26
1 LAPORAN KASUS Myelopati ec Infeksi Virus dd Autoimun dengan APEG, IHDDiajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf Diajukan Kepada: Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc Disusun Oleh: Galih Okta Satria 1810221116 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA 2020

Myelopati ec Infeksi Virus dd Autoimun dengan APEG, IHD … · 1 LAPORAN KASUS “Myelopati ec Infeksi Virus dd Autoimun dengan APEG, IHD” Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    LAPORAN KASUS

    “Myelopati ec Infeksi Virus dd Autoimun dengan APEG, IHD”

    Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

    di Bagian Saraf

    Diajukan Kepada:

    Pembimbing:

    dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc

    Disusun Oleh:

    Galih Okta Satria 1810221116

    KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

    2020

  • 2

    LEMBAR PENGESAHAN

    LAPORAN KASUS

    Telah dipresentasikan dan disetujui laporan kasus yang berjudul

    Myelopati ec Infeksi Virus dd Autoimun dengan APEG, IHD

    Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu

    Penyakit Saraf di RSUD Ambarawa

    Disusun Oleh :

    Galih Okta Satria 1820221116

    Telah disetujui

    Ambarawa, Maret 2020

    Mengetahui,

    Dokter Pembimbing

    dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc

  • 3

    Identitas Pasien

    Nama : Tn. S

    RM : 1815xxxx

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Tanggal Lahir : 19 Oktober 1970

    Usia : 49 Tahun

    Alamat : Merakmati

    Status : Menikah

    Agama : Islam

    Tanggal Pemeriksaan : 4 Maret 2020

    Jam Masuk : 15:17:34

    Dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 14.30

    WIB di ruang perawatan Mawar RSUD Ambarawa, Semarang.

    Keluhan Utama: Nyeri pada anggota gerak tubuh

    Riwayat Penyakit Sekarang : Tn.S datang ke RSUD dengan keluhan nyeri pada

    anggota gerak seluruh tubuh terutama tangan dan kaki sejak 4 hari SMRS, nyeri

    disarakan setelah mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi yang biasa diminum

    secara rutin dan setelah memotong keramik memakai gerindra lebih dari satu jam,

    nyeri dirasakan terus-menerus, nyeri juga dirasakan pada bagian uluhati namun

    tidak menjalar ke punggung, disertai dengan demam naik turun, mual serta

    muntah. Satu hari setelah masuk bangsal pasien merasakan nyeri semakin

    bertambah dan disertai dengan kram dan terasa kebas pada tangan dan kaki

    sehingga merasa terganggu dan tidak nyaman. Kemudian pasien dikonsulkan ke

    dokter spesialis saraf oleh dokter penanggung jawab sebelumnya. Pasien

    mengatakan sejak 2 bulan sebelumnya pernah merasakan kram, kebas dan tidak

    dapat menggerakan kaki. Keluhan ini dirasakan sering terjadi namun pasien

  • 4

    mengatakan dapat membaik sendiri dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

    Sejak 1 minggu terakhir pasien mengatakan tangan dan kaki semakin terasa kaku

    dan tidak membaik saat istirahat. Pasien sudah mengkonsumsi obat dari dokter

    keluarga namun tidak ada perbaikan. Keluhan ini di rasakan semakin lama

    semakin memberat sehingga timbul keluhan tidak bisa berdiri dan berjalan. Pasien

    mengeluhkan kekauan dirasakan semakin terasa pada malam hari sebelum tidur,

    jari-jari terasa kaku kadang disertai rasa panas, hal ini menyebabkan pasien

    kesulitan dalam memegang suatu benda dan melakukan aktivitas. Pasien harus

    menyeret kakinya untuk berjalan dan sendal yang dipakai sering terlepas dari

    kakinya. Pasien masih mampu sedikit merasakan saat kaki menapakan lantai, hal

    ini menyebabkan pasien kesulitan dalam melakukan pekerjaanya sebagai buruh

    toko bangunan sehingga sulit untuk mengangkut bahan material dan mengendarai

    mobil. Pasien memutuskan untuk datang ke RSUD Ambarawa karena saat ini

    rasa kram, kaku dan kesemutan pada jari semakin sering terjadi dan dirasakan

    semakin mengganggu pasien saat melakukan perkerjaan, ditambah lagi kekakuan

    pada jari tidak hanya terjadi pada malam hari namun terjadi pada siang hari juga

    saat pasien tidak menggunakan tanganya untuk berktivitas, ditambah lagi saat ini

    kaki kanan pasien lebih sering terasa berat sehingga psaien lebih sering pincang

    berjalan pincang, namun semua keluhan itu juga timbul tanpa penyebab / pencetus

    yang jelas dan hilang dengan sendirinya, oleh karena itu pasien ahirnya

    memutuskan untuk berobat karena keluhan sudah mengganggu aktivitas harianya

    baik dalam bekerja ataupun dirumah. Pasien juga mengatakan gatal di tubuhnya,

    gatal timbul bila setelah diberi tekanan, tahanan atau goresan yang lama dan

    berulang. Gatal dirasakan seperti ada guratan yang timbul bintik-bintik dikulit.

    Kemudian pasien dikonsulkan ke dokter spesialis kulit. Pasien kooperatif dan

    tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran (-), kejang (-) dan

    bicara pelo (-). Keluhan ini membuat pasien tidak dapat bekerja seperti biasanya.

