Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    1/59

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    2/59

    INDIKATOR DAN INSTRUMEN UNTUK

    MENDETEKSI PENGELOLAAN SUMBER

    DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN YANG

    TIDAK BERKELANJUTAN

    PENDEKATAN ANALISIS KEUANGAN

    Oleh

    Mulyadi NotoUniversitas Pelita Haparan

    Bambang SetionoCenter for International Forestry Research (CIFOR)

    ELSDA Institute

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    3/59

    ii

    Diterbitkan Oleh:

    ELSDA Institute

    Manggala Wanabakti Building IV/Room 509A

    Jl. Gatot Soebroto Jakarta Pusat, 10270, Indonesia

    Telepon : +62215711309/ 57902778

    Fax : +62215711309

    ELSDA Institute, adalah sebuah lembaga yang

    terbentuk atas keprihatinan terhadap kondisisumberdaya alam Indonesia saat ini. Kami membangun

    kekuatan dengan menggalang para professional di

    bidang hukum dan akuntansi. Kekuatan kami bertumpu

    pada kedua bidang tersebut. Dua bidang yang selama

    ini dirasakan belum optimal berperan dalam

    penyempurnaan pengelolaan lingkungan dan

    sumberdaya alam yang lestari.

    ISBN

    Hak Cipta ELSDA Institute, 2008

    Cetakan Pertama, Desember 2008

    Hak cipta dilindungi Undangundang. Dilarang

    mengutip atau menyebarkan sebagian atau

    keseluruhan isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    4/59

    iii

    KATAPENGANTAR

    Pembukaan UU No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan

    memberikan dasar filosofis bagaimana kita harus memandang hutan.

    Dinyatakan bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang

    Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan

    kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna

    bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan

    dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk

    sebesarbesar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun

    generasi mendatang. Melihat katakata diatas sudah seharusnya

    kondisi hutan di Indonesia menjadi lestari dan masyarakat yang hidup

    disekitarnya menjadi sejahtera. Seperti juga alam Indonesia yang sering

    dikatakan gemah ripah loh jinawi.

    Namun hal tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan

    hutan pada saat ini. Dinobatkannya Indonesia oleh Guinness Book ofRecord menjadi negara penghancur hutan tercepat didunia dan

    banyaknya keadaan masyarakat sekitar hutan yang miskin menjadi

    sebuah ironi yang telanjang dengan UndangUndang diatas. Pastilah

    muncul sebuah pertanyaan mengapa hal ini dapat terjadi? dimana

    peran komponen negara dalam mencegah kerusakan?

    ELSDA institute sebagai Institusi yang peduli terhadap keadaan

    lingkungan hidup dalam hal ini hutan, mencoba memberikan

    sumbangsih kepada negara dan masyarakat. Sumbangsih yang berikankali ini adalah sebuah kajian bersama antara Mulyadi Noto dan Dr.

    Bambang Setiono berjudul Indikator dan Instrumen Untuk Mendeteksi

    Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Yang Tidak

    Berkelanjutan.

    Pada Kajian ini dipaparkan tentang proses pembentukan

    instrumen yang dapat digunakan sebagai indikator umum pengelolaan

    lingkungan dan sumber daya alam yang lestari. Ada empat fase

    kerangka berpikir dalam kajian ini. Fase pertama adalah

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    5/59

    iv

    mengindentifikasi indikator umum dan instrumen potensial, fase kedua

    adalah analisis bisnis dan analisis hukum, fase ketiga adalah penetapan

    indikator umum dan fase keempat adalah penetapan instrumen

    pendeteksi.

    Hasil dari fase keempat dapat digunakan menjadi instrumen

    efektif pendeteksi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang

    tidak lestari. Diharapkan hasil dari analisa ini dapat digunakan oleh

    pihakpihak yang berkompeten untuk mencegah kerusakan lingkungan

    lebih lanjut. Untuk mempermudah pemahaman pembaca, pada kajian

    ini disajikan studi kasus dengan contoh perusahaan terbuka. (Tbk).

    Sehubungan dengan pendekatan yang digunakan adalahpendekatan keuangan, kami mengharapkan adanya tanggapan dari

    pihakpihak terkait seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Badan

    Pengawas Pasar modal & lembaga keuangan (BAPEPAM), Direktorat

    Jenderal Pajak dan lainlain untuk dapat menindak lanjuti jika

    ditemukan indikator pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan

    yang tidak lestari.

    Saran, kritik dan tanggapan dari semua pihak sangat kami

    harapkan untuk penyempurnaan kajian ini. Semoga hutan di Indonesiadapat kembali lestari secepatnya dan masyarakat sekitarnya menjadi

    makmur seperti yang dituliskan pada pembukaan tersebut diatas.

    Kalau bukan sekarang kapan lagi dan kalau bukan kita siapa lagi.

    Jakarta, Desember 2008

    Derry Wanta

    Direktur ELSDA Institute

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    6/59

    v

    DAFTARISI

    Kata PengantarDaftar Isi

    Pendahuluan

    Kerangka Pikir Pembentukan Instrumen dan Indikator UmumDari Kegiatan Usaha Ke Aktivitas Usaha

    Indikator Umum Pengelolaan SDA dan Lingkungan yang Tidak

    Berkelanjutan

    Studi Kasus

    Pelajaran yang Dapat Diambil

    Simpulan dan Rekomendasi

    Daftar Pustaka

    iii

    v

    1

    4

    12

    16

    33

    47

    50

    52

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    7/59

    Indikator dan Instrumen

    1. PENDAHULUANondisi hutan dan sumber daya alam Indonesia lainnya

    seperti pertambangan umum dan migas yang sudah

    sedemikian parah dan lahirnya perusahaanperusahaan

    besar berbasis sumber daya alam adalah anomali

    pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan. Disatu sisi

    telah terjadi kerusakan lingkungan dan SDA tetapi disisi yang lain

    para pengusaha tetap bisa berkembang tanpa harus bertanggung

    jawab terhadap kerusakan terhadap lingkungan dan SDA sebagaiakibat operasi dari perusahaanperusahaan ini. Jika kondisi ini

    dibiarkan berlanjut, kita akan kehilangan dua hal sekaligus yaitu

    lingkungan hidup dan SDA dan kekuatan ekonomi dari perusahaan

    berbasis SDA. Perusahaanperusahaan ini akan gulung tikar karena

    kekurangan bahan baku dan mengakibatkan rangkaian kegiatan

    kontraksi ekonomi seperti penghapusan hutang, terganggunya

    kesehatan bank, dan pemutusan hubungan kerja.

    Perlu dilakukan upaya yang sungguhsungguh untuk

    menghentikan proses penghancuran lingkungan dan SDA ini.Kebijakan pembangunan ekonomi untuk mendorong lahirnya

    perusahaanperusahaan besar berbasis sumber daya alam perlu

    dimonitor dan dikaji agar lebih berpihak kepada upayaupaya

    pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan lingkungan dan

    sumber daya alam. Di antara kebijakan ekonomi yang menjadi

    perhatian ELSDA Institute adalah kebijakan di bidang akuntansi dan

    pelaporan keuangan. Kebijakan akuntansi dan pelaporan keuangan

    yang dapat menjelaskan kinerja perusahaan dalam mengelola

    lingkungan dan SDA akan sangat membantu pemegang saham

    perusahaan, pemerintah, dan masyarakat luas untuk menilai

    K

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    8/59

    ELSDA Institute

    2

    tanggung jawab perusahaan untuk melestarikan lingkungan hidup

    dan sumber daya alam.

    Laporan keuangan perusahaan seharusnya dapat

    memberikan indikator umum tentang kualitas pengelolaan

    lingkungan dan SDA yang dilakukan oleh perusahaan berbasis SDA.

    Indikator umum ini merupakan parameter kuantitatif dan kualitatif

    yang dapat digunakan untuk mengibarkan red flag yang akan

    menstimulasi para pengambil keputusan termasuk aparat penegak

    hukum untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak

    Ketidakpatuhan Pengelolaan dibidang Lingkungan hidup dan SDA.

    Jika kemudian informasi ini ditindaklanjuti secara memadai dalam

    koridor hukum yang berlaku, akuntansi dan pelaporan keuangan

    dapat memainkan peran yang besar dalam upaya menghentikan

    proses penghancuran lingkungan hidup dan SDA yang saat ini tengahterjadi.

    Tulisan ini mencoba menggambarkan proses pembentukan

    instrumen yang dapat digunakan sebagai indikator umum

    pengelolaan lingkungan dan SDA. Pertamatama, tulisan ini akan

    menjelaskan fasefase utama yang dapat dilalui dalam kerangka

    pembentukan instrumen. Kemudian, selanjutnya tulisan ini akan

    memperkenalkan salah satu instrumen yang dapat digunakan yaitu

    Laporan Keuangan (financial statements) perusahaan.Berdasarkan analisis keuangan yang dilakukan atas instrumentersebut, sejumlah indikator umum pengelolaan SDA dan lingkungan

    yang tidak berkelanjutan yang mengarah pada indikasi

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan diidentifikasikan dan

    dipaparkan pada bagian berikutnya. Sebuah studi kasus penggunaan

    laporan keuangan untuk mendeteksi indikasi ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan disajikan dalam tulisan ini untuk tujuan

    memperjelas implementasi konsep yang telah dijabarkan. Akhirnya,

    melalui tulisan ini ELSDA Institute akan mengkaji sejauh mana

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    9/59

    ELSDA Institute

    3

    laporan keuangan perusahaan dapat digunakan untuk memberikan

    informasi tentang kualitas pengelolaan lingkungan dan SDA dan

    mengidentifikasi aspek apa yang harus diperbaiki agar laporan

    keuangan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong

    kelestarian lingkungan dan SDA.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    10/59

    ELSDA Institute

    4

    2.KERANGKA PIKIR PEMBENTUKANINSTRUMEN DAN INDIKATOR UMUM

    erangka pikir ELSDA Institute untuk pembentukan

    instrumen dan indikator umum pengelolaan lingkungan

    dan SDA dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini.

    Secara garis besar, prosesnya mencakup 4 (empat) fase utama.

    FASE PERTAMA: Mengidentifikasi Indikator Umum dan Instrumen

    Potensial

    Dengan mengamati berbagai laporan tentang pengelolaan

    lingkungan dan SDA, ELSDA Institute menetapkan sejumlah

    indikator umum potensial untuk menilai kualitas pengelolaan

    lingkungan dan SDA. Indikator umum tersebut disajikan dalam tabel

    berikut ini.

    KInstrumen

    Potensial

    Indikator

    Umum

    Instrumen

    Pendeteksi

    Pengelolaan

    SDA

    Analisis

    Hukum

    Analisis

    Keuangan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    11/59

    ELSDA Institute

    5

    TABEL 1: HIPOTESAINDIKATOR UMUM

    NO INDIKATORUMUM

    1 Jumlah dan sumber pemakaian bahan baku

    2 Jumlah pemakaian bahan perusak lingkungan

    3 Jumlah pembayaran pajak dan PNBP

    4 Arus kas ke afiliasi

    5 Lamanya operasi legal

    6 Profil pejabat dan kekayaan normal

    7 Jumlah izin produksi kayu yang diberikan

    8 Izin yang merusak lingkungan hidup

    9 Penyidikan dan penuntutan yang lemah

    10 Putusan yang ringan atau bebas

    Indikator pertama, jumlah dan sumber pemakaian bahan

    baku akan memberikan indikasi tentang seberapa besar perusahaan

    telah mengeksplorasi sumber daya alam. Informasi ini berguna

    untuk menilai seberapa jauh perusahaan telah menerapkan

    kebijakan pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Sementara itu,

    jumlah pemakaian bahan perusak lingkungan adalah indikator

    seberapa besar perusahaan telah menggunakan bahanbahan kimia

    dan energi yang memberikan kontribusi kepada pemanasan global

    dan kerusakan air sungai dan lingkungan hidup lainnya. Termasuk

    dalam indikator ini adalah jumlah pemakaian energi untuk

    pembangkit listrik, mercuri, dan bahanbahan racun lainnya.

