, dan Uji Adjusted R
squared. Model penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least
Square dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut:
Pendapatan Nelayan = 281.1458 + 20.54644Pengalaman +
12.66252Harga + ɛ
Dimana:
Pengalaman : nilai variabel Pengalaman Sebagai Nelayan (tahun)
Harga : nilai variabel Harga Ikan di Pasar (rupiah)
84
Dari model persamaan regresi tersebut, dapat disimpulkan
beberapa hal, antara lain:
1) Nilai konstanta pada model persamaan regresi tersebut
adalah, 281.1458, yang berarti apabila seluruh variabel
independen konstan atau bernilai nol, maka besarnya
pendapatan nelayan Muara Angke sebesar 281.1458
rupiah.
2) Nilai koefisien regresi variabel Pengalaman Sebagai
Nelayan sebesar 20,54644 atau dibulatkan menjadi
20,5. Hal ini berarti setiap peningkatan 1 tahun
Pengalaman Sebagai Nelayan akan meningkatkan
Pendapatan Nelayan Muara Angke sebesar 20,5 rupiah.
3) Nilai koefisien regresi variabel Harga Ikan sebesar
12.66252, atau dibulatkan menjadi 12,7. Hal ini berarti
setiap peningkatan 1 rupiah Harga Ikan, akan
menaikkan Pendapatan Nelayan Muara Angke sebesar
12,6 rupiah%
a. Uji Hipotesis Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk melakukan uji koefisien regresi secara
individu (parsial). Apabila nilai hitung |t| > tα2, maka nilai t berada
dalam daerah penolakan, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan
(Hi) pada tingkat kepercayaan 95%, tingkat signifikansi 5% (α =
0,005). Dan sebaliknya, apabila t hitung lebih kecil dari t tabel,
85
maka nilai t berada dalam daerah penerimaan, sehingga hipotesis
nol (Ho) diterima dan (Hi) ditolak pada tingkat kepercayaan dan
tingkat signifikansi yang sama.
Tabel 4.14
Hasil Uji t-Statistic
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 281.1458 7099.390 3.960140 0.0003
PENGALAMAN 20.54644 13.02381 1.777606 0.0014
HARGA 12.66252 12.60225 1.904782 0.0032
Pada tabel 4.14 merupakan hasil uji t pada nilai
Pengalaman Sebagai Nelayan, Harga Ikan, dan Kuantitas
Penangkapan Ikan terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke
secara parsial (individu). Hipotesis dalam uji tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Variabel Pengalaman Sebagai Nelayan
Hi: < 0 : Terdapat pengaruh positif Pengalaman
Sebagai Nelayan terhadap Pendapatan
Nelayan Muara Angke.
Ho: > 0 : Tidak terdapat pengaruh positif Pengalaman
Sebagai Nelayan terhadap Pendapatan
Nelayan Muara Angke.
Berdasarkan hasil regresi tabel 4.9, nilai t-statistik
pada variabel Pengalaman Sebagai Nelayan sebesar
1.777606 dan t-tabel sebesar 1,67591. Dari hasil
tersebut, maka menolak Ho dan menerima Hi yang
86
berarti, terdapat pengaruh positif variabel Pengalaman
Sebagai Nelayan terhadap Pendapatan Nelayan. Dalam
uji tersebut, nilai Prob. adalah 0,0014, maka nilai
probabilitas lebih kecil dari α = 5%, (0,0014<0,05)
sehingga dapat dinyatakan signifikan yang berarti hasil
uji pada variabel tersebut menunjukkan terdapat
pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan
nelayan di Muara Angke.
2) Variabel Harga Ikan
Hi: < 0 : Terdapat pengaruh positif Harga Ikan
terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke.
Ho: > 0 : Tidak terdapat pengaruh positif Harga Ikan
terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke
Berdasarkan hasil regresi tabel 4.9, nilai t-statistik
pada variabel Harga Ikan sebesar 1.904782 dan t-tabel
sebesar 1,67591. Dari hasil tersebut, maka menolak Ho
dan menerima Hi yang berarti, terdapat pengaruh positif
variabel Harga Ikan terhadap Pendapatan Nelayan.