    Sesak nafas (-), dada berdebar (-), BAK normal, tidak ada keluhan mengompol

    dan BAK terputus-putus. BAB normal warna coklat dengan konsistensi lunak,

    frekuensi 1x/minggu.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

  • 5

    Riwayat alergi : disangkal

    Riwayat kencing manis : disangkal

    Riwayat batuk lama : disangkal

    Riwayat jantung : Hipertensi (+)

    Riwayat kebas berulang : ada

    Riwayat Penyakit Keluarga : Diabetes melitus disangkal, Hipertensi (+)

    Riwayat Pengobatan : Berobat dengan dokter umum namun tidak ada perbaikan.

    Riwayat Kebiasaan : Pasien bekerja sebagai supir lebih dari 10 tahun, dan saat

    ini bekerja buruh di Toko bangunan mengangkat beban berat ± 30 kg, dan

    memotong kramik dengan grinda. Pasien tidak merokok dan tidak minum

    minuman keras.

    Riwayat Trauma : Disangkal

    Anamnesis Sistem :

    a. Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (+), muntah menyembur tiba-tiba (-),

    pingsan (-), kelemahan anggota gerak (+), perubahan tingkah laku (-), demam

    (+), wajah merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (+), BAB (+), BAK (+).

    b. Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri

    dada (+)

    c. Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)

    d. Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB normal (+)

    e. Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (+)

    f. Sistem Integumen : Ruam merah (+) Gatal (+)

    g. Sistem Urogenital : BAK normal (+)

  • 6

    Resume :

    Pasien mengeluhkan kesemutan, rasa tebal dan kekakuan pada jari tangan

    dan keluhan rasa berat pada kaki yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan

    semakin memberat sekitar 1 minggu terahir. Keluhan bersifat kumat-kumatan dan

    mereda dengan sendirinya, namun jika serangan terjadi saat bekerja akan

    mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengatakan demam naik turun dan pada

    daerah sekitar kram ksemutannya terasa gatal, gatal timbul bila setelah diberi

    tekanan, tahanan atau goresan yang lama dan berulang. Gatal dirasakan seperti

    ada guratan yang timbul bintik-bintik. Pasien kooperatif, tidak ada disorientasi,

    penurunan kesadaran bicara pelo, riwayat trauma (-), sakit kepala (+), rasa

    mengganjal saat menelan (-), mual (+), demam (+), BAK normal.

    Diskusi I

    Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower

    motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-

    saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik

    sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.

    Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf

    motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke

    berbagai otot dalam tubuh seseorang (Baehr, Mathias. 2010). Berdasarkan

    anamnesa dikatakan bahwa adanya gangguan pada tangan dan kaki berupa

    kelemahan dan kekakuan yang merupakan tanda dari gangguan motor neuron, dan

    disertai adanya gangguan pada aspek sensoris yaitu tetraparesis. Paresis memiliki

    arti kelemahan dan tetraparesis digunakan untuk mendeskripsikan penurunan

    kemampuan motorik pada keempat ekstremitas.

    Mielopati

    Definisi: adalah hilangnya bertahap fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan

    pada tulang belakang. Myelopathi dapat langsung disebabkan oleh cedera tulang

    belakang yang mengakibatkan berkurangnya sensasi atau kelumpuhan. Penyakit

    degeneratif juga dapat menyebabkan kondisi ini, dengan derajat yang bervariasi

    dari kehilangan sensasi dan gerakan. Proses non inflamasi pada Medula spinalis

  • 7

    misalnya yang disebabkan oleh prosestoksik, nutrisional, metabolik dan nekrosis

    yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis.

    Derajat mielopati dapat di bagi menjadi :

    a. Grade 0 : Melibatkan akar saraf, tidak di sertai penyakit pada medulla spinal

    b. Grade 1 : Gejala penyakit pada medulla spinalis tetapi tidak sulit berjalan.

    c. Grade 2 : kesulitan berjalan ringan, tetapi tidak menghambat aktivitas

    sehari-hari.

    d. Grade 3 : perlu bantuan dalam berjalan.

    e. Grade 4 : kemampuan berjalan dengan alat bantu.

    f. Grade 5 : hanya di kursi roda atau berbaring.

    Etiologi : Pada pasien berusia 50-an penyebab SPONDILOSIS SERVIKAL. Pada

    keadaan ini terjadi penyakit degenaratif (osteoartrosis) vertebra servikal yang

    dapat menyebabkan kompresi medula spinalis karena adanya kalsifikasi,

    degenerasi, protrusi,diskus intervertebra, pertumbuhan tulang yang menonjol

    (osteofit) dan penebalan ligamentum longitudinal. Pada pasien berusia 40-an

    kebawah penyebab tersering terjadinya mielopati adalah SKLEROSIS

    MULTIPLE. Kondisi degeneratif dapat menyebabkan gangguan ini dengan variasi

    derajat kehilangan sensasi dan kemampuan mobilisasi dan koordinasi. Penyebab

    lainnya antara lain herniasi diskus yaitu pengurangan diameter kanal tulang

    belakang dan kompresi sumsum tulang belakang, instabilitas spinal, kongenital

    stenosis, inflamasi, autoimun sistemik (SLE, Multiple sklerosis, Sjorgen

    syndrome), Neoplasma, penyakit vaskular. Degenerasi akibat penuaan tulang

    belakang dan sistem peredaran darah juga menjadi penyebab mielopati.