    Indikator berikutnya adalah jumlah pembayaran pajak dan

    penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) yang telah dilakukan oleh

    perusahaan. Jumlah pembayaran pajak dan PNBP akan memberikan

    indikasi tentang konsistensi antara jumlah SDA yang telah diambil

    oleh perusahaan dengan total kewajiban perusahaan kepada Negara

    sebagai akibat eksploitasi tersebut. Perusahaan yang mendukung

    kelestarian SDA secara minimal akan membayar seluruh kewajiban

    pajak dan PNBP dengan benar dan tepat waktu. Kemudian, indikator

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    12/59

    ELSDA Institute

    6

    ke empat, jumlah arus kas perusahaan yang dialirkan ke luar bisnis

    perusahaan di bidang SDA akan memberikan indikasi minimnya

    komitmen perusahaan kepada upaya pelestarian SDA dan

    kesinambungan usahanya. Jika sebagian besar arus kas perusahaan

    yang diperoleh dari bisnis SDA disalurkan ke pihak afiliasi dan pihak

    ketiga di bidang non SDA terkait, kemampuan perusahaan untuk

    melakukan rehabilitasi dan regenerasi SDA akan sangat kecil.

    Perusahaan berbasis SDA memiliki keterbatasan dalam

    mengeksploitasi dan atau memanfaatkan SDA. Mereka hanya dapat

    beroperasi secara legal sesuai dengan izin eksplorasi atau produksi

    yang diberikan oleh pemerintah. Lamanya perusahaan berbasis SDA

    dapat beroperasi secara legal i.e. sesuai dengan izin operasinya akan

    memberikan indikasi apakah perusahaan telah beroperasi

    mengeksploitasi SDA secara legal.

    Informasi awal yang dibutuhkan untuk mendapatkan kelima

    indikator tersebut di atas dapat ditemukan pada sebuah instrumen

    keuangan yang diproduksi oleh perusahaan yaitu laporan keuangan.

    Instrumen ini diproduksi dengan memenuhi standar akuntansi dan

    pelaporan yang mewajibkan penjelasan yang material terhadap

    seluruh operasi perusahaan termasuk pengelolaan dan penggunaan

    SDA serta dampaknya terhadap lingkungan hidup. Seluruh kegiatan

    perusahaan ini memiliki dampak ekonomi kepada perusahaan untuk

    saat ini maupun masa yang akan datang. Laporan keuanganmemberikan informasi tentang nilai uang dari kegiatan produksi,

    pemasaran, dan investasi perusahaan yang dapat digunakan untuk

    menghitung indikator 1 sampai dengan 5.

    Tentu saja dengan kualitas akuntasi dan pelaporan yang ada

    saat ini, laporan keuangan tidak dapat secara sendiri memberikan

    seluruh informasi untuk menghitung indikator 1 sampai dengan 5.

    Informasi pada laporan keuangan perusahaan perlu digabungkan

    dengan informasi lain yang terdapat di dalam laporan industri dan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    13/59

    ELSDA Institute

    7

    perdagangan yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan

    Perdagangan, laporan pengelolaan kehutanan oleh Departemen

    Kehutanan, dan laporan pengelolaan SDA lainnya dari Departemen

    yang terkait. Informasi lain yang perlu digunakan untuk

    menghasilkan indikator 1 sampai dengan 5.

    Indikator 6 sampai dengan 10 adalah indikator pengelolaan

    SDA dan lingkungan hidup yang dapat diperoleh tanpa melalui

    laporan keuangan. Kelima indikator non laporan keuangan ini terkait

    dengan penggunaan wewenang yang dimiliki oleh pejabat

    pemerintah yang diberikan mandat untuk membina dan mengawasi

    pengelolaan SDA dan lingkungan oleh perusahaan maupun

    masyarakat. Indikator 6 adalah memberikan informasi tentang

    jumlah kekayaan pejabat negara dan profil gaya hidupnya. Gaji dan

    tunjangan pejabat Negara dan hadiahhadiah yang diterimanyaselama menjadi pejabat harus dilaporkan kepada Komisi

    Pemberantasan Korupsi (KPK). Pejabat Negara diwajibkan untuk

    melaporkan harta kekayaannya pada saat sebelum, sedang, dan

    setelah menjabat kepada KPK.

    Jumlah izin yang diberikan oleh pejabat kepada perusahaan

    berbasis SDA akan memberikan indikasi tentang siapa yang harus

    bertanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang telah dilakukan

    oleh perusahaan. Indikator ketujuh dan kedelapan ini dapat

    diperoleh dari laporan tahunan perusahaan, laporandepartement/dinas pengelola SDA dan lingkungan, serta laporan

    departemen/dinas pengelola perindustrian dan perdagangan.

    Terakhir, indikator kesembilan dan kesepuluh terkait dengan

    kualitas penegakan hukum. Informasi untuk menyusun indikator ini

    dapat diperoleh dari hasil persidangan di peradilan dan berita di

    media massa.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    14/59

    ELSDA Institute

    8

    Tabel di bawah ini menjelaskan instrumen potensial yang

    dapat digunakan untuk menyusun indikator pengelolaan SDA dan

    lingkungan yang berkelanjutan. Instrumen potensial ini merujuk

    pada dokumen laporan yang sudah tersedia saat ini di mana

    informasi yang terkandung di dalamnya dapat berpotensi

    memberikan masukan bagi penyusunan indikator melalui proses

    analisis keuangan dan analisis hukum.

    TABEL 2: INSTRUMEN POTENSIAL

    NO INSTRUMEN

    POTENSIAL

    INDIKATORUMUM

    1 Laporan Keuangan

    Perusahaan

    Jumlah dan sumber pemakaian bahan

    baku

    Jumlah pemakaian bahan perusak

    lingkungan

    Jumlah pembayaran pajak dan PNBPArus kas ke afiliasi

    Lamanya operasi legal

    2 Laporan Keuangan

    Pemerintah

    Jumlah pembayaran pajak dan PNBP

    Jumlah izin produksi kayu yang

    diberikan

    Izin yang merusak lingkungan hidup

    3 Laporan Transaksi

    Keuangan Mencurigakan

    Profil pejabat dan kekayaan normal4 Laporan Gratifikasi

    5 Laporan Harta Kekayaan

    Penyelenggara Negara6 Hasil Audit Badan

    Pemeriksa Keuangan

    7 Laporan Masyarakat

    8 Sustainability Report

    9 Lainlain Penyidikan dan penuntutan yang lemah

    Putusan yang ringan atau bebas

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    15/59

    ELSDA Institute

    9

    FASE KEDUA: Analisis Bisnis dan Analisis Hukum

    Dalam fase ini serangkaian analisis keuangan dan analisis

    hukum dilakukan terhadap instrumen potensial untuk

    mengidentifikasikan relevansi informasi yang dikandung masing

    masing instrumen terhadap indikator umum yang dihipotesakan.

    Analisis keuangan yang dapat dilakukan mencakup AnalisisBisnis,

    Analisis Laba danArus Kas,Analisis TransaksiHubungan Istimewa,

    AnalisisTrasferPricing,AnalisisKualitasPengungkapan,danAnalisis

    KekayaanPejabatNegara. Sementara itu, analisis hukum meliputi

    AnalisisKewajibanKYCdanMelapor,AnalisisKewajibanPerpajakan

    dan Non Perpajakan,Analisis Kewajiban Pengelolaan Sumber Daya

    AlamdanLingkungan,AnalisisPerijinan,AnalisisPerubahanKawasan

    dan Tata Ruang, Analisis Dakwaan dan Alat Bukti, serta Analisis

    Putusan. Dengan menghipotesakan muatan informasi masingmasinginstrumen potensial, atas sebuah instrumen dapat dilakukan satu

    atau lebih analisis keuangan atau satu atau lebih analisis hukum.

    Hasil awal dari analisis ini adalah memasangkan tiaptiap

    indikator umum dengan jenis instrumen potensial yang dapat

    memasok informasi yang relevan. Sebagai contoh, analisis keuangan

    terhadap laporan keuangan dapat menyimpulkan bahwa informasi

    yang terkandung dalam laporan keuangan relevan untuk

    menghitung atau menilai indikatorindikator umum seperti: jumlah

    dan sumber pemakaian bahan baku, jumlah pemakaian bahanperusak lingkungan, jumlah pembayaran pajak dan PNBP, dan arus

    kas ke afiliasi. Setelah tahapan awal ini, analisis mendalam dilakukan

    untuk mencapai dua tujuan. Pertama, menguji validitas hipotesa

    indikator umum. Kedua, mengidentifikasikan semua informasi

    relevan yang harus ada dalam instrumen potensial yang dipilih agar

    indikator umum dapat digunakan.

    FASE KETIGA: Penetapan Indikator Umum

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    16/59

    ELSDA Institute

    10

    Analisis mendalam yang dilakukan pada fase sebelumnya

    akan menentukan validitas indikator umum yang dihipotesakan.

    Dalam fase ini, indikatorindikator umum yang sudah teruji

    validitasnya didefinisikan berikut penetapan informasi yang harus

    tersedia agar indikator umum itu dapat digunakan dan instrumen

    potensial pemasok informasi relevan. Sebagai contoh, analisis

    keuangan terhadap instrumen potensial Laporan Keuangan

    perusahaan industri kehutanan dapat mengidentifikasikan indikator

    umum pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan

    yang mengarah pada indikasi ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan, yang mencakup: implementasi strategi perusahaan

    dalam menjaga kelestarian hutan, struktur jumlah dan sumber

    pasokan bahan baku, pemenuhan kewajiban kepada negara, arus kas

    yang dikembalikan ke hutan, dan struktur laba perusahaan.

    FASE KEEMPAT: Penetapan Instrumen Pendeteksi

    Berdasarkan analisis keuangan dan analisis hukum yang telah

    dilakukan, sejumlah instrumen potensial yang tersedia dapat

    ditetapkan menjadi instrumen efektif pendeteksi ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan. Namun demikian, boleh jadi analisis hukum

    dan/atau analisis keuangan yang mendalam telah pula

    mengidentifikasikan sejumlah kekurangan pengungkapan informasiyang dikandung sebuah instrumen sehingga menghambat

    pemanfaatan instrumen tersebut untuk menjadi instrumen yang

    efektif. Nah, pada fase ini kekurangankekurangan pengungkapan

    informasi tersebut diidentifikasikan secara jelas dan coba

    disodorkan kepada instansi terkait dan berwenang yang

    mengeluarkan kebijakan ataupun yang menghasilkan instrumen

    terkait. Rekomendasi perbaikan muatan informasi maupun cara

    pengungkapan informasi coba diangkat ke permukaan. Contoh,

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    17/59

    ELSDA Institute

    11

    pengungkapan sumber pasokan bahan baku seharusnya diwajibkan

    dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan yang bergerak

    dalam industri hutan. Rekomendasi ini layak diajukan kepada

    instansi terkait dengan pelaporan keuangan, seperti Ikatan Akuntan

    Indonesia (IAI), Departemen Keuangan ataupun Badan Pengelola

    Pasar Modal (Bapepam).