Dalam uji tersebut, nilai Prob. adalah 0,0032, maka
nilai probabilitas lebih kecil dari α = 5%, (0,0065<0,05)
sehingga dapat dinyatakan signifikan yang berarti hasil
uji pada variabel tersebut menunjukkan terdapat
87
pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan
nelayan di Muara Angke.
b. Uji Hipotesis Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien regresi
secara besramaan (Simultan). Dengan ketentuan pada tingkat
kepercayaan 95% dan tingkat signifikansi 5% ;
1) Apabila F statistik > F tabel, maka terdapat pengaruh
positif secara bersama – sama (simultan) pada variabel
independen terhadap variabel dependen (terikat).
2) Apabila F statistik < F tabel, maka tidak terdapat
pengaruh positif secara bersama – sama (simultan) pada
variabel independen terhadap variabel dependen
(terikat).
Dari syarat-syarat tersebut, maka dapat ditentukan
hipotesisnya sebagai berikut:
Hi : Terdapat pengaruh yang signifikan Pengalaman
Sebagai Nelayan, dan Harga Ikan terhadap
Pendapatan Nelayan Muara Angke
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan
Pengalaman Sebagai Nelayan, dan Harga Ikan
terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke
Tabel 4.15
Hasil Uji F
F-statistic 17.41634
Prob(F-statistic) 0.000186
88
Pada tabel 4.15 hasil uji tersebut nilai F statstik adalah
17.41634 dan nilai F tabel adalah 2,81, maka (17.41634>2,81) dan
nilai probabilitasnya adalah 0,000186, maka pada = 5%, maka
nilai probabilitas pada penelitian tersebut lebih kecil dari tingkat
signifikansi (0,000186<0,05). Sehingga dapat disimpulkan hasil
dari penelitian tersebut terdapat pengaruh yang signifikan variabel
Pengalaman Sebagai Nelayan dan Harga Ikan terhadap Pendapatan
Nelayan Muara Angke dan dari hasil nilai probabilitas yang lebih
kecil maka secara simultan variabel variabel independen terhadap
variabel dependen memiliki hubungan signifikan. Dengan begitu,
hasil penelitian tersebut menolak hipotesis H0 dan menerima Hi.
4. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai Koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar
variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X.
Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi
dari Y secara keseluruhan tidak dapat diterangkan oleh variabel X
sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara
keseluruhan dapat diterangkan secara keseluruhan oleh variabel X.
Tabel 4.16
Hasil Koefisien Determinasi (R2)
R-squared 0.689998
Adjusted R-squared 0.629381
89
Pada hasil uji pada tabel 4.16 terlihat bahwa nilai koefisien
determinasi adalah 0.689998 apabila dibulatkan menjadi 0,69 dan
Adjusted R2 adalah 0.629381 apabila dibulatkan menjadi 0,63. Hal ini
berarti 69% Pendapatan Nelayan di Muara Angke dapat dijelaskan
oleh variabel Pengalaman Sebagai Nelayan dan Harga Ikan.
Sedangkan, 31% lainnya dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar
penelitian ini.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Pengalaman Sebagai Nelayan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Pendapatan Nelayan Muara Angke.
2. Harga Ikan berpengaruh positif signifikan terhadap Pendapatan
Nelayan Muara Angke.
3. Berdasarkan hasil estimasi regresi linier berganda, variabel
Pengalaman Sebagai Nelayan dan Harga Ikan secara simultan
berpengaruh terhadap varibel Pendapatan Nelayan Muara
Angke.