    Patofisiologi: Mielopati lengkap menggambarkan cedera tulang belakang yang

    mengakibatkan tidak ada sensasi bawah asal dari cedera tulang belakang. Medula

    spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan dengan akselerasi,

    deselerasi, atau kelainan yang diakibatkan oleh tekanan yang mengenai tulang

    belakang. Tekanan cedera pada medula spinalis mengalami kompresi, tertarik atau

    merobek jaringan. Lokasi cedera umumnya mengenai C1 dan C2, C4, C6 dan T11

    atau L2.

  • 8

    Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada

    C5 dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur

    lumbal adalah faktor yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah.

    Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah,

    dan menyebabkan iskemia pada medula spinalis.

    Hiperekstensi, jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia

    dewasa yang memiliki perubahan degeneratif vertebra, usia muda yang mendapat

    kecelakaan lalu lintas dan mengalami cedera leher saat menyelam.jenis cedera ini

    menyebabkan medula spinalis bertentangan dengan ligamentun flava dan

    mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebrata. Transeksi lengkap dari

    medula spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari medula

    spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi refleks pada isolasi bagian medula

    spinalis.

    Kompresi, cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh dari

    ketinggian,dengan posisi kaki kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan

    fraktur vertebra dan menekan medula spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat

    masuk ke medula spinalis. lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami

    cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada medula spinalis

    mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.

    Gambar 3 : Peta Dermatom

  • 9

    Gambar 4 : Peta Miotom

    Manifestasi Klinis: Tanda-tanda awal mielopati yaitu hilangnya bertahap

    keterampilan motorik halus dan kelambatan atau kekakuan dalam berjalan.

    Seorang dokter mengevaluasi pasien untuk jenis myelopathy mungkin

    pemberitahuan meningkat struktur otot di kaki dan koordinasi yang buruk ketika

    seseorang berjalan.

    Orang dengan myelopathy dapat mengalami satu atau lebih gejala berikut:

    1. Rasa berat dikaki atau kelambatan atau kekakuan dalam berjalan.

    2. Ketidakmampuan untuk berjalan dengan langkah cepat.

    3. mengalami gangguan sensori, namun kecuali mielopati memburuk, jarang

    mencapai tingkat yang jelas

    4. Intermiten penembakan nyeri ke lengan dan kaki (seperti tersengat listrik),

    terutama ketika menekuk kepala mereka ke depan (dikenal sebagai

    fenomena Lermitte)

    Sedangkan tanda lainnya adalah:

    1. Kikuk atau lemah tangan, dengan perasaan tebal dan kelemahan pada kaki

    dan tangan.

    2. Tonus otot kaki meningkat

    3. Kaku pada leher

    4. Reflek tendo dalam lutut dan pergelangan kaki meningkat

    5. Perasaan asimetris pada kaki dan lengan mengakibatkan sensasi posisi pada

    lengan dan kaki menghilang sehingga sulit berjalan.

  • 10

    6. Kehilangan kontrol pada spinter, akibatnya terjadi inkontinensia urine.

    7. Perubahan pada peristaltik usus.

    Pemeriksaan Diagnostik:

    a. X-ray : Abnormal gerakan atau tidak stabil berupa foto polos vertebra

    AP/Lateral/Oblique

    b. CT-Scan : Otot polos dengan potongan-potongan dapat menunjukkan

    osteopit yang berada di dalam spinal colum.

    c. MRI : Dapat menunjukkan jaringan lunak di sekitar tulang (saraf, diskus)

    selain tulang.

    d. EMG : mengevaluasi jalur motoric dari saraf.

    e. SSEP : (Somato Sensory Evoked Potensial) mengukur kemampuan

    sensorik saraf. Dengan sebuah listrik di lakukan dengan

    merangsang lengan atau kaki dan kemudian membaca

    sinyal di otak.

    f. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah rutin, kimia darah, urin

    lengkap.

    Penatalaksanaan:

    1. Terapi Konservarif

    a. Terapi Fisik

    b. Kontrol nyeri : istirahat, pengaruran posisi yang nnyaman, kompres es,

    terapi panas ultrasound, traksi

    c. Blok saraf berupa injeksi steroid pada epidural

    2. Pembedahan

    a. Disectomy Fusi

    b. Corpectomy dan strut graft

    c. Laminectomy : Prosedur pembedahan untuk mengurangi tekanan pada

    sumsum tulang belakang, karena stenosis tulang belakang.

    Komplikasi: Ketagihan obat, Kehilangan sensasi, Tidak bisa bergerak bebas,

    Cacat tulang belakang, BAK sering.

  • 11

    Pustulosis Eksantematosa Generalisata Akut

    Definisi : Pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA) atau dikenal

    sebagai pustular drug rash, pustular eruption, atau toxic pustuloderma adalah

    suatu keadaan inflamasi pada kulit dan membran mukosa yang jarang terjadi,

    ditandai oleh onset yang akut dari pustul-pustul steril nonfolikular dan disertai

    resolusi yang cepat.