    Jadi, di dalam rerangka ini akan terbentuk dua keluaran

    utama: IndikatorUmumPengelolaanSDAdanLingkunganyang

    Tidak Berkelanjutan dan Instrumen Pendeteksi Pengelolaan

    SDAdanLingkunganyangTidakBerkelanjutan. Dalam konteks

    ini, ELSDA Institute mendefinisikan IndikatorumumpengelolaanSDA

    danLingkungan sebagai sejumlah parameter, berisi nilai kuantitatif

    dan/atau kualitatif, yang diperoleh melalui mekanisme analisis

    keuangan dan hukum terhadap instrumen relevan yang dapat

    digunakan untuk mengindikasikan adanya kemungkinan

    pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan.

    Sementara itu, instrumen pendeteksi Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan dapat didefinisikan oleh ELSDA Institute sebagai

    dokumen, dapat berupa laporan yang diterbitkan oleh instansi

    ataupun perusahaan, yang berisi informasi relevan yang melalui

    proses analisis keuangan dan hukum dapat membentuk nilai

    kuantitatif dan/atau kualitatif bagi indikator umum pengelolaan SDA

    dan lingkungan yang tidak berkelanjutan yang relevan.

    Indikator

    Umum

    Instrumen

    Pendeteksi

    Pengelolaan

    SDA

    Analisis

    Hukum

    Analisis

    Keuangan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    18/59

    ELSDA Institute

    12

    3. DARI KEGIATAN USAHA(AKTIVITAS BISNIS)MENUJU

    LAPORAN KEUANGAN

    aporan keuangan perusahaan merupakan sumber

    utama informasi yang tersedia bagi para pihak di luar

    perusahaan. Untuk itu, laporan keuangan tak pelak lagi

    merupakan instrumen potensial utama yang digunakan untuk

    melakukan analisis keuangan. Namun demikian, para analis laporankeuangan haruslah menyadari faktorfaktor yang dapat

    mempengaruhi muatan informasi dalam laporan keuangan, yang

    pada gilirannya menentukan kualitas informasi yang dikandungnya.

    Pemahaman mengenai faktorfaktor tersebut sangat krusial

    mengingat kualitas informasi menentukan validitas hasil analisis

    keuangan.

    Seperti nampak dari gambar di bawah ini, laporan keuangan

    merupakan ikhtisar keuangan dari seluruh kegiatan usaha (aktivitas

    bisnis) yang dilakukan oleh perusahaan untuk periode tahun buku

    tertentu. Logikanya, setiap tindakan Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan usaha

    perusahaan seharusnya tercermin dalam angkaangka dan

    penjelasan laporan keuangan perusahaan. Namun demikian,

    kenyataan di lapangan adalah bahwa tidak semua realitas ekonomis

    dari setiap kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan, termasuk di

    dalamnya mungkin tindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan,

    dapat terungkap dalam laporan keuangan. Ada satu filter penting

    LL

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    19/59

    ELSDA Institute

    13

    yang dapat menentukan informasi apa yang ingin dan yang tidak

    ingin dimuat dalam laporan keuangan: Sistem Akuntansi

    Perusahaan.

    Sumber:Adaptasi dari (Palepu, et al., 2004)

    Sistem akuntansi akan mencatat, mengklasifikasikan serta

    mengikhtisarkan data transaksi usaha sebuah entitas bisnis.

    Masukan utama dari sistem akuntansi adalah data transaksi kegiatan

    usaha dan keluaran utamanya adalah laporan keuangan. Transaksi

    usaha yang dilakukan sebuah entitas usaha dipengaruhi oleh

    lingkungan usaha di mana entitas bisnis itu terlibat dan juga strategi

    usaha yang diimplementasikan entitas bisnis itu di dalam menggapaikeunggulan kompetitifnya. Dalam konteks penggunaan laporan

    keuangan perusahaan industri kehutanan sebagai instrumen dalam

    analisis keuangan, pengenalan atas lingkungan usaha kehutanan

    mutlak diperlukan, terutama businessprocess utama yang tipikal

    dilakukan oleh perusahaan industri kehutanan. Kemudian, strategi

    usaha yang dijalankan akan sangat mempengaruhi nature dari

    kegiatan usaha kehutanan yang dipilih dari sekian banyak pilihan

    yang masuk akal. Pemahaman atas kedua faktor tersebut

    Strategi

    Usaha

    Lingkungan

    Usaha

    Laporan

    Keuangan

    Sistem

    Akuntansi

    Kegiatan

    Usaha

    Lingkungan

    Akuntansi

    Strategi

    Akuntansi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    20/59

    ELSDA Institute

    14

    memberikan dasar bagi proses critical thinking ketika melihat

    ikhtisar finansial dari kegiatan usaha yang telah dilakukan yang

    direfleksikan oleh angkaangka laporan keuangan.

    Dua faktor penting lain yang harus ditelaah untuk memahami

    bagaimana sistem akuntansi merekam kegiatan usaha adalahlingkungan akuntansi dan strategi akuntansi. Lingkungan akuntansi

    merujuk pada sekumpulan aturanaturan dan prinsipprinsip

    akuntansi yang berlaku untuk suatu lingkungan usaha tertentu.

    Prinsip akuntansi yang khusus untuk industri kehutanan di

    Indonesia mengacu pada PSAK No. 32. Masih terlalu sempit cakupan

    PSAK ini dibanding dengan kompleksitas businessprocess industri

    kehutanan. Untuk itu, halhal yang belum diatur dalam PSAK

    tersebut perlakuan akuntansinya mengacu pada general accepted

    accounting

    principles yang lain. Di dalam prinsipprinsip akuntansiyang berlaku secara umum, pelaku bisnis diperhadapkan pada

    berbagai alternatif perlakuan akuntansi yang memiliki dampak yang

    tidak seragam terhadap figure laba bersih. Manajemen memiliki

    keleluasaan untuk memilih salah satu alternatif perlakuan akuntansi

    untuk dijadikan kebijakan akuntansi perusahaan. Dengan strategi

    akuntansi yang dipilih, manajemen dapat mengatur angkaangka

    dan pengungkapan laporan keuangan.

    Dengan mencermati faktorfaktor utama sebagaimana

    disinggung di atas, analis keuangan dimampukan untuk dapatmelakukan critical review terhadap angkaangka yang ada dalam

    laporan keuangan. Analis keuangan dimampukan untuk

    mengidentifikasikan aspekaspek lingkungan usaha dan strategi

    usaha serta lingkungan akuntansi dan strategi akuntansi yang

    diimplementasikan oleh perusahaan. Berangkat dari sana, analis

    keuangan dapat mengungkap potensipotensi distorsi informasi

    yang termuat dalam laporan keuangan. Sebelum melakukan analisis

    laporan keuangan, distorsidistorsi yang demikian harus dieliminasi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    21/59

    ELSDA Institute

    15

    terlebih dahulu. Dengan demikian, laporan keuangan akan benar

    benar mencerminkan secara wajar kegiatan usaha yang telah

    dilakukan dan kinerja keuangan yang telah dicapai. Ini akan

    menjadikan laporan keuangan bahan baku bagi analisis laporan

    keuangan yang valid.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    22/59

    ELSDA Institute

    16

    4.INDIKATOR UMUM PENGELOLAANSDA DAN LINGKUNGAN YANG TIDAK

    BERKELANJUTAN PADA INDUSTRIKEHUTANAN

    esuai dengan pembatasan masalah yang diungkapkan

    dalam bagian pendahuluan tulisan ini, indikator umum

    pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak

    berkelanjutan yang akan diulas di sini adalah indikator

    umum yang mengarah pada indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan yang dapat dianalisis menggunakan instrumen potensial

    Laporan Keuangan perusahaan industri kehutanan. Seperti nampak

    dalam gambar di bawah ini, indikator umum pengelolaan SDA dan

    lingkungan yang tidak berkelanjutan yang dapat diperoleh melalui

    mekanisme analisis keuangan terhadap instrumen laporan keuangan

    mencakup: implementasistrategi

    perusahaan

    dalam

    menjaga

    kelestarianhutan, strukturjumlahdan sumberpasokanbahanbaku

    kayu bulat, pemenuhan kewajiban kepada negara, arus kas yang

    masuk kembali ke dan keluar dari hutan, dan laba normal

    perusahaan.

    SS

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    23/59

    ELSDA Institute

    17

    Dalam bagian tulisan ini akan dipaparkan proses analisis keuangan

    terhadap laporan keuangan perusahaan yang bergerak di bidang

    kehutanan dan proses pembentukan indikatorindikator umum

    pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan yang

    mengarah pada indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan.

    Seperti juga terlihat pada gambar di atas, sumber utama analisis

    adalah laporan keuangan. Namun demikian, datadata pendukung

    lain tetap diperlukan agar analisis dapat dilakukan secara optimal.

    Analisis

    Bisnis

    Data

    Pendukung

    Pengelolaan

    SDA

    Laporan

    Keuangan

    Implementasi

    Strategi

    Kelestarian

    Hutan

    Sumber

    Pasokan

    Bahan Baku

    Pemenuhan

    Kewajiban

    Kepada

    Negara

    Arus Kas

    Yang

    Dikembalikan

    Ke Hutan

    Analisis Laba

    Perusahan

    Indikasi

    Ketidakpatuhan

    Pengelolaan

    Kehutanan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    24/59

    ELSDA Institute

    18

    INDIKATOR 1:IMPLEMENTASI STRATEGI PERUSAHAAN DALAM

    MENJAGA KELESTARIAN HUTAN

    Laporan Tahunan (Annual Report) sebuah perusahaan

    memuat Laporan Keuangan Utama (Basic Financial Statements)

    beserta informasi tambahan yang dipandang oleh manajemen perlu

    untuk disampaikan kepada pengguna laporan tahunan. Salah satu

    informasi penting yang disajikan oleh manajemen perusahaan di

    dalam industri kehutanan adalah pernyataan eksplisit mengenai

    strategi perusahaan di dalam mempertahankan kesinambungan

    pasokan bahan baku kayu bulat. Hal ini perlu dilakukan mengingat

    dalam tahuntahun belakangan ini pembabatan hutan alam sudah

    sangat dibatasi ruang lingkupnya sehingga perusahaan harus

    mampu meyakinkan para stakeholders bahwa pasokan bahan baku

    kayu bulat perusahaan dapat dipenuhi oleh sumbersumber yangdapat diperbaharui. Dengan lebih mengandalkan sumbersumber

    yang dapat diperbaharui ini, perusahaan dapat dipandang telah

    mengimplementasikan strategi usaha yang tepat di dalam ikut

    menjaga kelestarian hutan alam Indonesia.

    Strategi

    Kelestarian

    Hutan

    Identifikasi pernyataan strategi kelestarian hutan

    yang dipublikasikan perusahaan

    Implementa

    si Strategi

    Simpulan

    Atas

    Strategi

    Menelaah implementasi strategi dengan melihat

    angkaangka dalam laporan keuangan

    Menarik simpulan dari telaah implementasi

    strategi kelestarian hutan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    25/59

    ELSDA Institute

    19

    Strategi mendasar untuk mendapatkan sumber pasokan kayu

    bulat yang dapat diperbaharui adalah melakukan investasi yang

    memadai dalam Hutan Tanaman Industri (HTI), baik dengan

    melakukan investasi langsung (direct investment) maupun dengan

    melakukan akusisi terhadap perusahaan HTI. Secara eksplisit,

    manajemen perusahaan harus mengungkapkan strategi investasi

    dalam HTI ini dalam laporan tahunannya untuk memberikan sinyal

    positif bagi para stakeholdermengenai niat serius perusahaan untuk

    ikut melestarikan hutan alam. Jika pernyataan eksplisit mengenai

    strategi ini tidak diungkapkan dalam laporan tahunan, ELSDA

    Institute menganggap perusahaan sudah terindikasi melakukan

    pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan dalam

    konteks bahwa perusahaan tersebut ikut memperparah kerusakan

    hutan alam karena tidak punya niatan menggunakan sumber

    pasokan kayu bulat yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan.Namun demikian, kalaupun penyataan eksplisit terhadap strategi

    investasi dalam HTI telah diungkapkan dalam laporan tahunan,

    ELSDA Institute perlu mencermati dulu implementasi strategi

    tersebut sebelum memberikan simpulan mengenai ada tidaknya

    indikasi pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan

    oleh perusahaan.

