76
Reaksi Alergi

Mpt Sk.2 Ppt b.15

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Blok Mekanisme Pertahanan Tubuh

Citation preview

Page 1: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Reaksi Alergi

Page 2: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Kelompok B-15

Ketua : Naufal Kamal Yurnadi1102014189

Sekretaris : Tita 1102014265

Anggota : Mohd. Riyan Adi Hermawan 1102010171

Mohammad Rivaldi1102014159

Rianty Fadiah1102014226

Sarah1102013263

Siti Afifah Fahriyanti1102014249

Tasya Laresa Putri Sanjung1102014262

WindaAfdilla.j 1102014280

Tri Cynthia Yupa1102014268

 

Page 3: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Reaksi AlergiSeorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema dan di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan kartikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.

Page 4: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Kata Sulit

 • Urtikaria• Hipersensitivitas• Angioedema• Kortikosteroid• Anti histamine

Page 5: Mpt Sk.2 Ppt b.15

JAWABAN KATA SULIT

• Urtikaria

Reaksi vascular pada dermis bagian atas biasanya sementara, terdiri dari edema lokal yang di sebabkan oleh dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan pembentukan bentol. (Kamus Dorland)

• Hipersensitivitas

Respon imun yang berlebihan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh (Buku Ilmu Penyakit Dalam)

• Angioedema

Reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau submukosa menunjukan edema setempat (Kamus Dorland)

• Kartikosteroid

Salah satu hormon steroid yang dibuat oleh korteks (lapisan luar) dari kelenjar adrenal (Kamuskesehatan.com)

• Anti histamin

Zat yang menurunkan efek histamin terhdadap tubuh dengan cara memblock reseptor histamin (Buku Farmakologi)

Page 6: Mpt Sk.2 Ppt b.15

PERTANYAAN

1. Mengapa bisa terjadi angioedema di mata dan di bibir?

2. Mengapa keadaan ini bisa dikelompokkan dalamhipersinsitivitas cepat?

3. Dimana saja bisa terjadi angioedema dan urtikaria?

4. Mengapa pasien diberi obat anti histamin dan kartikosteroid?

5. Apa saja macam-macam reaksi hipersensitivitas?

6. Bagaimana cara mencegah alergi?

7. Mengapa urtikaria bisa terjadi di seluruh tubuh?

8. Apa saja macam-macam alergi?

9. Apa saja efek yang bisa terjadi saat hipersensitivitas?

10. Bagaimana cara memilih obat yang sesuai dengan anjuran Islam?

Page 7: Mpt Sk.2 Ppt b.15

JAWABAN1. Karena hipersensitivitas tipe I menyerang bagian saluran

pernapasan dan conjungtiva

2. Termasuk reaksi yang terjadi cepat 5-30 menit sehingga termasuk hipersensitivitas tipe 1

3. Angioedema mata, bibir, dan genitalia

Urtikaria diseluruh permukaan tubuh

4. Anti histamin dapat memblock reseptor penyebab alergi

5. -Hipersensitivitas I cepat

-Hipersensitivtas II

-Hipersensitivitas III

-Hipersensitivitas IV lambat

6. Menghindari pemicu alergi

7. Karena urtikaria terjadi di dermis bagian atas

Page 8: Mpt Sk.2 Ppt b.15

8. -Alergi reaksi anfilaktik

-Alergi asma bronchial

-Alergi angioedema

-Alergi rhinitis alergiea

-Alergi obat-obatan

-Alergi makanan

9. -Gatal

-Bentol

-Urtikaria

-Asma

-Diare

-Dermatitis

(Efek samping sesuai dengan tipe-tipe hipersensitivitasnya)

10. -Konsultasi dengan ahlinya

-Sesuai dengan indikasinya

-Tawakal

-Mengutamakan yang halal

Page 9: Mpt Sk.2 Ppt b.15

HipotesisAlergi disebabkan oleh antigen yaitu keluarnya histamin dari sel mast yang memicu hipersensitivitas. Macam-macam hipersensitibvitas terdiri atas Hipersensitivitas I yang dibagi cepat dan lambat, Hipersensitivtas II, Hipersensitivitas III, Hipersensitivitas IV atau disebut juuga hipersensitivas lambat . Dengan munculnya manifestasi klinik seperti gatal, bentol, urtikaria, asma, diare, dermatitis di daerah Angioedema meliputi mata, bibir, dan genitalia sedangkan urtikaria diseluruh permukaan tubuh. Efek yang ditimbulkan tiap tipe hipersensitivitas berbeda, sebagai contoh Hipersensitivitas tipe I menyerang bagian saluran pernapasan dan conjungtiva. Penanganan dengan anti histamin dan kartikosteroid dengan cara kerja zat yang menurunkan efek histamin terhdadap tubuh dengan cara memblock reseptor histamin yang sesuai dengan anjuran Islam.