    Epidemiologi : Insidens PEGA lebih sedikit dibandingkan reaksi alergi obat

    lainnya. dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan etiologinya; 10 pasien diduga

    disebabkan oleh obat sistemik dan 6 pasien yang bukan disebabkan karena obat.

    Semua pasien tersebut diterapi dengan kortikosteroid sistemik, baik oral maupun

    injeksi. PEGA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki

    dengan rerata usia 56 tahun.

    Etiologi : Sekitar 90% kasus PEGA disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas

    terhadap obat. Berdasarkan hasil penelitian EuroSCAR, obat-obatan dibagi atas

    yang berisiko tinggi, kurang berisiko, maupun yang tidak berhubungan dengan

    PEGA. Obat-obatan yang berisiko paling tinggi untuk menyebabkan PEGA

    meliputi pristinemisin, aminopenisilin, kuinolon, hidroksiklorokuin, golongan

    sulfonamide, terbinafrin, dan diltiazem. Obat yang kurang berisiko antara lain

    ialah kortikosteroid, antibiotik golongan makrolid, oxicam anti-inflammasi

    nonsteroid (AINS), dan semua antiepilepsi kecuali valproic acid. Dilaporkan pula

    obat-obatan yang sering digunakan atau diketahui berisiko menimbulkan sindrom

    Steven-Johnson/nekrolisis epidermal toksik (NET) tetapi tidak berhubungan

    secara bermakna terhadap angka kejadian PEGA ialah asetaminofen,

    benzodiasepin, inhibitor ACE, beta bloker, asam asetilsalisilat, calcium channel

    blocker (CCB), diuretik golongan tiazid, alopurinol, dan sefalosporin. Reaksi

    sensitivitas terhadap merkuri, pemberian vaksinasi pada populasi pediatri serta

    gigitan laba-laba juga diduga menjadi faktor penyebab PEGA. Infeksi diduga

    dapat menyebabkan terjadinya PEGA namun belum didapatkan banyak bukti,

    tetapi beberapa laporan menyebutkan bahwa infeksi virus (infeksi parvovirus,

    sitomegalovirus, dan coxackie B4 virus) berhubungan dengan PEGA. Infeksi

    saluran kemih berulang serta pneumonia juga pernah dilaporkan sebagai penyebab

  • 12

    PEGA. Reaksi tersebut diduga kuat karena penggunaan terapi antiinfeksi yang

    diresepkan untuk penanganan penyakit dan bukan karena infeksi tersebut.

    Pathogenesis : Patofisiologi erupsi obat pada kulit belum diketahui secara jelas

    namun dapat disebabkan oleh proses imunologik, klasifikasi mekanisme imun

    maupun non imunologik. Salah satu yang melibatkan proses imunologik ialah

    PEGA dan dikategorikan dalam reaksi hipersensitifitas tipe IV yaitu reaksi

    hipersensitifitas yang tertunda (delayed hypersensitivity) karena dimediasi oleh

    sel T. Setelah konsumsi obat, antigen-presenting cells (APCs) mengaktivasi sel T

    reaktif spesifik obat yaitu major histocompatibility complex (MHC) kelas I

    (CD4+) dan MHC kelas II (CD8+) di kelenjar getah bening. Obat akan terikat

    secara kovalen pada kompleks peptida/ MHC dan non-kovalen, diikuti dengan

    migrasi ke dermis dan epidermis. Fase II, drug-presenting keratinocytes di MHC

    kelas I dan sel-sel Langerhans (di MHC kelas I dan II) menstimulasi sel T untuk

    memroduksi kemokin poten CXCL8 (interleukin 8) yang bertanggung jawab

    untuk mengawali proses aktivasi dan perekrutan neutrofil dalam proses

    peradangan dimediasi oleh nerofil pada kulit yang disebabkan oleh sitotoksisitas

    obat dan sitokin inflamasi serta faktor kemotaktik seperti IL-5, interferon-gamma

    (IFN-ɣ), granulocyte-macrophage colonystimulating factor (GM-CSF), yang akan

    mengubah faktor pertumbuhan (TGF-β) dan regulated on activation, normal T cell

    expressed and secreted (RANTES). Sel T spesifik obat baik CD4(+) maupun

    CD8(+) keduanya bersifat sitotoksik dan akan mengakibatkan sekresi sitokin. Sel

    T menghasilkan perforin/granzyme B dan mengaktifkan mekanisme Fas/FasL-

    killing yang akan mengakibatkan kematian keratinosit sehingga terjadi kerusakan

    jaringan dan memungkinkan pembentukan vesikel subkorneal yang berisi sel

    CD4+. Fase lanjut ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil di lokasi

    peradangan ke molekul adesi (misalnya ICAM-1). Migrasi neutrofil

    polimorfonuklear (PMN) ini bersamaan dengan meningkatnya CXCL8 melewati

    dermis dan epidermis masuk ke dalam dan mengisi vesikel sehingga terbentuk

    pustul yang steril. Studi akhir-akhir ini menyatakan kemungkinan keterlibatan IL-

    8 keratinosit dan obat yang dapat mengaktivasi sel Th17 pada patogenesis PEGA.