    Secara menyeluruh, analisis keuangan yang dilakukan ELSDA

    Intitute untuk mencermati implementasi strategi perusahaan dalam

    menjaga kelestarian hutan diilustrasikan dalam diagram di atas.

    Dalam analisis implementasi ini, ELSDA Intitute akan mencermati

    angkaangka laporan keuangan yang berkaitan dengan mutasi pos

    HTIDalamPengembangan dan mutasi pos HutanTanamanIndustri

    itu sendiri.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    26/59

    ELSDA Institute

    20

    Mutasi tambah pada pos HTI Dalam Pengembangan

    menunjukkan besar investasi yang dilakukan perusahaan dalam

    mengembangkan HTI (baik langsung mupun melalui akusisi

    perusahaan HTI) sementara mutasi kurang pada pos HTI Dalam

    Pengembangan menunjukkan pemindahan status ke HTI untuk areal

    yang sudah siap tebang. Sementara itu, mutasi tambah pada pos

    Hutan Tanaman Industri menunjukkan penambahan areal yang

    sudah siap ditebang dan mutasi kurang merupakan amortisasi yang

    dilakukan atas HTI selaras dengan proses penebangan areal HTI.

    Namun demikian, perlu diwaspadai adanya mutasi kurang pada HTI

    DalamPengembangan dan HutanTanamanIndustri yang disebabkan

    oleh transaksi divestasi oleh perusahaan.

    Informasi mengenai mutasi tambah dan kurang pada pos HTIDalam Pengembangan dan pos Hutan Tanaman Industri barulah

    menunjukkan besaran rupiah dari HTI yang dikelola perusahaan dan

    belum memperlihatkan mutasi dalam satuan luas area HTI yang

    dikelola. Sungguh merupakan informasi yang berguna apabila dalam

    CatatanAtas Laporan Keuangan untuk perusahaanperusahaan di

    bidang kehutanan menyajikan angkaangka tersebut. Sebenarnya

    PSAK No. 32 tentang Akuntansi Kehutanan sudah mensyaratkan

    perusahaan untuk menyajikan data area HTI yang dikelolanya.

    HTI DalanPengembangan

    Investasi

    Hutan TanamanIndustri

    Siap Tebang Penebangan

    Divestasi Divestasi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    27/59

    ELSDA Institute

    21

    Sayangnya, dari sejumlah laporan keuangan yang telah ditelaah,

    tidak ada satupun yang mengungkap informasi penting tersebut.

    Jadi, untuk sementara analisis keuangan atas implementasi strategi

    perusahaan dalam melestarikan hutan hanya dapat dilakukan atas

    parameter mutasi rupiah pos HTIDalam Pengembangan dan pos

    HutanTanamanIndustri saja.

    INDIKATOR 2:STRUKTUR JUMLAH DAN SUMBER PASOKAN BAHAN

    BAKU KAYU BULAT

    Salah satu kontributor terbesar untuk tingkat kerusakan

    hutan alam Indonesia dan mewakili jenis Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan yang terbesar adalah illegal logging.

    Ditenggarai bahwa mayoritas sumber pasokan bahan baku kayu

    bulat bagi industri kehutanan Indonesia berasal dari illegal

    logging

    dan seluruh transaksi terkait dengannya. Indikasi penggunaan bahan

    baku kayu bulat yang berasal dari illegal logging oleh sebuah

    perusahaan dapat dideteksi dari laporan keuangannya. Sayangnya,

    laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan industri

    kehutanan tidak secara rinci menyajikan jumlah dan sumber

    pasokan bahan baku kayu bulat. Akibatnya, analisis keuangan

    terhadap laporan keuangan untuk mendeteksi indikasi

    ketidakpatuhan ini dilakukan dengan menganalisis Struktur Harga

    Pokok, sebagaimana diilustrasikan dalam diagram berikut ini:

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    28/59

    ELSDA Institute

    22

    Analisis terhadap struktur harga pokok berpotensi menghasilkan

    informasi mengenai jumlah pengunaan bahan baku kayu bulat.

    Berangkat dari informasi ini, setidaknya akan didapat dua informasi

    yang menjadi bakal indikator umum pengelolaan SDA dan

    lingkungan yang tidak berkelanjutan (dan juga berindikasi

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan). Pertama, sumber pasokan

    bahan baku kayu bulat yang dapat mengidentifikasikan indikasi

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan dalam kontekspenyalahgunaan Hak Pengusahaan Hutan dan pemakaian kayu bulat

    yang berasal dari illegal logging. Kedua, jumlah kewajiban kepada

    negara dalam bentuk kewajiban membayar Dana Reboisasi dan

    PSDH kepada negara oleh semua pihak yang menurut peraturan

    yang berlaku memiliki kewajiban tersebut. Indikasi Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan yang dapat diindikasikan mencakup

    manipulasi jumlah kewajiban dengan cara merendahkan jumlah

    kewajiban (understatement kewajiban) dan juga kurang bayar

    Analisis

    Bahan BakuAnalisis

    Struktur Harga

    Pokok

    Penjualan

    Penyalahgunaan HPH

    Pembalakan liar

    Jumlah

    Penggunaan

    Bahan Baku

    Sumber Bahan

    Baku

    Kewajiban

    Pada Negara

    Undestatement Kewajiban

    Kurang Bayar Kewajiban

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    29/59

    ELSDA Institute

    23

    kewajiban kepada negara. Pada bagian ini akan dibahas indikator

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang pertama, sedangkan

    indikator Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang kedua akan

    dibahas pada bagian setelah ini.

    Analisis struktur harga pokok dilakukan dengan membagi

    total biaya pemakaian bahan baku kayu bulat (satuan rupiah)

    dengan harga pembelian kayu bulat ratarata (satuan rupiah per

    m2). Hasilnya berupa jumlah total penggunaan bahan baku kayu

    bulat (satuan m2). Dari angka total ini, Analisis Kapasitas HTI,

    Analisis Kapasitas HPH dan Analisis Dokumentasi Pembelian

    dilakukan untuk mendapatkan jumlah dan sumber pasokan bahan

    baku: bahanbakuyangdipasokHTI,bahanbakuyangdipasokHPH,

    Analisis

    Kapasitas HTI

    Penyalahgunaan

    HPH

    Analisis

    Dokumen

    Pembelian

    Analisis

    Kapasitas HPH

    Bahan Baku

    yang Dipasok

    Penggunaan

    Bahan Baku

    =Bahan Baku

    yang Dipasok

    Hutan Alam

    Bahan Baku

    yang Dipasok

    Bahan Baku

    yang Dipasok

    Pembelian

    =

    Dipasok

    Pembelian

    Legal

    =Dipasok Dari

    Pembalak Liar

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    30/59

    ELSDA Institute

    24

    bahanbakuyangdibelisecara legal,danbahanbakuyangdiperoleh

    secarailegal.

    Asumsi yang digunakan dalam analisis keuangan ini adalah

    bahwa perusahaan memiliki niatan untuk melestarikan hutan

    sehingga prioritas sumber pasokan bahan baku adalah hutan

    tanaman industri yang dikelola perusahaan. Penggunaan sumber

    pasokan yang lain hanya merupakan nilai tambah bagi proses

    produksi. Analisis atas kapasitas HTI akan mendapatkan jumlah kayu

    bulat yang dipasok oleh HTI. Jika jumlah ini dikurangkan dari total

    pemakaian kayu bulat, angka yang didapat adalah jumlah bahan

    baku yang dipasok oleh hutan alam. Pasokan kayu bulat dari hutan

    alam dapat berasal dari tiga sumber utama: bahanbakuyangdipasok

    HPH, bahan baku yang dibeli secara legal, dan bahan baku yang

    diperolehsecara

    ilegal. Analisis atas kapasitas HPH yang dimiliki

    perusahaan akan mendapatkan jumlah bahan baku yang dipasok

    oleh HPH. Jumlah pemakaian kayu bulat selebihnya merupakan

    bahan baku yang dibeli dari luar, baik legal maupun ilegal.

    Keterbatasan informasi yang dikandung oleh laporan

    keuangan mengharuskan proses analisis keuangan menggunakan

    data penunjang yang diambil dari luar laporan keuangan. Data

    penunjang dalam konteks ini adalah dokumendokumen pembelian.

    Analisis atas dokumen pembelian ini akan memberikan gambaran

    berapa banyak bahan baku yang dibeli secara legal. Dengandemikian, sisa pasokan bahan baku yang ada dapat patut dicurigai

    berasal dari pembelian ilegal atau berasal dari illegal logging.

    Dengan demikian, analisis keuangan atas jumlah dan sumber

    pasokan bahan baku dapat mengindikasikan ada tidaknya tindak

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan dalam konteks illegal

    logging.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    31/59

    ELSDA Institute

    25

    INDIKATOR 3:PEMENUHAN KEWAJIBAN KEPADA NEGARA

    Analisis terhadap jumlah dan sumber pasokan bahan baku

    kayu bulat dapat digunakan untuk menghitung total kewajiban

    perusahaan kepada Negara dalam hal pembayaran Dana Reboisasi

    dan PSDH. Sebagaimana digambarkan dalam diagram di bawah ini,

    dari analisis struktur harga pokok dapat diketahui total penggunaan

    kayu bulat oleh perusahaan. Apabila jumlah ini kemudian dikalikan

    dengan tarif DR dan PSDH yang sesuai maka akan didapatkan jumlah

    total kewajiban pembayaran DR dan PSDH kepada negara.

    Realisasi pemenuhan kewajiban pembayaran DR dan PSDH

    dapat diperoleh dengan melakukan analisis terhadap Neraca,

    Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas perusahaan. Analisis

    terhadap neraca dilakukan untuk menghitung mutasi yang terjadi

    pada pos kewajiban DR dan PSDH yang Masih Harus Dibayar. Mutasi

    yang terjadi merupakan mutasi bersih dari mutasi tambah, berupa

    pembebanan DR dan PSDH selama tahuan berjalan, dan mutasi

    kurang, berupa pembayaran DR dan PSDH kepada negara. Mutasi

    tambah tersebut dapat diketahui dengan melakukan analisis

    Analisis

    Struktur Harga

    Pokok

    Analisis Bahan

    Baku

    Jumlah

    Penggunaan

    Bahan Baku

    Kewajiban

    Kepada Negara

    Ketentuan Tarif

    DR PSDH

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    32/59

    ELSDA Institute

    26

    terhadap besar pembebanan DR dan PSDH yang dilaporkan dalam

    Laporan Laba Rugi. Sementara itu, realisasi pemenuhan kewajiban

    kepada negara dapat dilihat dari arus kas keluar untuk pembayaran

    DR dan PSDH yang dapat dianalisis dalam Laporan Arus Kas

    perusahaan.