 

 

Page 10: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Sasaran BelajarLI.1 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI REKASI HIPERSENSITIVITAS

LO.1.1 DEFINISI

LO.1.2 ETIOLOGI

LO.1.3 KLASIFIKASI

 

LI.2 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS TIPE I

 

LO.2.1 DEFINISI

LO.2.2 MEKANISME

LO.2.3 MANIFESTASI KLINIK

LO.2.4 MEDIATOR YANG BERPERAN

 

LI.3 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS II

LO.3.1 DEFINISI

LO.3.2 MEKANISME

LO.3.3 MANIFESTASI KLINIK

LO.3.4 MEDIATOR YANG BERPERAN

 

LI.4 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS III

LO.4.1 DEFINISI

LO.4.2 MEKANISME

LO.4.3 MANIFESTASI KLINIK

LO.4.4 MEDIATOR YANG BERPERAN

 

LI.5 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS IV

LO.5.1 DEFINISI

LO.5.2 MEKANISME

LO.5.3 MANIFESTASI KLINIK

LO.5.4 MEDIATOR YANG BERPERAN

 

Page 11: Mpt Sk.2 Ppt b.15

LI.6 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI ANTI HISTAMIN DAN KARTIKOSTEROID

 

LO.6.1 FARMAKO KINETIK

LO.6.2 FARMAKO DINAMIK

LO.6.3 INDIKASI

LO.6.4 KONTRA INDIKASI

LO.6.5 EFEK SAMPING

 

LI.7 MENJELASKAN DAN MEMAHAMI PANDANGAN ISLAM DALAM ALERGI

Page 12: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI REKASI HIPERSENSITIVITAS

o Definisio Etiologio Klasifikasi

Page 13: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Definisi

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya atau respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

Page 14: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Etiologi

• Benda asing pada lingkungan (dapat berupa pakaian, makanan)

• Perbedaan keadaan fisik tiap bahan, misalnya berat molekul tiap bahan berbeda. Apabila berat molekulnya besar maka daya sensitivitasnya juga lebih besar

• Kekerapan pajanan• Daya tahan tubuh seseorang, contohnya org tersebut

penderita imunodefesiensi atau tidak• Daya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh

terhadap timbulnya alergi.

Page 15: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Klasifikasi

1. Menurut Waktu

2. Menurut Gell & Combs

Page 16: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Menurut Waktu1. Reaksi Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif.

2. Reaksi Intermediet Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC .menifestasi reaksi intermediet dapat berupa: o Reaksi transfusi daraho Reaksi athus lokal dan sistemik seperti serum sickness

3. Reaksi lambat

Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th.

Page 17: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Menurut Gell & Coombs

Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963) di bagi dalam 4 tipe yaitu :

o Reaksi Hipersensitivitas type 1 o Reaksi Hipersensitivitas type 2 o Reaksi Hipersensitivitas type 3 o Reaksi Hipersensitivitas type 4

Page 18: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 19: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS TIPE I

o Definisio Mekanismeo Manifestasi Kliniko Mediator yang berperan

Page 20: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Definisi

Reaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau reaksi anafilaksis yaitu reaksi alergi yangmengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

Page 21: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Mekanisme

Page 22: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 23: Mpt Sk.2 Ppt b.15

• Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.

2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

3. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Page 24: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi reaksi tipe I dapat bervariasi dari local, ringan sampai berat dan keadaan yang mengancam nyawa seperti anafilaksis dan asma berat.

Page 25: Mpt Sk.2 Ppt b.15

o Terdapat 3 reaksi :o 1. Reaksi lokalo 2. Reaksi Sistemik-Anafilaksisio 3. Reaksi Pseudoalergi - Anafilaktoid

Page 26: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Reaksi Lokal

Reaksi lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.

IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal.

Page 27: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Reaksi sistemik – anafilaksisi

Adalah reaksi yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja dan dapat berdapat dalam skala sistemik, ditimbulkan IgE. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor. Reaksi dapat dipacu berbagai alergen seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

Page 28: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid

Adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun.

Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

Page 29: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 30: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Mediator yang Berperan

Page 31: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 32: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS II

o Definisio Mekanismeo Manifestasi Klinik

Page 33: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksik atau sitoliktik terjadi akibat di bentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen IgM yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi terhadap antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran.Reaksi terjadi oleh lisis bukan efek toksik. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memilik reseptor Fcy-R dan Juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan.

Page 34: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Mekanisme

Pada hipersensitivitas tipe II ,antibodi yang ditunjukkan kepada antigen permukaan sel atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor untuk merusak sel sasasaran .Setelah antibodi melekat pada permukaaan sel,antibodi akan mengikata dan mengaktivasi komplemen C1 komplemen. Antibodi pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk memproduksi lebih banyak leukotrien dan plostraglandin ,yang merupakan molekul molekul yang berperan pada rewspon inflamasi .Sel sel efektor yang telah terikat kuat pada membaran sel sasaran .

Page 35: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 36: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Manifestasi Klinik

Page 37: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS III

o Definisio Mekanismeo Manifestasi Klinik

Page 38: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.