    Sel Th17 dan IL22 sebagai produk utamanya ditemukan meningkat nilainya pada

    pasien PEGA bila dibandingkan kelompok kontrol. Interleukin-17 dan IL-22

  • 13

    menstimulasi keratinosit untuk memroduksi IL-8 sehingga terbentuk infiltrat

    subkorneal berisi neutrofil yang merupakan karakteristik dari PEGA. Predisposisi

    genetik juga diduga menjadi dasar pemicu reaksi serta perubahan neutrofil tetapi

    masih sedikit data yang mendukung hal ini. Bernhard et al. menemukan

    peningkatkan ekspresi HLA pada pasien dengan PEGA bila dibandingkan dengan

    populasi umum.

    Gambaran Klinis : Gambaran klinis yang khas dari PEGA berupa erupsi akut

    pustul steril nonfolikular diatas kulit yang eritematosa, diawali ataupun disertai

    keluhan pruritus dan demam (>38°C). Timbul pustul kecil seperti kepala peniti

    berukuran 7) dari pemeriksaan laboratorium ditemukan pada

    90% kasus. Adanya peningkatan eosinofilia ringan di sekitar 30% kasus PEGA.

    Fungsi renal sedikit menurun (bersihan kreatinin

  • 14

    pus berukuran beberapa sentimeter. Sebelum timbul lesi kulit dapat diawali

    dengan keluhan sistemik yaitu demam, menggigil, nyeri kepala, malaise, dan

    anoreksia. Perubahan gambaran histopatologik seperti hiperkeratosis,

    parakeratosis, stratum granulosum menipis, pemanjangan rete ridge, indeks

    mitosis tinggi, dan penipisan suprapapillary plate jauh lebih menonjol pada

    PPGA. Penyakit ini umumnya didapatkan pada jenis kelamin perempuan berusia

    di atas 40 tahun dengan etiologi belum diketahui. Gambaran klinis yang khas

    berupa pustul ataupun vesikel yang dengan cepat berubah menjadi pustul di atas

    dasar kulit eritematosa, menyebar ke perifer, central healing, dan menyembuh

    meninggalkan area eritematosa berbentuk polisiklik disertai munculnya lesi baru.

    Penatalaksanaan : Pengobatan spesifik pada PEGA umumnya tidak diperlukan

    dikarenakan karakter penyakit yang dapat sembuh sendiri. Tidak ada terapi yang

    tersedia untuk mencegah perluasan lesi dan penurunan lebih lanjut dari kondisi

    umum pasien. Penghentian terapi obat yang diduga penyebab merupakan pilihan

    utama. Pengobatan simtomatis seperti antipiretik maupun antihistamin dapat

    digunakan untuk meringankan keluhan pasien. Antibiotik harus digunakan ketika

    terdapat diagnosis infeksi yang jelas. Pada kebanyakan kasus dapat digunakan

    kortikosteroid sistemik, dan kasus yang jarang dapat diberikan infliximab dan

    etanercept yang dapat dengan cepat menghentikan terbentuknya pustul dan

    mempercepat resolusi putul.

    Prognosis : PEGA umumnya baik dan dapat sembuh sendiri, terutama setelah

    penghentian obat yang diduga sebagai penyebab, kecuali bila didapatkan adanya

    infeksi sekunder pada lesi atau pasien usia lanjut dengan demam tinggi.

    Diagnosis Sementara

    1. Diagnosis klinis : Tetraparese Spastik akut

    2. Diagnosis topis : Medula Spinalis

    3. Diagnosis etiologi : Mielopati ec Infeksi Virus dd/ Autoimun

    4. Diagnosis tambahan: Pruritus ec Tekanan berulang

  • 15

    Pemeriksaan Fisik

    1. Keadaan Umum

    Kesadaran : Compos Mentis

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Berat badan : 70 kg

    Tinggi badan : 165 cm

    IMT : 25,7 kg/m2

    2. Vital Sign

    Tekanan darah : 130/90 mmHg

    Frekuensi nadi : 84 kli/menit

    Frekuensi nafas : 20 kali/menit

    Suhu : 380 C per axilla

    3. Status Generalis

    Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata

    Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

    Hidung : Nafas cuping hidung (-), perdarahan (-), lendir (-)

    Mulut : Tidak ada bercak multiple keputihan di faring

    Telinga : Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-)

    Leher : Tampak simetris, deviasi trakea (-), KGB tidak teraba, JVP 5±2

    cmH2O

    Thoraks

    Paru

    Inspeksi : Gerak dada simetris saat statis dan dinamis,venektasi (-), spider

    naevi (-)

    Palpasi : Taktil fremitus kedua paru simetris

    Perkusi : Sonor pada kedua paru

    Auskultasi : Vesicular kedua lapang paru, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

    Jantung

    Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

    Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V Linea midclavicularis

    Perkusi

    Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra

    Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

  • 16

    Batas atas : ICS III linea parasternal sinistra

    Pinggang Jantung: ICS II linea parasternal sinistra

    Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reg, murmur (-) gallop (–)

    Abdomen

    Inspeksi : Datar, sikatriks (-), Ascites (-),

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting

    dullnes(-)

    Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrik (-), hepar dan lien

    tidak teraba massa (-), turgor baik, ascites (-)

    Pinggang : Nyeri ketuk CVA (-/-)

    Ekstremitas

    Inspeksi : tidak ada kelainan

    Palpasi : Akral teraba hangat, CR < 2s.