    Hubungan matematis antara angkaangka pada ketiga jenis

    laporan keuangan tersebut perlu dicermati mengingat tidak semua

    laporan keuangan mengungkapkan angkaangka pemenuhan

    kewajiban kepada negara secara eksplisit. Dalam banyak kasus,

    perlakuan akuntansi untuk beban DR dan PSDH yang diterapkan

    oleh perusahaan adalah dengan menggabungkan beban DR dan

    PSDH ke dalam pos Beban Produksi secara global. Jika ini yang

    terjadi, besar DR dan PSDH yang diperhitungkan oleh perusahaan

    Jumlah

    Kewajiban

    Yang Dipenuhi

    Jumlah

    Penggunaan

    Bahan Baku

    Kewajiban

    Kepada NegaraKetentuan Tarif

    DR PSDH

    Analisis DR dan

    PSDH

    Analisis Neraca,

    Laba Rugi dan

    Arus Kas

    Jumlah

    Kewajiban Yang

    Belum Dipenuhi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    33/59

    ELSDA Institute

    27

    hanya dapat diketahui dari mutasi angkaangka neraca dan laporan

    arus kas. Masalah juga akan muncul apabila dalam laporan arus kas,

    perusahaan tidak secara eksplisit menyajikan arus kas keluar untuk

    pembayaran kewajiban DR dan PSDH kepada negara. Kembali,

    hubungan logis antara neraca dan laporan laba rugi untuk pos DR

    dan PSDH dapat digunakan untuk menghitung realisasi pemenuhan

    kewajiban kepada negara tersebut.

    Dengan membandingkan antara jumlah kewajiban kepada

    negara yang seharusnya dibayar dengan jumlah realisasi pemenuhan

    kewajiban kepada negara, kekurangan ataupun kelebihan

    pemenuhan kewajiban kepada negara dapat diketahui. Kekurangan

    pemenuhan kewajiban kepada negara dapat menjadi indikasi adanya

    pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan yang

    mengarah pada indikasi tindak Ketidakpatuhan pengelolaankehutanan. Dalam hal ini, tindak ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan yang dilakukan perusahaan dapat berupa hanya sekedar

    kurang melakukan pembayaran kewajiban kepada negara ataupun

    malah melakukan manipulasi perhitungan kewajiban kepada negara.

    INDIKATOR 4:ARUS KAS YANG MASUK KEMBALI KE DAN KELUAR

    DARI HUTAN

    Analisis Arus

    Kas

    Kembali Ke

    Hutan

    Investasi Pada

    HTI

    Tidak Kembali

    Ke Hutan

    Pemenuhan

    Kewajiban

    Kepada Negara

    Reinvestasi

    Dalam

    Perusahaan

    Transfer Price

    Investasi di Luar

    Industri Hutan

    Money

    Laundering

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    34/59

    ELSDA Institute

    28

    Analisis terhadap Laporan Arus Kas perusahaan dapat

    mendeteksi adanya indikasi arus kas yang kembali ke dalam ataupun

    yang keluar dari industri kehutanan. ELSDA Institute memandang

    praktik membawa kas keluar dari industri kehutanan merupakan

    sebuah tindak pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak

    berkelanjutan. Dengan adanya arus kas keluar dari industri

    kehutanan berarti tidak akan tersedia cukup dana segar yang dapat

    digunakan oleh perusahaan untuk melakukan investasi pada Hutan

    Tanaman Industri, membayar seluruh kewajiban kepada negara dan

    melakukan reinvestasi untuk meremajakan peralatan perusahaan

    yang ada. Minimnya dana untuk melakukan investasi pada HTI

    menyebabkan minimnya kontribusi perusahaan bagi kelestarian

    hutan alam. Tidak adanya reinvestasi untuk peremajaan peralatan

    akan mengganggu kesinambungan efisiensi dalam proses produksi

    sehingga untuk mendapatkan keluaran yang sama perusahaan harusmengkonsumsi masukan yang lebih besar sehingga akan

    mempercepat pengurangan sumber daya kayu bulat. Juga, kewajiban

    kepada negara yang kurang dipenuhi akan memaksa pemerintah

    memangkas upayaupaya pelestarian hutan. Dengan demikian, sekali

    lagi, ELSDA Institute mengambil sikap bahwa tindakan

    memindahkan kas keluar dari industri kehutanan merupakan

    indikasi tindak pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak

    berkelanjutan.

    Laporan Arus Kas perusahaan terbagi dalam tiga bagian

    utama: arus kas dari kegiatan operasional, arus kas dari kegiatan

    investasi dan arus kas dari kegiatan pembiayaan. Arus kas keluar

    yang utama dalam kegiatan operasional adalah pembayaran kepada

    pemasok, terutama untuk pembelian bahan baku kayu bulat dan

    biaya produksi utama. Jumlah yang tidak normal pada arus kas

    keluar ini patut dicurigai untuk terindikasi adanya praktikmark-up

    dalam skema mekanisme transferprice antara perusahaan dengan

    afiliasi. Di sini, perusahaan melakukan pembayaran untuk pembelian

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    35/59

    ELSDA Institute

    29

    bahan baku kayu bulat dan/atau pengeluaran biaya produksi di atas

    jumlah yang wajar dengan maksud menutupi tujuan sebenarnya

    yaitu membawa kas keluar dari industri kehutanan.

    Kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan dapat

    dianalisis pada arus kas dari kegiatan investasi. Barangkali indikasi

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan dalam bentuk melakukan

    investasi di luar industri kehutanan lebih kasat mata di sini. Dari

    rincian arus kas untuk kegiatan investasi dapat dilihat kegiatan

    investasi apa saja yang telah dilakukan, mana yang memang terkait

    dengan industri kehutanan dan mana yang tidak relevan sama sekali.

    Bentuk yang paling umum terjadi adalah arus kas keluar dalam

    bentuk akusisi perusahaan afiliasi. Jika perusahaan afiliasi yang

    diakusisi merupakan perusahaan pengelola HTI jelas hal ini

    merupakan hal yang positif, namun bagaimana jika perusahaanmelakukan akusisi terhadap perusahaan yang bergerak di bidang

    distribusi makanan?

    Sementara itu, arus kas keluar dari industri kehutanan dalam

    bentukmoneylaundering dapat dikaji indikasinya dari arus kas dari

    kegiatan pembiayaan. Di sini, perusahaan dapat saja melakukan

    pemberian uang muka ataupun pinjaman lunak kepada perusahaan

    afiliasi dengan maksud membiayai ataupun mengaburkan tindakan

    bisnis ilegal yang dilakukan perusahaan afiliasi. Uang muka dan

    pinjaman ini kemudian secara perlahan tapi pasti dihapus daripembukuan perusahaan dengan alasan bahwa uang muka dan

    pinjaman itu berusia sudah terlalu lama dan tingkat penagihannya

    kembali semakin kecil.

    Terus terang, menganalisis arus kas keluar untuk tujuan

    mengidentifikasikan tindak pengelolaan SDA dan lingkungan yang

    tidak berkelanjutan merupakan pekerjaan yang sulit.

    Membengkaknya pembayaran kepada pemasok, tindakan akusisi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    36/59

    ELSDA Institute

    30

    terhadap perusahaan afiliasi maupun hubungan pinjam meminjam

    dengan perusahaan afiliasi tidaklah serta merta memojokkan

    perusahaan sudah melakukan tindak Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan. Namun demikian, setidaknya angkaangka yang tersaji

    dapat memicu penelaahan lebih lanjut yang kelak akan dapat

    membuktikan ada tidaknya indikasi tindak Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan yang dimaksud.

    INDIKATOR 5:LABA TIDAK NORMAL PERUSAHAAN

    Analisis keuangan atas laporan keuangan perusahaan

    setidaknya akan memberikan gambaran kondisi perusahaan dalam

    dua perspektif waktu: kinerja perusahaan di masa lampau dan

    prediksi kinerja perusahaan di masa datang. Analisis terhadap trend

    dan struktur laba perusahaan dapat menfasilitasi para analis

    keuangan untuk melakukan prediksi kinerja perusahaan di masa

    datang. Tingkat pertumbuhan yang positif dari laba perusahaan

    memberikan gambaran akan terjaganya kesinambungan pencapaian

    laba, yang pada akhirnya memberikan gambaran positif akan

    kesinambungan usaha perusahaan. Sebaliknya, kesinambungan

    usaha perusahaan akan sangat dipertanyakan apabila tingkat

    pertumbuhan laba perusahaan menunjukkan angka negatif.

    Analisis

    Laba

    Struktur

    Laba Rugi

    Kesinambungan

    Laba

    Kebijakan

    Akutansi

    Garbage Bin

    Transfer PriceIndikasi

    Ketidakpatuhan

    Pengellolaan

    Kehutanan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    37/59

    ELSDA Institute

    31

    Dikaitkan dengan konteks indikasi pengelolaan SDA dan

    lingkungan yang tidak berkelanjutan, analisis terhadap struktur laba

    dapat mengidentifikasikan abnormalitas dari laba yang diperoleh

    perusahaan. Adalah suatu yang tidak normal apabila perusahaan

    secara konsisten menunjukkan laba yang negatif tetapi perusahaan

    yang bersangkutan terus dapat beroperasi secara normal. Jika itu

    terjadi, ELSDA Institute patut mempertanyakan sejumlah aspek yang

    pada akhirnya dapat menjurus pada indikasi tindak Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan, yang mungkin merupakan tindak

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang tidak langsung (tidak

    seperti illegallogging misalnya).

    Akuntansi yang berlaku bagi industri kehutanan, seperti juga

    untuk industri yang lain, adalah akuntansi yang berbasis akrual.

    Pendapatan dan beban yang dilaporkan dalam Laporan Laba Rugimerupakan pendapatan dan beban yang diakui berdasarkan saat hak

    dan kewajiban muncul bukan berdasarkan kapan kas diterima

    ataupun dikeluarkan. Dengan demikian, besar laba yang dilaporkan

    perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan akuntansi yang

    dipilih oleh perusahaan. ELSDA Institute patut mempertanyakan

    kebijakan akuntansi yang dipilih perusahaan apabila abnormalitas

    figur laba yang ditampilkan sangat signifikan. Salah satu contoh

    penting kebijakan akuntansi yang dapat ditelaah adalah kebijakan

    memperlakukan pengeluaran biaya untuk pengembangan Hutan

    Tanaman Industri menjadi beban perusahaan seluruhnya padahal

    PSAK 32/1994 mengharuskan beberapa pengeluaran harus

    dikapitalisasi. Kebijakan akuntansi yang demikian akan

    membengkakkan beban perusahaan yang akan menurunkan jumlah

    laba yang dilaporkan.

    Praktik mark-up dalam skema mekanisme transfer price

    antara perusahaan dengan para perusahaan afiliasi dapat

    menyebabkan beban produksi menjadi tinggi. Hal ini juga akan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    38/59

    ELSDA Institute

    32

    menarik turun laba yang dilaporkan perusahaan. Praktik transfer

    price merupakan praktik yang lazim dalam dunia bisnis, namun jika

    kemudian praktik ini dilakukan dengan tujuan penggelapan pajak

    ataupun menguras kas keluar dari industri kehutanan, praktik

    transfer price dapat dipandang sebagai indikasi tindak

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan. Memang, adanya praktik

    transfer price tidak otomatis menjadikan perusahaan pelaku

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan. Namun demikian,

    setidaknya terungkapnya praktik ini akan memicu instansi terkait

    (Direktorat Jenderal Pajak untuk masalah penggelapan pajak

    ataupun PPATK untuk masalah arus kas keluar dari hutan dan money

    laundering) untuk melakukan investigasi lebih dalam lagi selaras

    dengan kewenangan yang diatur peraturan perundangan yang

    berlaku.

    ELSDA Institute juga mencurigai bahwa tindak

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang dilakukan oleh

    perusahaan sangat difasilitasi oleh skema suap menyuap kepada

    oknum pejabat instansi terkait. Biasanya pengeluaran dana untuk

    suap menyuap ini akan disembunyikan dalam pembukuan

    perusahaan dengan jalan memasukkannya sebagai pengeluaran

    biaya tertentu. Sinyalemen ini perlu dikerangkakan ketika

    melakukan analisis terhadap pospos biaya dalam lapaoran

    keuangan yang figur angkanya material. Patut dicurigai bahwa pos

    pos biaya tersebut merupakan garbagebin untuk menampung

    seluruh pengeluaran dana untuk kegiatan suap menyuap.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    39/59

    ELSDA Institute

    33

    5.STUDI KASUS PADA PTXYZ,TBK

    agian ini ingin menjelaskan bagaimana analisis keuangan

    dilakukan dengan menggunakan Laporan Keuangan dari

    perusahaan yang nyata. Tujuan dari ilustrasi ini adalah

    untuk menggambarkan bagaimana informasi dalam laporan

    keuangan dapat memberdayakan indikator umum Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan untuk mampu menyodorkan sejumlah red

    flag yang dapat memicu penelaahan lebih jauh untuk sampai pada

    simpulan ada tidaknya Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang

    telah dilakukan oleh perusahaan.