B. Saran
Berdasarkan penarikan kesimpulan hasil penelitian, maka saran
yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah
Untuk mendorong peningkatan pendapatan nelayan, sudah seharusnya
pemerintah, dalam hal ini direpresentasikan oleh Dinas Perikanan dan
Kelautan DKI Jakarta, dapat memberikan pembinaan dan
pengembangan kemampuan nelayan dan meningkatkan teknologi dalm
menangkap ikan dengan teknologi yang tepat guna. Selain itu,
masyarakat nelayan Muara Angke perlu diberikan penyuluhan terkait
91
kelayakan dalam menangkap ikan. Meskipun massayarakat nelayan
telah banyak memiliki pengalaman, namun penyuluhan ini perlu
dilakukan terutama berorientasi kepada penggunaan dan pemanfaatan
teknologi.
2. Bagi Masyarakat Nelayan Muara Angke
Peralatan yang digunakan oleh para nelayan pada umumnya masih
minim teknologi, dan cenderung tradisional. Sering kali hal ini
membat pendapatan melaut tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Dalam hal ini, para nelayan harus menggunakan tenaga kerja yang
efisien dan perlunya bantuan dana dari pemilik kapal untuk
mendukung peralatan penangkapan ikan yang diperlukan oleh nelayan.
3. Bagi penelitian selanjutnya,
Penelitian ini hanya menggunakan 50 sampel dari jumlah 3.328
nelayan di Muara Angke. Hal ini membuat penelitian selanjutnya
memiliki peluang untuk meningkatkan jumlah sampel dan menambah
variabel independen ekonomi seperti biaya produksi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (2004). Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta: STIE YKPN.
Bastian, Indra dan Gatot S,. (2006) Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Boediono. (2012). Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Gujarati, Damodar N. (2007). Dasar-dasar ekonometrika Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Halim, Abdul. (2007). 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Halim, Abdul. (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik. (Problematika Penerimaan dan
Pengeluaran Pemerintah). Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. (2004). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba
Empat.
Hermi Oppier. (2013). Analisis Pengaruh Pelaksanaan Otonomi Daerah Terhadap
Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara”. Jurnal
Benchmark Volume 2 November 2013.
Jhingan, M.L. (2012) Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mahmudi. (2010). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.
Mahmudi (2013). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
Mahsun, Muhammad. (2012). Pengukuran Kinerja Sektor Publik Edisi Pertama. Yogyakarta:
BPFE-UGM
Mardiasmo. (2004). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Nachrowi, Djalal & Hardius Usman. (2008). Penggunaan Teknik Ekonometrik Edisi Revisi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 Tentang
Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Saragih, Juli P. (2010). Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Sukirno, Sadono.(2015). Pengantar Teori Makroekonomi. Depok: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI
Suparmoko, M dan Suparmoko Maria R. (2012). Pokok – Pokok Ekonomika. Yogyakarta: BPFE-
UGM
Tarigan, Raja Malem. (2012). Pengaruh Desentralisasi Dan Pendapatan Perkapita Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Todaro, Michael P. (2010). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid ke-3. Jakarta: Erlangga
Winaryo, Wing Wahyu. (2007). Analisis ekonometrika dan statistika dengan Eviews Edisi
Kelima. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Menejemen YKPN
Yuliati. (2001). Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai Otonomi Daerah,
Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.