    UKK : Plak Makula Eritema Generalisata

    4. Status Neurologis

    Kesadaran kuantitatif : GCS (E4V5M6)

    Orientasi : Baik

    Jalan pikiran : Baik/koheren

    Kemampuan bicara : Baik

    Sikap Tubuh : Simetris

    Gerakan Abnormal : –

    Pemeriksaan Saraf Kranial:

    Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

    N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N

    N. II. Optikus Daya penglihatan N N

    Pengenalan warna N N

    Lapang pandang N N

    N. III.

    Okulomotor

    Ptosis – –

    Gerakan mata ke medial N N

    Gerakan mata ke atas N N

    Gerakan mata ke bawah N N

    Ukuran pupil 3 mm 3 mm

    Bentuk pupil Bulat Bulat

  • 17

    Refleks cahaya langsung + +

    Refleks cahaya konsensual + +

    N. IV. Troklearis Strabismus divergen – –

    Gerakan mata ke lat-bwh – –

    Strabismus konvergen – –

    N. V. Trigeminus Menggigit – –

    Membuka mulut – –

    Sensibilitas muka + +

    Refleks kornea N N

    Trismus – –

    N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral N N

    Strabismus konvergen – –

    N. VII. Fasialis Kedipan mata N N

    Lipatan nasolabial Simetris Simetris

    Sudut mulut Simetris Simetris

    Mengerutkan dahi Simetris Simetris

    Menutup mata N N

    Meringis N N

    Menggembungkan pipi N N

    Daya kecap lidah 2/3 ant + +

    N. VIII.

    Vestibulokoklearis

    Mendengar suara bisik + +

    Mendengar bunyi arloji + +

    Tes Rinne TDL TDL

    Tes Schwabach TDL TDL

    Tes Weber TDL TDL

    N. IX.

    Glosofaringeus

    Arkus faring Simetris Simetris

    Daya kecap lidah 1/3 post N

    Refleks muntah N

    Sengau –

    Tersedak –

    N. X. Vagus Denyut nadi 84 x/menit

    Arkus faring Simetris Simetris

    Bersuara N

    Menelan N

    N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala N N

    Sikap bahu N N

    Mengangkat bahu N N

    Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi

    N. XII.

    Hipoglossus

    Sikap lidah N

    Artikulasi N

    Tremor lidah –

    Menjulurkan lidah Simetris

    Trofi otot lidah –

    Fasikulasi lidah –

    Jenis

    Pemeriksaan

    Ekstremitas Superior

    (Dextra/Sinistra)

    Ekstremitas Inferior

    (Dextra/Sinistra)

  • 18

    Sensorik

    Raba halus + +

    Raba kasar + +

    Nyeri/Termal ↓ Setinggi 1/3 distal

    Antebrii

    ↓ Setinggi 1/3 distal Tibia

    Pemeriksaaan Motorik

    Neurologis

    1. Reflek Fisiologis

    2. Trofi

    3. Reflek Motorik

    4. Reflek Patologis

    5. Tonus

    6. Klonus

    7. Sensibilitas: Sulit dinilai.

    ↑ ↑

    ↑ ↑

    EU EU

    EU EU

    + +

    + +

    3555

    3555

    5553

    5553

    Hiper Hiper

    Hiper Hiper

  • 19

    Pemeriksaan Laboratorium RSUD Ambarawa 2 Maret 2020

    Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

    Hemoglobin 14,8 13,2 – 17,3 g/dl

    Leukosit 17,1 ↑ 3,8-10,5 Ribu Eritrosit 6,24 4,5-5,8 Juta

    Hematokrit 42 37-47 %

    Trombosit 366 150-400 Ribu

    MCV 80 L 82-95 fL

    MCH 28 >27 Pg

    MCHC 35 32-37 g/dl

    RDW 11.4 10-15 %

    MPV 6,3 7-11 mikro m3

    Limfosit 2,22 1,0-4,5 103/mikro m

    3

    Monosit 1.06 0,2-1,0 103/mikro m

    3

    Granulosit 3 2-4 103/mikro m

    3

    Neutrophil 13,6 ↑ 1.8-7.5 103/mikro m3

    Neutrophil % 79,3 ↑ 50-70 % Limfosit% 13 L 25 – 40 %

    Monosit% 6,17 2 – 8 %

    Granulosit% 74,5 50- 80 %

    PCT 0,2 0,2 – 0,5 %

    PDW 18,7 10 – 18 %

    GDS 125 H 74 – 106 mg/dL

    G2PP - 240 resti

    mg/dL

    HDL 40 28 – 63 mg/dL

    LDL 80 < 150 mg/dL

    Trigliserida 106 70 – 140 mg/dL

    DISKUSI II

    Pada pemeriksaan fisik saat pasien ditemui memiliki status generalisata

    yang baik, dengan tidak adanya penurunan kesadaran, didapatkan adanya kontak

    mata, namun ditemukan kelainan pada motorik pasien dapat menggerakan sesuai

  • 20

    instruksi pemeriksa dan verbal pasien dapat menjawab pertanyaan dan

    menjelaskan keluhannya dengan baik.

    Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah pasien adalah 130/90 mmHg

    dalam batas normal, nadi 84x/menit dengan irama regular dan isi cukup, laju nafas

    20x/mnt dalam batas normal, suhu 38 derajat (febris), dan saturasi dalam keadaan

    baik.