    BB

    Instrumen

    Potensial

    Indikator

    Umum

    Instrumen

    Pendeteksi

    Pengelolaan

    SDA

    Analisis

    Hukum

    Analisis

    Keuangan

    Indikasi

    Ketidakpatuhan

    Pengelolaan

    Kehutanan

    Laporan keuangan data relevan lainnya

    Pembalakan liar

    Manipulasi DR PSDH

    Arus kas keluar hutan

    Strategi

    Kewajiban pada negara

    Arus kas ke hutan

    Laba

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    40/59

    ELSDA Institute

    34

    5.1. PENJELASAN SINGKAT MENGENAI PTXYZ,TBK.PT XYZ, Tbk didirikan pada tanggal 4 April 1979 di

    Banjarmasin, Kalimantan Selatan dengan nama PT BRPMK. Sejak

    tahun 1990, setelah mengalami beberapa kali pergantian nama

    perusahaan, PT BRPMK menjadi PT XYZ. Saat ini PT XYZ, Tbk. Telahberkembang menjadi sebuah holding company dengan mencakup

    sekitar 17 perusahaan afiliasi yang membentuk sebuah perusahaan

    industri kayu terpadu, yang secara konsisten menghasilkan produk

    produk kayu berkualitas tinggi untuk pasar internasional. Saat ini,

    sekitar 85% produksi PT XYZ, Tbk. diekspor ke manca negara dalam

    bentuk kayu lapis, blockboard, woodworking dan particleboard.

    Pencapaian kinerja seperti ini diraih karena dukungan lebih dari

    6.000 sumber daya manusia berkualitas PT XYZ, Tbk. di seluruh

    wilayah Indonesia.

    Dengan orientasi untuk mengembangkan industri pengolahan

    kayu di dalam negeri, PT XYZ, Tbk. mengembangkan usaha dalam

    industri kayu terpadu yang berintikan kayu lapis. Dengan didukung

    oleh dana investasi yang segar menyusul keberhasilan perusahaan

    melakukan penawaran perdana (IPO) pada tahun 1993, PT XYZ, Tbk.

    terus melaksanakan pengembangan usaha ke bidang hutan tanaman

    industri antara lain di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,

    Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, sebagai

    upaya penyediaan bahan baku yang lestari bagi industri. Saham PT

    XYZ, Tbk. Mulai tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek

    Surabaya pada 1 Oktober 1993. Nilai kapitalisasi pasar pada tanggal

    31 Desember 2005 telah mencapai figur Rp 1.439.602.886.700,

    dengan sekitar 945 pemegang saham.

    5.2. ANALISIS 1:IMPLEMENTASI STRATEGI PERUSAHAAN DALAMMENJAGA KELESTARIAN HUTAN

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    41/59

    ELSDA Institute

    35

    Dalam Laporan Tahunan 2003 secara eksplisit PT XYZ Tbk

    mengungkapkan strategi perusahaan untuk menjaga kelestarian

    pasokan bahan baku dengan cara melakukan investasi pada Hutan

    Tanaman Industri. Selengkapnya strategi tersebut adalah sebagai

    berikut:

    KelompokUsahaPTXYZTbk berupayauntukmenjadipemimpindi

    bidangnyadanberusahauntuktetapkompetitifdipasarinternasional,

    dimanadalamhal iniPerseroan telahmenerapkanberbagai strategi

    jangka panjang untuk mengantisipasi resiko kelangkaan kayu

    gelondongandarihutanalam.

    Divisi Riset dan Pengembangan telah melakukan pembudidayaan

    produksi benih (seed procurement), pemuliaan pohon (tree

    improvement)dankonservasi sumberdayagenetik (genetik resoures

    conservation). Langkah ini dilakukan untuk memperoleh jenis

    tanamanyang

    berkualitas,

    cepat

    tumbuh,

    riap

    yang

    lebih

    besar

    dan

    tahanpenyakitdenganrotasipanenyangdiperpendek.

    SampaiakhirDesember2003,PerseroantelahmembangunHTIseluas

    243.600HayangtersebardiSumateraSelatan,Kalimantan,Sulawesi

    danMaluku.SpesiestanamanyangdigunakanadalahParaserianthes

    falcataria, Gmelina arborea, Acacia mangium dan Duabanga

    molucana.NantinyaPTXYZTbkmenggunakankayugelondongandari

    hasil hutan alam hanya untuk meningkatkan nilai tambahproduk-

    produkPerseroan.

    Sementara itu, dalam Laporan Tahunan 2005 PT XYZ Tbk

    kembali menyatakan bahwa investasi pada Hutan Tanaman Industri

    merupakan strategi bisnis perusahaan untuk mengatasi pembatasan

    jatah tebang industri.

    Menyadarikondisibisnisdibidangkehutananyangbelumpulih

    sampai dengan saat ini, manajemen Perseroan

    mengimplementasikanduaprogramstrategis,yaitu:

    1. Efisiensi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    42/59

    ELSDA Institute

    36

    Sehubungandenganpembatasanjatahtebangbagi industri,

    mengakibatkanindustrikayumengalamikekuranganbahan

    baku, menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan

    tersebut, Perseroan melakukan langkah langkah antisipasi

    sebagaiberikut:

    1.Menghentikanfasilitas industriyangmengalamikesulitan

    bahanbaku.

    2. Menutup camp-camp pengusahaan hutan yang tidak

    produktif.

    3.Penjualanasetyangtidakproduktif.

    4. Melaksanakan berbagai program penghematan biaya

    rutin.

    2. MerumuskankembalistrategiBisnisPerseroan.Manajemen

    melakukan

    perumusan

    kembali

    strategi

    bisnisnyadenganmelakukanupaya-upayasebagaiberikut:

    1. StrategiOperasional.Perseroan akan berusaha untukmelakukan intensifikasi

    program penelitian dan pengembangan untuk

    meningkatkankualitasdanjenisprodukyangdihasilkan

    agarlebihresponsifterhadapkebutuhankonsumen.

    2. StrategiInvestasi.Perseroan akan lebih fokus pada penanaman kembali

    arealHTIyangtelahdimilikidenganmenanamjeniskayu

    yangsesuaidengankebutuhanindustriPerseroan.

    Implementasi dari strategi perusahaan tersebut

    diejawantahkan oleh figurfigur pos Hutan Tanaman Industri Dalam

    Pengembangan dan pos Hutan Tanaman Industri pada Neraca

    perusahaan. Oleh karena itu, dengan melakukan analisis terhadap

    mutasi tambah dan mutasi kurang pada kedua pos laporan keuangan

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    43/59

    ELSDA Institute

    37

    tersebut, sejauh mana konsistensi antara pernyataan strategi

    kelestarian hutan PT XYZ Tbk dengan implementasinya dapat dinilai

    dan disimpulkan. Berikut ini adalah mutasi pospos terkait dalam

    laporan keuangan PT XYZ Tbk untuk periode 20032006.

    a. Mutasi Pos HUTAN TANAMAN INDUSTRI2003 2004 2005 2006

    Biaya Perolehan

    Saldo Awal 426.689,49 85.995,56 100.584,10 92.246,24

    Penambahan 85.995,56 14.588,54

    Pengalihan (426.689,49)

    Saldo Akhir 85.995,56 100.584,10 100.584,10 92.246,24

    Akumulasi Amortisasi

    Saldo Awal 48.851,33 1.843,15 5.163,60 8.337,86

    Penambahan 4.893,98 3.320,45 3.174,26 (5.470,59)

    Pengalihan (51.902,16)

    Saldo Akhir 1.843,15 5.163,60 8.337,86 2.867,27Nilai Bersih 84.152,41 95.420,50 92.246,24 89.378,97

    b. Mutasi Pos HTI DALAM PENGEMBANGAN2003 2004 2005 2006

    Saldo Awal 150.972,99 68.982,52 54.446,85 57.003,23

    Penambahan 7.771,13 2.298,68 2.556,37 385,76Pengurangan

    Penghapusan (2.245,81) (1.712,06)

    Pengalihan (85.995,56) (14.588,54) (37.739,77)Pemindahan ke

    HTI(3.766,04)

    Saldo Akhir 68.982,52 54.446,85 57.003,23 17.937,16)

    Dari mutasi tambah dan kurang yang terjadi pada pos Hutan

    Tanaman Industri dan HTI Dalam Pengembangan secara jelas dapat

    diketahui bahwa implementasi strategi kelestarian hutan PT XYZ

    Tbk tidaklah selantang pernyataan strategi yang dituangkan dalam

    laporan tahunannya. Investasi yang dikucurkan untuk

    mengembangan HTI dari tahun ke tahun terus menurun, di mana

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    44/59

    ELSDA Institute

    38

    dalam tahun terakhir hanya Rp. 385,76 juta yang disisihkan untuk

    mengembangkan HTI. Perusahaan justru melakukan divestasi HTI

    dengan cara melepas anak perusahaan pengelola HTI. Akibatnya,

    nilai HTI Dalam Pengembangan turun drastis dari Rp. 68,9 milyar di

    tahun 2003 menjadi Rp. 17,9 milyar di tahun 2006. Sementara itu,

    pertambahan area HTI yang siap ditebang mengalami stagnasi

    ditandai dengan tidak adanya penambahan area HTI siap tebang

    dalam dua tahun terakhir. Hasilnya, HTI terus mengalami

    penurunan.

    Dari analisis di atas ELSDA Institute dapat mengambil

    kesimpulan bahwa PT XYZ Tbk memiliki indikasi melakukan

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan dalam artian perusahaan

    tidak ikut berpartisipasi dalam upayaupaya serius untuk

    melestarikan hutan alam. Dengan tidak menyediakan lahan HTI yangmemadai, pasokan bahan baku PT XYZ Tbk mau tidak mau harus

    dipasok oleh sumber di luar HTI, yaitu hutan alam, baik lewat

    penebangan hutan sendiri via HPH maupun pembelian kayu bulat.

    Pasokan di luar HTI akan memaksa hutan alam untuk terus ditebang,

    ditebang dan ditebang. Kerusakan hutan alam merupakan outcome

    dari tidak dilaksanakannya strategi kelestarian hutan oleh PT XYZ

    Tbk. Ini jelas merupakan tindak Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan.

    Analisis mengenai besar area HTI secara total, area yangdikembangkan, area yang siap ditebang, area yang ditebang dalam

    suatu periode tidak dapat dilakukan. Datadata yang dibutuhkan

    untuk analisis tersebut belum tersedia dalam laporan tahunan PT

    XYZ Tbk. Jika data tersebut tersedia, indikasi Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan oleh PT XYZ Tbk akan semakin jelas dan

    detail, tidak sekedar berdasarkan mutasi nilai rupiah dari pospos

    HTI dan HTI Dalam Pengembangan. Jadi, untuk menjadikan laporan

    keuangan sebagai instrumen efektif untuk mendeteksi

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    45/59

    ELSDA Institute

    39

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan tambahan pengungkapan

    data di atas memang diperlukan.