93
LAMPIRAN 1
Hasil Data Primer
No
Responden
Variabel
Pendapatan
Variabel
Pengalaman
Sebagai Nelayan
Variabel Harga
Ikan
1 24 24 20
2 25 24 21
3 24 25 23
4 24 24 23
5 25 25 22
6 25 24 23
7 25 24 22
8 23 24 21
9 23 23 22
10 24 25 23
11 22 24 23
12 24 24 22
13 24 24 20
14 24 24 22
15 24 24 22
16 25 22 23
17 25 25 22
18 24 23 23
19 24 24 23
20 25 24 23
21 25 24 21
22 25 22 19
23 25 23 22
24 23 21 22
25 23 23 23
26 25 24 23
27 25 24 25
28 25 24 22
29 24 25 21
30 25 25 21
31 25 23 21
32 25 24 22
33 25 23 22
34 24 23 23
35 24 22 23
36 23 23 22
37 23 25 23
94
38 23 23 23
39 24 24 21
40 24 23 22
41 24 24 22
42 25 25 22
43 25 25 22
44 25 24 23
45 25 24 22
46 25 22 21
47 24 22 22
48 24 23 22
49 25 25 20
50 25 24 20
95
LAMPIRAN 2
Hasil Uji Regresi
UJI OLS
Dependent Variable: PENDAPATAN
Method: Least Squares
Date: 10/06/16 Time: 10:54
Sample: 1 50
Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 281.1458 7099.390 3.960140 0.0003
PENGALAMAN 20.54644 13.02381 1.777606 0.0014
HARGA 12.66252 12.60225 1.904782 0.0032 R-squared 0.689998 Mean dependent var 14987.70
Adjusted R-squared 0.629381 S.D. dependent var 3665.378
S.E. of regression 3611.129 Akaike info criterion 19.27955
Sum squared resid 6.13E+08 Schwarz criterion 19.39427
Log likelihood 478.9888 Hannan-Quinn criter. 19.32324
F-statistic 1.741634 Durbin-Watson stat 1.426111
Prob(F-statistic) 0.000186
Uji Multkolinearitas
1 0.1403502449142503
0.1403502449142503 1
96
Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-8000 -6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000
Series: ResidualsSample 1 50Observations 50
Mean 6.18e-13Median 189.6882Maximum 7326.287Minimum -7317.226Std. Dev. 3536.665Skewness -0.011879Kurtosis 2.486082
Jarque-Bera 0.551409Probability 0.759037
Uji Auto Korelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.106572 Prob. F(2,45) 0.1335
Obs*R-squared 4.280507 Prob. Chi-Square(2) 0.1176
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 10/06/16 Time: 11:06
Sample: 1 50
Included observations: 50
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3179.072 7150.347 0.444604 0.6587
PENGALAMAN 0.730033 12.79942 0.057036 0.9548
HARGA 8.098094 13.45534 0.601850 0.5503
RESID(-1) 0.305511 0.152795 1.999479 0.0516
RESID(-2) 0.009206 0.156185 0.058940 0.9533 R-squared 0.856100 Mean dependent var 6.18E-13
Adjusted R-squared 0.433121 S.D. dependent var 3536.665
S.E. of regression 3528.998 Akaike info criterion 19.27006
Sum squared resid 5.60E+08 Schwarz criterion 19.46126
Log likelihood 476.7514 Hannan-Quinn criter. 19.34287
F-statistic 1.053286 Durbin-Watson stat 2.036090
Prob(F-statistic) 0.390629
97
Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.408993 Prob. F(2,47) 0.6667
Obs*R-squared 0.855311 Prob. Chi-Square(2) 0.6520
Scaled explained SS 0.561555 Prob. Chi-Square(2) 0.7552
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 10/06/16 Time: 11:08
Sample: 1 50
Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 25630463 15588435 1.644197 0.1068
PENGALAMAN^2 -56.26230 66.93453 -0.840557 0.4049
HARGA^2 -26.13679 75.84929 -0.344588 0.7319 R-squared 0.017106 Mean dependent var 12257839
Adjusted R-squared -0.024719 S.D. dependent var 15094621
S.E. of regression 15280044 Akaike info criterion 35.98012
Sum squared resid 1.10E+16 Schwarz criterion 36.09484
Log likelihood -896.5030 Hannan-Quinn criter. 36.02380
F-statistic 0.408993 Durbin-Watson stat 1.705183
Prob(F-statistic) 0.666661
98
LAMPIRAN 3
Hasil Wawancara
Angin pantai sore pesisir utara Jakarta seakan menjadi teman setia
seorang nelayan bernama Alip (36) yang tengah duduk manis di
sebuah warung, tepat pinggir pantai dekat jajaran perahu menepi.