    Pada pemeriksaan didapatkan adanya tetraparese, hipereflek, reflek

    patologis (+), kram otot, tungkai berat sehingga menyeret, kesulitan melakukan

    pekerjaan dengan tangan menggambarkan tidak hanya ada lesi pada UMN saja.

    Dimana lesi UMN atau spastisitas ditandai dengan adanya hiperreflek, hipertonus,

    reflek patologi (+). Tanda Spastik didapatkan pada ujung ke 4 anggota gerak

    sehingga kemungkinan lesi ada pada daerah medula spinalis. Tidak ada kelainan

    pada nervus kranialis, tidak ada gangguan kognitif sehingga bias mencoret

    kemungkinan kelainan pada otak dan pada basiler. Pada pasien ini didapatkan

    gambaran klinis lesi Medula Spinalis. Pasien juga mengeluhkan gatal di tubuhnya

    gatal timbul bila terkena tekanan, tahanan atau goresan.

    Dari hasi laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan Neutrofil

    (13.600), Leukosit (17.100), GDS (125), HDL (40), Kreatinin (1,34), SGPT (86)

    namun hal itu tidak menutup kemungkinan adanya proses patologis yang

    berhubungan dengan medula spinalis (hipersensitivitas, infeksi, alergi obat-obatan

    atau autoimun), oleh karena itu untuk mengetahui secara pasti penyebab dari

    keluhan yang dialami pasien, dapat dilakukan pemeriksaan X-Ray posisi standar

    (anteroposterior, lateral) untuk vertebra servikal, dan posisi ap dan lateral untuk

    vertebra thorakal dan lumbal serta MRI. Selain itu, penyakit yang menyertai

    pasien seperti AGEP perlu dilakukan pemeriksaan Histopatologi karena dapat

    menjadi faktor resiko terjadinya Autoimun serta rutin meminum obat anti

    hipertensi agar tekanan darah terkontrol.

  • 21

    Diagnosis Akhir :

    Diagnosis klinis : Tetraparase spastik akut, paresthesia, kram otot, febris. Pruritus

    Diagnosis topis : Medula spinalis

    Diagnosis etiologi : Mielopati et causa Infeksi Virus dd/ Autoimun

    Diagnosis tambahan: Pustulosis Eksantematosa Generalisata Akut, IHD

    Penatalakasanaan

    1. Farmakologi

    1. IVFD Asering 20 tpm

    2. Inj Metilprednisolon 125 mg/6jam (tap off)

    3. Inj Meticobalamin 500 mg/12jam

    4. Inj Ondansentron 4 mg/12 jam

    5. Inj Ceftriaxone 2x1 gram

    6. PO Loratadine 1x1

    7. PO N-Asetil sistein 2x1

    8. PO Lansoprazole 1x1

    9. PO Clopidogrel 1x75

    10. PO Nitrocaf 1x2,5

    11. Atopiclair lotion 40 + Hidrokortison Cr 10 da in pot

    PROGNOSIS

    Death : Dubia ad bonam

    Disease : Dubia ad bonam

    Dissability : Dubia

    Discomfort : Dubia

    Dissatisfaction : Dubia ad bonam

    Distutition : Dubia ad bonam

    Diskusi III

    Metil prednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang

    termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. Efek

  • 22

    glukokortikoid (sebagai anti-inflamasi) yaitu menurunkan atau mencegah respon

    jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa

    dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi,

    termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga

    menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan

    beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum

    diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor

    penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau

    dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit

    pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit;

    dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase

    A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan

    selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat

    (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien).

    Mecobalamin adalah koenzim yang mengandung vitamin B12 yang ikut

    berpartisipasi dalam reaksi transmetilasi. Mecobalamin adalah homolog vitamin

    B12 yang paling aktif di dalam tubuh. Mecobalamin bekerja dengan memperbaiki

    jaringan syaraf yang rusak. Mecobalamin juga terlibat dalam maturasi eritroblast,

    mempercepat pembelahan eritroblast dan sintesis heme sehingga dapat

    memperbaiki status darah pada anemia megaloblastik. Uji klinis tersamar ganda

    menunjukkan bahwa Mecobalamin tidak hanya efektif untuk anemia

    megaloblastik, namun juga untuk neuropati perifer.

    http://www.farmasi-id.com/kamus/glossary/vitamin/http://www.farmasi-id.com/kamus/glossary/vitamin/http://www.farmasi-id.com/kamus/glossary/jaringan/http://www.farmasi-id.com/kamus/glossary/uji-klinis/

  • 23

    FOLLOW UP

    Tanggal Jam Pemeriksaan Terapi

    2-3-

    2020

    HP 2

    07.00 S : Demam , Kringat dingin,

    Nyeri perut, Nyeri sendi,

    Kaku bagian tangan dan

    kaki. Gatal seluruh tubuh.

    O : CM, gizi baik

    TV : HR = 85 x/1’ SpO2: 98%

    RR = 20 x/1’ TD: 130/80

    S = 37,8oC (per axiler)

    A: IHD

    Program:

    Konsul Sp.S

    Konsul Sp.KK

    Inf. RL 20 Tpm

    Inj. Ceftriaxone 2x1gr

    Inj. Ondansentron 2x1

    PO. Loratadine 1x1

    PO. Lansoprazole1x1

    PO. Clopidogrel 1x75

    3-3-

    2020

    HP 3

    07.00 S : Kaku bagian tangan susah

    menggenggam dan baal

    pada kaki sulit berjalan.