    5.3. ANALISIS 2:STRUKTUR JUMLAH DAN SUMBER PASOKANBAHAN BAKU KAYU BULAT

    Seperti juga laporan keuangan perusahaan industri

    kehutanan yang lainnya, laporan keuangan PT XYZ Tbk tidak secara

    eksplisit menyajikan data mengenai jumlah dan sumber pasokan

    bahan baku kayu bulat. Oleh karena itu, analisis terhadap butir 2 ini

    harus dilakukan dengan menelaah struktur harga pokok produksi

    yang dilaporkan dalam Laporan Laba Rugi perusahaan. Analisis

    dilakukan dengan membagi jumlah biaya pemakaian kayu bulat dari

    masingmasing sumber dengan harga beli ratarata untuk sumber

    sumber yang bersangkutan. Hasilnya, jumlah total pemakaian bahanbaku dalam satu tahun untuk tiaptiap sumber bahan baku akan

    diketahui.

    Dari lima tahun laporan keuangan PT XYZ Tbk yang ditelaah,

    tidak satupun laporan keuangan yang secara lengkap menyajikan

    jumlah total pemakaian bahan baku dalam strukur harga pokok

    produksinya. Bahkan untuk tiga tahun terakhir, biaya bahan baku

    disajikan secara angka global sehingga sulit untuk dianalisis lebih

    lanjut. Hanya dalam laporan keuangan tahun 2003 saja struktur

    harga pokok produksi disajikan secara detail. Untuk tahun buku2003, jumlah biaya pemakaian bahan baku kayu bulat telah

    diklasifikasikan menjadi pasokan kayu bulat dari HTI dan dari HPH.

    Termasuk dalam HPH ini adalah pembelian kayu bulat oleh

    perusahaan dari perusahaan HPH lainnya. Rincian lebih lanjut

    mengenai struktur sumber bahan baku tidak tersedia dalam laporan

    keuangan. Oleh karena itu, jumlah dan sumber pasokan bahan baku

    PT XYZ Tbk hanya dapat dikaji dari dua sumber tersebut, seperti

    yang ditampilkan dalam table berikut ini.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    46/59

    ELSDA Institute

    40

    TABEL 3: PENGGUNAANKAYU BULAT

    HPH HTI Total

    Pemakaian kayu bulat (dalam rupiah) 854,97 M 363,13 M 1.218,10 M

    Harga ratarata per meter kubik 431.000 431.000

    Jumlah pemakaian kayu bulat (dalam

    meter kubik)

    1.983.694 m3 842.532 m3 2.826.226 m3

    Idealnya, analisis jumlah dan sumber pasokan bahan baku

    melibatkan Analisis Kapasitas HTI, Analisis Kapasitas HPH, Analisis

    Dokumentasi Pembelian sebagaimana telah dibahas pada bagian

    sebelumnya tulisan ini. Sayangnya, datadata pendukung yang

    dibutuhkan belum tersedia dalam laporan keuangan PT XYZ Tbk.

    Akibatnya, analisis jumlah sumber dan pasokan bahan baku belum

    mampu mendeteksi indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan, berupa kemungkinan adanya pembelian kayu bulat yang

    berasal dari illegallogging.

    26.226

    Analisis

    Kapasitas HTI

    PenyalahgunaanHPH

    Analisis

    Dokumen

    Pembelian

    Analisis

    Kapasitas HPH

    Bahan Baku

    yang Dipasok

    Penggunaan

    Bahan Baku

    =Bahan Baku

    yang Dipasok

    Hutan Alam

    Bahan Baku

    yang Dipasok

    Bahan Bakuyang Dipasok

    Pembelian

    =

    Dipasok

    Pembelian

    Legal

    =

    Dipasok DariPembalak Liar

    NA

    NA

    NA

    NANA

    NA NA

    NA

    NANA

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    47/59

    ELSDA Institute

    41

    5.4. ANALISIS 3:PEMENUHAN KEWAJIBAN KEPADA NEGARAKewajiban kepada negara yang harus dipenuhi PT XYZ Tbk

    adalah pembayaran iuran DR dan PSDH selaras dengan jumlah kayu

    bulat yang digunakan untuk proses produksi. Jika mengambil data

    tahun buku 2003, jumlah total pemakaian kayu bulat adalah sebesar

    2.826.226 m3. Dengan asumsi tarif DR ratarata USD14.06

    (Rp.119.000) per m3, jumlah DR yang harus dipenuhi oleh

    perusahaan Rp. 336,32 M, sementara untuk PSDH, dengan asumsi

    tarif PSDH 10 persen dan harga patokan ratarata Rp. 431.000,

    jumlah PSDH yang harus dipenuhi oleh perusahaan Rp. 121,81 M.

    Dengan demikian, total kewajiban kepada negara yang harus

    dipenuhi oleh PT XYZ Tbk dalam tahun 2003 adalah sebesar Rp.

    458,13 M.

    Dalam struktur biaya PT XYZ Tbk, beban kewajiban kepada

    negara berupa DR dan PSDH dibebankan sebagai salah satu unsur

    Beban Produksi/Pabrikasi. Sayangnya, Laporan Laba Rugi

    perusahaan tidak memerinci unsurunsur Beban Produksi/Pabrikasi

    sehingga jumlah pembebanan DR dan PSDH yang sesungguhnya

    tidak dapat diketahui. Untuk dapat menghitung berapa besar DR dan

    PSDH yang telah dibebankan oleh perusahaan, analisis terhadap

    Neraca dan laporan Arus Kas dilakukan. Analisis neraca digunakan

    untuk menganalisis perubahan neto saldo pos Kewajiban DR dan

    PSDH yang Terhutang. Perubahan neto ini disebabkan oleh mutasi

    tambah berupa transaksi pembebanan DR dan PSDH dan mutasi

    kurang berupa pembayaran kewajiban DR dan PSDH. Mutasi kurang

    berupa pembayaran kewajiban DR dan PSDH dapat dianalisis

    melalui Laporan Arus Kas. Perpaduan analisis keduanya akan dapat

    menghasilkan figur pembebanan DR dan PSDH, sebagaimana

    diuraikan dalam table berikut ini.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    48/59

    ELSDA Institute

    42

    TABEL 4: KEWAJIBAN NEGARA YANG TERHUTANG

    2003 2004 2005 2006

    Saldo Awal 59.922.127.450 84.275.247.820 82.851.361.002 73.009.882.024

    Beban DR/PSDH 32.909.664.244 14.431.154.692 24.729.911.697 25.285.207.057

    Pembayaran 8.556.543.874 15.855.041.510 34.571.390.675 36.405.768.802

    Saldo Akhir 84.275.247.820 82.851.361.002 73.009.882.024 61.889.320.279

    Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa, untuk tahun buku

    2003, jumlah pembebanan DR dan PSDH yang telah dilakukan

    perusahaan adalah sebesar Rp. 32,91 milyar. Jika angka ini

    dibandingkan dengan jumlah kewajiban DR dan PSDH yang

    seharusnya dibayar oleh perusahaan, yakni sebesar Rp. 458,13

    milyar, hal ini berarti perusahaan mengalami kurang melakukan

    pemenuhan kewajiban sebesar Rp. 425,22 milyar. Adanya figur

    defisit ini mengindikasikan bahwa PT XYZ Tbk telah melakukantindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan, berupa kealpaan

    melakukan pemenuhan kewajiban kepada negara. Investigasi lebih

    lanjut perlu dilakukan untuk menentukan apakah angka defisit ini

    hanya disebabkan oleh kurang melakukan perhitungan kewajiban

    atau karena memang perusahaan sengaja melakukan manipulasi

    jumlah kewajiban kepada negara.

    5.5. ANALISIS 4:ARUS KAS YANG MASUK KEMBALI KE DANKELUAR DARI HUTAN

    Dari laporan keuangan PT XYZ Tbk, arus kas yang

    dikembalikan ke hutan oleh perusahaan hanyalah berupa arus kas

    keluar untuk pengembangan HTI dan untuk pembayaran kewajiban

    kepada negara dalam bentuk iuran DR dan PSDH. Dibandingkan

    dengan jumlah total arus kas keluar perusahaan, arus kas yang

    dikembalikan ke hutan oleh PT XYZ Tbk (dalam bentuk

    pengembangan HTI) sangatlah kecil, kurang dari satu persen. Begitu

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    49/59

    ELSDA Institute

    43

    pula dengan arus kas keluar untuk pemenuhan kewajiban kepada

    negara, proporsinya masih terlalu kecil.

    TABEL 5: ARUSKAS KE HUTAN

    2003 2004 2005 2006

    Arus Kas Untuk HTI 11,59 M 4,69 M 5,36 M 1,62 M

    Mutasi Kas Keluar 2.195,13 M 1.409,11 M 1.127,25 M 847,73 M

    Persentase Kas Untuk HTI

    Terhadap Total Kas Keluar

    0,53 % 0,33 % 0,47 % 0,19 %

    TABEL 6: PEMBAYARAN DR PSDH

    2003 2004 2005 2006

    Saldo Awal 59.922.127.450 84.275.247.820 82.851.361.002 73.009.882.024

    Beban

    DR/PSDH

    32.909.664.244 14.431.154.692 24.729.911.697 25.285.207.057

    Pembayaran 8.556.543.874 15.855.041.510 34.571.390.675 36.405.768.802

    Saldo Akhir 84.275.247.820 82.851.361.002 73.009.882.024 61.889.320.279

    Sementara itu, arus kas yang kembali ke hutan dalam bentuk

    investasi peremajaan infrastruktur produksi memang menunjukkan

    angka negatif selama periode 20032006, yang berarti PT XYZ tetap

    melakukan perbaikan fasilitas pabrik. Namun, dengan ratarata

    pengeluaran kas yang sebesar Rp. 8,39 M, investasi ini tidaklah

    terlalu signifikan dibanding total arus kas keluar yang ada. Kalau

    dilihat trend-

    nya dalam periode 20032005, besar investasi dalampembelian aktiva tetap memperlihatkan angka yang terus menurun.

    Bagian terbesar dari arus kas keluar digunakan oleh

    perusahaan untuk melakukan pembayaran untuk kegiatan

    operasional perusahaan, berupa pembayaran kepada pemasok dan

    karyawan serta pembayaran beban operasional. Malah untuk tiga

    tahun terakhir, besar arus kas keluar untuk kegiatan operasional ini

    tidak cukup diimbangi dengan penerimaan kas dari penjualan. Hal

    ini menyebabkan terjadinya defisit arus kas yang berasal dari

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    50/59

    ELSDA Institute

    44

    kegiatan operasional dalam tahun 20032005. Defisit ini kemudian

    coba ditutupi dengan melakukan pengelolaan kas dari kegiatan

    investasi dan pendanaan. Dengan cara demikian, secara total

    perusahaan dapat mempertahankan jumlah kas dalam perusahaan.

    Dalam tahun 2005 misalnya, defisit kas operasional sebesar Rp.

    308,8 M dapat ditutupi dengan arus kas posoitif dari kegiatan

    investasi dan pendanaan sehingga secara total terdapat kenaikan kas

    bersih sebesar Rp. 689 M. Namun demikian, dalam tahuntahun

    tertentu defisit kas dari operasional kurang dapat ditutupi dengan

    kas dari kegiatan investasi dan pendanaan. Dalam tahun 2006

    misalnya, defisit kas operasional sebesar Rp. 244 M malah

    diperparah dengan arus kas negatif dari kegiatan investasi dan

    pendanaan sehingga secara total terdapat penurunan kas bersih

    sebesar Rp. 383,89 M.

    Begitu besarnya porsi arus kas keluar yang digunakan untuk

    membiayai kegiatan operasional dapat menyulut perhatian yang

    khusus mengenai kemungkinan adanya praktik mark-up dalam

    pembayaran berbagai pospos biaya. Dengan menggelembungkan

    pospos biaya ini, arus kas yang keluar dari hutan bukan merupakan

    hal yang mustahil. Jika dilakukan mark-up sebesar 20 persen

    misalnya, arus kas yang keluar dari hutan dalam bentuk larinya kas

    ke kantongkantong oknum akan mencapai angka 20 persen.