Page 39: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Mekanisme

Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan

Page 40: Mpt Sk.2 Ppt b.15

1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah

o Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:

• Agregasi trombosit• Aktivasi makrofag• Perubahan permeabilitas vaskuler• Aktivasi sel mast• Produksi dan pelepasan mediator inflamasi• Pelepasan bahan kemotaksis• Influks neutrofil

Page 41: Mpt Sk.2 Ppt b.15

2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringano Hal yang memungkinkan kompleks imun

mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

Page 42: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Manifestasi Klinik

o Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk reaksi, yaitu lokal dan sistemik.

o Urtikariao Demamo Kelainan sendi, atralgia dan efusi sendio Lmfadenopatio Gejala-gejala timbul 5-20 hari setelah pemberian obat

Page 43: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI HIPERSENSITIVITAS IV

o Definisio Mekanismeo Manifestasi Klinik

Page 44: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Definisi

Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi :

o Delayed Type Hypersensitivity Tipe IVMerupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.

o T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8

+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.

Page 45: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Mekanisme

Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8

+ yang teraktivasi.

Page 46: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intraselo DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak

dapat ditemukan oleh antibodi.o Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan

jaringan.o Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi

granulomatosis yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.

Respon pada infeksi M. tuberkulosiso Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya

mengaktifkan makrofag yang merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)

o Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan menimbulkan nekrosis jaringan.

 

Page 47: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Manifestasi Kliniko Dermatitis Kontak

Penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1.

o Hipersensitivitas TuberkulinBentuk alergi akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang berperan dalam reaksi ini adalah sel limfosit CD4+ T. Pada individu yang pernah kontak dengan M. Tuberkulosis, kulit bengkak terjadi pada hari 7-10 pasca induksi.

Page 48: Mpt Sk.2 Ppt b.15

o Reaksi Jones Mote Reaksi hipetsensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basophil mencolok di kulit di bawah dermis.Reaksi juga disebut hipersensitivitas basophil kutan.

o T Cell Mediated Cytolisis (Penyakit CD8+)Dalam T Cell Mediated Cytolisis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/ CTL/ Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik.

Page 49: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI ANTI HISTAMIN DAN KARTIKOSTEROID

o Farmako Kinetiko Farmako Dinamiko Indikasio Kontra Indikasio Efek Samping

Page 50: Mpt Sk.2 Ppt b.15

ANTI HISTAMINDefinisiBekerja sebagai anti dari histamin, ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin, Baru ini ditemukan jenis anti histamin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu :

o Antagonis reseptor H1 (AH1)o Antagonis Reseptor H2 (AH2)

Page 51: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Antagonis reseptor H1 (AH1)

Page 52: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Farmakodinamik

AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Page 53: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Farmakokinetik

Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Page 54: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Indikasi

AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan

Page 55: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Efek samping

Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

Page 56: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Antagonis reseptor H2 (AH2)

a. Simetidin & Ranitidinb. Nizatidinc. Famotidin

Page 57: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Simetidin dan Ranitidin

o FarmakodinamikSimetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

Page 58: Mpt Sk.2 Ppt b.15

o FarmakokinetikAbsorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.

Page 59: Mpt Sk.2 Ppt b.15

o IndikasiEfektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

o Efek samping

Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

Page 60: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Famotidin • Farmakodinamik

Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

• Farmakokinetik

Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.

Page 61: Mpt Sk.2 Ppt b.15

• IndikasiEfektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.

o Efek sampingEfek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

Page 62: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Nizatidin o Farmakodinamik

Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

o FarmakokinetikKadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

o Indikasi

Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.

o Efek samping

Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

Page 63: Mpt Sk.2 Ppt b.15

KORTIKOSTEROID

Page 64: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Mekanisme kerja

o Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

Page 65: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Farmakodinamik

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.

o Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.

o Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.

Page 66: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Farmakokinetik

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

Page 67: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Indikasi

Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan :

1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

2. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya

kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.

4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.

5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.

6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

Page 68: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Kontraindikasi

Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.

Page 69: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Efek sampingo Efek samping dapat timbul karena peenghentian

pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.

o Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.

o Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.

o Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.

Page 70: Mpt Sk.2 Ppt b.15

MENJELASKAN DAN MEMAHAMI PANDANGAN ISLAM DALAM ALERGI

Page 71: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Dalil(Tabayun, Istiqomah, Manfaat dan Mudarat)

Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.”(HR Bukhari: VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.

Page 72: Mpt Sk.2 Ppt b.15

Maslahah

Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al- maslahah yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu

o Kemasalahatan menurut manusia, dano Kemaslahatan menurut syari‟at.

Page 73: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 74: Mpt Sk.2 Ppt b.15
Page 75: Mpt Sk.2 Ppt b.15

• DAFTAR PUSTAKA • Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Ed. 11.

FKUI:Jakarta. • Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi.Edisi

V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI • http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-3-

reaksi-kompleks-antigen-antibodi/ • http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-2-

sitotoksik/ • http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipe-iv-

delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/ • http://quran-terjemah.org/al-a-raf/157.html • Setiabudi, Rianto. Dewoto, H.R. dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI. • Sudoyo, A.W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.5. Jakarta: Interna

Publishing

Page 76: Mpt Sk.2 Ppt b.15