Alip peneliti temui pada Rabu (8/10/16) saat tengah rehat usai
pulang melaut beberapa hari lalu. Alip berperawakan sedang, tidak
terlalu tinggi, dan berambut ikal. Pembawaanya sangat santai,
berpakaian ala anak muda dengan celana jeans sobek dibagian lutut
dan baju tanpa lengan. Saat itu ia sedang berkumpul saja dengan para
nelayan lainnya. Ini aktivitas yang Alip lakukan usai satu setengah
bulan melaut.
Alip mengatakan, kira-kira satu bulan setengah melaut hingga
Merauke. Ia memulai melaut pasca lebaran hingga awal Oktober.
Musim ini ia mendapat lima kwintal ikan campuran yang
menghasilkan pendapatan Rp 8 juta rupiah. Pendapatan ini Alip
kategorikan sebagai pendapatan tertinggi.
“Pendapatan ikan segitu tergantung keahlian. Banyak yang
dibawah saya dapatnya 4 kwintal – 5 kwintal. Iya karena saya 20
tahun melayar ya. Iya dipastikan seperti itu. Nelayan itu pasang surut
pendapatannya. Kalau nelayan fix pendapatannya. Itu sepertinya
bohong,”
99
Faktor utama yang menyebabkan banyaknya ikan yang ditangkap
adalah jarak melaut. Kendati demikian, ia tak dapat menjamin nasib
baik selalu datang pada nelayan. Di awal tahun, dikategorikan oleh
para nelayan sebagai musim yang tak baik untuk mencari ikan. Sebab
menurutnya musim itu bulan Cina, dimana ombak laut sangat tinggi.
“Memang sudah dari sananya, bulan Cina kami menyebut. Bulan
Cina itu maksudnya tinggi. Tapi kalau nelayan yang bandel, tetap
melaut saja.”
Di bulan Cina itu ia pernah menggugurkan segala risiko untuk tetap
melaut bersama beberapa teman nelayan, dan benar saja tidak ada hasil
yang mereka dapat.
“Penghasilan terendah berapa ya, enggak bawa hasil pula juga
pernah, nol rupiah. Mau gimana lagi?.”
Jika sudah demikian, para nelayan hanya dapat menggantungkan
nasib ke para bos kapal.
“Allohualam belas kasihan bos. Tergantung dari kita
pembawaanya gimana ke bos. Kalau kita terkenal jujur, bos ngasih
saja. Saya biasanya dikasih Rp 1.500.000 hingga Rp 2.000.000 untuk
uang rokok,”
Namun diakui Alip kerap kali, belas kasihan tak cukup untuk
membiayai kebutuhan rumah tangganya. Alip menceritakan, ia tinggal
di pinggir pantai bersama Reni istri yang tak bekerja. Lalu ada tiga
anak, bernama Rudi Ardiansyah Sekolah Menengah Atas (SMA),
100
Tika Sari duduk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan terakhir
Yulianti baru saja naik ke kelas 3 Sekolah Dasar (SD).
Dari segi kebutuhan, Alip mengaku ketiga anaknya mendapat
fasilitas sekolah gratis. Namun ia harus juga memenuhi uang jajan
ketiga anaknya.
Kebutuhan terbesar keluarganya adalah kebutuhan logistik sehari-
hari. Seperti beras, sayur, bayar listrik, dan lain-lain. Jika tak melaut,
Alip meminjam uang kepada bos sebesar Rp 3.000.000. Untuk
melunasinya, dipotong upah kedepan.
Nelayan, Alip pastikan memiliki rumah tidak bagus. Bahkan
kebanyakan berdinding bambu dengan lingkungan yang tak bersih.
Rumah Alip berukukuran (Yang kecil berapa ya?) dan diisi oleh lima
orang.
“Kalau menurut saya tidak membela pemerintah atau bos ya.
Kesejahteraan nelayan jauh dari kesejahteraan. Katanya sekarang
nelayan diperhatikan, mana? Hanya bisa menenggelamkan kapal.
Memang itu bagus juga tapi kita rumah bisa dilihat tidak layak,
kehidupan gini-gini saja,”
101
LAMPIRAN 4
FOTO – FOTO PENELITIAN
102
103
104