    Sayangnya, ELSDA Institute belum dapat menemukan rasio normal

    Beban Operasional/Penjualan untuk industri kehutanan. Akibatnya,

    sulit bagi ELSDA Institute untuk menentukan ada tidaknya indikasi

    praktikmark-up yang telah dilakukan oleh manajemen PT XYZ, Tbk.

    5.6. ANALISIS 5:LABA TIDAK NORMAL PERUSAHAANTingkat pertumbuhan PT XYZ, Tbk. memperlihatkan angka

    negatif untuk hampir seluruh indikator utama pertumbuhan: jumlah

    penjualan, jumlah laba usaha ataupun jumlah aktiva perusahaan.

    Secara normal kecenderungan ini mengindikasikan ketidakpastian

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    51/59

    ELSDA Institute

    45

    yang besar mengenai goingconcern perusahaan. Tidak heran kalau

    dalam Laporan Auditor Independen tahuntahun terakhir masalah

    goingconcern ini mendapat perhatian ekstra sehingga auditor perlu

    menambahkan paragraf khusus dalam laporan auditnya untuk

    mengekspresikan opini auditor berkenaan dengan ketidakpastian PT

    XYZ, Tbk. untuk dapat melangsungkan kegiatan operasionalnya.

    TABEL 7: FIGURLABA

    (dalam jutaanrupiah)

    2002 2003 2004 2005 2006

    Penjualan Bersih 2,259,386 1,871,209 1,278,060 818,030 451,028

    Laba Rugi Kotor 187,951 (20,778) 241,150 9,851 (22,500)

    Laba Rugi Usaha (75,707) (287,641) 56,417 (199,777) (191,819)

    Laba Rugi Sebelum

    Pajak

    (573,576) 104,806 (144,592) 355,165 16,518

    Laba Rugi Bersih 244,464 229,581 (143,276) 686,842 7,190

    TABEL 8: TINGKAT PERTUMBUHAN

    (dalampersen) 2002 2003 2004 2005 2006

    Penjualan Bersih 41,15 (17,18) (31,70) (35,99) (44,86)

    Laba Usaha (48,28) (279,94) (120,00) (454,10) 3,98

    Laba Bersih (116,20) (6,09) (162,00) (579,30) (98,95)

    Aktiva 4,04 (51,09) (1,00) (31,42) (5,52)

    Ekuitas (209,41) (135,06) (31,00) (287,58) 0,68

    Sebagaimana telah diungkap pada bagian sebelumnya tulisan

    ini, dikaitkan dengan konteks indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan, analisis terhadap struktur laba PT XYZ, Tbk. dapat

    mengidentifikasikan abnormalitas dari laba yang diperoleh

    perusahaan tersebut. Adalah suatu yang tidak normal apabila PT

    XYZ, Tbk. secara konsisten menunjukkan laba yang negatif tetapi

    perusahaan yang bersangkutan terus dapat beroperasi secara

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    52/59

    ELSDA Institute

    46

    normal. Jika hal itu terjadi pada PT XYZ, Tbk., ELSDA Institute patut

    mempertanyakan sejumlah aspek yang pada akhirnya dapat

    menjurus pada indikasi tindak Ketidakpatuhan pengelolaan

    kehutanan yang dilakukan oleh PT XYZ, Tbk., yang mungkin

    merupakan tindak Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan yang

    tidak langsung (tidak seperti illegallogging misalnya).

    Di sini, ELSDA Institute patut mempertanyakan kebijakan

    akuntansi yang dipilih oleh PT XYZ, Tbk. mengingat faktor ini dapat

    memungkinkan perusahaan melaporkan abnormalitas figur laba.

    Salah satu contoh penting kebijakan akuntansi yang dapat ditelaah

    adalah kebijakan memperlakukan pengeluaran biaya untuk

    pengembangan Hutan Tanaman Industri menjadi beban perusahaan

    seluruhnya padahal PSAK 32/1994 mengharuskan beberapa

    pengeluaran harus dikapitalisasi. Kebijakan akuntansi yangdemikian akan membengkakkan beban PT XYZ, Tbk. yang akan

    menurunkan jumlah laba yang dilaporkan. Hal lain yang dapat

    ditelaah adalah kemungkinan adanya praktikmark-up dalam skema

    mekanisme transfer price antara perusahaan dengan para

    perusahaan afiliasi dapat menyebabkan beban produksi menjadi

    tinggi. Hal ini juga akan menarik turun laba yang dilaporkan

    perusahaan. Sayangnya, data pendukung tidak cukup tersedia

    sehingga ELSDA Institute sulit menelaah ada tidaknya indikasi

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan tersebut pada PT XYZ, Tbk.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    53/59

    ELSDA Institute

    47

    6.PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBILDARI STUDI KASUS PADA PTXYZ,

    TBK

    nalisis keuangan terhadap laporan keuangan PT XYZ, Tbk.

    memberikan begitu banyak pelajaran kepada ELSDA

    Institute. Barangkali pelajaran yang terpenting adalah

    bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan

    perusahaan industri kehutanan belumlah secara optimal mendukung

    penghitungan indikator umum pengelolaan SDA dan lingkungan

    yang tidak berkelanjutan yang mengarah pada indikasi

    Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan. Begitu banyak informasi

    yang dibutuhkan namun belum semuanya tersedia secara eksplisit

    dalam laporan keuangan sehingga indikasi tindak Ketidakpatuhan

    pengelolaan kehutanan belum secara lengkap dapat diungkap.

    Berikut ini adalah beberapa dari halhal yang missing dalam laporan

    keuangan PT XYZ, Tbk. yang patut disorot konsekuensinya.

    Informasi mengenai sumber perolehan bahan baku kayu

    bulat, termasuk bahan baku yang diperoleh dari realisasi

    penebangan HPH dan HTI, di mana masingmasing kategori

    diuraikan jumlah m2 dan nilai rupiahnya, belum dijumpai dalam

    laporan keuangan perusahaan industri kehutanan. Dengan tidak

    tersedianya informasi ini, sulit bagi analis keuangan untuk

    menelusuri sumbersumber perolehan bahan baku dan melakukan

    Analisis Kapasitas HTI, Analisis Kapasitas HPH, Analisis

    Dokumentasi Pembelian. Analisis Kapasitas HTI dilakukan untuk

    A

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    54/59

    ELSDA Institute

    48

    mengetahui apakah perolehan bahan baku dari HTI merupakan

    sumber bahan baku yang signifikan. Jika ya, berarti pengelolaan SDA

    dan lingkungan sudah dilakukan secara berkesinambungan sehingga

    pasokan bahan baku secara material telah dipenuhi oleh sumber

    sumber yang dapat diperbaharui. Di samping itu, analisis ini dapat

    digunakan untuk melihat apakah penebangan kayu bulat dari HTI

    melebihi ketentuan yang telah digariskan. Hal ini dkaitkan dengan

    rencana tebang HTI yang telah disetujui oleh pihak berwenang.

    Seberapa besar pasokan bahan baku masih dipenuhi oleh hutan alam

    dapat diketahui dari Analisis Kapasitas HPH. Sama seperti pada tipe

    analisis sebelumnya, analisis ini juga dapat mendeteksi ada tidaknya

    indikasi penyalahgunaan HPH dalam bentuk penebangan HPH yang

    menyalahi rencana tebang yang telah disetujui oleh pihak

    berwenang. Pasokan bahan baku yang tidak dipatuhi oleh HTI dan

    HPH merupakan pasokan yang diperoleh dari pembelian kayu bulat.Di sini, dengan menganalisis dokumen pembelian, indikasi illegal

    loging dapat diperoleh. Seperti pada kasus PT XYZ, Tbk.,

    ketidaktersediaan informasi di atas telah menyebabkan indikasi

    pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak berkelanjutan menjadi

    sulit untuk dideteksi melalui analisis laporan keuangan.

    Luas area HPH yang dikelola dan HTI yang dikembangkan dan

    mutasinya dari tahun ke tahun. Juga, potensi m2 kayu bulat yang

    dimiliki masingmasing HPH dan HTI umumnya tidak diungkapkan

    dalam laporan keuangan. Seperti telah diuraikan dalam paragraf

    sebelumnya, ketiadaan informasi ini menyebabkan Analisis

    Kapasitas HTI dan Analisis Kapasitas HPH belum dapat dilakukan.

    Dengan demikian, indikasi Ketidakpatuhan pengelolaan kehutanan

    dalam bentuk penyalahgunaan ijin penebangan pada area HTI dan

    HPH tidak dapat dideteksi.

    Laporan keuangan PT XYZ, Tbk. juga belum mengungkapkan

    informasi mengenai realisasi tebangan untuk HPH dan HTI untuk

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    55/59

    ELSDA Institute

    49

    dikaitkan dengan pengungkapan informasi mengenai jumlah

    kewajiban kepada negara yang harus dibayar kepada negara.

    Keterbatasan informasi ini dan informasi yang diungkap dalam

    paragraf sebelumnya telah memojokkan analis untuk hanya dapat

    mengungkap prakiraan total kayu bulat yang diperoleh dan

    digunakan dalam proses produksi. Lewat angka prakiraan ini, analis

    hanya memperoleh gambaran kasar mengenai prakiraan total

    kewajiban kepada negara yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

    Proses audit yang lebih detail diperlukan untuk mendapatkan secara

    jelas berapa sebenarnya kewajiban kepada negara yang harus

    dibayar kepada negara.

    Keterbatasanketerbatasan informasi yang diungkap dalam

    laporan keuangan telah menjadikan indikatorindikator umum

    pengelolaan SDA dan lingkungan belum menkajikan muataninformasi yang lengkap dan tuntas untuk mengungkap indikasi

    pengelolaan yang tidak berkelanjutan. Namun demikian,

    sebagaimana diungkap dalam pendahuluan tulisan ini, indikator

    indikator umum yang berhasil diidentifikasikan setidaknya mampu

    mengibarkan red flags berkenaan dengan pengelolaan SDA dan

    lingkungan yang tidak bekesinambungan. Dalam lingkup koridor

    hukum dan peraturan yang berlaku, redflags ini dapat menginisasi

    adanya proses audit dan investigasi yang lebih mendetail ke dalam

    perusahaanperusahaan yang terindikasi untuk memastikan ada

    tidaknya tindak pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak

    berkesinambungan.

  • 8/14/2019 Mulyadi Noto dan Bambang Setiono - Indikator Dan Instrumen

    56/59

    ELSDA Institute

    50

    7.SIMPULAN DAN REKOMENDASIondisi hutan dan sumber daya alam Indonesia lainnyaseperti pertambangan umum dan migas yang sudah

    sedemikian parah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya

    yang sungguhsungguh untuk menghentikan proses penghancuran

    lingkungan dan SDA tersebut. Kebijakan pembangunan ekonomi

    untuk mendorong lahirnya industri berbasis sumber daya alam perlu

    dimonitor dan dikaji agar lebih berpihak kepada upayaupaya

    pelestarian lingkungan dan sumber daya alam.

    ELSDA Institute mencoba menelaah sejumlah kebijakan

    pembangunan ekonomi: kebijakan investasi, kebijakan keuangan,kebijakan pelaporan keuangan dan seterusnya. Salah satu yang

    menjadi perhatian adalah kebijakan dibidang akuntansi dan

    pelaporan keuangan. Menurut ELSDA Institute, kebijakan akuntansi

    dan pelaporan keuangan yang dapat menjelaskan kinerja

    perusahaan dalam mengelola lingkungan dan SDA akan sangat

    membantu p