    O : CM, gizi baik

    TV : HR = 85 x/1’ SpO2: 98%

    RR = 20 x/1’ TD: 130/80

    S = 37,6oC (per axiler)

    A: Mielopati ec Infeksi Virus dd

    Autoimun, AGEP, IHD

    Inf. RL 20 Tpm

    Inj. Metilprednisolon

    4x125 mg

    Inj. Mecobalamin 1x1

    Inj. Ceftriaxone 2x1gr

    Inj. Ondansentron 2x1

    PO. Loratadine 1x1

    PO. Lansoprazole1x1

    PO. Clopidogrel 1x75

    PO. N-Asetil Sistein 2x1

    Atopiclair lotion +

    Hidrokortison Cr 10

    4-3-

    2020

    HP 4

    07.00 S : Kaku berkurang bagian

    tangan susah menggenggam

    dan baal pada kaki sulit

    berjalan.

    O : CM, gizi baik

    TV : HR = 86 x/1’ SpO2: 98%

    RR = 20 x/1’

    S = 37.5oC (per axiler)

    A: Mielopati ec Infeksi Virus dd

    Autoimun, AGEP, IHD

    Inf. RL 20 Tpm

    Inj. Metilprednisolon

    2x125 mg

    Inj. Mecobalamin 1x1

    Inj. Ceftriaxone 2x1gr

    Inj. Ondansentron 2x1

    PO. Loratadine 1x1

    PO. Lansoprazole1x1

    PO. Clopidogrel 1x75

    PO. N-Asetil Sistein 2x1

    Atopiclair lotion +

    Hidrokortison Cr 10

  • 24

    5-3-

    2020

    HP 5

    07.00 S : Demam (-) Kaku (-) bagian

    tangan bisa menggenggam

    dan kaki bisa berjalan.

    O : CM, gizi baik

    TV : HR = 84 x/1’ SpO2: 98%

    RR = 18 x/1’

    S = 36,8oC (per axiler)

    A: Mielopati ec Infeksi Virus dd

    Autoimun, AGEP, IHD

    Program: BLPL

    Inf. RL 20 Tpm

    Inj. Metilprednisolon

    2x125 mg

    Inj. Mecobalamin 1x1

    Inj. Ceftriaxone 2x1gr

    Inj. Ondansentron 2x1

    PO. Loratadine 1x1

    PO. Lansoprazole1x1

    PO. Clopidogrel 1x75

    PO. N-Asetil Sistein 2x1

    Atopiclair lotion +

    Hidrokortison Cr 10

  • 25

    DAFTAR PUSTAKA

    Belda W, Ferolla AC. Acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP) case

    report. Rev Inst Med Trop S. Paulo 2005;47(3):171-6.

    Budianti WK. Erupsi obat alergik. In: Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W,

    editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (7th ed). Jakarta: Badan Penerbit

    FKUI, 2015; p. 190-5

    Harsono. 2009.Kapita Selekta Neurologi.Yogyakarta: UGM

    Kardaun SH, Kuiper H, Fidler V, Jonkman MF. The histopathological spectrum

    of acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP) and its

    differentiation from generalized pustular psoriasis. J Cutan Pathol.

    2010;37:1220-9

    Klezl Z, Coughlin TA. Focus on cervical myelopathy. British Editorial Society of

    Bone and Joint Surgery; 2012.

    Marina S, Kristina Semkova K, Guleva D, Kazandjieva J. Acute generalized

    exanthematous pustulosis AGEP: a literature review. Scripta Scientifica

    Medica. 2013;45(4):7-12.

    Marjono,Mahar.Sidharta.Priguna.2003.Neurologi Klinis Dasar.Jakarta: PT Dian

    Rakyat

    Price, A., Sylvia & Wilson, M., Lorraine.2005. Patofisiologi Konsep Klinis

    Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.Jakarta : EGC

    Schmalstieg William F, Brian GW. Approach to acute or subacute myelopathy.

    Department of Neurology: Mayo Clinic College of Medicine. 2010; 75:S2-

    S8.

    Sherwood,Lauralee.2002.Fisiologi Manusia Dari sel ke system. Jakarta: Buku

    Kedokteran EGC

    Sidorofff A, Dunant A, Viboud C, Halevy S, Bavink JN, Naldi L et al. Risk

    factors for acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP)results of a

    multinational case-control study (EuroSCAR). British J Dermatol.

    2007;157:989-96

    Sjamsuhidajat R, de Jong W.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2.Jakarta: EGC

    Sousa AS, Papaiordanou F, Tebcherani AJ, Lara OA, Marchioro FG. Acute

    generalized exanthematous pustulosis x von Zumbusch’s pustular psoriasis:

    a diagnostic challenge in a psoriatic patient. An Bras Dermatol

    2015;90(4):557-60.

  • 26

    Volume ke-2. Edisi ke-7. United states: Elsevier; 2012.

    Yeung JT, John IJ, Aftab SK. Cervical disc herniation presenting with neck pain

    and contralateral symptoms: a case report. J Med Case Rep. 2012; 6:166